makalah askep gerontik 2.docx

40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri kependudukan abad 21 ialah meningkatnya pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia di seluruh dunia mencapat 426 juta atau sekitar 6,8% total populasi. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai dua kali lipat peningkatan pada tahun 2025 dimana terdapat 828 lansia yan menempati 97% populasi. (Bustan, 2007) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS pada 2007, jumlah lansia di indonesia mencapai 18,96 juta orang. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Karena itu, Kementerian Kesehatan akan menambah jumlah puskesmas yang santun bagi lanjut usia karena bertambahnya jumlah penduduk lansia akibat meningkatnya umur harapan hidup menyebabkan pelayanan kesehatan yang ramah bagi kelompok tersebut semakin dibutuhkan. 1

description

asuhan keperawatan gerontik pada klien dengan sistem urinari

Transcript of makalah askep gerontik 2.docx

Page 1: makalah askep gerontik 2.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri kependudukan abad 21 ialah meningkatnya

pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat. Pada tahun 2000 jumlah

penduduk lansia di seluruh dunia mencapat 426 juta atau sekitar 6,8% total

populasi. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai dua kali lipat

peningkatan pada tahun 2025 dimana terdapat 828 lansia yan menempati

97% populasi. (Bustan, 2007)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS pada 2007, jumlah lansia

di indonesia mencapai 18,96 juta orang.

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia

termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak

di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6 persen dari

jumlah penduduk. Karena itu, Kementerian Kesehatan akan menambah

jumlah puskesmas yang santun bagi lanjut usia karena bertambahnya

jumlah penduduk lansia akibat meningkatnya umur harapan hidup

menyebabkan pelayanan kesehatan yang ramah bagi kelompok tersebut

semakin dibutuhkan.

Umur Harapan Hidup (UHH) manusia Indonesia semakin meningkat

dimana pada RPJMN Kemkes tahun 2014 diharapkan terjadi peningkatan

UHH dari 70,6 tahun pada 2010 menjadi 72 tahun pada 2014 yang akan

menyebabkan terjadinya perubahan struktur usia penduduk.

Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau

lebih akan meningkat dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36

juta) pada 2025.

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan pola penyakit

pada lansia yang terbanyak adalah gangguan sendi kemudian diikuti oleh

1

Page 2: makalah askep gerontik 2.docx

hipertensi, katarak, stroke, gangguan mental emosional, penyakit jantung

dan diabetes mellitus.

Riskesdas 2007 juga menunjukkan penyebab kematian pada umur 65

tahun ke atas pada laki-laki adalah stroke (20,6 persen), penyakit saluran

nafas bawah kronik (10,5 persen), Tuberkulosis Paru (TB) (8,9 persen),

hipertensi (7,7 persen), NEC (7,0 persen), penyakit jantung iskemik (6,9

persen), penyakit jantung lain (5,9 persen), diabetes mellitus (4,9 persen),

penyakit hati (4,4 persen) dan pnemonia (3,8 persen).

Sementara pada perempuan penyebab kematian terbanyak adalah

stroke (24,4 persen), hipertensi (11,2 persen), NEC (9,6 persen), penyakit

saluran pernafasan bawah kronik (6,6 persen), diabetes mellitus (6,0

persen), penyakit jantung iskemik (6,0 persen), penyakit jantung lain

(5,9persen), TB (5,6 persen), pnemonia (3,0 persen) dan penyakit hati (2,2

persen).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Kantor Asia Selatan dan Asia

Tenggara (WHO SEARO / WHO South East Regiunal Office) di New

Delhi, batasan usia lanjut untuk indonesia sampai saat ini yaitu 60 tahun ke

atas (Czeresna, 2000).

Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam

pasal 1 dinyatakan bahwa seseorang dikatakan lansia setelah mencapai

umur 50 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah

sendiri untuk keperluan hidupnya sehati-hari dan menerima nafkah dari

orang lain (Wahyudi, 1995). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip

dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni a) Kelompok lansia dini (55

– 64 tahun) merupakan kelompok yang baru memasuki lansia, b)

Kelompok lansia (65 tahun ke atas) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu

lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Dari beberapa pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa yang

disebut lansia adalah seorag yang telah berumur 60 tahun ke atas. Dimana

pada usia ini mengalami perubahan fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2

Page 3: makalah askep gerontik 2.docx

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15-30 %

usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang di rawat di

rumah sakit mengalami inkntinensia urin, dan kemungkinan bertambah

berat 20-30% saat berumur 65-74 tahun dan angka kejadian pada wanita

dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Appleby, 1995)

Pada masa lansia umunya timbul kondisi fisik penurunan jumlah sel-

sel otak disertai penurunan fungsi indra pedengaran, penglihatan,

pembauan yang sering menimbulkan keterasingan bagi lansia. Ulit juga

mengalami perubahan karena penurunan lemak di bawah kulit yang

menyebabkan hilangnya kekuatan otot dan masa tulang sehingga terjadi

gerakan menjadi lambat. Perubahan lain yang menonjol pada lansia yaitu

terjadinya inkontinensia urin karena penurunan kekuatan otot dasar

panggul (Hudak & Carloyn, 1997).

Inkontinensia urin adalah pelepasan urin secara tidak terkontrol dalam

jumlah yang cukup banyak, sehingga dianggap sebagai kondisi yang di

sebabkan karena usia (Setyono, 2001). Sensasi berkemih timbul pada saat

volume kandung kemih mencapai 300 - 600 ml dan frekuensi berkemih

yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tak lebih 8 kali sehari (Ganong

W, 2003).

Ini semua dalam kondisi fisiologis, yang berpengaruh pada lansia

biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia terjadi

proses menua yang berdampak pada perubahan hampir di seluruh organ,

termasuk orang berkemih. Perubahan di antaranya adalah melemahnya

otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih dan pintu saluran kemih,

yang menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan

meningglkan sisa (Setiati, 2000)

Salah satu penatalaksanaan inkontinensia urin secara non

farmakologis bisa dilakukan dengan latihan otot dasar panggul atau latihan

kegel, agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan uretra dapat tertutup

dengan baik. Terapi farmakologi diberikan apabila terapi non farmakologi

tidak dapat menyelesaikan masalah inkontinensia urin (Setiati, 2001).

3

Page 4: makalah askep gerontik 2.docx

B. Tujuan Penulisan

Tujuan Umum :

Mahasiswa dapat memahami konsep dan asuhan keperawatan pada lansia

dengan inkontinesia urin

Tujuan Khusus :

1. Mahasiswa mampu memahai dan menjelaskan perubahan anatomi dan

fisiologi sistem eliminasi pada lansia.

2. Mahasiswa mampu mengetahui gangguan eliminasi yang timbul pada

lansia.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar

inkontinensia urine dari pengertian, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,

pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan.

4. memahami dan menjelaskan menjelaskan tentang asuhan keperawatan

pada lansia dengan inkontenensia urin.

5. memahami dan menjelaskan mengaplikasikan asuhan keperawatan

pada lansia dengan inkontenensia urin.

C. Ruang Lingkup

Dalam makalah keperawatan gerontik ini kami membahas tentang

asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontenensia urin.

D. Metode Penulisan

Penulisan dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan

metode deskriftif yaitu memaparkan atau mendeskripsikan tentang

bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontenensia urin dan

dengan studi kepustakaan serta artikel dan jurnal yang kami dapatkan dari

internet.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 4 BAB, yaitu :

4

Page 5: makalah askep gerontik 2.docx

BAB I : Pendahuluan, Latar belakang, Ruang Lingkup, Tujuan

Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan

BAB II : Tinjauan Teoritis, yang membahas tentang perubahan Anatomi

Fisiologi, Gangguan Eliminiasi pada lansia,

BAB III : Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Inkontenensia Urin

BAB IV : Penutup yang berisikan saran dan kesimpulan

Daftar Pustaka

5

Page 6: makalah askep gerontik 2.docx

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Perubahan Anatomi Fisiologi

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh

baik yang berupa urine maupun fekal (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Proses penuaan berdampak pada perubahan-perubahan dihampir semua

organ tubuh termasuk pada organ berkemih yang mengakibatkan orang usia

lanjut lebih mudah mengalami gangguan di semua sistem tubuhnya salah

satunya pada sistem eliminasi. Gangguan sistem eliminasi terbagi atas

gangguan eliminasi urin dan gangguan eliminasi fekal. Gangguan eliminasi

urin melibatkan organ tubuh yaitu ginjal, sedangkan gangguan pada fekal

terjadi akibat dari terganggunya sistem pencernaan yang akan mengganggu

dalam proses eliminasi.

1. Penuaan pada sistem Renal Dan Urinaria

Penuaan mempengaruhi sistem renal dan urinaria dalam berbagai

cara. Pada lansia yang sehat, perubahan terkait usia tidak terlihat jelas

karena ginjal tetap mampu untuk memunuhi kebutuhan normal. Namun,

pada saat stress, seperti saat kebutuhan fisiologis secara tidak normal

sangat tinggi atau ketika terserang penyakit, penuaan pada sistem renal

sangat rentan.

Namun, sistem urinaria berbeda. walaupun proses penuaan tidak

langsung menyebabkan masalah inkontinensia, kondisi yang sering terjadi

pada lansia yang di kombinasikan dengan perubahan terkait usia dalam

sistem urinaria dapat memicu terjadinya inkontinensia. (Stanley dan

Patricia,2006)

a. Struktur dan Fungsi Sistem Renal dan Urinaria

Sistem renal dan urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih,

dan uretra. Ureter, kandung kemih, dan uretra terutama sebagai sistem

penyimpanan dan transportasi untuk pengeluaran urine dari dalam

tubuh ketika telah dibentuk oleh ginjal. Ginjal secara fisiologis lebih

6

Page 7: makalah askep gerontik 2.docx

kompleks dan secara vital terlibat dalam penampilan fungsi

hemoestatis yang sangat penting. Fungsi-fungsi ini bermaksud

mengeluarkan sampah yang di produksi dari tubuh; mengatur cairan

dan elektrolit; mempertahankan keseimbangan asam-basa;

memproduksi renin, prostaglandin, dan eritropoietin; memetabolisme

vitamin D ke dalam bentuk aktifnya; dan mendegradasi insulin. Sistem

urinaria memberikan dua fungsi yang sangat kritis, yaitu penyimpanan

pasif dan pengeluaran aktif urine. (Stanley dan Patricia, 2006)

b. Perubahan terkait usia pada sistem renal

Unit fungsional dari ginjal adalah nefron. Pada dewasa muda,

terdapat kurang lebih 2 juta nefron pada korteks bagian luar dan bagian

dalam medulla ginjal. Pada masa dewasa lanjut, jumlah ini sudah

berkurang setengahnya. Selain itu, nefron yang tersedia memiliki lebih

banyak ketidaknormalan dari pada yang ditemukan pada dewasa muda.

Walaupun perubahan-perubahan ini tampak dramatis, kenyataan

bahwa individu yang sehat mampu untuk menyumbangkan sebuah

ginjal tanpa konsekuensi serius memberikan dasar perbandingan untuk

kehilangan nefron yang normal pada lansia. (Stanley dan Patricia,

2006)

c. Perubahan terkait usia pada sistem urinaria

Penyimpanan dan pengeluaran urine dalam interval yang sesuai

adalah suatu proses koordinasi volunteer dan involunter yang rumit.

Kandung kemih diisi dengan urine yang dikeluarkan dari ureter dengan

kecepatan 2 ml/menit. Otot kandung kemih relaksasi untuk

mengakomodasi peningkatan volume ketika sfingter external dasar

punggul konstriksi sehingga kebocoran tidak terjadi.

Perubahan yang pada umumnya menyertai penuaan, termasuk

kapasitas kandung kemih yang lebih kecil. Peningkatan volume residu

dan kontraksi kandung kemih yang tidak disadari. Pada wanita lansia,

penurunan produksi estrogen menyebabkan atrofi jaringan uretra.

7

Page 8: makalah askep gerontik 2.docx

Pada pria lansia, hipertrofi prostat menyebabkan tekanan pada leher

kandung kemih dan uretra. (Stanley dan Patricia, 2006)

d. Perubahan normal pada sistem renal dan urinaria akibat penuaan

(Stanley dan Patricia, 2006)

1) Penebalan dasar membrane

2) Penurunan area permukaan glomerular

3) Penurunan panjang dan volume tubulus proksimal

4) Penurunan aliran vascular

5) Penurunan kapasitas kandung kemih

6) Peningkatan volume residu

7) Atrofi pada kandung kemih secara umum

8) Peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari

B. Gangguan Eliminasi Pada Lansia

1. Inkontensia urin

a. Pengertian

Inkontinensia urin adalah salah satu keluhan utama pada penderita

lanjut usia. Seperti halnya dengan keluhan pada suatu penyakit, bukan

merupakan diagnosis, sehingga perlu dicari penyebebnya (Brocklehurst

Fillit dkk,2010).

Inkontenensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih

yang tidak terkendalikan atau terjadi di luar keinginan (Brunner&Sudart,

2002)

Inkontinesia adalah berkemih diluar kesadaran pada waktu dan

tempat yang tidak tepat serta menyebabkan masalah kebersihan atau

sosial (Maryam,2008).

Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang

tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa

memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang mengakibatkan masalah

sosial dan higienis pendeitanya  (FKUI, 2006).

8

Page 9: makalah askep gerontik 2.docx

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa inkotinesia Urine

(IU) adalah pengeluaran urien involunter (tidak disadari) dalam jumlah

yang cukup dan sangat menyebabkan masalah bagi lansia.

b. Klasifikasi

Menurut Maryam (2008) Inkontenensia urine diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu:

1. Inkontenensia urine akut

Penanganan IU akut pada usia lanjut berbeda tergantung kondisi yang

dialami pasien. Penyebab IU akut antara lain terkait dengan gangguan

di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin

meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. IU

akut juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai

sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang

harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan

yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat

diuretika seperti kafein. Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi

faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi

medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan

oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk

mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau

menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah

psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi

nonfarmakologik atau farmakologik yang tepat.

2. Inkontenensia urine persisten

Menurut Nugroho (2002) Inkontinensia yang persisten atau

kronik/menetap dapat dibagi menjadi empat tipe :

a) Tipe stress

Inkontinensia tipe stres ditandai dengan keluarnya urin

diluar pengaturan berkemih, biasanya dalam jumlah sedikit akibat

9

Page 10: makalah askep gerontik 2.docx

peningkatan tekanan intra-abdominal. Misalnya saat bersin, tertawa

atau olahraga. Inkontinensia ini banyak terdapat pada wanita lanjut

usia. Kadang terjadinya tidak terlalu sering, dan urin yang keluar

hanya sedikit dan tidak berpengaruh kepada kualitas kehidupan

penderita serta tidak membutuhkan pengobatan khusus. Tetapi juga

dapat sedemikian banyak dan menggangu, sampai dibutuhkan

tindakan pembedahan untuk mengatasinya. Seperti sudah

disinggung diatas, peristiwa seperti ini seringkali berkenaan dengan

kelemahan jaringan sekitar muara kandung kemih dan uretra.

Hilangnya pengaruh estrogen dan sering melahirkan disertai

dengan tindakan pembedahan merupakan salah satu faktor

predisposisi. Obesitas dan batuk kronik juga sering memegang

peranan. (Nugroho, 2002)

Inkontinensia tipe stres jarang pada pria. Dapat terjadi setelah

mengalami operasi lewat uretra (trans-uretral) atau misalnya akibat

terapi radiasi yang merusak struktur jaringan dari spingter (Fillit,

2010).

b) Tipe urgensi

Inkontinensia tipe urgensi ditanfai dengan pengeluaran urin

diluar pengaturan berkemih yang normal, biasanya dengan jumlah

banyak karena ketidakmampuan menunda berkemih, begitu sensasi

penuhnya kandung kemih diterima oleh pusat yang mengtur proses

berkemih terdapat gangguan pengaturan rangsangan dan instabilitas

dari otot-otot destrusor kandung kemih. Inkontinensia ini terdapat

pada gangguann sistem saraf pusat misalnya pada struk, demensia,

sindrom parkinson dan kerusakan mredula spinalis.

Gangguan lokal dari saluran urogenital misalnya sistitis,

batu dan diveretikulum dari kandung kemih juga dapat

mencetuskan inkontinensia tipe urgensi.

c) Tipe luapan

10

Page 11: makalah askep gerontik 2.docx

Inkontinensia tipe luapan (over flow) ditandai dengan

kebocoran atau keluarnya urin, biasanya dalam jumlah sedikit,

karena desakan mekanik akibat kandung kemih yang sudah sangat

teregang. Penyebab umum dari inkontinensia ini adalah antara

lain :

1) Sumbatan akibat kelenjar prostat yang membesar atau adanya

kistokel, dan penyempitan dari jalan keluarnya urin.

2) Gangguan kontraksi kandung kemih akibat gangguan dari

persarafan misalnya pada penyakit diabetes militus.

d) Tipe fungsional

Inkontinensia tipe fungsional ditandai dengan keluarnya

urin secara dini, akibat ketidakmampuan mencapai tempat

berkemih karena gangguan fisik atau kognitf maupun macam-

macam hambatan situasi/linkungan yang lain, sebelumnya siap

untuk berkemih. Faktor-faktor psikologik seperti marah-marah,

depresi juga dapat menyebabkan inkontinensia tipe ini.

Macam-macam tipe dari inkontinensia tipe ini dapat terjadi

pada satu penderita secara bersamaan, sehingga membawa dampak

juga pada strategi pengelolahannya.

c. Etiologi

Nugroho (2002) berpendapat bahwa yang merupakan etiologi

inkontinensia urine adalah :

1. Melemahnya otot dasar panggul yang menyangga kandung kemih dan

memperkuat sfingter uretra.

2. Kontarksi abnormal pada kantung kemih

3. Obat diuretik yang mengakibatkan sering berkemih dan obat penenang

terlalu banyak.

4. Radang kantung kemih

5. Radang saluran kemih

6. Kelainan control pada kantung kemih

11

Page 12: makalah askep gerontik 2.docx

7. Kelainan persyarafan pada kantong kemih.

8. Akibat adanya prostat

9. Faktor psikologis.

d. Patofisiologi

Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intra-abdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks). (FKUI, 2006)

 Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah control volunter dan disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas

12

Page 13: makalah askep gerontik 2.docx

beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikaldan subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Komponen penting dalam mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat antara urethra dan kandung kemih.Fungsi sfingter urethra normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari urethra sehiingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke uretre. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen sakral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan mempertahankan inversisomatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses reflek ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut biasanya ada beberapa jenis inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow. (FKUI, 2006)

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang

13

Page 14: makalah askep gerontik 2.docx

salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. (FKUI, 2006)

Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi

akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca

melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang

aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama

kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena

ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat

otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan

penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko

terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon

estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi

penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra),

sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang

lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan

lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua

seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine,

karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

(FKUI, 2006)

e. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji

untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan

poliuria.

14

Page 15: makalah askep gerontik 2.docx

2. Catatan berkemih (voiding record).

Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih.

Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat

mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala

berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih

tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan

untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai

intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor-faktor

yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya.

f. Penatalaksanaan

Martono (2010) berpendapat bahwa penatalaksanaan pada inkontinensia

urine diantaranya adalah :

1. Kartu catat berkemih

Kartu catat berkemih merupakan kartu yang dapat digunakan oleh usia

lanjut yang mempunyai masalah inkontinensia urin. Pada kartu ini

akan dicatat waktu dan urin yang keluar, baik yang keluar secara

normal maupun yang keluar karena tak tertahankan . selain itu juga

akan dicatat waktu, jumlah, jenis minuman yang diminum. Pencatatan

pemasukan dan pengeluaran cairan ini dilakukan setiap saat sepanjang

hari selama tiga hari berturut-turut. Tujuan pencatatan ini adalah agar

diketahui pola berkemih dan dapat diduga tipe inkontinensia urinnya.

Dengan diketahui tipe inkontinensia urin yang diderita, masalah ini

dapat dikelolah dengan baik dan benar.

2. Terapi non farmakologi.

Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang

mendasari timbulnya inkontinensia urin. Beberapa terapi yang

digunakan adalah:

a. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang waktu kemih)

dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi barkemih

15

Page 16: makalah askep gerontik 2.docx

6-7 kali per hari. Pasien dapat menahan keinginan/ sensasi untuk

berkemiah bila belum waktunya. Pasien diinstruksikan untuk

berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam,

selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara bertahap sampai

pasien ingin berkemih setiap 2-3 jam. Teknik latihan ini

memerlukan motivasi yang kuat dari pihak pasien.

b. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan

sesuai dengan kebiasaan pasien. Teknik ini membutuhkan

keterlibatan petugas kesehatan dan atau pengasuh pasien.

c. Prompted voiding dilakukan dengan cara mengajari pasien

mengenali kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan

petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini

digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi berfikir.

d. Melakukan latihan otot dasar panggul, dengan berkontraksi

berulang-ulang otot dasar panggul.hal ini dimaksutkan agar otot

dasar panggul menjadi lebih kuat dan uretra dapat tertutup dengan

baik sebelum pasien menjalani latihan,harus dilakukan lebih dahulu

pemeriksaan lubang kemaluan (perempuan) atau rectum untuk

menetapkan apakah mereka dapat mengkontreksikan otot dasar

punggungnya.

e. Pasien dengan trauma mandula spinalis, strok, atau demensi

memerlukan pemasangan kateter jangka panjang atau selamanya.

Terapi nonfarmakologi ini harus disertai dengan evaluasi fisik dan

lingkungan sosial pasien seperti kemudahan mencapai toilet,

pakaian dalam atau celana yang mudah dibuka , system bel untuk

memanggil pengasuh/petugas kesehatan yang mudah dijangkau

usia lanjut, dan sebagainya.

3. Terapi farmakologi

Terapi dengan menggunakan obat-obatan dapat dilakukan bila

terapi non farmakologi tidak dapat menyelesaikan masalah

16

Page 17: makalah askep gerontik 2.docx

inkontinesia urin. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah

antikolinerik (relaksasi kandung kemih) yang dapat diberikan pada

inkontinensia urogensi dan agonis alfa yang dapat diberikan pada

inkontinensia stress.

4. Terapi pembedahan

Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada inkontinensia

tipe stress tipe campuran stress dan urgensi, bila terapi

nonfarmakologi dan farmakologi tidak berhasil. Inkontinensia urin

tipe overflow umumnya memerlukan tidakan pembedahan karena

pada tipe overflow disebabkan oleh adanya sumbatan, sehingga harus

dilakukan tindakan pembedahan untuk memperbaiki aliran dan

menghilangkan retensi urin.

Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang

cermat dan baik pada penderita dan keluarganya karena angka

kegagalan maupun rekurensi tindakan ini tetap ada.

5. Modelitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medic yang

menyebabkan inkontinensia urin ini, dapat pula digunakan beberapa

alat bantu yang dapat digunakan oleh usia lanjut yang mengalami

inkontinensia urin. Diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat

bantu toilet (seperti urinal, dan bedpan).

a. Pampers

Pampers dapat digunakan baik pada kondisi akut maupun pada

kondisi dimana pengobatan sudah tedak berhasil mengatasi

inkontinensia urin. Namun demikian, pemasangan pampers juga

dapat menimbulkan masalah seperti timbul luka lecet bila jumlah

air seni berlebihan daya tempung pampers sehingga air seni keluar

17

Page 18: makalah askep gerontik 2.docx

dan akibatnya kulit dalam pampers terus menerus lembab,

sementara pasien tidak dapat bergerak karena penyakitnya.

b. Kateter

Kateter menetap (indwelling cathether) tidak diajurkan untuk

digunakan secara rutin karena dapat terjadi infeksi saluran kemih,

pembentukan batu, abses, dan kebocoran.

Kateter menetap dipasangi bila:

1) Terdapat inkontinensia overflow, infeksi somatic atau gangguan

fungsi ginjal akibat retensi urin

2) Retensi urin yang tidak dapat dikoreksi secara pembedahan atau

obat-obatan.

3) Retensi urin tidak dapat diatasi dengan kateterisasi intermitan.

4) Luka dikubitus atau iritasi yang terkontaminasi oleh

inkontinensia urin.

5) Perawatan pasien dengan penyakit terminal yang mengalami

kesulitan menggenti pakaian/celana.

Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan

alat yang secara rutin digunakan intuk mengosongkan kandung

kemih. Teknik ini digunakan pada pesien yang tidak dapat

mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko

untuk terjadinya infeksi saluran kemih.

c. Alat bantu toilet

Alat bantu toilet, seperti urinal, kondom dan bedpen dapat

digunakan oleh orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak atau

menjalani tirah baring. Alat-alat bantu tersebut akan menolong

akan menolong mereka terhindar dari jatuh dan akan membantu

memberikan kemandirian pada usia lanjut dalam menggunakan

toilet.

Urinal umumnya digunakan oleh laki-laki, tetapi ada pula

jenis tertentu yang dapat digunakan oleh wanita. Dalam

18

Page 19: makalah askep gerontik 2.docx

penggunaan urinal ini diperlukan adanya motivasi agar dapat

menggunakan urinal sendiri dan bila tidak mampu baru dibantu.

Kondom merupakan alat bantu berupa kersi yang berlubang

dialas duduknya, dibawah lubang tersebut terdapat pen tempat

menampung air seni dan/atau tinja. Komdam adalah alat bantu

yang baik untuk pasien yang tidak mampu pergi ke toilet tetapi dap

bangun dari tempat tidur.

Bedpen digunakan untuk seseorang yang tidak dapat

bangun dari tempat tidur. Alat ini diselipkan dibawah bokong pada

saat pasien akan berkemih. Pasien diminta atau dibantu untuk

menggkat bagian tubuh bawahnya termasuk bokongnya dan

kemudian bedpan diletakan dibawah bokong.

Frackture Bedpan Bedpan Female Urinal

Male Urinal Kondom Kateter

Gambbar 2.1. Alat Bantu Toilet

19

Page 20: makalah askep gerontik 2.docx

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN SISTEM ELIMINASI

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi

pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi

tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.

2. Riwayat Kesehatana. Alasan kunjungan/keluhan utama :

Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet.

b. Riwayat kesehatan sekarangKlien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari.

Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet.  Klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan lecet-lecet pada kulitnya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat. sehingga hanya diam dirumah.

c. Riwayat kesehatan duluKlien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama

sebelumya. Klien mengatakan pernah dirawat di RS dan dipasang kateter. d. Riwayat penyakit keluarga

Klien mengatakan keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.

20

Page 21: makalah askep gerontik 2.docx

3. Pemeriksaan fisika. Keadaan umum : Klien tampak lemas, dan gelisahb. Tanda-Tanda Vital : TD : 160/90 mmHg

N : 90x/mntRR : 18x/mntS : 370C

c. Integumen :1) Kulit kering dan keriput2) Terdapat luka tekan (dekubitus)

d. KepalaSimetris dan tidak ada benjolan, warna rambut putih, distribusi rambut merata

e. MataKonjungtiva normalPupil : an isokor

f. TelingaBersih, tidak ada serumen

g. Mulut dan gigiMulut kering, air liur mudah mengentalBibir pecah-pecah

h. LeherTidak ada pembesaran kelenjar tyroid atau pembesaran limpa nodi

i. KardiovaskulerPeningkatan TD

j. AbdomenBising usus (+), Pulsasi, nyeri tekan abdomen

k. PerkemihanInkontinensia urine, BAK .> 10 kali, Lebih dari 1500-1600 ml dalam 24 jamNyeri saat mengeluarkan urine

l. GenetaliaKelemahan otot vagina dan uterus

m. EkstremitasKelemahan

n. System endokrinPenurunan produksi hormon estrogen

4. Pengkajian psikososiala. Murungb. Mudah tersinggung

21

Page 22: makalah askep gerontik 2.docx

c. Mudah marahd. Depresie. Dimensiaf. Isolasi socialg. Perubahan peran

5. Pengkajian lingkungana. Kondisi rumah :

Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah

Lantai  : lantai tidak licin, keadaan rumah datarTata ruang : Tata ruang tidak sering diubah, kamar mandi jauh, didekat

dapur, peralatan yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan

6. Pengkajian skala resiko (Skala Norton)

skor skor

Keadaan umum:BaikLumayanBurukSangat buruk

4321

Aktivitas :AmbulanAmbulan dengan bantuanHanya bisa dudukTiduran

4321

Kesadaran :Kompos mentisApatisStruporKoma

4321

Inkontinensia :TidakKadang-kadangSeringAlvi dan urine

4321

Mobilitas:Bergerak bebasSedikit tebatasSangat terbatasTidak bisa bergerak

4321

SKOR TOTAL

Nilai < 12 : RESIKO TINGGINilai <16 : BERESIKO

7. Pengkajian status kognitif / afektif (status mental)Pengkajian status mental gerontik

22

Page 23: makalah askep gerontik 2.docx

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

BENAR SALAH NO PERTANYAAN

01 Tgl berapa hari ini?

02 Hari apa sekarang ini?

03 Apa nama tempat ini?

04 Dimana alamat anda?

05 Berapa umur anda?

06 Kapan anda lahir?

07 Siapa presiden Indonesia sekarang?

08 Siapa presiden Indonesia sebelumya?

09 Siapa nama ibu anda?

10 20-3, 10-3, 5-3

Jumlah : Jumlah :

Pengkajian keseimbangan untuk klien lansiaPengkajian posisi/gerakan keseimbangan

Bangun dari kursiTidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubuhnya keatas dengan tangan, tidak stabil pada saat berdiri pertama sekali. (1)

Duduk ke kursiMenjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk ketengah kursi (1)

Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum perlakan-lahan sebanyak 3 kali

Klien memegang objek untuk dukungan (1)

Mata tertutupKlien menggerakkan kaki dan memegang objek untuk dukungan. (1)

Perputaran leherMenggenggam objek untuk dukungan, pusing/keadaan tidak stabil.(1)

Gerakan menggapai sesuatuTidak stabil (1)

MembungkukMemegang objek untuk bisa berdiri lagi (1)

Komponen gaya berjalan/gerakanMinta klien untuk berjalan kearah yang ditentukan

23

Page 24: makalah askep gerontik 2.docx

Klien ragu-ragu (1)Ketinggian langkah kakiKaki tidak naik dari lantai secara konsisten.(1)

8.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada

pasien usia lanjut dan orang tua usia lanjut yang dapat mengakibatkam

timbulnya masalah lain yang lebih serius infeksi saluran kemih, dekubitus

dan fraktur, serta depresi dan rasa terisolasi. Untuk dapat melakukan

pengelolaan dan penanganan yang baik terhadap masalah inkontinensia

urin ini harus diketahui dahulu penyebab tembulnya inkontinensia yang

diderita.dengan anamensia dan pemeriksaan fisik yang baik, ditambah

dengan pengisian kartu catatan berkemih oleh pasien dapat ditetepkan

diagnosis inkontinensiaurin sehingga dapat diketahuipengelolaan dan

penatalaksanaanyang diperlukan pemeriksaan canggih seperti urodynamic

study dapat dilakukan bila diperlukan.terapi yang dapat diberikan pada

24

Page 25: makalah askep gerontik 2.docx

pengelolah inkontinensia urinini dapat berupa terapi farmakologis, non

farmakologis, maupun terapi pembedahan.

B. Saran

1. Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan pada lansia

dengan penyakit inkontenensia urin lebih memperhatikan dan tahu

pada bagian-bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada klien

dengn gangguan ini yang perlu ditekankan.

2. Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-

pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan khususnya dalam asuhan keperawatan pada lansia dengan

inkontenensia urin, karena peningkatan penyembuhan pasien,

melakukan prosedur diagnostik, pemeriksaan-pemeriksaan dan

melakukan perawatan tindak lanjut sangat penting bagi pasien maupun

perawat.

3. Hendaknya mahasiswa keperawatan dapat menerapkan dan

membandingkan ilmu yang telah didapat di kampus berupa teori

dengan kasus di ruangan, yang nantinya mahasiswa mampu

mengaplikasikan tindakan keperawatan dengan sebaik-baiknya.

25

Page 26: makalah askep gerontik 2.docx

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

EGC.

Fillit, Howard M., Kenneth Rockwood, Kenneth Woodhouse. 2010.

Brocklehurst's Textbook of Geriatric Medicine and Gerontology.

Philadelphia : Saunders Elsevier

FKUI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam jilid III, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Martono Hadi. 2010. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : FKUI.

26

Page 27: makalah askep gerontik 2.docx

Maryam Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Keperawatan. Jakarta : Selemba

medika.

Nugroho Wahyudi.2002. keperawatan gerontik dan geriatrik. Jakarta : EGC.

Stanley, Mickey. 2006. Buku ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

27