Makalah Aman-nyaman HG4

93
1 ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA LANSIA DENGAN MASALAH KEAMANAN DAN KENYAMANAN Home Group 4 Kartika Ayu Setyani 0906629403 Puput Wulandari 0906511063 Rahayu Mulya 0806334281 Sulastri 0906629712 Widya Fadillah 0906554056

Transcript of Makalah Aman-nyaman HG4

1

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA LANSIA DENGAN

MASALAH KEAMANAN DAN KENYAMANAN

Home Group 4

Kartika Ayu Setyani 0906629403

Puput Wulandari 0906511063

Rahayu Mulya 0806334281

Sulastri 0906629712

Widya Fadillah 0906554056

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2012

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan

rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul

“Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia dengan Masalah Keamanan dan

Kenyamanan.”

Makalah ini merupakan penyelesaian tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik 3.

Penyusun juga berterimakasih kepada Ibu Henny Permatasari sebagai fasilitator

dalam mata kuliah Keperawatan Gerontik 3 yang telah membantu penyusun

dalam menyusun makalah ini. Masukan-masukan dan informasi telah banyak

kami terima selama proses penyusunan makalah ini.

Makalah ini mungkin masih belum sempurna dan tidak lepas dari kekurangan.

Karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini.

Penyusun juga mohon maaf atas segala kekurangan yang ada dan semoga makalah

ini dapat membantu pihak lain yang membutuhkan informasi mengenai asuhan

keperawatan keluarga lansia dengan masalah keamanan dan kenyamanan.

Depok, 28 Februari 2013

Tim Penyusun

3

ABSTRAK

Keamanan dan kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan tersebut dibutuhkan

oleh seluruh rentang usia manusia, terutama pada usia vulnerable seperti anak dan lansia. Usia

secara alami akan mempengaruhi kesanggupan individu untuk mempertahankan dirinya tetap

dalam kondisi aman dan merawat dirinya agar senantiasa merasa nyaman. Sebagai contoh, jika

keamanan pada lansia tidak teroenuhi, maka akan terjadi resiko terjatuh. Jatuh menurut Mauk

(2010) adalah kejadian yang terjadi pada seseorang yang meyebabkan tubuhnya menyentuh tanah

atau turun ke level lebih bawah. Di Amerika, tidak kurang sepertiga lansia berusia 65 tahun ke atas

mengalami jatuh setiap tahunnya (Haus-dorff, rios, & Edelber, (2001) dalam Mauk, 2010).

Pengkajian yang dilakukan pada lansia dengan gangguan keamanan dan kenyamanan. Setelah

dilakukan pengkajian keluarga, terdapat enam diagnosa keperawatan yang ditegakkan untuk

mengatasi masalah keperawatan Kakek X, yaitu defisit perawatan diri, gangguan rasa nyaman,

risiko jatuh, risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan pola tidur,

dan risiko kerusakan integritas kulit.

Kata kunci: keamanan dan kenyamanan, lansia, jatuh, defisit perawatan diri

4

DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................i

Kata Pengantar........................................................................................................ii

Abstrak...................................................................................................................iii

Daftar Isi................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1

1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2

1.3 Metodologi Penulisan...................................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan...................................................................................... 2

BAB II KEAMANAN DAN KENYAMANAN

2.1 Keamanan......................................................................................................... 3

2.2 Kenyamanan..................................................................................................... 5

2.3 Faktor Resiko Terjadinya Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman Pada Lansia. 7

BAB III ANALISI KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga................................................................ 11

3.2 Diagnosa Kepewatan Keluarga...................................................................... 35

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Keluarga Bapak Y............... 35

3.4 Penatalaksaan Keamanan Dan Kenyamanan Lansia Dengan Stroke............ 50

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 56

4.2 Saran.............................................................................................................. 56

Daftar Pustaka...................................................................................................... 58

5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keamanan dan kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia.

Kebutuhan tersebut dibutuhkan oleh seluruh rentang usia manusia, terutama peda

usia vulnerable seperti anak dan lansia. Usia secara alami akan mempengaruhi

kesanggupan individu untuk mempertahankan dirinya tetap dalam kondisi aman

dan merawat dirinya gar senantiasa merasa nyaman,. Mengapa. Saat kebutuhan

akan kemanan dan kenyamanan terganggu, maka akan ada dampak yang nyata

kepada kehidupan sehari-hari yang menjurus kepada penurunan kualitas hidup

lansia. Secagai contoh, jika keamanan pada lansia tidak teroenuhi, maka akan

terjadi resiko terjatuh. Jatuh menurut Mauk (2010) adalah kejadian yang terjadi

pada seseorang yang meyebabkan tubuhnya menyentuh tanah atau turun ke level

lebih bawah. Di Amerika, tidak kurang sepertiga lansia berusia 65 tahun ke atas

mengalami jatuh setiap tahunnya (Haus-dorff, rios, & Edelber, (2001) dalam

Mauk, 2010).

Kasus pemicu menyebutkan bahwa Seorang laki-laki berumur 64 tahun

post stroke 1 bulan yang lalu dan mengalami hemiparesis kanan. Perawat yang

datang berkunjung ke rumah mendapati klien terbaring di kasur yang lembab

dengan ruangan tanpa ventilasi dan tercium bau tidak sedap dari klien. Keluarga

mengatakan klien tidak dapat duduk tegak sendiri, selama ini klien hanya

berbaring dikasur karena tidak memiliki kursi roda. Buang air kecil dan besar

dilakukan dengan pispot, mandipun hanya di lap dengan handuk basah saja. Klien

mengatakan merasa sangat bosan dan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang.

Kondisi rentan yang dialamai oleh lansia stroke sangat tinggi. Hal ini

disebabkan kondisi imobil yang diamaninya membuat tinggi pula tingkat

ketergantungan kepada lingungan, terutama keluarga. Jika kondisi keluarga tidak

adekuat dan tidak mampu memenuhi tugas keluarga, maka akan terjadi gangguan

kemanana dan kenyamanan pada lansia.

6

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah adalah untuk mengetahui konsep-konsep

gangguan keamanan dan kenyamanan yang terjadi ketika klien mengalami

hemiparesis dextra serta dapat memahami dan memecahkan kasus yang diberikan

untuk melakukan tindakan keperawatan yang tepat.

1.3 Metodologi Penulisan

Metodologi yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi

pustaka dari literatur yang membahas tentang konsep aman dan nyaman.

1.4 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun dalam tiga bab utama, antara lain Bab I Pendahuluan

yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan, Bab II Isi yang terdiri dari pembahasan atau pemaparan.

Bab III Asuhan Keperawatan pada Kasus. Bab IV Penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan saran.

7

BAB II

KEAMANAN DAN KENYAMANAN

2.1 Konsep Keamanan

Keamanan diartikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis.

Hal yang perlu diperhatikan dalam memperoleh keamanan adalah kondisi

lingkungan dimana lansia berada. Lingkungan ini mencakup semua faktor fisik

dan psikososial yang mempengaruhi kehidupan dan kelangsungan hidup

seseorang.

Keamanan lingkungan berfungsi dalam mengurangi insiden terjadinya

penyakit dan cedera, meningkatkan atau mempertahankan status kesehatan lansia,

dan meningkatkan kesejahteraan lansia. Selain itu lingkungan yang aman dapat

mengurangi bahaya fisik yang mungkin terjadi, penyebaran organisme patogen,

keadaan sanitasi dan dampak polutan yang berada dilingkungan tersebut.

2.1.1 Faktor- faktor yang mempengaruhi keamanan

Keamanan seseorang dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dasar manusia dan

pengontrolan bahaya fisik lingkungan tempat tinggal lansia. Kebutuhan dasar

manusia yang berpengaruh antara lain keadaan oksigen, kelembaban, nutrisi dan

suhu.

a. Oksigen

Oksigen tersedia dialam bebas dalam jumlah yang tidak terbatas akan tetapi

dalam suatu lingkungan tertutup jumlah dan kualitas oksigen akan terbatas.

Kondisi rumah dengan sedikit ventilasi dan sistem pembuangan gas sisa

pembakaran (memasak) yang tidak baik memberikan resiko bahaya yang lebih

besar pada setiap penghuninya. Salah satu sisa hasil pembakaran yang

membahayakan adalah gas karbon monoksida yang bersifat racun. Gas ini tidak

memiliki bau dan warna. Gas ini berikatan kuat dengan oksigen sehingga

mencegah terbentuknya oksihemogloblin. Sebagaimana telah diketahui bahwa

oksihemoglobin berfungsi untuk membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh. Jika

kadarnya berkurang maka jumlah oksigen yang akan di terima oleh setiap jaringan

8

juga akan berkurang sehingga seseorang berisiko untuk mengalami gangguan

pernapasan dan keracunan gas ini.

b. Kelembaban

Kondisi lingkungan yang terlalu lembab dapat meningkatkan resiko lansia

untuk mengalami gangguan kebutuhan keamanan. Keamanan ini dikaitkan dengan

resiko mengalami cedera baik karena jatuh maupun akibat tirah baring yang lama.

Kondisi lingkungan yang lembab misalnya keadaan lantai yang lembab

meningkatkan resiko lansia untuk terjatuh/terpeleset. Selain itu udara dengan

kelembaban yang berlebihan menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan

bakteri atau patogen. Kondisi ini menyebabkan lansia rentan terhadap infeksi

akibat penyebaran patogen. Pada kasus 2 disebutkan bahwa kondisi tempat tidur

kakek X lembab. Keadaan tempat tidur yang lembab dengan lansia hemiparesis

yang berbaring diatasnya memiliki risiko tinggi mengalami gangguan integritas

kulit.

c. Nutrisi

Pengontrolan lingkungan dibutuhkan untuk memperoleh pemenuhan

kebutuhan nutrisi secara adekuat dan aman. Makanan dan persediaan air menjadi

suatu hal yang wajib dikontrol hal ini terkait dengan penularan suatu penyakit

melalui makanan. Makanan yang tidak ditempatkan pada tempat yang tertutup

mudah tercemar oleh bakteri atau virus, sehingga tidak aman untuk kesehatan

lansia. Selain itu proses transmisi bakteri dan penyakit melalui bahan makanan

dan alat-alat memasak dapat terjadi jika air bersih yang tersedia tidak adekuat.

d. Suhu

Suhu lingkungan bukan hanya dapat mempengaruhi kenyaman, akan tetapi

juga keamanan. Pemaparan terhadap suhu rendah sangat berisiko menyebabkan

lansia mengalami hipotermi. Hipotermi terjadi pada saat suhu tubuh inti kurang

dari 350C. Suhu yang terlalu rendah/ekstrem dapat menyebabkan denyut jantung

lemah dan tidak teratur, pernapasan dangkal dan lambat, muka pucat, dan

menggigil. Pemaparan suhu rendah ekstrem yang tidak teratasi dapat

menyebabkan kematian.

9

Selain suhu rendah, suhu yang terlalu panas ekstrem pun dapat

membahayakan lansia. Suhu panas yang ekstrem dapat menyebabkan heatstroke

(sengatan terik matahari) dan heat exhaustion (udara yang panas) pada lansia.

Heat exhaustion dapat menyebabkan diaforesis yang berlebihan, hipotensi,

perubahan status mental, kejang otot, dan mual. Perubahan suhu pada lansia di

respon lebih lambat oleh otak. Sehingga perubahan suhu yang ekstrem dapat

membahayakan nyawa lansia.

e. Cahaya

Pengontrolan bahaya fisik lingkungan tempat tinggal lansia dapat

meningkatkan keamanan lansia. Pengontrolan ini dilakukan dengan memberikan

pencahayaan yang adekuat, pengurangan penghalang fisik, dan pengontrolan

bahaya yang mungkin ada di kamar mandi.

Pencahayaan yang adekuat dapat meningkatkan keamanan dalam

melakukan aktivitasnya. Lansia dengan penurunan fungsi penglihatan sangat

rentan mengalami cedera berhubungan dengan pencahayaan yang kurang.

Pencahayaan yang lembut dan cukup menerangi ruangan sangat dianjurkan agar

lansia tetap bisa melihat seperti biasa. Akan tetapi pencahayaan yang terlalu

berlebihan tidak dianjurkan karena dapat menyilaukan mata dan menyebabkan

pandangan lansia semakin kabur.

Selain pencahayaan, penempatan perabot dan barang-barang yang ada

dalam rumah dapat meningkatkan resiko lansia untuk cedera. Untuk mengurangi

resiko cedera yang mungkin terjadi, pemilik rumah dapat mensiasati dengan

menempatkan barang-barang/perabot rumah tangga di tempat yang tidak menjadi

tempat lalu lalang lansia. Penempatan barang di tempat yang sama akan

memudahkan lansia untuk mengingat dan mengambil barang yang akan

diperlukan karena sudah terbiasa dengan tempatnya.

2.2 Konsep Kenyamanan

Kenyamanan merupakan sebuah penilaian individu terhadap suatu kondisi

yang membuat individu merasa nyaman. Kondisi nyaman bagi individu satu

belum tentu dirasa nyaman oleh individu lain. penilaian kenyamanan sangat

10

bersifat subjektif sehingga untuk mengkaji tingkat kenyamanan seorang individu,

perawat dapat menanyakan langsung kepada individu yang bersangkutan.

Kenyamanan secara umum dapat dipengaruhi oleh keadaan higiene

individu dan lingkungan sekitar individu tersebut. Pemeliharaan higiene tubuh

menjadi hal yang diperlukan untuk memperolah suatu kenyamanan individu.

Perawatan higiene dapat dimulai dari kebersihan sistem integumen. Dimana

sistem integumen merupakan sistem pertahanan pertama melawan infeksi. Pada

lansia yang bedrest, perawatan kebersihan kulit menjadi sangat penting mengingat

lansia ini lebih berisiko untuk mengalami gangguan integritas kulit. Perawatan

kulit yang kurang efektif dapat menyebabkan luka dekubitus, gatal-gatal dll.

Memandikan lansia yang bedrest di tempat tidur dengan menggunakan washlap

yang dibasahi dengan sabun dan mengganti air yang sudah kotor ketika sedang

memandikan serta mengelap kering tubuh lansia akan membuat tubuh lansia

terasa lebih bersih dan segar. Kebersihan yang dilakukan tidak hanya sebatas kulit

tetapi keluarga dan perawat juga harus memperhatikan kebersihan mulut, gigi,

rambut, serta telinga.

Praktek higiene ini tidak terbatas pada tubuh individu saja melainkan pada

kebersihan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan dengan temperatur ruangan,

ventilasi, kebisingan/suara, serta bau yang terkontrol akan memberikan

kenyamanan pada lansia. Temperatur ruangan untuk lansia memiliki rentang

antara 21 -24 0 C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruangan dewasa, hal ini

dikarenakan lansia rentan terhadap kehilangan suhu.

Keberadaan ventilasi udara yang cukup dapat membantu pertukaran udara

di dalam ruangan. Udara yang tidak dapat mengalir keluar dan tergantikan udara

baru akan menyebabkan keadaan menjadi pengap. Hal ini meningkatan resiko

sesak napas pada lansia. Ketiadaan ventilasi juga membuat ruangan menjadi bau

tidak sedap. Bau ini berasal dari keringat tubuh, defekasi, muntah, drainase luka,

dan pengosongan pispot atau urinal yang tidak segera setelah penggunaan yang

tertahan diruangan. Tindakan higienis seperti meletakkan pengharum ruangan,

segera mengosongkan pispot atau urinal segera setelah digunakan, dan

memberikan ventilasi yang cukup dapat menciptakan kenyaman pada lansia.

11

Perawatan kebersihan diri dan pengontrolan simulus dari lingkungan dapat

membantu meningkatkan perasaan nyaman pada lansia. Lingkungan yang nyaman

dapat meningkatkan kemampuan lansia untuk dapat beristirahat dengan cukup

sehingga semua energi dapat diarahkan pada perbaikan sel, penyembuhan,

ataupun peningkatan kondisi kesehatan lansia.

2.3 Faktor Resiko Terjadinya Gangguan Rasa Aman dan Nyaman Pada

lansia

Perubahan rasa nyaman adalah keadaan dimana individu mengalami

sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap rangsangan yang

berbahaya (Carpenito, 2000). Untuk mencegah ataupun mengantisipasi

kemungkinan terjadinya gangguan rasa aman dan nyaman khususnya pada klien

lansia, maka perawat harus mampu mengidentifikasikan faktor-faktor apa saja

yang menyebabkan gangguan aman dan nyaman pada lansia. Dengan begitu

gangguan rasa aman dan nyaman pun dapat dicegah.

Gangguan rasa aman dan nyaman yang sering terjadi pada lansia antara

lain, terjatuh, defisit perawatan diri karena penurunan kemampuan, nyeri (akibat

trauma ataupun proses penyakit yang dialami lansia, adaptasi terhadap lingkungan

baru. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan lansia mengalami gangguan

rasa aman dan nyaman antara lain:

a. Perubahan fisiologi lansia

Lansia merupakan individu yang sangat beresiko mengalami jatuh. Sehingga

jatuh merupakan ancaman yang akan mengganggu rasa aman dan nyaman pada

lansia. Beberapa hal yang menyebabkan lansia rentan untuk mengalami jatuh

antara lain:

1. Penurunan fungsi neuromuskular

Fungsi utama dari sistem saraf pusat adalah mengatur relfeks sederhana,

menerjemahkan rangsang serta mengatur respon tubuh, emosi serta tindakan dan

juga pergerakan tubuh (Lueckenotte, 2000). Pada umumnya bagian spesifik otak

akan menerima rangsang sensori dari indra peraba, penglihatan, dan sumber

vestibular. Rangsangan ini akan di terjemahkan sebagai input perintah dan

12

pergerakan tubuh sebagai outputnya. Pada individu normal akan menghasilkan

pergerakan yang terkoordinasi dan halus. Namun pada lansia menurunnya respon

sensorik dan motorik menyebabkan pergerakan tubuhpun kurang terkoordinasi

(contoh tremor) dan pergerakan yang lambat sehingga sangat beresiko mengalami

jatuh. Menurunnya fungsi sensori maupun motorik juga terkadang disebabkan

karena penyakit.

2. Menurunnya fungsi penglihatan, pendengaran dan juga komunikasi.

3. Osteoporosis

Berkurangnya masa tulang pada lansia merupakan perubahan fisiologis

normal tubuh sel-sel tulang yang sudah rusak dan regenerasi sel yang lambat

menjadi penyebab utama berkurangnya massa tulang pada lansia. Jaringan tulang

yang sebelumnya pada menjadi lebih renggang dan mudah mengalami fraktur.

Dengan begitu tulang yang berfungsi sebagai penopang utama tubuh akan

mengalami penurunan fungsi. Cepat lelah saat beraktivitas, nyeri pada tulang dan

juga sendi ataupun berpegangan benda yang lebih kokoh seperti sisi tembok

maupun alat bantu gerak menjadi manifestasi klinis. Osteoporosis lebih rentan

terjadi pada wanita dengan usia lanjut hal ini disebabkan oleh pengaruh kadar

hormone esterogen yang sedah menurun.

b. Kondisi Patologis yang dialami lansia

1. Stroke

Disebabkan karena adanya hambatan suplai darah yang membawa oksigen

ke bagian otak. Hal ini menyebabkan terjadinya jejas pada bagian otak yang tidak

teroksigenasi sehingga terjadi kematian sel-sel otak. setiap bagian otak memiliki

fungsi yang spesifik. Inilah yang membuat dampak dari stroke berbeda pada

setiap individu. Stroke dapat berdampak hemiplagia (hemiparesis pada sisi kanan,

kiri atau keduanya), imobilisasi, disphagia, asimetris, penurunan kognitif,

penurunan persepsi sensori ataupun menurunnya fungsi penglihatan. Tentunya hal

sangat menghambat pemenuhan ADL. Faktor keaman dan kenyamanan pun

sangat rentan terganggu. Contohnya stroke yang mengakibatkan hemiparesis

sehingga klien memiliki keterbatasan dalam bergerak dan membutuhkan bantuan

untuk memenuhi ADLnya termasuk untuk personal higiene ataupun untuk makan

13

dan minum. Adanya ketergantungan pada orang lain dapat membuat lansia merasa

tidak nyaman. Selain itu resiko terjatuh pun meningkat akibat kurangnya

koordinasi karena adanya penurunan respon sensorik dan cedera pada otak.

2. Lansia dengan kondisi tirah baring

c. Kurangnya Pemeliharaan Personal higiene

Higiene merupakan ilmu kesehatan, sedangkan personal higiene lebih

dikenal dengan sikap/cara seseorang melakukan perawatan untuk dirinya sendiri.

pemeliharaan personal higiene sangat penting dan diperlukan untuk kenyamanan,

keamanan dan juga kesehatan (Potter&perry, 2005). Kurangnya pemeliharaan

personal higiene akan menyebabkan masalah baru seperti gangguan integritas

kulit (gatal-gatal, iritasi kulit, luka), bau tidak sedap, sampai gangguan psikososial

seperti rasa malu. Tentunya ini akan menganggu kenyamanan lansia karena

kondisi tersebut.

d. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat menjadi penyebab terganggunya rasa aman

dan nyaman pada lansia. Lansia dengan semua perubahan baik secara biologis,

psikologis, sosial dan spiritual yang dialaminya menyebabkan kelompok ini

rentan mengalami gangguan rasa aman dan nyaman. Hal ini disebabkan karena

penurunan fungsi tubuh yang telah dijelaskan diatas (seperti, penurunan fungsi

penglihatan, koordinasi tubuh, sensorik), penyakit yang dialami lansia (stroke,

diabetes, osteoporosis dan sebagainya). namun selain faktor yang telah dijelaskan

diatas terdapat faktor lain yang mengancam keamanan dan kenyamanan pada

lansia.

Faktor yang dimaksud ialah faktor lingkungan. Kursi roda, alat rumah

tangga ataupun alat di rumah sakit yang tidak stabil, ketinggian tempat tidur,

lantai yang licin dan menyilaukan, cahaya penerangan yang redup, anak tangga

(apalagi anak tangga dengan tepi tidak berwarna mencolok), alas kaki yang licin

akan beresiko tinggi menjadi penyebab lansia terjatuh. Jika hal ini terjadi bukan

hanya keamanan lansia saja yang akan terganggu tapi juga kenyamanan akan

terganggu.

14

BAB III

ANALISA KASUS

Kasus 2

Seorang laki-laki berumur 64 tahun post stroke 1 bulan yang lalu dan

mengalami hemiparesis kanan. Perawat yang datang berkunjung ke rumah

mendapati klien terbaring di kasur yang lembab dengan ruangan tanpa ventilasi

dan tercium bau tidak sedap dari klien. Keluarga mengatakan klien tidak dapat

duduk tegak sendiri, selama ini klien hanya berbaring dikasur karena tidak

memiliki kursi roda. Buang air kecil dan besar dilakukan dengan pispot,

mandipun hanya di lap dengan handuk basah saja. Klien mengatakan merasa

sangat bosan dan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang.

Keluhan utama yang dialami kakek X adalah adanya perasaan tidak

nyaman dan juga bosan. Hal ini mengindikasikan tidak terpenuhinya ataupun

terganggunya aspek keamanan dan kenyamanan dapat berdampak negatif yang

tentunya dapat menimbulkan masalah baik secara fisik, psikososial maupun faktor

spiritual. Rasa tidak nyaman tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Pada kasus

faktor-faktor yang menyebabkan ketidaknyamanan antara lain kondisi kakek X

yang imobilisasi karena kondisi post stroke serta hemiparesi. Selain itu,

kurangnya perawatan diri (mandi hanya dilap basah, BAB dan BAK di pispot)

diperparah dengan keadaan ruangan yang tidak adekuat (tidak ada ventilasi).

Tidak adanya ventilasi membuat sirkulasi udara dalam ruangan tidak adekuat.

Bau yang merupakan akumulasi dari kurangnya perawatan diri, ruangan

yang lembab dan juga tanpa ventilasi membuat kakek X merasa nyaman. Jika hal

ini tidak segera diatasi maka akan timbul banyak masalah baru baik secara fisik

(contoh: nyeri, kulit kemerahan, kerusakan integritas kulit), psikososial (seperti:

harga diri rendah situasional akibat bau) serta spiritual.

15

Berikut gambaran masalah yang dialami oleh Kakek X:

3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga

Seorang laki-laki berumur 64 tahun (Kakek X) post stroke 1 bulan yang lalu dan mengalami hemiparesis kanan. Perawat yang datang berkunjung ke rumah Bapak B mendapati klien terbaring di kasur yang lembab dengan ruangan tanpa ventilasi dan tercium bau tidak sedap dari klien. Keluarga mengatakan klien tidak dapat duduk tegak sendiri , selama ini klien hanya berbaring dikasur karena tidak memiliki kursi roda. Buang air kecil dan besar dilakukan dengan pispot,

Kakek X 64 tahun post

stroke 1 bulan yang lalu dan mengalami.

Hemiparesis Kanan

Tidak mampu duduk tegak sendiri

imobilisasiKeterbatas

an pemenuha

n ADL secara

Mandiri

Pemenuhan ADL bergantung dukungan

keluargaPerawatan yang telah dilakukan keluarga:Keluarga memandikan hanya dengan membasuh klien dengan handuk basah tanpa sabun begitu pula dengan mencuci rambut.

Lingkungan dalam rumah

Ruangan tanpa

ventilasi

lembab

Sirkulasi udara tidak

adekuatBau tidak

sedap

Klien merasa tidak

nyaman

Tidak ada kursi

roda

Kakek X tirah

baring di dalam kamar

sepanjang hari

Kakek X merasa bosan

mandi

makan

berpakaiantoileting

BAB dan BAK dipispot

Tugas keluarga ke-4: memodifikasi lingkungan rumah, belum terpenuhi

DPD: defisit perawatan diri

Gatal-gatal

Nene Z70 thn

16

mandipun hanya di lap dengan handuk basah saja. Klien mengatakan merasa sangat bosan dan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang.

Bentuk Pengkajian Keluarga dari Friedman (1998)

Data- data dasar yang didapatkan dari pengkajian kepada keluarga Bapak B menggunakan metode pengkajian friedman akan mengidentifikasi enam kategori luas meliputi (1) mengidentifikasi data, (2) tahap dan riwayat perkembangan, (3) data lingkungan, (4) stuktur keluarga, (5) fungsi keluarga, dan (6) koping keluarga. Berikut ini merupakan data yang didapatkan pada pengkajian:A. Identifikasi data

1. Nama keluarga: Keluarga Bapak B

2. Alamat dan No. Telp: Gang kelewih III no. 7 Tambora Jakarta.

085885429919

3. Komposisi Keluarga

No. Nama LengkapJenis kelamin

Hubungan TTL Pekerjaan Pendidikan1 Kakek X L Kakek Tegal 1933 Tidak bekerja SR2 Bapak B L Ayah Jakarta 1966 Oprator konstruksi bangunan

SMP

3 Ibu B P Istri Indramayu 1971 IRT SD4 Anak A L Anak Jakarta 1992 Pelajar SMA5 Anak B P Anak Jakarta 1993 Pelajar SMA6 Anak C P Anak Jakarta 1995 Pelajar SMP7 Anak D L Anak Jakarta 2000 Pelajar SD

Bentuk Genogram

KakekX 78 thnKakek S 70 thn

Bapak B 45 thnBP O 55 tahun

Nenek D 74 thn

Ibu B 40 thnIbu Z 50 thn

17

4. Tipe Bentuk Keluarga

Keluarga dengan lansia

5. Latar Belakang Budaya

Keluarga ini adalah sebuah keluarga keturunan Jawa, tepatnya di

daerah sepanjang pantai utara. Keluarga besar Bapak B datang dari

Tegal sedangkan keluarga besar Ibu B datang dari daerah Indramayu.

Merantau ke Jakarta merupakan hal yang lumrah dilakukan masyarakat

di sekitaran Tegal dan Indramayu, sehingga walaupun merantau

mereka tetap memiliki saudara baik yang memiliki hubungan darah

maupun tidak di Jakarta, namun jaringan persaudaraan yang dimiliki

oleh keluarga Bapak B terhubung dengan komunitas pendatang miskin

yang memilih hidup sebabgai buruh di Jakarta dan hidup seadanya di

perumahan padat penduduk seperti tambora, cakung, dll.

Tempat tinggal keluarga Bapak B terdiri atas masyarakat

pendatang yang kurang lebih telah mengadu nasib di Jakarta selama

20-30 tahun lamanya. Kesamaan nasib tersebut membuat hubungan

dengan tetangga menjadi sangat dekat dan akrab. Karena tinggal

bersama komunitas yang sama budayanya, keluarga Bapak B kerap

terlibat dalam kegiatan keagamaan yang dipengaruhi budaya, seperti

perayaan malam satu suro, lebaran hijriah, dan upacara ritual kematian

dan pernikahan yang sarat dengan budaya agama yang

dipadupadankan dengan kepercayaan mistik masyarakat pantura. Peran

dan stuktur kekuasaan keluarga masih tradisional, dekorasi rumah

kurang menonjolkan budaya yang dianut, terlihat barang-banrang

berantakan kecuali buku dan Al-quran yang ditata rapih di atas lemari

kecil, hal ini menunjukan orientasi agama keluarga. Karena tinggal

dikalangan etnis yang hampir sama, maka bahasa daerah “Jawa

Ank. D 11 thnAnk A 19 thn Ank B 18 thn Ank. C 16 thn

18

ngapak” selalu digunakan baik sesama anggota keluarga maupun ke

tetangga.

6. Identifikasi religi

Agama yang dianut keluarga bapak B adalah agama Islam. Seluruh

anggota keluarga melaksanakan praktik ibadah sesuai dengan tuntunan

agama, tidak ada yang berbeda. Dari anggota keluarga, yang aktif

dalam kegiatan keagamaan dilingkungan setempat adalah ibu B yang

tergabung dalam pengajian RW dan Anak D yang masih tergabung

dalam taman pendidikan Al-quran yang diselenggarakan secara

sederhana di rumah ibu Haji di RT sebelah. Kegiatan rutin keagamaan

seperti solat dilakuakan sendiri-sendiri dan tidak teratur, dalam satu

hari pengamatan hanya melakukan solat 2 kali. Keluarga

melaksanakan dan meyakini ritual keagamaan yang bersifat besar dan

insidentil, seperti hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.

7. Status kelas sosial

Ayah menjadi sumber pendapatan keluarga utama, ayah bekerja

lebih dari 8 jam sehari dan hanya memiliki 1 hari untuk libur dalam 1

minggu. Ibu membantu pemasukan keluarga dengan menjadi buruh

lepas pengusaha ketring di depan gang dekat jalan raya, 4 jam setiap

ada order, dua hari dalam satu minggu.

Penghasilan ayah tetap pada nilai UMR kota Jakarta, keluarga

mendapat bantuan jaminan kesehatan dan beras miskin dari

pemerintah. Keluarga menyatakan pendapatannya kurang, alokasi

terbesar masuk pada pos pendidikan dan konsumsi bulanan, sering

mengutang pada tetangga dan warung setempat untuk menutupi

kekurangan. Mobilitas sosial keluarga keatas jika dibandingkan

generasi sebelumnya dan termasuk dalam keluarga kelas bawah.

8. Aktivitas rekreasi /waktu luang

Aktivitas waktu luang keluarga adalah menonton televisi sambil

makan cemilan. Bapak B mengatakan cukup dengan merokok di depan

19

rumah untuk menghabiskan waktu luang. Ibu selalu hadir dalam

kegiatan pengajian RW yang 1 minggu sekali, anak sulung dan anak

kedua senang duduk-duduk malam minggu di pinggir jalan dan senang

mengabiskan waktu luang dengan eksplorasi telepon selular yang

mereka miliki 1 tahun terakhir , sedangkan anak C dan D sering

bermain di lapangan dekat rumah permaianan tradisional dan sesekali

bermain PS. Kakek X terlihat mengabiskan waktu di sudut ruangan

diatas kasur atau berusaha menyeret diri duduk di dekat pintu masuk

rumah melihat lalu lalang masyarakat sekitar. Keluarga Bapak B tidak

pernah jalan keluar rumah untuk makan, nonton bioskop, atau

mengunjungi saudara.

B. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

9. Tahap Perkembangan keluarga saat ini

Keluarga dengan tahap keluarga dengan lansia

10. Tugas perkembangan terpenuhi

Pada keluarga bapak B, nampaknya keluarga tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasar keluarga dalam hal perumahan,

lingkungan yang aman dan nyaman terutama untuk penderita stroke

himarasis. Kondisi tersebut berbanding lurus dengan kemiskinan dan

kehidupan yang pas-pasan pada keluarga. Kakek X menjadi anggota

keluarga yang rentan akibat penyakit strokenya yang membatasi

mobilisasi. Awal mula kakek X stroke, keluarga seluruhnya mengurus

kakek X dengan baik, namun belangkan tugas tersebut hanya dipikul

oleh Bapak B dan ibu B karena ada perasaan tersusahkan oleh

keadaan kakek X, yaitu anaka-anak. Tugas perkembangan keluarga

yang belum terpenuhi oleh keluarga bapak B dengan tahap

perkembangan keluarga dengan lansia menurut Duval dan Miller

(1985) dalam Friedman (1998) adalah:

Mengatur pola kehidupan yang bahagia dan sejahtera mengikuti

proses perubahan yang terjadi(X)

Melakukan evaluasi kehidupan dan terus berusaha eksis serta

mencapai integritas diri(X)

20

Penyesuaian keluarga dengan penuruna fungsional lansia:

mobilisasi menurun

11. Riwayat keluarga

Keluarga terbentuk 20 tahun lalu setelah bapak B dan Ibu B

bertemu di jakarta sebagai pendatang dari wilayah pantura.

Kesamaan budaya masing-masing membuat keduanya saling

berkomitmen dalam pernikahan, keduanya menikah secara siri-

sampai saat ini belum terdaftar secara sipil-dan segera dikarunia

anak pertama setelah 9 bulan membina keluarga. Pada tahun ke 10

perkawinan, saat anak-anak keluarga bapak B masih kecil, ayah

bapak B, yaitu kakek X datang ke Jakarta dan masuk menjadi

anggota keluarga bapak B, lima tahun pertama Kakek X masih

produktif dan membantu biaya keluarga, tepatnya pada tahun ke 6

kakek X Mengalami stroke dan mengalami kelumpuhan. Kondisi ini

menjadi stressor bagi keluarga bapak B, sampai saat ini masalah

tersebut belum teratasi.

12. Keluarga asal orang tua

Keluarga Ayah: berasal dari Tegal dari kalangan petani

palawija. Tergolong keluarga miskin karena tidak memiliki lahan

sendiri untuk digarap tapi menggarap tanah milik tuan tanah di

desanya. Membesarkan keluarga dalam aturan budaya yang keras.

Keluraga Ibu: datang dari wilayah Indramayu, dibesarkan dari

keluarga relijius yang kental, secara ekonomi tergolong keluarga

menengah dan cukup dalam hal ekonomi. Ibu B memiliki hubungan

yang buruk dengan keluarga besar lalu merantau ke Jakarta pada

usia 17 tahun.

C. DATA LINGKUNGAN

13. Karakteristik Rumah

21

Sebuah rumah permanen disewa seharga 500 ribu sebulan dari

pemilik kontrakan terkenal di daerah tambora. Rumah ukuran 5x6

meter terdiri atas ruang tamu yang berfungsi sebagai ruang

keluarga. Tempat tidur kekek X, adalah kamar kecil terletak

diujung rumah, menuju kamar kakek X terdapat turunan tangga

sebanya 2 buah anak tangga. Kamar mandi terletak cukup jauh dan

di sisi rumah bagian atas.

Ventilasi kurang pencahayaan kurang sehingga terasa lembab

dan dingin.Perabot rumah tangga terlihat berantakan di ruang tamu

dan dapur. Lubang ventilasi berasal dari pintu depan, dan dua

jendela di ruang depan. Lampu penerangan cukup adekuat,

drainase pembuangan kurang baik, terlihat genagan air dari luapan

selokan kecil disamping rumah. Di dapur terlihat berantakan

dengan perabot, sesak, dan kurang ventilasi. Suplai air minum

didapat dari membeli pada tukang air bersih keliling, air untuk

mandi dan cuci didapat dari sumur bor di kamar mandi.

Terdapat satu buah toilet yang cukup adekuat. Keluarga

mengatakan klien tidak dapat duduk tegak sendiri , selama ini klien

hanya berbaring dikasur karena tidak memiliki kursi roda. Buang

air kecil dan besar dilakukan dengan pispot, mandipun hanya di lap

dengan handuk basah saja. Kakek X mengatakan merasa sangat

bosan dan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang. Keterbatasan

mobilisasi kakek X membuat kondisi memprihatinkan disudut

ruang tidurnya. Ibu B menyatakan cukup dengan rumah tersebut.

Bahaya yang potensial terjadi pada rumah keluarga Bapak B adalah

kebocoran atap di dapur yang mungkin berlanjut pada keruntuhan

atap rumah. Pembuangan sampah rumah tangga ke kali yang

berjarak 500 meter dari rumah.

Denah:

2 anak tangga turunRuang tamu

Kamar anak

Kamar Bpk/ibu B

WC

DapurRumah tetangga Rumah tetanggaKAMAR KAKEK

22

14. Karakteristik lingkungan dan komunitas

Lingkungan Tambora merupakan perkampuangan pada warga

pendatang. Lingkungan tempat tinggal cenderung padat dan

kumuh, saluran air tidak lancar, kawasan hijau hanya 5% dari luas

perkampuangan Tambora, jalan kampung yang sempit dipadati

dengan parkiran kendaraan roda dua di depan rumah warga,

terdapat 2 pabrik pembuatan tempe dan tahu yang mengeluarkan

asap putih membumbung selama 6 jam setiap harinya, kali yang

melintas telah tercemar bahan kimia dan berbau busuk, serta

menjadi tempat perkembangiakan nyamuk. Terjadi perubahan

signifikan selama 50 tahu terakir, yaitu bertambah padatnya hunian

dan berkurannya daerah hijau. Komunitas terdiri dari 80% persen

warga pendatang, solidaritas cukup tinggi, asas kekeluargaan

sesama perantau telah menjadi aturan tidak tertulis di komunitas.

Fasilitas kesehatan datang dari puskesmas kecamatan, terdapat

LSM pemerhati buruh dan pendatang di Jakarta, terdapat 2

mushalah kecil di barat dan timur, dan satu masjid besar di tengah

perkampungan. Anak-anak bersekolah di sekolah pemerintah yang

tidak jauh dari perkampungan.

Masyarakat mudah mengakses angkutan umum, terdapat mall

sekitar 1 Km dari perkampuangan. Tingginya tingkat

pengangguran membuat tingginya tingkat insiden kejahatan

pencurian. Pencurian listrik membuat tingginya insiden kebakaran,

dalam satu tahun dapat terjadi 3 kali kebakaran yang mudah

menghanguskan rumah-rumah semi permanen.

15. Mobilitas Geografis keluarga

23

Keluarga Bapak B tinggal di daerah tambora sudah 20 tahun,

keluarga bapak B belum pernah perpindah rumah, perpindahan

hanya dilakukan saat pindah dari Tegal dan Indramayu menuju

Jakarta.

16. Asosiasi dan transaksi keluarga dengan komunitas

Keluarga Bapak B mendapatkan bantuan beras miskin dan

jaminan kesehatan keluarga miskin dari pemerintah. Kakek X telah

di monitor dan diketahui keadaanya oleh puskesmas setempat.

Keluarga Bapak B mendapatkan bantuan biaya pendidikan bagi

anak 3 dan ke 4 dari perusahaan telekomunikasi yang melakukan

aktifitas coorporate socia responsibility. Ibu ikut dalam kelompok

pengajian yang sering dipanggil untuk memenuhi undangan

selamatan. Keluarga bapak B memandang komunitas sebagai

support system utama karena jauh dari keluarga besar.

17. Support system&Networking

Dalam pemenuhan kebuatuhan keluarga, tetangga dan parangkat

RW merupakan sistem pendukung dan jaringan sosial bagi

keluarga.

D. STRUKTUR KELUARGA

18. Pola-Pola Komunikasi

Jangkauan komunikasi fungsional dalam keluarga terjadi pada

hungan orang tua dengan anak-anaknya pada keluaga bapak B,

seperti:

- Bapak B selalu mengusahakan untuk mengobrol dengan anak-

anaknya setiap hari minggu.

- Ibu B selalu mengakomodasi kebutuhan terkait pendidikan bagi

semua anak-anaknya

- Ayah dan ibu selalu turun tangan dan menasehati anak-anak

dengan baik saat anak-anaknya betengkar

24

Jangkauan komunikasi disfungsional terjadi pada pola komunikasi bapak B, Ibu B, dan Kakek X, antara lain:

- Suami sering dalam kondisi lelah fisik sehingga waktu dirumah

digunakan semaksimal mungkin untuk istirahat

- Istri sering tidak diajak diskusi dalam hal keuangan tambahan yang

didapat dari jam lembur kerja suami

- Istri berkali-kali mengemukakan bahwa pengurusan kekek X

harusnya dilakukan oleh keluarga di kampung saja, kakek X

menyusahkan, atau kakek X lebih baik dipindahkan ke panti

- Suami setiap kali istri mengemukakan pesoalan-persoalan terkait

Kakek X suami selalu menguranginya dan selalu menekankan

bahwa kakek X masih bisa mengurus diri sendiri, padahal pada

kenyataanya Kakek X sangat tergantung kepada perawatan yang

diberikan ibu B.

- Permasalahan yang pelik diekspresikan bukan dalam emosi yang

membabi buta namun dalam ekspresi diam dan tidak saling

berkomunikasi

- Jarak rumah yang berdekatan dengan tetangga membuat keluarga

bapak B menghindari penggunaan nada tinggi dan berdepat satu

sama lain.

19. Stuktur kekuasaan

Suami memutuskan pembelian besar, istri didelegasikan

mengurus peran ibu sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak

dan kekek X, serta memberi porsi tertentu untuk pengeluaran rumah

tangga dan keluarga. Suami berugas mendistribusiakn dana dan

berhubungan dengan pihak eksternal keluarga seperti ke bapak RT,

RW, dan petugas puskesmas. Pembayaran kontrakan rumah dan

listrik dilakukan oleh ibu. Biasanya suami akan memutuskan

sesuatu dari hasil berunding dengan istri, kebanyakan istri

memenangkan akhir argumen yang akan menjadi keputusan

keluarga. Keputusan yang diambil sering memberikan hasil yang

25

terbaik bagi keluarga inti bapak B namun tidak untuk mereka yang

ada diluar keluarga inti, misalnya kekek X

20. Stuktur peran

Stuktur peran formal

Kakek X: dalam keluarga perannya sebagai lansia yang tidak

terlalu diharapkan peranya, bahkan keberadaan kakek X sering tidak

diperhitungkan oleh anggota keluaraga yang lain. Kondisi

keterbatasan mobilisasi yang dimiliki membuat kakek X

membutuhkan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya

seperti makan, minum, buang air, dan tidur. Secara garis besar

kakek X dianggap sebagai beban dalam keluarga.

Bapak B: sebagai sumber pendapatan keluarga, banyak berperan

dalam pengambil keputusan diluar rumah. Sebagai kepala keluarga

yang fokus mencari nafkah dan meyerahkan pengaturan rumah

tangga dan pengurusan anggota keluarga lainnya kepada Ibu B.

Tetap meyempatkan diri memenuhi peran sebagai bapak untuk

merawat anak pada waktu libur kerjanya.

Ibu B: sebagai ibu, istri, dan menantu. Sebagai Ibu anak-anaknya,

Ibu B telah melaksanakan peran pemenuhan kebutuhan rumah

tangga seperti membersihakn ruumah, mencuci dan meyetrika baju

keluarga, dan mmemasak. Sebagai istri Ibu B selalu memenuhi

kebutuhan suaminya dengan senang hari, menjadi teman sekaligus

penasehat bagi Bapak B, peran yang sedikit melenceng adalah

sebagai menantu, Ibu B beranggapan pengurusan Kakek X bukanlah

tanggung jawab baginya, maka saat sempat ia akan mengurusi

kakek X namun saat sibuk ia tidak harus mengurusi kebutuhan

kakek X, Ibu B lebih sering mendelegasikan perannya sebagai

menantu kepada anak-anaknya yang perempuan, namu anak-anak

26

tidak mampu menerima peran tersebut sehingga pengurusan kakek

X agak dikesampingkan.

Anak A: sebagai cucu, anak pertama laki-laki dan sibling bagi

suadaranya yang lain. setelah lulus sekolah menegah diharapkan

langsung bekerja membantu perekonomian keluarga

Anak B: sebagai cucu,anak pertama Perempuan dan sibling bagi

suadaranya yang lain

Anak C: sebagai cucu, anak kedua perempuan dan sibling bagi

suadaranya yang lain

Anak D: sebagai cucu,anak bungsu laki-laki dan sibling bagi

suadaranya yang lain

21. Nilai-Nilai Keluarga

Perbandingan nilai yang dianut keluarga dengan lingkungan

metropolitan jakarta dapat dikatakan sejalan dan dapat diterima

dengan subsistem. Secara tidak sadar terjadi pergeseran nilai

“menghormati yang tua” kepada kakek X. Tahap perkembangan

yang terjadi pada keluarga tidak disadari oleh keluarga, sehingga

masih marasa ada dalam fase perkembangan keluaraga dengan

remaja, sehingga nilai-nilai yang diharapkan belum berfokus kepada

kakek X

E. FUNGSI KELUARGA

22. Fungsi afektif

Pola kebutuhan keluarga---respon

Kakek X: marasa kurang diperhatikan oleh Bapak B karena

jarangnya Kakek X berkomunikai dengan Bapak B, keterbatasan

mobilitas membuattnya sulit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya

seperti makan,minum, dan buang air, namu Kakek X segan dan

malu untuk meminta bantuak kepada Ibu B, sehingga sering

membiarkan dirinya dalam keadaan yang sama dalam kurun waktu

yang lama tanpa protes dan emosional.

KK X

Ib BBp B

27

Bapak B: Mengungkapkan masalahnya dalam hal ketidak mapuan

mengurus Kakek X secara keseluruhan. Pengalaman masa lalu yang

kurang baik dengan orang tua kandungnya membuat Ibu B

mengalami tingkat stressyang tinggi yang cenderung untuk

mengabaikan kakek X dalam bentuk berteriak, mengancam lanisa

dipindahkan ke panti sosial, membatasi pemeberian minum, tidak

memenuhi kebutuhan nutrisi dan kebersihan diri, serta tidak

memperhatikan tempat istirahatnya.

Anak A: harus menangani segala sesuatu sendiri, memimpin dan

bersikap tegas. Adik-adiknya mengikutinya

Anak B: bersikap sebagai anak perempuan pertama dalam keluarga

yang harus membantu pekerjaan rumah tangga. Anak B

memperlihatkan kaksih sayangnya kepada kedua adiknya. Anak B

malas mengurus kakek X

Anak C: mempunyai kebutuhan untuk mengekplorasi kehidupan

dilur rumah dengan peer .

Anak D: membutuhkan perhatian dan pemenuhan keeburuhan

psikologi yang tinggi dari Ibu B

Saling memperhatikan, keakraban, dan identifikasiDiagram pertalian(diadabtasi dari Wright dan Leahey (1984)dalam Friedman, 1998)

28

Keterangan

Pertalian sangat kuat

Pertalian sedang

Pertalian lemah

Pertalian sangat lemah

Pertalian negatif

Pertalian sangat negatif

Keterpisahan dan keterkaitanPada keluarga inti bapak B keterkaitan satu sama lain

sangat terasa kental sedangkan keterkaaitan keluarga inti Bapak B

dengan Kakek X terasa sangat tipis. Kesempatan-kesempatan untuk

mengembangkan keterpisahan pada kakak X terlihat pada sikap

pengabaian yang dilakukan keluarga inti Bapak B.

23. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialiasai bapak Ibu B kepada anak cukup baik,

kontrol perilaku mampu diterima dan diterapkan dalam keluarga

intinya. Anak-anak memiliki outonomi yang tinggi namun

cenderung tidak perduli dengan lingkungan, anak-anak merasa

diterima dan dicintai oleh keluarga inti. Anak-anak tidak memiliki

kesempatan untuk bermain karena kondisi rumah yang sempait.

Fungsi sosialisasi yang terputus terjadi antara anak-anak dengan

kakek X akibat pola asuh ibu yang menjauhkan anak-anak dari

kakek dan menerapkan pemikiran bahwa kakek bukanlah tanggung

jawab keluarga B sepenuhnya.

24. Fungsi Perawatan Kesehatan

Kesehatan tidak terlalu menjadi perhatian keluarga karena

masih banyak hal lain yang lebih penting. Keluarga tidak

melakukan kegiatan preventif untuk pencegahan potensi penyakit

29

yang timbul. Definisi sakit bagi keluarga adalah saat tidak mampu

berdiri daritempat tidur.

Keluarga menyadari adanya masalah kesehatan yang serius

pada kakek X, namun tidak memiliki pilihan untuk memenuhi

kebutuhan guna peningkatan status kesehatan kakek X. Praktik diet

keluarga cenderung makanan yang tinggi kalori rendah serat dan

protein, makanan dibuat sendiri oleh Ibu B dan menyesuaikan

dengan kondisi keuangan keluarga, keluarga sering mengkondumsi

Mie instan untuk mengganjal perut, tidak dilakukan pembedaan

makanan kepada anggota keluarga termasuk kakek X. Tidak

terdapat jam makan pada keluarga, ibu B baru selesai memasak

pukul 12.00 WIB, makanan siang sering dihangatkan sampai malam

dan keesokan paginya jika masih sisa. Berikut adalah 24 hour recall

diet keluarga Bapak B

Waktu Jenis

makanan

Jumlah Perbedaan

individu

Keterangan

Siang Nasi 2 centong, 1

centong

Seluruh

anggota

keluarga, kakak

X

Kakek X

mengalami

kesulita makan

akibat

kelumpuhanya

sehingga dari

porsi makanan

yang disediakan

hanya dapat

memakan 3-4

sendok saja dan

lebih sering

makanan tidak

dihabiskan

Sayur bening 1 mangkuk, ½

mangkuk

Seluruh

anggota

keluarga, kakak

X

Tempe bacem I buah Seluruh

anggota

keluarga

Ikan asin 1 buah Seluruh

anggota

keluarga

Sambel 1 sendok Seluruh

anggota

keluarga tanpa

30

Kekek J

Malam Nasi 2 centong, 1

centong

Seluruh

anggota

keluarga,

kakakX

Menu makanan

mie instan sangat

sering disajikan

karena murah,

mudah, dan

mengenyangkan

Mie Instan 1 mangkuk, ½

mangkuk

Seluruh

anggota

keluarga, kakak

X

Ikan Asin I buah Seluruh

anggota

keluarga

Sambel 1 buah Seluruh

anggota

keluarga

Kerupuk 1 genggam Seluruh

anggota

keluarga tanpa

Kekek J

Praktik tidur dan istirahan keluarga Inti Bapak B menyatakan tidak ada

masalah, hanya saja banyak nyamuk kadang mengganggu tidur. Masalah

tidur serius dialami oleh kakek X karena letak tempat tidurnya yang tipis

dan lembab membuatnya kedinginan dan sulit untuk tidur, rata-rata waktu

tidur malah hanya 4 jam saja. Anak A dan anak D sering menyempatkan

diri berolah raga dihari minggu.

Keluarga tidak menggunakan obat maupun mengkonsumsi alkohol,

kecuali kakak X yang mendapkan obat darah tinggi dari ibu kader RT

setempat. Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri sangat

memprihatinkan tertama pada kakek X. Kakek X menyatakan jarang

mandi karena tidak ada yang membantunya mandi, begitu juga ganti baju

karena tidak ada yang mencucikan , kadang kakek tidak berganti pakaian

selama satu minggu. Kakek X terlihat kurus dan bibirnya kering, sehari ia

makan dua kali bila diambilkan oleh istri tuan B. Air minum hanya berasal

31

dari gelas yang diisi pada pagi hari. Istri tuan B menyarankan kakek J

untuk membatasi minum agar tidak sering buang air kecil karena tidak ada

yang membantu.

F. KOPING KELUARGA

25. Stressor-stressor

a. Stressor jangka pendek

- Mobilisasi kakek X yang semakin menurun meningkatkan

ketergantungan pemenuhan kebutuhan dasar.

- Peran yang berlebihan dan tekanan yang dialami iku sebagai

akibat menurunnya mobilisasi kakek X.

- Anak A akan segera mencari kerja.

- Biaya sekolah anak D meningkat saat masuk SMP.

b. Stressor jangka panjang

- Ekonomi: biaya semakin meningkat, keluarga harus membantu

akan A untuk melunasi cicilan motor

- Perkawinan: kuranya komunikasi antar suami istri

- Konflik yang terjadi akibat kondisi mobilitas kakek X yang akan

semakin berkurang

- Kesiapan keluarga menerima

c. Strategi internal koping

- Pekerjaan tetap yang dimiliki suami

- Kemampuan Ibu B untuk bekerja paruh waktu

- Kesabaran keluarga dalam mengurus Kakek X

- Status kesehatan keluarga inti bapak B yang sehat

d. Strategi eksternal koping

- Sistem dukungan sosial yang kuat

- Memiliki askeskin

32

- Kader kesehatan dan perangkat RT/RW yang adekuat

e. Strategi disfungsional yang digunakan keluaga

- Terjadinya perilku neglect atau pengabaian kakek X

G. DATA TAMBAHAN

Pemeriksaan fisik pada Kakek X

No

.

Pemeriksaan Hasil

1. Tanda-tanda

vital

TD= 150/90 mmHg, Nadi=80x/menit,

RR=17x/menit, Suhu=370 C

2. PB 160 cm

3. BB 46 kg

4. Antropometri IMT (indeks massa tubuh)= 46/(1,6)2=17,96

Hasil menunjukkan keadaan tubuh Kakek J

kurang/kurus

5. Kepala Rambut terdistribusi secara merata, rambut sudah

beruban dan kering, kulit kepala berminyak,

benjolan (-), sakit kepala (-).

6. Mata Konjungtiva pucat, sklera ikterik (-), kantung

mata cekung.

7. Telinga Simetris, nyeri (-), pembengkakan (-),

pengeluaran cairan (-), serumen (-), berdengung

(-).

8. Hidung Tidak ada pengeluaran cairan atau lendir, mukosa

kering, tidak ada pembengkakan.

9. Mulut dan gigi Mukosa kering, gigi atas 3 buah dan gigi bawah 2

buah, gigi berwarna kehitaman, terdapat karies,

mulut berbau tidak sedap, tidak ada kesulitan

menelan, bibir kering.

10. Leher Pembesaran kelenjar tiroid (-)

11. Dada/thorax Dada simetris, BJ I & II normal, murmur (-),

33

gallop (-), bunyi napas vesikuler, ronkhi -/-,

wheezing -/-, sesak (-).

12. Abdomen Datar, lemas, nyari tekan (+), nyeri ulu hati (-).

13. Ekstremitas Edema (-), nyeri tekan (-), tidak ada kesulitan

berjalan, otot mengalami atrofi pada kedua

ekstremitas.

14. Kulit Warna kulit sawo matang, turgor elastis (-), kulit

kering, tidak ada lesi, integritas kulit utuh.

Pemeriksaan Morse Fall Scale

Lansia yang mengidap penyakit akut, rehabilitasi penyakit, atau

perawatan lama harus mendapatkan pengkajian resiko terjatuh dalam

interval waktu yang regular (Niclin, 2006 dalam Mauk, 2010). Berikut ini

adalah hasil pengkajian resiko jatuh kakek X dengan menggunakan

Morese fall scale

No Item Skor Skor Kakak X

1 Riwayat jatuh Tidak : 0

Ya : 25

0

2 Diagnosis sekunder Tidak : 0

Ya : 15

15

3 Bantuan Berjalan

Bedrest/bantuan perawat

Kruk/tongkat/walker

Furnitur

0

15

30

0

4 Terapi intravena/heparin lock Tidak : 0 0

34

Ya : 20

5 Gaya berjalan

Normal/bedrest/immobile

Lemah

Dengan bantuan

0

10

20

20

6 Status mental

Orientasi terhadap kemampuan

diri sendiri

Melebih-lebihkan/melupakan

keterbatasan

0

15

15

TOTAL 40

Interpretasinya:

0-24 tidak berresiko

25-50 Resiko rendah

≥ 51 Resiko tinggi

Analisis Data

No. Data Diagnosa

1. Data Objektif

Tekanan darah

160/90(Hipertensi)

Toilet jauh dari kamar kakek X

Terdapat 2 anak tangga/naik dan

turun dari kamar kakak X ke

ruang keluarga dan tilet

Lantai licin di dekat dapur dan

WC

Resiko Jatuh (Carpenito,

2010)

35

Tempat tidur klien tinggi (80 cm

dari lantai, tidak terdapat batas

pengaman

Adanya depresi

Hasil pengkajian Morse fall

Scale 40

Data Subjektif

Kakek X mengaku buram pada

sebelah matanya

Kakak X selalu Pusing kepala

setiap menegakan badan

Kesulitan untuk duduk, bediri,

melangkah, dan bejalan

Keluarga mengaku kesulitan

untuk membantu pergerakan

kakek

2. Data Objektif

Terdapat tanda kemerahan dan

ruam di area tekanan dan lembab:

di perineal, punggung, leher dan

ketiak

Kulit kaki terlihat sangat kering,

retak, dan kemerehan terutama

area tibia

Konsumsi air putih dalam sehari

kurang dari keburuhan ±

800/1000-1500 ml

Tercium bau tak sedap dari

pakaian yang tidak diganti,

mulut, dan area perinial

Data Subjektif

Gangguan Rasa

Nyaman(Doenges, 2010)

36

Keluarga mengatakan klien

sering menggaruk area perineal,

kaki bagian tulang kering, leher,

dan ketiak dengan tangan

aktifnya

Keluarga mengatakan kakek

menggaruk pada siang hari panas

atau

Kakek kerap kali berteriak untuk

mengekspresikan rasa tidak

nyamannya

3. Data Objektif

BB Kakek 46 kg pada PB 160 cm

IMT anak 17,96underweigh

Data Subjektif

Keluarga mengatakan kakek

malas makan dan minum

Setiap makan harus disuapi tapi

tidak ada keluarga yang mampu

melakukannya sebanyak 3x

sehari

Nutrisi kurang dari

kebutuhan(Carpenito,

2010)

4 DO:

Tercium bau yang tidak sedap

dari badan klien

Tercium bau yang tidak sedap

dari mulut klien

DS:

Keluarga hanya mengelap klien

dengan air

Keluarga tidak tahu

membersihkan gigi dan gusi

Defisit perawatan diri:

Makan, Mandi,

Toileting(Carpenito, 2010)

37

klien

Keluarga menyatakan tidak tahu

bagaimana memandikan klien di

kamar mandi dengan sabut

5. DO:

Waktu tidur malam hanya 4 jam

Tidur siang bisa 3-4 kali, dengan

jeda waktu satu jam

Tangan aktif selalu menggaruk

kaki dan perineal saat tidur

DS:

Klien mengeluh panas dan tidak

bisa tidur

Badanya lemas tapi tidak bisa

tidur nyeyak.

Gangguan pola

tidur(Carpenito, 2010)

38

Masalah

Kriteria(bobot)Resiko Jatuh Gangguan Rasa Nyaman Nutrisi kurang dari kebutuhan Defisit perawatan diri: Makan, Mandi, Toileting Gangguan pola tidur

Sifat masalah(1) Aktual2/3*1=0,67 Resiko3/3*1=1 Actual3/3*1=1 Actual3/3*1=1 Resiko2/3*1=0,67Kemingkinan untuk diubah (2)

Sebagian1/2*2=1 Mudah1/2*2=1 Sebagian1/2*2=1 Mudah2/2*2=2 Sebagian *2=1½

Potensial dicegah (1) Rendah1/3*1=0,33 Tinggi3/3*1=1 Cukup= 2/3*1=0,67 Tinggi3/3*1=1 Cukup= 2/3*1=0,67Menonjolnya Masalah (1) Delay1/2*1=0,5 Urgent2/2*1=1 Delay=1/2*1=0,5 Urgent2/2*1=1 Delay=1/2*1=0,5

Total 2,5 4 3,17 5 2,84Keterangan kriteria:

1. Sifat masalah Aktual=3, resiko tinggi=2, potensial=12. Kemungkinan untuk diubah: Mudah=2, sebagian=1, tidak dapat=03. Potensial dicegah: tinggi=3, cukup=2, rendah=14. Menonjolnya masalah: urgent=2, delay=1, neglect=0

Skoring

39

3.2 Diagnosa Kepewatan Keluarga

Prioritas masalah Keperawatan:

1. Defisit perawatan diri: Makan, Mandi, Toileting2. Gangguan Rasa Nyaman

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga pada Keluarga Bapak Y

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Umum Tujuan Khusus Kriteria Evaluasi Intervensi

Kriteria Standar

Defisit perawatan

diri (mandi,

berpakaian, makan,

dan eliminasi) pada

keluarga Bapak Y,

khususnya Kakek X

Setelah dilakukan

pertemuan 3x30

menit, Kakek X

melaporkan dapat

melakukan atau

meyelesaikan

mandi,

Setelah dilakukan

pertemuan 1x30

menit, keluarga:

1. Mampu

mengenal

masalah defisit

perawatan diri

48

40

berpakaian,

makan, dan

eliminasi/

aktivitas

perawatan diri

untuk diri sendiri

yang adekuat.

dengan:

Menyebutkan

pengertian.

Respon

verbal

Defisit perawatan diri

merupakan suatu kondisi pada

seseorang yang mengalami

kelemahan kemampuan dalam

melakukan atau melengkapi

aktivitas perawatan diri secara

mandiri sepeti mandiri

(hygiene), berpakaian/berhias,

makan dan BAB/BAK

(toileting).

a. Diskusikan bersama keluarga apa yang

diketahui keluarga mengenai pengertian

defisit perawatan diri.

b. Berikan pujian kepada keluarga tentang

pemahaman keluarga yang benar.

c. Berikan informasi kepada keluarga

mengenai pengertian defisit perawatan

diri dengan menggunakan leaflet.

d. Berikan kesempatan keluarga bertanya

tentang materi yang disampaikan.

e. Berikan penjelasan ulang tentang materi

yang belum dimengerti.

f. Motivasi keluarga untuk mengulangi

materi yang telah dijelaskan.

g. Berikan reinforcement atas usaha

keluarga.

41

Menyebutkan

penyebab

terjadinya defisit

perawatan diri.

Respon

verbal

Keluarga dapat menyebutkan 2

dari sekian banyak penyebab

defisit perawatan diri:

Penyakit kronis

Gangguan jiwa

Kurang dukungan dan

latihan kemampuan

perawatan diri

lingkungannya

Keluarga terlalu

memanjakan dan melindungi

sehingga inisiatif terganggu.

a. Diskusikan bersama keluarga apa yang

diketahui keluarga mengenai penyebab

terjadinya defisit perawatan diri.

b. Berikan pujian kepada keluarga tentang

pemahaman keluarga yang benar.

c. Berikan informasi kepada keluarga

mengenai penyebab defisit perawatan

diri dengan menggunakan leaflet.

d. Berikan kesempatan keluarga bertanya

tentang materi yang disampaikan.

e. Berikan penjelasan ulang tentang materi

yang belum dimengerti.

f. Motivasi keluarga untuk mengulangi

materi yang telah dijelaskan.

g. Berikan reinforcement atas usaha

keluarga.

Menyebutkan

tanda dan gejala

defisit

Respon

verbal

Keluarga dapat menyebutkan 2

dari 3 tanda gejala defisit

perawatan diri, yaitu:

a. Diskusikan bersama keluarga apa yang

diketahui keluarga mengenai tanda dan

gejala defisit perawatan diri.

42

perawatan diri. Fisik : Bau badan, pakaian

kotor, rambut dan kulit

kotor, kuku panjang dan

kotor, gigi kotor dan mulut

bau, penampilan tidak rapi.

Psikologis: malas, tidak ada

inisiatif, manarik diri,

isolasi diri, merasa tidak

berdaya, rendah diri, dan

merasa hina.

Sosial: interaksi kurang,

kegiatan kurang, tidak

mampu berperilaku sesuai

norma, cara makan tidak

teratur BAK/BAB di

sembarang tempat, gosok

gigi dan mandi tidak

mampu mandiri

b. Berikan pujian kepada keluarga tentang

pemahaman keluarga mengenai tanda

dan gejala yang benar.

c. Berikan informasi kepada keluarga

mengenai tanda dan gejala defisit

perawatan diri dengan menggunakan

leaflet.

d. Berikan kesempatan keluarga bertanya

tentang materi yang disampaikan.

e. Berikan penjelasan ulang tentang materi

yang belum dimengerti.

f. Motivasi keluarga untuk mengulangi

materi yang telah dijelaskan.

g. Berikan reinforcement atas usaha

keluarga.

Mengidentifikas Respon Keluarga mengidentifikasi a. Tanyakan kepada keluarga apakah tanda

43

i anggota

keluarga yang

defisit

perawatan diri.

verbal Kakek X mengalami defisit

perawatan diri berdasarkan

tanda dan gejala.

dan gejala defisit perawatan diri dialami

oleh anggota keluarga.

b. Berikan reinforcement positif atas apa

yang dikemukakan keluarga.

2. Mampu

mengambil

keputusan dalam

merawat

anggota

keluarga dengan

masalah

kesehatan defisit

perawatan diri,

dengan:

Menyebutkan

akibat defisit

perawatan diri.

Respon

verbal

Keluarga mampu menyebabkan

2 dari 4 akibat defisit perawatan

diri:

a. Diskusikan bersama keluarga apa yang

diketahui keluarga mengenai akibat

defisit perawatan diri.

b. Berikan pujian kepada keluarga tentang

44

Bau badan

Penampilan tidak rapih

Gigi kotor disertai bau

mulut

Tampak lesu tanpa inisiatif

pemahaman keluarga mengenai akibat

yang benar.

c. Berikan informasi kepada keluarga

mengenai akibat defisit perawatan diri

dengan menggunakan leaflet.

d. Berikan kesempatan keluarga bertanya

tentang materi yang disampaikan.

e. Berikan penjelasan ulang tentang materi

yang belum dimengerti.

f. Motivasi keluarga untuk mengulangi

materi yang telah dijelaskan.

g. Berikan reinforcement atas usaha

keluarga.

h.

Mengambil

keputusan

untuk

mengatasi

defisit

Respon

verbal

Keluarga mengatakan akan

mengatasi defisit perawatan

diri.

a. Bantu keluarga untuk mengenal dan

menyadari akan adanya defisit

perawatan diri dalam keluarga.

b. Bantu keluarga untuk memutuskan

merawat anggota keluarga yang sakit.

45

perawatan diri. c. Berikan reinforcement atas keputusan

yang telah diambil.

3. Mampu

melakukan

perawatan

sederhana

anggota

keluarga dengan

defisit

perawatan diri,

dengan:

Menyebutkan

cara pencegahan

defisit

perawatan diri.

Respon

verbal

Keluarga mampu menyebutkan

minimal 3 dari 5 cara

pencegahan defisit perawatan

diri, yaitu:

Mandi

Berpakaian

Berhias

Makan secara teratur

Eliminasi (BAB/BAK

a. Dorong keluarga untuk menceritakan

apa yang dilakukan saat defisit

perawatan diri dirasakan dan bagaimana

hasilnnya.

b. Diskusikan cara pencegahan defisit

perawatan diri dengan menggunakan

leaflet.

c. Motivasi keluarga untuk mengulangi

materi yang telah dijelaskan.

46

lancar) d. Berikan reinforcement atas usaha

keluarga.

Menyebutkan

perawatan

anggota

keluarga yang

mengalami

defisit

perawatan diri

Respon

verbal

Keluarga dapat menyebutkan 2

dari 3 cara perawatan defisit

perawatan diri :

Mandi

Berpakaian/ berhias

Makan dan eliminasi

a. Diskusikan dengan keluarga tentang

cara perawatan defisit perawatan diri.

b. Beri kesempatan keluarga untuk

bertanya.

c. Tanyakan kembali pada keluarga

tentang cara perawatan defisit

perawatan diri.

d. Berikan reinforcement positif pada

keluarga.

Setelah

dilakukan

pertemuan

Respon

psikomot

or

Anggota keluarga mampu

melakukan mandi atau

mengelap badan secara tepat

a. Diskusikan cara mandi atau dengan

mengelap badan untuk mengurangi

bakteri karena keringat.

47

kedua selama

1x30menit,

anggota

keluarga

mampu

melakukan:

Mandi dengan

mengelap badan

secara benar

untuk mengurangi semakin

banyaknya bakteri yang timbul

akibat banyaknya keringat,

yaitu:

Persiapkan alat-alat untuk

mandi seperti handuk, sabun,

sikat gigi, pasta gigi,

shampoo, dll. Bawa klien ke

kamar mandi jika klien yang

mampu, jika tidak mampu

berarti dengan dibantu

menuju kamar mandi.

Basuh atau siram dengan air

dingin atau air hangat ke

seluruh tubuh kemudian

berikan sabun dan shampo

secukupnya, setelah itu sikat

gigi klien dengan pasta gigi.

b. Motivasi keluarga untuk menjelaskan

kembali cara melakukan mandi atau

mengelap badan untuk mengurangi

bakteri karena keringat.

c. Berikan reinforcement positif terhadap

kemampuan yang dicapai keluarga.

48

Basuh seluruh badan hingga

bersih dan keringkan badan

dengan handuk karena untuk

lansia harus dengan cepat

menghangatkan tubuhnya

supaya tidak terlalu lama

kedinginan.

49

Melakukan cara

perawatan defisit

perawatan diri.

Respon

afektif

Keluarga melakukan cara

perawatan defisit perawatan diri

a. Evaluasi kemampuan keluarga dalam

merawat anggota keluarga dengan

defisit perawatan diri.

b. Berikan reinforcement positif terhadap

kemampuan yang dicapai oleh

keluarga.

4. Memodifikasi

lingkungan yang

sesuai untuk

klien defisit

perawatan diri,

dengan:

Menyebutkan

cara

memodifikasi

Respon

verbal

Anggota keluarga mampu

menyebutkan cara modifikasi

lingkungan yang sesuai untuk

klien defisit perawatan diri,

yaitu:

Pengelolaan lingkungan

(memanipulasi lingkungan

sekitar klien untuk

keperluan terapeutik).

a. Diskusikan cara memodifikasi

lingkungan untuk klien defisit

perawatan diri.

b. Jelaskan cara memodifikasi lingkungan

untuk klien defisit perawatan diri.

c. Motivasi keluarga untuk menjelaskan

kembali cara memodifikasi lingkungan.

d. Tanyakan kepada keluarga materi yang

belum jelas.

50

lingkungan

untuk klien

defisit

perawatan diri.

Bantuan perawatan diri

toileting (bantuan untuk

eliminasi).

Dengan menggunakan

bantuan kursi roda

e. Jelaskan kepada keluarga materi yang

belum dimengerti.

Berikan reinforcement terhadap

kemampuan yang dicapai keluarga.

Mendemonstras

ikan

penggunaan

kursi roda untuk

mempermudah

aktivitas klien.

Respon

psikomot

or

Keluarga dapat

mendemonstrasikan cara

modifikasi lingkungan dengan

menggunakan kursi roda.

a. Diskusikan dengan keluarga cara

penggunaan kursi roda.

b. Demonstrasikan cara peningkatan

menggunakan kursi roda..

c. Motivasi keluarga untuk

mendemonstrasikan kembali apa yang

diajarkan mengenai penggunaan kursi

roda.

d. Ulangi redemonstrasi jika keluarga

masih memerlukan.

e. Berikan reinsforcement positif atas

51

upaya keluarga

Melakukan cara

modifikasi

lingkungan.

Respon

afektif

Keluarga melakukan cara

modifikasi lingkungan.

a. Evaluasi kemampuan keluarga dalam

modifikasi lingkungan untuk anggota

keluarga dengan defisit perawatan diri.

b. Berikan reinforcement positif terhadap

kemampuan yang dicapai oleh keluarga.

5. Mampu

menggunakan

fasilitas

kesehatan yang

ada untuk

melakukan

perawatan DPD,

dengan:

Menyebutkan

tempat

52

pelayanan

kesehatan untuk

dirujuk.

Respon

verbal

Keluarga dapat menyebutkan

fasilitas kesehatan yang dapat

dikunjungi:

Puskesmas

Rumah sakit

Klinik dokter

a. Diskusikan bersama keluarga mengenai

fasilitas kesehatan yang ada di sekitar

tempat tinggal.

b. Motivasi keluarga untuk menyebutkan

kembali fasilitas kesehatan yang dapat

dikunjungi.

c. Berikan reinforcement positif atas

usaha keluarga.

Menyebutkan

manfaat fasilitas

kesehatan.

Respon

verbal

Keluarga dapat menyebutkan

manfaat kunjungan ke fasilitas

kesehatan, yaitu mendapatkan

pemeriksaan, mendapatkan

perawatan, mendapatkan

penyuluhan atau pendidikan

a. Diskusikan bersama keluarga mengenai

manfaat fasilitas kesehatan yang ada di

sekitar tempat tinggal.

b. Motivasi keluarga untuk menyebutkan

kembali fasilitas kesehatan yang dapat

dikunjungi.

53

kesehatan. c. Berikan reinforcement positif atas

usaha keluarga.

Mengunjungi

fasilitas

pelayanan

kesehatan untuk

memperbaiki

perawatan diri.

Respon

afektif

Keluarga memanfaatkan

pelayanan kesehatan.

a. Motivasi keluarga untuk berkunjung ke

fasilitas kesehatan.

b. Berikan reinforcement positif atas

usaha keluarga untuk menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan.

54

3.4 Penatalaksaan Keamanan dan Kenyamanan Lansia dengan Stroke

Keamanan merupakan suatu keadaan dimana individu dapat terbebas dari

kemungkinan cedera fisik dan juga psikologis. Perawat dituntut untuk dapat

berperan aktif dalam usaha pencegahan penyakit, pemeliharaan dan juga

peningkatan kesehatan. Keamaan erat kaitannya dengan kenyamanan, karena jika

individu merasa aman, maka kenyamanan juga akan turut dirasakannya.

Kenyamanan adalah konsep sentral keperawatan. Kolcaba mendefinisikan

kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia

(Potter & Perry, 2005). Sehingga keamanan dan kenyamanan menjadi salah satu

kebutuhan dasar klien yang menjadi tujuan pemberian asuhan keperawatan.

Kebutuhan kenyamanan meliputi kebutuan akan ketentraman atau

kelegaan. Secara holistik meliputi empat konteks, yaitu kenyamanan fisik yang

berhubungan dengan sensasi tubuh atau dapat dihubungkan dengan presepsi

individu akan nyeri; kenyamanan sosial yang merupakan hubungan individu

secara interpersonal, keluarga, maupun dengan masyarakat. Selanjutnya

kenyamanan psikospritual yang berhubungan dengan kebutuhan internal yang

meliputi harga diri, seksualitas, dan juga makna kehidupan. Kontek yang terakhir

adalah kenyamanan lingkungan atau eksternal, yang meliputi kenyamanan akan

cahaya, bunyi, temperatur, dan unsur alamiah lainnya (Potter & Perry, 2005).

Keamanan dan kenyaman menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus

terpenuhi oleh individu disepanjang usianya, termasuk kebutuhan pada lansia.

Lansia termasuk kedalam rentang usia yang rentan akan gangguan pada keamanan

dan kenyamanannya. Hal ini dikarenakan penurunan fungsi fisiologis sistem-

sistem tubuh yang normal terjadi pada lansia dan juga kondisi patologis yang

sering terjadi pada lansia. Seperti terjadi penurunan dalam fungsi penglihatan,

fungsi neuromuskuloskeletal yang menyebabkan lansia rentan akan cedera serta

gangguan pada aman dan nyaman lainnya. Untuk itu perawat harus memiliki

kemampuan dalam melakukan modifikasi lingkungan untuk meminimalisir resiko

terjadinya gangguan aman dan nyaman pada lansia.

Pada kasus kakek R yang mengalami stroke dengan kelemahan pada

fungsi mobilisasinya, menyebabkan ia mengalami keterbatasan dalam melakukan

55

aktivitas sehari-harinya. Keterbatasan fungsi neuromuskuloskeletal yang

dialaminya menyebabkan ia rentan akan kondisi cedera atau jatuh, serta gangguan

rasa nyaman akan kebersihan dirinya. Kolaborasi dengan keluarga harus

dilakukan perawat untuk dapat mencapai tugas perkembangan keluarga. Untuk itu

perawat harus mengajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan

perawatan sederhana dalam memenuhi kebutuhan dasar klien serta memodifikasi

lingkungan rumah yang sesuai dengan kondisi klien.

Kasus kakek R yang menderita hemiparise dekstra membuat dirinya

mengalami kelumpuhan tubuh di bagian kanan. Melatih klien untuk dapat

melakukan ROM dan penggunaan alat bantu penting untuk diajarkan, agar klien

dapat pulih dari gangguan mobilisasi dan terhindar dari komplikasi akibat tirah

baring yang terlalu lama. Kakek R seharusnya diberikan alat bantu jalan yaitu

kursi roda, agar dirinya tidak bosan selalu berada di dalam kamarnya dan dapat

menghirup udara segar di luar rumah. Perawat melakukan advokasi kepada

keluarga agar memberikan kakek R kursi roda untuk dapat menunjang

kesembuhan imobilisasi klien. Perawat juga mengajarkan kepada keluarga cara

untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda. Hal pertama yang harus

dilakukan ialah menjelaskan prosedur pada klien sebelum pemindahan.

Lingkungan juga harus dipersiapkan dengan memindahkan segala sesuatu yang

menghalangi antara dengan klien dengan letak kursi roda. Tempatkan kursi dekat

dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat

tidur. Pemindahan yang aman menjadi prioritas yang utama. Untuk itu perawat

harus dapat memperkirakan apakah dirinya mampu untuk memindahkan klien

secara sendiri ataukah membutuhkan bantuan perawat lainnya. Klien harus duduk

dan menjuntaikan kakinya di sisi tempat tidur untuk sementara sebelum berdiri

agar keseimbangan tubuh terjaga. Pemindahan juga harus memperhatikan

mekanika tubuh yang tepat.

Cara memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda yaitu terlebih

dahulu membantu klien duduk di sisi tempat tidur. Letakkan kursi pada posisi

sudut 45 derajat pada tempat tidur. Gunakan transfer belt jika diperlukan.

Pastikan klien stabil. Lebarkan kaki perawat terbuka. Fleksikan lutut dan pinggul

56

perawat, luruskan lutut perawat sama dengan lutut klien. Genggam transfer belt

dari bawah atau mencapainya melalui aksila klien dan letakkan tangan di skapula

klien. Tegakkan klien untuk berdiri pada hitungan ketiga dengan meluruskan

pinggul dan tungkai perawat, jaga lutut sedikit fleksi. Pertahankan stabilitas

tungkai yang mengalami paralisis dengan lutut. Instruksikan klien untuk

menggunakan lengan bersandar pada kursi untuk topangan. Fleksikan pinggul dan

lututu perawat selam menurunkan klien ke kursi. Kaji kesejajaran klien yang

sesuai untuk duduk (Potter & Perry, 2005).

Gambar 1. Cara memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda

Jika mobilisasi pada kakek R telah teratasi, perawat dan keluarga dapat

melakukan perawatan kebersihan diri lainnya, agar klien merasa nyaman. Karena

dalam kasus terlihat bahwa klien mengalami defisit perawatan diri yaitu mandi

yang hanya menggunakan lap basah untuk menghilangkan kotoran ditubuhnya.

Sehingga perawatan diri yang harus diberikan pada kakek R diantaranya yaitu

perawat atau keluarga dapat memandikan klien dua kali sehari, memandikan klien

dapat dilakukan di tempat tidur dengan menggunakan dua buah waslab, air hangat

dan juga sabun bayi (lebih lembut dan kandungan alkoholnya sedikit), kurangi

penggunaan sabun atau produk sabun yang wangi, karena mengandung alkohol

yang dapat menyebabkan kulit menjadi kering. Selanjutnya gunakan cream

lembut atau minyak terutama untuk daerah tangan, kaki dan muka. Ganti baju

klien dengan bahan yang menyerap keringat seperti katun. Ganti pula linen jika

terlihat kotor. Bila perlu berikan bantalan (windring) pada daerah penonjolan

57

tulang untuk menghindari kulit lecet/ luka. Bagi individu yang imobilitas perlu

dipindah posisi setiap 2 jam untuk mencegah gangguan sirkulasi dan

meminimalkan tekanan yang dapat menyebabkan kulit lecet.

Setelah keluarga dapat melakukan perawatan sederhana kepada klien.

Modifikasi lingkungan rumah harus dilakukan, agar kebutuhan klien akan

keamanan dan kenyamanan tercapai. Menurut beberapa penelitian, modifikasi

lingkungan dapat meminimalisir jatuh sebesar 30%. Sehingga kita harus

mengevaluasi keamanan pada permukaan lantai, tepi atau batas jalan, dan juga

pencahayaan. Jika jalan tidak rata, segera perbaiki atau berikan handrail yang kuat

untuk menjadi pegangan lansia. Selanjutnya tandai batas tangga dengan warna

yang mencolok atau warna yang kontras dengan daearah sekitarnya. Pasang

pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan di daerah

tangga. Handrail berada di kedua pinggiran tangga (Lueckenotte, 1996).

Modifikasi lingkungan lainnya yang sesuai dengan kondisi fisik lansia

antara lain berikan bantalan atau karpet pada permukaan yang datar, gunakan ubin

dengan permukaan yang bertekstur yang dapat mengurangi resiko jatuh;

rendahkan jarak antar permukaan lantai, sehingga mencegah lansia terjatuh karena

adanya perbedaan tinggi rendah permukaan lantai; gunakan tempat tidur yang

rendah (Meiner, 2006). Selanjutnya atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas

atau dingin untuk menghindari pusing akibat suhu; taruhlah barang-barang yang

memang seringkali diperlukan lansia pada jangkauan yang dekat tanpa harus

berjalan terlebih dahulu dan juga letakkan di tempat yang sama untuk

memudahkan lansia dalam mengingat keberadaan barang-barangnya.

Rumah yang aman juga harus terjaga kebersihannya. Keamanan dan

kenyaman dapat dilakukan dengan cara menyingkirkan barang-barang yang bisa

membuat terpeleset dari jalan yang biasa untuk melintas. Atur letak furnitur

supaya jalan untuk melintas mudah dan menghindari dari tersandung. Hindari

penggunaan furnitur yang beroda. Perhatikan juga kondisi toilet: pasangkan grab

bars pada sekitar toilet atau shower untuk menjaga keseimbangan lansia ketika

berada di toilet. Pemasangan grab bars yang tidak tepat atau sulit untuk dijangkau

lansia dapat menyebabkan lansia terjatuh. Hindari penggunaan sabun batang, dan

58

gunakan sabun cair, untuk menghindari terpeleset karena sabun batang. Gunakan

juga karpet antislip di kamar mandi (Lueckenotte, 1996).

Gambar 2.a Kamar mandi yang sesuai dengan lansia (terdapat handrail

untuk membantu lansia dalam menjaga keseimbangannya). Gambar 2.b Teknologi

modern: tangga duduk, khusus lansia atau individu dengan disabilitas

(memudahkan lansia dalam menaiki tangga).

Modifikasi tingkah laku juga penting untuk diperhatikan, karena tingkah

laku yang awas dan selalu sigap dapat menurunkan resiko jatuh pada lansia.

Modifikasi tingkah laku yang harus diterapkan pada lansia, diantaranya dengan

memperlambat langkah atau berhati-hati dalam beraktivitas, hati-hati pada

permukaan lingkungan yang licin, tidak rata. Selanjutnya menghindari menaiki

tangga jika sudah rapuh; berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu

cepat, jika ingin bangkit dari tempat tidur lakukan duduk terlebih dahulu, agar

keseimbangan klien terjaga dan terhindar dari pusing dan resiko jatuh (Meiner,

2006). Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus. Hindari menggunakan

sepatu hak tinggi, gunakan sandal jepit atau sepatu yang datar. Jangan berjalan

hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan. Perawat juga

harus melakukan edukasi kepada klien mengenai observasi atau keadaan ruangan

dan selalu perhatikan setiap langkah lansia.

59

Keamanan dan kenyaman menjadi salah satu kebutuhan dasar individu

yang harus terpenuhi. Karena jika individu sudah merasa dirinya tidak aman dan

tidak nyaman, maka kesehatan individu pun dapat terganggu. Lansia menjadi

individu yang beresiko akan gangguan pada keamanan dan kenyamanan. Hal ini

dikarenakan penurunan fungsi fisiologis sistem-sistem tubuh yang normal terjadi

pada lansia. Untuk itu perawat harus memperhatikan faktor kemanan dan

kenyamanan pada lansia dengan cara melakukan melakukan modifikasi

lingkungan untuk meminimalisir resiko terjadinya gangguan aman dan juga

melakukan perawatan diri lansia agar kenyamanan dapat tercapai.

60

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Keamanan dan kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia.

Kebutuhan tersebut dibutuhkan oleh seluruh rentang usia manusia, terutama pada

usia vulnerable seperti anak dan lansia. Usia secara alami akan mempengaruhi

kesanggupan individu untuk mempertahankan dirinya tetap dalam kondisi aman

dan merawat dirinya gar senantiasa merasa nyaman,. Mengapa. Saat kebutuhan

akan kemanan dan kenyamanan terganggu, maka akan ada dampak yang nyata

kepada kehidupan sehari-hari yang menjurus kepada penurunan kualitas hidup

lansia. Sebagai contoh, jika keamanan pada lansia tidak teroenuhi, maka akan

terjadi resiko terjatuh. Pengkajian yang dilakukan pada lansia dengan gangguan

keamanan dan kenyamanan. Setelah dilakukan pengkajian keluarga, terdapat

enam diagnosa keperawatan yang ditegakkan untuk mengatasi masalah

keperawatan Kakek X, yaitu defisit perawatan diri, gangguan rasa nyaman, risiko

jatuh, risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan

pola tidur, dan risiko kerusakan integritas kulit.

4.2 Saran

Defisit perawatan diri yang dialami lansia dengan ditambah adanya penyakit

kronis yang diderita mengakibatkan lansia merasakan keamanan dan

kenyamanannya terganggu, oleh sebab itu alangkah baiknya jika keluarga

mengetahui bagaimana cara merawat lansia yang memiliki penyakit kronis yang

harus diperhatikan keamanan dan kenyamanannya.

Akibat yang ditimbulkan dari gangguan aman dan nyaman lainnya yaitu

cedera/jatuh. Untuk mengurangi resiko cedera yang mungkin terjadi, pemilik

rumah dapat mensiasati dengan menempatkan barang-barang/perabot rumah

tangga di tempat yang tidak menjadi tempat lalu lalang lansia. Penempatan barang

di tempat yang sama akan memudahkan lansia untuk mengingat dan mengambil

barang yang akan diperlukan karena sudah terbiasa dengan tempatnya. Oleh

61

karena itu, peran perawat sangatlah menjadi penting untuk memberikan edukasi

kepada keluarga dank lien.

62

DAFTAR PUSTAKA

Annete, G. L. (2000). Gerontological Nursing. St. Louis: Mosby..

Carpenito, Lynda Juall.(2010). Nursing diagnosis application to clinical practice 13 edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins

Doenges, Marylinn E. at all.(2010). Nursing care plans guidelines for individualizing client care across the life spand. Philadelphia: F. A. Davis Company

Ebersole, P., Hess, P., Touhy, T., & Jett, K. (2005). Gerontological nursing & healthy aging. 2nd ed. St. Louis: Mosby Elsevier

Friedman,Marilyn M.(1998).Keperawatan keluarga teori dan praktik.Jakarta: EGC

Mauk, Kristen L. (2010). Gerontological nursing competencies for care second edition. Massachusset: Jones and Bartlett Publisher

Meiner, S. E. & Lueckenotte, A. G. (2006). Gerontologic nursing. 3th Ed. St.

Louis: Mosby Elsevier.

Miller, C., A. (2004). Nursing for Wellness in Older Adults Theory and Practice,

4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins.

Nanda International. (2009). Nursing diagnoses: definition & classification 2009-

2011. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Potter, Patricia A & Anne G. Perry.(2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan praktik, Ed 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Roach, S.S. (2001). Introduction gerontological nursing. Texas: Lippincott

Williams & Willson.

Springhouse. (2001). Handbook of geriatric nursing care. Philadephia: Mosby

Elvesier.

Stanley, M. & Beare, P.G. (2002). Buku ajar keperawatan gerontik. Ed.2. Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC.

Sudoyo, dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna

Publishing.