Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

13
MAKALAH ADERINA CHEMONK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang berorientasi pada moralitas berasas keislaman. Tasawuf bertujuan untuk lebih mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya. Pembahasan mengenai tasawuf dan konsep ilmunya tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang ada didalamnya dan mempengaruhi perkembangannya. Tokoh-tokoh sufi tersebut biasanya identik dengan kehidupan yang sederhana dan hanya di tujukan untuk Allah. Kehidupan sufi sendiri sudah ada sejak zaman para sahabat nabi yang mencontoh kehidupan beliau seperti Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab dan sebagainya. Dalam perkembangannya, para tokoh sufi tersebut memiliki pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda. Dalam makalah ini saya sebagai penulis akan memaparkan kisah hidup dan pemikiran salah satu tokoh sufi, yaitu “Abu Yazid Al-Bustami”. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan. Dimana salah satu sufi besar yang dikenal dengan pengalaman ittihad adalah Abu Yazid Taifur bin Isa bin Surusyan al-Bustami atau lebih dikenal dengan panggilan Bayazid Al-Bustami. Dan dalam makalah ini, penulis akan sedikit mengulas tentang Abu Yazid al-Bustami sebagai upaya meluruskan pemahaman tentang beliau.

description

Tokoh Tasawuf

Transcript of Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

Page 1: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

MAKALAH ADERINA CHEMONK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang berorientasi pada

moralitas berasas keislaman. Tasawuf  bertujuan untuk lebih

mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya. Pembahasan mengenai

tasawuf dan konsep ilmunya tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang ada

didalamnya dan mempengaruhi perkembangannya. Tokoh-tokoh sufi

tersebut biasanya identik dengan kehidupan yang sederhana dan hanya

di tujukan untuk Allah. Kehidupan sufi sendiri sudah ada sejak zaman para

sahabat nabi yang mencontoh kehidupan beliau seperti Abu Bakar As-

Siddiq, Umar bin Khattab dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, para tokoh sufi tersebut memiliki

pandangan dan pemahaman  yang  berbeda-beda. Dalam makalah ini

saya sebagai penulis akan memaparkan kisah hidup dan pemikiran salah

satu tokoh  sufi, yaitu “Abu Yazid Al-Bustami”.

Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh

manusia dengan roh Tuhan. Dimana salah satu sufi besar yang dikenal

dengan pengalaman ittihad adalah Abu Yazid Taifur bin Isa bin Surusyan

al-Bustami atau lebih dikenal dengan panggilan Bayazid Al-Bustami. Dan

dalam makalah ini, penulis akan sedikit mengulas tentang Abu Yazid al-

Bustami sebagai upaya meluruskan pemahaman tentang beliau.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Riwayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami ?

2. Bagaimana Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami ?

3. Apa saja Karya-karya Abu YAzid Al-Bustami ?

1.3. Tujuan penulisan

Page 2: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

1. Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah tasawuf Tokoh

2. Mengetahui Riwayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami

3. Mengetahui Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami

4. Mengetahui Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Riwayat Hidup Abu Yazid Al-Bustami

Abu Yazid Al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa

bin Syurusan al-Bustami. Beliau lahir di daerah Bustam, Persia, tahun 874

M-947 M. Nama kecilnya Taifur. Ayahnya bernama Surusyan, seorang

penganut agama Zoroaster, kemudian masuk Islam dan menjadi pemuka

Islam di Bustam dan Ibunya seorang yang zahid, sedangkan kakeknya

seorang Majusi yang memeluk Islam dan menganut madzhab Hanafi.

Ibunya juga seorang zahid, dan Abu Yazid al-Bustami amat patuh

kepadanya. Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di

daerahnya, tetapi Ia lebih memilih hidup sederhana.

Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah

mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu

Yazid akan memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap

makanan yang diragukan kehalalannya.

Sewaktu Abu Yazid meningkat usia remaja, dia juga terkenal

sebagai murid yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti

perintah agama dan berbakti kepada orang tuanya. Suatu kali gurunya

menerangkan suatu ayat dari surat Lukman yang menerangkan

“berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu’. Ayat ini

sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia berhenti belajar kemudian

menuju rumah untuk menemui ibunya. Ini suatu gambaran betapa Ia

memenuhi setiap panggilan Allah.

Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi menghabiskan

wakt puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi,

Ia terlebih dahulu telah menjadi seorang faqih dari madzhab Hanafi. Salah

Page 3: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

seorang guru yang terkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Ia mengajarkan

kepadanya ilmu tauhid dan ilmu hakikat. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid

tidak ditemukan dalam bentuk buku. Abu yazid adalah tokoh penggagas

paham Al-Fana dan Al-Baqa.

Setelah seorang sufi berhasil melihat Tuhan dengan mata hati yang

ada dalatm sanubarinya, seperti yang dialami oleh Dzun Nun Al-Mishri

dengan pengalaman ma’rifatnya, selanjutnya sufi akan naik untuk bersatu

dengan Tuhan, Ia harus melalui suatu fase, yang disbeut dengan fana dan

baqa. Abu Yazid Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau

adalah salah seorang Sultan Aulia, yang merupakan salah satu Syeikh

yang ada di silsilah dalam thariqah Sadziliyah, Thariqah Suhrawardiyah

dan beberapa thariqah lain.1

2.2. Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami

Dalam perkembangan tasawuf, yang dipandang sebagai tokoh sufi

pertama yang memunculkan persoalan fana dan baqa adalah Abu Yazid

Al-Bustami.

Sebagai pahamnya yang dapat dianggap sebagai timbulnya fana dan

baqa adalah :

ي2ي0ت. ح2 ت.ه. ب5ه5 ف2 ف0 ن5ي0ت. ث.م; ع2ر2 ف2 ه. ب5ى0 ف2 أ2ع0ر5ف.

Artinya:

“Aku tahu pada tuhan melalui diriku hingga aku fana’ (hancur), kemudian

aku tahu pada-nya melalui dirinya maka aku pun hidup”.

Paham Al-Fana dan al-Baqa

Fana berarti hilang atau hancur. Setelah diri hancur, diikuti

oleh al-baqa, yang berarti tetap, terus hidup, dalam pengertian

1 Muchtar Solihin, Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003, hlm.79-80.

Page 4: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

umum dapat dilihat dari penjelasan Al-Junaid, eperti dikutip oleh

Riva’I Siregar :

“ Hilangnya daya kesadaran kalbu dari hal-hal yang bersifat indrawi

karena adanya sesuatu yang dilihatnya. Situasi yang demikian akan

beralih karena hilangnya sesuatu yang terlihat itu dan berlangsung

terus secara silih berganti hingga tiada lagi yang disadari dan

dirasakan oleh indra ”2

Jadi, sebelum bersatu dengan Tuhan, seseorang harus

menghilangkan unsur materi yang terdapat dalam dirinya sehingga

yang tinggal hanyalah roh yang suci. Karena dalam diri manusia itu

ada dua unsur yang selalu bertarung dan saling menguasai, untuk

menetapkan satu eksistensi.

Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah penghancuran

diri (fana’ al-nafs) yaitu perasaan atau kesadaran tentang adanya

tubuh kasar manusia. Pendapat lain mengatakan hilangnya sifat-

sifat yang tercela dan yang nampak hanya sifat-sifat terpuji,

hilangnya keinginan yang bersifat duniawi dan bergantinya sifat-

sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.3

Menurut Abu Yazid al-Bustami, fana’ berarti hilangnya

kesadaran akan eksistensi diri pribadi sehingga tidak lagi

merasakan kehadiran tubuh jasmaniahnya sebagai manusia,

kesadaran menyatu dalam iradah Tuhan tetapi bukan dalam wujud

Tuhan.4

Dalam proses al-fana’, ada empat situasi yang dialami oleh

seseorang yaitu al-sakar, al-satahat, al-zawal al-Hijab dan Ghalab al-

Syuhud. Sakar adalah situasi yang terpusat pada satu titik sehingga

ia melihat dengan perasaannya. Syatahat secara bahasa berarti

gerakan sedangkan dalam istilah tasawuf dipahami sebagai ucapan

yang terlontar di luar kesadaran, kata-kata yang terlontar dalam

keadaan sakar. Al-Zawal al-Hijab diartikan dengan bebas dimensi

2 Riva’I Siregar, Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 146-147.3 Darul Fikri, Konsep Abu Yazid Al-Bustami. , http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-bustami.html4 Ibid,

Page 5: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

sehingga ia keluar dari alam materi dan telah berada di alam

ilahiyat dan ghalab al-Syuhud merupakan tingkat kesempurnaan

musyahadah.5

Baqa’ merupakan akibat dari fana’ yang secara harfiah berarti

kekal, sedangkan menurut para sufi, baqa’ adalah kekalnya sifat-

sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia karena

lenyapnya sifat-sifat manusia.6

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari

fana’ dan baqa’ adalah mencapai penyatuan secara rohaniah dan

batiniah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya ada Tuhan

dalam dirinya.7

Untuk meningkatkan sehingga mencapai sifat-sifat Tuhan,

seseorang harus selalu dalam amalan dan akhlak terpuji. Diantara

amalan dan akhlak terpuji yang biasa dilakukan oleh Abu Yazid Al-

Bustami dalam pengalaman fana-nya dengan lapar dan tubuh yang

terbuka.

Fana yang dicari oleh kaum sufi adalah penghancuran diri,

yakni al-fana dan an-nafs. Yang dimaksud al-fana dan an-nafs

adalah hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh

kasar mausia. 8 Hampir sama dengan ketika orang sedang disuntik

kebal oleh dokter. Hal ini bukan pula berarti tubuh kasar itu tidak

ada, atau makhluk lainnya tidak berwujud. Hanya saja fana ini

menjadikan seseorang tidak sadar lagi pada makhluk dan pada

dirinya.9

Al-Ittihad

Ittihad artinya bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi yang

telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Ittihad merupakan

5 Ibid,6 Ibid,7 Ibid,8 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hlm.79.9 Muchtar Solihin, Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003, hlm.82.

Page 6: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah

menjadi satu.10

Dengan fana-Nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi

ke hadirat Tuhan. Keberadaanya dekat pada tuhan dapat dilihat dari

Syathahat yang diucapkan beliau :

Dك 5FFل أ2ن0ت2 م2 ك2 ل5ي0 و2 MFFب ب. م5ن0 ح. 2ت2ع2ج; ل2ك5نMي0 أ ي0ر و2 ق5 أ2ن2ا ع2ب0دD ف2 بMي0 ل2ك2 ف2 ب2 م5ن0 ح. 2ت2ع2ج; ت. أ ل2س0

Dد5ي0ر ق2

Artinya:

“Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu karena aku hanyalah

hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku.

Karena engkau adalah Raja Mahakuasa”

Setelah mengarungi pengalaman spiritual sufi tentang al-fana

dan al-baqa, sekarang kita akan mengikuti pelajaran sufi untuk

menyatu dengan Tuhan. Abu Yazid termasuk seorang yang

memperkenalkan fana dan baqa. Setelah fase ini dilalui, seorang

sufi akan menyatu dengan Tuhan. Antara dirinya dan Tuhan sudah

terjalin cinta yang selanjutnya maka ia akan bermesraan dengan

Tuhan. Ia mendekat, sampai tidka ada jarak dan akhirnya menyatu

dengan Tuhan. Setelah itu ana (saya) dan anta (kamu) sudah tidak

ada, yang ada hanyalah ana. Setelah menyatu dengan Tuhan, tidak

ada lagi uacapan. Kalau masih menyebut Allah (Dia) berarti Tuhan

masih jauh dan belum kelihatan. Kalau berkata berarti masih ada

dua sosok yang belum menyatu antara kau dan aku. Ucapan yang

terlontar dari Abu Yazid setelah shalat subuh adalah :

“ Suatu ketika seseorang lewat di rumah Abu Yazid dan mengetuk

pintu. Abu Yazid bertanya, “Siapa engkau cari?” Maka jawab

seseorang itu, “Abu Yazid”, Abu Yazid mengatakan, “Pergilah, di

rumah ini tidak ada Abu Yazid, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan

Mahatinggi ”

10 Ahmad Mustafa, Akhlak –Tasawuf , Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997, hlm. 270.

Page 7: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

Dari ungkapan-ungkapan diatas, kelihatannya Abu Yazid

berbeda dengan Dzun Nun Al-Mishri. Kalau Dzun Nun Al-Mishri baru

sampai ke tingkat ma’rifat, Abu Yazid telah melewati tingkat itu dan

mencapai fana dan baqa dan seterusnya ittihad, bersatu dengan

Tuhan.

Pengalaman kedekatan Abu Yazid dengan Tuhan hingga

mencapai ittihad disampaikannya dalam ungkapan “Pada suatu

ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan, lalu Ia berkata: “Abu Yazid,

makhluk-makhluk-Ku sangat ingin memandangmu. Aku menjawab:

“Kekasihku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-

Mu, maka aku tak berdaya untuk menentang-Mu. Hiasilah aku

dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-makhluk-Mu

memandangku, mereka akan berkata: Kami telah melihat-Mu.

Engkaulah itu yang mereka lihat, dan aku tidak berada di hadapan

mereka itu. Puncak pengalaman kesufian Al-Bustami dalam ittihad

juga tergambar dalam ungkapan berikut: “Tuhan berkata, Abu

Yazid, mereka semua kecuali engkau adalah makhluk-Ku. Akupun

berkata, aku adalah Engkau. Engkau adalah aku, dan aku adalah

Engkau.”

Ucapan-ucapan Abu Yazid, kalau di dengar secara sepintas,

akan memberikan kesan ia sudah syirik atau menyekutukan Allah.

Oleh karena itu, dalam sejarahnya, ada sufi yang ditangkap dan

dipenjarakan disebabkan oleh ucapannya yang membingungkan

golongan awam.11

2.3. Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami

Abu Yazid tidak meninggalkan karya tulis, tetapi ia mewariskan

sejumlah ucapan dan ungkapan mengenai pemahaman tasawwufnya

yang disampaikan oleh murid-muridnya dan tercatat dalam beberapa

kitab tasawwuf klasik, seperti ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Tabaqat as-

11 Ibid, hlm. 83

Page 8: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

Sufiyyah, Kasyf al-Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al-Luma. Di antara

ungkapannya disebut oleh kalangan sufi dengan istilah satahat, yaitu

ungkapan sufi ketika berada di pintu gerbang ittihad (kesatuan dengan

Allah SWT). Ucapan dan ungkapannya yang digolongkan satahat adalah

seperti berikut:

“Maha suci aku, alangkah agung kebesaranku”

“Tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku”

“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku”12

Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk

pintu, Abu Yazid bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu

menjawab, “Abu Yazid”, Abu Yazid berkata. ”Pergilah, di rumah ini tidak

ada, kecuali Allah yang maha kuasa dan Mahatinggi.13

Secara harfiah, ungkapan-ungkapan Abu Yazid atau yang juga dikenal

Bayazid itu adalah pengakuan dirinya sebagai Tuhan dan atau sama

dengan Tuhan. Akan tetapi sebenarnya bukan demikian maksudnya.

Dengan ucapannya Aku adalah Engkau bukan ia maksudkan akunya

Bayazid pribadi. Dialog yang terjadi sebenarnya adalah monolog. Kata-

kata itu adalah firman Tuhan yang disalurkan melalui lidah Bayazid yang

sedang dalam keadaan fana’an nafs.14

12 Mengupas ‘Ittihad’ Abu Yazid Al Bustami, http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-ittihad-abu-yazid-al-bustami.html13 Ibid,14 Riva’i Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufisme,Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1999. hlm.154.

Page 9: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Abu Yazid

Al-Bustami adalah sorang sufi dengan ajaran tasawufnya yaitu al-fana, al-

baqa dan al-ittihad. Al-fana adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak

yang tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari dalam diri manusia.

Al-baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak terpuji, ilmu

pengetahuan, dan kebersihan dari dosa dan maksiat. Sedangkan al-ittihad

adalah menyatunya jiwa manusia dengan Tuhan melalui usaha maksimal

seperti taubat, zikir, ibadah, dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji.

Karya-karya Abu Yazid Al Bustami tidak berupa suatu karya tulis atau

buku melainkan kata-kata yang disebut satahat.

Page 10: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi

DAFTAR PUSTAKA

Solihin, Muchtar. Tokoh-tokoh Sufi Lintas Zaman,2003,Bandung:

CV.Pustaka Setia.

Mustafa, Ahmad. Akhlak Tasawuf ,1997, Bandung: CV.Pustaka Setia.

Siregar, Riva’I. Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme,2000, Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Darul Fikri, Konsep Abu Yazid Al-Bustami,

http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-

bustami.html

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,1992, Jakarta:

Bulan Bintang.

Mengupas Ittihad Abu Yazid Al-Bustami,

http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-ittihad-abu-

yazid-al - bustami.html

Page 11: Makalah Aderina Chemonk: Abu Yazid Al-Bustomi