Makalah Aplikasi Aspek Hukum: Agama dan Etika dalam Praktik Keperawatan
description
Transcript of Makalah Aplikasi Aspek Hukum: Agama dan Etika dalam Praktik Keperawatan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam
segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula
terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi
keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan
yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen
yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi. Tidak hanya berbasis etik
dan moral, tetapi juga agama.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin
dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil
dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang
mendalam tentang etika dan agama serta penerapannya menjadi bagian yang
sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan dimana
nilai-nilai pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
Dalam kehidupan profesional, tiap cabang ilmu keperawatan tentu sudah
mempunyai patokan tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Selain itu,
terdapat mata kuliah keperawatan profesional yang diharapkan dapat
menumbuhkan sikap profesional sesuai dengan tuntutan dunia keperawatan, untuk
membentuk mahasiswa yang siap pakai dan terampil dan bahkan bisa dikatakan
tindakannya sesuai dengan tuntutan hukum etika dan agama dalam keperawatan.
Agama dan etika tetap penting untuk diajarkan, karena untuk menekankan
aspek tertentu bagi masyarakat kita. Peran agama dan etika sangat besar, hanya
bagaimana pemanfaatannya yang perlu dibenahi.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sajakah dasar hukum praktik keperawatan tentang agama?
2. Bagaimana aplikasi dasar hukum tentang agama dalam praktik keperawatan?
3. Apa contoh kasus dan bagaimana analisis kasus dari penerapan hukum agama
dalam praktik keperawatan?
4. Apa sajakah dasar hukum tentang praktik keperawatan yang berkaitan dengan
etik?
5. Bagaimana aplikasi dasar hukum tentang etik dalam praktik keperawatan?
6. Apa contoh kasus dan bagaimana analisis kasus dari penerapan hukum etik
dalam praktik keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa sajakah dasar hukum praktik keperawatan tentang agama..
2. Mengetahui aplikasi dasar hukum tentang agama dalam praktik keperawatan.
3. Mengetahui contoh kasus dan analisis kasus dari penerapan hukum agama
dalam praktik keperawatan.
4. Mengetahui apa sajakah dasar hukum tentang praktik keperawatan yang
berkaitan dengan etik.
5. Mengetahui aplikasi dasar hukum tentang etik dalam praktik keperawatan.
6. Mengetahui contoh kasus dan analisis kasus dari penerapan hukum etik dalam
praktik keperawatan.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum Praktik Keperawatan Tentang Agama
1. UU Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 2
Undang-Undang ini berasaskan: Perikemanusiaan; manfaat; pemerataan; etika dan
profesionalitas; penghormatan terhadap hak dan kewajiban; keadilan; pengabdian;
norma agama; dan pelindungan.
Yang dimaksud dengan "asas perikemanusiaan" adalah bahwa pengaturan Tenaga
Kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama,
status sosiai, dan ras serta tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan
laki-laki.
Yang dimaksud dengan "asas norma agama" adalah bahwa pengaturan tenaga
kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama
yang dianut masyarakat.
Pasal 57 (D)
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktiknya berhak memperoleh
pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama.
2. UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Pasal 2
Praktik Keperawatan berasaskan: perikemanusiaan; nilai ilmiah; etika dan
profesionalitas; manfaat; keadilan; pelindungan; dan kesehatan dan keselamatan
Klien.
Yang dimaksud dengan "asas perikemanusiaan" adalah asas yang harus
mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan
4
martabat setiap warga negara dan penduduk tanpa membedakan suku, bangsa,
agama, status sosial, dan ras.
2.2 Aplikasi Dasar Hukum Tentang Agama dalam Praktik Keperawatan
2.2.1 Aplikasi dalam Hak dan Kewajiban Perawat
1. Perawat wajib dalam melaksanakan pengabdiannya di bidang keperawatan
senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama (menghormati
hak-hak pasien).
2. Perawat wajib menghindarkan diri untuk tujuan yang bertentangan dengan
norma-norma agama dan etika profesi.
3. Perawat wajib dalam menunaikan tugas tidak terpengaruh oleh
kebangsaan, kesukuan, aliran politik, dan agama, serta kedudukan sosial
pasien.
4. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertemu
dengan keluarga dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
keyakinan masing-masing.
2.2.2 Aplikasi dalam Beberapa Agama
Agama/
Budaya
Kepercayaan terhadap
pelayanan kesehatan
Respon terhadap
penyakit
Penerapan pada
kesehatan dan perawatan
HinduMenerima ilmu medis
terkini
1. Dosa masa lalu
menyebabkan
penyakit
2. Memperpanjang
hidup tidak
dibenarkan
Waktu untuk do’a, jimat,
ritual, simbol
Shikhism Menerima ilmu medis
terkini
1. Wanita harus
diperiksa oleh
wanita
1. Sebisa mungkin
pasien wanita harus
diperiksa oleh tenaga
5
2. Melepaskan
pakaian dalam
akan
menyebabkan
distres yang besar
medis wanita
2. Menjaga privasi
pasien
BuddhaMenerima ilmu medis
terkini
1. Menolak
pengobatan pada
hari suci
2. Roh non manusia
yang menyerang
manusia
menyebabkan
penyakit
3. Mengizinkan
untuk
menghentikan
pendukung hidup
1. Mungkin
menginginkan
pendeta budha
2. Tidak mempraktikkan
euthanasia
Islam
1. Harus dapat
mempraktikkan
hukum Islam
2. Terkadang
memiliki
pandangan
kesehatan yang
salah
1. Menggunakan
kepercayaan
penyembuhan
2. Kesehatan dan
spiritual saling
berhubungan
1. Tidak
mempertimbangkan
transplantasi organ
2. Tidak melakukan
eutanasia
Yahudi 1. Mempercayai
kesucian hidup
2. Ibadah hari
sabath, menolak
pengobatan hari
1. Mengunjungi
orang sakit
adalah suatu
kewajiban
2. Mereka
Euthanasia dilarang
6
sabath
3. Mempercayai
sanksi dari
kehidupan
4. Tuhan dan
kedokteran harus
mempunyai
keseimbangan
5. Kepatuhan kepada
hari Sabat adalah
penting
6. Tidak melakukan
aktivitas pada hari
Sabath
berkewajiban
untuk mencari
perawatan
3. Pendukung hidup
tidak dibenarkan
4. Percaya penting
hidup sehat
KristianiMenerima ilmu medis
terkini
1. Menggunakan
doa, kepercayaan
sebagai
penyembuh
2. Menghargai
kunjungan dan
gereja
3. Beberapa
menggunakan
“penumpangan
tangan”
4. Komuni suci
umumnya
digunakan
1. Mendukung donor
organ
2. Menggunakan doa,
kuas penyembuhan
Shinto Menerima
pengobatan medis
Akan tidak
mengizinkan
Mempertimbangkan
metode pengobatan
7
modern sejalan
dengan tradisi leluhur
pengobatan yang
“tampak”
mencederai tubuh
2.3 Contoh Kasus dan Analisis Kasus
Contoh kasus 1
Tuan Rudi berusia 50 tahun beragama Islam, masuk rumah sakit di RS
Sentosa ruangan Dahlia dengan kondisi fraktur femur akibat kecelakaan 2 hari
yang lalu. Sebagai umat Islam, maka Tuan Rudi berkewajiban melaksanakan
sholat 5 waktu. Tetapi Tuan Rudi merasa kesulitan melaksanakan sholat karena
tidak mengetahui cara melaksanakan ibadah dalam kondisi seperti itu. Tuan Rudi
merasa gelisah karena meninggalkan ibadahnya dan beliau merasa sungkan
menanyakan tata cara sholat dalam keadaan tersebut kepada perawat yang sedang
bertugas. Akhirnya, Tuan Rudi merasa stress karena beliau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam.
Analisis kasus
Jika ditinjau dari kasus di atas, perawat lalai dalam melaksanakan
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dan pasien kurang tahu menahu perkara
hak pasien. Sebagai pasien, maka Tuan Rudi berhak menjalankan ritual ibadahnya
sesuai dengan agamanya dan perawat wajib memenuhi kebutuhan spiritualnya.
Seharusnya Tuan Rudi tidak merasa sungkan untuk bertanya kepada perawat yang
sedang bertugas di ruangannya. Begitu pula dengan perawat. Perawat seringkali
lalai dalam melaksanakan pemenuhan kebutuhan spiritual pasiennya. Perawat
yang bertugas di ruangan Tuan Rudi seharusnya tanggap dalam hal ini dengan
cara menanyakan apakah Tuan Rudi dapat melaksanakan sholat dan bersuci
dengan cara berbaring, jika tidak maka perawat wajib membantu atau mengajari
cara melaksanakan sholat dengan berbaring apabila Tuan Rudi tidak mengetahui
tata caranya.
8
Contoh kasus 2
Nona Erika berusia 30 tahun beragama Kristen dirawat di RS Bahagia
dengan leukimia stadium akhir dan ia telah merasakan tanda-tanda akan
meninggal. Karena Nona Erika beragama Kristen, maka ia meminta untuk
perawat yang beragama sama dengannya atau pastur untuk mendampingi proses
kematiannya. Perawat Maria beragama Kristen bersedia mendampingi Nona Erika
untuk menghadapi proses kematiannya dan perawat memanggilkan pastur terdekat
untuk membantu melaksanakan ritual kematiannya. Tidak hanya itu saja, perawat
Maria menawarkan ke salah satu keluarga terdekat Nona Erika untuk
mendampingi Nona Erika menghadapi proses kematiannya.
Analisis kasus
Jika ditinjau dari kasus di atas, perawat Maria telah melaksanakan
pemenuhan kebutuhan spiritual Nona Erika. Perawat tersebut telah melaksanakan
kewajibannya sebagai perawat dan tidak melalaikan hak pasien dalam
pelaksanaan ibadah sesuai agamanya. Sesuai hak dan kewajiban perawat, perawat
Maria sudah memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertemu dengan
keluarga dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-
masing. Apabila pemenuhan kebutuhan spiritual dan kewajiban perawat serta hak
pasien telah terpenuhi atau terlaksana, maka pasien pun tenang dan perawat tidak
melanggar etikanya sebagai perawat.
2.4 Dasar Hukum Praktik Keperawatan yang Berkaitan dengan Etik
1. UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara
bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang
memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi
Pasal 2
Praktik keperawatan berasaskan: perikemanusiaan; nilai ilmiah; etika dan
profesionalitas; manfaat; keadilan; pelindungan; dan kesehatan dan keselamatan
klien.
9
Yang dimaksud dengan "asas etika dan profesionalitas" adalah bahwa pengaturan
praktik keperawatan harus dapat mencapai dan meningkatkan keprofesionalan
perawat dalam menjalankan praktik keperawatan serta memiliki etika profesi dan
sikap profesional.
Pasal 28 (3)
Praktik keperawatan harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar
profesi, dan standar prosedur operasional.
Pasal 36
HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawalan berhak menolak keinginan
klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentua peraturan perundang-
undangan
Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pasal 38
HAK DAN KEWAJIBAN KLIEN
Dalam praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan pelayanan keperawatan
sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar prolesi, standar
prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. UU Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan
10
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Pasal 2
Undang-undang ini berasaskan: perikemanusiaan; manfaat; pemerataan; etika dan
profesionalitas; penghormatan terhadap hak dan kewajiban; keadilan; pengabdian;
norma agama; dan pelindungan.
Yang dimaksud dengan "asas etika dan profesionalitas" adalah bahwa pengaturan
tenaga kesehatan harus dapat mencapai dan meningkatkan profesionalisme tenaga
kesehatan dalam menjalankan praktik serta memiliki etika profesi dan sikap
profesional.
Pasal 57 (F)
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak menolak keinginan
penerima pelayanan kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan standar
profesi, kode etik, standar pelayanan, standar prosedur operasional, atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik wajib memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar
prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan penerima
pelayanan kesehatan.
Pasal 60
PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN
Tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk bersikap dan berperilaku sesuai
dengan etika profesi.
3. Standar Praktik Keperawatan PPNI (2005)
Standar V: Etik
Keputusan dan tindakan perawat atas nama klien ditentukan dengan cara yang etis
(sesuai dengan norma, nilai budaya, modul dan idealisme profesi).
11
2.5 Aplikasi Dasar Hukum Etik dalam Praktik Keperawatan
2.5.1 Aplikasi dalam Hak dan Kewajiban Perawat
1. Perawat berhak untuk keinginan pasien atau profesi lain yang bertentanan
dengan peraturan perundangan dan etika profesi.
2. Perawat wajib menghindarkan diri untuk tujuan yang bertentangan dengan
norma-norma agama dan etika profesi.
3. Perawat berhak menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui
anjaran maupun pengumuman tertullis karena diperlukan, untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi atau kode
etik keperawatan atau aturan perundang-undangan lainnya.
2.5.2 Aplikasi dalam Beberapa Tindakan Keperawatan
Sesuai Standar Praktik Keperawatan PPNI (2005), Standar V: Etik.
Berbagai isu spesifik tentang etik yang menjadi kepedulian perawat meliputi:
penolakan pasien terhadap pengobatan, “informed-consent”, pemberhentian
bantuan hidup, kerahasiaan klien.
1. Menghadapi penolakan pasien terhadap tindakan keperawatan atau
pengobatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak
bentuk-bentuk pengobatan sebagai alternatif tindakan. Berkembangnya
teknologi yang memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan
kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk
dapat sembuh cepat, keuangan, sosial dan lain-lain. Penolakan atas
pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak pasien dan
merupakan hak otonomi pasien, pasien berhak memilih, menolak segala
bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang
perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga
tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang
lebih tidak etis.
2. Informed Consent
12
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan
dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit
memberikan format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit
yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan
menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format
persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya
berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau
perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta risikonya.
3. Kerahasiaan klien
Sesuai dengan prinsip etika confidentiality (kerahasiaan), aturan
dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien dan
peningkatan kesehatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diizinkan oleh klien dengan bukti
persetujuan. Diskusi tentang klien di luar area pelayanan harus
dihindari.
Pada kriteria proses Standar V: Etik,
1. Praktik perawat berpedoman pada kode etik.
2. Perawat menjaga kerahasiaan klien.
3. Perawat bertindak sebagai advokat klien.
4. Perawat memberikan asuhan dengan “tanpa menghakimi” (non-
judgement), tanpa diskriminasi.
5. Perawat memberikan asuhan dengan melindungi otonomi, martabat dan
hak-hak klien.
6. Perawat mencari sumber-sumber yang tersedia untuk membantu
7. Menetapkan keputusan etik.
2.6 Contoh Kasus dan Analisis Kasus
Kasus 1
13
Nyonya Delia seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2
orang anak yang berumur 6 dan 4 tahun, Nyonya Delia berpendidikan SMA, dan
suami beliau bekerja sebagai sopir angkutan umum. Saat ini Nyonya Delia
dirawat di ruang kandungan RS sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan
Nyonya Delia positif menderita kanker rahim stadium III, dan dokter
merencanakan klien harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker
rahim, karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan
telah dilakukan untuk persiapan operasi Nyonya Delia. Klien tampak hanya diam
dan tampak cemas dan bingung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya.
Pada saat ingin meninggalkan ruangan, dokter memberitahu perawat kalau
Nyonya Delia atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir
dan jangan dijelaskan tentang apapun, hanya dokter yang akan menjelaskannya.
Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat
ruangan yang merawatnya, yaitu “Apakah saya masih bisa punya anak setelah
dioperasi nanti? Karena kami masih ingin punya anak. Lalu, masih adakah
pengobatan yang lain selain operasi? Apakah operasi saya bisa diundur dulu
suster?”. Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab
secara singkat, “Ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi.
Penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain. Yang jelas ibu tidak
akan bisa punya anak lagi. Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan
lansung dengan dokternya…ya.”
Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya dan
memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya
anak lagi.
Analisis kasus
Kasus di atas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini
didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan
moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu
kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip.
Pada kasus dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan
dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini
14
khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak
rintangan untuk melakukannya.
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Nyonya
Delia, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka
pemecahan etik, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari
informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:
Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan,
Rohaniawan dan perawat.
2. Tindakan yang diusulkan yaitu:
Operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Nyonya Delia tetapi pasien
mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggorogoti tubuhnya,
walaupun sebenarnya bukan itu yang diharapkan, karena pasien masih
meginginkan keturunan. Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan
pendidikan, konselor, advokasi diharapkan pasien mau menjalani operasi serta
dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi.
Dengan tujuan agar kanker rahim yang dialami Nyonya Delia dapat diangkat
(tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.
3. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu:
a. Bila operasi dilaksanakan:
Biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan operasinya.
b. Psikologis: pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila operasi
berjalan baik dan lancar, namun klien juga dihadapkan pada kondisi stress akan
kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal. Selain itu konsekuensi
yang harus dituanggung oleh klien dan suaminya bahwa ia tidak mungkin lagi
bisa memiliki keturunan.
c. Fisik: klien mempunyai bentuk tubuh yang normal.
d. Psikologis: klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi kecemasan
dan rasa sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa sulit dingan
penyakitnya.
15
e. Fisik: timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan sesudah
senggama, keluar keputihan atau cairan encer dari vagina.
4. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut:
a. Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat
dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien.
b. Apabila tindakan operasi dilaukan perawat dihadapkan pada konflik tidak
melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral.
c. Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan
kondisi Nyonya Delia akan semakin parah dan stress, putus asa akan
keinginannya untuk mempunyai anak
d. Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan
prinsip-prinsip profesional perawat
e. Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi wewenang
yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat tidak bekerja
sesuai standar profesi.
f. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
g. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah
dioperasi.
h. Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila
tidak dilakukan tindakan operasi
i. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari
mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.
j. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan
tindakan operasi dan memberikan alternatif tindakan yang mungkin dapat
dilakukan oleh keluarga.
k. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan
mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan
kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana
tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan.
16
5. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat. Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks
dan rumit, membuat keputusan dilkukan operasi atau tida, tidak dapat diputuskan
pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama yang meliputi:
a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka
ditunjuk.
b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
c. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi,
fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).
d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang
diusulkan.
6. Dalam kasus Nyonya Delia, dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi
atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan
faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan
yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat
dilakukan oleh Nyonya Delia dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya
bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat
membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien
diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik
dari penolakan yang dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang
penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah
mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang
kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien
telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien
dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga,
perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.
7. Mendefinisikan kewajiban perawat
Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat
daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
17
a. Memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
b. Meningkatkan kesejahteran pasien
c. Membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan
tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
d. Membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
e. Melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat
f. Melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan
kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan
tersebut.
g. Membuat keputusan.
Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah,
mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang
paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah
ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang
diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan
pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik,
perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang
dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi
asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.
Pada kondisi kasus Nyonya Delia dapat diputuskan menerima penolakan
pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis,
menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila
dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan
melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan
Nyonya Delia tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu
beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi
Nyonya Delia sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip
moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus
disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun
otonomi pasien dan keluarga. Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak
otonomi klien dan keluarganya serta pertimbangan tim kesehatan sebagai seorang
18
perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi berhasil atau tidaknya
adalah kehendak yang maha kuasa sebagai manusia hanya bisa berusaha.
19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peran agama dan etik di dunia keperawatan itu sangat penting, untuk
menjadikan seorang perawat profesional akhlak yang baik dan terampil
menangani pasien. Dengan memiliki etika dan akhlak yang baik perawat
profesional dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Peran keperawatan
dalam setiap agama berbeda, jadi sebagai seseorang perawat profesional kita harus
memahami agama masing-masing, bagaimana kebiasaan mereka agar kita dapat
menerapkan keahlian dengan posisi yang benar tanpa membedakan agama.
Kaidah dan etika agama dalam kesehatan berbeda-berbeda tergantung
kepercayaaan dari agama masing-masing.