Makalah Agama - B9.doc

67
POLITIK ISLAM Dosen Pembimbing : Nurhasan, S.Ag, M. Ag OLEH KELOMPOK : IX Nama Anggota: 1. Azan Farid Wajdi (04011181320094) 2. Celcius Butandy (04011181320012) 3. M. Imam Mulia (04011181320034) 4. Tri Wulandari (04011181320054) 5. Triza Ahmad Praramadhan (04011181320074)

Transcript of Makalah Agama - B9.doc

Page 1: Makalah Agama - B9.doc

POLITIK ISLAM

Dosen Pembimbing : Nurhasan, S.Ag, M. Ag

OLEH

KELOMPOK : IX

Nama Anggota:

1. Azan Farid Wajdi (04011181320094)

2. Celcius Butandy (04011181320012)

3. M. Imam Mulia (04011181320034)

4. Tri Wulandari (04011181320054)

5. Triza Ahmad Praramadhan (04011181320074)

6. Siti Evi Marissa (04011181320114)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

2015

Page 2: Makalah Agama - B9.doc

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya tugas Makalah Pendidikan Agama Islam ini dapat terselesaikan

dengan baik.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam

yang merupakan bagian dari Mata Kuliah Dasar Umum di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya.

Dan tak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen

pembimbing Pendidikan Agama Islam serta semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat kami harapkan guna

perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang

diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga makalah

ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu

dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Tim Penyusun

Kelompok IX

ii

Page 3: Makalah Agama - B9.doc

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1. LATAR BELAKANG.............................................................................1

1.2. RUMUSAN MASALAH........................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................3

2.1. Pengertian Politik dan Kepemimpinan Dalam Islam...........................3

2.2. Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan Islam.....................................8

2.3. Sistem Pemilihan Khalifah......................................................................9

2.4. Kontribusi Umat Islam terhadap Kehidupan Politik di Indonesia....14

2.5. Paradigma Hubungan Agama dan Negara Dalam Islam....................17

2.6. Pemikiran Politik Islam Kontemporer.................................................21

2.7. Garis-Garis Besar Politik (Siyasah) Menurut Islam...........................30

BAB III : PENUTUP.............................................................................................36

3.1. KESIMPULAN......................................................................................36

3.2. SARAN....................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38

iii

Page 4: Makalah Agama - B9.doc

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Umat muslim dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al

Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim

tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi

persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaman termuat di dalam pedoman

tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits permasalahan politik juga

tertuang di dalamnya.

Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun, islam

memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil. Dalam Al-Qur’an

memang aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada zaman

Rasullullah SAW sangatlah baik. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang

mendorong masyarakatnya menjalankan syariat Islam Indonesia adalah sebuah

negara islam terbesar di dunia, namun bila dikatakan negara islam, dalam

prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam sistem pemerintahan baik itu

politik maupun demokrasinya, hal itu berpengaruh besar dalam berbagai aspek

kehidupan manusia di Indonesia, terutama pada system yang berlaku dalam

pemerintahan Indonesia, contoh kecil adalah maraknya korupsi yang dikarenakan

kurang transparannya pemerintahan di Indonesia. Hal tersebut di atas membuat

penulis membahas tentang islam dalam aspek politik dan demokrasi dalam suatu

Negara dalam laporan ini.

Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam

perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi

berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah

SAW. Dengan mengetahui dan mempelajari tentang politik Islam, dimana semua

prinsip-prinsip yang terkandung telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, maka

sepatutnya kita juga mengikuti alur dari prinsip-prinsip politik Islam sehingga

segala persoalan politik negara di era globalisasi tidak menjadi kacau dan dapat

terlaksana dengan baik.

1

Page 5: Makalah Agama - B9.doc

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a) Apa pengertian Politik dan kepemimpinan dalam Islam?

b) Sebutkan prinsip-prinsip dasar politik (siyasah) Islam?

c) Bagaimana sistem pemilihan khalifah?

d) Apa konstribusi umat islam dalam perpolitikan nasional?

e) Bagaimana paradigma hubungan agama dan negara dalam islam?

f) Bagaimana pemikiran politik islam kontemporer?

g) Jelaskan garis-garis besar politik (siyasah) menurut Islam?

2

Page 6: Makalah Agama - B9.doc

BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Politik dan Kepemimpinan Dalam Islam

2.1.1. Pengertian Politik Islam

Kata politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani

Politicos, artinya sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga

kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota (Ali, 1998:167).

Dalam bahasa Arab politik disebut siyasah, yang berasal dari kata

saasa-yasuusu. Secara etimologis siyasah artinya mengatur, aturan dan

keteraturan. Fiqih siyasah adalah hukum islam yang mengatur sistem

kekuasaan dan pemerintahan. Politik sendiri artinya segala urusan dan

tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu

negara, dan kebijakan suatu negara terhadap negara lain. Politik juga berarti

kebijakan atau cara bertindak suatu negaradalam menghadapi atau menangani

suatu massalah. Jadi pengertian politik secara etimologis bermakna mengurus

atau mengelola, sedangkan secara terminologi politik berarti cara dan upaya

menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk

mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi

kepentingan manusia.

Politik menurut para ahli:

1) Ibnu Qoyyim, politik adalah sesuatu kegiatan yang menjadi umat manusia

mendekat kepada hidup maslahat dan menjauhkan dari kerusakan.

2) Abdul Hamid Al Ghozali, politik adalah keahlian memerintah dan

menjalankan negara.

Berdasarkan beberapa pengertian politik diatas, dapat dirumuskan

bahwa Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang

menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basa solidaritas berkelompok serta

penanganan urusan umat baik urusan dalam negeri maupun luar negeri

berdasarkan kaidah-kaidah syariat islam. Pendukung perpolitikan ini belum

tentu seluruh umat Islam. Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat

disebut sebagai kelompok politik Islam, juga menekankan simbolisme

3

Page 7: Makalah Agama - B9.doc

keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambangan Islam dan

istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan,

serta wacana politik.

Islam bukanlah semata-mata agama (a religion) namun juga

merupakan sistem politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama.

Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam

merupakan  sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan

Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).

Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di

Madinah beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan

prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu

yang sama menjadi kepala agama dan kepala Negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik sebagai kata

benda ada tiga, yaitu: (1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem

pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan); (2) segala urusan dan tindakan

(kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap

negara lain; dan (3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau

menangani suatu masalah).

Politik itu identik dengan siasah, yang secara pembahasannya artinya

mengatur. Dalam fikih, siasah meliputi :

1. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)

2. Siasah Dauliyyah (Politik yang mengatur hubungan antara satu

negara Islam dengan negara Islam yang lain atau dengan negara

sekuler lainnya)

3. Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan

kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam

konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan

kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu

penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah)

Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah

dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang

4

Page 8: Makalah Agama - B9.doc

diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah

haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan

prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.

2.1.2. Kepemimpinan Dalam Islam

Dalam Islam prinsip kepemimpinan dirumuskan dalam prinsip

khalifah. Dalam prinsip khalifah, manusia diturunkan ke bumi untuk

memimpin sekaligus pemelihara alam semesta. Walau menjadi pemimpin

namun tidak diperkenankan untuk berbuat seenaknya terhadap alam dan

seiisinya. Dari prinsip tersebut, Islam memberi saran agar memilih pemimpin

yang membimbing kehidupannya. Imam Mawardi memberikan sejumlah

kriteria pemimpin yang baik, yakni memiliki ilmu, sehat panca indra, serta

dapat menangkap masalah masyarakat dengan benar dan cepat.

Adapun prinsip dasar kepemimpinan dalam islam antara lain:

a. Musyawarah

Dalam Islam mekanisme pemilihan pemimpin dilalui melalui jalan

musyawarah. Pemimpin yang terpilih dalam musyawarah patut ditaati

selama tidak melanggar hukum dan ajaran agama. Pemimpin yang terpilih

bukan hanya bertanggung jawab kepada masyarakat yang memilihnya,

tetapi juga akhirat. Rasulullah mensejajarkan pemimpin dengan para rasul

yang mewakili Tuhan di bumi. Pemimpin yang melanggar aturan dan

perintah Allah, maka status kepemimpinannya hanya sebatas simbol saja,

dan tak patut untuk dipatuhi. Pemimpin yang melanggar amanah hanya

menimbulkan keresahan dan ketidakpastian. Ketentuan ini termaktub

dalam QS. Asy-Syuura : 38, Allah SWT berfirman :

Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan

Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)

5

Page 9: Makalah Agama - B9.doc

dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian

dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.

b. Keadilan

Seorang pemimpin haruslah memiliki sifat adil. Rasulullah SAW

pernah berkata bahwa, ”Karena keadilanlah, maka seluruh langit dan bumi

ini ada.” Imam Ali Bin Abi Thalib mendefiniskan keadilan sebagai

menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Keadilan bak hukum

umum yang dapat diterapkan kepada manajemen dari semua urusan

masyarakat. Keuntungannya bersifat universal dan serba mencakup. Ia

suatu jalan raya yang melayani semua orang dan setiap orang. Penerapan

sifat keadilan oleh seorang pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia

membagi ruang-ruang ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya pada

rakyat yang dipimpinnya. Misalkan tidak ada diskriminasi dengan

memberikan hak ekonomi (berdagang) pada yang beragama Islam,

sementara yang beragama kristen tidak diberikan hak ekonomi, karena

alasan agama. Terkecuali memang dalam berdagang orang tersebut

melakukan kecurangan maka ia diberikan hukuman, ini berlaku bagi

agama apapun. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl : 90

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

Keadilan perlu ditegakkan oleh para pemimpin dalam semua level.

Membuat sebuah keputusan dengan mengedepankan rasa keadilan bagi 6

Page 10: Makalah Agama - B9.doc

semua pihak bukanlah pekerjaan mudah, apalagi konsep pemimpin dalam

catatan Islam adalah pelayan bagi rakyatnya. Ketika rakyat merasa “tidak

dilayani” melalui “keputusan yang tidak adil” maka pemimpin itu jelas

gagal dalam konteks ajaran Islam. Ketika “rakyat” (anak buah) tidak

terlayani dengan baik segala urusannya maka orang tersebut gagal menjadi

pemimpin yang adil meskipun dalam aspek lain mungkin memiliki

prestasi. Dalam hadist riwayat Tirmidzi di jelaskan bahwa : “Orang-orang

yang akan dikasihi Allah dan yang paling dekat di sisi-Nya adalah

pemimpin yang adil, dan yang bakal menerima azab yang sangat pedih

adalah pemimpin yang dzalim” (HR Tirmidzi).

c. Kebebasan berpikir sesuai syariah

Pemimpin Islam hendaklah memberikan ruang dan mengundang

anggota kelompok untuk dapat mengemukakan kritiknya secara

konstruktif. Mereka dapat mengeluarkan pandangan atau keberatan-

keberatan mereka dengan bebas, serta mendapat jawaban dari segala

persoalan yang mereka ajukan. Al-Khulafa' al-Rasyidin memandang

persoalan ini sebagai unsur penting bagi kepemimpinan mereka. ketika

seorang wanita tua berdiri untuk mengoreksi Saidina Umar ibn al-Khattab

waktu beliau berpidato di sebuah masjid, beliau dengan rela mengakui

kesalahannya, dan bersyukur kepada Allah SWT, karena masih ada orang

yang mau membetulkan kesalahannya. Pada suatu hari Saidina Umar

pernah pula bertanya kepada umat Islam mengenai apa yang dilakukan

oleh mereka jika beliau melanggar prinsip-prinsip Islam. Seorang lelaki

menyebut bahwa mereka akan meluruskan dengan sebilah pedang, Saidina

Umar bersyukur kepada Allah karena masih ada orang di lingkungan umat

yang akan mengoreksi kesalahannya.

Pemimpin hendaklah berjuang menciptakan suasana kebebasan

berpikir dan pertukaran gagasan yang sehat dan bebas, saling kritik dan

saling menasehati satu sama lain sedemikian rupa, sehingga para

pengikutnya merasa senang mendiskusikan masalah atau persoalan yang

menjadi kepentingan bersama.  Seorang muslim diminta memberikan

nasihat yang ikhlas apabila diperlukan. Tamim bin Aws meriwayatkan

7

Page 11: Makalah Agama - B9.doc

bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:"Agama adalah nasihat", Kami

berkata: "Kepada siapa?" Beliau menjawab: "Kepada Allah, Kitab-kitab-

Nya, Rasul- Nya, pemimpin umat Islam dan kepada masyarakat

kamu" (HR. Muslim).

Secara ringkas kepemimpinan Islam bukanlah kepemimpinan tirani

dan tanpa kordinasi. Pemimpin Islam, setelah mendasari dirinya dengan

prinsip-prinsip Islam, bermusyawarah dengan sahabat-sahabat secara obyektif

dan dengan penuh rasa hormat, membuat keputusan seadil-adilnya. Dia

bertanggungjawab bukan hanya kepada para pengikutnya tetapi juga yang

lebih penting adalah kepada Allah SWT.

2.2. Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan Islam

2.2.1. Prinsip-prinsip dasar politik Islam

System politik berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu:

a. Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan

tertinggi. Pandangan Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari

ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi dalam kehidupan manusia,

termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah

SWT (QS.5:18)

b. Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia

terhadap hukum-hukum ALLah SWT. Manusia baik dia pejabat

pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya, mandataris atau

pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini (QS.2:30).

c. Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi. Pemerintahan

baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk

kepada Al-Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan

keduanya.

Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :

a. Musyawarah.

b. Pembahasan Bersama.

c. Tujuan bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.

8

Page 12: Makalah Agama - B9.doc

d. Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang

dihadapi bersama.

e. Keadilan.

f. Al-Musaawah atau persamaan.

g. Al-hurriyyah (kemerdekaan/kebebasan).

h. Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat .

2.2.2. Prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam (Siasah Dauliyyah)

Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsip politik luar negeri dalam

Islam, yaitu :

a. Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, lihat QS.8:58,

QS.9:4, QS.16:91, QS.17:34.

b. Kehormatan dan Integrasi Nasional, lihat QS.16:92

c. Keadilan Universal (Internasional), lihat QS. 5:8.

d. Menjaga perdamaian abadi, lihat QS.5:61.

e. Menjaga kenetralan negara-negara lain, lihat QS.4:89,90.

f. Larangan terhadap eksploitasi para imperialis, lihat QS.6:92.

g. Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang

Islam yang hidup di negara lain, lihat QS.8:72.

h. Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral, lihat QS.60:8,9.

i. Kehormatan dalam hubungan Internasional, lihat QS.55:60.

j. Persamaan keadilan untuk para penyerang, lihat QS.2:195,

QS.16:126, dan QS.42:40.

2.3. Sistem Pemilihan Khalifah

Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan bertanggung

jawab atas apa yang dipimpinnya. Inilah salah satu hadist yang seharusnya

dipahami oleh setiap pemimpin yang sedang dan yang akan memimpin dimasa

depan. Pemahaman inilah yang dipahami oleh shahabat-shahabat Rasulullah

yang pernah menjadi Khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Bahwa tampuk dan tugas kepemimpinan adalah amanat yang sangat besar

yang harus dilaksanakan dan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah

9

Page 13: Makalah Agama - B9.doc

swt kelak. Sehingga menjadikan mereka pemimpin-pemimpin yang amanah,

taat, serta kuat yang telah mampu mensejahterakan dan memajukan peradaban

Islam pada masanya.

Allah tidak menjelaskan secara detil tentang tata cara pemilihan

pemimpin dan begitu juga dengan Rasulullah, sehingga sistem pemilihan yang

pernah dilaksanakan pada masa shahabat merupakan hasil pemikiran shahabat

sendiri. Pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah pertama Islam adalah hasil dari

perdebatan yang sangat alot antara kaum Anshar dan Muhajirin. Pada

awalnya, kaum Anshar menawarkan Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah,

namun kemudian Abu Bakar menawarkan Umar dan Abu Ubaidah sebagai

khalifah dan berkata bahwa kaum Muhajirin telah diistimewakan oleh Allah

karena pada permulaan Islam mereka telah mengakui Muhammad sebagai

Nabi dan tetap bersamanya dalam situasi apapun, sehingga pantaslah jika

khalifah muncul dari kaum Muhajirin. Umar menolak usulan Abu Bakar dan

mengatakan bahwa Abu Bakarlah orang yang paling baik dari kaum

Muhajirin. Kemudian, umar melakukan sumpah setia kepada Abu Bakar yang

kemudian diikuti oleh Sa’ad bin Ubadah dan khalayak ramai lainnya.

Ketika Abu Bakar sedang dalam keadaan sakit, ia meminta Usman

untuk menuliskan wasiat bahwa yang akan menggantikan dirinya sebagai

khalifah adalah Umar bin Khattab. Keputusan tersebut bukanlah keputusan

pribadi Abu Bakar, melainkan keputusan yang telah dimusyawarahkan

denganbeberapa shahabat lainnya.

Sebelum Umar wafat akibat ditikam oleh seorang budak bangsa Persia,

dia telah membentuk suatu dewan yang terdiri dari Usman, Ali, Thalhah,

Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Said bin Abi Waqqas yang bertugas

memilih khalifah pengganti Umar. Setelah Umar wafat, dewan tersebut

mengadakan pemilihan. Abdurrahman mengundurkan dirinya sebagai calon

khalifah, sehingga tinggallah calon kuat yaitu Ali dan Usman. Tetapi Ali

menunjuk Usman dan Usman pun menunjuk Ali sebagai calon khalifah Islam.

Abdurrahman pun kemudian meminta persetujuan dewan agar pemilihan

ditunda agar ia dapat menanyakan kepada masyarakat siapakah yang lebih

disukai antara Ali dan Usman. Pada akhirnya, Abdurrahman menyatakan

10

Page 14: Makalah Agama - B9.doc

bahwa Usmanlah yang menjadi khalifah menggantikan Umar karena

mayoritas suara dimenangkan oleh Usman.

Karena rasa tidak puas masyarakat terhadap kepemimpinan Usman,

terjadilah pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Usman. Setelah

Usman mangkat, banyak permintaan dari para shahabat seperti Abdurrahman,

Zubair, dan juga Said bin Abi Waqqas agar Ali bersedia menjadi khalifah

menggantikan Usman. Pada awalnya ia menolak tetapi pada akhirnya ia

menerima tawaran tersebut. Namun pemberontakan terhadap Ali baik dari

Muawiyah yang tidak setuju Ali menjadi khalifah dan Aisyah yang menuntut

agar pembunuhan Usman segera diusut semakin gencar. Ketika perang

Shiffin, terjadilah perundingan antara Ali dan Muawiyah. Pada awalnya, pihak

pendukung Ali tidak ingin melakukan perundingan, tetapi Ali memutuskan

agar perundingan tetap terjadi sehingga ia mengirimkan delegasinya Abu

Musa Al-Asyari untuk bertemu juru runding dari pihak Muawiyah.

Perundingan yang penuh dengan tipu daya politik dari pihak Muawiyah

tersebut menghasilkan bahwa Ali diberhentikan sebagai khalifah dan

Muawiyah sebagai pemimpin Islam yang baru. Dengan naiknya Muawiyah

sebagai Khalifah, berubahlah sistem pemerintahan Islam menjadi sistem

kerajaan yang turun temurun.

Merujuk pada beberapa sistem pemilihan Islam masa Shahabat,

maka ada beberapa hal menarik untuk disimak. Pertama, substansi dari sistem

demokrasi telah dilaksanakan oleh shahabat yaitu ketika pemilihan Abu Bakar

dan khususnya Usman. Ketika pemilihan Usman, Abdurrahman bin Auf

menemui masyarakat dan menanyakan siapakah yang lebih pantas antara Ali

dan Usman yang menjadi khalifah dan hasilnya menunjukkan bahwa

masyarakat lebih memilih Usman dan daripada Ali. Selain itu, menjadi

khalifah bukanlah keinginan pribadi dari khalifah-khalifah tersebut, akan

tetapi karena kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka

sehingga Islam dapat berkembang dan berjaya dimasa awal-awal

berkembangnya Islam.

Pemilihan Imam (Khalifah) 

Jika anggota ahlu al-aqdi wa al-hal (parlemen) mengadakan sidang

11

Page 15: Makalah Agama - B9.doc

untuk memilih imam (khalifah), mereka haru mempelajari data pribadi orang-

orang yang memiliki kriteria-kriteria imamah (kepemimpinan), kemudian

mereka memilih siapa diantara orang-orang tersebut yang paling banyak

kelebihannya, paling lengkap kriterianya, paling segera ditaati rakyat, dan

mereka tidak menolak membaitnya. Jika diantara hadirin ada orang yang

paling ahli berijtihad dan ia layak dipilih, ahlu al-aqdi wa al-hal (Parlemen)

menawarkan jabatan imam (khalifah) kepadanya. Jika ia bersedia menjadi

imam (khalifah), mereka segera mengangkatnya. Dengan pembaiatan mereka,

ia secara resmi menjadi imam (khalifah) yang sah, kemudian seluruh ummat

harus segera membaitnya dan taat kepadanya. Namun jika ia menolak

dijadikan imam (khalifah), dan tidak memberi jawaban, ia tidak boleh dipaksa

untuk menerima jabatan imam (khalifah), karena imamah (kepemimpinan)

adalah akad atas adasar kerelaan, dan tidak boleh ada unsur paksaan di

dalamnya. Untuk selanjutnya, jabatan imam (khalifah) diberikan kepada orang

lain yang layak menerimanya.

Jika yang memenuhi kriteria ada dua orang, maka yang dipilih ialah

orang yang lebih tua – kendati usia bukan termasuk kriteria sah juga kalau

yang dipilih ialah calon yang paling muda diantara keduannya. 

Jika calon pertama lebih pandai dan calon kedua lebih berani, maka

yang dipilih adalah siapa yang paling tepat pada zaman tersebut. Jika pada

zaman

Cara Pengangkatan Khalifah 

Cara pengangkatan khalifah yang telah terjadi dalam sejarah politik

Islam, pada garis besarnya ada tiga jalan yaitu: 

1. Pemilihan oleh mereka yang berhak memilih. 

2. Penyerahan oleh khalifah terdahulu kepada puterannya atau seseorang

familinya yang lazim disebut “waliyatul’ahdi” (keputera-mahkotaan) 

3. Perebutan jabatan khilafah oleh seseorang dengan kekerasan. 

Ini adalah cara-cara yang telah terjadi sepanjang perjalanan sejarah

Islam, sedangkan cara sepanjang ajaran Islam, yaitu Jabatan Khalifah itu

adalah haknya semua orang Islam. Karena itu, kaum muslimin yang berhak

memilih khalifahnya, sesuai dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan

12

Page 16: Makalah Agama - B9.doc

perinsip ini. 

Al-Mawardi yang lebih menitik-beratkan pendapatnya pada kejadian

sejarah, menulis sebagai berikut: 

J abatan Imamah terisi dengan dua jalan:  

1. Dengan pemilihan “ahlul hilli wal ‘aqdi” (orang cerdik pandai yang

ditetapkan).

2. Dengan janji penyerahan dari Imam sebelumnya (sistem wilayatul

‘ahdi atau keputera-mahkotaan). 

Tentang pengisian lowongan jabatan Imamah dengan cara pemilihan

“ahlul hilli wal ‘aqdi” para ulama terpecah dalam beberapa mazhab tentang

jumlah para cerdik pandai itu. 

Satu golongan ulama berpendapat, tidak akan sah pengisian lowongan

jabatan Imamah itu, kecuali dengan pemilihan oleh jumhur cerdik pandai dari

semua penjuru Negara, supaya persetujuan itu merata serta pengangkatannya

dengan ijma’. Penfdapat ini terletak dalam pengangkatan Abu Bakar menjadi

Khalifah dengan pemilihan orang-orang yang hadir saja dengan tidak

menunggu kedatangan orang-orang dari jauh. 

Golongan ulama yang lain berpendapat, bahwa sekurang-kurang nya

jumlah cerdik pandai yang berhak mengangkat Imam, yaitu lima orang,

dimana mereka berkumpul untuk mengangkaatnya atau diangkat oleh salah

seorang mereka dengan persetujuan empat orang temannya yang lain. 

Mereka ini berdalihkan dua peristiwa, yaitu: 

1. Bahwa bai’at Abu Bakar berlaku dengan hanya lima orang yang

mengangkatnya, kemudian baru diikuti oleh jamaah manusia. Mereka

yang lima itu, yaitu Umar Ibnul khattab, Abu Ubaidah Ibnul-Jarrah,

Usaid bin hadhir, Bashar bin sa’ad dan salim, budak abu Huzaifah. 

2. Bahwa Umar menjadikan Musyawarah antara enam orang, agar

diangkat salah seoarang diantara mereka dengan persetujuan lima yang

lain. Pendapt ini adalah pendapat kebanyakan Fuqaha dan

mutakallimin (ahli hukum dan failasuf) dari penduduk basrah. 

13

Page 17: Makalah Agama - B9.doc

2.4. Kontribusi Umat Islam terhadap Kehidupan Politik di Indonesia

Kontribusi umat Islam terhadap kehidupan politik di Indonesia

memiliki sejarah panjang, dimulai sejak masuknya Islam di Indonesia pada

abad ke tujuh. Sebagaimana dikemukakan Hamka dalam Anwar Harjono

(1997:2) bahwa di zaman khulafaur Rasyidin, perniagaan bangsa Arab telah

sangat maju. Dari laut Merah melalui selat Malaka, terus ke Tiongkok. Dalam

satu almanak Tiongkok disebutkan bahwa pada tahun 674 Masehi terdapat

satu kelompok masyarakat Arab di Sumatera Barat. Kalau diingat bahwa Nabi

Muhammad saw wafat pada tahun 632 Masehi, nyatalah bahwa hanya 42

tahun sesudah Nabi wafat, orang Arab telah mempunyai perkampungan di

Sumatera Barat. Kenyataan ini memberi petunjuk sangat kuat bahwa sebelum

Nabi lahir, hubungan perdagangan antara orang-orang Arab dengan Cina telah

terbina dengan sangat bagus. Mungkin sekali nama Kota Pariaman di

Sumatera Barat erasal dari bahasa Arab Barri Aman yang berarti “tanah

daratan yang aman sentosa”. Proses membentuk sebuah perkampungan

dengan penduduk berasal dari negeri yang amat jauh, tentulah memerlukan

waktu dan proses yang panjang.

Sebagaiman dicatat oleh H.A Mukti Ali dalam H.A Muin Umar dkk

yang dikutip oleh Anwar Harjono (1997: 3) bahwa Hamka hendak

menunjukkan bahwa Islam datang ke Indonesia langsung dari Arab, bukan

melalui para pedagang seperti yang dengan gigih dipopulerkan oleh berbagai

sumber barat. Bagi Hamka, berbagai penulisan sejarah yang menyatakan

bahwa Islam tidak datang langsung dari Arab adalah sebuah percobaan yang

sangat teratur untuk menghilangkan keyakinan penduduk di negeri-negeri

Melayu tentang hubungan ruhani yang mesra antara mereka dengan tanah

Arab atau orang Arab sebagai sumber pertama masuknya Islam di Indonesia.

Sejak lahirnya Kerajaan Islam Demak dimulailah zaman Islam di

Nusantara. Islam mulai membangun jati diri penduduk di kepulauan

Nusantara. Lahirnya Islam Demak telah memunculkan Islam sebagai elemen

integratif yang mampu mengkorporasikan kekuatan ekonomi, politik dan

agama dalam wadah negara. Para penguasa di Nusantara dengan kesadaran

penuh menggunanakan idiom-idiom Islam pada dirinya. Sultan, Sayyidin dan

14

Page 18: Makalah Agama - B9.doc

Khalifatullah melekat menjadi sebutan para penguasa di Nusantara

(Harjono,1997 : 8).

Kedatangan kaum penjajah di kepulauan Nusantara, ternyata tidak

mampu menghapuskan Islam dari jiwa penduduk kepulauan Nusantara.

Sepanjang catatan yang ada, sampai sebelum tahun 1882, pemerintah kolonial

Belanda tetap mengakui eksistensi Peradilan Agama Islam di masayarakat

kepulauan Nusantara. Tahun 1820,Stbl. No 22 pasal 33, menentukan bahwa

para Bupati wajib memperhatikan soal-soal Agama Islam dan menjaga supaya

para peuka agama dapat melakukan tugas mereka. Pada tahun 1835 keluar

Stbl No 58 dan tahun 1855 Stbl nc 2 yang mendukung pelaksanaan hukum

Islam oleh orang-orang Islam melalui cara-cara Islami. Pada tahun 1882,

Pengadilan Agama di Jawa-Madura diresmikan. Peresmian ini berlangsung

sesudah berkembangnya pendapat di kalangan orang Belanda sendiri bahwa

hukum yang berlaku bagi orang-orang Indonesia asli adalah undang-undang

agama mereka sendiri, yakni hukum Islam. Inilah yang dikenal dengan teori

Receptio in complexu. Akan tetapi, pengakuan terhadap hukum Islam bagi

masayarakat kepulauan Nusantara mengalami penentangan dari kalangan

kolonian Belanda sendiri, diantaranya Cornelis van Vollenhoven dan Christian

Snouck Hurgronje yang memunculkan teori Receptie bahwa sesungguhnya

yang berlaku di Indonesia bukan hukum Islam, melainkan hukum adat. Hukm

Islam baru mempunyai kekuatan kalau sudah diterima menjadi hukum adat.

Tidak syak lagi perkenalannya teori Receptie ini semata-mata dimaksudkan

untuk menahan gerak laju hukum Islam. Banih kekacauan yang ditanamkan

penjajah Belanda ini baru terasa oleh beberapa generasi kemudian berupa

konflik tiga sistem hukum : Islam, Adat dan Barat (Harjono,1997:11-12).

Pada masa perjuangan kemerdekaan muncullah banyak organisasi

masyarakat yang merupakan cikal bakal bagi keberhasilan kemerdekaan

bangsa Indonesia. Muncullah berbagai organisasi sosial kemasyarakatan ini

tidak terlepas dari semangat keislaman. Beberapa organisasi ini secara

perlahan menjadi sebuah organisasi politik yang tidak dapt dilepaskan dan

dilupakan jasa-jasanya bagi terselenggaranya kemerdekaan negara Indonesia.

Anwar Harjono mengidentifikasikan beberapa organisasi massa yang

15

Page 19: Makalah Agama - B9.doc

merupakan cikal bakal bagi secara politis turut memperjuangkan

kemerdekaan. Salah satu diantaranya adalah :

1. Sarikat dagang Islam (SDI)

Yang didirikan oleh Haji Samanhoedi tahun 1911, semula

dimaksudkanuntuk sekedar menjadi koperasi pedagang batik, tetapi gaung

kehadirannya mampu melintasi kawasan ekonomi menjadi simbol

perlawanan bangsa melawan kesewenang-wenangan bangsa asing. Pada

tahun 1912, SDI berubah nama menjadi Sarikat Islam (SI), walaupun pada

masa itu organisasai politik masih dilarang oleh undang-undang

pemerintah kolonial namun SI dengan cepat menjadi satu-satunya

pergerakan nasional yang paling berpengaruh pada awal abad ke-20.

2. Muhammadiyah.

Meskipun Muhammadiyah tidak pernah menyatakan diri sebagai

organisasi sosial politik, akan tetapi, seperti dikatakan Bousquet, sangat

salah kalau menduga bahwa para anggota Muhammadiyah tidak timbul

bias tertentu dalam politik. Berbagai pemikiran tentang reformasi Islam

yang dikembangkan Muhammadiyah, mustahil dilepaskan sama sekali dari

kaitan politik. Muhammadiyah mengembangkan kesadaran politik pada

para anggotanya dan juga pada murid yang belajar di sekolah-sekolah

Muhammadiyah. Karena itu George McT Kahin menyebut apa yang

dilakukan Muhammadiyah dalam arus nasionalismepolitik ibarat anak

sungai yang tenang tetapi dalam, dengan diam-diam namun terus-menerus

menghidupkan dan memperkuat arus nasionalisme politik tersebut.

Pada awal kemerdekaan (1945-1950an), para pemimpin Muslim

tergabungdalam Masyumi, telah mengkonsentrasikan perjuangan politik

mereka untuk mempromosikan Islam sebagai dasar negara. Sebaliknya,

golongan Nasionalis-sekuler menolak Islam dan mengusulkan Pancasila untuk

digunakan sebagai dasar negara. Terjadi perdebatan yang runcing dan panjang

di Dewan Konstituante antara kelompok Nasionalis-sekuler mengenai apakah

Islam atau Pancasila yang akan digunakan sebagai dasar negara. Kedua

kelompok ini mencapai kesepakatan politik dalam bentuk Piagam Jakarta pada

tanggal 22 Juni 1945 (Ismail, 1999:173).

16

Page 20: Makalah Agama - B9.doc

Akan tetapi kesepakatan dalam Piagam Jakarta yang dihasilkan pada

sidang anggota BPUPKI dibatalkan pada sidang PPKI. Dalam PPKI golongan

Islam hanya diwakili oleh Ki Bagus Hadikusumo dan K.H. Wahid Hasyim.

Tuntutan-tuntutan golongan Islam sebelumnya semuanya dibatalkan. Bahkan

sehari setelah proklamasi tujuh patah kata dalam Piagam Jakarta dihapuskan,

kata Allah dalam mukaddimah diganti dengan Tuhan dan mukaddimah diubah

menjadi pembukaan (Thaba,1996:156).

Pada masa pemerintahan Orba dan kaum militer menjalin hubungan

yang harmonis dan kerjasama dengan rapi dengan umat Islam pada masa

penumpasan G30S/PKI, namun kerjasama ini tidak berlangsung lama karena

tampaknya pemerintah masih menaruh kecurigaan politik terhadap kembali

eksisnya partai Islam seperti Masyumi. Meskipun pada satu dekade terakhir

umat Islam mulai diperhatikan aspirasinya dalam bidang hukum, diantaranya

berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI), dilaksanakan restrukturisasi

Pengadilan Agama pada tahun 1985, berdirinya ICMI pada tahun 1991 (al

Ismail, 1999:170).

Di era reformasi kontribusi umat Islam dalam perpolitikan di Indonesia

mulai semakin tampak dengan banyaknya partai Islam yang mengikuti pemilu.

Meskipun kekuatan politik umat Islam yang besar itu tidak diikuti oleh

kesepakatan dan persatuan sehingga dalam menjalankan visi dan misi Islam,

partai-partai Islam itu seringkali berseberangan dan tidak saling mendukung.

Bahkan dalam intern partai itu sendiri sering kali berbeda prinsip dan

pandangan sehingga menimbulkan perpecahan dalam partai itu sendiri.

2.5. Paradigma Hubungan Agama dan Negara Dalam Islam

Dalam islam, hubungan agama dan negara menjadi perdebatan yang

cukup panjang diantara pakar islam hingga kini. Bahkan menurut Azra

perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan berlangsung

hingga dewasa ini. Lebih lanjut Azra mengatakan bahwa ketegangan

perdebatan tentang hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan

yang agak canggung antara islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah),

berbagai eksperimen dilakukan dalam menyelaraskan antara din dengan

17

Page 21: Makalah Agama - B9.doc

konsep dan kultur politik masyarakat muslim, dan eksperimen tersebut dalam

banyak hal sangat beragam.

Dalam lintasan historis islam, hubungan agama dan negara dan sistem

politik menunjukan fakta yang sangat beragam. Banyak para ulama tradisional

beragumen bahwa islam merupakan sistem kepercayaan dimana agama

memiliki hubungan erat dengan politik. Islam memberikan pandangan dunia

dan makna hidup bagi manusia termasuk bidang politik. Dari sudut pandang

ini maka pada dasarnya dalam islam tidak ada pemisahan antara agama (din)

dan politik (dawlah). Argumentsi ini sering dikaitkan dengan posisi nabi

Muhammad ketika berada di Madinah yang membangun sistem pemerintahan

dalam sebuah negara kota (city-state). Di Madinah Rasulullah berperan

sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala agama.

Menyikapi realitas empitik tersebut, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa

posisi nabi saat itu adalah sebagai rasul yang bertugas menyampaikan ajaran

(al kitab) bukan sebagai penguasa. Kalaupun ada pemerintahan, itu hanyalah

sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan hanyalah sebagai alat

bagi agama bukan suatu ekstensi dari agama. Pandapat Ibnu Taimiyah ini

dipertegas dengan ayat Al-Quran yang artinya : “sesungguhnya kami telah

mengutus Rasul-rasul kami yang disertai keterangan-keterangan, dan kami

turunkan bersama mereka kitab dan timbangan, agar manusia berlaku adil, dan

kami turunkan besi, padanya ada kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat

bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong-Nya dan

(menolong, Rasul-nya yang ghaib (daripadanya) (Q.S 57 : 25). Dari ayat ini,

ibnu Taimiyah mengatakan bahwa agama yang benar wajib memiliki buku

petunjuk dan pedang penolong. Hal ini dimaksudkan bahwa kekuasaan politik

yang disimbolkan dengan pedang menjadi sesuatu yang mutlak bagi agama,

tetapi kekuasaan inti bukanlah agama itu sendiri.

Syafi’I Maarif menegaskan bahwa istilah dawlah yang berarti negara

tidak dijumpai dalam Al-Quran. Istilah dawlah memang ada di Al-Quran,

surat QS. 59 (al Hasyr) ayar 7, tetapi bukan bermakna negara. Istilah tersebut

dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau pergantian tangan

dari kekayaan.

18

Page 22: Makalah Agama - B9.doc

Sama halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad

Husein Haikal. Menurutnya prinsip-prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan

yang diberikan masyarakat yang diberikan oleh Al-Quran dan al-sunnah tidak

ada yang langsung berkaitan dengan ketatanegaraan. Lebih lanjut ia

mengatakan bahwa dalam islam tidak terdapat suatu sistem pemerintahan yang

baku. Umat islam bebas menganut sistem pemerintahan yang bagaimanapun

asalkan sistem tersebut menjamin persamaan antara para warga negaranya,

baik hak dan kewajiban dan juga dimuka hukum serta pengelolaan urusan

negara diselenggarakan atas syara atau musyawarah dengan berpegang kepada

tata nilai moral dan etika yang diajarkan islam.

Dalam lintas sejarah dan opini para teoritis politik Islam ditemukan

beberapa pendapat yang berkenaan dengan konsep hubungan agama dan

negara, antara lain dapat dirangkum ke dalam  (tiga) 3 paradigma, yakni

integralistik, simbiotik dan sekuleristik.

2.5.1. Paradigma Integralistik

Paradigma integralistik merupakan paham dan konsep hubungan

agama dan negara yang menganggap bahwa agama dan negara merupakan

suatu kesatuan yang tidak dapat tidak dipisahkan. Keduanya merupakan dua

lembaga yang menyatu (interated). Ini juga memberikan pengertian bahwa

negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.

Konsep ini menegaskan kembali bahwa islam tidak mengenal pemisahan

antara agama dan politik atau negara. Konsep seperti ini sama dengan konsep

teokrasi.

Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-negara.

Yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan

hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah kemudian paradigma integralistik

dikenal juga dengan paham islam : din wa dawlah. Yang sumber positifnya

adalah hukum agama. Paradigma integralistik ini anatara lain dianut oleh

kelompok islam Syi’ah. Hanya saja Syi’ah tidak menggunakan term dawlah

tetapi dengan term imamah. Dan juga ulama-ulama terkemuka lainnya yakni,

Al-Mawardi, Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, serta dikalangan ulama

19

Page 23: Makalah Agama - B9.doc

kontemporor seperti Rayid Ridho, kelompok-kelompok Ikhwanul Muslimin

seperti Hasan Al-Bana, Syaid Qutub, dan lain sebagainya.

2.5.2. Paradigma Simbiotik

Menurut konsep ini, hubungan agama dan negara dipahami saling

membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dalam kontek ini, agama

membutuhkan negara sebagai instrument dalam melestarikan dan

mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga memerlukan

agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan moral, etika,

dan spiritualitas.

Dalam paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa

adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban

agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak

bisa berdiri tegak (Taimiyah, al Siyasah al Syar’iyyah: 162). Pendapat Ibnu

Taimiyah tersebut meligitimasi bahwa antara agama dan negara merupakan

dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya,

konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya

social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari’at).

Pemikiran ini di anut kalangan-kalangan ulama islam yakni Ibnu Taimiyah,

Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghani, Yusuf Al-Qardawi dan lain-lain.

2.5.3. Paradigma Sekularistik

Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan (disparitas)

antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang

berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing,

sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain

melakukan intervensi. Berada pada pemahaman yang dikotomis ini, maka

hukum yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan

manusia melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum agama

(syari’ah).

Konsep sekularistik ini bisa dilihat dari pendapat Ali Abdul Raziq

yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah SAW pun tidak

20

Page 24: Makalah Agama - B9.doc

ditemukan keinginan Nabi Muhammad SAW untuk mendirikan agama.

Rasulullah SAW hanya penyampaian risalah kepada manusia dan

mendakwahkan ajaran agama kepada manusia. Paradigma ini dianut beberapa

ulama kontemporer yakni Ali Abdul Raziq, Muhammad Husain Haikal dan

lain-lain.

2.6. Pemikiran Politik Islam Kontemporer

Periode modern ditandai kolonialisme yang melanda negeri-negeri

muslim. Hampir seluruh dunia Islam berada di bawah penjajahan barat. Dunia

islam tidak mampu bangkit dari kemunduraan yang berkepanjangan. Ada tiga hal

yang melatarbelakangi pemikiran islam modern atau kontemporer:

a. Kemunduran Islam  disebabkan oleh faktor-faktor internal dan yang

berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian.

b. Rongrongan barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan dunia Islam

yang berakhir dengan penjajahan.

c. Keunggulan barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi.

Kecenderungan yang seperti itu membuat sebagian pemikir ada yang

mencoba meniru barat, ada juga yang menolak barat dan menghendaki kembali

kepada kemurnian Islam. Maka, dalam periode ini ada tiga kecenderungan 

pemikiran politik islam, yaitu integralisme, interseksion dan sekularisme.

Kelompok pertama memiliki pandangan  bahwa agama dan politik adalah

menyatu dan tidak terpisahkan. Karena tugas negara adalah menegakkan sehingga

negara Islam menjadi cita-cita bersama. karena itu syariat Islam menjadi hukum

negara yang dipraktikkan oleh seluruh umat Islam.

Kelompok ini diwakili oleh:

1) Muhammad Rasyid Ridha, yang menulis Al-Khilafah wa al-Imamah al-

Uzhma dan tafsir Al-Manar.

2) Hasan Al-Bana, pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin.

3) Abu al- A’la al-Maududi, yang menulis Al-Khilafah wal Mulk dan Islamic

Law and Constitution.

4) Sayyid Quthb, ideolog gerakan Ikhwanul Muslimin yang menulis

Al’adalah al-ijtima’iyah fi al-islam.

21

Page 25: Makalah Agama - B9.doc

5) Imam Khomeini, pemimpin revolusi islam Iran 1979.  

Kelompok kedua berpendapat bahwa agama dan politik melakukan

hubungan timbal balik yang saling bergantung. Agama membutuhkan negara

untuk menegakkan syariat. sementara negara membutuhkan agama untuk

mendapat legitimasi.

Kelompok ini diwakili oleh:

1) Muhammad Abduh, tokoh pembaharu Mesir

2) Muhammad Iqbal, bapak pendiri negeri Pakistan.

3) Muhammad Haykal, yang menulis Al-Humumat al-Islamiyat.

4) Fazlur Rahman, bapak pembaharu Pakistan yang mnulis Islam and

Modernity.

Kelompok ketiga memiliki pandangan bahwa agama harus dipisahkan

dengan negara dengan argumen Nabi Muhammad Saw tidak pernah

memerintahkan mendirikan negara. Terbentuknya negara dalam masa awal

Islam hanya faktor alamiah dan histois dalam kehidupan masyarakat, sehingga

tidak perlu mendirikan negara Islam.

Kelompok ini diwakili oleh:

1) Ali Abd al-Raziq, yang menulis Al-Islam wa Ushul al-Hukm.

2) Thaha Husein yang menulis Mustaqbal al-Tsaqafah fi Mishr.

3) Mustafa Kemal Attaturk, pendiri republic Turki Modern. 

Pokok-pokok pemikiran para tokoh Ali Abdul Raziq, Muhammad

Husain Haikal, dan Abdul Wahab Kholaf

1. Ali Abdul Raziq

Dalam masa pemerintahan Ali Abdul Raziq dalam bukunya al-

Islam wa Ushul al-Hukm menyebutkan bahwa seluruh apa yang dibawa

oleh Rasulullah hanyalah semata-mata syariat keagamaan yang murni

untuk Allah. Ia tidak memiliki kepentingan apapun dengan masalah yang

bersifat keduniaan sama sekali. Akan halnya masalah masyarakat, politik

maupun pemerintahan. Semuanya itu adalah persoalan dunia. Oleh karena

itu, dalam ajaran Islam tidak terdapat ketentuan tentang corak negara. Nabi

Muhammad SAW menurutnya hanya mengemban tugas dan misi rasul dan

22

Page 26: Makalah Agama - B9.doc

tidak membawa misi untuk membentuk negara.

Persoalan kemudian adalah apakah pendirian negara di Madinah

oleh Nabi berikut pengawasannya yang dapat diartikan sebagai tugas

pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas-tugas

kerasulannya? Pertanyaan seperti ini dijawabnya dengan mengemukakan

bahwa pemerintahan Nabi bukanlah bagian dari tugas kerasulannya,

melainkan tugas yang terpisah dan berada di luar dari misi yang

diembannya. Pemerintahan yang pernah dibentuk oleh Nabi, kata Ali

Abdul Raziq adalah urusan dunia yang tidak ada kaitannya dengan tugas

kerasulannya.  Untuk memperkuat pendapatnya ini, Ali Abdul Raziq

mengutip beberapa ayat Alquran, antara lain sebagai berikut:

a) Surat Ali Imran (3): 144, yang artinya, Muhammad Saw.

hanyalah seorang Rasul yang kelak didahului oleh wafatnya

rasul-rasul yang lain.

b) Surat al-Ghasyiah (88): 21, yang maksudnya, Rasulullah

hanyalah bertugas menyampaikan risalah Allah kepada umat

manusia.

Di samping mengutip ayat-ayat Alquran, ia juga menggunakan

argumen hadis nabi riwayat Muslim. Hadis tersebut berbunyi:  اعلم انتم

دنياكم Dari (Kamulah yang paling tahu tentang urusan duniamu)  بأمور

ayat-ayat dan hadis, Ali Abdul Raziq memahami bahwa soal negara atau

pemerintahan adalah urusan dunia, karena itu terserah kepada manusia

dengan cara apa dan bagaimana mengaturnya.

Sehubungan dengan pikiran-pikiran Ali Abdul Raziq ini, kembali

Dhiyauddin memberikan kritikan yang tajam. Menurutnya, Ali Abdul

Raziq memulai pokok-pokok pikiran dan keyakinannya yang keliru, yakni

suatu keyakinan atau motivasi yang sepenuhnya menafikan hakikat sistem,

syariat dan tujuan Islam. Dengan demikian, maka Islam dipahami

hanyalah seruan keagamaan belaka tanpa ada pelaksanaannya. 

Argumentasi yang digunakan Ali Abdul Raziq adalah ayat-ayat Alquran

periode Mekah, sedangkan pada periode ini kaum muslimin masih berada

di bawah tekanan pemerintah kafir Quraisy, sehingga tidak mungkin bagi

23

Page 27: Makalah Agama - B9.doc

mereka untuk melaksanakan syariat dalam kehidupan nyata. Akan halnya

periode sesudah itu, negara Islam sudah terbentuk dan syariat pun telah

sempurna diturunkan, sehingga Rasulullah SAW dan kaum muslimin

dapat melaksanakan perintah-perintah yang disyariatkan Allah yang

dibuktikan oleh sejarah. 

Selanjutnya, Dhiyauddin mengutip beberapa ayat Alquran yang

memerintahkan Rasulullah Saw. untuk merealisasikan risalahnya, seperti

QS. al-Tahrim (66) : 9, QS. al-Anfal (8) : 57 dan QS. al-Maidah (5) : 58.

Pendirian penulis, kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan

kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan. Keduanya mempunyai

hubungan yang erat. Salah satu doktrin Alquran yang memperkuat doktrin

ini adalah hablun min Allah wa hablun hablun min al-nas (QS. Ali Imran

(3): 112), artinya hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia

dengan manusia merupakan satu kesatuan. Untuk itu, masalah hubungan

agama (Islam) dan negara harus ditempatkan dalam konteks ini. Meskipun

Alquran dan sunnah Rasul tidak menentukan bagaimana bentuk

pemerintahan Islam, tetapi prinsip-prinsip umumnya sudah digariskan.

Karena itu, manusia diberikan kewenangan dan kebebasan untuk memilih

dan menentukan sendiri bentuk pemerintahan apa yang paling baik bagi

mereka.

Pemikiran Ali Abdul Raziq, tampaknya mendapat  kritikan keras

dari kalangan ulama Mesir, khususnya al-Azhar. Tantangan dan protes

keras itu terjadi dalam rapat Majelis  Ulama Besar al-Azhar pada tanggal

12 Agustus 1925, yang dihadiri sebanyak 24 orang ulama al-Azhar. Di

sinilah diputuskan bahwa isi buku al-Islam wa Ushul al-Hukm telah

bertolak keluar  dari seorang muslim, apalagi dari seorang ulama. Ali

Abdul Raziq akhirnya dikeluarkan dari jajaran ulama al-Azhar.

2. Muhammad Husain Haikal

Dalam masalah pemerintahan Husein Haikal termasuk dalam

paham kelompok yang berpendapat bahwa Islam tidak menentukan sistem

dan bentuk pemerintahan yang harus diikuti oleh Umat. Kalaupun ingin

24

Page 28: Makalah Agama - B9.doc

mengetahui sistem pemerintahan Islam, menurut Haikal kita harus kembali

kepada prinsip-prinsip utama yang telah ditetapkan dan yang dijadikan

sebagai landasan kehidupan manusia. Manakala kita sudah mengetahui

dan mencamkan prinsip-prinsip tersebut, tidak ada lagi keraguan bahwa

sesungguhnya Islam dan demokrasi sinkron dalam semua hal yang

esensial. Kita juga tidak meragukan bahwa sesungguhnya sistem mana

saja yang tidak mengakui kebebasan individu, solidaritas sosial, dan

pengambilan keputusan berdasrkan suara mayoritas adalah tidak sesuai

dengan prinsip-prinsip Islam. Singkatnya, setiap sistem yang tidak berdiri

di atas prinsip-prinsip demokrasi adalah tidak sesuai dengan kaidah-kaidah

utama yang ditetapkan dan diserukan oleh Islam. 

Haikal sendiri menyatakan sistem pemerintahan yang berdasarkan

permusyawaratan. model Islam harus dapat mewujudkan kebebasan,

persaudaraan dan persamaan bagi manusia- sebanding atau bahkan

melebihi dari yang dapat diberikan oleh sistem-sistem demokrasi dalam

pengertian sekarang. 

1) Prinsip-prinsip Negara Islam Demokrasi 

a) Prinsip persaudaraan

Dalam menetapkan prinsip ini, wawasan Islam luas sekali.

Islam tidak memasang rintangan dan batasan apapun. Persaudaraan

dalam Islam tidak hanya merupakan pemanis bibir atau sekadar

basa-basi, melainkan suatu prinsip yang sangat esensial.

Persaudaraan Islam juga suatu akidah yang harus ditumbuhkan

dalam jiwa setiap muslim dan tercermin dalam tindakan manusia.

Atau, kalau tidak, ia akan menjadi orang yang lemah imannya. 

Sebenarnyalah, selama ini arti solidaritas manusia yang kita

semua dambakan dan kita kampanyekan dengan sungguh-sungguh,

sampai beberapa hal berikut ini terwujud. Yaitu, persaudaraan di

antara sesama manusia dan di antara bangsa-bangsa. Sampai setiap

individu dan setiap bangsa benar-benar menyadari bahwa

sesungguhnya kewajiban persaudaraan menuntut seseorang merasa

bahagia melihat saudaranya mendapat kebahagiaan yang sama

25

Page 29: Makalah Agama - B9.doc

seperti apa yang ia rasakan.

b) Persamaan Dalam Islam

Adapun persamaan dalam Islam merupakan contoh yang

tertinggi yang patut diteladani. Bagi Islam, persamaan tidak hanya

sebatas yang ditetapkan undang-undang, tetapi lebih dari itu juga

mencakup persamaan di hadapan Allah. Persamaan Islam sama

sekali tidak memperhitungkan keterpautan rezeki, keterpautan

ilmu, dan berbagai keterpautan lain yang bersifat duniawi.  Apabila

kepercayaan terhadap konser persamaan di depan undang-undang

adalah salah satu sendi demokrasi, apalagi kepercayaan terhadap

konsep persamaan di hadapan Allah. Allah adalah sumber setiap

hukum dan segala sesuatu, kekuatan satu-satunya yang

menciptakan dan mengatur alam.

c) Kebebasan,

Prinsip Islam Yang Termulia Dewasa ini, kebebasan bisa

berarti mempunyai hak dan boleh menggunakan sekehendak anda,

asal Anda tidak merugikan dan tidak mengganggu kebebasan orang

lain. Dalam kenyataannya, Islam memang memberikan kebebasan

penuh kepada manusia, kecuali, tentu dalam hal-hal yang dikenai

sanksi dan syara’nya.

Hanya saja, menurut Haikal bentuk kebebasan yang tersurat

dan tersirat dalam semboyan Revolusi Perancis adalah yang

terpenting, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat. Orang

mungkin tidak percaya bahwa kebebasan ini juga telah ditetapkan

dalam ajaran Islam, justru dalam bentuk dan makna yang lebih

luas. Secara historis kebebasan ini lebih banyak dipraktekkan

dalam dunia Islam pada zaman klasik dan pertengahan. Pada masa-

masa itu, tulis Haikal tidak dikenal adanya batasan bagi kebebasan

berpikir, selama kebebasan berpikir itu tetap berada dalam jalur

benar. Kita lihat misalnya bagaimana di kalangan kaum muslimin

Ahli Sunnah terdiri dari empat madzhab. Seluruh kaum Muslimin

menghormati keempat madzhab tersebut, kendati di antara mereka

26

Page 30: Makalah Agama - B9.doc

ada perbedaan dalam berpikir dan berpendapat. Madzhab-madzhab

ini ditetapkan oleh para imam yang diakui kelebihannya oleh

segenap kaum musllimin, dalam tingkat keimanan dan kedudukan

mereka yang tinggi.

2) Implementasi Prinsip-Prinsip Negara Islam Demokrasi

a) Tasyri’ (Perbuatan Undang-undang) dan Hukum Kebebasan

Persaudaraan dan persamaan yang merupakan semboyan

demokrasi dewasa ini juga termasuk di antara prinsip-prinsip

utama Islam. Prinsip-prinsip itulah yang menjadi dasar terciptanya

solidaritas sosial dan bagi tegaknya sistem pemerintahan

demokrasi atau pemerintahan Islam.

Prinsip-prinsip ini secara nyata menuntut suatu bangsa

melakukan pengambilan keputusan melalui suatu lembaga

perwakilan yang benar, perdebatan yang bebas dan menerima

prinsip suara mayoritas. Dalam hal pengambilan keputusan ini

gejala pertama yang tampak adalah tentang masalah tasyri’

(legislation) dan masalah hukum. Karenanya, seseorang, betapa

tinggi kedudukannya, tidak berhak menetapkan sesuatu keputusan

secara paksa. Atau menetapkan undang-undang suatu Negara yang

tidak dikehendaki oleh kehendaknya yang bebas.

Hakim yang adil di Negara Islam selalu memiliki

kekuasaan dan tidak memihak, seperti yang juga dimiliki oleh

hakim adil di semua Negara demokrasi. Tak seorangpun dapat

menguasai atau mendikte hakim semacam ini, yang kekuasaannya

menjangkau seluruh masyarakat. Dan selama masyarakat dapat

menerima keadilannya, sang hakim dibenarkan melakukan ijtihad

kalau memang menemukan caranya. 

b) Islam, dan Bentuk-bentuk Pemerintahan Demokrasi

Haikal menyatakan secara jelas, bahwa ada sementara

orang yang mencoba menggambarkan Islam dengan cara yang

berbeda. Dan untuk menopang pendapatnya, ia mengatakan bahwa

sesungguhnya tasyri’ dan hukum Islam sangat terikat oleh al-

27

Page 31: Makalah Agama - B9.doc

Qur’an. Dan itu, katanya, merupakan kendala bagi perkembangan

yang amat tidak disukai oleh sistem demokrasi.

Sebenarnya menurut Haikal apabila kita menyimak kembali

pemerintahan islam dari era-era permulaan, tepatnya dari 1.400

tahun lebih yang lalu, kita akan menemukan bahwa prinsip utama

demokrasi sebenarnya prinsip milik Islam. Boleh jadi bentuk

sistem pemerintahannya berbeda dengan yang kita kenal sekarang,

namun dan tujuan dan prinsipnya tetap sama. Kalau menengok

kembali peristiwa pembai’atan Abu Bakar, Umar dan Utsman kita

akan menemukan secara gamblang maknanya yang hakiki. Dimana

para khalifah hanya memiliki kekuasaan eksekutif, sebagaimana

dalam sistem demokrasi. Boleh jadi kekuasaan eksekutif itu tidak

memiliki lembaga pengawasa, yang memungkinkan mereka

bertindak sebagai dictator tanpa harus mempertanggung

jawabkannya kepada siapa pun. Atau harus mempertanggung-

jawabkannya, mereka diawasi oleh sebuah lembaga pengawasan

seperti fungsi parlemen seperti di Negara-negara Eropa, atau

lembaga legislative seperti di Amerika. Jika tindak-tanduk khalifah

diawasi, apapun bentuknya, tak perlu diragukan lagi bahwa

pemerintahan Islam itu juga menerapkan sistem demokrasi.

Meskipun bentuknya tidak sama seperti yang kita kenal sekarang,

namun prinsip dan dasarnya sungguh ideal. 

c) Masa Jabatan Pemimpin Islam

Masa-masa pertama masa jabatan seorang pemimpin Islam

tidak dibatasi seperti yang berlaku pada pemimpin republik

sekarang. Yang jelas pemikiran kea rah itu belum dirasakan

penting oleh orang-orang Islam terdahulu, lantaran adanya

pertimbangan yang cukup penting. Kemudian mengenai kehidupan

Internasional yang jelas, Islam tidak melalaikan hubungan dengan

dunia internasional, yang telah dikenalnya sejak awal

pertumbuhannya. Hubungan internasional ini dikenal ratusan

bahkan ribuan tahun sebelum Islam. Akan tetapi yang

28

Page 32: Makalah Agama - B9.doc

mengherankan sementara orang adalah seruan Islam menjalin

hubungan dan kerjasama internasional. Inilah kemudian

diwujudkan oleh Negara-negara demokrasi pada tahun 1919.

Salah satu prinsip penting yang ditetapkan oleh Islam adalah

menghormati perjanjian dan tidak merusaknya. Prinsip ini sangat

esensial dalam kehidupan internasional Islam. Begitu pentingnya,

sampai kaum muslim terdahulu rela berkorban besar demi

menghormati perjanjian. Bagaimana Islam dan demokrasi bertemu

dalam segala hal yang mendasar. Dalam pembahasan terdahulu

sudah ditegaskan, bahwa keduanya bertemu dalam prinsip-prinsip

umum. Juga dalam asas legislative (tasyri’) dan hukum, dalam

sistem pemerintahan, serta dalam aturan tentang hubungan

internasional. 

3. Abdul Wahab Kholaf

Dalam masalah Pemerintahan Abd al-Wahhab Khallaf seorang

pakar hukum Islam pada fakultas hukum Universitas Kairo di Mesir,

sejauh ini kita mengenal Prof. Abd al-Wahhab Khallaf sebagai ahli

dalam bidang hukum Islam terutama kajian ushul al-Fiqh  (dasar-dasar

hukum Islam) bukan yang lain. Akan tetapi, disanalah uniknya, ternyata

Prof. Abd al-Wahhab Khallaf juga banyak mengamati persoalan hukum

tata negara Islam dan aliran politik Islam. Hal itu dapat dilihat dalam

bukunya berjudul Al-Siyasah al-Syar’iyyah, beliau membahas dasar-

dasar politik dan pemerintahan dalam perspektif Islam. Pembahasan

beliau dalam buku tersebut banyak berkaitan dengan upaya pelaksanaan

prinsip-prinsip syariat Islam dan kemaslahatan umat. Artinya, untuk

melaksanakan dua aspek ini dari segi  siyasah  syar’iyah memerlukan

adanya lembaga sebagai instrument pelaksanaannya, yaitu pemerintahan.

Menurut Khallaf, pembagian kekuasaan adalah sebuah keniscayaan,

sebagai konsekuensi dari pemerintahan konstitusional yang bersendikan

musyawarah. Kewenangan kepala  negara berasal dari rakyat dan adanya

pertanggung jawaban kepala  negara. Lebih lanjut Khallaf menegaskan

29

Page 33: Makalah Agama - B9.doc

bahwa kekuasaan  negara dapat didelegasikan kepada, kekuasaan

membuat undang-undang (al-sulthat at-tasyri‟iyat), kekuasaan peradilan

atau kekuasaan kehakiman (al-sulthat al-qadhaiyat), dan  kekuasaan

melaksanakan undang-undang (al-sulthat al-tanfiziyat) masing-masing

istilah dapat diidentikkan dengan istilah kekuasaan  legislatif, eksekutif

dan kekuasaan yudikatif.

Adapun sumber hukum bagi pemerintahan Islam terdiri dari

hukum dasar Ilahi yang disyariatkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan

yang ditetapkan oleh lisan Rasul-Nya. Sumber ketiga menurut Khallaf

adalah hukum produk ijtihad penguasa (wulat al-amr) yang tidak

bertentangan dengan hukum dasar untuk mewujudkan kemaslahatan

rakyat. 

2.7. Garis-Garis Besar Politik (Siyasah) Menurut Islam

Garis-garis besar politik/ siasah Islam meliputi tiga Aspek:

a. Siyasah Dusturiyyah, adalah siyasah yang mengatur hubungan warga

Negara dengan lembaga Negara yang satu dengan warga Negara dan

lembaga Negara yang lain dalam batas-batas administrasi suatu

Negara.

b. Siyasah Dauliyyah, ialah siyasah yang mengatur antara warga Negara

dengan lembaga Negara dari Negara yang satu dengan warga Negara

dan lembaga Negara dari Negara lain.

c. Siyasah Maliyyah, ialah siyasah yang mengatur tentang pemasukan,

pengelolaan, dan pengeluaran uang milik Negara.

2.7.1. Siyasah Dusturiyah

Siyasah Dusturiyyah, adalah siyasah yang mengatur hubungan warga

Negara dengan lembaga Negara yang satu dengan warga Negara dan lembaga

Negara yang lain dalam batas-batas administrasi suatu Negara.

Permasalahan di dalam siyasah dusturiyah adalah hubungan antara

pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan dalam

masyarakatnya. Ruang lingkup pembahasan siyasah dusturiyah itu sendiri

30

Page 34: Makalah Agama - B9.doc

dibatasi hanya dalam pembahasan tentang pengaturan dan perundang-

undangan yang dituntut oleh halihwal kenegaraan dari segi persesuaian

dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia

serta memenuhi kebutuhanya. Kata “dusturi” berasal dari bahasa persia.

Semula artinya adalah seorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang

politik maupun agama.

Sumber-sumber siyasah   Dusturiyah   diantaranya ialah:

a. Al-Quran, yaitu ayat-ayat yang berhubungan dengan prinsip-prinsip

kehidupan masyarakat.

b. Hadits, terutama yang berhubungan dengan imamah dan

kebijaksanaan Rasulullah dalam menerapkan hukum Negara.

c. Kebijakan-kebijakan khilafa rasyidin dalam mengendalikan

pemerintahan.

d. Ijtihad para ulama.

e. Adat kebiasaan suatu bangsa yang tidak bertentangan dengan

prinsip-prinsip al-Quran dan Hadits.

2.7.2. Siyasah Dauliyah

Siyasah Dauliyah ialah siyasah yang mengatur antara warga Negara

dengan lembaga Negara dari Negara yang satu dengan warga Negara dan

lembaga Negara dari Negara lain.

Siyasah dauliyah  mengatur hubungan antara warga Negara dengan

lembaga Negara dari Negara yang satu dengan warga Negara dan lembaga

Negara dari Negara lain. Dalam hubungan Internasional asas damai

merupakan asas hubungan international, alasanya adalah perang itu

diperkenankan karena ada sebabnya, yaitu menolak kezaliman, menghilang

fitnah, dalam rangka mempertahankan diri. Konsekuensi dari asas damai

sebagai hukum asal dalam hubungan internasional adalah perdamaian saling

membantu dalam kebaikan. Maka:

a. Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.

b. Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai

musuh.

31

Page 35: Makalah Agama - B9.doc

c. Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung

kepada damai

d. Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.

Subjek hukum dalam siyasah dauliyah adalah Negara, setiap Negara

mempunyai kewajiban. Kewajiban terpenting adalah menghormati hak-hak

Negara lain dan melaksanakan perjanjian yang telah dibuat. Semua Negara

yang ada di dunia ini adalah bertetangga, karena itu dalam hubungan antar

Negara diterapkan kewajiban menghormati Negara sebagai tetangga Negara

kita. Landasan dari kewajiban tersebut adalah

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan

tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan

membangga-banggakan diri.” (QS An-Nisaa: 36)

Sedangkan  mengenai perjanjian antar Negara yang diistilahkan

dengan al-ittifak (kesepakatan) terdapat syarat-syarat tertentu yang mengikat

suatu perjanjian.

a. Yang mengadakan perjanjian memiliki kewenangan.

b. Kerelaan dari kedua belah pihak.

c. Isi perjanjian dan objeknya  tidak dilarang oleh syariat islam.

d. Penulisan perjanjian.

e. Menaati perjanjian

Hubungan internasional dalam peperangan juga diatur dalam siyasah

dauliyah ini, dalam kondisi perang keadaan darurat  itu sangat nyata pilihanya

hanya dua membunuh dan dibunuh. Itulah hukum perang yang nyata hanya

saja kaum muslimin yang berjihad fisabilillah tahu persis sesuai dengan

pandangan hidupnya, untuk agama dia berperang, dan apa makna syahid di

medan perang, karena itu sangat penting untuk diketahui kenapa perang harus

terjadi:

a. Perang dalam islam untuk mempertahankan diri.

b. Perang dalam rangka dakwah.

32

Page 36: Makalah Agama - B9.doc

c. Perang untuk melindungi hak Negara yang sah yang dilanggar oleh

suatu Negara lainnya tanpa sebab yang dapat diterima.

Perang yang tidak sah menurut Ali Mansur adalah suatu peperangan

yang bermaksud untuk memperluas wilayah, perluasan pengaruh, dan

keinginan untuk menduduki dan menguasai Negara lain. Peperangan dalam

siyasah dauliyah disertai dengan aturan-aturan yang dibenarkan dalam Islam,

diantaranya yaitu:

a. Adanya pengumuman perang yang memungkinkan sampainya berita

itu kepada musuh.

b. Adanya etika dan aturan dalam peperangan seperti dilarang membunuh

anak-anak, dilarang membunuh wanita-wanita yang tidak ikut

berperang juga dilarang memperkosa.

c. Dilarang membunuh orang yang sudah tua apabila orang-orang tua itu

tidak ikut berperang.

d. Tidak merusak pohon, sawah, dan ladang.

e. Tidak merusak binatang ternak.

f. Tidak menghancurkan rumah-rumah peribadatan.

g. Dilarang mencincang mayat musuh.

h. Dilarang membunuh pemuka agama.

i. Tidak melampaui batas

Peperangan bisa dihentikan dengan upaya-upaya untuk segera

memberhentikan peperangan. Perhentian peperangan bisa terjadi dengan

berbagai kemungkinan antara lain:

a. Peperangan bisa dihentikan karena tercapainya tujuan perang.

b. Peperangan dihentikan dengan adanya perjanjian damai. Sedangkan

perjanjian dapat dibatalkan apabila musuh menghianati janji yang telah

dibuat dan disetujui.

2.7.3. Siyasah Maliyyah

Siyasah Maliyah ialah siyasah yang mengatur tentang pemasukan,

pengelolaan, dan pengeluaran uang milik Negara.

Pengaturan dalam siyasah maliyah di orientasikan untuk mengatur

33

Page 37: Makalah Agama - B9.doc

kemashlahatan masyarakat. Di dalam siyasah maliyah diantaranya mengatur

hubungan dengan masyarakat yang menyangkut harta. Konsep tentang

sumber-sumber pemasukan dan kaidah-kaidah dalam pembelanjaan keuangan

Negara ini merupakan salah satu butir pemikiran fuqaha' yang cukup penting.

Menurut Ibn Taimiyah dalam bukunya Al-Siyasah, sumber keuangan

negara terdiri dari zakat, ghanimah, danfai'. Sumber-sumber lainnya yang

tidak termasuk kategori zakat dan ghanimah, dimasukkan dalam istilahfai'.

Sedangkan prinsip dalam pembelanjaan keuangan negara berpijak pada skala

prioritas menurut tingkat kemaslahatan yang paling tinggi bagi rakyat, yang

alokasinya diberikan dalam bentuk gaji, subsidi, pembangunan, dan lain-lain.

Berbeda dengan pandangan Ibnu Taimiyah diatas, pandangan al-

Mawardi relative lebih detail dan operasional. Bagi al-Mawardi, sumber-

sumber pemasukan keuangan negara sangat beragam, baik yang bersifat

normative seperti zakat, ghanimah, danfai', maupun yang ijtihadi,

seperti jizyah, kharaj, 'usyr dan lain-lain. Pemaparan yang operasional terlihat

dalam penjelasan al-Mawardi bahwa seluruh kegiatan pemasukan dan

pembelanjaan keuangan Negara dilakukan dengan system pengadministrasian

(diwan) yang ketat dalam hubungannya dengan kedudukan bait al-mal.

Menurutnya, adminitrasi negara terdiri dari empat bagian, yaitu bagian yang

mengurusi data diri tentara dan besaran gajinya, bagian pencatatan wilayah-

wilayah yang berada dalam kekuasaan negara Islam, bagian pencatatan

pegawai negara dan bagian pencatatan bait al'mal.

Pengaturan harta dalam Siyasah Maliyah mengacu pada prinsip-prinsip

yang digalidari Al-Qur'an dan Hadits. Prinsip-prinsip tersebut adalah;

a. Prinsip tauhid dan isti'mar, yaitu pandangan bahwa hanya Allah yang

menciptakan alam semesta dan disediakan untuk manusia.

b. Prinsip distribusi rizki, yaitu pandangan bahwa harta kekayaan adalah

rizki dari Allah.

c. Prinsip mendahulukan kemaslahatan umum, yaitu pandangan bahwa

hartake kayaan itu hakikatnya milik Allah.

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam

sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh

34

Page 38: Makalah Agama - B9.doc

para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain

dating menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak

para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).

Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah

mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti

memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan

kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh

kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa

dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya,

menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada

saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan)

Perlu diketahui bahwa, selain sebagai rasul Allah, Muhammad SAW

juga berperan sebagai kepala negara dan pemerintaha. Seperti yang sudah

diapaparkan diatas, beliaulah yang menentukan dilaksanakannya perang,

dikirimkannya duta perdamaian ke negara tetangga, pengaturan

perekonomian, memimpin musyawarah, dengan tidak melupakan Sang Maha

Suci Allah SWT sebagai pelindungnya, penganugerah keamanan, dan

pensejahtera masyarakatnya.

35

Page 39: Makalah Agama - B9.doc

BAB III : PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan bahwa

Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam

sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok serta penanganan urusan

umat baik urusan dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan kaidah-kaidah

syariat islam. Politik islam identik denga siasah (mengatur). Prinsip-prinsip dasar

siasah dalam islam meliputi mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, keharusan

musyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah, selalu amanah

dan menetapkan hukum secara adil, mentaati Allah SWT, Rasul SAW dan ulil

amri (pemeggang kekuasaan), mendamaikan konflik antar kelompok dalam

masyarakat islam, mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan

agresi dan invasi, mementingkan perdamaian dari pada permusuhan,

meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan, menepati

janji dan beredarnya harta pada seluruh lapisan masyarakat.

Di dalam objek pembahasan politik islam meliputi: Siyasah dusturiyah

(hukum tata negara), Siyasah dauliyah (hukum internasional), Siasah maaliyah

(hukum yang mengatur pemasukan, pengelolahan dan pengeluaran uang milik

negara). Islam merupakan agama yang serba lengkap, selain mencakup persoalan

spiritual juga politik. Oleh karena itu, umat Islam melalui ajarannya telah

memberikan konstribusi yang dapat dikatakan cukup signifikan terhadap

kehidupan politik dunia internasional maupun nasional. Islam telah membentuk

Civic Culture, yaitu budaya bernegara yang meliputi solidaritas nasional, ideologi

jihad dan kontrol sosial.

3.2. SARAN

Semoga di masa depan sistem politik islam dapat lebih di pahami dan di

terapkan tidak hanya sebagai kover namun juga menjadi acuan dalam berpolitik

agar dalam berpolitik kita dapat sesuai ketentuan Allah swt. Umat Islam di

36

Page 40: Makalah Agama - B9.doc

Indonesia seharusnya berani untuk mengambil alih pemerintahan sehingga nilai-

nilai Islam akan terwujud di masyarakat Indonesia sendiri.

37

Page 41: Makalah Agama - B9.doc

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Effendi. 1998. Islam dan Negara. Jakarta : Paramadina

Baiquni.2009.”Pemilihan Khalifah” https://baiquni337.wordpress.com/

2009/03/22/ pemilihan-khalifah-islam/.

Hamzah, Lukman.2012.” Sistem Pemilihan Khalifah”. Diambil dari

https://luqmanhamzah. wordpress.com/2012/06/15/sistem-pemilihan-

khalifah/.

Munawir, Sjadzali. 1990. Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah dan pemikiran.

Jakarta : UI-Press. Cet. Ke- II

Meutia.2010.http://meutzolkin.blogspot.com/2010/12/makalah-agama-tentang-

politik-islam.html (diakses tanggal 3 maret 2015)

Nurhasan, dkk. 2011. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian

Agama Islam. Palembang : Unsri.

Suteja, Amar.2012.”Sistem Pemilihan Khilafah”. Diambil dari http://amarsuteja.

blogspot.com/2012/12/sistem-pemilihan-khilafah.html.

Syadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press. 1993

Syafie`ie, Inu Kencana. Ilmu Pemerintahan & Al-Quran. Jakarta: Bumi Aksara.

2004

Tahqiq, Nanang. Politik Islam. Jakarta: Prenada Media. 2004

Thaba,Abdul Aziz. 1996. Islam dan Negara. Jakarta : Gema Insani Press

38