Makalah Agama
-
Upload
yulianaseputra -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
Transcript of Makalah Agama
LINGKUNGAN DALAM PERSFEKTIF ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam tugas kali ini makalah yang kami buat akan membahas tentang “adab terhadap
lingkungan dalam prespektif islam”. Dalam agama islam kita sebagai makhluk hidup
yang tinggal di bumi harus dapat menyelaraskan diri dengan lingkungan yang telah
memberi kita kehidupan dan menyediakan berbagai kebutuhan hidup kita. Di dalam
agama islam kita diajarkan untuk saling menghormati antar sesamanya, manusia dengan
manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup lainnya. Bahkan banyak
ayat dalam Al-Quran dan Hadis yang telah membicarakan hal ini.
Kami mengambil tema dan judul makalah ini dikarenakan di dunia yang semakn tua ini
keadaan alam sudah semakin rusak dan bahkan manusia sebagai makhluk hidup yang
mendiami alam tidak mau bersahabat dengannya.
1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada kasus ini adalah :
1. Apakah umat muslim dimuka bumi hidup selaras dengan lingkungan yang ada
disekitar kita?
2. Apa yang menyebabkan manusia merusak lingkungan alam sekitar mereka?
3. Bagaimana cara meminimalisir kejahatan manusia terhadap lingkungan?
4. Apa upaya yang dapat dilakukan agar lingkungan dan alam dapat terus menyediakan
berbagai kebutuhan manusia?
1. Tujuan
Dengan pembuatan makalah tentang adab terhadap lingkungan dalam prespektif islam
pada dasarnya mempunyai tujuan yaitu :
1. Membuat lingkungan dan alam yang ada disekitar kita masih mau menyediakan
kebutuhan hidup kita.
2. Menyadarkan manusia betapa pentingnya peranan lingkungan dan alam sekitar kita
bagi kelangsungan hidup kita.
3. Membuat hijau bumi kita agar makhluk hidupnya hidup dengan tenteram.
BAB II
PEMBAHASAN
Islam mengajarkan hidup selaras dengan alam. Banyak ayat Al-quran maupun hadis
yang bercerita tentang lingkungan hidup. Dan kitab fikih yang menjadi penjabaran
keduanya, masalah lingkungan ini masuk dalam bidang jinayat (hukum). “Artinya, kalau
sampai ada seseorang menggunduli hutan dan merusak hutan, itu harus diberlakukan
sanksi yang tegas. Harus dicegah. Harus dihukum,” ujar mantan Rois A’am Nahdlatul
Ulama, Prof KH Ali Yafie, Selasa (6/2). Kepada Damanhuri Zuhri dari Republika, penulis
buku “Merintis Fiqh Lingkungan Hidup” ini bertutur banyak tentang kearifan terhadap
alam menurut ajaran Islam.
Ada dua ajaran dasar yang harus diperhatikan umat Islam. Dua ajaran dasar itu
merupakan dua kutub di mana manusia hidup. Yang pertama, rabbul’alamin. Islam
mengajar bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan semesta alam. Jadi bukan Tuhan manusia
atau sekelompok manusia, bukan itu. Dari awal manusia yang bersedia mendengarkan
ajaran Islam sudah dibuka wawasannya begitu luas bahwa Allah SWT adalah Tuhan
semesta alam. Orang Islam tidak boleh berpikiran picik, Allah SWT bukan saja Tuhan
kelompok mereka, Tuhan manusia, melainkan Tuhan seluruh alam. Jadi Tuhan yang kita
sembah adalah Tuhan semua alam. Dan alam di hadapan Tuhan, sama. Semuanya
dilayani oleh Allah, dilayani oleh Allah sama dengan manusia.
Kutub yang kedua adalah rahmatan lil’alamin. Artinya manusia diberikan sebagai amanat
untuk mewujudkan segala perilakunya dalam rangka kasih sayang terhadap seluruh
alam. Kalau manusia bertindak dalam semua tindakannya berdasarkan kasih sayangnya
kepada seluruh alam, tidak saja sesama manusia, namun juga kepada seluruh alam.
Dalam Alquran ada ayat yang mengatakan ”Laa tufsiduu fil ardhi ba’da ishlahiha (jangan
merusak alam ini, merusak bumi ini sesudah ditata sedemikian baik). Sekarang orang
mengatakan teorinya keseimbangan, itu sebenarnya yang dimaksud dengan kata-kata
ba’da ishlaahiha. Jadi kalau berbicara mengenai lingkungan alam, itu bagi Islam sejak
awal sudah dibicarakan. Dunia Barat, dunia modern baru ribu dengan masalah
lingkungan alam baru di penghujung abad ke-20. Sebelumnya mereka sudah merusak
alam.
Artinya, seorang Muslim yang benar-benar meyakini Alquran dan hadis, dia tidak akan
sewenang-wenang terhadap alam
Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan penuh harap (akan
dikabulkan). Sesungguhnya, rahmat Allah sungguh dekat dengan orang-orang yang
berbuat baik.(QS. al-A’raf/7: 56)
Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam dilihat sebagai penyebab utama
terjadinya bencana alam seperti longsor maupun banjir di Indonesia dalam kurun waktu
setahun terakhir ini. Bencana alam ini tidak hanya telah mengakibatkan ratusan manusia
kehilangan nyawa, tetapi juga ribuan manusia kehilangan tempat tinggal mereka.
Bencana lingkungan seperti tsunami, banjir, tanah longsor, lumpur, dan gempa adalah
sederet bencana yang datang silih berganti. Tetapi, bencana-bencana tersebut tidak
selamanya disebabkan faktor alam. Banjir dan tanah longsor misalnya, merupakan
bencana yang tidak bisa dipisahkan dengan faktor manusia yang kurang ramah dengan
alam dan lingkungannya sendiri.
Malapetaka ini disebabkan oleh rusaknya lingkungan dan hancurnya ekosistem alam,
krisis ekologi, karena kerakusan manusia, eksploitasi liar tanpa henti terhadap alam
adalah bukti konkrit pada saat ini.
Dalam pelajaran ekologi manusia, kita akan dikenalkan pada teori tentang hubungan
manusia dengan alam. Salah satunya adalah anthrophosentis. Di sana dijelaskan
mengenai hubungan manusia dan alam. Dimana manusia menjadi pusat dari alam.
maksudnya semua yang ada dialam ini adalah untuk manusia.
Allah SWT. juga menjelaskannya dalam Al Qur’an, bahwa semua yang ada dialam ini
memang sudah diciptakan untuk kepentingan manusia.“Dia-lah Allah, yang menjadikan
segala yang ada di bumi untuk kamu” (al Baqarah: 29). tapi berbeda dengan
anthoroposentris yang menempatkan manusia sebagai penguasa yang memiliki hak
tidak terbatas terhadap alam, maka islam menempatkan manusia sebagai rahmat bagi
alam..“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.”(al Anbiyaa’:107)
Kita sudah sama-sama tahu bahwa, pemanfaatan alam yang berlebihan selama ini telah
menimbulkan dampak negatif yang besar bagi manusia dan alam itu sendiri. Rusaknya
hutan, bencana banjir, tercemarnya air, tanah dan udara. Semua itu merupakan contoh
nyata dari hasil pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebih-lebihan. Allah SWT
memang melarang kita berlebih-lebihan dalam memanfaatkan alam.“…dan janganlah
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.” (al An’am:141).
Akibat perbuatan manusia yang rakus manusia saat ini besok dan dimasa yang akan
datang harus menanggung resiko menghadapi kekuatan alam yang maha dahsyat.
Langkah strategis perlu dilakukan denagan melakukan pendekatan-pendekatan yang
lebih spritualis. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi strategi melalui jalur sains dan
jalur-jalur lainnya yang mulai terhambat.
Pengendalian kerusakan lingkungan harus dimulai dari pengendalian manusia sebagai
subjek atas lingkungan lingkungan itu sendiri. Adalah hal yang fatal ketika harus
mendikotomikan antara peran lingkungan dan manusia, karena manusia adalah bagian
dari tata ekosistem lingkungan itu sendiri dan itu sudah given tidak bisa diutak atik lagi.
Indonesia Kini
Ketika alam sudah marah, siapakah yang salah? Alamkah atau manusia terlalu serakah?
Tapi fakta membuktikan, manusia seringkali memperlakukan alam secara tidak
proporsional. Padahal semestinya manusia bersikap ramah terhadapnya.
Sebuah rekor yang patut disayangkan dan memalukan. Negara masuk buku rekor dunia
(Guinness World Records) yang dirilis bulan September pada tahun 2005. Indonesia
dijuluki sebagai perusak hutan tercepat di dunia dari 44 negara yang secara kolektif
memiliki 90 % dari luas hutan di dunia.
Atas penilaian itu, kita sebenarnya tak perlu mencari alasan untuk memungkirinya.
Bagaimana pun, kita mesti mengakui, kasus pembalakan hutan secara liar telah menjadi
fakta. Sudah tak terhitung jumlah hutan yang digunduli oleh tangan-tangan usil tak
bertanggung jawab. Dalam surat resmi berisi sertifikat yang dikirimkan oleh Green Peace
tercatat, sekitar 1,8 juta hektare hutan yang dihancurkan pertahun mulai tahun 2000
sampai 2005, berarti kehancuran hutan sekitar 2 % atau 51 kilometer perhari. Sungguh
luar biasa. Saking parahnya, anggota Komisi V (Bidang Kehutanan), Tamsil
memperkirakan + 40-50 tahun lagi, hutan Indonesia akan pulih seperti sedia kala.
Lebih lanjut, Hasporo menjelaskan penyebab deforestasi (penurunan luas hutan) adalah
illegal logging (penebangan hutan tanpa izin pemerintah), legal loging (penebangan
hutan dengan izin melalui HPH -Hak Pengelola Hutan- dan HTI -Hutan Tanaman Industri)
dan juga akibat kebakaran hutan. Kasus deforestasi ini, menurut juru kampanye hutan
Green Peace, Bustar Maitar juga memberi dampak pada sumbangan emisi gas rumah
kaca yang mengakibatkan global warming (pemanasan global). Dalam hal ini, Indonesia
termasuk penyumbang terbesar ketiga setelah Amerika dan Tiongkok. Ini artinya,
Indonesia juga turut ambil bagian atas terjadinya pemanasan global.
Jika masalah kerusakan hutan tak segera ditangani, bukan tidak mungkin hutan di
Indonesia akan punah. Dalam hal ini, pemerintah sebenarnya telah mempunyai agenda
berupa penghentian penebangan sementara (moratorium). Hanya saja, pemerintah
masih lemah dalam penegakan hukum. Masih banyak penebang liar yang lolos dari
jeratan hukum. Ini pasti ada pihak aparat yang menyusup menjadi si ‘Raja Hutan’.
Padahal, dampak kerusakan hutan ini sungguh berbahaya. Sebagian besar kawasan
Indonesia telah menjadi kawasan rentan bencana. Baik bencana kekeringan, maupun
tanah longsor. Sejak 1998 sampai pertengahan 2003, telah terjadi 647 bencana di
Indonesia dengan korban 2.022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah. 85 % berupa
banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan. (Jawa Pos, Jum’at 04 Mei 2007)
Selain itu, kerusakan hutan bisa menimbulkan polusi udara, yang menyebabkan
mewabahnya pelbagai penyakit, seperti saluran pencernaan, influenza, pernafasan,
lading paru-paru, jaringan kulit dan sebagainya. Kita tentu tak ingin dampak buruk ini
terjadi di negeri kita. Karena itu, pemerintah harus secepatnya melakukan renovasi
hutan, apalagi pada tahun ini, anggaran sebesar 4.2 triliyun dialokasikan untuk
keperluan rehabilitasi hutan.
Relasi Peran dan Fungsi Agama (Islam) dengan Lingkungan
Ajaran Islam menawarkan kesempatan untuk memahami Sunatullah serta menegaskan
tanggung jawab manusia. Ajaran Islam tidak hanya mengajarkan untuk mengambil
manfaat dari sumber daya alam, tetapi juga mengajarkan aturan main dalam
pemanfaatannya dimana kesejahteraan bersama yang berkelanjutan sebagai hasil
keseluruhan yang diinginkan.
Salah satu Sunnah Rasullullah SAW menjelaskan bahwa setiap warga masyarakat berhak
untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumberdaya alam milik bersama untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sepanjang dia tidak melanggar, menyalahi
atau menghalangi hak-hak yang sama yang juga dimiliki oleh orang lain sebagai warga
masyarakat. Penggunaan sumberdaya yang langka atau terbatas harus diawasi dan
dilindungi
Pemahaman untuk melindungi lingkungan hidup merupakan bagian dari perwujudan
ibadah manusia Sebagai khalifah, dimuka bumi ini.
Diperlukan pandangan yang arif dan komprehensif agar dapat melihat persoalan-
persoalan di lingkungan secara bijaksana agar dapat memberikan solusi yang terbaik.
Terdapat empat hal dalam memahami masalah lingkungan, diantaranya, pendekatan
scientific (pembuktian empiris, penelitian, kajian ilmiah), konstruksi sosial budaya
(interpretasi sosial budaya terhadap alam lingkungan), dan agama (teologi)
Peran agama dalam hal ini adalah memberikan ruang integrasi berbagai kearifan
(keilmuan, budaya, politik, ekonomi, dsb), untuk menjadi kanal dari terbentuknya
transformasi sosial, serta menyediakan wahana untuk memahami peristiwa alam contoh,
kasus Merapi yang diinterpretasikan lain oleh setiap orangnya.
Masalah lingkungan diantara posisi agama dalam lingkungan, merupakan masalah non-
market but moral issues. Sistem nilai dalam agama akan sangat membantu dalam
mendukung keberlanjutan kehidupan manusia dengan memberikan kesempatan bagi
generasi mendatang untuk menghuni bumi dengan segala lingkungannya yang masih
asri. Tak ada satu ajaranpun yang mengajarkan atau memberi hak kita untuk memakai
alam ini seenaknya.
Agama dan lingkungan, membentuk pandangan baru terhadap alam, misalnya melalui
pemahaman kontekstual kitab-kitab suci dan tradisi religius keagamaan tentang alam,
meningkatkan kesadaran untuk membangun basis untuk aksi, baik melalui fiqih
lingkungan/teologi lingkungan, pemuka agama, dan lembaga keagamaan.
Islam menekankan umatnya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan berlaku arif
terhadap alam (ecology wisdom). Dalam QS. al-Anbiya/21: 35-39 Allah mengisahkan
kasus Nabi Adam. Adam telah diberi peringatan oleh Allah untuk tidak mencabut dan
memakan buah khuldi. Namun, ia melanggar larangan itu. Akhirnya, Adam terusir dari
surga. Ia diturunkan ke dunia. Di sini, surga adalah ibarat kehidupan yang makmur,
sedangkan dunia ibarat kehidupan yang sengsara. Karena Adam telah merusak ekologi
surga, ia terlempar ke padang yang tandus, kering, panas dan gersang. Doktrin ini
mengingatkan manusia agar sadar terhadap persoalan lingkungan dan berikhtiar
melihara ekosistem alam.
Selain itu kita juga harus mampu memahami konteks missi Islam sebagai Rahmatan Lil
Alamiin atau rahmat bagi sekalian alam. Kata alam disini jelas bukan hanya makhluk
hidup seperti mausia dan binatang, tetapi juga alam semesta. Bahkan jika melihat Al-
Quran , dipastikan akan banyak ditemui ayat-ayat yang berbicara tentan lingkungan
hidup.
Mantan Rais Aam PBNU KH Ali Yafie dalam bukunya Merintis Fiqih Lingkungan Hidup
(2006) mengatakan, sekitar 95 ayat Al-Quran berbicara tentang lingkungan hidup
beserta larangan-larangan Allah SWT untuk berbuat kerusakan. Antara lain QS Al-
Baqoroh 11, 12, 27, 30, 60, 220, 251; Ali Imran : 63; Al-Maidah: 64; dan Al-A’raf : 56, 74,
85, 86, 103, 127, 142. Demikian pula hadist-hadist nabi yang berbicara tentang
lingkungan hidup juga tidak sedikit. Salah satu contohnya adalah keteadanan rosulullah
SAW yang menganjurkan pemeliharaan lingkungan . “ Barang siapa yang memotong
pohon sidrah maka Allah akan meluruskan kepalanya tepat kedalam neraka” (HR. Abu
Dawud dalam Sunan-Nya).
Jauh sebelumnya, Islam sebenarnya telah mewanti-wanti kepada kita agar berbuat
ramah terhadap alam dan lingkungan sekitar. Islam telah memberi tuntunan bagaimana
kita berinteraksi dengan lingkungan.
Jagad raya ini diciptakan oleh Tuhan supaya manusia bisa melanjutkan evolusinya hingga
mencapai tujuan penciptaan. Karenanya, seluruh potensi alami memiliki manfaat untuk
tujuan yang sama. Tak ada yang sia-sia. Pada surat Shad ayat 27, Tuhan berfirman, “Dan
Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah”. Jadi, Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk kecuali ada tujuan agung yang
akan dicapai. Tuhan berfirman dalam surat al-Ahqaf ayat 3 :”Kami tiada menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang
benar dan dalam waktu yang ditentukan.”
Salah satu tujuan penciptaan alam adalah untuk menjaga keseimbangan. Penciptaan
hewan, tumbuh-tumbuhan, air, batu-batuan dan gunung berfungsi sebagai pengokoh
bumi agar tidak goyah dan terhindar dari banjir dan erosi. Langit dan hujan berguna
untuk menumbuhkan tanaman di bumi. Semua itu bertujuan sebagai ekosistem
kehidupan manusia. Semuanya telah diukur sesuai kadarnya. Sehingga, ketika salah satu
komponen isi alam raya ini terganggu, maka yang lainya ikut terganggu pula (Zad al-
Masir, IV, 58, )
Secara tersirat, pengaturan ciptaan itu dapat kita ketahui dari beberapa ayat dalam al-
Quran, antara lain pada surat al-Hijr ayat 9: “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan
menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu
menurut ukuran.”
Dan pada surat Luqman ayat 10: “Dia (Allah) menciptakan langit tanpa tiang yang kamu
melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu
tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis
binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala
macam tumbuh-tumbuhan yang baik”.
Kita harus menyadari bahwa semua makhluk hidup di muka bumi ini hidup serba
ketergantungan antara satu dengan lainnya. Tanaman, hewan dan kekayaan alam
lainnya butuh perawatan dari kita agar keberlangsungan hidupnya terjaga dengan baik,
sebaliknya kita juga memerlukan kekayaan alam untuk bertahan hidup di muka bumi.
Jadi, hubungan kita dengan alam bersifat simbiosis mutualisme (saling menguntungkan).
Karenanya keseimbangan dan keserasian perlu dijaga agar tidak terjadi kerusakan.
Hal itu memang tugas kita sebagai khalifah fil ardhi. Kita dituntut untuk berhubungan
baik dengan alam, baik sesama manusia serta dengan alam dan segala isinya. Kita
diharapkan bisa berinteraksi secara harmonis dengan lingkungan. Bersikap ramah dan
menjaga kelestarian alam. Tapi kenyataannya, manusia terlalu rakus. Membuat
keonaran, kerusakan dan pencemaran serta mengeksploitasi alam secara tidak
seimbang. Kekayaan alam hanya dipandang sebagai alat tujuan konsumtif belaka. Ia
dianggap tak lebih sebagai piranti mesin-mesin ekonomi. Padahal, lebih dari itu, alam
mempunyai peran atas ekosistem kehidupan manusia (Tafsir Alusi, I, 256, Tafsir Razi, XII,
264)
Islam tentu tak merestui tindakan sewenang-wenang dengan memperlakukan alam
secara dzalim. Hal itu bisa kita lihat dari anjuran agama dalam beberapa hal. Antara lain:
(1) Nabi memberi nama pada benda tak bernyawa agar si ‘empu’-nya juga dihormati
layaknya manusia. (2) kita dilarang mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan
(boros) sehingga mengakibatkan alam kehilangan keseimbangan (3) kita disuruh untuk
menghindari dua kutukan, membuang kotoran di jalan dan di tempat orang berteduh (5)
kita dilarang mengganggu proses yang dilakukan oleh makhluk sampai mencapai tujuan
penciptaannya. Karenanya, kita tidak boleh memetik buah sebelum bisa dipakai untuk
dimanfaatkan dan bunga sebelum berkembang. Begitulah salah satu cara Islam
memberlakukan alam. Dan cara-cara yang lain tentu masih banyak. (baca: Quraisy
Shihab; Membumikan al-Quran)
Lalu bagaimana Islam menanggapi para perusak alam (hutan, gunung, lautan, dll)?
Memang, ketika ilmu pengetahuan dan tekhnologi semakin maju manusia akan merasa
kuat dan akan melakukan segalanya tanpa perhitungan matang. Tuhanpun mengakui
sikap gegabah manusia. Coba kita baca surat al-’Alaq ayat 6-7: “Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba
cukup.”
Jauh sebelumnya, Islam telah melarang kita untuk berbuat kerusakan di muka bumi.
Tuhan berfirman pada surat al-A’raf ayat 56 : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.”
Menurut kajian ushul fiqh, ketika kita dilarang melakukan sesuatu berarti kita diperintah
untuk melakukan kebalikannya. Misalnya, kita dilarang merusak alam berarti kita
diperintah untuk melestarikan alam. Adapun status perintah tersebut tergantung status
larangannya. Contoh, status larangan merusak alam adalah haram, itu menunjukkan
perintah melestarikan alam hukumnya wajib. (Jam’ul Jawami’, I. 390)
Sementara itu, Fakhruddin al-Raziy dalam menanggapi ayat di atas, berkomentar bahwa,
ayat di atas mengindikasikan larangan membuat mudharat (bahaya). Dan pada
dasarnya, setiap perbuatan yang menimbulkan mudharat itu dilarang oleh agama. Al-
Qurtubi menyebutkan dalam tasfirnya bahwa, penebangan pohon juga merupakan
tindakan pengrusakan yang mengakibatkan adanya mudharat. Beliau juga menyebutkan
bahwa mencemari air juga masuk dalam bagian pengrusakan. (al-Tafsir al-Kabir, IV, 108-
109 ; Tafsir Al-Qurtubi, VII, 226)
Larangan di atas bukan lantas melarang kita memanfaatkan kekayaan jagat raya ini.
Sebab kekayaan alam ini diperuntukkan bagi manusia. Kita dibolehkan mengambil
manfaat dari kekayan alam ini asal tidak sampai berlebihan. Di samping itu, perlu dicatat
untuk konteks Indonesia, memanfaatkan kekayaan alam harus mendapat izin dari
pemerintah. Makanya, illegal loging dan pemanfaatan lain secara illegal haram
hukumnya. Sebab, mengikuti peraturan yang telah ditetapkan pemerintah adalah sebuah
kewajiban yang sangat mengikat, selama peraturan itu tidak bertentangan dengan
syariat Islam, dan demi kemaslahatan rakyat. (Hawasyi al-Syarwaniy, VII, 76 ; al-Fiqh al-
Islamiy, V, 505)
Lalu, sanksi apa yang patut diberikan kepada perusak alam? Para pelaku kejahatan harus
mendapat ganjaran yang setimpal. “Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka
dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan (telah diperbuat) itu.” (QS.
Ghafir: 40)
Kalau kerusakan yang dilakukan tidak sampai mengakibatkan bahaya besar, maka
hukuman yang bisa diterima cukup dengan di-ta’zir. Artinya pemerintah bisa menyanksi
sesuai dengan kadar kejahatannya. Namun, jika perbuatannya mengakibatkan dampak
besar, seperti penebangan pohon secara besar-besaran yang mengakibatkan banjir,
longsor, gempa dan musibah lainnya, maka tak ada tawaran lain, pelakunya harus diberi
hukuman yang berat. Bahkan, menurut fikih, perbuatan itu termasuk kejahatan besar
dan pelakunya sudah sepantasnya dibunuh. Apalagi perbuatan itu telah dilakukan
berkali-kali. Begitu juga, pihak keamanan (polisi hutan) yang mendukung aksi illegal
logging juga harus dibunuh. Pembunuhan ini berlaku pada setiap tindak kriminal lainnya
yang sulit dicegah kecuali dengan cara dibunuh. (Bughyah al-Mustarsyidin, 250; al-Fiqh
al-Islamiy, VI, 200 ; al-Islam li Sa’id Hawwa, 585; al-Fiqh al-Islamiy, VI, 200).
Allah memerintahkan kita untuk memakmurkan bumi ini dengan mengelola dan
memanfaatkannya dan tidak menyia-nyiakan potensinya. Apalagi sampai pada tingkat,
lebih mementingkan kelangsungan hidup satwa atau tumbuhan dari pada kelangsungan
hidup dan kesejahteraan manusia. “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di
bumi untuk kamu” (al Baqarah: 29). ” Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak.
Maha Tinggi Allah daripada apa yang mereka persekutukan. Dia telah menciptakan
manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. Dan Dia telah
menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan
berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh
pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan
ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-
bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan
dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-
benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal,
dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah
menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (an Nahl: 3-8).
Manusia (Kalifah) Berkewajiban Untuk Melindungi Lingkungan Hidup
Ajaran Islam menawarkan kesempatan untuk memahami Sunatullah serta menegaskan
tanggung jawab manusia. Ajaran Islam tidak hanya mengajarkan untuk mengambil
manfaat dari sumber daya alam, tetapi juga mengajarkan aturan main dalam
pemanfaatannya dimana kesejahteraan bersama yang berkelanjutan sebagai hasil
keseluruhan yang diinginkan.
Salah satu Sunnah Rasullullah SAW menjelaskan bahwa setiap warga masyarakat berhak
untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumberdaya alam milik bersama untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sepanjang dia tidak melanggar, menyalahi
atau menghalangi hak-hak yang sama yang juga dimiliki oleh orang lain sebagai warga
masyarakat. Penggunaan sumberdaya yang langka atau terbatas harus diawasi dan
dilindungi. Pemahaman untuk melindungi lingkungan hidup merupakan bagian dari
perwujudan ibadah harus dikongkrtkan dalm bentuk dalil-dalil syar’iyah yang bisa
dijadikan landasan teologis dalam konservasi lingkungan
Manusia Dan Lingkungan Dalam Bingkai Al-Islam
Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Komponen yang ada
disekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya merupakan
lingkungan hidup manusia. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan berbagai Sumber
Daya Alam (SDM) yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia dan komponen
lainnya. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan lingkungannya,
sebaliknya keutuhan lingkungan tergantung bagaiman kearifan manusia dalam
mengelolanya. Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak semata mata dipandang sebagai
penyedia Sumber Daya Alam yang harus di eksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup
yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungannya seperti yang digambarkan dalam Al-Quran.
Melalui Kitab Suci Al-Qur’an, Allah telah memberikan informasi spiritual kepada manusia
untuk bersikap ramah terhadap lingkungan. Informasi tersebut memberikan sinyalamen
bahwa manusia harus selalu menjaga dan melestarikan lingkungan agar tidak menjadi
rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang Allah berikan kepada manusia
semata-mata merupakan suatu amanah. Melalui Kitab Suci yang Agung ini (Al-Qur’an)
membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk
bersikap ramah lngkungan. Firman Allah SWT Di dalam Al-Qur’an sangat jelas berbicara
tentang hal tersebut. Sikap ramah lingkungan yang diajarkan oleh agama Islam kepada
manusia dapat dirinci sebagai berikut :
1. Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya
Dalam surat Ar Ruum ayat 9 “ Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di
muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang
sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah
mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah
mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada
mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. Pesan yang
disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat 9 di atas menggambarkan agar manusia tidak
mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang dikwatirkan terjadinya
kerusakan serta kepunahan sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa
sedikitpun untuk generasi mendatang. Untuk itu Islam mewajibkan agar manusia
menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya.Mengolah serta
melestarikan lingkungan tercermin secara sederhana dari tempat tinggal (rumah)
seorang muslim. Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan
oleh Thabrani :”Dari Abu Hurairah : jagalah kebersihan dengan segala usaha yang
mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip
kebersihan. Dan tidak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih” . (HR.
Thabrani). Dari Hadits di atas memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir
untuk membiayai diri dan lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar
kesehatan diri dan keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula, mengusahakan
penghijauan di sekitar tempat tinggal dengan menanamkan pepohonan yang bermanfaat
untuk kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat memelihara
peredaran suara yang kita hisap agar selalu bersih, bebas dari pencemaran.Dalam
sebuah Hadits disebutkan :”Tiga hal yang menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan
pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air yang mengalir serta pada wajah yang
rupawan (HR. Ahmad)
2. Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan
Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan
di darat dan di laut akibat ulah manusia. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut : “Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”. Firman Allah SWT di dalam surat Ar Ruum ayat 41 dan surat Al
Qashash ayat 77 menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap lingkungan
(environmental friendly) dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. Dalam sebuah
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas, dijelaskan bahwa : ”Rasulullah ketika berwudhu’
dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran air sebanyak) satu
sha’ sampai lima mud” (HR. Muttafaq ’alaih). Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut
orang Hijaz dan 2 liter menurut orang Irak (lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Padahal
hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2003) membuktikan bahwa rata-rata
orang berwudhu’ sebanyak 5 liter. Hal ini membuktikan bahwa manusia sekarang
cenderung mengekploitasi sumber daya air secara berlebihan, atau dengan kata lain,
setiap manusia menghambur-hamburkan air sebanyak 3 sampai 3 2/3 liter setiap
orangnya setiap kali mereka berwudhu’. Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, bahwa Nabi pernah bersabda :”Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan;
sahabat yang mendengar bertanya : Apakah dua hal itu ya Rasulullah ? Nabi menjawab :
yaitu orang yang membuang hajat ditengah jalan atau di tempat orang yang berteduh”
Di dalam Hadits lainnya ditambah dengan membuang hajat di tempat sumber air. Dari
keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk
menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua larangan tersebut dimaksudkan untuk
mencegah agar tidak mencelakakan orang lain, sehingga terhindar dari musibah yang
menimpahnya.Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam
merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia, sebab fakta spritual menunjukkan
bahwa terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, serta bencana alam lainnya lebih
banyak didominasi oleh aktifitas manusia. Allah SWT Telah memberikan fasilitas daya
dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis fiqhiyah
berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian
lingkungan hukumnya adalah wajib (Abdillah, 2005 : 11-12).
3. Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungan
Di dalam Surat Huud ayat 117, Allah SWT berfirman : ‘Dan Tuhanmu sekali-kali tidak
akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang
berbuat kebaikan”.
Fakta spritual yang terjadi selama ini membuktikan bahwa Surat Huud ayat 117 benar-
benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir di Jakarta, tanah longsor yang di daerah-
daerah di Jawa Tengah, intrusi air laut, tumpukan sampah dimana-mana, polusi udara
yang tidak terkendali, serta bencana alam di daerah atau di negara lain membuktikan
bahwa Allah akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, melainkan penduduknya
terdiri dari orang-orang yang berbuat kebaikan terhadap lingkungan.Dalam suatu kisah
diriwayatkan, ada seorang penghuni surga. Ketika ditanyakan kepadanya perbuatan
apakah yang dilakukannya ketika di dunia hingga ia menjadi penghuni surga?. Dia
menjawab bahwa selagi di dunia, ia pernah menanam sebuah pohon. Dengan sabar dan
tulus, pohon itu dipeliharanya hingga tumbuh subur dan besar. Menyadari akan
keadaannya yang miskin ia teringat bunyi sebuah hadits Nabi, “Tidak seorang muslim
yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kemudian buah atau
hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan yang demikian itu adalah shodaqoh
baginya”. Didorong keinginan untuk bersedekah, maka ia biarkan orang berteduh di
bawahnya, dan diikhlaskannya manusia dan burung memakan buahnya. Sampai ia
meninggal pohon itu masih berdiri hingga setiap orang (musafir) yang lewat dapat
istirahat berteduh dan memetik buahnya untuk dimakan atau sebagai bekal perjalanan.
Burung pun ikut menikmatinya. Riwayat tersebut memberikan nilai yang sangat
berharga sebagai bahan kontemplasi, artinya dengan adanya kepedulian terhadap
lingkungan memberikan dua pahala sekaligus, yakni pahala surga dunia berupa hidup
bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih, indah dan hijau, dan pahala surga
akhirat kelak di kemudian hari.Untuk mendapatkan dua pahala tersebut seorang
manusia harus peduli terhadap lingkungan, apalagi manusia telah diangkat oleh Allah
sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat pada surat Al-Baqarah ayat 30 berikut :
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”.
Manusia dituntut untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan segala sesuatu
agar mencapai maksud dan tujuan penciptaanNya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW
melarang memetik buah sebelum siap untuk dimanfaatkan, memetik kembang sebelum
mekar, atau menyembelih binatang yang terlalu kecil. Nabi Muhammad SAW juga
mengajarkan agar selalu bersikap bersahabat dengan segala sesuatu sekalipun tidak
bernyawa. Al-Qu’an tidak mengenal istilah ”penaklukan alam” karena secara tegas Al-
Qur’an menyatakan bahwa yang menaklukan alam untuk manusia adalah Allah. Secara
tegas pula seorang muslim diajarkan untuk mengakui bahwa ia tidak mempunyai
kekuasaan untuk menundukkan sesuatu kecuali dengan penundukan Allah (Shihab, 1996
: 492-493). Dari beberapa argument an dalil sahih diatas bahwa memelihara lingkungan
adalah kewajiban bagi setiap individu manusia, hukumnya adalah fardhu Ain.
Secara ekologis pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak
dapat ditawar oleh siapapun dan kapanpun. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan tidak
boleh tidak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara spiritual fiqhiyah Islamiyah
Allah SWT memiliki kepedulian ekologis yang paripurna. Paling tidak dua pendekatan ini
memberikan keseimbangan pola pikir bahwa lingkungan yang baik berupa sumber daya
alam yang melimpah yang diberikan Allah SWT kepada manusia tidak akan lestari dan
pulih (recovery) apabila tidak ada campur tangan manusia. Hal ini diingatkan oleh Allah
dalam Surat Ar Ra’d ayat 11 : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Umat Islam selalu berkeyakinan untuk tidak terperosok pada kesalahan yang kedua
kalinya. Kejadian yang sangat dasyat yang kita alami akhir-akhir ini, sebut saja bencana
alam Tsunami misalnya, pencemaran udara, pencemaran air dan tanah, serta sikap
rakus pengusaha dengan menebang habis hutan tropis melalui aktifitas illegal logging,
serta sederet bentuk kerusakan lingkungan hidup lainnya, haruslah menjadi pelajaran
yang sangat berharga. Hal ini ditegaskan oleh dalam firmanNya di dalam surat Al-Hasyr
ayat 2 : ”Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan”
Bersikaplah menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya,
tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan, dan selalu membiasakan diri bersikap
ramah terhadap lingkungan.
Solusi Pengelolaan Lingkungan
Proses kerusakan lingkungan berjalan secara progresif dan membuat lingkungan tidak
nyaman bagi manusia, bahkan jika terus berjalan akan dapat membuatnya tidak sesuai
lagi untuk kehidupan kita. Itu semua karena ulah tangan manusia sendiri, sehingga
bencananya juga akan menimpa manusia itu sendiri QS. 30 : 41-42.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pendekatan yang dapat kita lakukan diantaranya
dengan pengembangan Sumber Daya Manusia yang handal, pembangunan lingkungan
berkelanjutan, dan kembali kepada petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Adapun syarat SDM handal antara lain SDM sadar akan
lingkungan dan berpandangan holistis, sadar hukum, dan mempunyai komitmen
terhadap lingkungan.
Kita diajarkan untuk hidup serasi dengan alam sekitar kita, dengan sesama manusia dan
dengan Allah SWT. Allah berfirman : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmatan lil’alamiin” (QS. 21 : 107). Pandangan hidup ini mencerminkan
pandangan yang holistis terhadap kehidupan kita, yaitu bahwa manusia adalah bagian
dari lingkungan tempat hidupnya. Dalam pandangan ini sistem sosial manusia bersama
dengan sistem biogeofisik membentuk satu kesatuan yang disebut ekosistem
sosiobiogeofisik, sehingga manusia merupakan bagian dari ekosistem tempat hidupnya
dan bukannya hidup diluarnya. Oleh karenanya, keselamatan dan kesejahteraan
manusia tergantung dari keutuhan ekosistem tempat hidupnya. Jika terjadi kerusakan
pada ekosistemnya, manusia akan menderita. Karena itu walaupun biogeofisik
merupakan sumberdaya bagi manusia, namun pemanfaatannya untuk kebutuhan
hidupnya dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada ekosistem.
Dengan begitu manusia akan sadar terhadap hukum yang mengatur lingkungan hidup
dari Allah SWT dan komitmen terhadap masalah-masalah lingkungan hidup.
Pandangan holistik juga berarti bahwa semua permasalahan kerusakan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab oleh semua pihak (pemerintah, LSM,
masyarakat, maupun orang perorang) dan semua wilayah (baik lokal, regional, nasional,
maupun internasional). Atau dalam konsep Partai Keadilan, lingkungan hidup harus
dikelola secara integral, global dan universal menuju prosperity dan sustainability.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Bahwa ini adalah alasan yang mungkin mengapa Allah menyebutkan secara eksplisit
dalam Al-Qur’an tentang petingnya lingkungan hidup dan cara-cara Islami dalam
mengelola dunia ini. Kualitas lingkungan hidup sebagai indikator pembangunan dan
ajaran Islam sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis
dari Allah SWT untuk diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
B.Saran
Sebagai makhluk hidup dibumi yang tidak dapat hidup sendiri, maka kita perlu untuk
menjaga lingkungan hidup kita agar semuanya berbanding lurus.
Daftar pustaka
http://reknowidati.wordpress.com/2011/11/26/lingkungan-dalam-prespektif-islam/
http://najitama.blogspot.com/2012/03/silabus-mata-kuliah-islam-dan.html
http://dkmfahutan.wordpress.com/2006/09/19/al-quran-dan-as-sunnah-tentang-lingkungan-hidup/
Al-Quran dan As-Sunnah Tentang Lingkungan HidupPosted on September 19, 2006 | 24 Comments
Pendahuluan
Pendidikan yang baru dan termasuk paling penting pada masa sekarang ialah
pendidikan lingkungan. Pendidikan tersebut berkaitan dengan pengetahuan
lingkungan di sekitar manusia dan menjaga berbagai unsurnya yang dapat
mendatangkan ancaman kehancuran, pencemaran, atau perusakan.
Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya.
Abu Darda’ ra. pernah menjelaskan bahwa di tempat belajar yang diasuh oleh
Rasulullah SAW telah diajarkan tentang pentingnya bercocok tanam dan menanam
pepohonan serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus menjadi kebun
yang subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang besar di sisi Allah
SWT dan bekerja untuk memakmurkan bumi adalah termasuk ibadah kepada Allah
SWT.[1]
Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan wahyu,
sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Qur’an dan As Sunnah yang
membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur’an mengenai lingkungan sangat
jelas dan prospektif. Ada beberapa tentang lingkungan dalam Al-Qur’an, antara lain :
lingkungan sebagai suatu sistem, tanggung jawab manusia untuk memelihara
lingkungan hidup, larangan merusak lingkungan, sumber daya vital dan
problematikanya, peringatan mengenai kerusakan lingkungan hidup yang terjadi
karena ulah tangan manusia dan pengelolaan yang mengabaikan petunjuk Allah
serta solusi pengelolaan lingkungan[2].
Adapun As-Sunnah lebih banyak menjelaskan lingkungan hidup secara rinci dan
detail. Karena Al-Qur’an hanya meletakkan dasar dan prinsipnya secara global,
sedangkan As-Sunnah berfungsi menerangkan dan menjelaskannya dalam bentuk
hukum-hukum, pengarahan pada hal-hal tertentu dan berbagai penjelasan yang
lebih rinci.
1. Lingkungan Sebagai Suatu Sistem
Suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai
suatu kesatuan. Atau seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. [3] Lingkungan terdiri atas unsur biotik
(manusia, hewan, dan tumbuhan) dan abiotik (udara, air, tanah, iklim dan lainnya).
Allah SWT berfirman :
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-
gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,
dan (Kami menciptakannya pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezeki kepadanya.” (QS. 15 : 19-20)
Hal ini senada dengan pengertian lingkungan hidup, yaitu sistem yang merupakan
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya yang menentukan perikehidupan serta kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lainnya.[4] Atau bisa juga dikatakan sebagai suatu
sistem kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan
ekosistem.
2.Pembangunan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan manusia guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT berfirman :
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya, dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. 67 : 15)
Akan tetapi, lingkungan hidup sebagai sumber daya mempunyai regenerasi dan
asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau penggunaannya di bawah batas
daya regenerasi atau asimilasi, maka sumber daya terbaharui dapat digunakan
secara lestari. Akan tetapi apabila batas itu dilampaui, sumber daya akan mengalami
kerusakan dan fungsinya sebagai faktor produksi dan konsumsi atau sarana
pelayanan akan mengalami gangguan.[5]
Oleh karena itu, pembangunan lingkungan hidup pada hakekatnya untuk
pengubahan lingkungan hidup, yakni mengurangi resiko lingkungan dan atau
memperbesar manfaat lingkungan. Sehingga manusia mempunyai tanggung jawab
untuk memelihara dan memakmurkan alam sekitarnya. Allah SWT berfirman :
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata :
“Hai kaumku, sembalah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) dan lagi
memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. 11 : 61)
Upaya memelihara dan memakmurkan tersebut bertujuan untuk melestarikan daya
dukung lingkungan yang dapat menopang secara berkelanjutan pertumbuhan dan
perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan. Walaupun lingkungan
berubah, kita usahakan agar tetap pada kondisi yang mampu untuk menopang
secara terus-menerus pertumbuhan dan perkembangan, sehingga kelangsungan
hidup kita dan anak cucu kita dapat terjamin pada tingkat mutu hidup yang makin
baik. Konsep pembangunan ini lebih terkenal dengan pembangunan lingkungan
berkelanjutan.[6]
Tujuan tersebut dapat dicapai apabila manusia tidak membuat kerusakan di bumi,
sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan
harapan. Sesungguhnya Allah amat dekat kepada orang yang berbuat
baik.” (QS. 7 : 56)
Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, Rasulullah SAW mengajarkan kepada
kita tentang beberapa hal, diantaranya agar melakukan penghijauan, melestarikan
kekayaan hewani dan hayati, dan lain sebagainya.
“Barangsiapa yang memotong pohon Sidrah maka Allah akan meluruskan
kepalanya tepat ke dalam neraka.” (HR. Abu Daud dalam Sunannya)
“Barangsiapa di anatara orang Islam yang menanam tanaman maka hasil
tanamannya yang dimakan akan menjadi sedekahnya, dan hasil tanaman
yang dicuri akan menjadi sedekah. Dan barangsiapa yang merusak
tanamannya, maka akan menjadi sedekahnya sampai hari Kiamat.” (HR.
Muslim)
”Setiap orang yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar dari
burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi : “Wahai Rasulullah,
apa kepentingan itu ?” Rasulullah menjawab : “Apabila burung itu disembelih untuk
dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian dilempar begitu saja.”[7]
3. Sumber Daya Vital dan Problematikanya
Manusia telah sedikit banyak berhasil mengatur kehidupannya sendiri (birth
control maupun death control) dan sekarang dituntut untuk mengupayakan
berlangsungnya proses pengaturan yang normal dari alam dan lingkungan agar
selalu dalam keseimbangan. Khususnya yang menyangkut lahan (tanah), air dan
udara, karena ketiga unsur tersebut merupakan sumber daya yang sangat penting
bagi manusia.
Sumber Daya Lahan atau Tanah
Manusia berasal dari tanah dan hidup dari dan di atas tanah. Hubungan antara
manusia dan tanah sangat erat. Kelangsungan hidup manusia diantaranya
tergantung dari tanah dan sebaliknya, tanahpun memerlukan perlindungan manusia
untuk eksistensinya sebagai tanah yang memiliki fungsi.[8] Allah SWT berfirman :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuhan-tumbuhan yang baik?
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan
Allah. Dan kebanyakan mereka tidak Beriman.” (QS. 26 : 7-8)
Dengan lahan itu manusia bisa membuat tempat tinggal, bercocok tanam, dan
melakukan aktivitas lainnya.
Namun, pemandangan ironis di Indonesia terlihat cukup mencolok diantaranya
penebangan hutan untuk ekspor (tanpa diikuti upaya peremajaan yang memadai)
dan perluasan kota yang melebar, mencaplok tanah-tanah subur
pedesaan. Polis berkembang menjadi metropolis untuk kemudian membengkak
menjadi megapolis (beberapa kota besar luluh jadi satu) dan Ecumenopolis(negara
kota). Akhirnya salah satu nanti akan menjadi Necropolis (kota mayat).[9]
Penebangan hutan tanpa diikuti peremajaan kembali menyebabkan rusaknya tanah
perbukitan sehingga terjadi bencana tanah longsor. Apalagi adanya kebakaran hutan
di Indonesia semakin menyebabkan rusaknya ekologi hutan. Padahal keberadaan
hutan sangat berguna bagi keseimbangan hidrologik danklimatologik, termasuk
sebagai tempat berlindungannya binatang.[10]
Adanya pembangunan tata ruang yang kurang baik, seperti pembangunan kota dan
perumahan, menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian yang subur. Selain
itu, juga terjadi kerusakan tingkat kesuburan tanah yang disebabkan pemakaian
teknologi kimiawi yang over dosis. Dan bahkan pemakaian pupuk kimiawi tersebut
merusak ekosistem pertanian, diantaranya semakin resistensi dan resurjensinya
hama dan penyakit tanaman. Sehingga hasil produksi pertanian pun menurun yang
akhirnya berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi penduduk.
Melihat kenyataan tersebut, mestinya perkara konservasi tanah dan lahan sudah
merupakan suatu keharusan, condition sine qua non, demi berlangsungnya
kehidupan manusia. Usaha yang dapat dilakukan antara lain reboisasi, perencanaan
tata ruang yang baik (lahan subur untuk pertanian dan lahan tandus untuk industri
atau bangunan), dan penerapan sistem pertanian yang ramah lingkungan (pertanian
organik atau lestari).
Sumber Daya Air
Selain lahan atau tanah, yang tak kalah pentingnya adalah air. “Everything
originated in the water. Everything is sustained by water”. Manusia membutuhkan
air untuk hidupnya, karena dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air. Allah SWT
berfirman : “Dan Kami beri minum kamu dengan air tawar ?” (QS. 77 : 27). Dan
bahkan tanpa air seluruh gerak kehidupan akan terhenti.
Yang ironis adalah bahwa kekeringan datang silih berganti dengan banjir. Pada suatu
saat kita kekurangan air, tapi pada saat yang lain justru kelebihan air. Mestinya
manusia bisa mengatur sedemikian hingga sepanjang waktu bisa cukupan air (tidak
kurang dan tidak lebih). Hal itu sebenarnya telah ditunjukkan oleh alam dalam
bentuk siklus hidrologis dari air yang berlangsung terus menerus, volume air yang
dikandungnya tetap, hanya bentuknya yang berubah. Allah SWT berfirman : “Demi
langit yang mengandung hujan (raj’i)” (QS. 86 : 11).
Kata Raj’i berarti “kembali”. Hujan dinamakan raj’i dalam ayat ini, karena hujan itu
berasal dari uap air yang naik dari bumi (baik dari air laut, danau, sungai dan
lainnya) ke udara, kemudian turun ke bumi sebagai hujan, kemudian kembali ke
atas, dan dari atas kembali ke bumi dan begitulah seterusnya. Atau terkenal
dengan siklus hidrologik.
Kisah perjalanan air yang urut dan runtut itu telah memberikan kontribusi yang
sangat vital pada daur kehidupan dan pembaharuan sumber daya alam. Namun
manusia melakukan sesuatu yang menyebabkan terhambatnya siklus hidrologi
tersebut. Manusia membuat saluran drainase dengan lapisan semen yang kedap air
dan mengecor jalan dengan semen, sehingga air mengalir cepat ke laut dan
mengingkari fungsinya sebagai pemberi kehidupan (life giving role). Dan menipislah
persediaan air tanah.
Sungai-sungai yang dulu sebagai organisme yang mampu memamah biak benda-
benda yang dibuang kedalamnya dan memberikan pasokan air bersih yang
memadai untuk kehidupan. Sekarang sungai-sungai tersebut lebih berwujud berupa
tempat pembuangan sampah yang terbuka, dijejali dengan limbah industri dan
buangan rumah tangga yang tidak mungkin lagi atau tidak mudah dicerna guna
menghasilkan air yang sedikit bersih sekalipun.
Kerusakan lingkungan pada ekosistem pantai yakni rusaknya hutan bakau
(mangrove) di tepi pantai, seperti di Cilacap, dan rusaknya terumbu karang. Padahal
hutan bakau dan terumbu karang sangat berfungsi bagi keseimbangan dan
keberlangsungan ekosistem pesisir dan lautan, rantai makanan, melindungi abrasi
laut dan keberlanjutan sumber daya lautan.[11]
Sumber Daya Udara
Selain kedua sumber daya tersebut di atas, ciptaan Allah SWT yang tidak kalah
penting tetapi sering terlupakan atau disepelekan adalah udara. Padahal tanpa
udara takkan pernah ada kehidupan. Tanpa udara bersih takkan diperoleh kehidupan
sehat. Setiap hari rata-rata manusia menarik napas 26.000 kali berkisar antara 18
sampai 22 kali setiap menitnya.
Pentingnya udara sering diabaikan terutama karena sampai kini kita masih bisa
memperolehnya tanpa harus mengeluarkan biaya. Padahal di Tokyo saat ini mulai
dijual udara bersih (oksigen) dalam tabung. Suatu kejutan pertama yang
menyadarkan manusia akan bahaya udara kotor terjadi di Inggris pada tahun 1952
yang dikenal dengan “The Great London Smog” yang menyebabkan sekitar 4000
jiwa melayang dan sejumlah besar penduduk menderita penyakit bronkitis, jantung
dan berbagai penyakit pernapasan lainnya. Bahkan bangunan, lukisan, patung atau
monumenpun hancur, karena asap dan gas mobil.
Polusi udara juga terjadi di Yogyakarta akibat konsumsi bahan bakar yang terus
meningkat. Konsumsi tertinggi dari kendaraan bermotor (konsumsi bahan bakar
solar dan bensin mencapai 170.000 liter pada tahun 1990-1991) dan kedua bahan
bakar rumah tangga (rata-rata 84.000 liter). Hal itu menyebabkan CO2dan timbal
(Pb) melewati ambang batas yang diperkenankan. Ambang batas timbal (Pb) yang
diperkenankan hanya 0,03 ug/l, kini rata-rata diatas 0,09 ug/l di beberapa tempat,
seperti Kantor Pos Besar, Bunderan, Jl. Jend. Sudirman, dan Gedungkuning.
[12] Begitu juga di Jakarta, dari kendaraan umum, 765.000 atau 60 % mengeluarkan
gas buang diatas ambang batas baku mutu. Artinya setiap menit selalu keluar
kandungan racun dari knalpot mobil itu, sulfur oksida, nitrogen oksida, dan timbal
(Pb). Konsentrasi timbal di udara mencapai 1,7-3,5 mirogram per meterkubik dan
pada 2005 mencapai 1,8-3,6 mikrogram per meterkubik. Padahal jumlah kendaraan
roda empat di Jakarta mencapai 9,1 juta (1.274.000 berstatus kendaraan umum).
[13]
Upaya yang bisa di tempuh antara lain : memperluas kawasan hijau (hutan kota),
pemakaian bahan bakar akrab lingkungan (BBL), knalpot dipasang filter, dan
mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
4. Kerusakan Lingkungan
Manusia telah diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar jangan melakukan
kerusakan di bumi, akan tetapi manusia mengingkarinya. Allah SWT berfirman :
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah membuat kerusakan di muka bumi”,
mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”
(QS. 2 : 11). Keingkaran mereka disebabkan karena keserakahan mereka dan
mereka mengingkari petunjuk Allah SWT dalam mengelola bumi ini. Sehingga
terjadilah bencana alam dan kerusakan di bumi karena ulah tangan manusia. Allah
SWT berfirman :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Katakanlah : “Adakan
perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan
(Allah).” (QS. 30 : 41-42).
Di samping adanya problematika ketiga sumber daya vital di atas, Otto Soemarwoto
membagi kerusakan lingkungan yang mengancam kehidupan bumi menjadi dua,
yaitu kerusakan yang bersifat regional (seperti hujan asam) dan yang bersifat global
(seperti pemanasan global, kepunahan jenis, dan kerusakan lapisan ozon di
stratosfer).
Hujan asam disebabkan oleh pencemaran udara yang berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil, yaitu gas bumi, minyak bumi dan batu bara. Pembakaran itu
menghasilkan gas oksida belerang dan oksida nitrogen. Kedua jenis itu dalam udara
mengalami reaksi kimia dan berubah menjadi asam (berturut-turut menjadi asam
sulfat dan asam nitrat). Asam yang langsung mengenai bumi disebut deposisi
kering dan asam yang terbawa hujan yang turun ke bumi disebut desposisi basah.
Keduanya disebut hujan asam. Hujan asam menyebabkan kematian organisme air
sungai dan danau serta kerusakan hutan dan bangunan.
Pemanasan global (global warning) adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah
kaca (ERK) yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar
panas (sinar inframerah) yang dipancarkan bumi. Gas itu disebut gas rumah kaca
(GRK). Dengan penyerapan itu sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu
permukaan bumi.
Seandainya tidak ada GRK dan karena itu tidak ada ERK, suhu permukaan bumi rata-
rata hanya -18oC saja, terlalu dingin bagi kehidupan makhluk. Dengan adanya ERK
suhu bumi adalah rata-rata 15oC, sehingga ERK sangat berguna bagi kehidupan di
bumi. Akan tetapi, akhir-akhir ini semakin naiknya kadar GRK dalam atmosfer, yaitu
CO2 dan beberapa gas lain (seperti CO2, CH4, dan N2O) menyebabkan naiknya
intensitas ERK, sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula. Inilah yang
disebut global warning.
Berbagai dampak negatif pemanasan global, yaitu menyebabkan perubahan iklim
sedunia (perubahan curah hujan), naiknya frekuensi maupun intensitas badai
(seperti di Banglades dan Filipina semakin menderita), dan bertambahnya volume air
laut dan melelehnya es abadi di pegunungan dan kutub. Hal itu juga menyebabkan
keringnya tanah dan kekeringan yang berdampak negatif terhadap pertanian dan
perikanan.
Bertambahnya volume air laut, maka permukaan laut akan naik. Dengan laju
kenaikan kadar GRK seperti sekarang diperkirakan pada sekitar 2030 suhu akan naik
1,5-4,5oC. Kenaikan suhu ini menyebabkan naiknya permukaan laut 25-140 cm.
Dampak naiknya permukaan laut yakni tergenangnya daerah pantai, tambak, sawah
dan kota yang rendah seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang serta beberapa
pulau di Indonesia. Kenaikan permukaan laut juga menyebabkan laju erosi pantai.
Untuk kenaikan permukaan laut 1 cm, garis pantai akan mundur 1m, sehingga
kenaikan permukaan laut 25-140 cm, garis pantai mundur 25-140 m.
Kepunahan jenis berarti hilangnya sumber daya gen yang mengurangi kemampuan
kita dalam pembangunan pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan.
Penyebabnya antara lain karena adanya hujan asam dan penyusutan luas hutan,
serta penggunaan sistem monokultur atau varietas unggul sehingga varietas lokal
hilang, seperti varietas padi lokal yang hampir sirna.
Ozon ialah senyawa kimia yang terdiri atas tiga atom oksigen. Di lapisan atmosfer
yang rendah ia mengganggu kesehatan dan di lapisan atas atmosfer ia melindungi
makhluk hidup dari sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari. Apabila kadar ozon
di stratosfer berkurang, kadar sinar ultraviolet yang sampai ke bumi bertambah.
Maka resiko untuk mengidap penyakit kanker kulit, katarak dan menurunnya
kekebalan tubuh akan meningkat. Penurunan kadar ozon disebabkan karena
rusaknya ozon oleh segolongan zat kimia yang disebut clorofuorokarbon yang
banyak digunakan dalam industri dan kehidupan kita, seperti gas freon (pendingin
AC dan almari es), gas pendorong dalam aerosal(parfum, hairspray, dan zat racun
hama) dan lainnya.
Bila kita tetap saja berkeras kepala menjejalkan gas rumah kaca ke atmosfer,
sebelum akhir abad mendatang pasti akan terjadi perubahan iklim yang tak terduga,
banyak angin ribut dan angin topan, air laut meredam pulau-pulau berdataran
rendah, disamping munculnya padang pasir baru karena bumi yang makin panas.
Upaya nyata yang perlu dilakukan untuk menghindari bencana itu antara lain
dengan menggunakan energi secara efisien, mengembangkan sumber energi baru
dan aman, mencegah terjadinya kebakaran dan penggundulan hutan atau
penebangan pohon secara besar-besaran, menanam pepohonan baru, menggalakan
penggunaan transportasi umum. Atau kampanye besar-besaran untuk mengurangi
penggunaan traktor, diesel, lemari es, kaleng semprot, AC dan lain-lain. Langkah ini
mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan. Namun hal itu tetap harus dilakukan,
seperti yang dicetuskan oleh Gurmit Singh : “Global warning on global warming
demands global action”. Peringatan global terhadap pemanasan global menuntut
adanya tindakan global.
5. Solusi Pengelolaan Lingkungan
Proses kerusakan lingkungan berjalan secara progresif dan membuat lingkungan
tidak nyaman bagi manusia, bahkan jika terus berjalan akan dapat membuatnya
tidak sesuai lagi untuk kehidupan kita. Itu semua karena ulah tangan manusia
sendiri, sehingga bencananya juga akan menimpa manusia itu sendiri QS. 30 : 41-
42.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pendekatan yang dapat kita lakukan
diantaranya dengan pengembangan Sumber Daya Manusia yang handal,
pembangunan lingkungan berkelanjutan, dan kembali kepada petunjuk Allah SWT
dan Rasul-Nya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Adapun syarat SDM handal
antara lain SDM sadar akan lingkungan dan berpandangan holistis, sadar hukum,
dan mempunyai komitmen terhadap lingkungan.
Kita diajarkan untuk hidup serasi dengan alam sekitar kita, dengan sesama manusia
dan dengan Allah SWT. Allah berfirman : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmatan lil’alamiin” (QS. 21 : 107). Pandangan hidup ini
mencerminkan pandangan yang holistis terhadap kehidupan kita, yaitu bahwa
manusia adalah bagian dari lingkungan tempat hidupnya. Dalam pandangan ini
sistem sosial manusia bersama dengan sistembiogeofisik membentuk satu kesatuan
yang disebut ekosistem sosiobiogeofisik, sehingga manusia merupakan bagian dari
ekosistem tempat hidupnya dan bukannya hidup diluarnya. Oleh karenanya,
keselamatan dan kesejahteraan manusia tergantung dari keutuhan ekosistem
tempat hidupnya. Jika terjadi kerusakan pada ekosistemnya, manusia akan
menderita. Karena itu walaupunbiogeofisik merupakan sumberdaya bagi manusia,
namun pemanfaatannya untuk kebutuhan hidupnya dilakukan dengan hati-hati agar
tidak terjadi kerusakan pada ekosistem. Dengan begitu manusia akan sadar
terhadap hukum yang mengatur lingkungan hidup dari Allah SWT dan komitmen
terhadap masalah-masalah lingkungan hidup.
Pandangan holistik juga berarti bahwa semua permasalahan kerusakan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab oleh semua pihak
(pemerintah, LSM, masyarakat, maupun orang perorang) dan semua wilayah (baik
lokal, regional, nasional, maupun internasional). Atau dalam konsep Partai Keadilan,
lingkungan hidup harus dikelola secara integral,
global dan universalmenuju prosperity dan sustainability.[14]
Kesimpulan, bahwa ini adalah alasan yang mungkin mengapa Allah menyebutkan
secara eksplisit dalam Al-Qur’an tentang petingnya lingkungan hidup dan cara-cara
Islami dalam mengelola dunia ini. Kualitas lingkungan hidup sebagai indikator
pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas
merupakan pesan strategis dari Allah SWT untuk diwujudkan dengan sungguh-
sungguh oleh setiap muslim.