makalah ambliopia

26
REFERAT AMBLIOPIA Disusun Oleh : YULISA HANDAYANI I11109016 DEPARTEMEN OFTALMOLOGI RSUD SOEDARSO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

description

makalah

Transcript of makalah ambliopia

Page 1: makalah ambliopia

REFERAT

AMBLIOPIA

Disusun Oleh :YULISA HANDAYANI

I11109016

DEPARTEMEN OFTALMOLOGI RSUD SOEDARSOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK 2014

Page 2: makalah ambliopia

LEMBAR PENGESAHAN

Referat :

AMBLIOPIA

Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Stase Oftalmologi di Rumah Sakit

Umum Dokter Soedarso Pontianak

Pontianak, Januari 2014

Pembimbing,

dr. Liesa Zulhidya, Sp.M

Disusun oleh :

Yulisa Handayani

NIM. I11109016

Page 3: makalah ambliopia

BAB I

PENDAHULUAN

Ambliopia adalah suatu keadaan berkurangnya tajam penglihatan namun

tidak disertai kelainan pada mata dan tidak dapat diperbaiki dengan kacamata.

Ambliopia semata-mata merupakan kelainan fungsi penglihatan. Pada anak,

penanganan ambliopia memerlukan perhatian khusus karena dapat berakibat

gangguan fungsi yang menetap.

Page 4: makalah ambliopia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehilangan penglihatan sebagian, pada satu atau kedua mata, tanpa kelainan

organik pada media penglihatan, retina dan jalur penglihatan. (Khurana, 2007)

2.2 Etiologi

Ambliopia terjadi akibat faktor abliogenik tertentu yang terjadi selama masa

perkembangan visual (dari lahir hingga usia 6 tahun). masa paling sensitif dari

perkembangan ambliopia adalah 6 bulan pertama kehidupan dan biasanya tidak

berkembang setelah umur 6 tahun. (Khurana, 2007)

Faktor ambliogenik termasuk:

a. Penurunan visual secara sensorik seperti pada anisometropia

b. Penurunan penglihatan cahaya seperti pada katarak kongenital

c. Interaksi binokular yang abnormal seperti pada strabismus

2.3 Epidemiologi

Ambliopia merupakan masalah yang sering terjadi, dengan prevalensi

diperkirakan antara 1-3%. Ambliopia merupakan kelaianan yang paling banyak

dilakukan terapi pada bagian ophtalmologi dan orthoptik pediatri. Ambliopia

dapat menyebabkan stimulus deprivasi, strabismus kelainan refraksi atau

kombinasi dari hal tersebut. Ambliopia biasanya unilateral, tetapi pada kasus

dengan kelainan refraksi tinggi pada kedua mata atau kelainan mata bilateral

seperti katarak, ambliopia dapat terjadi bilateral (Moseley, 2002).

Awal mula terjadinya ambliopia dengan penyebab apapun jarang terjadi pada

anak-anak lebih dari 5,5 tahun tetapi jika muncul dan sembuh dengan pengobatan,

ambliopia akan menghilang hingga 9 sampai 10 tahun. (Yanoff, 2009)

Page 5: makalah ambliopia

2.4 Patofisiologi

Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan

daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi

eksperimental pada hewan serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung

konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan

ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan system penglihatan

anak yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan

deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan. Secara umum,

periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding strabismus

maupun anisometropia. Periode kritis tersubut adalah (American Academy of

Ophtalmology, 2005):

a. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 6/6,

yaitu pada saat lahir sampai usia 3-5 tahun.

b. Periode yang berisiko tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di

usia beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.

c. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak

terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia

dewasa.

Pada hewan percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi

neuron yang dalam/besar yang diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini.

Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi

rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel yang masih responsive fungsinya

akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada neuron bagian genikulatum

lateral. (American Academy of Ophtalmology, 2005)

Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi

kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk

berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tetapi

mereka harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka, bagaimana untuk

fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata bersamaan. (American

Academy of Ophtalmology, 2005)

Page 6: makalah ambliopia

Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata.

Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama pada

kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan

dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan “mematikan” mata yang tidak

focus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.

(American Academy of Ophtalmology, 2005)

2.5 Gambaran klinis (Khurana, 2007)

a. Penurunan tajam penglihatan

b. Efek densitas filter netral yaitu tajam penglihatan ketika di uji dengan

densitas filter netral akan membaik 1 atau 2 baris pada ambliopia dan

menurun pada pasien dengan kelainan organik.

c. Crowding phenomenon yang muncul pada ambliopia yaitu tajam

penglihatan akan menurun jika diuji dengan menggunakan kartu

pemeriksaan multipel (uji snellen) , dibanding dengan menggunakan huruf

tunggal (optotip).

d. Pola fiksasi dapat sentral atau eksentrik yaitu penggunaan region

nonfoveal retina terus-menerus untuk penglihatan monocular oleh mata

ambliopia. Derajat ambliopia pada fiksasi eksentrik tergntung pada jarak

titik eksentrik dari fovea.

e. Penglihatan warna biasanya normal, tetapi dapat terganggu pada ambliopia

dengan tajam penglihatan dibawah 6/36.

2.6 Klasifikasi (Khurana, 2007)

a. Ambliopia dengan strabismus terjadi karena supresi uniocular dalam

waktu lama pada anak-anak dengan strabismus unilateral yang menetap

yang berfiksasi pada mata normal.

b. Ambliopia deprivasi (ambliopia ex anopsia) terjadi ketika satu mata secara

total menglami gangguan penglihatan sejak dari awal kehidupan seperti

pada katarak kongenital atau traumatik, ptosis total dan opasitas kornea

sentral.

Page 7: makalah ambliopia

c. Ambliopia anisometropik terjadi pada mata yang memiliki derajat kelainan

refraksi lebih besar dibandingkan mata sebelahnya. Hal ini lebih sering

terjadi pada mata dengan anisohipermetropik disbanding anisomiopik pada

anak-anak. Satu hingga dua dioptri anisometropia hipermetropik dapat

menyebabkan ambliopia dibanding dengan hingga 3D anisometropia

miopik.

d. Ambliopia isoametropik adalah ambliopia bilateral yang terjadi pada anak-

anak dengan kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi.

e. Ambliopia meridional terjadi pada anak-anak dengan kelainan refraksi

astigmatisme yang tidak dikoreksi. Sehingga terjadi ambliopia selektif

dengan meridian visual tertentu.

2.7 Pemeriksaan

2.7.1 Anamnesis

Bia menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus

kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap yaitu (Leske, 2004):

a. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti

strabismus, anisometropia, dll)

b. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?

c. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?

d. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu dalam

membuat prognosisnya yaitu (Leske, 2004):

Buruk sampai

sedang

Sedang sampai

baik

Baik sampai

sempurna

Onset anomaly

ambliogenik

Lahir - 2 tahun 2 – 4 tahun 4 – 7 tahun

Onset terapi

minus onset

>3 tahun 1-3 tahun ≤1 tahun

Page 8: makalah ambliopia

anomali

Bentuk dan

keberhasilan dari

terapi awal

Dengan koreksi

optikal kemajuan

tajam penglihatan

minimal

Koreksi optikal

& oklusi

kemajuan tajam

penglihatan

sedang

Koreksi optikal

penuh, oklusi,

kemajuan tajam

peglihatan

signifikan,

latihan

akomodasi,

koordinasi mata,

tangan dan

fiksasi, adanya

stereopsis dan

alternasi.

kepatuhan Tidak sampai

kurang

Lumayan sampai

cukup

Cukup sampai

sangat patuh

Sebagai tambahan penting juga untuk ditanyakan riwayat keluarga yang

menderita strabismus atau kelainan mata lainnya karena hal tersebut

merupakan predisposisi seorang anak menderita ambliopia (Leske, 2004).

2.7.2 Tajam Penglihatan

Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk/huruf yang

rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.

Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar

kepada kedua fungsi tadi selalu subnormal. Penderita ambliopia sulit untuk

mengidentifikasi huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan

huruf yang terisolasi , maka pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan

dengan meletakkan balok disekitar huruf tunggal. Terkadang mata ambliopia

dengan tajam penglihatan 20/20 pada huruf isolasi dapat turun hingga 20/100

bila ada interaksi bentuk. (Greenwald, 2004)

Page 9: makalah ambliopia

Gambar 1. Balok yang mengelilingi huruf snellen

Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu

Snellen standar. Untuk nonverbal snellen, yang banyak digunakan adalah tes

“E” dan tes “HOTV”. Tes lain adalah dengan symbol LEA yang mudah untuk

anak ± 1 tahun, dan mirip dengn konfigurasi huruf Snellen. (Greenwald,

2004)

Gambar 2. Simbol LEA

Untuk anak-anak yang tidak memiliki respon terhadap pemeriksaan

tajam penglihatan, dapat dilakukan evaluasi dengan menggunakan oklusi

monocular. Anak-anak yang menolak dilakukan oklusi pada hanya satu mata

dengan menghindar dari penutup atau dengan menangis dapat diperkirakan

memiliki penurunan tajam penglihatan pada mata tersebut. (Yanoff, 2009)

2.7.3 Pemeriksaan Densitas Filter Netral

Dasar uji adalah diketahuinya bahwa pada mata yang ambliopia secara

fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata

ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan

Page 10: makalah ambliopia

(memakai filter densitas netral) tidak akan terjadi penurunan tajam

penglihatan. (Ilyas, 2007)

Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan digelapkan

sehingga tajam penglihatan pada mata normal turun 50% dan pada mata

ambliopia fungsional tidak akan atau hanya sedikit menurunkan tajam

penglihatan pada pemeriksaan sebelumnya. (Ilyas, 2007)

Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan

berkurang satu baris atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut

ambiopia organic maka tajam penglihatan akan sangat menurun dengan

pemakaian filter tersebut. (Ilyas, 2007)

2.7.4 Uji Worth’s Four Dot

Uji untuk menglihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi

retina abnormal, supresi pada satu mata dan juling (Ilyas, 2007).

Penderita memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan dan

filter biru pada mata kiri dan melihat objek 4 titik dimana 1 berwarna merah,

2 hijau dan 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata

kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata

kanan dan lampu hijau hanya dapat terlihat oleh mata kiri. Bila fusi baik

maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai campuran

warna hijau dan merah. Empat titik juga akan terlihat pada mata juling akan

tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila terdapat

supresi maka akan terlihat hanya 2 merah bila mata kanan dominan atau 3

hijau bila mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau

yang bersilangan berarti mata dalam kedudukan eksotropia dan bila tidak

bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia (Ilyas, 2007).

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding ambliopia termasuk kelainan pada nervus optikus, corpus

geniculatum, traktus optikus, dan korteks visual. Anak-anak dengan keratokonus,

Page 11: makalah ambliopia

lentikonus posterior atau kekeruhan lentikular lainnya dan lesi pada makula

seperti yang disebabkan oleh toksoplasmosis dan toxocara dapat menyebabkan

kehilangan tajam penglihatan monokular (Yanoff, 2009).

2.9 Penatalaksanaan

Mata ambliopia yang mendapatkan perawatan dini akan memberikan hasil

yang baik. Bila diagnosis ambliopia telah dibuat maka sebaiknya direncanakan

pengobatan secara teratur. Rencana pengobatan ambliopia (Ilyas, 2009):

a. Mata yang baik dibebat

b. Penalisasi

c. Latihan ortopik

d. Mengobati juling yang terjadi

e. Kaca mata

f. Pembedahan

Mata yang baik ditutup dengan kasa dan plester untuk beberapa hari. Pada usia

anak lebih muda waktu penutupan lebih pendek, hal ini untuk mencegah

ambliopia pada mata yang baik (Ilyas, 2009). Durasi terapi oklusisebaiknya

hingga tajam penglihatan berkembang secara sempurna atau hingga tidak terdapat

perbaikan berarti dalam 3 bulan. Penentuan jadwal untuk terapi oklusi

berdasarkan usia dapat dilakukan sebagai berikut (Khurana, 2007):

a. Hingga usia 2 tahun, terapi oklusi dapat dilakukan 2:1 yaitu 2 hari pada

mata yang normal, dan 1 hari pada mata yang ambliopia

b. Pada usia 3 tahun, 3:1

c. Pada usia 4 tahun 4:1

d. Pada usia 5 tahun 5:1 dan

e. Setelah umur 6 tahun 6:1

Terapi oklusi dilakukan dengan suatu penutup yang melekat, ditempelkan

secra langsung pada kulit periorbital dengan tajam penglihatan yang lebih baik.

Karena menutup mata yang baik, penutup mata membatasi level mata yang

ambliopia.

Page 12: makalah ambliopia

Durasi terapi oklusi pada ambliopia harus seimbang untuk mencegah

kehilangan tajam penglihatan pada mata yang ditutup. Mata yang baik ditutup

selama beberapa jam pada satu waktu pada ambliopia ringan, beberapa hari pada

satu waktu pada ambliopia berat (Lang, 2000).

Tipe oklusi terapi pada ambliopia adalah (Yanoff, 2009):

Tipe Keuntungan Kerugian

Oklusi penuh Penyembuhan

ambliopia lebih cepat

Ketajaman

penglihatan lebih baik

Resiko ambliopia

iatrogenik

Resiko perkembangan

strabismus

Deformitas kosmetik

lebih buruk

Toleransi selama

waktu belajar

disekolah buruk

Oklusi paruh waktu (5

jam/hari)

Ambliopia iatrogenik

jarang terjadi

Strabismus jarang

terjadi

Deformitas kosmetik

lebih sedikit

Dapat dilakukan terapi

diluar jam sekolah

Penyembuhan

ambliopia lebih

lambat

Hasil ketajaman

penglihatan lebih

buruk

Page 13: makalah ambliopia

Gambar 3. Terapi Oklusi pada Ambliopia

Memberikan atropin atau midriatika pada mata yang baik atau memberi lensa

+2.50 dioptri pada mata yang ambliopia untuk mencegah melihat jauh.dapat juga

diberikan miotika pada mata yang ambliopia dan midriatika pada mata yang baik

merupakan pengobatan yang aik. Hasil pengobatan dengan cara ini akan lebih

baik bila tajam penglihatan pada mata yang ambliopia lebih dari 20/50 atau 6/15.

Ini disebut penalisasi dekat. (Ilyas, 2009)

Penalisasi jauh biasanya dilakukan pada mata dengan tajam penglihatan 6/20.

Pada penalisasi jauh atropin diberikan pada mata yang kuat atau dominan

ditambah over koreksi +3 dioptri, sedangkan pada mata yang ambliopia diberikan

koreksi penuh. (Ilyas, 2009)

Latihan ortoptik berguna bila telah terdapat penglihatan yang normal pada

kedua mata akan tetapi belum terjadi fusi atau konvergensi pada kedua mata

bersamaan. (Ilyas, 2009)

Cara pengobatan bergantung jumlah juling yang masih tersisa. Kacamata

diberikan sesuai dengan kelainan refraksi karena kelainan refraksi dapat menjadi

penyebab ambliopis. Pembedahan bertujuan untuk mengatur pergerakan otot

penggerak mata sehingga terjadi penglihatan tunggal. (Ilyas, 2009)

Kesimpulan dari tatalaksana ambliopia adalah sebagai berikut (Pediatric sub-

committee, 2006):

Page 14: makalah ambliopia

2.10 Penyulit

Bila ambliopia terdapat pada anak berusia lebih dari 5 tahun biasanya sngat

sukar diatasi. Pada keadaan ini biasanya selain terdapat gangguan fungsi juga

terdapat gangguan letak fiksasi di daerah makula lutea. Mata akan berfiksasi

dengan titik luar macula lutea. Pada keadaan ini sudah terjadi keadaan yang

disebut fiksasi eksentrik. Akibat fiksasi kedua mata yang berbeda, maka terdapat

keadaan yang disebut sebagai korespondensi retina abnormal. (Ilyas, 2009)

Kedudukan mata dengan fiksasi eksentrik akan juling dan ambliopia yang

terjadi sukar diatasi. (Ilyas, 2009)

Page 15: makalah ambliopia

2.11 Pencegahan

Pada anak berusia dibawah 5 tahun perlu dinilai tajam penglihatan apalagi

bila anak tersebut juga memperlihatkan tanda-tanda juling. Kelainan refraksi

sering tidak dapat diketahui oleh orang tua balita sebelumnya. Juling dapat

diperhatikan oleh orang tua yang waspada dan hal ini menguntungkan karena

ambliopia yang mungkin akan terjadi dapat dicegah dini. (Ilyas, 2009)

Pada mata yang sudah mendapat perawatan untuk ambliopia dianjurkan

dikontrol setiap minggu pada anak berusia dibawah 1 tahun dan 2 minggu satu

kali pada anak berusia di bawah 3 tahun. (Ilyas, 2009)

Page 16: makalah ambliopia

BAB III

KESIMPULAN

Ambliopia adalah kehilangan penglihatan sebagian, pada satu atau kedua

mata, tanpa kelainan organik pada media penglihatan, retina dan jalur penglihatan.

Ambliopia terjadi akibat faktor abliogenik tertentu yang terjadi selama masa

perkembangan visual (dari lahir hingga usia 6 tahun). masa paling sensitif dari

perkembangan ambliopia adalah 6 bulan pertama kehidupan dan biasanya tidak

berkembang setelah umur 6 tahun yaitu penurunan visual secara sensorik seperti

pada anisometropia, penurunan penglihatan cahaya seperti pada katarak

kongenital, interaksi binokular yang abnormal seperti pada strabismus

Page 17: makalah ambliopia

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. 2004. Pediatric Ophtalmology Chapter 5:

Amblyopia Section 6. USA: Basic and Clinical Course.

Greenwald, MJ., Parks, MM., 2004. Duane’s Clinical Ophtalmology Volume 1

Revised Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, Sidarta. 2009. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Khurana A. 2007. Comprehensive Ophtalmology 4th Edition. India: New Age

International Limited Publisher.

Lang, GK., 2000. Ophthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme.

Leske, MC; Hawkins, BS., 2004. Screening: Relationship to diagnosis and

therapy in Duane’s Clinical Ophtalmology, Chapter 54 Volume 5 Revised

Edition. USA: Lippincott William & Wilkins.

Moseley M., Fielder A., . 2002. Amblyopia: A Multidisciplinary Approach

Chapter 4: Taxonomy and epidemiology og amblyopia. Author Barnaby

Reeves: Butterworth Heinemann.

Paediatric Sub-Committee. 2006. Guidelines for the Management of Amblyopia.

Yanoff, M. and Duker, JS., 2009. Yanoff and Duker’s Ophthalmology. 3rd Edition.

UK: Mosby Elsevier.