MakaLah Agama
Transcript of MakaLah Agama
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Keluarga merupakan fondasi bagi berkembang majunya masyarakat. Keluarga
membutuhkan perhatian yang serius agar selalu eksis kapan dan dimanapun. Perhatian ini
dimulai sejak pra pembentukan lembaga perkawinan sampai kepada memfungsikan keluarga
sebagai dinamisator dalam kehidupan anggotanya terutama anak-anak, sehingga betul-betul
menjadi tiang penyangga masyarakat.
Keluarga sakinah adalah idaman setiap manusia. Tapi tidak jarang dari mereka
menemukan jalan buntu, baik yang berkecukupan secara materi maupun yang
berkekurangan. Sebuah rumah tangga bagaikan sebuah bangunan yang kokoh, dinding,
genteng, kusen, pintu berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pintu digunakan sebagai
pengganti maka rumah akan bocor, atau salah fungsi yang lain maka rumah akan ambruk.
Begitu juga rumah tangga suami, istri dan anak harus tahu fungsi masing-masing, jika tidak
maka bisa ambruk atau berantakan rumah tangga tersebut.
Institusi keluarga yang merupakan lembaga terkecil dalam sebuah masyarakat selalu
dibutuhkan dimana dan kapan pun, termasuk di era globalisasi seperti sekarang ini. Sebagai
institusi yang terdiri dari individu-individu sebagai anggota, keluarga harus berkembang dan
beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Era
globalisasi yang melahirkan banyak kreasi berbagai fasilitas untuk mempermudah
memenuhi kebutuhan manusia nampaknya membawa dampak yang signifikan terhadap
kehidupan keluarga, baik dampak positif maupun negative.
2
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan pembuatan Makalah Pendidikan Agama ini adalah sebagai
berikut:
a. Sebagai sarana untuk mempraktekkan ilmu yang di dapat dibangku kuliah.
b. Menjelaskan bagaimana cara menjalin keluarga yang sakinah dalam kehidupan
berumah tangga yang baik didalam agama.
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi nilai UAS mata kuliah Pendidikan Agama Islam di semester V bagi program
Diploma tiga (D.III) jurusan Komputerisasi Akuntansi pada Akademi Manajemen
Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika tahun 2011.
1.3 Metode Penelitian
Dalam rangka memperoleh informasi untuk penulisan makalah ini menggunakan tiga
metode penelitian yaitu :
a. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data dengan mengamati secara langsung kegiatan
yang di lakukan untuk mengetahui masalah yang biasa terjadi pada kehidupan berumah
tangga dalam menjalin keluarga yang sakinah.
b. Studi Pustaka
Studi pustaka bertujuan mencari literature yang berisi teori yang berkaitan dengan
masalah yang di angkat sebagai bahan penulisan makalah ini. Hal ini di lakukan untuk
memperkaya bahan penulisan.
3
1.4 Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya membatasi bagaimana cara yang baik
dalam menjalin keluarga yang sakinah, dimulai pada proses ta’aruf (masa perkenalan),
proses lamaran hingga proses nikah dimana awal sebuah pasangan menjalin keluarga
yang sakinah.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulis menyusun sistematika penulisan secara keseluruhan yang di harapkan agar
dapat lebih di mengerti tentang maksud dan tujuan dari isi bab per bab, adapun
sistematika penulisan ini di bagi menjadi empat bab yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis membahas gambaran secara umum, maksud dan
tujuan, metode penelitian, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang keluarga sakinah, dan
permasalahan poligami yang disyaratkan dalam islam.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang gambaran pilar-pilar keluarga sakinah yang
baik didalam agama dalam menjalin sebuah kehidupan berumah tangga,
serta pembahasan tentang poligami yang disyaratkan dalam islam.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan, jawaban, rinkasan dan
memberikan saran-saran bagi penulis ini.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Keluarga sakinah adalah keluarga dengan enam kebahagiaan yang terlahir dari usaha
keras pasangan suami isteri dalam memenuhi semua hak dan kewajiban, baik kewajiban
perorangan maupun kewajiban bersama. Enam kebahagiaan yang dimaksud adalah
Kebahagiaan Finansial, seksual, intelektual, moral, spiritual dan idiologis
Kata sakinah diambil dari akar kata yang terdiri atas huruf sin, kaf dan nun yang
mengandung makna ketenangan, atau anonim dari guncang dan gerak. Berbagai kata yang
terdiri atas ketiga huruf tersebut semuanya bermuara pada makna diatas.
Kata sakinah yang digunakan dalam mensifati kata “keluarga” merupakan kata nilai
yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang
dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat.
2.2 Klasifikasi keluarga sakinah
BKKBN menngunakan istilah sejahtera untuk menyebut keluarga sakinah. Dalam hal
ini BKKBN mengklasifikasikan keluarga sakinah kedalam beberapa tingkatan yaitu:
1. Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal.
2. Keluarga Sejatera I (KS I), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhann dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya (sociopsychological needs).
5
3. Keluarga Sejahtera II (KS II), yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat
memenuhi kebutuhan sosial-psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan
pengembangannya (developmental needs).
4. Keluarga Sejahtera III (KS III), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial-psikologisnya dan pengembangan keluarganya, tetapi belum
dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat.
5. Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial-psikologisnya dan pengembangan serta telah
dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan.
6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pilar- Pilar Keluarga Sakinah
Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga adalah dimulai dengan ijab Kabul,
saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal. Dan bagi orang yang telah menikah dia
telah menguasai separuh agamanya. Sebuah rumah tangga bagaikan sebuah bangunan yang
kokoh, dinding, genteng, kusen, pintu berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pintu
digunakan sebagai pengganti maka rumah akan bocor, atau salah fungsi yang lain maka
rumah akan ambruk. Begitu juga rumah tangga suami, istri dan anak harus tahu fungsi
masing-masing, jika tidak maka bisa ambruk atau berantakan rumah tangga tersebut.
Keluarga sakinah tidak terjadi begitu saja, akan tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang
kokoh yang memerlukan perjuangan dan butuh waktu dan pengorbanan. Keluarga sakinah
merupakan subsistem dari sistem sosial (social system) menurut Al-Quran dan bukan
”bangunan” yang terdiri diatas lahan yang kosong. Pembangunan keluarga sakinah juga
tidak semudah membalik telapak tangan, namun sebuah perjuangan yang memerlukan
kesadaran yang cukup tinggi. Namun demikian semua langkah untuk membangunnya
merupakan sesuatu yang dapat diusahakan. Meskipun kondisi suatu keluarga cukup
seragam, akan tetapi ada langkah-langkah standar yang dapat ditempuh untuk membangun
bahtera rumah tangga yang indah, keluarga sakinah.
3.2. Tujuan Pernikahan Dalam Islam
Untuk melakukan sebuah pernikahan sudah tentu ada tujuannya, diantaranya
tujuannya adalah:
7
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan
ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor
dan menjijikan, seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo,
melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan
oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq Yang Mulia
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
غ�ض� � أ �ه� ن ف�إ و�ج �ز� �ت ي ف�ل �اء�ة� ب ال �م� ك من �ط�اع� ت اس م�ن �اب ب الش� ر� م�ع ش� �ا ي
�ه� ل �ه� ن ف�إ لص�و م ا ب ه �ي ف�ع�ل �طع ت �س ي �م ل م�ن و� ج ف�ر ل ل ح ص�ن�� أ و� �ص�ر ب ل ل
اء/ وج�
"Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum),
karena shaum itu dapat membentengi dirinya".[5]
3. Untuk Menegakkan RumahTangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian),
jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah Subhanahu wa
Ta'ala, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat berikut :
Footnote
[5]. HR Ahmad (I/424, 425, 432), Bukhari no. 1905, 5065, 5066, Muslim (IV/128), At Tirmidzi no. 1.081, An
Nasa-i (VI/56-58), Ad Darimi (II/132) dan Al Baihaqi (VII/77) dari sahabat Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu 'anhu. [5]. HR Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i (6/68), Ibnu
8
Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
"Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka
itulah orang-orang yang zhalim". [Al Baqarah:229].
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari'at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at
Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina
rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu ialah
harus kafa'ah dan shalihah.
3.3. Tata Cara Pernikahan Dalam Islam
Tata cara pernikahan yang dianjurkan dalam islam yaitu :
1.Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaknya ia meminang
terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi :
9
-. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
-. Adanya ijab qabul.
-. Adanya mahar
-. Adanya wali.
-. Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul 'urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana
mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang pula orang-orang miskin. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
... اة1 ش� �و ب و�ل م و ل� أ
"Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing".[9]
3.4. Kewajiban Suami
Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, tetapi
disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin dalam rumah
tangga. Allah SWT dalam hal ini berfirman:
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan
sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan
sebagian harta mereka. (Qs. an-Nisaa’: 34).
Footnote
10
[9]. HR Bukhari no. 5.155, Muslim no. 1.427, Abu Dawud no. 2.109, At Tirmidzi no. 1.094, An Nasa-i (VI/119-120), Ad Darimi (II/143), Ahmad (III/190, 271) dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu
Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun ini juga penting, tapi
bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat
untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata tidak mampu menjadi pemimpin bagi
keluarganya.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (Qs. at-Tahriim: 6).
Suami juga harus mempergauli istrinya dengan baik:
Dan pergauilah isteri-isteri kalian dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs. an-Nisaa’: 19).
Barang siapa menggembirakan hati istri, (maka) seakan-akan menangis takut kepada
Allah. Barang siapa menangis takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari
neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah memperhatikan
mereka berdua dengan penuh rahmat. Manakala suami merengkuh telapak tangan istri
(diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela jarinya. [HR.
Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Al-Khudzri].
Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan
suaminya dan bertanya, “Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?”
Rasulullah Saw hanya tersenyum lalu berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti.“
Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah memberikan sebuah kepada istri-
istrinya masing-masing sebuah cincin seraya berpesan agar tidak memberitahu kepada istri-
istri yang lain. Lalu suatu hari hari para istri Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan
pertanyaan yang sama. Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Yang paling aku sayangi adalah
yang kuberikan cincin kepadanya.” Kemudian, istri-istri Nabi Saw itu tersenyum puas
11
karena menyangka hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya
tidak terasing.
Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh mana sikapnya
terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik.
Sebaliknya, jika perlakuan terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk.
Hendaklah engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian
kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan
jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam
rumah. [al-Hadits].
Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik perlakuannya
terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik diantara kalian
dalam memperlakukan keluargaku. [al-Hadits].
Begitulah, suami janganlah kesibukannya mencari nafkah di luar rumah lantas
melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Suami berkewajiban mengontrol
dan mengawasi anak dan istrinya, agar mereka senantiasa mematuhi perintah Allah,
meninggalkan larangan Allah swt sehingga terhindar dari siksa api neraka. Ia akan dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah jika anak dan istrinya meninggalkan ibadah wajib,
melakukan kemaksiatan, membuka aurat, khalwat, narkoba, mencuri, dan lain-lain.
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung
jawaban atas yang dipimpinnya. [HR. Bukhari].
3.5. Kewajiban Istri
Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak dan menjaga
kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang dituntut bagi seorang
12
istri bukannya tanpa alasan. Suami sebagai pimpinan, bertanggung jawab langsung
menghidupi keluarga, melindungi keluarga dan menjaga keselamatan mereka lahir-batin,
dunia-akhirat.
Tanggung jawab seperti itu bukan main beratnya. Para suami harus berusaha
mengantar istri dan anak-anaknya untuk bisa memperoleh jaminan surga. Apabila anggota
keluarganya itu sampai terjerumus ke neraka karena salah bimbing, maka suamilah yang
akan menanggung siksaan besar nantinya.
Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya
adalah jalan menuju surga di dunia dan akhirat. Istri boleh membangkang kepada suaminya
jika perintah suaminya bertentangan dengan hukum syara’, missal: disuruh berjudi, dilarang
berjilbab, dan lain-lain.
Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadhan, memelihara
kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana saja yang
dikehendaki. [al-Hadist].
Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah.
[HR. Muslim, Ahmad dan an-Nasa'i].
Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Qs. an-Nisaa’: 34).
Ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup
seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah. (Qs.
al-Ahzab: 32).
Sekiranya aku menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain. Maka aku akan
menyuruh wanita bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadap mereka.
[al-Hadits].
13
Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika engkau memandangnya
dan mentaatimu jika engkau memerintahkan kepadanya, dan jika engkau bepergian dia
menjaga kehormatan dirinya serta dia menjaga harta dan milikmu. [al-Hadist].
3.6. Kiat –Kiat Menuju Keluarga Sakinah
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan
pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan
khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi
kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta
waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.
Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang
paling benar dan sah adalah Al Qur’an dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan
pemahaman Salafush Shalih. Berdasar rujukan ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang
aspek-aspek pernikahan, maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan
yang terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk
menikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah
Subhanhu wa Ta'ala berfirman:
� ال ه�ا �ي ع�ل �اس� الن ف�ط�ر� ي �ت ال �ه الل ة� فط ر� يف7ا ن ح� لد8ين ل و�ج ه�ك� قم� ف�أ
�م�ون� �ع ل ي � ال �اس الن �ر� ث ك� أ �كن� و�ل 8م� ق�ي ال الد8ين� ك� ذ�ل �ه الل ل ق خ� ل ديل� �ب ت
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Ar Ruum
: 30].
Islam Menganjurkan Nikah
14
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai
ikatan yang kuat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
�اق7ا م8يث �م منك خ�ذ ن�� و�أ �ع ض1 ب ل�ى إ �م �ع ض�ك ب ف ض�ى
� أ و�ق�د �ه� خ�ذ�ون �أ ت ف� �ي و�ك
يظ7ا غ�ل
"... Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [An
Nisaa:21].
3.7. Kewajiban Mendidik Anak
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik
dalam mengemban tanggung-jawabnya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
mempertanyakannya di hari kelak Akhir.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
اع1 ر� ج�ل� و�الر� ، اع1 ر� ر� مي� و�األ ،ه �ت ي ع ر� ع�ن ؤ�ول/ م�س �م �ك �ل و�ك ، اع1 ر� �م �ك �ل ك
�م �ك �ل ف�ك � ال� أ ،�ده و�و�ل و جه�ا ز� ت �ي ب ع�ل�ى �ة/ ي اع ر� ة�
� أ م�ر و�ال ،ه ت �ي ب ه ل� أ ع�ل�ى
ه �ت ي ع ر� ع�ن ؤ�ول/ م�س �م �ك �ل و�ك اع1 ر�
"Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung-jawab atas orang yang
dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas
keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya,
ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta
pertanggung-jawabannya atas kepemimpinannya".[17]
15
Footnote
[17]. HR Bukhari no. 893, 5.188, Muslim no. 1829, Ahmad (II/5, 54, 111) dari sahabat Ibnu
Umar Radhiyallahu 'anhuma.
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang
shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan dan
mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya
Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia mengajak
dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan
meneladani kedua orang tuanya, karena tabiat anak memang cenderung untuk meniru apa-
apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka mengenal dan
mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang menciptakannya dan seluruh alam
semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang pada
diri Beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan
memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang
baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan
generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al
Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada
anaknya.
16
4. Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang harus
menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa jadi pengaruh
jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi isteri yang
shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala pada waktu-waktu yang mustajab (waktu terkabulkannya do’a), seperti
sepertiga malam yang terakhir, agar keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan
rumah tangganya diberikan sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang
tercantum di dalam Al Qur’an :
�ن1 ع ي� أ ة� ق�ر� �ا ن �ات ي و�ذ�ر8 �ا ن و�اج ز
� أ من �ا �ن ل ه�ب �ا �ن ب ر� �ون� �ق�ول ي �ذين� و�ال
م�ام7ا إ �قين� م�ت ل ل �ا ن ع�ل و�اج
"Dan orang-orang yang berdo’a : ”Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-
isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al Furqan:74].
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam keluarganya,
dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang shalih dan shalihah, bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3.8. Poligami
Poligami mengandung arti
3.9. Syarat-Syarat Poligami Dalam Islam.
17
Bahwa beberapa ulama, setelah,meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka telah
menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya adalah monogamy. Terdapat ayat
yang mengandungi ugutan serta peringatan agar tidak disalah gunakan poligami itu
ditempat-tempat yang tidak wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kedzaliman.
Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk
mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain atau dengan kata lain bahwa
poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan
bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.
Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Membatasi Jumlah Istri Yang Akan Dinikahkannya.
Syarat ini telah disebutkan oleh ALLAH SWT dengan firman-Nya :
“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari perempuan-perempuan (lain)
dua, tiga atau empat.”(Al-Qur’an, Surah An-Nissa Ayat 3).
Ayat diatas menerangkan dengan jelas bahwa ALLAH telah menetapkan seseorang itu
berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang istri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristri
satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
2. Diharamkan Bagi Suami Mengumpulkan Wanita-Wanita Yang Masih Ada Tali
Persaudaraan.
Misalnya berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan ibu
saudara baik sebelah ayah maupun ibu. Tujuan pengharaman ini adalah untuk menjaga
silahturahmi antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (S.A.W) bersabda :
“Sesugguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan
silahturahmi diantara sesama kamu.” (Hadits Riwayat Bukhari & Muslim)
18
Kemudian dalam hadits berikut, Rasulullah (S.A.W) juga memperkuatkan larangan ini,
maksudnya :
Bahwa Ummu Habibah (Istri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya.
Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (Hadits Riwayat Bukhari
& Nasa’i)
3. Disyaratkan Pula Berlaku Adil.
Sebagaimana yang difirmankan ALLAH SWT:
“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (diantara istri-istri kamu), maka
(kahwinkanlah dengan) seorang sahaja atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kau
miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak
melakukan kedzaliman.”(Al-Qur’an, Surah An-Nissa ayat 3)
Dengan tegas diterangkan seerta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan
berpoligami. Andaikan tahu tidak dapat berlaku adil kalu sampai empat orang isri, cukuplah
tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua orang saja.
Dan kalau dua itupun masih khawatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah
dengan seorang saja.
Oleh karena itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut :
a. Berlaku Adil Terhadap Dirinya Sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja
mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang istri. Apabila dia
tetap berpoligami, ini berarti dia telah menganiaya dirinya sendiri. Sikap yang demikian
adalah tidak adil.
b. Adil Diantara Para Istri.
19
Setiap istri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan
hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang
diwajibkan oleh ALLAH SWT kepada suami.
Adil diantara istri-istri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman ALLAH SWT dalam
surah An-Nissa ayat 3 dan juga sunnah Rasul, Rasulullah(s.a.w) bersabda, maksudnya:
“Barang siapa yang mempunyai dua istri, lalu dia cenderung kepada salah seorang
diantaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak dihari kiamat dia akan
datang dengan keadaan pinggangnya miring hamper jatuh sebelah.”(Hadits Riwayat Ahmad
Bin Hanbal)
c. Adil Memberikan Nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah
dari salah seorang istrinya dengan alasan bahwa istri itu kaya atau ada sumber keuangannya,
kecuali kalau istri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan istrinya untuk membantu
dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Member nafkah yang lebih kepada seorang istri dan
yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Prinsip adil ini tidak ada
perbedaannya antara gadis dan janda, istri lama atau istri baru, istri yang masih muda atau
yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidilkan tinggi atau yang
buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atay yang sehat, yang mandul atau yang dapat
melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai istri.
d. Adil Dalam Menyediakan Tempat Tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa suami bertanggung jawab
menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap istri beserta anak-anaknya sesuai
20
dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan istri-
istri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
e. Adil Dalam Giliran.
Demikian jua, istri berhak mendapat giliran suaminya menginap dirumahnya sama
lamanya dengan waktu menginap dirumah istri-istri yang lain. Sekurang-kurangnya suami
harus menginap dirumah seorang istri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga
pada istri-istri yang lain. Walaupun ada diantara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas
atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan pernikahan dalam islam bukanlah
semata-mata untuk mengadakan ‘hubungan seks’ dengan istri pada malam giliran itu, tetapi
bermaksud untuk mentempurnkan kemesraan, kasih saying dan kerukunan antara suami istri
itu sendiri. Hal ini diterangkan ALLAH dengan Firman-Nya:
“Dan diantara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya bahwa Ia
Menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), istri-istri dan jenis kamu sendirim supaya
kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya diantara kamu (suami
istri) perasaan kasih saying dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu
mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesadaran) bagi orang-orang
yang berfikir.”(Al-Qur’an, Surah Ar-Ruum Ayat 21)
f. Anak-Anak Juga Mempunyai Hak Untuk Mendapatkan Perlindungan,
Pemeliharaan Serta Kasih Sayang Yang Adil dari Seorang Ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeda-bedakan
antara anak yang satu dengan anak yang lain. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak
mestilah diperhatikan bahwa nafkah anak yang masih kecil berbeda dengan anak yang sudah
besar, anak-anak perempuan berbeda pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang
21
mana, kesemuanya mereka berhak memilliki kasih saying serta perhatian yang seksama dari
bapak mereka. Keadilan juga sangat dituntuy oleh Islam agar demikian suami terpelihara
dari sikap curang yang dapat merusakkan rumah tangganya. Seterusnya, diharapkan pula
dapat memlihara dari terjadinya cerai-berai diantara anak-anak serta menghindarkan rasa
dendam diantara sesama istri.
4. Tidak Menimbulkan Huru-Hara Dikalangan Istri Maupun Anak-Anak.
Mesti yakin bahwa pernikahannya yang baru ini tidak akan menjelaskan serta
merusakkan kehidupan istri serta anak-anaknya. Karena, diperbolehkan poligami dalam
Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat
dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Berkuasa Menanggung Nafkah.
Yang dimaksudkan dengan nafkah disini adalah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah
(s.a.w.) bersabda yang bermaksud:
“Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kamu yang berkuasa mengeluarkam nafkah,maka
hendaklah kamu menikah. Dan siapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa.”
Hadits diatas menunjukkan bahwa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki
supaya menikah tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada istrinya.
Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak digalakkan menikah walaupun dia
seorang yang sifat zahir serta batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan
agar berpuasa. Jadi, kalau seorang istri siapa saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah,
sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah
kepada istri adalah wajib sebaik saja berlakunya suatu pernikahan, ketika suami telah
22
memiliki istri secara mutlak. Begitu juga istri wajib mematuhi serta memberikan
perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sejauh apapun dan sedalam apapun pengetahuan dan pemahaman kita tentang konsep
keluarga sakinah tidak akan menjadi jaminan bahwa kita akan dapat melaksanakannya
dalam bahtera rumah tangga. Karena kehidupan keluarga merupakan suatu yang
eksperimental dan empirik yang tidak hanya ada dalam dunia teori namun harus terjun
langsung dan mempraktekkannya yang terkadang pada kenyataannya jauh dari apa yang ada
dalam teori. Selain itu kehidupan keluarga berjalan secara dinamis mengikuti irama denyut
nadi perkembangan zaman dan faktor sosio-kultural dalam kehidupan masyarakat sangat
berpengaruh dalam perjalanan keidupan berkeluarga.
Kesimpulan dari kemampuan secara zahir adalah :
a. Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
b. Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
c. Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
d. Sehat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang menyebabkan dia gagal memenuhi
tuntutan nafkah zahir yang lain.
23
e. Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.
4.2 Ringkasan
Ringkasan yang bisa penulis ambil dari semua pembahasan yang kami bahas yaitu
4.3 Jawaban
1. Bagaimana dengan Poligami?
Jawab : Persyaratan yang harus dipenuhi suami yaitu :
a. Izin istri pertama
b. Istri tidak mampu lagi melayani suami
c. Istri tidak mampu melahirkan anak
d. Dapat berlaku adil
2.
4.4 Saran-Saran
Bagi para ikhwan dan akhwat yang ingin menuju suatu pernikahan terlebih dahulu
untuk menyiapkan mental yang kuat dan kepribadian yang matang, karena pernikahan
merupakan suatu ikatan yang akan dijalani setiap muslim sampai akhir hayatnya bukan
sesaat atau sementara saja. Dibutuhkan mental yang kuat karena didalam berumah
tangga bukanlah hanya penyatuan dua insan manusia saja melainkan penyatuan dua
orang keluarga yaitu dari pihak keluarga istri dan keluarga suami, dimana masing-
masing orang memiliki karakter yang berbeda-beda yag sulit dipahami. Dan untuk para
ikhwan dimana merekalah yang akan menjadi seorang imam dalam keluarganya nanti
24
dituntut untuk mengerti apa arti dari sebuah pernikahan dan bagaimana sebuah
pernikahan tersebut dijalankan sesuai dengan syariat Islam, karena yang akan membawa
kemana arah dan tujuan pernikahan tersebut adalah suami. Jika suami tersebut paham
akan itu semua Insya Allah cita-cita setiap insan manusia yaitu keluarga sakinah pun
akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Istanbuli, Mahdi, Mahmud.2010. Tuntunan Al-Qur’an Dan Sunnah Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah. PT.Sahara Intisains. Bekasi
Hawari, Dadang.H.dr.Dr.Prof. 2010. Tanya Jawab Seputar Perkawinan Ditinjau DariKesehatan Jiwa dan Agama Islam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Zahwa, Abu dan M.A, Haikal Ahmad Drs. 2010. Buku Pintar Keluarga Sakinah. Qultum Media. Jakarta
http://www.saifalink.co.cc/2010/19/Makalah-Tentang-Keluarga Sakinah/
William, Bates. 2000. Advancing Quality Through Additional Attention toResult. Chronicle, Vol. 1 number 11, January 2000. Diambil dari :