Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi
-
Upload
ali-hanafiah -
Category
Spiritual
-
view
1.387 -
download
13
description
Transcript of Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi
MAKALAH ADERINA CHEMONK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang berorientasi pada
moralitas berasas keislaman. Tasawuf bertujuan untuk lebih
mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya. Pembahasan mengenai
tasawuf dan konsep ilmunya tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang ada
didalamnya dan mempengaruhi perkembangannya. Tokoh-tokoh sufi
tersebut biasanya identik dengan kehidupan yang sederhana dan hanya
di tujukan untuk Allah. Kehidupan sufi sendiri sudah ada sejak zaman para
sahabat nabi yang mencontoh kehidupan beliau seperti Abu Bakar As-
Siddiq, Umar bin Khattab dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, para tokoh sufi tersebut memiliki
pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda. Dalam makalah ini
saya sebagai penulis akan memaparkan kisah hidup dan pemikiran salah
satu tokoh sufi, yaitu “Abu Yazid Al-Bustami”.
Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh
manusia dengan roh Tuhan. Dimana salah satu sufi besar yang dikenal
dengan pengalaman ittihad adalah Abu Yazid Taifur bin Isa bin Surusyan
al-Bustami atau lebih dikenal dengan panggilan Bayazid Al-Bustami. Dan
dalam makalah ini, penulis akan sedikit mengulas tentang Abu Yazid al-
Bustami sebagai upaya meluruskan pemahaman tentang beliau.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami ?
2. Bagaimana Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami ?
3. Apa saja Karya-karya Abu YAzid Al-Bustami ?
1.3. Tujuan penulisan
1. Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah tasawuf Tokoh
2. Mengetahui Riwayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami
3. Mengetahui Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami
4. Mengetahui Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Riwayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami
Abu Yazid Al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa
bin Syurusan al-Bustami. Beliau lahir di daerah Bustam, Persia, tahun 874
M-947 M. Nama kecilnya Taifur. Ayahnya bernama Surusyan, seorang
penganut agama Zoroaster, kemudian masuk Islam dan menjadi pemuka
Islam di Bustam dan Ibunya seorang yang zahid, sedangkan kakeknya
seorang Majusi yang memeluk Islam dan menganut madzhab Hanafi.
Ibunya juga seorang zahid, dan Abu Yazid al-Bustami amat patuh
kepadanya. Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di
daerahnya, tetapi Ia lebih memilih hidup sederhana.
Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah
mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu
Yazid akan memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap
makanan yang diragukan kehalalannya.
Sewaktu Abu Yazid meningkat usia remaja, dia juga terkenal
sebagai murid yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti
perintah agama dan berbakti kepada orang tuanya. Suatu kali gurunya
menerangkan suatu ayat dari surat Lukman yang menerangkan
“berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu’. Ayat ini
sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia berhenti belajar kemudian
menuju rumah untuk menemui ibunya. Ini suatu gambaran betapa Ia
memenuhi setiap panggilan Allah.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi menghabiskan
wakt puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi,
Ia terlebih dahulu telah menjadi seorang faqih dari madzhab Hanafi. Salah
seorang guru yang terkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Ia mengajarkan
kepadanya ilmu tauhid dan ilmu hakikat. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid
tidak ditemukan dalam bentuk buku. Abu yazid adalah tokoh penggagas
paham Al-Fana dan Al-Baqa.
Setelah seorang sufi berhasil melihat Tuhan dengan mata hati yang
ada dalatm sanubarinya, seperti yang dialami oleh Dzun Nun Al-Mishri
dengan pengalaman ma’rifatnya, selanjutnya sufi akan naik untuk bersatu
dengan Tuhan, Ia harus melalui suatu fase, yang disbeut dengan fana dan
baqa. Abu Yazid Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau
adalah salah seorang Sultan Aulia, yang merupakan salah satu Syeikh
yang ada di silsilah dalam thariqah Sadziliyah, Thariqah Suhrawardiyah
dan beberapa thariqah lain.1
2.2. Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami
Dalam perkembangan tasawuf, yang dipandang sebagai tokoh sufi
pertama yang memunculkan persoalan fana dan baqa adalah Abu Yazid
Al-Bustami.
Sebagai pahamnya yang dapat dianggap sebagai timbulnya fana dan
baqa adalah :
ي2ي0ت. ح2 ت.ه. ب5ه5 ف2 ف0 ن5ي0ت. ث.م; ع2ر2 ف2 ه. ب5ى0 ف2 أ2ع0ر5ف.
Artinya:
“Aku tahu pada tuhan melalui diriku hingga aku fana’ (hancur), kemudian
aku tahu pada-nya melalui dirinya maka aku pun hidup”.
Paham Al-Fana dan al-Baqa
Fana berarti hilang atau hancur. Setelah diri hancur, diikuti
oleh al-baqa, yang berarti tetap, terus hidup, dalam pengertian
1 Muchtar Solihin, Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003, hlm.79-80.
umum dapat dilihat dari penjelasan Al-Junaid, eperti dikutip oleh
Riva’I Siregar :
“ Hilangnya daya kesadaran kalbu dari hal-hal yang bersifat indrawi
karena adanya sesuatu yang dilihatnya. Situasi yang demikian akan
beralih karena hilangnya sesuatu yang terlihat itu dan berlangsung
terus secara silih berganti hingga tiada lagi yang disadari dan
dirasakan oleh indra ”2
Jadi, sebelum bersatu dengan Tuhan, seseorang harus
menghilangkan unsur materi yang terdapat dalam dirinya sehingga
yang tinggal hanyalah roh yang suci. Karena dalam diri manusia itu
ada dua unsur yang selalu bertarung dan saling menguasai, untuk
menetapkan satu eksistensi.
Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah penghancuran
diri (fana’ al-nafs) yaitu perasaan atau kesadaran tentang adanya
tubuh kasar manusia. Pendapat lain mengatakan hilangnya sifat-
sifat yang tercela dan yang nampak hanya sifat-sifat terpuji,
hilangnya keinginan yang bersifat duniawi dan bergantinya sifat-
sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.3
Menurut Abu Yazid al-Bustami, fana’ berarti hilangnya
kesadaran akan eksistensi diri pribadi sehingga tidak lagi
merasakan kehadiran tubuh jasmaniahnya sebagai manusia,
kesadaran menyatu dalam iradah Tuhan tetapi bukan dalam wujud
Tuhan.4
Dalam proses al-fana’, ada empat situasi yang dialami oleh
seseorang yaitu al-sakar, al-satahat, al-zawal al-Hijab dan Ghalab al-
Syuhud. Sakar adalah situasi yang terpusat pada satu titik sehingga
ia melihat dengan perasaannya. Syatahat secara bahasa berarti
gerakan sedangkan dalam istilah tasawuf dipahami sebagai ucapan
yang terlontar di luar kesadaran, kata-kata yang terlontar dalam
keadaan sakar. Al-Zawal al-Hijab diartikan dengan bebas dimensi
2 Riva’I Siregar, Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 146-147.3 Darul Fikri, Konsep Abu Yazid Al-Bustami. , http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-bustami.html4 Ibid,
sehingga ia keluar dari alam materi dan telah berada di alam
ilahiyat dan ghalab al-Syuhud merupakan tingkat kesempurnaan
musyahadah.5
Baqa’ merupakan akibat dari fana’ yang secara harfiah berarti
kekal, sedangkan menurut para sufi, baqa’ adalah kekalnya sifat-
sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia karena
lenyapnya sifat-sifat manusia.6
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari
fana’ dan baqa’ adalah mencapai penyatuan secara rohaniah dan
batiniah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya ada Tuhan
dalam dirinya.7
Untuk meningkatkan sehingga mencapai sifat-sifat Tuhan,
seseorang harus selalu dalam amalan dan akhlak terpuji. Diantara
amalan dan akhlak terpuji yang biasa dilakukan oleh Abu Yazid Al-
Bustami dalam pengalaman fana-nya dengan lapar dan tubuh yang
terbuka.
Fana yang dicari oleh kaum sufi adalah penghancuran diri,
yakni al-fana dan an-nafs. Yang dimaksud al-fana dan an-nafs
adalah hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh
kasar mausia. 8 Hampir sama dengan ketika orang sedang disuntik
kebal oleh dokter. Hal ini bukan pula berarti tubuh kasar itu tidak
ada, atau makhluk lainnya tidak berwujud. Hanya saja fana ini
menjadikan seseorang tidak sadar lagi pada makhluk dan pada
dirinya.9
Al-Ittihad
Ittihad artinya bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi yang
telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Ittihad merupakan
5 Ibid,6 Ibid,7 Ibid,8 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hlm.79.9 Muchtar Solihin, Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003, hlm.82.
suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah
menjadi satu.10
Dengan fana-Nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi
ke hadirat Tuhan. Keberadaanya dekat pada tuhan dapat dilihat dari
Syathahat yang diucapkan beliau :
Dك 5FFل أ2ن0ت2 م2 ك2 ل5ي0 و2 MFFب ب. م5ن0 ح. 2ت2ع2ج; ل2ك5نMي0 أ ي0ر و2 ق5 أ2ن2ا ع2ب0دD ف2 بMي0 ل2ك2 ف2 ب2 م5ن0 ح. 2ت2ع2ج; ت. أ ل2س0
Dد5ي0ر ق2
Artinya:
“Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu karena aku hanyalah
hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku.
Karena engkau adalah Raja Mahakuasa”
Setelah mengarungi pengalaman spiritual sufi tentang al-fana
dan al-baqa, sekarang kita akan mengikuti pelajaran sufi untuk
menyatu dengan Tuhan. Abu Yazid termasuk seorang yang
memperkenalkan fana dan baqa. Setelah fase ini dilalui, seorang
sufi akan menyatu dengan Tuhan. Antara dirinya dan Tuhan sudah
terjalin cinta yang selanjutnya maka ia akan bermesraan dengan
Tuhan. Ia mendekat, sampai tidka ada jarak dan akhirnya menyatu
dengan Tuhan. Setelah itu ana (saya) dan anta (kamu) sudah tidak
ada, yang ada hanyalah ana. Setelah menyatu dengan Tuhan, tidak
ada lagi uacapan. Kalau masih menyebut Allah (Dia) berarti Tuhan
masih jauh dan belum kelihatan. Kalau berkata berarti masih ada
dua sosok yang belum menyatu antara kau dan aku. Ucapan yang
terlontar dari Abu Yazid setelah shalat subuh adalah :
“ Suatu ketika seseorang lewat di rumah Abu Yazid dan mengetuk
pintu. Abu Yazid bertanya, “Siapa engkau cari?” Maka jawab
seseorang itu, “Abu Yazid”, Abu Yazid mengatakan, “Pergilah, di
rumah ini tidak ada Abu Yazid, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan
Mahatinggi ”
10 Ahmad Mustafa, Akhlak –Tasawuf , Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997, hlm. 270.
Dari ungkapan-ungkapan diatas, kelihatannya Abu Yazid
berbeda dengan Dzun Nun Al-Mishri. Kalau Dzun Nun Al-Mishri baru
sampai ke tingkat ma’rifat, Abu Yazid telah melewati tingkat itu dan
mencapai fana dan baqa dan seterusnya ittihad, bersatu dengan
Tuhan.
Pengalaman kedekatan Abu Yazid dengan Tuhan hingga
mencapai ittihad disampaikannya dalam ungkapan “Pada suatu
ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan, lalu Ia berkata: “Abu Yazid,
makhluk-makhluk-Ku sangat ingin memandangmu. Aku menjawab:
“Kekasihku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-
Mu, maka aku tak berdaya untuk menentang-Mu. Hiasilah aku
dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-makhluk-Mu
memandangku, mereka akan berkata: Kami telah melihat-Mu.
Engkaulah itu yang mereka lihat, dan aku tidak berada di hadapan
mereka itu. Puncak pengalaman kesufian Al-Bustami dalam ittihad
juga tergambar dalam ungkapan berikut: “Tuhan berkata, Abu
Yazid, mereka semua kecuali engkau adalah makhluk-Ku. Akupun
berkata, aku adalah Engkau. Engkau adalah aku, dan aku adalah
Engkau.”
Ucapan-ucapan Abu Yazid, kalau di dengar secara sepintas,
akan memberikan kesan ia sudah syirik atau menyekutukan Allah.
Oleh karena itu, dalam sejarahnya, ada sufi yang ditangkap dan
dipenjarakan disebabkan oleh ucapannya yang membingungkan
golongan awam.11
2.3. Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami
Abu Yazid tidak meninggalkan karya tulis, tetapi ia mewariskan
sejumlah ucapan dan ungkapan mengenai pemahaman tasawwufnya
yang disampaikan oleh murid-muridnya dan tercatat dalam beberapa
kitab tasawwuf klasik, seperti ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Tabaqat as-
11 Ibid, hlm. 83
Sufiyyah, Kasyf al-Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al-Luma. Di antara
ungkapannya disebut oleh kalangan sufi dengan istilah satahat, yaitu
ungkapan sufi ketika berada di pintu gerbang ittihad (kesatuan dengan
Allah SWT). Ucapan dan ungkapannya yang digolongkan satahat adalah
seperti berikut:
“Maha suci aku, alangkah agung kebesaranku”
“Tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku”
“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku”12
Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk
pintu, Abu Yazid bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu
menjawab, “Abu Yazid”, Abu Yazid berkata. ”Pergilah, di rumah ini tidak
ada, kecuali Allah yang maha kuasa dan Mahatinggi.13
Secara harfiah, ungkapan-ungkapan Abu Yazid atau yang juga dikenal
Bayazid itu adalah pengakuan dirinya sebagai Tuhan dan atau sama
dengan Tuhan. Akan tetapi sebenarnya bukan demikian maksudnya.
Dengan ucapannya Aku adalah Engkau bukan ia maksudkan akunya
Bayazid pribadi. Dialog yang terjadi sebenarnya adalah monolog. Kata-
kata itu adalah firman Tuhan yang disalurkan melalui lidah Bayazid yang
sedang dalam keadaan fana’an nafs.14
12 Mengupas ‘Ittihad’ Abu Yazid Al Bustami, http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-ittihad-abu-yazid-al-bustami.html13 Ibid,14 Riva’i Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufisme,Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1999. hlm.154.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Abu Yazid
Al-Bustami adalah sorang sufi dengan ajaran tasawufnya yaitu al-fana, al-
baqa dan al-ittihad. Al-fana adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak
yang tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari dalam diri manusia.
Al-baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak terpuji, ilmu
pengetahuan, dan kebersihan dari dosa dan maksiat. Sedangkan al-ittihad
adalah menyatunya jiwa manusia dengan Tuhan melalui usaha maksimal
seperti taubat, zikir, ibadah, dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji.
Karya-karya Abu Yazid Al Bustami tidak berupa suatu karya tulis atau
buku melainkan kata-kata yang disebut satahat.
DAFTAR PUSTAKA
Solihin, Muchtar. Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman,2003,Bandung:
CV.Pustaka Setia.
Mustafa, Ahmad. Akhlak Tasawuf ,1997, Bandung: CV.Pustaka Setia.
Siregar, Riva’I. Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme,2000, Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Darul Fikri, Konsep Abu Yazid Al-Bustami,
http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-
bustami.html
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,1992, Jakarta:
Bulan Bintang.
Mengupas Ittihad Abu Yazid Al-Bustami,
http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-ittihad-abu-
yazid-al - bustami.html