Makalah Antibiotik Sio Ok

51
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agen antibiotik merupakan salah satu contoh kemajuan dalam dunia pengobatan modern yang paling dramatis. Banyak penyakit infeksi yang dahulu dianggap tidak dapat diobati dan mematikan saat ini dapat diobati hanya dengan menggunakan beberapa pil/ kapsul/ tablet (Katzung, 2010). Antibiotika berasal dari dua kata yaitu anti yang berarti lawan dan bios yang artinya hidup. Antibiotik adalah zat- zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Anonim, 2012). Aktifitas obat antibiotik yang sangat kuat dan spesifik timbul akibat selektifitasnya terhadap sasaran kerjanya, beberapa sasaran kerjanya antara lain enzim penyintesis dinding sel pada jamur dan bakteri, ribosom bakteri, enzim yang diperlukan untuk sintesis nukleotida dan replikasi DNA, dan mekanisme replikasi virus. Konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari penggunaan antimikroba adalah adanya seleksi mikroorganisme yang resisten. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat guna sangat meningkatkan prevalensi pathogen yang resisten terhadap beberapa obat (Katzung, 2010). Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan 1

description

MAKALAH SIO

Transcript of Makalah Antibiotik Sio Ok

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAgen antibiotik merupakan salah satu contoh kemajuan dalam dunia pengobatan modern yang paling dramatis. Banyak penyakit infeksi yang dahulu dianggap tidak dapat diobati dan mematikan saat ini dapat diobati hanya dengan menggunakan beberapa pil/ kapsul/ tablet (Katzung, 2010). Antibiotika berasal dari dua kata yaitu anti yang berarti lawan dan bios yang artinya hidup. Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Anonim, 2012). Aktifitas obat antibiotik yang sangat kuat dan spesifik timbul akibat selektifitasnya terhadap sasaran kerjanya, beberapa sasaran kerjanya antara lain enzim penyintesis dinding sel pada jamur dan bakteri, ribosom bakteri, enzim yang diperlukan untuk sintesis nukleotida dan replikasi DNA, dan mekanisme replikasi virus. Konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari penggunaan antimikroba adalah adanya seleksi mikroorganisme yang resisten. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat guna sangat meningkatkan prevalensi pathogen yang resisten terhadap beberapa obat (Katzung, 2010). Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander Fleming (Inggris, 1928, penisilin). Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan di tahun 1941 (perang Dunia II), ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran (Anonima, 2012).Antibiotik digunakan dalam berbagai bidang, misalnya saja di bidang pertanian, kesehatan, bioteknologi, dan masih banyak lagi bidang lain yang menggunakan antibiotik ini. Secara umum antibiotik ini digunakan untuk menekan perkembangan suatu jenis bakteri. Jumlah antibiotik yang diberikan juga dalam ukuran tepat yang bisa membunuh bakteri.Dalam penggunaan antibiotik untuk manusia, jumlah dari masing-masing antibiotik itu sudah ditentukan banyaknya dan lamanya penggunaan. Hal ini juga dimaksudkan agar bakteri yang ingin dibunuh tidak menjadi kebal terhadap antibiotik yang diberikan. Karena itu ketika meminum antibiotik, semua antibiotik yang diberikan harus dihabiskan. Karena jika tidak dihabiskan, bakteri yang menjadi sasaran antibiotik akan menjadi kebal terhadap antibiotik. Jika hal ini terjadi, maka manfaat antibiotik untuk membunuh bakteri malah bisa mengakibatkan penyakit yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah diberikan berbagai macam obat (Anonimb, 2012).Memang manfaat antibiotik sangat banyak, tetapi di samping memberikan manfaat, penggunaan antibiotik secara terus menerus juga mengakibatkan dampak buruk untuk kesehatan. Diantaranya adalah sistem kekebalan tubuh akan menjadi lemah dan rentan terkena penyakit. Hal ini disebabkan karena antibiotik yang membantu membunuh bakteri akan membuat sistem kekebalan tubuh menjadi tergantung oleh antibiotik. Jika antibiotik ini tidak ada, maka kita akan lebih gampang jatuh sakit. Selain itu, pemberian antibiotik sejak dini juga bisa mengakibatkan alergi bagi anak saat dia besar nanti. Gigi anak juga akan mudah rusak, gangguan saluran pencernaan, bahkan bisa mengakibatkan kekurangan vitamin K yang berguna untuk membantu pembekuan darah saat terjadi luka. Dampak buruk dari pemberian antibiotik secara berlebihan ini terjadi karena fungsi utama dari antibiotik yang membunuh bakteri juga ikut membunuh bakteri baik yang berfungsi untuk membantu pencernaan dan penyerapan sari-sari makanan (Anonimb, 2012).1.2. Masalah1. Apa yang dimaksud dengan antibiotik.2. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antibiotik.3. Golongan-golongan obat antibiotik.4. Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada penggunaan antibiotik.

1.3. Tujuan Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah:1. Untuk memahami lebih dalam tentang pengertian antibiotic, mekanisme kerjanya, golongan-golongan antibiotic, serta permasalahan-permasalahan yang terjadi pada penggunaan obat antibiotic.2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah sela sistem informasi obat.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Pengertian AntibiotikAntibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktik sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia (Sampoerna, 2012). Antibiotika berasal dari dua kata yaitu anti yang artinya lawan dan bios yang artinya hidup. Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Anonima, 2012). Antibiotik atau antibakteri sebenarnya sudah ditemukan oleh para peneliti dari Prancis pada akhir abad ke-19, berupa efek dariPenicilliumyaitu sejenis kapang atau jamur. Tetapi penemuan itu sendiri tidak diakui dan tidak diberitahukan kepada khalayak ramai. Baru pada tahun 1928, Alex Flemming secara tidak sengaja menemukanPenicillium Chrysogenumyang tumbuh di sekitar media tempat dia menyimpan bakteri. Anehnya di sekitarPenicillium Chrsogenumyang tumbuh itu bersih bakteri, sedangkan di tempat yang tidak tumbuhPenicillium Chrosogenumterdapat banyak sekali bakteri. Alex Flemming kemudian melakukan penelitian dan berhasil membuat anti bakteri alami pertama dengan namaPenicillin G (Anonimb, 2012).

2.2. Proses Pembuatan AntibiotikAntibiotika dibuat secara mikrobiologi yaitu dengan membiakkan fungi dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat khusus kemudian tangki tersebut dialiri dengan oksigen atau udara steril. Pengaliran udara tersebut bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan fungi dan meningkatkan produksi antibiotikumnya. Setelah dilakukan isolasi dalam cairan kultur kemudian antibiotikumnya dimurnikan dan ditentukan aktivitasnya (Tjay, dkk, 2007).

Ada 2 macam proses pembuatan dari antibiotika, yaitu (Tjay, dkk, 2007):1. Antibiotika semisintesisApabila pada persemian (culture substrate) dibubuhi zat-zat pelopor tertentu, contohnya: penisilin V.2. Antibiotika sintesisAntibiotika ini proses pembuatannya tidak lagi dibuat secara biosintesis, melainkan menggunakan sintesa kimiawi, contohnya: kloramfenikol.2.3. Mekanisme Kerja AntibiotikaMekanisme kerja antibiotic secara umum adalah menghambat proses sintesa protein sehingga kuman musnah dan tidak berkembang lagi. Selain itu ada beberapa dari antibiotik yang bekerja terhadap dinding sel atau membran sel (Tjay, dkk, 2007).Mekanisme Kerja Antibiotika secara garis besar ada 5 tipe mekanisme kerja antibiotika yaitu (Maren, 2009).1. Antibiotika yang bekerja menghambat metabolisme sel mikroba. Contohnya : golongan sulfa dan sulfonamida.2. Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis dinding sel mikroba. Contohnya : golongan beta-laktam (penisilin dan sefalosporin), basitrasim dan vankomisin.3. Antibiotika yang bekerja mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Contohnya : polimiksin dan golongan polien.4. Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis protein sel bakteri. Contohnya : golongan aminoglikosida (gentamicyn), golongan makrolid (eritromisin), linkomisin, tetrasiklin, kloramfenikol.5. Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis asam nukleatsel bakteri. Contohnya : rifampisin dan golongan kuinolon.2.4. ResistensiResistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan mekanisme alamiah untuk dapat bertahan hidup. Dikenal tiga pola resistensi dan sensitivitas mikroba terhadap antimikroba (Sampoerna, 2012).1. Pola I : belum pernah terjadi resistensi bermakna yang menimbulkan kesulitan di klinik.2. Pola II : pergeseran dari sifat peka menjadi kurang peka, tetapi tidak sampai terjadi resistensi sepenuhnya.3. Pola III : sifat resistensi pada taraf yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan masalah di klinik.Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba terhadap antimikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Didasarkan pada lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi kromosomal dan resistensi ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat menyebabkan suatu mikroba sejak awal resisten terhadap suatu antimikroba (resistensi alamiah). Contohnya, bakteri gram negatif terhadap penisilin G. Mikroba yang semula peka terhadap suatu antibiotik, dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak atau kurang peka. Perubahan sifat genetik ini terjadi karena kuman memperoleh elemen genetik yang membawa sifat resisten keadaan ini dikenal sebagai resistensi didapat (acquired resistance). Elemen resistensi ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resistensi yang dipindahkan (transferred resistance), dapat pula terjadi akibat adanya mutasi genetik spontan atau akibat rangsangan antibiotik (induced resistance) (Sampoerna, 2012).Ada 5 mekanisme resistensi kuman terhadap antimikroba yaitu (Sampoerna, 2012):1. Perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba.2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalam sel.3. Inaktivasi obat oleh mikroba.4. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba.5. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba.

2.5. Efek SampingEfek samping penggunaan antibiotik terbagi menjadi efek samping umum dan khusus (Sampoerna, 2012).1. Efek samping umum :a. Sakit kepala ringan.b. Diare ringan.c. Mual.2. Efek samping khusus :a. Muntah.b. Diare hebat.c. Kejang perut.d. Reaksi alergi (Misalnya sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada bibir, muka atau lidah, hilang kesadaran). Antibiotik juga dapat menyebabkan syok anafilaksis dimana dalam penanganannya pasien harus segera diberikan adrenalin.e. Bercak putih pada lidah.f. Gatal dan bilur merah pada vagina.

2.6. Golongan Obat Antibiotika2.6.1. Penisilin1). Definisi Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum; dari berbagai jenis yang dihasilkan, perbedaan hanya terletak pada gugus ramping R saja. Perunahan-perubahan yang terdapat pada gugus ramping R menghasilkan derivat-derivat dengan sifat yang berlainan. Terbentuknya derivat yang tahan asam dan dapat dipergunakan secara peroral (Tjay, dkk, 2007). Mekanisme kerja Penisilin adalaah menghambat sintesis peptidoglikan. Peptidoglikan yaitu polimer dari senyawa amino dan gula yang saling terikat satu dengan yang lain.2). Mekanisme ResistenBakteri membentuk enzim betalaktamase atau membentuk bakteri tanpa dinding sel untuk melindungi diri dari efek mematikan dari antibiotika beta-laktam. Untuk mengatasi resistensi tersebut para peneliti telah mensintesa dua jenis senyawa penisilin yaitu derivat yang tahan laktamase dan yang memblokir laktamase (Tjay, dkk, 2007).a. Zat-zat tahan laktamaseAntara lain yaitu metisilin dan turunannya (kloksasilin, flukloksasilin) serta sefalosporin tertentu yang terdiri dari sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson. Molekul dari zat-zat ini mengandung gugus yang mengelilingi dan melindungi cincin beta-laktam. Dengan adanya perintangan ini maka enzim tidak dapat mendekati molekul untuk menguraikannya.b. Laktamase- blockersAntara lain yaitu asam klavulanant dan sulbaktam. Senyawa ini merintangi efek laktamase dengan jalan mengikatnya dengan membentuk kompleks. Namun zat ini tidak berdaya terhadap banyak sefalosporinase jenis tertentu. Sehingga asam klavulanant dan sulbaktam dikombinasikan dengan amoksisilin atau ampisilin untuk mengatasi resistensi bakteri tersebut.

3). Efak Samping ObatYang terpenting adalah reaksi alergi akibat hipersensiitasi, dan jarang sekali menimbulkan shock anafilaktis dan kematian. Pada prokain-benzilpenisilin di dugga prokain yang memegang peranan pada hipersensitasi tersebut. Pada penisilin broad-sprectrum agak sering terjadi gangguan-gangguan lambung-usus (diare, mual, muntah). Diare dapat dicegah dengan pemberian probiotika (Lactobacillus, Bifidobacterium) selama masa terapi. Pada dosis amat tinggi dapat terjadi reaksi-reaksi nefrotoksin dan neurotoksin (Tjay, dkk, 2007).4). Interaksi ObatLama kerjanya diperpanjang oleh obat-obat encok seperti probenesit dan sulfinpirazon, juga oleh asetosal dan endometasin. Efek penisilin dikurangi oleh antibiotika bakteriostasis (tetrasiklin, kloramfenikol, dan makrolida) (Tjay, dkk, 2007).5). Penggolongan Penisilin

Penisilin dapat dibagi dalam beberapa jenis menurut aktivitas dan resistensinya terhadap laktamase (Tjay, dkk, 2007):

a. Zat-zat dengan spektrum sempit Zat-zat ini aktif terutama pada bakteri gram positif dan terurai oleh penisilinase, misal: benzilpenisilin, penisilin V, dan fenetisilin.b. Zat-zat tahan laktamaseZat ini hanya aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus, misal: metisilin kloksasilin, dan flukloksasilin. Asam klavulanat, sulbaktam dan tazobaktam memblokir laktamase dan dengan demikian mempertahankan aktivitas penisilin yang diberikan bersamaan.c. Zat-zat dengan spektrum luasZat ini aktif terhadap kuman-kuman gram-positif dan gram-negatifkecuali pseudomonas, Klebsiella, dan B.fragilis, misal: ampisilin dan amoksisilin. Bila tidak tahan laktamase biasanya dikombinasi dengan suatu laktamase-blocker, umumnya klavulanat. d. Zat-zat dengan anti pseudomonasAntibiotika berspektrum luas ini meliputi lebih banyak kuman gram-negatif termasuk pseudomonas,proteus, Klebsiella, dan Bacterioides fragilis, misal: tikarsilin dan piperasilin. Bila tidak tahan laktamase umumnya digunakan bersamaan dengan laktamase-blocker.6). Zat-zat Tersendiri (Tjay, dkk, 2007)1. BenzilpenisilinPenisilin G adalah salah satu antibiotikum berspektrum sempit. 2. Fenoksimetilpenisilin (penisilin V, fenocin, Ospen)Derivat semisintesis ini tahan asam dan memiliki spektrum kerja yang dapat disamakan dengan penisilin G, tetapi terhadap kuman gram-negatif 5-10 kali lebih lemah.3. Kloksasilin (Meixam, Orbenin)Derivat pertama yang tahan laktamase adalah metisilin yang diuraikan asam lambung dan hanya diberikan sebagai injeksi.4. Asam klavulanatSenyawa beta-laktam ini diperoleh dari Streptomyces clavuligerus dengan kerja antimikroba ringan. Tetapi berkhasiat memblokir dan menginaktifkan kebanyakan laktamase yang berasal dari stafilokokus dan kuman gram-negatif.5. AmpisilinMerupakan penisilin broad-spectrum tahan asam dan spektrum kerjanya luas yang meliputi banyak kuman gram-negatif yang hanya peka bagi penisilin G dalam dosis i.v tinggi. 2.6.2. Sefalosporin1). DefinisiDiperoleh secara semisintesis dari sefalosporin-C yang dihasilkan jamur Chefalosporium acremonium. Inti senyawa ini adalah 7-ACA (7-amino-chepalosporanic acid). Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman gram positif dan gram negatif (Tjay, dkk, 2007).2). Penggolongan Sefalosporin (Tjay, dkk, 2007)a. Generasi ke-1Zat-zat ini merupakan spektrum sempit dan terutama aktif terhadap gram-positif, misal: sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksim dan sefadroksil.b. Generasi ke-2Zat-zat ini lebih aktif terhadap kuman gram negatif, misal: sefaklor, sefamandol, sefmetazol, seprozil, sefuroksim.c. Generasi ke-3Zat-zat ini mempunyai spektrum luas. Sehingga kerjanya terhadap gram negatif dan gram positif serta sangat tahan laktamase, misal : sefoperazon, sefotaksim, sefotiam, seftriakson, seftizoksim.d. Generasi ke-4Zat-zat ini juga termasuk dalam spektrum luas, sehingga kerjanya pada gram negatif dan gram positif serta sangat tahan laktamase. Zat pada generasi ini paling efektif terhadap bakteri positifnya paling tinggi dibandingkan golongan sefalosporin generasi yang lainnya.3). Efek SampingPada umumnya sama dengan kelompok penisilin, tetapi lebih jarang dan ringan. Resistensi obat ini dapat timbul dengan cepat, maka antibiotika ini sebaiknya jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat (Tjay, dkk, 2007).2.6.3. Aminoglikosida1). Definisi Aminoglikosida adalah suatu golongan antibiotik bakterisid yang asalnya didapat dari berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis, dan toksik yang karakteristik. Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, gentamycin, tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb (Sugiarto, 2009). Aminoglikosida digunakan secara luas terhadap bakteri enterik gram negative terutama pada bakteremia dan sepsis (Katzung, 2010). Aminoglikosida bekerja dengan membunuh bakteri atau mencegah pertumbuhan bakteri (Tjay, dkk, 2007). Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme pasti bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-30S yang spesifik (untuk streptomycin S12) (Sugiarto, 2009).Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara (Sugiarto, 2009):1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide.2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabunganasam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaannonfungsi atau toksik protein.3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-fungsional.2). Mekanisme ResistenResistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida muncul karena sel bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat menambah fosfat, asetat, atau gugus adenil pada berbagai macam tempat pada antibiotik aminoglikosida. Antibiotik aminoglikosida yang telah dimodifikasi tersebut nantinya tidak akan mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat menghambat sintesis protein. Pada dasarnya, satu macam enzim yang telah digunakan untuk memodifikasi aminoglikosida tidak akan mampu memodifikasi aminoglikosida yang lain. Hal ini mencegah penambahan mutasi yang akan meningkatkan kisara modifikasi aminoglikosida oleh enzim pemodifikasi aminoglikosida. Sebagai contoh, tapak ikatan yang dimodifikasi oleh suatu muatan resisten-sreptomisin mengubah suatu asam amino pada protein S12 pada subunit 30S ribosom bakteri. Turunan semisintetik dari aminoglikosida selanjutnya didesain untuk resisten terhadap enzim pemodifikasi aminoglikosida tersebut. Amikasin adalah salah satu aminoglikosida semisintetik yang sangat resisten terhadap modifikasi oleh enzim sehingga banyak bakteri sensitif terhadap antibiotik ini. Resistensi aminoglikosida juga muncul atas dasar penurunan aktivitas transpor antimikroba ke dalam sel bakteri. Aminoglikosida tidak ditranspor kedalam sel oleh spesies bakteri Bacteroides, sehingga Bacteroides resisten terhadap antimikroba ini. Escherichia coli juga lebih resisten terhadap aminoglikosida dalam kondisi anaerob seperti pada saluran pencernaan manusia (Krisno, 2011).3). Efak Samping ObatSemua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan bersama diuretic loop (misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (missal vanomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan (Sugiarto, 2009). Penggunaannya dibatasi karena efek samping potensial, karena dapat menyebabkan telinga dan kerusakan ginjal. Semua aminoglikosida mirip satu sama lain dalam aktivitas antibakteri, farmakokinetik dan toksisitas. (Tjay, dkk, 2007).4). Interaksi ObatObat antibiotik golongan aminoglikosida berinteraksi dengan obat-obat seperti Alcuronium, atrakurium,sidofovir, Cisatracurium, Decamethonium, Doxacurium, Ethacrynic Asam,Fazadinium,furosemide, Tubocurarine, dll. (Tjay, dkk, 2007).5). Penggolongan AminoglikosidaAminoglikosida termasuk (Tjay, dkk, 2007):a. Streptomisin, yang mengandung satu molekul gula-amino dalam molekulnya.b. Kanamisin, dengan turunan amikasin, dibekasin, gentamisin dan turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua molekul gula yang dihubungkan oleh sikloheksan.c. Neomisin, framisetin dan paromomisin dengan tiga gula-amino.

2.6.4. Klorampenikol1). Definisi Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950, dan diketahui obat ini dapt menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena toksisitasnya, penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif lain (sugiarto, 2009).Kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil trasferase yang merupakan katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Karena kemiripan ribosom mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini dihambat dengan kadar klorafenikol tinggi yang dapat menimbulkan toksisitas sumsum tulang. Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini (sugiarto, 2009).2). Mekanisme ResistenResistensi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada submit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak mampu menghambat sinetsis protein. Mayoritas bakteri yag resistensi terhadap kloramfenikol memiliki plasmid dengan sebuah gen yang mengkode kloramfenikol astiltransferase. Enzim ini menginaktivasi kloramfenikol yang telah melewati membran plasma dan memasuki sel. Kloramfenikol asetiltransfase diproduksi secara terus menerus oleh mayoritas Gram negatif, namun pada Staphylococcus aureus, sintesis enzim ini diinduksi oleh kloramfenikol (Krisno, 2011).3). Efak Samping ObatReaksi hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama yaitu reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yng terlihat yaitu anemia, retikulositopenia, peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua prognosinya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat irreversibel. Bentuk yang hebat bermanifestasi sebagai anemia aplastik dengan pansitopenia.Reaksi alergi kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam tifoid walaupun jarang dijumpai.Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis. Gray baby sindrom. Efek ini terjadi pada neonatus bila regimen dosis kloramfenikol tidak disesuaikan secara akurat. Neonatus memiliki kapasitas rendah dalam mengglukuronidasi antibiotika dan fungsi ginjalnya belum sempurna sehingga kemampuannya untuk mengekskresi obat menurun, yang menumpuk sampai tingkat yang mengganggu fungsi ribosom mitokondria. Hal ini menyebabkan masuknya makanan terganggu, menekan pernafasan, kardiovaskular kolaps, sianosis (karena itu disebut grey baby) dan kematian. Reaksi neurologik. Terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama (Sugiarto, 2009).4). Interaksi ObatKloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik sehingga dapat menghambat metabolisme obat seperti warfarin, fenitoin, tolbutamid dan klopropamid, sehingga meningkatkan konsentrasi dan efeknya (Sugiarto, 2009). Apabila berinteraksi dengan antikoagulan dapat meningkatkan tindakan antikoagulasi. Dengan barbiturat dapat mengurangi efektivitas kloramfenikol, sementara efek barbiturat mungkin ditingkatkan; efek dapat berlangsung hari setelah barbiturat ditarik. Dengan hydantoins (misalnya, phenytoin) dapat meningkatkan kadar serum hydantoin, dengan toksisitas mungkin, kloramfenikol tingkat bisa meningkat atau menurun. Dengan rifampisin dapat mengurangi kadar serum kloramfenikol, efek dapat berlangsung hari setelah rifampisin ditarik. Dengan sulfonilurea dapat menyebabkan manifestasi klinis hipoglikemia. Dengan vitamin B 12 dapat menurunkan efek hematologi vitamin B 12 pada pasien dengan anemia pernisiosa (Tjay, dkk, 2007).2.6.5. Makrolida1). Definisi Antibiotika golongan makrolid mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya . Golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50S, dan umumnya bersifat bakteriostatik walaupun terkadang dapat bersifat bakterisidal untuk kuman yang sangat peka (Setiabudy, 2007). Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi. Obat prototipnya adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin lakton 14-atom, diambil dari Streptomyces erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan artitromycin merupakan turunan semisintesis eritromycin (Sugiarto, 2009).2). Mekanisme ResistenEritromisin dan antibiotik golongan makrolida yang lain terikat pada subunit 50S ribosom bakteri dan mengeblok sintesis potein. Pada beberapa kasus, resistensi terhadap antibiotik makrolida terjadi akiat mutasi pada target antibiotik. Mekanisme utama resistensi makrolida adalah didasarkan atas enzim RNA metilase yang menambahkan gugus metil kedalam gugus adenin spesifik pada subunit 50S rRNA. Antibiotik makrolida termasuk eriromisin tidak akn terikat pad rRNA yang termetilasi.Pada Escherchia coli dan beberapa strain bakteri resisten-eritromisin lainnya, terdapat perubahan pada gen pengkode protein L4 atau L12 eritromisin pada subunit 50S ribosom bakteri, mengakibatkan penurunan afinitas eritromisin terhadap ribosom. Pada Staphylococcus aureus, resistensi eritromisin akibat dimetilasi residu adenin pada rRNA 23S (Krisno, 2011).

3). Penggolongan Makrolidaa. EritromisinEritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2mg/mL. Eritromisin larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil dalam suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah (Setiabudy, 2007).Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui 3 mekanisme yang diperantai oleh plasmid yaitu (Setiabudy, 2007) :1. Menurunnya permeabilitas membran sel kuman2. Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman 3. Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu (Enterobacteriaceae)Efek SampingEfek samping yang berat jarang terjadi. Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan. Iritasi saluran cerna seperti mual, muntah, dan nyeri epigastrium (Setiabudy, 2007). Interaksi ObatEritromisin dilaporkan meningkatkan toksisitas karbamazepin, kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin, astemizol dan teofilin karena menghambat sitokrom P-450. Kombinasi dengan terfenadin dan astemizol dapat menimbulkan aritmia jantung yang berbahaya (Setiabudy, 2007).b. Spiramisin Secara in vitro aktivitasa antibakteri spiramisin lebih rendah daripada eritromisin. Spiramisin umumnya diberikan per oral, tidak dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung. Kadar spiramisin dalam berbagai jaringan pada umumnya lebih tinggi daripada kadar antibiotik makrolid lainnya dan bertahan lama walaupun kadar obat dalam serumsudah turun rendah (Setiabudy, 2007). Spiramisin juga digunakan sebagai obat alternatif untuk penderita Toksoplasmosis yang karena suatu sebab tidak dapat diobati dengan Pirimentamin dan Sulfonamid (misalnya pada wanita hamil, atau ada kontra indikasi lainnya). Efeknya tidak sebaik Pirimentamin dan Sulfonamid. Dosis yang digunakan untuk indikasi ini 3g/hari yang dibagi dalam 3 dosis, diberikan selama kehamilan. Spiramisin juga digunakan untuk terapi infeksi rongga mulut dan saluran nafas. Spiramisin efektif mencegah transmisi-transplasental toksoplasma dari ibu ke anak (Setiabudy, 2007). Pemberian spiramisin oral kadang menimbulkan iritasi saluran cerna.c. Roksitromisin dan KlaritromisinRoksitromisin adalah derivat eritromisin yang diserap baik pada pemberian oral. Obat ini jarang menimbulkan iritasi lambung dibanding eritromisin. Bioavailabilitasnya tidak banyak terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung. Kadarnya dalam plasma dan jaringan lebih tinggi dari eritromisin. Masa paruh eliminasinya sekitar 10 jam, obat dapat diberikan 2 x sehari (Setiabudy, 2007).Klaritromisin digunakan untuk indikasi yang sama seperti eritromisin. Secara in vitro, obat ini adalah makrolid yang paling aktif terhadap Chlamdia trachomatis. Absorpsinya tidak di pengaruhi oleh adanya makanan di lambung. Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna (jarang). Klaritromisin meningkatkan kadar teofilin dan karbamazepin bila di berikan bersama obat tersebut (Setiabudy, 2007).d. Azitromisin Obat ini indikasi klinik serupa dengan klaritromisin. Kadar azitromisin yang tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi kadar di jaringan dan sel fagosit sangat tinggi. Absorpsinya berlangsung cepat, namun terganggu bila diberikan bersama makanan. Tidak menimbulkan masalah interaksi obat (Setiabudy, 2007).2.6.6. Tetrasiklin1). Definisi Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomcses aureofaciens. kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin , tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain (Setiabudy, 2007). Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin. Mekanisme kerja golongan tetrasiklin menghambat sintesis protin bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertam yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino (Sugiarto, 2009).2). Mekanisme ResistenResistensi bakteri terhadap tetrasiklin dapat muncul bila dihasilkan membran sitoplasma yang berbeda (bentuk perubahan) dan mencegah pengikatan tetrasiklin pada subunit 30S ribosom, sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung. Mekanisme resistensi tetrasiklin lainnya adalah resistensi pompa eflux, didasarkan atas transpor tetrasiklin keluar sel secara cepat, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin pada dosis toksik, sehungga sintesis protein bakteri tidak terhambat. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menyebabkan protein eflux tetrasiklin. Secara normal, pada saat tetrasiklin berdifusi melewati membran sitoplasma bakteri, tetrasiklin akan dikonversi dalam bentuk ionik. Hal ini membuat tetrasiklin tidak lagi dapat berdifusi melewati membran sehingga menyebabkan akumulasi tetrasiklin di dalam sel, yang akhirnya dapat menghambat sintesis protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.Protein eflux tetrasiklin adalah protein membran sitoplasma yang mentranspor bentuk nondifusible tetrasiklin keluar sitoplasma. Pada sel bakteri yang resisten, tetrasiklin dikeluarkan dari sitoplasma secepat difusinya kedalam sel, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin yang dapat menghambat sintesis protein (Krisno, 2011).

3). Efak Samping ObatEfek samping yang mungkin terjadi adalah (Sugiarto, 2009):a. Gangguan lambungPenekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini.b. Efek terhadap kalsifikasi jaringanDeposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada gigibdan menganggu pertumbuhan sementara.c. Hepatotoksisitas fatalEfek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.d. FototoksisitasFototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.e. Gangguan keseimbanganEfek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya.f. Pseudomotor serebriHipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pad orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.g. SuperinfeksiPertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.4). Interaksi ObatAntara lain (Setiabudy, 2007) :a. Tetrasiklin diberikan dengan metoksifluran maka dapat menyebabkan nefrotoksik. Bila dikombinasi dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat.b. Karbamazepin, fenitoin, barbiturat dan alkoholisme kronik meginduksi enzin pemetabolisme doksisiklin sehingga masa paruhnya dapat memendek sampai 50%.c. Pemantauan waktu protrombin diperlukan bila obat ini harus diberikan bersama dengan warfarin.

2.6.7. Sulfonamida dan Trimetropin1). Definisi Sulfonamide merupakan kelompok obat pertama yang dipakai untuk melawan bakteri. Selain sebagai kemoterapi infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh gram negative dan gram positif (Michael, 2006), sulfonamide juga digunakan sebagai diuretika dan antidiabetika oral (Tjay, dkk, 2007). Sulfonamide bersifat bakteriostatik, bekerja dengan menghambat sintesis asam folat bakteri dan sintase dihydropteroate (Katzung, 2010). Namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamide dapat bersifat bakteriosid (Gan, 2009). Akan tetapi, sulfonamide mempunyai sedikit peranan karena perkembangan obat-obat yang lebih efektif (tetapi kurang toksik) maka sejak tahun 1980an indikasi dan penggunannya semakin berkurang karena banyak organisme yang resisten terhadap sulfonamide (Tjay, dkk, 2007). Resistensi sulfonamide dapat terjadi sebagai akibat dari mutasi penyebab kelebihan produksi PABA (p-aminobenzoic acid), penyebab produksi enzim asam-sintesis folat yang memiliki afinitas rendah untuk sulfonamida, atau merusak permeabilitas ke sulfonamida tersebut (Katzung, 2010).Kuman yang sensitive terhadap sulfa secara invitro ialah S. pyogenes, S. pneumonia, beberapa galur Bacillus anthracis dan Corynebacteriumdiphtheriae, Haemophilus influenza, H. ducreyi, Brucella, Vibrio cholera, Nocardia, Actimomyces, Calymmatobacterium granulomatis, Chlamydia trachomatis dan bberapa protozoa. Pseudomonas, Serratia, Proteus dan kuman-kuman multiresisten tidak peka terhadap obat ini. Banyak galur meningokokus, pneumokokus, streptokokus, stafilokokus dan gonokokus yang sekarang telah resisten terhadap sulfonamide (Gan, 2009). Banyak bakteri yang memerlukan asam folat untuk pertumbuhannya, mereka sintesis sendiri dengan menggunakan bahan Para Amino Benzoic Acid (PABA). Dengan diganggunya sintesis asam folat, maka kehidupan bakteri ikut terganggu. Mengingat sifat kerja sulfonamide ini, maka selama pengobatan dengan sulfa tidak boleh diberikan obat lain yang mempunyai rumus dasar PABA seperti benzokain dan prokain yang akan menurunkan khasiat dari sulfa, serta yang mengandung zat-zat belerang dan magnesium karbonat juga harus dihindari karena dapat mengakibatkan perubahan pada zat darah (haemoglobine) (Nuraini, 1988).MEKANISME KERJA Kuman memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid) untuk membentuk asam folat yang digunakan untuk sintesis purin dan asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat kompetitif PABA. Efek antibakteri sulfonamidea dihambat oleh adanya darah, nanah dan jaringn nekrotik karena kebutuhan mikroba berkurangdalam media yang mengandung basa purin dan timidin. Dalam proses sintesia asam folat, bila PABA diganti dengan sulfonamide maka akan terbentuk analog asam folat yang tidak fungsional. (Gan, 2009).2). Mekanisme Resisten Sulfa drug (sulfonamid) dan trimetropin meghambat reaksi yang berbeda pada jalur metabolisme yang memproduksi asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic acid ), yang merupakan kofaktor esensial dalam sintesis asam nukleat. Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat. Enzim berubah berfungsi secara normal namun tidak dihambat oleh sulfanaid dan trimetoprim. Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan kombinasi dari 2 atau lebih obat juga ddapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan. Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunaan kombinasi dari 2 atau lebih obat juga dapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan. Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan kombinasi dari 2 lepra, dan kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunakan dosis yang benar dan sesuai aturan (Krisno, 2011).3). Efak Samping Obat1. Kerusakan parah pada sel-sel darah : Agranulositosis dan anemia hemolitis2. Urticaria3. Fotosensitasi4. Sindrom steven Johnson5. Gangguan saluran cerna : mual, muntah, diare6. Terjadi kristaluri di dalam tubuli ginjal

4). Kombinasi Sulfonamida dan TrimetropimSulfonamida dengan TrimetoprimSenyawa yang memperlihatkan efek sinergistik paling kuat bila digunakan bersama sulfonamide ialah trimetoprim. Senyawa ini merupakan penghambat enzim dihidrofolat reduktase yang kuat dan selektif. Enzim ini berfungsi mereduksi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat, jadi pemberian kombinasi ini menyebabkan hambatan dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat (Gan, 2009).Sulfonamide dengan Penisilin Memperlihatkan efek adisi. Sesuai dengan aturan dasar dari penggabungan kemoterapeutik sebetulnya penisilin tidak dapat dikombinasi dengan bakteriostatik. Tetapi dalam hal; ini ternyata tidak terjadi antagonism. Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan diperlambatnya efek sulfa berhubung bakteri dapat menghabiskan dahulu persediaan asam folatnya. Kombinasi ini jarang digunakan (Tjay, dkk, 2007).KotrimoksazolKotrimoksazol adalah kombinasi dari Sulfametoksazol dengan Trimetoprim dengan perbandingan 5:1 (400 + 80 mg). trimetoprim memiliki daya kerja antibakteril yang merupakan sulfonamide dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Walaupun kedua komponen ini bersifat bakteriostatis, kombinasinya berkhasiat bakterisid terhadap bakteri yang sama. Kombinsi sulfonamide dengan trimetoprim memperkuat khasiatnya serta menurunkan resistensi dengan kuat (Tjay, dkk, 2007).Trimetoprim lebih lipid-larut dari sulfametoksazol, sehingga memiliki volume yang lebih besar dari distribusi daripada obat yang terakhir. Oleh karena itu, ketika 1 bagian trimetoprim diberikan dengan 5 bagian sulfametoksazol (rasio dalam formulasi), konsentrasi plasma puncak dalam rasio 1:20, yang optimal untuk efek gabungan dari obat in vitro. Sekitar 30-50% dari sulfonamida dan 50-60% dari trimetoprim (atau metabolit masing-masing) yang diekskresikan dalam urin dalam waktu 24 jam. Dosis harus dikurangi setengahnya untuk pasien dengan kelonggaran kreatinin 15-30 ml / menit (Katzung, 2010). 5). Penggolongan Setiap sulfonamide mempunyai banyak perbedaan menyangkut metabolisme dan ekskresinya. Berdasarkan ini sulfonamide dapat dibagi dalam zat-zat dengan kerja singkat (t < 24 jam), zat-zat dengan kerja panjang (t :24-65 jam), sulfonamide usus dan sulfonamide untuk penggunaan local.a. Sulfonamide short-actingSulfametizol, derivate-isoksazol (sulfafurazol,-metoksazol), derivate-oksazol (sulfamoksazol) dan dan derivate-pirimidin (sulfadiazine,-merazin,-mezatin,-somidin). Sulfametizol dan sulfafurazol cepat reabsorbsinya dari usus dengan daya larut dalam urin asam atau netral lebih baik dibandingkan dengan sulfa lainnya, sedngkan asetil dalam hati lebih ringan. Hal ini menyebabkan kadar dalam urin sangat tinggi hingga mencapai khasiat bakterisid (Tjay, dkk, 2007).b. Sulfonamide long-actingSulfadoksin.zat reabsorbsinya baik tetapi ekskresinya lambatsekali akibat PP-nya tinggi dan penyerapan kembali pada tubuli ginjal. Digunakan dalam dosis tunggal misalnya sulfadimetoksin dan sulfametoksipiridazin, tetapi khasiatnya lebih lemah dari sulfa lainnya sedangkan kadar plasma dari sulfa bebasrelatif rendah pada dosis lazimnya (Tjay, dkk, 2007).c. Sulfonamide ususSulfaguanidin dan salazosulfapiridin. Obat ini hanya sedikit sekali diserap oleh usussehingga menghasilkan konsentrasi tinggi dalam usus halus. Sulfaguanidin ternyata lebih baik reabsorbsinya sampai lebih kurang 50% dan sebaiknya jangan digunakan untuk pengobatan infeksi usus karena efek sistemiknya (Tjay, dkk, 2007).d. Sulfonamide localSulfasetamida, sulfadikramida, dan silver-sulfadiazin. Kedua obat banyak digunakan secara topical dalam sediaan salep (10%) dan tetes mata (30%), sedangkan yang terakhir dalam salep untuk luka bakar. (Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2008). Pada infeksi kronik diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam untuk infeksi yang berat atau 3-4 kali sehari utuk penyakit kronik (Gan, 2009).

2.6.8. Kuinolon1). Definisi Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negatif, tetapi eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai kadar pengobatan dalam darah. Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih sajakerja obat (Setiabudy, 2007). Daya antibakteri Flurokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan dengan kelompok kuinolon, selain itu kelompok obat ini juga diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk perenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman gram negatif.Daya antibakterinya terhadap kuman Gram-Positif relatif Lemah. Yang termasuk golongan ini adalah Siprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin, Levofloksasin, dan Flerofloksasin (Setiabudy, 2007). Flurokuinolon baru mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kumanGram-Positif,serta kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah yang termasuk golongan ini adalah Moksifloksasin, Gatifloksasin, dan Gemifloksasin (Setiabudy, 2007).2). Mekanisme Resisten Antibiotik golongan fluorokkuinolon seperti halnya siprofloksasin dan norfloksasin terikat pada subunit enzim DNA girase, dan mengeblok aktivitas enzim yang essensial dalam menjaga supercoling DNA dan penting dalam proses replikasi DNA. Mutasi pda gen pengkode DNA girase menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat oleg fluorokuinolon (Krisno, 2011).

3). Efak Samping Obat (Setiabudy, 2007).Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan syaraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo, dan insomnia. Efek samping yang lebih berat dari Kuinolon seperti psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping ini. Enoksasin menghambat metabolisme Teofilin dan dapat menyebabkan peningkatan kadar Teofilin. Siprofloksasin dan beberapa Kuinolon lainnya juga memperlihatkan efek ini walaupun tidak begitu dramatis (Setiabudy, 2007).Secara Umum dapat dikatakan bahwa efek samping golongan kuinolon sepadan dengan antibiotik golongan lain. Beberapa Efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat ini adalah (Setiabudy, 2007):Saluran CernaEfek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan kuinolon, dan bermanifestasi dalam bentuk mual, dan rasa tidak enak diperut.Susunan Saraf PusatYang paling sering terjadi adalah Sakit kepala dan Pusing. Bentuk yang jarang timbul ialah Halusinasi. Kejang dan deliriumHepatotoksisitasEfek samping ini jarang terjadi.KardiotoksisitasAkumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.DisglikemiaDapat Menimbulkan hiper atau hipoglikemia. Akibatnya akan memperparah penyakit diabetes Melitus.4). Interaksi obat Golongan Kuinolon dan Flurokuinolon berinteraksi dengan beberapa obat, misalnya (Setiabudy, 2007):AntasidAbsorpsi kuinolon dan Flurokuinolon dapat berkurang hingga 50% jika diminum bersamaan dengan Antasid.TeofilinAkan Menghambat Metabolisme Teofolin dan meningkatkan kadar teofilin dalam darah, sehingga dapat terjadi intoksikasi.Akan mengakibatkan terjadinya Akumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.2.6.9. Antibiotika LainAntiobiotika golongan lain yang ada di Indonesia adalah : Klindamisin, metronidazol, colistin, tinidazol, fosfomycin, teicoplanin, vancomycin dan linezolid. Berikut informasi detail dari antibiotika golongan lain (Setiabudy, 2007):a. KlindamisinKlindamisin digunakan untuk infeksi bakteri anaerob. Seperti infeksi pada saluran nafas, septikemia, dan peritonitis. Untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin Klindamisin juga dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik. Klindamisin juga dapat digunakan untuk infeks pada tulang yang disebabkan staphylococcus aureus. Sediaan topikalnya dalam bentuk Klindamisin posfat digunkan untuk jerawat yang parah. Klindamisin efektif untuk infeksi yang disebabkan mikroba sebagai berikut: 1. Bakteri aerobik gram positif seperti golongan Staphylococus dan Streptococus (pneumococcus).2. Bakteri anaerobik gram negatif termasuk golongan Batericoides dan Fusobacteriumb. MetronidazolMetronidazol efektif untuk bakteri anaerob dan protozoa yang sensitif karena beberapa organisme memiliki kemampuan untuk mengurangi bentuk aktif metronidazol di dalam selnya. Secara sistemik metronidazol digunakan untuk infeksi anaerobik, trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan amubiasis hatic. ColistinColistin digunakan dalam bentuk sulfat atau kompleks sulfomethyl, colistimetate. Tablet Colistin sulfat digunakan untuk mengobati infeksi usus atau untuk menekan flora di kolon. Colistin sulfat juga digunakan dalam bentuk krim kulit, bubuk dan tetes mata. Colistimethat digunakan untuk sedian parenteral dan dalam bentuk aerosol untuk pengobatan infeksi paru-paru.d. TinidazolTinidazol merupakan kelompok antibiotika azol. Mekanisme kerjanya dengan cara masuk ke dalam sel mikroba dan berikatan dengan DNA.Dengan cara ini mikroba tidak dapat berkembang biak. Tinidazol adalah antibiotika khusus yang digunakan untuk menghentikan penyebaran bakteri anaerob. Bakteri ini biasanya menginfeksi lambung, tulang, otak dan paru-paru.e. TeicoplaninTeicoplanin merupakan kelompok antibiotika dari glikopeptida. Bakteri memiliki dinding sel luar yang dipertahankan oleh molekul peptidoglikan. Dinding sel sangat vital untuk mempertahankan pada lingkungan normal di dalam tubuh di mana bakteri hidup.Teicoplanin bekerja dengan mengunci formasi dari peptidoglikan. Dengan cara tersebut dinding bakteri menjadi lemah sehingga bakteri mati. Teicoplanin digunakan untuk infeksi serius pada hati dan darah. Teicoplanin tidak dapat diserap di lambung sehingga hanya diberikan dengan cara infus atau injeksi.f. VancomycinVancomycin bekerja dengan membunuh atau menghentikan perkembangan bakteri. Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada beberapa bagian tubuh. Kadangkala digabung dengan antibiotika lain.Vancomycin juga digunakan untuk penderita dengan gangguan hati (mis demam rematik) atau prosthetic (artificial) hati yang alergi dengan penisilin.Dengan kondisi khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi atau operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).Vancomycin diberikan dalam bentuk injeksi untuk infeksi serius kalau obat lain tidak berguna. Walaupun demikian, obat ini dapat menimbulkan beberapa efek samping yang serius, termasuk merusak pendengaran dan ginjal. Efek samping ini akan sering terjadi pada pasien yang berumur lanjut.g. LinezolidLinezolid digunakan untuk mengobati infeksi termasuk pneumonia,infeksi saluran kemih dan infeksi pada kulit dan darah. Linezolid termasuk golongan antibiotika oxazolidinon.Cara kerja dengan menghentikan perkembang biakan bakteri.

2.7. Permasalahan-permasalah yang Sering Terjadi Pada Penggunaan AntibiotikRumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik paling banyak ditemukan. Di Negara yang sudah maju 13-37 % dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30 80 % penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik (Novi, 2008). Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik. Penggunaan antibiotik tentu diharapkan mempunyai dampak positif, akan tetapi penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negative. Dampak negative dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional antara lain muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik, munculnya penyakit akibat superinfeksi bakteri resisten, terjadinya toksisitas/efek samping obat, sehingga perawatan penderita menjadi lebih lama, biaya pengobatan menjadi lebih mahal, dan akhirnya menurunkan kualitas pelayanan kesehatan (Novi, 2008).Apabila antibiotika seperti Penicillin, digunakan tidak sesuai dengan aturan pemakaian yang benar, atau digunakan kurang dari lama waktu yang seharusnya, maka bakteri akan membentuk system pertahanan terhadap antibiotik tersebut. Rantai pertahanan tersebut akan dengan mudahnya menetralkan efek penicillin ketika kuman kontak kembali dengan penicillin. Dan dengan demikian, obat tersebut menjadi tidak efektif. Ketika suatu bakteri menjadi resisten atau kebal terhadap suatu obat, maka obat teresebut menjadi tidak berguna. Akibatnya, dibutuhkan antibiotika yang lebih kuat untuk membasmi bakteri tersebut (Anonim, 2013). Karena penggunaan antibiotik yang berlebihan, reaksi alergi terhadap antibiotic pun pada umumnya meningkat. Biasanya hanya 5-10% orang yang akan memberikan reaksi alergi terhadap antibiotika, dan umumnya terhadap obat penicillin. Saat ini, semakin sering seseorang mengkonsumsi antibiotika, akan meningkat pula angka reaksi alergi terhadap obat ini. Reaksi alergi yang timbul bentuknya bervariasi, mulai kemerahan pada kulit, reaksi pembengkakan jaringan tubuh, hingga muncul reaksi anafilaksis yang menyebabkan pembengkakan pada saluran pernapasan, bahkan dapat terjadi syok (keadaan tubuh yang apabila tidak diatasi segera akan mengakibatkan kerusakan organ karena adanya gangguan distribusi cairan dan darah). Reaksi diatas tidak hanya muncul akibat penicillin saja, namun berlaku juga untuk golongan antibiotika yang lain. Obat lain yang dapat menimbulkan reaksi diatas adalah obat golongan Cephalosporin dan Tetracycline (Anonim, 2013).Ada beberapa golongan Tetracycline, meliputi Demeclocycline, Doxycycline, Minocycline, Oxytetracycline, dan Tetracycline. Obat-obat diatas, dapat membahayakan proses pertumbuhan tulang dan gigi dari janin dan anak-anak usia di bawah 7 tahun. Reaksi tersebut muncul dikarenakan bahan aktif dari antibiotika tersebut mengikat calcium phosfat, sehingga baik calcium phosfat dan bahan aktif antibiotika akan diserap oleh tulang dan gigi, dan menyebabkan kerusakan lapisan luar gigi, yang mengakibatkan warna gigi menjadi berwarna kuning kecoklatan, dan rentan terhadap cavitas/gigi berlubang (Anonim, 2013). Tetracyclin dikenal mengakibatkan penurunan kadar/jumlah vitamin B dalam tubuh, dengan cara menggunakan penyerapan vitamin B di usus. Gangguan tersebut dapat juga mengganggu bakteri/flora normal yang hidup di dalam usus. Akibatnya, tetracycline dapat menyebabkan diare, terutama apabila di gunakan dalam waktu yang lama. Efek yang jarang terjadi adalah zat tersebut dapat meningkatakan tekanan di otak, terutama pada pasien dengan tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan Benign Intracranial Hypertension (Peningkatan Tekanan Intracranial Ringan) (Anonim, 2013). Salah satu antibiotic yang masuk dalam golongan obat yang di gunakan dalam jangka waktu lama adalah Streptomycin yang digunakan dalam pengobatan TBC, sama seperti penggunaan Gentamicin, Kanamycin, Tobramicyn, Neomicyn, dan Amikacin. Obat-obat tersebut sering sekali digunakan terhadap infeksi saluran air kemih, peritonitis, dan luka infeksi yang timbul setelah operasi usus. Golongan antibiotic ini cukup berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan pada syaraf pendengaran, yang akan mengakibatkan ketuliaan. Obat-obat dalam golongan ini juga sanggup menyebabkan kerusakan pada ginjal, reaksi alergi ruam atau kemerahan pada kulit, dan demam akibat penggunaan obat itu sendiri (Anonim, 2013).Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotic bukanlah masalah pribadi suatu Negara saja, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia (problem global). Masalah global yang sedang kita hadapi ini perlu ditanggulangi bersama. Salah satu cara mengatasi ialah dengan menggunakan antibiotic secara rasional, melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan antibiotic di rumah sakit secara sistematis, terstandar dan dilaksanankan secara teratur di rumah sakit ataupun di pusat-pusat kesehatan masyarakat, dan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan penggunaaan antibiotic (Novi, 2008).

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanAntibiotika berasal dari kata Anti yang berarti lawan dan Bios berarti hidup. Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman.Resistensi adalah mekanisme tubuh yang secara keseluruhan membuat rintangan untuk berkembangnya penyerangan atau pembiakan agent menular atau kerusakan oleh racun yang dihasilkannya.Resistensi antibiotika timbul bila suatu antibiotika kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakter; dengan kata lain bakteri mengalami resistensi dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.Penggunaan antibiotika seharusnya menjadi solusi yang terakhir, dan bukan yang pertama. Dengan cara ini maka antibiotic menjadi sesuai kebutuhan dan indikasi bukan suatu keharusan untuk setiap masalah kesehatan sehingga masalah resistensi antibiotic dapat ditanggulangi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Penggunaan Antibiotika dan Bahayanya. (online) http://milissehat.web.id/?p=1652. Diakses 26 January 2013.

Anonima. 2012. Antibiotik. (online) http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/10/antibiotik.html. Diakses 25 januari 2013.

Anonimb. 2012. Manfaat Antibiotik dan Dampak Penggunaannya. (online) http://www.anneahira.com/manfaat-antibiotik.htm. diakses 25 januari 2013.

Gunawan, Sulistia Gan, 2009. Farmakologi dan Terapi UI, Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Katzung, B. G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Buku kedokteran ECG. Jakarta.Krisno, A. 2011. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik. (online) http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/resistensi-mikroorganisme-terhadap-antibiotik/. Diakses 26 Januari 2013. Maren. 2009. Pelayanan Informasi Obat dan Konsultasi Kefarmasian. (Online) http://myquran.org/forum/index.php?topic=66171.35;wap2. Diakses 26 Januari 2013.Neal, Michael J, 2006. At a Glance Farmakologi Medis, Edidi V. Surabaya : Airlangga.Sampoerna, E. P. 2012. Makalah Antibiotik. (online) http://ekoputerasampoerna.blogspot.com/2012/11/makalah-antibiotik.html. diakses 25 Januari 2013. Setiabudy, Rianto. 2007. Antimikroba Lain, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal. 723-726.Sugiarto, D. 2009. Macam-macam Antibiotika, Dosis dan Mekanisme Kerjanya. (online) http://www.didiksugiarto.com/2009/04/macam-macam-antibiotika-ii.html. Diakses 26 January 2013.Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat-obat Penting. Gramedia. JakartaWidjajanti,V. Nuraini, 1988. obat-obatanka. Kanisius.Wilianti, Novi Praktika. 2008. Rasionalitas Penggunaan Antibiotic pada Pasien Infeksi Saluran Kemih pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP DR.Kariadi. Semarang.

1