Makalah Ba & Be

45
TUGAS BIOFARMASI TERAPAN DAN FARMAKOKINETIKA KLINIK BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI OBAT KELOMPOK III DISUSUN OLEH : Lea Oktaviani 260112110522 Andini Nur Fatimah 260112110524 Ajeng Ninda 260112110526 Dita Damayanti 260112110528 Muchammad Reza G 260112110530 Hilda Shinta 260112110582 Yesi Haerunisa 260112110584 Frederika B Jinorati 260112110586 Erni Nurhayati 260112110588 Riska Muliatin 260112110590 PROGRAM PROFESI APOTEKER 1

Transcript of Makalah Ba & Be

Page 1: Makalah Ba & Be

TUGAS BIOFARMASI TERAPAN DAN

FARMAKOKINETIKA KLINIK

BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI OBAT

KELOMPOK III

DISUSUN OLEH :

Lea Oktaviani 260112110522

Andini Nur Fatimah 260112110524

Ajeng Ninda 260112110526

Dita Damayanti 260112110528

Muchammad Reza G 260112110530

Hilda Shinta 260112110582

Yesi Haerunisa 260112110584

Frederika B Jinorati 260112110586

Erni Nurhayati 260112110588

Riska Muliatin 260112110590

PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

1

Page 2: Makalah Ba & Be

Daftar isi

BAB I

Pendahuluan................................................................................... 3

BAB II

Bioavaibilitas ................................................................................. 4

Bioekuivalen ................................................................................... 11

Dasar penetapan bioavaibilitas........................................................ 11

Kriteria untuk menetapkan suatu persyaratan

bioekivalen...................................................................................... 12

Contoh kasus................................................................................... 15

BAB III

Kesimpulan..................................................................................... 29

Daftar pustaka............................................................................................. 30

2

Page 3: Makalah Ba & Be

BAB I

PENDAHULUAN

Uji bioavailability/bioequivalence (BA/BE) adalah uji untuk mengukur

kadar obat dalam darah terhadap waktu. Uji ini dilakukan terhadap obat generik

yang merupakan tiruan obat innovator. Tiruan dibuat agar terjangkau karena harga

obat innovator dirasakan mahal. Dibandingkan dengan uji komparatif, uji BA/BE

mempunyai tujuan pengukuran jelas yaitu kadar obat dalam darah. Variasinya

relative rendah, sehingga jumlah contoh yang dibutuhkan lebih sedikit. Karena itu

biayanya menjadi lebih murah. Obat generik yang diuji harus ekivalen secara

terapeutik dangan obat innovator. Desain dan cara uji BA/BE harus memenuhi

prinsip cara uji klinik yang baik (CUKB), protokol studi harus mendapat

persetujuan komisi etik, informed consent harus ditangani dan disimpan sehingga

dapat dilaporkan, diinterprestasikan dan diverifikasi secara akurat.

3

Page 4: Makalah Ba & Be

BAB II

I. Bioavaibilitas

Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah

disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh

FDA untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapeutik

sebelum dipasarkan harus disetujui oleh FDA. FDA menyetujui produk obat

untuk dipasarkan bila yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai

label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh

standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian. FDA

menghendaki studi bioavailabilitas/farmkokinetik dan bioekivalensi dan bila perlu

persyaratan bioekivalensi untuk semua produk obat.

Untuk obat-obat yang tidak terpasarkan, yang tidak memenuhi NDA (New

Drug Application) sebagaimana dinyatakan oleh FDA maka studi bioavailabilitas

in vivo harus dilakukan apabila formulasi obat tersebut dimaksudkan untuk

dipasarkan. Selanjutnya, farmakokinetik esensial dari bahan aktif tersebut juga

harus dikarakterisasikan. Parameter farmakokinetik esensial meliputi laju dan

jumlah absorpsi sistemik, waktu paruh elimnasi, laju ekskresi dan metabolisme

harus ditetapkan setelah pemberian dosis tunggal dan dosis ganda. Data studi

bioavailabiltas ini berguna untuk pengaturan dosis dan membantu pemberian label

obat.

Studi biavailabilitas in vivo juga dilakukan terhadap formula-formula baru

dari bahan obat aktif yan telah mendapat persetujuan NDA dan disetujui untuk

dipasarkan. Studi ini bertujuan untuk menentukan bioavailabilitas dan

karakterisasi farmakokinetik formulasi, bentuk sediaan, garam atau ester baru

terhadap suatu formula pembanding.

4

Page 5: Makalah Ba & Be

Setelah bioavaibilitas dan dan parameter- parameter farmakokinetik dari

bahan obat aktif diketahui, aturan dosis dapat diajukan untuk mendukung

pemberian label obat. Studi klinik berguna untuk menentukan keamanan dan

efikasi produk obat. Studi bioavailabiltas berguna dalam menetapkan produk obat

dalam kaitan pengaruh obat terhadap farmakokinetik obat sedangkan studi

bioekivalensi berguna untu membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari

berbagai produk obat. Produk-produk obat yang dinyatakan bioekivalen

menunjukan bahwa efikasi produk-produk obat tersebuk dianggap sama.

1.1 Availabilitas Relatif dan Absolut

Area di bawah kurva konsenrasi obat-waktu (AUC) berguna sebagai

ukuran jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi

sistemik. AUC tergantung pada jmlah total obat yang tersedia, FD0 dibagi tetapan

laju eliminasi, K dan volume distribusi Vd.

F adalah fraksi dosis yang terabsorpsi setelah pemberian intra vena. F

sama dengan satu, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik. Oleh

karena itu, obat dianggap tersedia sempurna setelah pemberian intra vena. Setalah

pemberian obat secara oral F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan

nol( tidak ada absorpi obat) samapai F sama dengan satu ( absorpsi obat

sempurna).

1.2 `Availabilitas Relatif

Availabiltas relatif adalah ketersediaan suatu produk obat dalam sistemik

dibandingkan dengan suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis suatu produk oral

yang tersdia secara sistemik sukar dipastikan. Formula standar yang biasa

digunakan berupa larutan obat murni. Availabilitas relatif dari dua produk obat

yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan

persamaan berikut:

Availabilitas relatif = ; Produk obat B sebagai standar pembanding

yang telah diketahui. Fraksi tersebut dapat dikalikan 100 untuk memberi prosen

5

Page 6: Makalah Ba & Be

avaibilitas relatif. Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis

dibuat, seperti dalam persamaan berikut :

Availabilitas relatif =

Avaiabilitas relatif juga dapat ditentukan dengan menggunakan data ekskresi urin

sebagai berikut:

Availabilitas relatif = ; = jumlah total obat yang diekskresi dalam

urin

1.3 Availabilitas Absolut

Availabilitas absolut dapat diukur dengan membandingkan AUC produk

yang bersangkutan setelah pemberian oral dan intra vena. Pengukuran dapat

dilakukan sepanjang Vd dan K tidak bergantung pada rute pemberian. Availabilitas

absolut yang menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai berikut :

Availabilitas absolut =

Availabilitas absolut dengan data ekskresi obat lewat urin dapat ditentukan

sebagai berikut :

Availabilitas absolut =

Availabilitas absolut sama dengan F, fraksi dosis yang tersedia dalam

sistemik. Obat-obat yang diberikan secara vaskular, seperti injeksi intra vena

bolus, memiliki F = 1 artinya obat tersedia sempurna dalam sistemik. Untuk

semua rute pemberian ekstravaskular memiliki F ≤ 1.

I.4 Parameter yang Berguna untuk Penentuan Bioavailabilitas

1. Data plasma

a. Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmaks)

6

Page 7: Makalah Ba & Be

b. Konsentrasi plasma puncak (Cp, maks)

c. Area di bawah kurva obat dalam plasma waktu.

2. Data urin

a. Jumlah komulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du)

b. Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)

c. Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin ( )

3. Efek farmakologi akut

4. Pengamatan klinik

Data plasma dan data urin dapat memberikan informasi paling objektif

tentang bioavaiabilitas bila obat bebas atau aktif dalam cairan biologik

dapat ditentukan secara tepat.

1) Data Plasma

Waktu konsentrasi plasma mencapai pucak (tmaks) merupakan waktu yang

diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat.

Pada tmaks.absorpsi obatadalah terbesar. Setelah tmaks tercapai, laju absorpsi menjadi

lebih lambat. tmaks digunakan untuk memperkirakan laju absorpsi produk obat.

Harga tmaks menjadi lebih kecil (sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai

konsentrasi plasma puncak) bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat. Satuan

tmaks adalah satuan waktu (misal: jam, menit).

Konsentrasi plasma puncak (Cp, maks) merupakan konsentrasi obat

maksimum dalam plasma setelah pemberian obat secara oral. Cp, maks menunjukkan

bahwa obat cukup diabsorpsi secara sistemik untuk memberi suatu respon

terapeutik serta menunjukkan adanya kadar toksik obat. Satuan Cp, maks adalah

satuan konsentrasi (misal., µg/ml, mg/ml).

Area di bawah kurva konsentrasi obat dalam plasma-waktu (AUC) adalah

suatu ukuran jumlah bioavaibilitas suatu obat. AUC menunjukan jumlah total obat

aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC adalah area dibawah kurva kadar

obat dalam plasma-waktu dari t = 0 sampai t = ∞, dan sama dengan jumlah obat

tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik dibagi dengan klirens.

7

Page 8: Makalah Ba & Be

=

= =

F = fraksi dosis terabsorpsi; D0 = dosis; K = tetapan laju elimnasi, dan Vd =

volume distribusi.

AUC tidak bergantung pada rute pemberian dan proses eliminasi obat

selama proses eliminasi obat tidak berubah. AUC dapat ditentukan dengan suatu

prosedur integral numeric, metode rumus trapezium, atau secara langsung dengan

menggunakan planimeter. Satuan AUC ialah konsentrasi-waktu (µg jam/ml).

Untuk beberapa obat AUC berbanding langsung dengan dosis sebagai

contoh , suatu dosis tunggal dari suatu obat dinaikan 250 ke 1000 mg, AUC

juganaik empat kali.(gambar 2-1,2-2)

Gambar 2-1

Gambar 2-1. Kurva kadar obat dalam plasma-waktu setelah pemberian dosis tunggal (a) 250 mg;

(b) 500 mg; (C) 1000 mg.

Gambar 2-2

8

Page 9: Makalah Ba & Be

Gambar 2-2 huungan linier anatas AUC dan dosis data.

Gambar 2-3

Gambar 2-3. Hubungan antara AUC dan dosis bila metabolisme dapat menjadi jenuh

Dalam beberapa hal, AUC tidak berbanding langsung dengan dosis yang

diberikan. Sebagai contoh, bila dosis obat dinaikkan, salah satu jalur eliminasi

obat dapat menjadi jenuh. (gambar 2-3). Eliminasi obat meliputi proses

metabolisme dan ekskresi. Metabolisme obat adalah proses yang bergantung pada

enzim. Untuk beberapa obat (seperti salsilat dan fenitoin) peningkatan dosis dapat

menyebabkan penjenuhan salah satu jalur metabolisme dan hal ini dapat

memperpanjang waktu-paruh eliminasi. Dengan demikian kenaikan AUC tidak

sebanding dengan kenaikan dosis oleh karena jumlah obat yang dieliminasi lebih

kecil (lebih banyak obat yang ditahan). Jika AUC tidak berbanding langsung

dengan dosis, bioavailabilitas obat sulit untuk dievaluasi.

9

Page 10: Makalah Ba & Be

2) Data Urin

Obat harus diekskresi dalam jumlah yang bermakna di dalam urin dan

cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap. Du∞ merupakan jumlah

kumulatif obat yang diekskresi dalam urin secara langsung berhubungan dengan

jumlah total obat terabsorpsi Di dalam percobaan cuplikan urin dikumpulkan

secara berkala setelah pemberian produk obat. Tiap cuplikan urin ditentukan kadar

obat bebas dengan cara yang spesifik. Kemudian, dibuat grafik yang

menghubungkan kumulatif obat yang diekskresi terhadap jarak waktu

pengumpulan.

Laju ekskresi obat bergantung pada tetapan laju eliminasi order kesatu (K)

dan kadar obat dalam plasma (Cp), karena sebagian obat dielimnasi dengan proses

laju order kesatu.

3) Efek Farmakologi Akut

Dalam beberapa hal pengukuran kuantitatif suatu obat tidak dapat

dilakukan atau kurang tepat dan/atau tidak memberikan hasil yang sama jika

diulang. Efek farmakologi akut seperti efek pada diameter pupil , kecepatan

denyut jantung atau tekanan darah dapat digunakan sebagai indeks dari

bioavailabilitas obat. Dalam hal ini, dibuat kurva efek farmakologi akut-waktu.

Untuk mendapatkan perkiraan yang layak dari total area di bawah kurva

hendaknya dilakukan pengukuran efek farmakologi dengan frekuensi yang cukup

(tidak kurang dar tiga kali waktu paruh obat).

Penggunaan efek farmakologi akut untuk menentukan bioavailabilitas

diperlukan adanya kaitan dosis-respon. Bioavailabilitas dapat ditentukan dengan

memeriksa kurva dosis-respon maupun total area dari kurva efek farmakologi

akut-waktu.

4) Respon Klinik

Perbedaan respon klinik pada tiap individu mungkn disebabkan oleh

perbedaan farmakokinetik atau farmakodinamik obat antar individu. Produk-

10

Page 11: Makalah Ba & Be

produk obat yang bioekivalen harus mempunyai bioavailabilitas sistemik yang

sama, sehingga respon obat yang sama dapat diperkirakan. Oleh karena itu,

perubahan respon klinik antar individu yang tidak dikaitkan dengan

bioavailabilitas mungkin disebabkan adanya perbedaan farmakodinamik obat.

Perbedan farmakodinamik yang menyangkut hubungan antara obat dan reseptor

mungkin disebabkan oleh perbedaan kepekaan reseptor terhadap obat. Faktor-

faktor yang mempengaruhi perilaku farmakodinamik obat diantaranya adalah

umur, toleransi obat, interaksi obat, dan faktor-faktor patofisiologik yang tidak

diketahui.

II. Bioekuivalen

Alasan utama dilakukannya studi bioekuivalensi karena produk obat yang

dianggap ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding pada

penderita. Dalam suatu studi bioekuivalen, satu formulasi obat dipilih sebagai

standar pembanding dari formulasi obat lain. Standar pembanding hendaknya

mengandung obat aktif terapetik dalam formulasi yang paling banyak berada

dalam sistemik (yakni larutan atau suspensi) dan dalam jumlah yang sama seperti

formulasi lain yang dibandingkan. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute

yang sama seperti formulasi yang dibandingkan kecuali kalau suatu rute lain atau

rute tambahan diperlukan untuk menjawab masalah farmakokinetik tertentu.

Sebagai contoh, jika suatu obat aktif sangat sedikit berada dalam sistemik

setelah pemberian oral, maka obat dapat dibandingkan baik setelah pemberian

oralmaupun intravena. Bila suatu larutan atau suspense obat tidak tersedia, standar

pembanding dapat berupa suatu formulasi yang sedang dipasarkan yang telah

diakui oleh NDA yang secara ilmiah mempunyai data keamanan dan efikasi yang

sudah terbukti. Produk obat pembanding hendaknya merupakan produk yang

diterima olef profesi kesehatan dan mempunyai sejarah penggunaan klinik yang

panjang. Formulasi pembanding biasanya produk “innovator” atau produk dari

pabrik yang pertama memproduksi obat tersebut.

III. Dasar Penetapan Bioavaibilitas

11

Page 12: Makalah Ba & Be

Dasar-dasar untuk menetapkan ketersediaan hayati pada studi bioekivalen :

1. Ketersediaan hayati dari suatu produk obat dilakukan jika laju dan

jumlah absorbsi produk, sebagaimana dinyatakan oleh perbandingan

parameter-parameter terukur (misal, konsentrasi bahan obat aktif dalam

darah, laju ekskresi urin dan efek farmakologik), tidak berbeda secara

bermakna dengan produk pembanding.

2. Teknik analisis statistic yang dipakai hendaknya cukup peka untuk

menemukan perbedaan laju dan jumlah absorbs yang tidak disebabkan

oleh adanya perbedaan subjek.

3. Suatu produk obat yang berbeda dari bahan pembanding dalam hal laju

absorbsi, tetapi tidak berbeda dalam jumlah absorbsi, dapat dianggap

berada dalam sistemik jika perbedaan laju absorbs disengaja dan

dinyatakan dengan tepat dalam tabel dan atau laju absorbsi tidak

mengganggu keamanan dan efektifitas produk obat.

IV. Kriteria Untuk Menetapkan Suatu Persyaratan Bioekivalen :

1. Adanya fakta dari percobaan klinik yang terkendali dengan baik atau

pengamatan terkendali pada penderita yang menyatakan bahwa

berbagai produk obat tidak memberi efek terapetik yang sebanding

2. Adanya fakta dari studi bioekivalen yang terkendali dengan baik yang

menyatakan bahwa produk-produk tersebut bukan merupakan produk-

produk obat yang bioekivalen

3. Adanya fakta produk-produk obat yang memperlihatkan rasio terapetik

yang sempit dan konsentrasi efektif minimum dalam darah, serta

penggunaannya secara aman dan efektif memerlukan titrasi dosis yang

cermat dan memerlukan pemantauan penderita.

4. Penetapan secara medik oleh yang berwenang menyatakan bahwa suatu

kekurangan bioekivalensi akan menyebabkan suatu efek yang tidak

dikehendaki yang membahayakan dari pengobatan atau pencegahan

suatu penyakit atau kondisi yang parah.

5. Sifat-sifat fisikokimia sebagai berikut

12

Page 13: Makalah Ba & Be

a. Bahan obat aktif memiliki kelarutan rendah dalam air (misalnya,

kurang dari 5 mg / mL).

b. Laju disolusi dari satu atau lebih produk tersebut lambat (misalnya,

kurang dari 50% dalam 30 menit saat diuji dengan metode umum

yang ditetapkan oleh FDA).

c. Ukuran partikel dan / atau area permukaan bahan obat aktif sangat

penting dalam menentukan ketersediaan hayati tersebut.

d. Bentuk struktural tertentu dari bahan obat aktif (misalnya, bentuk

polimorfik, solvates, kompleks, dan modifikasi kristal)

membubarkan buruk, sehingga mempengaruhi penyerapan.

e. produk obat yang memiliki rasio tinggi eksipien untuk bahan aktif

(misalnya, lebih besar dari 5:1).

f. bahan aktif Tertentu (misalnya, hidrofilik atau hidrofobik eksipien

dan pelumas) baik mungkin diperlukan untuk penyerapan bahan

obat aktif atau setengah terapeutik atau dapat mengganggu

penyerapan tersebut.

g. Bahan obat aktif, setengah terapi, atau prekursor diserap sebagian

besar dalam segmen tertentu dari saluran pencernaan atau diserap

dari situs lokal.

h. Tingkat penyerapan bahan aktif obat, setengah terapi, atau

prekursor adalah miskin (misalnya, kurang dari 50%, biasanya

dibandingkan dengan suatu dosis intravena), bahkan bila diberikan

dalam bentuk murni (misalnya, dalam larutan).

i. Ada metabolisme cepat dari separoh terapeutik dalam dinding usus

atau hati selama proses penyerapan (orde pertama metabolisme),

sehingga tingkat penyerapan yang luar biasa penting dalam efek

terapi dan / atau toksisitas dari produk obat.

j. Terikat pada molekul terapi dengan cepat dimetabolisme atau

dikeluarkan, sehingga pembubaran cepat dan penyerapan

dibutuhkan untuk efektivitas.

13

Page 14: Makalah Ba & Be

k. Bahan obat aktif atau setengah terapeutik tidak stabil di bagian

tertentu dari saluran cerna dan membutuhkan pelapis khusus atau

formulasi (misalnya, buffer, pelapis usus, dan coating film) untuk

memastikan penyerapan yang memadai.

l. Produk obat pada kinetika tergantung dosis pada atau dekat rentang

terapeutik, dan tingkat dan tingkat penyerapan yang penting bagi

bioekivalensi.

6. Sifat-sifat farmakokinetik sebagai berikut :

a. Bahan obat aktif, bagian terapetik atau prekursornya diabsorbsi

dalam jumlah besar pada bagian tertentu saluran cerna atau

diabsorbsi pada suatu tempat terbatas.

b. Derajat absorbsi bahan aktif, bagian berkhasiat atau prekursornya

kecil (misal lebih kecil dari 50% dibandingkan terhadap suatu dosis

intravena) begitu pula bila diberikan dalam bentuk murni (misal

bentuk larutan).

c. Terjadinya metabolism cepat dari bagian terapetik di dalam dinding

usus atau hati selama proses absorbsi biasanya tidak berpengaruh

terhadap efek terapetik dan atau tosisitas produk.

d. Bagian terapetik dimetabolisme atau diekskresi secara

cepat,sehingga pelarutan dan absorbsi yang cepat diperlukan untuk

kefektifannya.

e. Bahan obat aktif atau bagian terapetik tidak stabil dalam bagian

tertentu saluran cerna dan memerlukan penyalutan atau formulasi

tertentu (misal, dapar, salut enteric dan salut film) untuk

memastikan absorbsi yang cukup.

f. Produk obat yang mengikuti kinetika yang bergantung dosis (dose-

dependent kinetics) dalam atau dekat rentang terapetiknya, dan laju

serta jumlah absorbsi mempengaruhi bioekivalensi.

14

Page 15: Makalah Ba & Be

V. CONTOH KASUS

Kasus 1

Judul : Disintegrasi Dan Disolusi Tablet Furosemida Dari Berbagai Produk

Generik Dan Produk Paten Yang Beredar

Yandi Syukri, Uji Sukmawati

FMIFA Universitas Islam Indonesia

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas farmasetik in

vitro produk furosemid yang tersedia di pasaran yang berbeda dalam hal formulasi

dan proses manufaktur. Furosemid adalah agen diuretic yang bekerja dengan

menghambat secara intensif dan biasanya digunakan untuk hipertensi dan oedem.

Disintegrasi dan disolusi dilakukan dimana sampel dengan kekuatan tablet

furosemid 40 mg berdasarkan farmakope. Waktu untuk disintegrasi antara 0- 8

menit. Pengujian disolusi dilakukan dalam buffer fosfat pH 5,8. Telihat hasil yang

serupa dalam persentase keseluruhan pelepasan obat dari produk. Kecepatan

disolusi menjadi batas keceatan dari absorpsi furosemid, salah satu kesulitannya

adalah sulit larut dalam air. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Q60 dari

produk A=94,380%, B=91,832%, C=56,381%, D=99,014%, E=97,899%,

F=99,872%, G=100,668%, H=79,195%, I=97,149% dan J=76,292%. Dapat

disimpulkan terdapat variasi profil karakteristik disolusi dari produk yang diuji.

Kata Kunci: Furosemid, Waktu disintegrasi, Kecepatan disolusi, Q60.

Hasil dan Pembahasan

15

Page 16: Makalah Ba & Be

Uji disintegrasi (waktu hancur) meneliti bagian pertama dalam tahap awal

pelepasan zat aktif. Hasil uji disintegrasi dari 10 macam produk tablet furosemid

menunjukkan rentang waktu hancur tablet dari 0 sampai 8 menit, seperti terlihat

dalam table 1. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam FI yaitu waktu untuk

menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut.

Tabel 1

Waktu hancur 10 Macam Tablet Furosemida.

ReplikasiWaktu Hancur (menit)

A B C D E F G H I J

1 2,58 7,68 4,98 1,83 0,85 0,75 6,60 0,35 5,38 0,63

2 3,00 7,62 4,93 2,47 1,02 0,70 6,07 0,30 5,17 0,58

3 2,53 8,03 4,87 2,13 1,1 0,98 6,42 0,20 5,08 0,52

4 3,43 8,07 5,33 2,63 0,88 0,80 6,90 0,35 5,65 0,52

Mean 2,88 7,85 5,03 2,26 0,96 0,81 6,50 0,30 5,32 0,56

SD 0,42 0,23 0,21 0,36 0,12 0,12 0,35 0,07 0,25 0,05

Uji disintegrasi dianggap penting karena merupakan salah satu komponen

dalam pengendalian kualitas fabrikasi tablet. Selain itu uji disintegrasi

memberikan jaminan teknologi misalnya pada reprodusibilitas suatu lot fabrikasi.

Namun demikian waktu hancur yang baik tidak menjamin efektivitas sediaan

obat. Oleh karena itu dilakukan uji disolusi yang diperkirakan lebih menjamin

efektivitas suatu sediaan obat.

Uji Disolusi

Penetapan kadar furosemid terlarut dilakukan secara fisikokimia dengan

mengukur sampel dari masing-masing waktu sampling pada spektrofotometri UV-

16

Page 17: Makalah Ba & Be

Vis pada panjang gelombang maksimum. Profil disolusi kesepuluh macam produk

tablet furosemid dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Profil Laju Disolusi Sepuluh Produk Furosemide 40 mg/tablet pada Media,

Dapar Fosfat pH 5,8 pada Suhu 37 ± 0,5 °C

Dari pada gambar terlihat adanya profil yang bervariasi. Berarti pula

adanya variasi bioavailabilitas dari produk-produk obat tersebut. Perbedaan dalam

biolavailabilitas antara produk-produk obat dari zat terapetik sama bias jadi

karena perbedaan bahan formulasi yang digunakan, metode dari produk pabrik

pembuat yang digunakan, kerasnya prosedur control kualitas dalam proses

pembuatan, dan bahkan metode penanganan, pengemasan, dan penyimpanan.

Perkembangan ilmu teknologi modern membuktikan, bahwa formulasi obat yang

sudah baik dalam suatu pabrik bias sama sekali berubah bila dibuat di pabrik lain

dengan penggunaan alat-alat yang berbeda.

Variabel-variabel yang dapat membantu ke perbedaan antar produk adalah

banyak. Misalnya dalam pembuatan tablet, bahan atau jumlah bahan yang berbeda

dari komponen formulasi seperti pengisi, zat pendisintegrasi, pengikat, pelumas,

zat warna, pemberi rasa, dan penyalutan yang mungkin digunakan. Ukuran

partikel dan bentuk kristal dari suatu komponen farmasi atau terapetik bisa

bervariasi antarformulasi. Tablet bisa bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan

kekerasan tergantung punch dan die yang dipilih untuk digunakan oleh pembuat

tersebut dan tekanan kompresi yang digunakan dalam proses tersebut. Selama

17

Page 18: Makalah Ba & Be

pengemasan, pengapalan, dan penyimpanan, integritas dari tablet tersebut bisa

diubah oleh tumbukan fisik yang kuat atau perubahan dalam kondisi kelembapan,

temperatur, atau melalui interaksi dengan komponen-komponen wadah. Masing-

masing faktor yang dicatat bisa mempunyai pengaruh terhadap laju disintegrasi

(penghancuran) tablet, disolusi obat, dan akibatnya terhadap laju dan besarnya

absorpsi obat.

Untuk mengukur keefektifan absorpsi dari furosemida dapat dilakukan

dengan mengukur parameter efisiensi disolusi yang meliputi efisiensi disolusi

pada menit ke 15 (ED15), efisiensi disolusi pada menit ke 45 (ED45) dan efisiensi

disolusi pada menit ke 60 (ED60) yang dilakukan dengan mengukur luas daerah

dibawah kurva (AUC) pada masing-masing waktu diatas.

Dari data analisis statistik menggunakan ANOVA pada taraf kepercayaan

0,05 menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang bermakna pada masing-masing

nilai Efisiensi Disolusi (ED) yang meliputi ED15, ED45 dan ED60. Dari data

yang terkumpul diperoleh hasil dimana Efisiensi Disolusi (ED) yang paling baik

adalah pada ED60.

Penentuan laju disolusi furosemide berdasarkan parameter persen terlarut

pada 60 menit memberikan hasil seperti tertera pada tabel 3 berikut.

Tabel 2

Hasil Penentuan Laju Disolusi Furosemide Pada 60 Menit

Sesuai Persyaratan Fi Edisi Iv.

Produk Hasil (%) Syarat (%) Kesimpulan

A 94,380 80 +

B 91,832 80 +

C 56,381 80 -

D 99,014 80 +

E 97,899 80 +

F 99,872 80 +

G 100,668 80 +

H 79,195 80 -

I 97,149 80 +

18

Page 19: Makalah Ba & Be

J 76,292 80 -

Keterangan : + memenuhi syarat

- Tidak memenuhi syarat

Dari tabel tersebut dapat dilihat hasil yang bervariasi, dimana tujuh produk

memenuhi persyaratan termasuk di dalamnya produk generik dan tiga produk

lainnya yang semuanya merupakan produk paten tidak memenuhi persyaratan

Farmakope. Di dalam FI edisi IV dijelaskan persyaratan disolusi untuk tablet

furosemide adalah tidak kurang dari 80 % dari yang tertera pada etiket (Anonim,

1995). Berdasarkan hasil uji disintegrasi dan uji disolusi, dapat diketahui bahwa

waktu hancur (disintegrasi) yang singkat tidak menjamin laju pelarutan (disolusi)

zat aktif yang efektif. Hal ini dapat dilihat dari ketiga produk (C, H dan J) yang

memiliki waktu hancur rata-rata yang tergolong cepat yaitu masing-masing 5,03

menit, 0,30 menit dan 0,56 menit (instantaneous), namun tidak memenuhi

persyaratan farmakope dalam hasil laju disolusi. Seperti penjelasan sebelumnya

bahwa waktu hancur yang baik tidak menjamin efektivitas sediaan obat. Uji

disintegrasi hanya memberikan pengukuran yang tepat pada pembentukan

fragmen, granul, atau agregat dari bentuk sediaan padat, sedangkan proses

pelarutan berhubungan dengan luas permukaan efektif obat (ukuran partikel) yang

mana semakin besar luas permukaan efektif / semakin kecil ukuran partikel obat

maka makin cepat laju pelarutannya. Penilaian klinik penting dalam mengevaluasi

hasil dari studi bioekivalensi. Perbedaan kecil antarproduk, sekalipun bermakna

secara statistik, dapat menghasilkan perbedaan yang kecil dalam respon terapetik.

Namun demikian bukan berarti dapat diabaikan karena banyak pula kasus bahwa

variasi dalam bioavailabilitas dari produk-produk obat telah menghasilkan

kegagalan terapi pada pasien yang makan dua produk obat yang tidak ekivalensi

dalam waktu terapinya. Dari pengukuran kualitas farmasetika suatu sediaan yang

mengandung bahan aktif dan dosis yang sama serta rute pemberian yang sama

tidak menjamin memberikan ketersediaan farmasetika yang sama. Hal ini

disebabkan oleh modifikasi-modifikasi formulasi yang dalakukan oleh masing-

19

Page 20: Makalah Ba & Be

masing pabrik. Modifikasi-modifikasi formulasi yang biasanya banyak

dikembangkan diantaranya : (1) modifikasi karakteristik sifat fisikokimia zat aktif,

misalnya dengan pengomplekan, dispersi padat, penggaraman dan lain sebagainya

; (2) modifikasi dan pemilihan bahan tambahan, misalnya bahan pengisi, bahan

penghancur, bahan pelincir dan lain sebagainya ; (3) kombinasi modifikasi

karakteristik sifat fisikokimia zat aktif serta modifikasi dan pemilihan bahan

tambahan ; dan (4) cara prosesing, misalnya metode

pembuatan, teknologi dan fasilitas peralatan yang dimiliki.

Sifat media pelarutan juga mempengaruhi uji pelarutan. Kelarutan maupun

jumlah obat dalam bentuk sediaan juga merupakan hal yang harus

dipertimbangkan . Media pelarutan (uji disolusi) hendaknya tidak jenuh dengan

obat. Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan

menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan

mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka

gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan

pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta

pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.

Jadi dari penelitian pengukuran kualitas farmasetika tentang laju disolusi

dan desintegrasi tablet furosemida yang beredar di pasaran yang diproduksi oleh

berbagai industri farmasi terbukti bahwa masing-masing produk mempunyai

karakteristik desintegrasi dan disolusi yang berbeda. Ditemukan ada beberapa

produk tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan pada Farmakope

Indonesia. Seiring dengan semakin meningkatnya produksi obat dan semakin

maraknya persaingan pada industri farmasi, kemampuan untuk memproduksi obat

yang dengan kualitas yang lebih baik merupakan pilihan yang utama.

Kesimpulan

1. Diperoleh profil disolusi yang bervariasi dari 10 macam produk tablet

furosemida yang diuji. Hal ini memberikan fakta yang kuat bahwa metode

pabrikasi dan formulasi dengan nyata mempengaruhi kelarutan obat tersebut.

20

Page 21: Makalah Ba & Be

2. Produk obat furosemida generik memenuhi persyaratan Q60 sesuai dengan

ketentuan Farmakope Indonesia yaitu tidak kurang dari 80% dari jumlah yang

tertera pada etiket.

3. Terdapat tiga produk obat furosemida paten yang tidak memenuhi persyaratan

Q60.

Saran

Melakukan uji bioekivalensi produk menggunalan data darah atau data u

Kasus 2

Uji Ketersediaan Hayati Tablet Parasetamol dan Tablet Teofilin pada Kelinci.

Dilakukan untuk menguji obat murah yang akan dipasarkan untuk masyarakat kurang mampu. Pengujian ini dilakukan pada tablet parasetamol 500 mg sebagai obat penurun panas (antipiretik) dan tablet teofilin 130 mg untuk obat antiasma. kedua obat tersebut diperbandingkan dengan obat parasetamol 500 mg dan teofilin 150 mg yang telah memiliki nama dagang.

Penelitian ini dilakukan terhadap 10 ekor kelinci yang masing-masing dibagi menjadi 2 kelompok dan proses pengambilan darah dilakukan melalui vena lateral telinga kelinci tersebut.

(diambil darah pada waktu tertentu) (wash out selama 1 minggu)

21

Kelinci @ 5 ekor

Parasetamol 500 mg

Teofilin 130 mg

Parasetamol pembanding 500 mg

Teofilin pembanding 150 mg

Page 22: Makalah Ba & Be

(diambil darah pada waktu tertentu)

diuji menggunakan KCKT

Dari hasil yang didapat diperoleh data :

22

Hasil AUC, tmaks, Cmaks

Analisis menggunakan uji t berpasangan, α = 95%

Page 23: Makalah Ba & Be

23

Page 24: Makalah Ba & Be

Dari hasil yang didapat, disimpulkan bahwa ketersediaan hayati obat murah tablet penurun panas ( Parasetamol 500 mg ) dan tablet asma ( Teofilin 130 mg) yang diukur berdasarkan parameter farmakokinetik tmaks dan Cmaks dan AUC berbeda tetapi tidak bermakna dibandingkan dengan tablet pembandingnya yang sudah memiliki nama dagang ( α = 95% ).

Kasus 3

Judul :Pengaruh pemberian syrup curcuma plus ® terhadap farmakokinetik rifampisin pada tikus

Djoko Wahyono *), Arief Rahman Hakim dan Purwantiningsih Bagian

Farmakologi & Farmasi Klinik FakultasFarmasi UGM Yogyakarta

A. Pendahuluan

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian nomor tiga di

Indonesia. Pengobatan penyakit ini biasa digunakan terapi dengan menggunakan

kemoterapi anti TB, yaitu : Rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid,

streptomisisn

Rifampisin :

bakterisidal spektrum luas termasuk Mycobacterium tuberculosis

diabsorbsi secara baik dari saluran pencernaan

waktu paruh eliminasi berkisar 1-6 jam (rata-rata 3,4 jam)

Syrup Curcuma Plus ® :

Mengandung curcuminoid dan multivitamin

Penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa curcuminoid :

- kurkumin dapat berinteraksi dengan teofilin dan parasetamol

24

Page 25: Makalah Ba & Be

- kurkumin mampu menghambataktifitas sitokrom P-450 1 A1/1A2 dan

3A4

- kurkumin dapat meningkatkan klirens total propanolol dan salisilamid

Kasus :

Pada anak – anak penderita tuberkulosis, pemberian Rifampisin sering

diimbangi dengan pemberian suplemen syrup curcuma plus ®

Adakah pengaruh pemberian syrup curcuma plus ® terhadap metabolisme

rifampisin ?

B. Metodologi

Bahan

Subyek uji tikus jantan galur SD (Sprague Dewley) bobot 180-200 g.

Bahan uji utama meliputi syrup Curcuma plus® diproduksi oleh PT. SOHO

Industri Pharmasi, Jakarta, Indonesia dan rifampisin serbuk mutu farmasetis

diperoleh dari PT. Indofarma, Jakarta, Indonesia.

Alat

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat HPLC

dengan double pump LC-6A, system controller SCL-6A, menggunakan detektor

UV pada 342 nm SPD-6AV dan integrator C-R3A (Shimadzu), kolom Cartridge

LiChroCART 125-4 RP-18 (Merck, Darmstadt, Germany).

Jalannya penelitian

Penelitian menggunakan rancangan uji acak lengkap pola searah (One Way

Randomized Completely Design) dimana sebanyak 15 ekor tikus jantan galur SD

dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan. Kelompok I (kelompok kontrol) diberi

rifampisin dosis 50 mg/kgBB secara oral. Terhadap kelompok II dan III berturut-

turut diberikan syrup Curcuma plus® dosis tunggal 2,7 mL/kgBB secara oral 1

jam sebelum pemberian rifampisin dan dosis ganda 2,7 mL/kgBB secara oral satu

kali sehari selama 7 hari berturut-turut. (dosis dihitung berdasarkan konversi dari

dosis lazim pada manusia). Pengambilan cuplikan darah sebanyak 0,2 mL

25

Page 26: Makalah Ba & Be

dilakukan lewat vena ekor pada waktu-waktu 0,25; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 6; 8; 10; 12

dan 24 jam setelah pemberian rifampisin. Analisis rifampisin dalam darah

dilakukan secara HPLC dengan menggunakan kurva baku mengikuti metode

terdahulu yang telah tervalidasi.

C. Hasil dan Pembahasan

Tabel I: Kadar rifampisin dalam darah (Mean ± SE) setelah pemberian rifampisin

oral 50 mg/kgBB (KelompokI). Kelompok II adanya praperlakuan syrup

Curcuma plus® 2,7 mL/kgBB 1 jam sebelum rifampisin. Kelompok III

adanya praperlakuan syrup Curcuma® dosis 2,7 mL/kgBB 1x sehari

selama 7 hari berturut-turut pada tikus (N=5)

26

Page 27: Makalah Ba & Be

Gambar 1. Kurva kadar rifampisin dalam darah (Mean ± SE) terhadap waktu

setelah pemberian rifampisin oral 50 mg/kgBB (Kelompok I).

Kelompok II adanya praperlakuan syrup Curcuma plus® 2,7

mL/kgBB 1 jam sebelum rifampisin. Kelompok III adanya

praperlakuan syrup Curcuma® dosis 2,7 mL/kgBB 1x sehari selama 7

hari berturut-turut pada tikus (N=5)

Tabel 1 dan gambar 1 menunjukkan data kadar Rifampisin dan profil

kurva kadar Rifampisin terhadap waktu setelah pemberian Rifampisin oral pada

masing – masing kelompok (I, II, III). Dari hasil yang ada terlihat adanya

penurunan kadar puncak penurunan kadar puncak (Cmaks) rifampisin yaitu

sebelumnya 28,69 µg/mL menjadi 8,54 µg/mL dan 12,62 µg/mL berturut-turut

setelah adanya praperlakuan syrup Curcuma plus® 1 jam dan sekali sehari selama

7 hari sebelum pemberian rifampisin. Data juga menunjukkan bahwa terjadi

pergeseran pada waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) rifampisin yaitu

pada jam ke-6 untuk kontrol, menjadi jam ke-4 dan 2,5 berturut-turut setelah

adanya praperlakuan syrup Curcuma plus® 1 jam dan sekali sehari selama 7 hari

sebelum pemberian rifampisin.

Tabel II : Nilai parameter farmakokinetika rifampisin setelah pemberian

rifampisin oral 50 mg/kgBB (KelompokI). Kelompok II adanya

praperlakuan syrup Curcuma plus® 2,7 mL/kgBB 1 jam sebelum

rifampisin. Kelompok III adanya praperlakuan syrup Curcuma plus®

dosis 2,7 mL/kgBB 1x sehari selama 7 hari berturut-turut pada tikus

(N=5)

27

Page 28: Makalah Ba & Be

Dari Tabel II terlihat bahwa pemberian syrup Curcuma plus® dosis 2,7

mL/kg BB satu jam dan sekali sehari selama 7 hari sebelum pemberian rifampisin

mampu meningkatkan volume distribusi dan klirens total rifampisin. Praperlakuan

syrup Curcuma plus® dosis tunggal 2,7 mL/kg BB mampu meningkatkan volume

distribusi (Vd) rifampisin sebesar 225,80% dan menyebabkan penurunan pada

Cmaks sebesar 72,81% dan AUC0-inf berturut-turut sebesar 63,93% sedangkan

praperlakuan syrup Curcuma plus® sekali sehari selama 7 hari dapat

meningkatkan klirens total (ClT) rifampisin sebesar 225,60% dan mengakibatkan

penuruan pada AUC0-inf sebesar 76,94%.

Kurkumin telah diketahui mampu menghambat aktivitas sitokrom P-450

1A1/1A2 dan 3A4. Tetapi pada penelitian ini terbukti bahwa sirup Curcuma

plus® justru meningkatkan eliminasi rifampisin yang ditunjukkan dengan

kenaikan klirens total. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa

rifampisin kemungkinan besar tidak dimetabolisme melalui CYP 1A1/1A2, tetapi

melalui β-esterase. Kenaikan klirens total rifampisin karena pemberian sirup

Curcuma plus® (mengandung kurkuminoid 2 mg).

Oleh karenanya maka pengobatan TB anak menggunakan rifampisin perlu

hati-hati bila penggunannya bersama suplemen syrup Curcuma plus® sebagai

penambah nafsu makan, karena kadar rifampisin di dalam darah dapat berkurang,

dan implikasinya adalah adanya penurunan bioavailabilitas dan akhirnya efek

terapi tidak tercapai secara optimum.

28

Page 29: Makalah Ba & Be

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian syrup Curcuma plus®

dosis tunggal 2,7 mL/kg BB satu jam sebelum pemberian rifampisin dapat

meningkatkan volume distribusi rifampisin sebesar 225,80% dan ini

mengakibatkan turunnya Cmaks sebesar 72,81% dan AUC0-inf sebesar 63,93%,

sedangkan praperlakuan sekali sehari selama 7 hari dapat menyebabkan

peningkatan klirens total rifampisin sebesar 225,60% dan ini mengakibatkan

terjadinya penuruan AUC0-inf sebesar 76,94%. Pemberian syrup Curcuma Plus®

bersamaan dengan rifampisin dapat menurunkan bioavailabilitas rifampisin,

sehingga dapat mengurangi efektivitas antimikroba tersebut.

BAB III

KESIMPULAN

Dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan

obat berada dalam sirkulasi sistemik, dapat diperkirakan tercapai tidaknya efek

terapi yang dikehendaki menurut formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas

dapat digunakan untuk mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi

efektivitas obat. Beberapa manfaat studi bioavailabilitas yang berkaitan dengan

mutu produk obat yaitu :

1) Bagi apoteker dalam bidang penelitian kefarmasian, bioavailabilitas

merupakan uji yang penting dalam penelitian peningkatan mutu obat

2) Bagi dokter dan apoteker di apotek, bioavailabilitas merupakan

pertimbangan kritis yang digunakan untuk pemilihan obat yang bermutu

baik.

29

Page 30: Makalah Ba & Be

DAFTAR PUSTAKA

Ringoringo, v., Bioavailabilitas obat., cermin dunia kedokteran, artikel., Portal

kalbe., 1985.

Shargel L., Wu-Pong., S., Apllied Biopharmacheutical & Pharmacokinetik ed V.,

mc graw-hill’s acces pharmacy, 2004

Syukri Y., Uji Sukmawati., Disintegrasi Dan Disolusi Tablet Furosemida Dari

Berbagai Produk Generik Dan Produk Paten Yang Beredar. FMIFA

Universitas Islam Indonesia.xxxx

Wahyono D., Arief Rahman Hakim dan Purwantiningsih., Pengaruh pemberian

syrup curcuma plus ® terhadap farmakokinetik rifampisin pada tikus.

Bagian Farmakologi & Farmasi Klinik FakultasFarmasi UGM

Yogyakarta.xxxx

30

Page 31: Makalah Ba & Be

31