Makalah Agama
-
Upload
ridho-dwi-laksono -
Category
Documents
-
view
8 -
download
2
description
Transcript of Makalah Agama
Ridho Dwi LaksonoAyyub Dhimastara AjiEdy Hamid S.M. Fachry Akbar Iqbal Dwi Aripa
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum merupakan suatu alat yang mengatur tindakan manusia, sebagai acuan dari
pembuat hukum yang dianut oleh manusia tersebut. Hukum mengandung sanksi sebagai hasil
dari pelanggaran yang telah dilakukan dan hal ini berguna untuk memberi efek jera pada sang
pelanggar. Pembagian rana hukum sendiri sebenarnya sudah sangat luas, hukum dapat dibagi
berdasarkan pembuatnya yakni hukum adat, hukum agama, hukum negara dan lain – lain.
Islam merupakan agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi semua alam), siapapun yang menganut
agama tersebut dan melakukan kewajiban serta syariatnya maka akan dijamin keselamatan di
dunia dan di akhirat sesuai janji Allah SWT. Pada prinsipnya, syari’at adalah wahyu yang
diturunkan Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah (hadits). Syariat adalah dasar yang berlingkup
lebih luas dari hukum islam, berlaku abadi dan menunjukkan persatuan dalam Islam.
Dalam Islam sendiri menyusun sebuah hukum menggunakan metode yakni ushul fiqh,
ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang menjadi sarana untuk
mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai dalil-dalilnya yang
terinci. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan sebagai sistem yang mengolah data inputan sebelum
akhirnya diperoleh sebuah fiqih atau hukum islam.
Makalah ini akan membahas pengertian hukum islam, ruang lingkup hukum islam, tujuan
dan fungsi hukum islam serta implementasinya dalam kehidupan sehari – hari di masyrakat
secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syariat dan Hukum Islam
Syariat Islam
Secara etimologis syariah berarti “jalan yang harus diikuti.” Kata syariah muncul dalam
beberapa ayat Al-Qur’an, seperti dalam surah Al-Maidah:48, asy-Syura: 13, yang mengandung
arti “ jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan.”(Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin,
Ushul Fiqih. Hal. 1). Dalam hal ini agama yang ditetapkan oleh Allah disebut syariah, dalam
artian lughawi karena umat islam selalu melaluinya dalam kehidupannya.
Menurut para ahli, syariah secara terminologi adalah “segala titah Allah yang
berhubungan dengan tingkah laku manusia diluar yang mengenai akhlak”. Dengan demikian
syariah itu adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah. Karena memang syariah itu
adalah hukum amaliah yang berbeda menurut perbedaan Rasul yang membawanya dan setiap
yang datang kemudian mengoreksi yang datang lebih dahulu. Sedangkan dasar agama yaitu
tauhid/aqidah tidak berbeda antara Rasul yang satu dengan yang lain. Sebagian ulama ada yang
mengartikan syariah itu dengan: “ Apa-apa yang bersangkutan dengan peradilan serta pengajuan
perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada hal yang halal dan haram.” Lebih dalam
lagi Syaltut mengartikan syariah dengan “hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan
Allah bagi hamba-hambaNya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya
dengan manusia. Dr.Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syariah itu adalah apa-apa yang
ditetapkan Allah melalui lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat hukum yang menyangkut
kehidupan agama dan kehidupan dunia.
Hukum Islam
Hukum Islam merupakan rangkaian kata “hukum” dan “islam”. Secara terpisah hukum
dapat diartikan sebagai seperangkat perturan tentang tingkah laku manusia yang diakui
sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu,
berlaku dan mengikat seluruh anggotanya. Bila kata “hukum” di gabungkan dengan kata “islam”,
maka hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul
tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang
beragama islam. Bila artian sederhana tentang hukum islam itu dihubungkan dengan pengertian
fiqh, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud hukum islam itu adalah yang bernama fiqh
dalam literatur islam yang berbahasa arab.
Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan
potensi akal Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu
pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang
telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan
menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum
syar’I yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.
Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut
ketentuan yang bersifat syar’I, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata “amaliah”
yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk
manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti
masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam uraian ini.
penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil
penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum. Fiqh itu adalah
hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh nash.
Dari penjelasan diata dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan syariah memiliki
hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik itu
harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian
terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang disebut syari’ah. Untuk mengetahui semua
kehendak-Nya tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang
syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi apapun dan
bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci. Ketentuan yang terinci
tentang amaliah manusia mukalaf[ . yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman
terhadap syari’ah itu disebut fiqh.
B. Ruang Lingkup Hukum Islam
Para ulama membagi ruang lingkup hukum Islam (fiqh) menjadi dua yaitu :
1. Ahkam al- Ibadat
Ahkam al-Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya. Ahkam al-Ibadat ini dibedakan kepada
Ibadat Mahdla dan Ibadat Ghair Mahdlah. Ibadah Mahdlah adalah jenis
ibadah yang cara waktu atau tempatnya sudah ditentukan, seperti shalat,
puasa, zakat, haji, nadzar dan sumpah. Sedangkan ibadah ghair mahdlah
adalah semua bentuk pengabdian kepada Allah swt. dan setiap perkataan
atau perbuatan yang memberikan manfaat kepada manusia pada umumnya,
seperti berbuat baik kepada orang lain, tidak merugikan orang lain,
memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan, mengajak orang lain
untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk, dan lain-lain.
2. Ahkam Al-Mu’malat
Ahkam al-Mu’amalat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur
hubungan antar manusia (mahluk), yang terdiri dari :
a. Ahkam al-ahwal al-syahsiyat (hukum orang dan keluarga), yaitu hukum
tentang orng (subyek hukum) dan hukum keluarga, seperti hukum
perkawinan.
b. Ahkam al-Madaniyat (Hukum Benda), yaitu hukum yang mengatur
masalah yang berkaitan dengan benda, seperti jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam, penyelasian harta warisan atau hukum
kewarisan.
c. Al-ahkam al-Jinayat (Hukum Pidana Islam), yaitu hukum yang
berhubungan dengan perbuatan yang dilarang atau tindak pidana
(delict,jarimah) dan ancaman atau sanksi hukum bagi yang
melanggarnya (uqubat)
d. Al-ahkam al-qadla wal al-Murafa’at (hukum acara), yaitu hukum yang
berkaitan dengan acara diperadilan (hukum formil), umpama aturan
yang berkaitan dengan alat-alat bukti, seperti saksi, pengakuan,
pengakuan, sumpah, yang berkaitan dengan pelaksanaan hukuman
dan lain-lain.
e. Ahkam al-Dusturiyah (hukum tata Negara dan perundang-undangan),
yaitu hukum yang berkaitan dengan masalah politik, seperti mengenai
pangaturan dasar dan system Negara, perundang-undangan dalam
Negara, syarat-syarat, hak dan kewajiban pemimpin, hubungan
pemimpin dengan rakyatnya, dan lain-lain.
f. Ahkam al-dauliyah (hukum Internasional), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antar Negara, baik dalam keadaan damai maupun dalam
keadaan perang.
g. Ahkam al-Iqtishadiyah wa al-Maliyah (Hukum Perekonomian-dan
moneter), yaitu hukum tentang perekonomian dan keuangan dalam
suatu Negara dan antarnegara.
Sistematika hukum (ahkam al-muamalat) diatas, pada dasarnya sama
dengan sistematika dalam ilmu hukum. Menurut ilmu hukum, hukum dapat
dibedakan menjadi :
1. Hukum formil terdiri dari :
a. Hukum public formil (hukum acara pidana)
b. Hukum privat formil (hukum acara perdata)
2. Hukum materil terdiri dari :
a. Publik
a). Hukum pidana
b). Hukum tata Negara
c). Hukum tata usaha Negara
d). Hukum public internasional
b. Hukum Privat
a). Hukum perdata
b). Hukum dagang
c). Hukum intergentil (hukum antar golongan)
d). Hukum perdata Internasional1[4]
Jika dibandingkan hukum Islam bidang muamalah dengan hukum barat, yang
membedakan antara hukum privat (hukum perdata) dengan hukum publik,
maka sama halnya dengan hukum adat di tanah air kita, hukum Islam tidak
membedakan antara hukum perdata dan hukum public. Hal ini disebabkan
karena menurut system hukum Islam pada hukum public ada segi-segi
perdatanya, maka dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum
itu, yang disebutkan adalah bagian-bagiannya saja seperti misalnya :
1. Munakahat
2. Wirasah
3. Mu’amalat dalam arti khusus
4. Jinayat atau ‘ukubat
5. Al-ahkam as-sulthaniyah (khilafah)
6. Syiar
7. Mukhsamat2[5]
Jika ruang lingkup syariah diatas analisis objek pembahasannya, tampak
mencerminkan seperangkat norma ilahi yang mengatur tata hubungan
1
2
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
kehidupan social, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan
hidupnya. Norma ilahi yang mengatur tata hubungan dimaksud adalah :
1. Kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut kaidah ibadah
murni, mengatur cara dan upacara hubungan langsung antara manusia
dengan Tuhannya.
2. Kaidah muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya dan mahluk lain dilingkungannya.
C. Tujuan dan Fungsi Hukum Islam
Tujuan hukum islam adalah untuk mewujudkan atau menciptakan kemaslahatan hidup bagi
seluruh umat manusia di muka bumi ini.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ankabut; 45, yang artinya:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah lebih besar”
Selain itu tujuan hukum islam adalah menegakkan keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah
keadilan bagi seluruh umat manusia yang tidak terbatas pada kaum tertentu saja. Islam tidak
membedakan manusia berdasarkan keturunan dan suku atau warna kulit dan berbagai macam
perbedaan lainnya, kecuali ketaqwaannya. Telah disebutkan dalam firman Allah SWT QS. Al-
Hujurat;13, yang artinya:
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling bertaqwa diantara kamu“
Mengenai tujuan hukum islam yang ingin menegakkan keadilan, Allah SWT berfirman dalam
QS. Al-Maidah; 8, yang artinya:
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”
Kemaslahatan hakiki sebagai tujuan hukum islam, meliputi 5 hal, yakni: memelihara agama,
jiwa, akal dan keturunan serta harta yang selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Memelihara agama adalah memelihara pelaksanaan agama, yakni menjalankan agama
sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agama.
Memelihara jiwa adalah memelihara diri dari segala ancaman. Menyuburkan keikhlasan
hati dalam beribadah dan berinteraksi bersama dengan masyarakat.
Memelihara akal adalah menjaga akal pikiran agar selalu dapat berpikir secara sehat dan
senantiasa berbuat baik dan benar.
Memelihara keturunan adalah menjaga dan memberikan kasih sayang kepada anak
keturunan agar dapat tumbuh dengan normal dan dalam pendidikan yang baik.
Memelihara harta benda adalah mengatur agar mendapatkan rejeki yang baik, yang benar
dan halal serta senantiasa berbagi harta benda yang dimiliki kepada orang yang tidak
mampu sesuai dengan perintah agama.
Sedangkan apabila dilihat dari fungsinya hukum islam sendiri adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam
adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah
yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
b. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hukum Islam sebagai hokum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan kehidupan
umat manusia, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan dengan masyarakat. Sebagai contoh,
proses pengharaman riba dan khamar, jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hokum
(Allah) dengan subyek dan obyek hokum (perbuatan mukallaf). Penetap hokum tidak pernah
mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba atau khamar tidak
diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Ketika suatu hokum lahir, yang terpenting adalah
bagaimana agar hokum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan dengan kesadaran penuh. Penetap
hokum sangat mengetahui bahwa cukup riskan kalau riba dan khamar diharamkan sekaligus bagi
masyarakat pecandu riba dan khamar. Berkaca dari episode dari pengharaman riba dan khamar,
akan tampak bahwa hokum Islam berfungsi sebagai salah satu sarana pengendali sosial. Hukum
Islam juga memperhatikan kondisi masyarakat agar hokum tidak dilecehkan dan tali kendali
terlepas. Secara langsung, akibat buruk riba dan khamar memang hanya menimpa pelakunya.
Namun secara tidak langsung, lingkungannya ikut terancam bahaya tersebut. Oleh karena itu,
kita dapat memahami, fungsi kontrol yang dilakukan lewat tahapan pengharaman riba dan
khamar. Fungsi ini dapat disebut amar ma’ruf nahi munkar. Dari fungsi inilah dapat dicapai
tujuan hokum Islam, yakni mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan, baik
di dunia maupun di akhirat kelak.
c. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan
ancaman hokum atau sanksi hokum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap
jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan
riddah), dan ta’zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya
sanksi hokum mencerminkan fungsi hokum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi
warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi
hokum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
d. Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah
Fungsi hokum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin
dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis,
aman, dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hokum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci
dan mendetail sebagaimana terlihat dalam hokum yang berkenaan dengan masalah yang lain,
yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hokum Islam dalam masalah ini hanya
menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan
pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan
berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim
wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hukum Islam tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja
untuk bidang hokum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait. (Ibrahim Hosen, 1996 :
90).
D. Implementasi Hukum Islam dalam Kehidupan
Rasulullah SAW memberikan contoh dalam penerapan hukum. Jika kita mengacu pada
penerapan hukum di masa Rasulullah Saw, maka terdapat lima prinsip yang melandasinya, yaitu
kebebasan, musyawarah, persamaan, keadilan dan kontrol.
1. Kebebasan
Di antara landasan hukum yang dicontohkan Rasulullah Saw adalah kebebasan bagi
individu maupun kolektif, dalam keagamaan maupun sosial politik. Al-Qur`an memberikan
kebebasan di bidang agama.
La ikraha fiddin …
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama.”
“Apakah kamu memaksa manusia sehingga mereka beriman”.
Prinsip ini diterapkan oleh Rasulullah Saw ketika menyambut kedatangan rombongan Kristen
Najran di Madinah Munawarah. Pada saat bersamaan tibalah waktu shalat Ashar lalu mereka
shalat, maka Rasul Saw bersabda: “Biarkan mereka sholat.” Mereka shalat menghadap ke
Timur. Perdamaian Hudaibiyah contoh jelas kebebasan di bidang politik.
2. Musyawarah
Musyawarah merupakan prinsip dan sistem Islam yang sangat ditekankan dalam Islam
dan dipraktikkan oleh Rasul SAW. Allah berfirman:
… wa sya wirhum fil amri … (Ali Imran: 159)
… wa amruhum syuraa bainahum … (asy-Syuraa: 38)
Ketika Rasulullah Saw mendengar bahwa pasukan Quraisy sampai di Uhud, beliau
bermusyawarah dengan sahabat, apakah bertahan di dalam kota untuk bertahan atau harus
menghadapinya di luar kota. Demikian, Rasul Saw bermusyawarah sebagai pelajaran bagi umat.
Padahal tanpa musyawarah pun Rasul Saw telah dibimbing langsung oleh Allah.
3. Persamaan
Islam datang dalam kondisi manusia berkasta-kasta, berbeda suku dan status sosial.
Kaum wanita tidak memiliki derajat dalam pandangan masyarakat saat itu. Islam datang
menghapus kebanggaan keturunan dan kepangkatan. Islam menempatkan posisi yang mulia bagi
kaum wanita. Dan semua manusia disisi Allah SWT memiliki kedudukan yang sama, yang
membedakannya hanyalah amal saleh dan ketakwaannya.
Allah berfirman yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahu lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Hujuraat : 13)
Rasulullah SAW menegaskan prinsip kesamaan ini dengan sabda beliau:
“Kamu semua anak cucu Adam dan Adam diciptakan dari tanah.”
“Manusia sama rata bagaikan gigi sisir.Tiada keutamaan bagi orang Arab melebihi non
Arab kecuali dengan taqwa”.
4. Keadilan
Tugas yang diemban Rasul SAW antara lain berbuat adil kepada seluruh lapisan manusia.
“Dan katakanlah; aku beriman terhadap apa yang Allah turunkan dari kitab dan aku
diperintahkan untuk berbuat adil diantara kalian”
Contoh kongkret yang dilakukan Rasul Saw ketika Nu’man bin Basyir mengadu
padanya: “Bapakku memberiku hadiah, ibu tidak rela hingga disaksikan Rasul Saw Datanglah
kepada Rasul Saw agar disaksikannya Rasul Saw bersabda: “Apakah semua anakmu kamu beri
yang sama.” Ia menjawab, “Tidak.” Rasul Saw bersabda:“Bertakwalah kepada Allah dan
bersikap adillah di antara anakmu, saya tidak mau menjadi saksi atas kezaliman, maka ayah
mengambil lagi pemberian tersebut.”
5. Kontrol
Islam sangat menghargai kebebasan individu, kolektif, politik sosial, ekonomi dan
keagamaan. Namun demikian kebebasan yang diberikan Islam bukanlah kebebasan yang tanpa
batas melainkan kebebasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Sehingga
dalam mengekspresikan kebebasan diperlukan kontrol. Dalam sistem Islam bentuk kontrol
tersebut adalah amar ma’ruf dan nahi munkar. Hal itu merupakan puncak agama, serta
merupakan tugas yang diemban oleh para Nabi dan Rasul as.
Dalam hadits Riwayat Muslim dikatakan bahwa Umar ra berkata: “Rasulullah Saw
membagi barang. Aku berkata:’Ya Rasulullah Saw selain orang-orang itu ada yang lebih
berhak.’ Rasul Saw menjawab: ‘Mereka memberikan pilihan kepadaku, antara meminta
kepadaku dengan kasar atau mengatakan aku orang bakhil, padahal aku tidak bakhil.’”
BAB III
ANALISIS
Hukum Islam merupakan aturan-aturan yang merupakan hasil pemahaman dan deduksi
dari ketentuan-ketentuan yang diwahyukan Allah swt kepada Nabi Muhamad. Karena itu,
sumber utama hukum Islam adalah al-Qur’an dan Hadis. Bila diperlukan untuk menggali hukum
yang belum ada atau untuk memahami hukum maka perlu ijtihad (ra’yu) dengan berbagai
metode yang telah dirumuskan oleh ahli ushul fiqh. Hukum Islam tidak identik dengan hukum
dalam pengertian aturan yang dibuat oleh suatu badan yang diberi wewenang dan pemberlakuan
sangsi bagi pelanggarnya.
Hukum Islam dibuat dengan tujuan sebagaimana tujuan hidup manusia yaitu mengabdi
kepada Allah swt. Hukum Islam untuk masyarakat muslim berfungsi mengatur berbagai
hubungan manusia diatas bumi ini. Manusia yang hidup di dalam masyarakat memiliki berbagai
bentuk hubungan; mulai dari hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan dirinya sendiri,
hubungan dengan manusia lain dan hubungan benda dalam masyarakat serta hubungan dengan
alam sekitar.
Selain itu, hukum Islam bertujuan menciptakan kehidupan beragama, bermoral,
berkeadilan, tertib, sejahtera di dunia dan akhirat. Subjek hukum (mahkum ‘alaih) dalam hukum
Islam adalah mukallaf yaitu orang yang telah memenuhi syarat-syarat kecakapan untuk bertindak
hukum (ahliyah al-ada’). Hukum Islam tidak selamanya bersifat memaksa. Sebagiannya bersifat
korektif dan persuasif dan memberi kesempatan kepada pelanggarnya untuk menyesali diri
sendiri (taubat).
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari materi tentang hukum Islam ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum
merupakan suatu alat yang mengatur tindakan manusia, sebagai acuan dari pembuat
hukum yang dianut oleh manusia tersebut. Dan hukum islam adalah seperangkat
peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam.
Sementara itu ruang lingkup hukum islam ada dua, yaitu Ahkam al- Ibadat dan
Ahkam Al-Mu’malat. Dan implementasi hukum Islam dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya kebebasan, musyawarah, persamaan, keadilan dan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
https://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/hukum-islam-asas-ciri-
implementasi/
http://www.academia.edu/9397526/
Makalah_Studi_Hukum_Islam_Syariat_Fiqh_dan_Hukum_Islam
https://www.academia.edu/6464985/
Konsep_dan_Sumber_Hukum_Analisis_Perbandingan_Hukum_Islam_dan_Hukum_Posi
tif_