makalah asma

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien (KepMenkes, 2008). Peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea 1

description

farmakoterapi 2

Transcript of makalah asma

Page 1: makalah asma

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas

yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat

penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran

pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun

jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan

kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia

menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar

180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma

sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama

20 tahun belakangan ini. Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik,

maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi

pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak

dan kualitas hidup pasien (KepMenkes, 2008).

Peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma dalam tiga puluh

tahun terakhir terjadi terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi

asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga

mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih

dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju.

Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma

meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, peningkatan

biaya kesehatan, risiko \perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10

penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan

emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai

1

Page 2: makalah asma

penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 % (Depkes, 2007).

Untuk itu, sebagai farmasis yang memiliki tugas dan tanggungjawab di

bidang obat-obatan tentunya harus mengetahui cara penanganan atau

pengobatan penyakit asma.

B. Tujuan

1. Memahami definisi penyakit asma.

2. Memahami etiologi dan patogenesis penyakit asma.

3. Memahami patofisiologi penyakit asma.

4. Memahami faktor risiko penyakit asma.

5. Memahami gejala penyakit asma.

6. Memahami klasifikasi penyakit asma.

7. Memahami terapi penyakit asma.

C. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penyusunan makalah ini yaitu meningkatnya

pemahaman farmasis tentang penyakit asma secara umum dan penanganan

atau pengobatan penyakit tersebut.

2

Page 3: makalah asma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit Asma

Asma didefenisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang

melibatkan peran banyak sel dan komponennya (The National Asthma

Education and Prevention Program, NAEP). Pada individu yang rentan,

inflamasi menyebabkan episode berulang dari bengek, sesak nafas, sempit

dada, dan batuk. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi jalan udara

yang sering reversible baik secara spontan maupun setelah pemberian

penanganan. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan hiperresponsifitas

bronkus (bronchus hyperresponsiveness, BHR) terhadap berbagai stimulus

(Anonim, 2008).

Asma atau bengek adalah suatu penyakit alergi yang bercirikan

peradangan steril kronis yang disertai serangan sesak napas akut secara

berkala, mudah sengal-sengal dan batuk (dengan bunyi khas). Ciri lain adalah

hipersekresi dahak yang biasanya lebih parah pada malam hari dan

meningkatnya ambang rangsang (hiperreaktivitas) bronchi terhadap

rangsangan alergis maupun non-alergis. Faktor-faktor genetis bersama faktor

lingkungan berperan pada timbulnya gejala-gejala tersebut (Tan Hoan Tjay

dan Kirana Rahardja, 2007).

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik

saluran napas yang menyebabkan hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai

rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,

batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini

hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan

(Menkes RI, 2008).

3

Page 4: makalah asma

B. Etiologi dan Patogenesis Penyakit Asma

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi

berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan

sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai

penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi

terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma

persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif

(hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang

berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada

malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan

saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan

atau tanpa pengobatan.

C. Patofisiologi Penyakit Asma

Karakterisasi utama asma termasuk obstruksi jalan udara dalam berbagai

tingkatan (terkait dengan bronkospasmus, edema dan hipersekresi), BHR, dan

inflamasi jalan udara). Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang

tidak diketahui maupun yang diketahui seperti paparan terhadap alergen,

virus, atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing-masing faktor ini

dapat menginduksi respon inflamasi.

4

Mekanisme Asma (Menkes, 2008).

Page 5: makalah asma

Alergen yang terhirup menyebabkan reaksi alergi fase awal ditandai

dengan aktivitas sel yang menghasilkan antibodi IgE yang spesifik alergen.

Terdapat aktivasi yang cepat dari sel mast dan makrofag pada jalan udara,

yang membebaskan mediator proinflamasi seperti histamin dan eikosanoid

yang menginduksi kontraksi otot polos jalan udara, sekresi mukus,

vasodilatasi, dan eksudasi plasma pada jalan udara. Kebocoran plasma protein

menginduksi penebalan dan pembengkakan dinding jalan udara serta

penyempitan lumennya disertai dengan sulitnya pengeluaran mukus.

Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam setelah serangan

alergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, limfosit T, basofil, neutrofil dan

makrofag. Eosinofil bermigrasi ke dalam jalan udara dan membebaskan

mediator inflamasi (leukotrien dan protein granul), mediator sitotoksik, dan

sitokin. Aktivasi limfosit T menyebabkan pembebasan sitokin dari sel T-

helper tipe 2 (TH2) yang memperantarai inflamasi alergik (interleukin (IL)-4,

IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-13). Sebaliknya sel T-helper tipe 1 (TH1)

menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang penting untuk mekanisme

pertahanan seluler. Inflamasi asmatik alergik dapat ditimbulkan oleh

ketidakseimbangan antara sel TH1 dan TH2.

Sel epitel bronkial juga berpatisipasi dalam inflamasi dengan

membebaskan eikosanoid, peptidase, protein matiks, sitokin dan nitrit oksida.

Pengikisan epitel mengakibatkan peningkatan responsifitas dan perubahan

permeabilitas mukosa jalan udara, pengurangan faktor relaksan yang berasal

dari mukosa, dan kehilangan enzim yang bertanggung jawab untuk

penguraian neuropeptida inflamasi.

Jalan udara dipersyarafi oleh saraf parasimpatik, simpatik, dan syaraf

inhibisi nonadrenergik. Tonus istirahat normal otot polos jalan udara

diperlihara oleh aktivitas eferen vagal, bronkokonstriksi dapat diperantarai

oleh stimulasi vagal pada bronchi berukuran kecil. Semua otot polos jalan

udara mengandung reseptor beta adrenergik yang tidak dipersyarafi yang

menyebaban bronkodilatasi. Pentingnya reseptor alfa adrenergik dalam asma

tidak diketahui. Sistem syaraf nonadrenergik, nonkolinergik pada trachea dan

5

Page 6: makalah asma

bronchi dapat memperkuat inflamasi pada asma dengan melepaskan nitrit

oksida.

D. Faktor Risiko Penyakit Asma

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi dua kelompok faktor

genetik dan faktor lingkungan.

Faktor genetik tersebut adalah:

1. Hiperreaktivitas.

2. Atopi/ Alergi bronkus.

6

Saluran Napas Keadaan Normal Saluran Napas Pada Asma

Page 7: makalah asma

3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik.

4. Jenis kelamin.

5. Ras/etnik.

Faktor lingkungan, terdiri dari :

1. Alergen di dalam ruangan (Tungau, debu rumah, kucing, alternaria/

jamu, dll).

2. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari bunga).

3. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi, telur).

4. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker, dll).

5. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dll).

6. Ekspresi emosi berlebih.

7. Asap rokok.

8. Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan .

9. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika

melakukan aktifitas tertentu.

10. Perubahan cuaca (Menkes RI, 2008).

E. Gejala Penyakit Asma

Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa

pengobatan.

Gejala awal berupa :

1. Batuk terutama pada malam atau dini hari

2. Sesak napas

3. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan

napasnya

4. Rasa berat di dada

5. Dahak sulit keluar.

7

Page 8: makalah asma

Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.

Yang termasuk gejala yang berat adalah:

1. Serangan batuk yang hebat

2. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal

3. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)

4. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk

5. Kesadaran menurun (Depkes, 2007).

F. Klasifikasi Penyakit Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan

pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit

penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang,

semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes, 2007).

Derajat Asma Gejala Fungsi Paru1. Intermiten Siang hari ≤ 2 kali per minggu

Malam hari ≤ 2 kali per bulan Serangan singkat Tidak ada gejala antar serangan Intensitas serangan bervariasi

Variabilitas APE < 20% VEP1 >80% nilaiprediksiAPE >80% nilai terbaik

2. Persisten ringan Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari Malam hari > 2 kali per bulan Serangan dapat mempengaruhi aktifitas

Variabilitas APE 20-30% VEP1 >80% nilai prediksi APE >80% nilai terbaik

3. Persisten sedang Siang hari ada gejala Malam hari > 1 kali per mingguSerangan mempengaruhi aktifitas Serangan > 2 kali per minggu Serangan berlangsung berhari-hari Sehari-hari menggunakan inhalasi β2-agonis short acting

Variabilitas APE > 30% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik

4. Persisten berat Siang hari terus menerus ada gejala Setiap malam hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas Sering timbul serangan

Variabilitas APE > 30% VEP1 <60% nilai prediksi APE <60% nilai terbaik

Keterangan :

APE : Arus Puncak Ekspirasi; VEP1 : volume ekspirasi paksa dalam 1 hari

8

Page 9: makalah asma

G. Manifestasi Klinik

1. Asma Kronik

Asma klasik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan

bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan

sempit dada, batuk (terutama pada malam hari), atau bunyi saat bernafas.

Hal ini sering terjadi saat latihan fisik tapi dapat terjadi secara spontan

atau berhubungan dengan alergen tertentu. Tanda-tandanya termasuk

bunyi saat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang

berulang atau tanda atopi.

Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang

berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang, dan interval antar

gejala dapat mingguan, bulanan, atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh

fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat yang

diperlukan untuk mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala

berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya

penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi kerja cepat, pasien dapat

juga menunjukkan gejala asma kronik walau sedang menjalani

pengobatan berganda.

2. Asma Parah Akut

Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana

inflamasi, edema jalan udara, akumulasi mukus berlebihan, dan

bronkospasmus parah menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius

yang tidak responsif terhadap terapi bronkodilator biasa.

Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea

parah, nafas pendek, sempit dada, atau rasa terbakar, mereka mungkin

hanya dapat mengatakan beberapa kata dalam satu nafas. Gejala tidak

responsif terhadap penanganan yang biasa. Tanda termasuk bunyi yang

terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan ekspirasi, batuk kering

yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada yang

mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan supraklavilar. Bunyi

nafas dapat hilang bila obstruksi sangat parah.

9

Page 10: makalah asma

H. Terapi Penyakit Asma

Tujuan terapi atau penanganan asma kronik, yaitu :

1) Mempertahankan tingkat aktivitas normal (termasuk latihan fisik).

2) Mempertahankan fungsi paru-paru (mendekati) normal.

3) Mencegah gejala kronis dan yang mengganggu (cth. Batuk atau kesulitan

bernafas pada malam hari, pada pagi hari, atau setelah latihan berat).

4) Mencegah memburuknya asma secara berulang dan meminimalisasi

kebutuhan untuk masuk ICU atau rawat inap.

5) Menyediakan farmakoterapi optimum dengan tidak ada atau sedikit efek

samping.

6) Memenuhi keinginan pelayanan terhadap pasien dan keluarga.

Tujuan terapi atau penanganan asma parah akut, yaitu :

1) Perbaikan hipoksemia signifikan.

2) Pembalikan cepat penutupan jalan udara (dalam hitungan menit).

3) Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara yang parah timbul

kembali.

4) Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan memburuk.

(Anonim, 2008).

1. Terapi Non Farmakologi

a. Edukasi pasien

Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam

penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan

untuk :

1) meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara

umum dan pola penyakit asma sendiri)

2) meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan

asma sendiri/asma mandiri)

3) meningkatkan kepuasan

4) meningkatkan rasa percaya diri

5) meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

10

Page 11: makalah asma

6) membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan

mengontrol asma

Bentuk pemberian edukasi :

1) Komunikasi/nasehat saat berobat

2) Ceramah

3) Latihan/training

4) Supervisi

5) Diskusi

6) Tukar menukar informasi (sharing of information group)

7) Film/video presentasi

8) Leaflet, brosur, buku bacaan

9) dll

b. Pengukuran peak flow meter

Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat.

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter

ini dianjurkan pada :

1) Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter

dan oleh pasien di rumah.

2) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

3) Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma

persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah

perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal

perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat

serangan yang mengancam jiwa.

Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk

membantu pengobatan seperti :

1) Mengetahui apa yang membuat asma memburuk

2) Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan

berjalan baik

11

Page 12: makalah asma

3) Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan

penambahan atau penghentian obat

4) Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

d. Pemberian oksigen

e. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak

f. Kontrol secara teratur

g. Pola hidup sehat, dapat dilakukan dengan : (1)Penghentian merokok;

(2)Menghindari kegemukan; (3)Kegiatan fisik misalnya senam asma.

2. Terapi Farmakologi

a. Simpatomimetik

1) Mekanisme Kerja

Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah

sebagai berikut :

a) Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan

terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan

tekanan darah.

b) Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan

kontraktilitas dan irama jantung.

c) Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi,

peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan

menstimulasi otot skelet.

d) Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor

penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk

memprediksi efek samping yang umum. Obat

simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan

bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang

minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui

inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan

efek yang lebih cepat dan memberikan efek perlindungan

12

Page 13: makalah asma

yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen,

latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila

diberikan secara sistemik.

2) Indikasi

Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol)

digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol

jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat

golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus

yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti

albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan

untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang

diinduksi oleh latihan fisik.

3) Efek Samping

Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan

tidak ada efek kumulatif yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti

pengobatan dihentikan, pada beberapa kasus, perlu dilakukan

penurunan dosis untuk sementara waktu.

4) Contoh Obat

Albuterol, bitolterol, efedrin sulfat, epinefrin, formoterol,

pirbuterol, salmeterol, terbutalin.

b. Xantin

1) Mekanisme Kerja

Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan

turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki

dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi

diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan

tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi

uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan.

Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma

pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan

13

Page 14: makalah asma

kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan

penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.

2) Indikasi

Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan

bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik

dan emfisema.

3) Efek Samping

Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum teofilin yang

< 20 mcg/mL. Pada level lebih dari 20 mcg/mL : mual, muntah,

diare, sakit kepala, insomnia, iritabilitas. Pada level yang lebih

dari 35 mcg/mL : hiperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,

takikardia (lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi prematur),

seizure, kerusakan otak dan kematian.

Lain – lain : demam, wajah kemerah-merahan, hiperglikemia,

sindrom ketidaksesuaian dengan hormon antiduretik, ruam,

kerontokan pada rambut. Etildiamin pada aminofilin dapat

menyebabkan reaksi sensitivitas termasuk dermatitis eksfoliatif

dan urtikaria.

Kardiovaskular : palpitasi, takikardia, hipotensi, kegagalan

sirkulasi, aritmia ventrikular.

Susunan Saraf Pusat : iritabilitas, tidak bisa instirahat, sakit

kepala, insomnia, kedutan dan kejang

Saluran Pencernaan : mual, muntah, sakit epigastrik,

hematemesis, diare, iritasi rektum atau pendarahan (karena

penggunaan supositoria aminofilin). Dosis terapetik teofilin dapat

menginduksi refluks esofageal selama tidur atau berbaring,

meningkatkan potensi terjadinya aspirasi yang dapat

memperparah bronkospasmus.

Ginjal : proteinuria, potensiasi diuresis.

Respiratori: takhipnea, henti nafas.

14

Page 15: makalah asma

4) Contoh obat

Aminofilin, teofilin, difilin, oktrifilin.

c. Antikolinergik

Ipratropium Bromida

1) Mekanisme Kerja

Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik

(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan

cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang

dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat

sistemik.

Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat

antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi

kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.

2) Indikasi

Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan

bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai

bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang

berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,

termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

3) Efek Samping

Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru

obstruksi kronik yang semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut

kering, dispepsia, dipsnea, epistaksis, gangguan pada saluran

pencernaan, sakit kepala, gejala seperti influenza, mual, cemas,

faringitis, rinitis, sinusitis, infeksi saluran pernapasan atas dan

infeksi saluran urin.

Tiotropium Bromida

1) Mekanisme Kerja

Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang

biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran

15

Page 16: makalah asma

pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan

cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi

bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi

tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.

2) Indikasi

Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang

berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk

bronkitis kronis dan emfisema.

3) Efek Samping

Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri dari sakit

perut, nyeri dada (tidak spesifik), konstipasi, mulut kering,

dispepsia, edema, epistaksis, infeksi, moniliasis, myalgia,

faringitis, ruam, rhinitis, sinusitis, infeksi pada saluran pernapasan

atas, infeksi saluran urin dan muntah.

d. Kromolin Sodium dan Nedokromil

Kromolin Natrium

1) Mekanisme Kerja

Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak

mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik,

vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini

menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow

Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast.

Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.

2) Indikasi

Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai

pengobatan profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan

teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang yang

memerlukan pengobatan secara reguler. Pencegahan

bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) : untuk mencegah

16

Page 17: makalah asma

bronkospasma akut yang diinduksi oleh latihan fisik, toluen

diisosinat, polutan dari lingkungan dan antigen yang diketahui.

3) Efek Samping

Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan

penggunaan kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi

saluran pernapasan: bronkospasme (biasanya bronkospasma parah

yang berhubungan dengan penurunan fungsi paru-paru/FEV1),

batuk, edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas

berbunyi. Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan

aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa

tidak enak pada mulut, batuk, napas berbunyi dan mual.

Nedokromil Natrium

1) Mekanisme Kerja Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi

untuk pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi

secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel

berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil,

makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil

menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal

dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.

2) Indikasi

Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi

pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau

lebih pada asma ringan sampai sedang.

3) Efek Samping

Efek samping yang terjadi pada penggunaan nedokromil bisa

berupa batuk, faringitis, rinitis, infeksi saluran pernapasan atas,

bronkospasma, mual, sakit kepala, nyeri pada dada dan

pengecapan tidak enak.

17

Page 18: makalah asma

e. Kortikosteroid

1) Mekanisme Kerja

Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik

dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid.

Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel

yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik

dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme

bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung.

Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara

efektif dengan efek sistemik minimal.

2) Indikasi

Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang

memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan

keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan

asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8

tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat

diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien

yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau

terapi bronkhitis non asma.

3) Efek Samping

Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak, batuk, mulut kering,

ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu.

Sistemik : depresi fungsi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA).

Terjadinya kematian yang disebabkan oleh insufisiensi adrenal

dan setelah terjadinya peralihan dari kortikosteroid sistemik ke

aerosol.

Beclomethason: efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih,

seperti sakit kepala, kongesti nasal, dismenorea, dispepsia,

rhinitis, faringitis, batuk, infeksi saluran pernapasan atas, infeksi

virus dan sinusitis.

18

Page 19: makalah asma

Budesonid : efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih,

seperti nyeri, sakit punggung, infeksi saluran pernapasan atas,

sinusitis, faringitis, batuk, konjungtivitis, sakit kepala, rhinitis,

epistaksis, otitis media, infeksi telinga, infeksi virus, gejala flu,

perubahan suara.

Flunisolid : efek samping terjadi pada 3 % atau lebih pasien

seperti palpitasi, nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous, limbung,

mual, muntah, anoreksia, nyeri dada, infeksi saluran pernapasan

atas, kongesti hidung dan sinus, pengecapan tidak enak,

kehilangan indra penciuman dan pengecapan, edema, demam,

gangguan menstruasi, eksim, gatal-gatal/pruritus, ruam, sakit

tenggorokan, diare, lambung sakit, flu, kandidiasis oral, sakit

kepala, rhinitis, sinusitis, gejala demam, hidung berair, sinusitis,

infeksi/kerusakan pada sinus, suara serak, timbul sputum,

pernafasan berbunyi, batuk, bersin dan infeksi telinga.

Flutikason : efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien

seperti sakit kepala, faringitis, kongesti hidung, sinusitis, rhinitis,

infeksi saluran pernapasan atas, influenza, kandidiasis oral, diare,

disfonia, gangguan menstruasi, hidung berair, rhinitis alergi dan

demam.

Triamsinolon : reaksi efek samping terjadi pada 3% atau lebih

pasien seperti faringitis, sinusitis, sindrom flu, sakit kepala dan

sakit punggung.

4) Contoh Obat

Deksametason, metil prednisolon, prednison, triamsinolon,

beklometason, budesonid, flutikason, flunisolid, mometason.

19

Page 20: makalah asma

f. Antagonis Reseptor Leukotrien

Zafirlukast

1) Mekanisme Kerja

Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang

selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat

(SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi

leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema

saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas

selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang

menimbulkan tanda dan gejala asma.

2) Indikasi

Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di

atas 5 tahun.

3) Efek Samping

Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual

dan infeksi.

Montelukast Sodium

1) Mekanisme Kerja

Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan

aktif pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor

leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk

metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan

eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan

dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan

perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses

inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.

2) Indikasi

Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak >

12 bulan.

20

Page 21: makalah asma

3) Efek Samping

Asma : efek samping terjadi lebih pada 3% pasien seperti

influenza. Pada anak 6-12 tahun, efek samping yang terjadi

dengan frekuensi 2 % adalah diare, laringitis, faringitis, mual,

otitis, sinusitis, infeksi virus. Pada anak 2-5 tahun, efek samping

yang terjadi dengan frekuensi 2% adalah rinorea, otitis, sakit

telinga, bronkhitis, sakit lengan, rasa haus, bersin-bersin, ruam

dan urtikaria.

Zilueton

1) Mekanisme Kerja Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-

lipoksigenase dan selanjutnya menghambat pembentukan (LTB1,

LTC1, LTD1, Lte1).

2) Indikasi Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak

> 12 tahun.

3) Efek Samping Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih

seperti sakit kepala, nyeri, sakit perut, rasa lelah, dispepsia, mual,

myalgia.

g. Obat-Obat Penunjang

Ketotifen Fumarat

1) Mekanisme Kerja

Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara

nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel

mast dan menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang

berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.

2) Indikasi

Manajemen profilaksis asma. Untuk mendapatkan efek

maksimum dibutuhkan waktu beberapa minggu. Ketotifen tidak

dapat digunakan untuk mengobati serangan asma akut.

21

Page 22: makalah asma

3) Efek Samping

Mulut kering, mengantuk dan rasa malas, meningkatkan nafsu

makan, menaikkan berat badan, stimulasi susunan saraf pusat dan

reaksi kulit parah.

B. N-Asetilsistein

1) Mekanisme Kerja

Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok

sulfhidril pada molekul, yang bekerja langsung untuk

memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular

mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan

viskositas mukus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein

meningkat seiring dengan peningkatan pH.

2) Indikasi

Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus

yang tidak normal, kental pada penyakit bronkopulmonari kronik

(emfisema kronik, emfisema pada bronkhitis, bronkhitis asma

kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan penyakit

bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis).

3) Efek Samping

Stomatitis, mual, muntah, demam, rhinorea, mengantuk,

berkeringat, rasa sesak di dada, bronkokonstriksi, bronkospasma,

iritasi trakea dan bronkial (Depkes, 2007).

22

Page 23: makalah asma

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas.

2. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit

T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai

faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran

napas pada pasien asma.

3. Bersifat episodik, dan dapat hilang spontan atau dengan pengobatan.

4. Faktor risiko asma dibedakan menjadi dua kelompok faktor genetik dan

faktor lingkungan.

5. Gejala awal berupa batuk terutama pada malam atau dini hari, sesak

napas, napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien

menghembuskan napasnya, rasa berat di dada, dahak sulit keluar.

6. Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara (intermiten, persisten ringan, persisten sedang,

persisten berat).

7. Terapi penyakit asma dapat dilakukan melalui terapi non famakologi dan

terapi farmakologi dengan menggunakan obat golongan simpatomimetik,

xantin, antikolinergik, kromolin sodium dan nedokromil, kortikosteroid,

antagonis reseptor leukotrien, serta obat-obat penunjang lainnya.

B. Saran

Adapun saran yang dapat saya sampaikan yaitu untuk pembaca yang

berisiko menderita penyakit asma agar sedini mungkin menghindari faktor

risiko penyebab penyakit asma, dan sebagai seorang farmasis agar lebih

memahami cara penanganan atau pengobatan penyakit asma yang efektif dan

efisien.

23

Page 24: makalah asma

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Menkes RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/ Menkes/ SK/ XI/ 2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta.

Depkes (2007). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Gramedia.

24