Makalah Air Ketuban
-
Upload
rabecca-tobing -
Category
Documents
-
view
629 -
download
27
description
Transcript of Makalah Air Ketuban
1
KELAINAN LIKUOR AMNII DAN
KORIO AMNII
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Asuhan Kebidanan IV
Semester 4/ Tingkat 2
Kelas 2B
Kelompok 3
Disusun Oleh :
Febriana Kariematun Nihlah
B0009066
Dosen : Natiqotul F., S. Si. T.
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI
2011
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
KELAINAN AIR KETUBAN
I. Kelainan Volume Air Ketuban
A. Polihidramnion/ Hidramnion 1
B. Oligohidramnion 10
C. Hydrops Fetal Non Imun 11
II. Kelainan Selaput Ketuban
A. Pencemaran Mekonium 13
B. Korioamnionitis 13
C. Kelainan Lain
1. Kista Amnion 14
2. Amnionodosum 14
3. Pita Amnion 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
KELAINAN AIR KETUBAN
I. Kelainan Volume Air Ketuban
A. Polihydramnion atau Hydramnion
1. Definisi
a. Cairan amnion >2000 ml pada kehamilan aterm (Thomas
Rabe, 2002: 150).
b. Hidramnion adalah suatu jumlah cairan amnion yang
berlebihan (lebih dari 2000 ml). Normal volume cairan
amnion meningkat secara bertahap selama kehamilan dan
mencapai puncaknya kira-kira 1000 ml antara 34 sampai 36
minggu (Ben-Zion Taber, 1994: 39).
c. Polihidramnion (hidramnion) didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2 liter.
Sedangkan secara klinis adalah penumpukan cairan ketuban
yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman
pada pasien (www.drdidispog.com/2008/II/hidramnion-poly
hidramnion-kembar-air.html)
2. Klasifikasi
a. Hidramnion Kronis
Penambahan air ketuban perlahan-lahan, berangsur-
angsur dalam beberapa minggu atau bulan, dan biasanya
terjadi pada kehamilan lanjut.
b. Hidramnion Akut
Penambahan air ketuban terjadi sangat tiba-tiba dan
cepat dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada kehamilan
muda pada bulan ke-4 atau ke-5 (Sastrawinata Sulaiman,
2004: 39).
4
3. Etiologi
a. Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang diketahui.
Secara teori hidramnion terjadi karena :
1) Produksi air ketuban bertambah; yang diduga
menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi
air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain
masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya air
kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.
2) Pengaliran air ketuban terganggu, air ketuban yang
telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru.
Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin.
b. Pendapat ahli yang lain mengatakan hidramnion terjadi
karena:
1) Produksi air jenih berlebih
2) Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan
ketuban menumpuk, yaitu hidrocefalus, astresia
saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing
congenital.
3) Ada sumbatan/ penyempitan pada janin sehingga dia
tidak bias menelan air ketuban. Alhasil volume
ketuban meningkat drastic.
4) Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang
menghasilkan air seni.
5) Ada proses infeksi
6) Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang
menyangkut system syaraf pusat sehingga fungsi
gerakan menelan mengalami kelumpuhan
7) Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
8) Ketidakcocokan/ inkompatibilitas rhesus (Taufan
Nugroho, 2010: 3).
5
Menurut (Ben-zein Taber, 1994: 231) etiologi dari
hidramnion adalah sebagai berikut :
a. Malformasi janin
Seperti defek tabung syaraf, anensefalus, atresia
esophagus, atau fistula dan atresia usus.
b. Patologi plasenta
c. Diabetes
d. Eritroblastosis fetalis
Apabila seorang wanita Rhesus negatif hamil dan
melahirkan anak dari suami yang Rhesus positif, tidak selalu
terjadi imunisasi (sensitisasi terhadap tubuh ibu untuk
membentuk antibodi/ aglutinin). Kemungkinan imunisasi
hanya 10%. Hal ini karena :
1) Ketidakmampuan tubuh ibu membentuk antibodi/
aglutinin.
2) Terdapat inkompatibilitas golongan darah A, B, O
antara ibu dan janin.
Ada 3 bentuk klinis :
1) Anemia gravis neonaturum
2) Icterus gravis neonaturum
3) Hydrops fetalis
Diagnosis
1) Antepartum
a) Riwayat kehamilan
b) Ibu Rhesus (-)
c) Ayah Rhesus (+)
d) Coombs test langsung
e) Rontgenologi
f) Amniosintesis
6
2) Postpartum
a) Imunologi
b) Ibu Rhesus (-)
c) Bayi Rhesus (+)
d) Coombs test langsung dan tak langsung pada
ibu
Klinis bayi :
1) Pucat
2) Hepatosplenomegali
3) Kurang aktif, malas minum
4) Spasmus otot, kejang
5) Dekompensasi kordis/ syok
Hematologi bayi :
1) Hemoglobin rendah
2) Hiperbilirubinemia
3) Eritoblastosis
4) Reticulositosis
Penatalaksanan
Tergantung pada :
1) Anamnesa kematian anak sebelumnya
2) Diagnosis ante dan post partum
3) Umur kehamilan
4) Beratnya penderitaan
Pada janin dapat diberikan :
1) Tranfusi intrauterine pada umur kehamilan 26-30
minggu
7
2) Jika terjadi hydrops fetalis tidak dapat diselamatkan
(FK. UMY, 2008: 190-191).
e. Kehamilan ganda
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala polihidramnion adalah sebagai berikut :
a. Pembesaran uterus, lingkar abdomen dan tinggi fundus uteri
jauh melebihi ukuran yang diperirakan untuk usia kehamilan
b. Dinding uterus tegang sehingga pada auskultasi bunyi detak
jantung janin sulit atau tidak terdengar dan pada palpasi
bagian kecil dan besar tubuh janin sulit ditentukan.
c. Ada thrill pada cairan uterus
d. Masalah-masalah mekanis. Apabila polihidramnion berat,
akan timbul dispnea, edema pada vulva dan ekstremitas
bawah; nyeri tekan pada punggung, abdomen dan paha;
nyeri ulu hati, mual dan muntah
e. Letak janin sering berubah (letak janin tidak stabil) (Helen
Varney, 2006: 634).
5. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
2) Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak
banyak
3) Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang
cepat terdapat keluhan-keluhan
4) Nyeri perut karena tegangnya uterus mual dan
muntah
5) Oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut
6) Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok,
berkerigat dingin, sesak.
8
b. Inspeksi
1) Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut
berkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang
umbilikus mendatar
2) Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta
terlihat payah membawa kandungannya
c. Palpasi
1) Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema
pada dinding perut vulva dan tungkai
2) Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan
sesungguhnya
3) Bagian-bagian janin sukar dikenali karena
banyaknya cairan
4) Kalau pada letak kepala, kepala janin bias diraba,
maka balloterment jelas dsekali. Karena bebasnya
janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat
terjadi kesalahan-kesalahan letak janin.
d. Auskultasi
Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika
terdengar sangat halus sekali.
e. Rontgen foto abdomen
1) Nampak bayangan terselubung kabur karena
banyaknya cairan, kadang-kadang banyak janin tidak
jelas
2) Foto rontgen pada hidramnion berguna untuk
diagnose dan untuk menentukan etiologi, seperti
anomaly congenital (anensefali atau gamelli)
f. Pemeriksaan dalam
9
Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol
walaupun diluar his.
6. Prognosis
a. Pada janin, prognosanya agak buruk (mortalitas kurang lebih
50%) terutama karena (Taufan Nugroho, 2010: 7-8):
1) Congenital anomaly
2) Prematuritas
3) Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada
letak lintang atau tali pusat menumbung
4) Eritroblastosis
5) Diabetes mellitus
6) Solution placenta jika ketuban pecah tiba-tiba
b. Pada ibu :
1) Solution placenta
2) Atonia uteri
3) Perdarahan post partum
4) Retention placenta
5) Syok
6) Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus
jadi lama dan sukar.
7. Penatalaksanaan
Terapi hidramnion dibagi dalam tiga fase (Taufan Nugroho,
2010: 8-9):
a. Waktu hamil (di BKIA)
1) Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan berikan terapi simptomatis.
2) Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan,
harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna.
a) Berikan diet garam
10
b) Obat-obatan yang dipakai adalah sedative dan
obat dieresis
c) Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan
perut tegang, lakukan fungsi abdominal pada
bawah umbilicus. Dalam satu hari dikeluarkan
500 cc perjam sampai keluhan berkurang
d) Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his
dan solution placenta, apalagi bila anak belum
viable.
e) Komplikasi pungsi dapat berupa :
(1). Timbul his
(2). Trauma pada janin
(3). Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
(4). Infeksi serta syok, bila sewaktu melakukan aspirasi keluar
darah, umpamanya janin mengenai plasenta, maka pungsi
harus dihentikan.
b. Waktu partus
1) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita
menunggu
2) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka
lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila
sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum
pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu
air ketuban akan keluar pelan-pelan.
3) Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba
pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir
keluar dengan deras, masukkan tinju ke dalam vagina
sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban
keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya
tidak terjadi solution placenta, syok karena tiba-tiba
11
perut menjadi kosong atau perdarahan post partum
karena atonia uteri.
c. Post partum
1) Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post
partum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan
dan transfuse darah serta sediakan obat uterotronika.
2) Untuk berjaga-jaga pasanglah infuse untuk
pertolongan perdarahan post partum
3) Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah
partus lemah, maka untuk menghindari infeksi
berikan antibiotika yang cukup.
Pengobatan :
a. Bentuk kronis : obati penyebab yang mendasarinya
(misalnya, diabetes).
b. Bentuk akut : umumnya membutuhkan persalinan
dengan drainase lambat selama 6-8 jam
untuk menghindari solusio plasenta
beresiko menginduksi kontraksi. Jika
pecah kantong amnion terjadi didaerak
serviks, hati-hati terjadi prolapsus tali
pusat.
c. Bentuk idiopatik : indometasin 3 mg/ kg perhari (Thomas
Rabe, 2002: 150).
8. Komplikasi
a. Obstruksi ureterik maternal
b. Peningkatan mobilitas janin yang mengakibatkan letak tidak
stabil dan malpresentasi
c. Presentasi dan prolaps tali pusat
d. Ketuban pecah dini
12
e. Abrupsio plasenta saat ketuban pecah
f. Kelahiran premature
g. Peningkatan insiden seksio cesarean
h. Perdarahan pasca partum
i. Peningkatan angka kematian perinatal (Diane M. Fraser,
2009: 308).
B. Oligohidramnion
1. Definisi
a. Cairan aminion < 200 ml pada kehamilan aterm (Thomas
Rabe, 2002: 150)
b. Suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
<1/2 liter (Rustam Mochtar, 1998: 251).
c. Jumlah cairan aminon yuang terlalu sedikit (Diane M.
Fraser, 2009: 309)
d. Menunjukkan pengukuran jumlah cairan amnion yang tidak
memungkinkan fetus untuk cukup bergerak inutero (Sylvia
Veralls, 1997: 253)
2. Etiologi
Oligohidramnion kadang terjadi pada kehamilan lebih bulan
dan diyakini berkaitan dengan insufisiensi plasenta. Jika fungsi
plasenta berkurang, perfusi ke system organ janin juga akan
berkurang, termasuk ke ginjal. Penurunan pembentukan urin janin
menyebabkan oligohidramnion plasenta (Diane M. Fraser, 2009:
309).
3. Penyebab
a. Anomaly congenital (misal; agenesis ginjal, sindrom potter)
b. Penyakit virus
c. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
13
d. Insufiensi uteroplasenta
e. Pecah ketuban dini (minggu ke-24 sampai ke-26)
f. Meresponi indosin sebagai suatu tokolitik
g. Hipoksia janin
h. Aspirasi mekonium dan cairan yang bercampur mekonium
i. Sindrom pascamatur
4. Tanda dan gejala
a. “Molding” uterus mengelilingi janin
b. Janin dapat diraba dengan mudah
c. Tidak ada efek pantul (ballottement) pada janin
d. Penambahan tinggi fundus uteri berlangsung lambat (Helen
Varney, 2006: 635).
5. Penatalaksanaan
Ibu mungkin akan dibawa kerumah sakit. Jika pemindahan
ultrasound menunjukan adanya agenesis renal, bayi tidak akan
bertahan hidup. Pemeriksaan selanjutnya adalah mengenai
kemungkinan adanya ketuban pecah dini yang pernah dialami ibu dan
tes fungsi plasenta (Diane M. Fraser, 2009: 309).
C. Hydrops Fetalis Non Imun
1. Definisi
Merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi cairan
ekstraseluler tanpa disertai adanya antibodi yang menyerang
antigen sel darah merah dalam sirkulasi. Akumulasi CES ini
terjadi dalam jaringan dan rongga serosa.
2. Etiologi
a. Kelainan kardiovaskuler : aritmia, congestive heart failure.
b. Idiopatik
14
c. Kelainan kromosom : trisomi 21, turner’s syndrome, trisomi
13, 16, 18. Mekanisme terjadinya karena kelainan
kardiovaskuler.
d. Higroma
e. Kelainan hematologi : ά thalasemia major yang disertai
dengan anemia janin dan cardiac failure.
f. Kelainan paru : cystic adenomatoid, hematoma pada
dinding dada, hernia diafragma congenital.
g. Infeksi : pavovirus, rubella, HIV, toxoplasma, CMV, sifilis.
h. Lain-lain : kembar, displasia skelet, kelainan
gastrointestinal.
3. Diagnosis
USG adanya polihidramnion. Kulit edema, ascites, plasenta
besar, efusi pleura, dan kardiomegali. Gejala paling menonjol
pada umumnya adalah ascites dan ascites janin tidak dapat
diketahui bila tidak dilakukan USG.
4. Prognosis
Mortalitas perinatal sebesar 40-90% tergantung
penyebabnya. Bila terdapat kelainan anatomi, prognosisnya jelek.
5. Penanganan
Penanganan hydrops fetalis non imun bersifat individual
tergantung penyebabnya dan pertimbangan orang tua. Bila
kelainan berat dan bayi tidak mungkin hidup, maka dilakukan
terminasi kehamilan. Jika bayi diperkitakan mampu hidup, maka
penanganannya dilakukan sesuai dengan penyebab dan
prognosisnya. Bila diperkirakan janin sudah cukup matang untuk
dilahirkan, maka persalinan segera dilakukan. Amniosintesis
15
dilakukan jika hidramnion menyebabkan sesak nafas dan untuk
mengurangi risiko premature (FK. UMY, 2008 : 191-192).
II. Kelainan Korioamnion
1. Pencemaran Mekonium
Janin preterm jarang mengeluarkan mekonium, dan mekonium
mungkin sulit dibedakan dari pigmen-pigmen yang berasal dari
hemolisis janin. Pengeluaran mekonium jarang terjadi sebelum
minggu ke 38. Dan sebaliknya meningkat setelah masa gestasi 40
minggu. Pencemaran selaput amnion tampak nyata dalam satu sampai
tiga jam setelah janin mengeluarkan mekonium. Walaupun pajanan
yang lebih lama menyebabkan pencemaran korion, tali pusat, dan
desidua, hal ini tidak dapat di tentukan lamanya secara akurat.
Secara umum, keluarnya mekonium berkaitan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal. Mortalitas neonatus
akibat mekonium terutama disebabkan oleh aspirasi mekonium yang
kental dan lengket.
2. Korioamnionitis
Peradangan selaput janin adalah manifestasi dari suatu infeksi
intra uterus, dan sering disebabkan oleh ketuban pecah lama dan
partus lama. Apabila korion diinfiltrasi oleh leukosit polimorfonuklear
dan mononuclear, temuan mikroskopis yang terjadi menandakan
korioamnionitis. Apabila sel-sel tersebut ditemukan dicairan amnion,
temuannya disebut amnionitis. Peradangan tali pusat disebut funisitis
dan infeksi plasenta bermanifestasi sebagai vilitis. Sebelum minggu ke
20, hamper semua leukosit polimorfonuklear berasal dari ibu, tetapi
selanjutnya respon peradangan terutama berasal dari janin.
Penatalaksanaan korioamnionitis adalah pemberian anti mikroba
dan pimpinan kelahiran yang baik.
16
Korioamnionitis adalah peradangan ketuban biasanya berkaitan
dengan pecah ketuban lama dan persalinan lama. Korioamnionistis
tersamar (“silent”), yang disebabkan oleh beragam organism, baru-
baru ini muncul sebagai salah satu penjelasan kasus-kasus pecah
ketuban, persalinan premature, atau keduanya. Korioamnionitis
meningkatkan morbiditas neonates secara bermakna. Secraa spesifik,
sepsis neonates, distress pernafasan, perdarahan intraventrikel, kejang,
leukomalasia periventrikel,dan palsi serebral lebih sering terjadi pada
bayi yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis.
Korioamnionitis secara klinis bermanifestasi sebagai demam
pada ibu dengan suhu 38 C atau lebih, biasanya berkaitan dengan
pecah ketuban.
Penatalaksanaan korioamnionitis terdiri atas pemberian anti
mikroba, anti piretik dan pelahiran janin, sebaiknya melalui vagina.
Terapi antibiotic harus dapat memberi perlindungan terhadap
lingkungan oleh mikroba yang terdapat di vagina dan servik. Salah
satu regimen korioamnionitis adalah ampisilin, 2 gr intravena setiap 6
jam, dan gentamisin, 2 mg/ kg dosis awal serta selanjutnya 1,5 mg/ kg
intravena setiap 8 jam. Lindamisin, 900 mg setiap 8 jam, digunakan
untuk wanita yang alergi terhadap penisilin. Berbagai regimen anti
mikroba spectrum luas lainnya juga dapat digunakan. Antibiotic
biasanya dilanjutkan setelah persalu]inan sampai wanita yang
bersangkutan tidak demam.
3. Kelainan Lain
1. Kista Amnion
Kadang-kadang terbentuk banyak kista amnion kecil yang
dilapisi oleh epitel amnion yang khas. Hal ini biasanya muncul
akibat fusi lipatan-lipatan amnion yang kemudian diikuti oleh
retensi cairan.
17
2. Amnionodosum
Adalah nodus-nodus di amnion yang kadang-kadang
disebut metaplasma amnioskuamosa atau kurunkula amnion.
Nodus-nodus ini peling sering dijumpai dibagian amnion yang
berkontak dengan lempeng korion, walupun dapat ditemukan
juga di tempat lain. Nodus-nodus biasanya muncul di dekat
insersi tali pusat sebagai elevasi opak kuning keabu-abuan
yanag berkisar dengan diameter 1 sampai 5 mm. nodus-nodus
terdiri dari debris ectoderm janin, termasuk fernik kaseosa
disertai rambut, skuama, dan sebum. Kelainan ini berkaitan
dengan oligohidramnion dan paling sering dijumpai pada janin
dengan agenesis ginjal atau ketuban pecah dini berkepanjangan,
atau pada plasenta dari janin donor pada sindrom transfuse antar
kembar.
3. Pita Amnion
Pita amnion (amnionic bands) terbentuk apabila terjadi
kerusakan amnion yang kemudian menyebabkan terbentuknya
pita-pita atau tali-tali yang melekat ke janin dan menggangu
pertumbuhan dan perkembangan sturktur terkait. Beberapa
kelainan yang tampaknya ditimbulakan oleh fenomene ini
termasuk amputasi intra uterus (F. Gary Cunningham, 2005:
907-909).