Makalah 22 Olivia

61
Makalah PBL Blok 21 Meningitis Bakterialis Disusun oleh: Olivia Ekaputri 10.2009.077 – A6 Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis. Meningitis yg disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yg disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan 1

description

pbl

Transcript of Makalah 22 Olivia

Page 1: Makalah 22 Olivia

Makalah PBL Blok 21

Meningitis Bakterialis

Disusun oleh:

Olivia Ekaputri

10.2009.077 – A6

Email: [email protected]

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta 2011

Bab I

Pendahuluan

Latar Belakang

Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis.

Meningitis yg disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yg disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.

Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Mengerti dan memahami perjalanan penyakiy serta penanganan yang benar pada pasien meningitis

1

Page 2: Makalah 22 Olivia

BAB II

ISI

Skenario

Seorang anak perempuan usia 5 tahun dibawa ke RS karena kejang pada beberapa menit

sebelumya. Sejak 4 hari yang lalu, anak tersebut menderita batuk & pilek,dan dia hanya diberi

obat batuk pilek yang dapat dibeli di warung, 2 hari kemudian timbul demam tinggi, ibunya

memberikan obat penurun panas, tetapi demam tidak turun-turun. Sehari sebelum anak dibawa

ke rumah sakit, anak tersebut mengalami kejang-kejang pada kedua kaki & tangan selama

beberapa menit, sebanyak 2x dengan interval 1 jam. Ibunya memperhatikan, anaknya sering

terlihat mengantuk & tidur terus.

A. Anamnesis

Ada beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan pada orang tua atau orang terdekat anak.

Riwayat Penyakit Sekarang

1. Apakah terdapat demam tinggi yang tidak turun-turun? Sejak kapan? Apa saja tindakan

yang dilakukan?

2. Apakah didapatkan kejang-kejang pada anak? Kejang seperti apa? Kapan? Berapa lama

durasi dari kejangnya?

3. Apakah didapatkan penurunan kesadaran? Perubahan ini berhubungan dengan meningitis

bakteri. Disorientaasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal tandanya

penyakit.

4. Apakah adalah perubahan perilaku seperti letargik, tidak responsive?

5. Apakah terdapat keluhan sakit kepala? Keluhan ini berkaitan dengan iritasi meningen.

6. Apakah ada riwayat menjalani perawatan di RS, pernakah menjalan tindakan invasive

yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakanm emlalui

pembuluh darah?

7. Apakah terdapat gejala mual muntah?

2

Page 3: Makalah 22 Olivia

Riwayat Penyakit Terdahulu

1. Riwayat infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabi.

2. Riwayat tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala.

3. Riwayat sakit TBC jika ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalan obat anti

tuberculosis.

4. Riwayat pemakaian obat kortikosteroid.

B. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan untuk membantu diagnosis meningitis.

a. Pemeriksaan Tanda Vital

Pada pasien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh tubuh dari normal

38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.

Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang

sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan

dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering

kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada

sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal

atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.

b. Breathing

Inspeksi apakah pasien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu

napas dan peningkatan frekuensi napas yang sering didapatkan pada pasien meningitis

yang disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan

jika terdapat deformitas pada tulang dada pada pasien dengan efusi pleura massif (jarang

terjadi pada pasin dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi

pada pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

c. Kesadaran

Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter

yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kewaspadaan pasien dan

respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem

3

Page 4: Makalah 22 Olivia

persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam

kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien meningitis biasanya berkisar pada tingkat

letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika pasien sudah mengalami koma maka penilaian

GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk

pemantauan pemberian asuhan.

Tingkat Kesadaran Gejala

Compos Mentis keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang

bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang

visual, auditorik, dan sensorik.

Apatis sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.

Delirium kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan

motorik seperti disorientasi, iritatif, salah persepsi

terhadap rangsang sensorik,sering timbul ilusi dan

halusinasi.Somnolen penderita mudah dibangunkan, dapat bereaksi secara

motorik maupun verbal yang layak, terlena saat rangsang

dihentikan.Stupor penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat

oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang.

Koma tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri

yang hebat sekalipun.

Table 1. Tingkat Kesadaran.2

Penilaian kemampuan kesadaran dapat dilihat dari pemeriksaan kemampuan orientasi,

pertimbangan, abstraksi, kosa kata, dan daya ingat. GCS (Glasgow Coma Scale) adalah

cara untuk menilai tingkat kesadaran berdasar respon mata, bicara, motorik.

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat

kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian

4

Page 5: Makalah 22 Olivia

dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah

diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon

verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.

Jenis Pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (Eye Opening, E)

·      Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)

·      Respon terhadap suara (suruh buka mata)

·      Respon terhadap nyeri (dicubit)

·      Tida ada respon (meski dicubit)

4

3

2

1

Respon verbal (V)

         Berorientasi baik

         Berbicara mengacau (bingung)

         Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non-kalimat,

misalnya, “aduh… bapak..”)

         Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)

         Tidak ada suara

5

4

3

2

1

Respon motorik terbaik (M)

·      Ikut perintah

·      Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

·      Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)

·      Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki

extensi saat diberi rangsang nyeri)

·      Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan

jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)

·      Tidak ada (flasid)

6

5

4

3

2

1

Tabel 1. Skala GCS.2

Kriteria: - kesadaran baik/ normal –> GCS 13-15- kesadaran turun –> GCS 9-12- koma –> GCS <8

5

Page 6: Makalah 22 Olivia

d. Fungsi Serebral

Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan

aktivitas motorik pasien. Pada pasien meningitis tahap lanjut biasanya status mental

pasien mengalami perubahan.

e. Keadaan fisik

o Perabaan pada fontanella.3

o Photophobia

Gambar 1. Bulging Fontanelle.4

f. Tanda Meningeal

- Kaku kuduk

Pasien diatur dengan posisi terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tahanan

dagu dan tidak menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk positif.

positif (+)

- Brudzinski sign

o Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan

dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi

sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan

6

Page 7: Makalah 22 Olivia

kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini

adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi

lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

o Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi

lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul

gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan

panggul ini menandakan test ini postif.

- Kernig sign

Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada

persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan

pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila

teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan

Kernig sign positif.

- Laseque sign

Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai

diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)

persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan

ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit

dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka

disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil

patokan 60°.

2. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium

o Lumbal Punksi dan analisis CSF

Jarum punksi lumbal dimasukan diantara vertebra lumbal ke-3 dan ke-4 atau ke-4

7

Page 8: Makalah 22 Olivia

dan ke-5 hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah medulla spoinalis di

bagian causa

equine. Manometer dipasang diujung jarum via dua jalan dan cairan serebrospinal

memungkinkan mengalir ke manometer untuk mengetahui tekanan intraspinal.

LP sangat penting untuk alat diagnosa. Prosedur ini memungkinkan melihat

bagian dalam seputar medulla spinalis, yang mana memberikan pandangan pada

fungsi otak juga. Prosedur ini relative mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu

mahal.

Kerugian / kemungkinan komplikasi :

Nyeri kepala hebat akibat kebocoran CSF.

Meningitis akibat masuknya bakteri ke CSF.

Paresthesia/ nyeri bokong atau tungkai.

Injury pada medulla spinalis.

Injury pada aorta atau vena cava, menyebabkan perdarahan serius.

Herniasi otak. Pada pasien denga peningkatan tekanan, tiba-tiba terjadi

penurunan tekanan akibat lumbar puncture, bisa menyebabkan herniasi

kompressi otak terutama batang otak.

Kontraindikasi dilakukannya LP:

1. Meningkatnya TIK

2. Gangguan kardiovascular dan pernapasan

3. Infeksi pada tempat pengambilan CSF

4. Infeksi epidural

5. Infeksi sistemik

6. Kelainan anatomi pada tempat punksi, misalnya skoliosis.

8

Page 9: Makalah 22 Olivia

Gambar 2. Lumbar Puncture.5

Analisis CSF

o Pemeriksaan Makroskopik

1. Warna

Normal : tidak bewarna

Merah : darah (perdarahan subarachnoid dan intraserebral), dan

trauma pungsi

Kuning (xantokrom) : ikterus, kadar protein > 150 mg/dl,

hiperkarotenemia, melanoma malignan.

2. Kekeruhan

Normal : tidak ada kekeruhan

Keruh: pleiositosis, mikroorganisme, kadar protein tinggi

Sangat keruh : meningitis bakterialis

3. Bekuan

Normal : tidak ada bekuan

Bekuan halus : meningitis TBC

9

Page 10: Makalah 22 Olivia

Bekuan besar dan kasar : meningitis purulenta

Bekuan en masse : sindroma froin, trauma pungsi

o Pemeriksaan Mikroskopik

Hitung sel

Hitung jenis sel

o Pemeriksaan Kimia

Protein kualitatif Nonne-Pandy, kuantitatif normal <1% protein

plasma

Protein meningkat : inflamasi, proses degenerasi, tumor,

perdarahan.(meningkat tanpa pleiositosis Guillian Barre)

Protein sangat meningkat : meningitis bakterialis, Sindrom Froin.

Glukosa

Normal : 50-80 mg/dl

Kadar rendah : hipogikemia, meningitis bakteriali/TBC/fungus,

keganasan

Kadar normal : infeksi virus, neuro sifilis

Kadar tinggi : hiperglikemia

Klorida

Normal : 720-750 mg/dl

Penurunan kadar Cl : meningitis akut, meningitis TBC

o Pemeriksaan Mikrobiologi

Pewarnaan gram/ BTA

Kultur CSF

Serologi

10

Page 11: Makalah 22 Olivia

Gambar 3. CSF.6

o Pemeriksaan darah lengkap

o Kultur darah

o Tes tuberculin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik. Pemeriksaan

elektrolit perlu dilakukan pada meningitis bakterial karena da[at terjadi dehidrasi

dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi

juga untuk menghitung jumlah leukosiy dan memperoleh gambaran hitung jenis.

o PCR CSF

Pemeriksaan counter imunoelectrophoresis dari CSS dilakukan untuk

menentukan antigen kuman di dalam CSS misalnya meningokokus, Hemofilus

influenza dan Eschericia coli. Dilakukan pemeriksaan urin apabila pemeriksaan

CSS dan darah negative. Tes ini dapat menentukan Neiseria meningitides,

Hemofilus influenza, dan Streptococus pneumonia dengan cepat dan jarang

member hasil false positif .

- Pemeriksaan Radiologi

a. Pneumo-angiografi

Perubahan-perubahan darah disebabkan oleh radang pada pembuluh darah, spasme

dan tekanan intracranial yang meninggi. Dapat terjadi pentempitan arteri,

penyumbatan aliran retrograde atau aliran darah menjadi pelan sekali.

b. Foto polos tengkorak

11

Page 12: Makalah 22 Olivia

Pemeriksaan ini dapat menentukan fraktur tulang tengkorak dan infeksi sinus-sinus

paranasales, sebagai penyebab atau factor resiko meningitis.

c. Foto dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan adanya pneumonia, abses paru, proses

spesifik, dan massa tumor.

d. Pemeriksaan EEG

Pada EEG dapat dijumpai gelombang lambat yang difus di kedua hemisfer,

penurunan voltase karena efusi subdural atau aktivitas delta fokal bila terdapat

bersamaan dengan abses otak.

e. CT Scan dan MRI

Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui adanya edema otak, ventrikulitis,

hidrosefalus, dan massa tumor.

C. Working Diagnosis

Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga

lapisan dari luar ke dalam yaitu dura meater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater terdiri atas

lapisan yang berfungsi kecuali di dalam otak tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada

tulang dan terdapat sinus venosus.

Falks serebri adalah lapisan vertical dura mater yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada

garis tengah. Tentorium cerebri adalah ruang horizontal dari dura mater yang memisahkan lobus

oksipitalis dari serebellum. Arakhnoid merupakan membran lembut yang bersatu di tempatnya

dengan pia meter, di antaranya terdapat ruang subarakhnoid di mana terdapat arteri dan vena

serebri dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang

subarakhnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah di antara serebellum dan

medula oblongata. Pia meter merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil

yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banayak. Pia meter adalah lapisan yang

langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis.

12

Page 13: Makalah 22 Olivia

Secara ringkas pengertian dari meningitis adalah radang pada meningen/membran (selaput) yang

mengelilingi otak dan medula spinaslis, biasanya disebabkan oleh invasi bakteri dan hanya

sedikit oleh virus.

Meningitis pada anak memiliki prognosis yang berbeda – beda, bergantung pada usia anak,

organism, dan respon anak terhadap terapi. Meningitis bakteri menyebabkan kematian jika tidak

ditangani dengan segera. Kebanyakan kasus meningitis anak terjadi antara usia 1 bulan dan 5

tahun. Bayi dibawah usia 12 bulan paling rentan terhadap meningitis bakteri.

P enyebab dari meningitis meliputi :

a. Bakteri

Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus,

pneumokokus, dan basil influenza. Meningitis yang di sebabkan karena bakteri disebut juga

meningitis bacterial. Meningitis bakterial adalah suatu keadaan ketika meningens atau

selaput dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling

signifikan dari meningitis adalah tipe bakterial. Bakteri paling sering dijumpai pada

meningitis bakteri akut, yaitu :

- Neiserria Meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada

dewasa),

- Haemophilus influenzae (pada anak-anak dewasa muda)

- E.coli, Streptococcus grup B, dan Listeria monocytogenes merupakan organism yang

paling sering menyebabkan meningitis pada neonates.

- Haemophilus influenza, Neisseria meningitides dan Diplococcus pneumonia merupaka

organisme yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi dan anak-anak.

Namun, vaksin Hib mampu menurunkan insidensi meningitis H. influenza.

- Oraganisme penyebab lainnya adalah Streptococcus β- hemolitikus, dan Staphylococcus

aureus.

Organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk penularannya

melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang

membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak

13

Page 14: Makalah 22 Olivia

berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada

meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperti pada

seorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respon imun.

b. Virus

Disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi. Meningitis yang disebabkan karena

virus disebut juga meningitis virus atau sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini biasanya

disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan virus seperti gondok, herpes

simplek, dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak

terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak.

Perandangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons

dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat. Misalnya

Meningitis virus (disebabkan oleh virus coxsackie, virus echo, atau gondong) merupaka

penyakit yang dapat sembuh sendiri dan berlangsung antara 7 sampai 10 hari.

c. Organisme jamur

Disebut meningitis jamur atau Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang

mempengaruhi sistem saraf pusat pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi

tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon

inflamasi yang ditimbulkan pada pasien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa

demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.

Klasifikasi

A. Berdasarkan onset

Acute : <24jam

Subacute : 1-7hari, pasien mempunyai sakit kepala, kaku kuduk, demam yang tidak

terlalu tinggi dan lethargy untuk beberapa hari ke minggu.

Chronic : >7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk >4minggu dan

berkaitan dengan inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5µL). Penyebab : infeksi

meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder, meningitis kimiawi and

infeksi parameningeal.

14

Page 15: Makalah 22 Olivia

B. Berdasarkan penyebab dan hasil pemeriksaan CSF

Meningitis purulenta (Bakterialis)

Meningitis Serosa :

Meningitis Tuberkulosa

Meningitis Viral / Aseptik

Meningitis Sifilitika (Lues SSP)

Mengitis Jamur

Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :

- Asepsis

Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi

meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di

ruang subarakhnoid.

- Sepsis

Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti

meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza

- Tuberkolosa

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.

Infeksi meningan umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu

aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi – infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui

penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil

pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti lumbal

pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK).

Diagnosis

Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diterangkan sebabnya, letargi,

muntah, kejang dan lain-lainnya, harus diperkirakan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti

ialah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi

meningeal, apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan

15

Page 16: Makalah 22 Olivia

meningitis atau penderita dengan panas yang tak diketahui sebabnya, harus dilakukan pungsi

lumbal. Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapatkan kelainan apapun. Keadaan

demikian ini dapat dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan

antibiotika, tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan

factor resiko untuk terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.

Diagnosis Meningitis didasarkan pada:

1. Gejala awal yang tidak patognomonik

2. Muncul gejala neurologis

3. Riwayat infeksi saluran pernapasan, otitis media

4. Muncul gejala komplikasi

5. Usia pasien

Untuk mendiagnosa jenis meningitis apa, selain dari gejala klinis, anamnesis, kita juga

memerlukan hasil laboratorium dan penunjang lainnya. Kadang kala ditemukan hasil

pemeriksaan yang negative sehingga menyulitkan diagnosis dan pemilihan terapi.

Agent Opening

Pressure

WBC count per

mL

Glucose (mg/dL)

Protein (mg/dL)

Microbiology

Bacterial meningitis

200-300 100-5000; >80%

PMNs*

<40 >100 Specific pathogen demonstrated in 60% of Gram

stains and 80% of culturesViral meningitis 90-200 10-300;

lymphocytes

Normal, reduced in LCM

and mumps

Normal but may

be slightly elevated

Viral isolation, PCR†assays

Tuberculous

meningitis

180-300 100-500;

lymphocyte

s

Reduced,

<40

Elevated,

>100

Acid-fast bacillus stain,

culture, PCR

Cryptococcal

meningitis

180-300 10-200;

lymphocyte

s

Reduced 50-200 India ink, cryptococcal antigen,

culture

Aseptic 90-200 10-300; Normal Normal Negative findings on workup

16

Page 17: Makalah 22 Olivia

meningitis lymphocyte

s

but may

be

slightly

elevated

Normal values 80-200 0-5;

lymphocyte

s

50-75 15-40 Negative findings on workup

Tabel 2. Analisa CSF bedasarkan penyebab.6

Meningitis Bakterialis

Meningitis bakterialis merupakan suatu peradangan selaput jaringan otak dan medula spinalis

yang disebabkan oleh bakteri patogen. Peradangan tersebut mengenai araknoid, piamater dan

cairan serebrospinalis. Peradangannya dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak,

medula spinalis, dan ventrikel. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-

10%) dan hampir 40 % diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan

pendengaran dan defisit neurologis.

Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi.

Pola meningitis bakteri dan pengobatannya selama masa neonatus (0 – 28 hari ) biasanya

berbeda dengan polanya pada balita dan anak-anak. Meskipun demikian , pola klinis meningitis

pada masa neonatus dan paska neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 – 2

bulan dimana pada usia ini, streptokokus grup b, haemophilus influenzae tipe b , meningokokus

dan pneumokokus semuanya dapat menimbulkan meningitis.

Meningitis bakterialis merupakan salah satu dari infeksi yang kemungkinan paling serius pada

bayi dan balita dan lebih sering terjadi pada pasien padiatrik dari pada kelompok usia lain.

Setahun pertama kehidupan merupakan saat yang paling beresiko, sebagian karena tanda

peradangan meningeal kurang jelas dan sekuele lebih sering saat bakteri menyerang otak yang

masih immatur. Hampir semua bakteri mampu menimbulkan meningitis, tetapi berbagai

kelompok usia dalam populasi pediatrik memiliki predisposisi terhadap meningitis yang

disebabkan oleh organisme tertentu. Sampai saat ini Haemophilus influenzae, tipe b, merupakan

penyebab meningitis bakteri yang paling sering pada anak berusia antara 3 bulan dan 3 tahun.

17

Page 18: Makalah 22 Olivia

Dampak vaksin pemberian vaksin pada awal masa bayi mengurangi insiden meningitis

Haemophilus influenzae, yang memungkinkan Streptococcus pneumoniae timbul sebagai

penyebab paling sering pada usia ini.

Meningitis bakteri rekuren paling sering terjadi pada anak-anak dengan fistula CSS dengan

rinorea atau otorea. Otorea CSS dapat disebabkan oleh trauma atau fistula kongenital melalui

foot-plate stapes atau oval window; gangguan yang terakhir harus dicurigai jika anak dengan tuli

kongenital unilateral yang sebelumnya dikenali berlanjut menderita meningitis, terutama bila

rekuren. Meningitis rekuren merupakan komplikasi sering sinus dermal kongenital lumbal atau

oksipital, dan pada pasien dengan ensefalokel transfenoidal atau transetmoidal. Bayi dan anak

dengan parau ventrikel beresiko menderita episode rekuren meningitis, dan pasien dengan variasi

kelainan imunitas. Penyebab menigitis rekuren paling sering adalah S.pneumoniae, terutama bila

disebabkan oleh rinorea CSS. Pada anak dengan sinus dermal kongenitas, episode kongenital

multipel disebabkan oleh banyak organisme, yang mencakup spesies Proteus dan Pseudomonas,

E.Coli, Streptococcus sp., dan Staphylococcus sp.

Faktor Risiko

1. Ras

Insidensi rata-rata lebih tinggi pada populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan

pada populasi Kaukasia dan Hispanik.

2. Jenis Kelamin

Bayi laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi terkena meningitis oleh gram negatif

dibanding bayi perempuan. Tetapi bayi perempuan lebih rentan terhadap meningitis oleh

Listeria monocytogenes. Sedangkan insidensi meningitis oleh Streptococcus

pneumoniae adalah sama untuk bayi perempuan maupun laki-laki.

3. Usia

Kebanyakan penderita adalah anak dengan usia kurang dari 5 tahun. 70% kasus terjadi

pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun.

4. Sistem imun

18

Page 19: Makalah 22 Olivia

D. Differential Diagnosis

1. Meningitis fungal

Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans dan

Coccoides immites, sedangkan insidensi infeksi jamur yang disebabkan oleh Histoplasma

capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Sporothrix schenckii dan Candida dilaporkan

meningkat. Insidensi meningitis kriptokokal meningkat seiring dengan meningkatnya

insidensi AIDS.

Faktor yang menyebabkan kondisi klinik ini tidak sepenuhnya diketahui, namun

keterlibatan flora normal di dalam tubuh dan gangguan respon imunologi merupakan hal

yang diduga mendasari terjadinya infeksi ini. Infeksi jamur cenderung terjadi pada pasien

dengan lekopenia, fungsi limfosit T yang tidak adekuat atau antibodi yang jumlahnya

tidak mencukupi. Untuk alasan ini, pasien dengan AIDS sangat mudah mengalami infeksi

jamur.

2. Meningitis tuberculosis

Mikobakterium tuberkulosa mencapai alveoli dan bermultiplikasi. Pada 2 – 4 minggu

pertama, belum terjadi respon imun sehingga terjadi penyebaran hematogen, organisme

tersebar ke seluruh tubuh. Setelah 2 – 4 minggu terjadinya infeksi, timbul imunitas

seluler terhadap kuman dimana antigen mikobakterium menarik dan mengaktifkan sel-sel

mononuklear dari aliran darah. Organisme akan mati dalam makrofag namun dalam

waktu bersamaan banyak pula makrofag yang mati karena produk toksik antigen,

terbentuklah tuberkel yang terdiri dari makrofag, limfosit, dan sel-sel lain yang

mengelilingi jaringan kaseosa.

Tuberkel yang terbentuk dalam SSP disebut Focus rich. Dalam keadaan imunitas

terganggu, tuberkel dapat membesar, jaringan kaseosa mencair, organisme berproliferasi

dan lesi dapat ruptur. Bila ini terjadi pada SSP akan terjadi meningitis tuberkulosa, fokus

19

Page 20: Makalah 22 Olivia

yang terletak pada bagian dalam atau parenkin spinal cord akan membesar membentuk

tuberkuloma atau abses tuberkulus.

Pada meningitis tuberkulosa terbentuk eksudat yang kental dalam ruang subarakhnoid

dan terjadi reaksi inflamasi di ruang subarakhnoid. Secara mikroskopis eksudat terdiri

dari lekosit PMN, sel darah merah, makrofag, dan limfosit. Sejalan progresivitas

penyakit, limfosit akan mendominasi dan dapat dijumpai fibroblas.

3. Encephalitis

Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,

kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini

disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit

yang menyebabkan peradangan dari otak.

Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,

kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan

mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang.

Kehilangan kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan

otot, demensia berat yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada

pasien-pasien dengan encephalitis.

Perbedaan Ensefalitis dengan meningitis :

Ensefalitis Meningitis

Demam ↓ Demam ↑

Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

4. Abses otak

Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan

otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat

komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini

jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada

20

Page 21: Makalah 22 Olivia

penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau

orang yang menerima transplantasi organ). 

Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung pada ukuran dan

lokasi abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit kepala dan merupakan

gejala utama yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala yang dirasakan terpusat pada

daerah abses dan rasa sakit semakin hebat dan parah. Aspirin atau obat lainnya tidak akan

menolong menyembuhkan sakit kepala tersebut. Kuranglebih separuh dari penderita

mengalami demam tetapi tidak tinggi. Gejala-gejala lainnya adalah mual dan mintah,

kaku kuduk, kejang, gangguan kepribadian dan kelemahan otot pada salah satu sisi

bagian tubuh.

5. Tumor otak

Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa kasus, penderita

yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala dan semakin parah,

kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu sisi bagian tubuh melemah).

Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan penyakit penderita serta

keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien. Harus diketahui kapan keluhan pertama kali

timbul, perjalanan penyakit dan apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi. Untuk

mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau

MRI sken (magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran

potongan tiap inci jaringan otak. Abses terlihat sebagai bercak/noktah pada jaringan otak.

Kultur darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika

diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut

diambil dengan jarum halus yang dilakukan oleh ahli bedah saraf. 

E. Etiopatogenesis

Etiologi

Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal

merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, streptokokus grup B, basili enteritik

gram-negatif, dan Listeria monocytogenes). Lagipula, menigitis pada kelompok ini kadang-

21

Page 22: Makalah 22 Olivia

kadang dapat karena Haemophilus influeanzae (baik strain yang tidak dapat ditipe maupun yang

tipe b) dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.1

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan sampai 12 tahun biasanya karena H.influenzae tipe b,

Streptococcus pneumonia, atau Neisseria meningitidis. Sebelum penggunaan yang luas vaksin

H.influenzae tipe b, insiden penyakit akibat H.influenzae tipe b jauh melebihi insiden karena

Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitidis. Infeksi Haemophilus influenzae tipe b

dapat terjadi pada segala umur, walaupun secara historis kebanyakan episode terjadi sebelum

usia 2 tahun. Pada anak yang divaksinasi terhadap Haemophilus influenzae tipe b dan orang

dewasa, menigitis biasanya karena N.meningitidis dan S.Pneumoniae. Perubahan pertahanan

hospes karena cacat anatomik atau defisit imun menambah resiko menigitis dari patogen yang

kurang lazim seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcuss aureus, Staphylococcus

epidermidis, salmonella dan L.monocytogenes.

PENYEBAB TERSERING MENINGITIS BAKTERIALIS DIKAITKAN DENGAN USIA

0 – 3 minggu Streptococcus group BEscherichia coli

4 – 11 minggu Streptococcus group BStreptococcus pneumoniae

Spesies SalmonellaListeria monocytogenes

3bulan – 3 tahun Haemophilus influenzaeStreptococcus pneumoniae

Neisseria meningitidis>3 tahun Streptococcus pneumoniae

Neisseria meningitidisTabel 3. Penyebab meningitis bakterialis.7

Patogenesis

Meningitis bakteri paling sering diakibatkan oleh penyebaran mikroorganisme hematogen dari

tempat infeksi yang jauh; bakterimia biasanya mendahului meningitis atau terjadi bersamaan.

Kolonisasi bakteri nasofaring dengan kemungkinan mikroorganisme patogen merupakan

merupakan sumber bakterimia yang lazim. Penyebab tersering adalah invasi cepat paska

kolonisasi baru, namun bisa juga karena infeksi bakteri yang lama namun tidak bergejala.

22

Page 23: Makalah 22 Olivia

Sebelum atau bersama infeksi virus saluran pernapasan atas dapat memperbesar patogenitas

meningitis penghasil bakteri.

H.influenzae tipe b dan meningokokus melekat pada reseptor sel epitel mukosa dengan pili.

Paska perlekatan pada sel epitel bakteri menerobos mukosa dan masuk ke sirkulasi.

N.meningitidis dapat diangkut melewati permukaan mukosa dalam vakuola fagosit paska

penelanan oleh sel epitel. Ketahanan hidup bakteri didalam darah diperkuat oleh kapsul bakteri

besar yang mengganggu opsonofagositosis dan disertai dengan bertambahnya virulensi. Cacat

perkembangan terkait hospes pada opsonofagositosis bakteri juga turut menyebabkan bakterimia.

Pada hospes nonimun muda cacat mungkin karena tidak adanya antibodi IgM atau IgG

antikapsul yang dibentuk sebelumnya, sedang penderita imunodefisien berbagai defisiensi

komponen komplemen atau sistem properdin dapat mengganggu opsonofagositosis yang efektif.

Aktivasi langsung sistem properdin tidak tergantung antibodi merupakan satu mekanisme yang

menetralkan pengaruh defisiensi antibodi dan sifat-sifat antifagosit kapsul bakteri. Disfungsi

limpa juga dapat mengurangi opsonofagositosis oleh sistem retikuloendotelial.

Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan meningen. Kemudian

bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela subarachnoid dan dengan cepat

memperbanyak diri karena kadar komplemen dan antibodi CSS tidak cukup untuk menahan

proloferasi bakteri. Faktor kemotaktik kemudian mendorong respon radang lokal yang ditandai

dengan infiltrasi sel polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri (endotoksin)

bakteri gram negatif (H.influenzae tipe b, N.meningitidis) dan komponen-komponen dinding sel

penumokokus (asam teikhoat dan peptidoglikan) merangsang respon radang yang mencolok

dengan memproduksi lokal faktor nekrosis tumor, interleukin-1, prostaglandin E, dan mediator

radang sitokin lain. Respon radang berikutnya secara langsung terkait dengan adanya mediator

radang ini, ditandai oleh infiltrasi neutrofil, kenaikan permiabilitas vaskuler, perubahan sawar

darah otak, dan trombosis vaskuler. Radang akibat sitokin berlebihan berlanjut sesudah CSS

telah disterilkan dan diduga sebagian menyebabkan sekuele radang kronis meningitis purulenta.

Menigitis mungkin jarang menyertai infeksi bakteri dari fokus infeksi yang berdekatan,

misalnya, sinusitis paranasal, otitis media, mastoiditis, selulitis orbita, saluran sinus dermal,

osteomielitis kranial atau vertebral, trauma tembus kranial, atau meningimielokel. Meningitis

23

Page 24: Makalah 22 Olivia

dapat terjadi selama endokarditis, pneumonia, atau tromboflebitismenigitis dapat juga akibat luka

bakar berat, kateter tetap, atau peralatan yang terkontaminasi.

Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan yang

dapat mengganggu mekanisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan timbulnya infeksi

oleh organisme. Kolonisasi bakteri di nasofaring menghasilkan IgA protease yang dapat merusak

barier mukosa dan memungkinkan bakteri menempel pada sel epitel nasofaring. Bakteri akan

melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran darah.

Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi karena

bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan antikomplemen, maka bakteri

dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak lalu, mencapai

choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses masuk ke ruang

subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi di cairanserebrospinal karena cairan

tersebut kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen, antibodi, sel fagosit).

Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan komponen

dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding bakteri gram negatif) dan asam teichoic (bagian

dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan sel glial melepaskan

proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1. Selanjutnya terjadi serangkaian proses inflamasi lanjut

sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak. Lekosit dan komplemen mudah masuk ke dalam

ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin mengakibatkanedema vasogenik di otak. Lekosit

dan mediator-mediator lain akan menyebabkan trombosis vena dan vaskulitis sehingga dapat

pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada jaringan otak. Proses inflamasi lebih

lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid yang

berakibat meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema interstitial di otak

Ada beberapa tahap-tahap dalam proses terjadinya meningitis :

1. Mekanisme pertahanan didalam ruang subarakhnoid

Jika bakteri meningen patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, maka berarti

mekanisme pertahanan tubuh tidak adekuat. Pada umumnya didalam CSS yang normal,

kadar dari beberapa komplemen adalah negatif atau minimal. Inflamasi meningen

24

Page 25: Makalah 22 Olivia

mengakibatkan sedikit peningkatan konsentrasi komplemen. Konsentrasi komplemen ini

memegang peranan penting dalam opsonisasi dari patogen meningen tidak berkapsul, suatu

proses yang penting untuk terjadinya fagositosis. Aktivitas opsonik dan bakterisidal tidak

didapatkan atau hampir tidak terdeteksi pada pasien dengan meningitis.

2. Induksi inflamasi ruang subarakhnoid.

Lipopolisakarida menyebabkan inflamasi melalui perannya dalam pelepasan mediator

inflamasi seperti IL-1 dan TNF ke dalam CSS.

3. Perubahan dari sawar darah otak

Perubahan dari permeabilitas sawar darah otak merupakan akibat dari vasogenic cerebral

edema, peningkatan volume CSS, peningkatan tekanan intrakranial dan kebocoran protein

plasma ke dalam CSS.

4. Peningkatan tekanan intrakranial

Peningkatan tekanan intrakranial merupakan akibat dari kombinasi keadaan edema cerebri,

peningkatan volume CSS dan peningkatan dari volume darah cerebral

5. Perubahan dari cerebral blood flow

Abnormalitas dari cerebral blood flow disebabkan oleh peninggian tekanan intra kranial,

hilangnya autoregulasi, vaskulitis dan trombosis dari arteri, vena dan sinus cerebri.

25

Page 26: Makalah 22 Olivia

Gambar 4. Patofisiologi Meningitis Purulenta. 5

F. Epidemiologi

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap patogen spesifik yang

lemah yang terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan; 95

% kasus terjadi pada umur bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur.

Risiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu

yang menderita penyakit invasif (rumah, pusat perawatan harian, sekolah asrama tentara), penuh

sesak, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan kemudan non ASI pada bayi usia

2-5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekresi atau droplet

saluran napas. Risiko meningitis bertambah pada penderita dengan dugaan bakterimia

tersembunyi, odd ratio nya lebiih besar menigokokus (85 kali), dari pada H.influenza tipe b (12

kali), relatif terhadap meningitis karena pneumokokus. Infeksi sistemik lain juga dapat disertai

dengan kenaikan risiko meningitis, seperti yang ditunjukan oleh hubungan meningitis dan

selulitis fasial karena H.influenzae tipe b pada anak dibawah umur 4 tahun. Cacat pertahanan

26

Page 27: Makalah 22 Olivia

hospes spesifik karena produksi imunoglobulin yang berubah dalam responnya terhadap patogen

berkapsul dapat menyebabkan penambahan risiko meningitis bakteri yang ditemukan pada

penduduk Amerika dan Eskimo asli, sedang cacat sistem komplemen (C5-C8) disertai dengan

infeksi meningokokus berulang dan cacat sistem properdin disertai dengan risiko penyakit

meningokokus mematikan yang berarti. Disfungsi limpa (anemia sel sabit) atau asplenia (karena

trauma, cacat kongenital, pentahapan penyakit Hodgkin) disertai dengan kenaikan risiko

pneumokokus, dan H. Influenzae tipe b. Cacat limfosit T (kongenital, atau didapat karena

kemoterapi, sindrome imunodefisiensi didapat karena kemoterapi, AIDS atau keganasan) disertai

dengan kenaikan risiko infeksi L.monocytogenes SSS. Trauma tembus kranium dan infeksi shunt

CSS menaikan risiko meningitis karena stafilokokus (terutama spesies koagulase negatif) dan

bakteri kulit lain.

Streptococcus pneumonia. Risiko sepsis dan meningitis karena S.pneumoniae, setidak-tidaknya

sebagian tergantung pada serotip penginfeksi. Tenggorok dan nasofaring pengidap S.pneumonia

didapat dari kontak keluarga sesudah lahir, adalah sementara (2-4 tahun), sering disertai dengan

produksi antibodi homotip, dan jika baru (<1 bulan), merupakan faktor risiko untuk infeksi

serius. Insiden meningitis pneumokokus adalah 1-3 per 100.000; infeksi dapat terjadi selama

hidup. Risiko meningitis adalah 5-36 kali lebih besar pada anak kulit hitam dari pada kulit putih.

Pada anak kulit hitam dengan anemia sel sabit, insiden bertambah sampai lebih dari pada 300

kali insiden anak kulit putih. Sekitar 4% anak dengan anemia sel sabit akan mengalami

meningitis pneumokokus sebelum usia 5 tahun jika mereka tidak diberi antibiotik profilaksis.

Faktor risiko tambahan untuk menderita meningitis pneumokokus adalah bersama otitis media,

sinusitis, penumonia, otorrhea atau rhinorrhea CSS, splenektomi, dan penyakit cangkok-lawan-

hospes kronis paska-transplantasi sumsum tulang.

Neisseria meningitidis. Meningitis meningokokus dapat sporadis atau kasus dapat terjadi pada

epidemi. Bila tidak ada epidemi, kebanyakan infeksi karena grup B. Epidemi biasanya karena

grup A dan C. Kasus terjadi diseluruh tahun tersebut tetapi mungkin lebih lazim pada musim

dingin dan musim semi. Pengidap N.meningitidis nasofaring terjadi pada 1-15% orang dewasa.

Kolonisasi dapat berakhir beberapa minggu sampai beberapa bulan; kolonisasi baru yang

menempati anak yang lebih muda non imun berisiko lebih besar untuk menderita meningitis.

Insiden penyakit secara bersama terjadi dalam hubungan dengan indeks kasus pada keluarga

27

Page 28: Makalah 22 Olivia

adalah 1%, suatu angka yang adalah 1000 kali risiko pada populasi umum.risiko kasus sekunder

yang terjadi pada kontak dipusat perwatan umum adalah sekitar 1 : 1000.

G. Manifestasi Klinis

Meningitis Haemophilus Meningitis Meningococcal Meningitis Pneumococcal

neonatus & anak didahului infeksi

telinga dan saluran pernafasan atas

onset: tiba-tiba & singkat

prognosis pada umumnya baik

mortalitas <5%

anak & dewasagejala penyerta: delirum dan

stupor dalam hitungan jam; petekie, purpura, & ekimosis; terdapat syok sirkulasi, DIC; terutama jika sedang terjadi wabah epidemik dimana kuman terdapat di nasofaring

onset gradual prognosis baik

onset tiba-tiba + septikemia prognosis buruk

mortalitas 10%

dewasa didahului oleh infeksi pada

paru, telinga, sinus, atau katup jantung

dicurigai pada penderita yang alkoholik, splenektomi, meningitis bakterial yang rekuren, sickle cell anemia, dan fraktur tulang tengkorak basiler

prognosis biasanya buruk bila diikuti koma, kejang, dan peningkatan protein CSS

mortalitas 20%

• Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, kaku kuduk

• Manifestasi klinis dari meningitis bakterialis dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

– tanda neurologis : gangguan kesadaran, kelumpuhan saraf kranial, defisit neurologis

fokal, dan kejang

– tanda meningen : kaku kuduk, Kernig sign, Laseque sign, dan Brudzinski sign

• Iritasi dan kerusakan saraf kranial: selubung saraf yang terinflamasi

- N. II : papil edema, kebutaan

- N. III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia

- N. V : fotofobia

- N. VII : paresis fasial

- N. VIII : ketulian, tinnitus, dan vertigo

28

Page 29: Makalah 22 Olivia

• Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil

• Kebingungan dan penurunan respon

• Meningitis meningococcal: petekie, rash purpura (Sindroma Waterhouse-Friedrechsen)

Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Mulai mendadak, dengan cepat

manifestasi syok progresif, purpura, koagulasi intravaskuler tersebar, dan tingkat kesadaran

menurun progresif, dan sering menunjukan sepsis meningokokus mematikan dengan menigitis;

manifestasi ini dapat berkembang menjadi kematian dalam 24 jam. Meningitis H.influenzae tipe

b dan pneumokokus biasanya tidak menyebabkan perburukan dengan cepat, biasanya didahului

oleh gejala saluran pernafasan dan saluran cerna dalam beberapa hari.

Tanda dan gejala meningitis yang terkait dengan tanda nonspesifik disertai dengan infeksi

sistemik atau bakterimia dan manifestasi spesifik iritasi meningeal dengan radang SSS. Tanda-

tanda nonspesifik seperti demam (ada pada 90-95 %), anoreksia, gejala infeksi saluran

pernafasan atas, mialgia, artralgia, takikardi, hipotensi dan berbagai tanda-tanda kulit, seperti

petekie, purpura, atau ruam makular eritematosa. Iritasi meningeal tmpak seperti kaku kuduk,

nyeri pinggang, Kernig sign, dan Brudzinski sign. Pada beberapa anak, terutama yang berusia

kurang dari 12-18 bulan, tanda-tanda ini tidak nyata. Kenaikan intrakranial dikesankan oleh nyeri

kepala, muntah, fontanela cembung, atau diastasis (pelebaran) sutura, paralisis saraf okulomotor

atau abdusen, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap dikortikasi atau

diserebrasi, stupor, koma atau tanda-tanda herniasi. Papil edema tidak lazim pada meningitis

yang tidak terkomplikasi dan akan mengesankan proses lebih kronis, seperti adanya abses

intrakranial, empiema subdural, atau penyumbatan sinus venosus dura.

Tanda-tanda neurologis setempat biasanya karena penyumbatan vaskuler. Neuropati kranial saraf

okuler, okulomotorius, abdusen, fasialis, dan auditorius juga juga dapat karena radang setempat.

Keseluruhan sekitar 10-20% anak dengan menigitis bakteria mempunyai tanda-tanda lokal.

Frekuensi ini bertambah sampai >30% pada meningitis pneumokokus, karena bakteri ini

cenderung merangsang respon radang yang hebat.

Kejang-kejang baik lokal maupun menyeluruh karena serebritis, infark, atau gangguan elektrolit,

ditemukan pada penderita dengan meningitis. Hal ini lebih sering ditemukan pada penderita

dengan meningitis influenzae dan pneumokokus daripada mereka dengan infeksi meningokokus.

29

Page 30: Makalah 22 Olivia

Kejang-kejang yang terjadi pada saat datang atau dalam 4 hari pertama dari mulainya biasanya

tidak berarti prognostik. Kejang-kejang yang menetap sesudah hari keempat sakit dan mereka

yang sulit diobati dihubungkan dengan prognosis yang jelek.

Perubahan status mental dan tingkat kesadaran yang berkurang adalah lazim pada penderita

dengan meningitis dan mungkin karena kenaikan tekanan intrakranial, serebritis atau hipotensi;

manifestasi termasuk iritabilitas, letargi, stupor, kurang kesadaran dan koma. Penderita koma

memiliki prognosis yang jelek; tanda ini ditemukan lebih sering pada infeksi pneumokokus atau

meningokokus daripada pada meningitis karena H.influenza. manifestasi tambahan meningitis

adalah fotofobia dan corengan meningitis, yang diperoleh dengan mengusap kulit dengan objek

tumpul dan mengamati corengan merah yang muncul dalam 30-60 detik.

Pada Dewasa dan Anak-Anak

• Tanda klinis awal: demam, nyeri kepala, kekakuan leher, konvulsi umum dan gangguan

kesadaran.

• Tanda Kernig Laseque tidak selalu muncul.

• Diagnosa sulit: demam dan sakit kepala, atau hanya gejala nyeri di leher atau abdomen

atau keadaan febris dengan kebingungan dan delirium, sedangkan gejala kaku kuduk

belum muncul.

• Pada anak-anak: infeksi subakut yang memburuk beberapa hari setelah infeksi telinga

atau infeksi saluran pernafasan atas, atau sebagai infeksi fulminan akut .

• Pada lansia: subfebris dengan kebingungan atau perubahan perilaku yang ringan.

Pada Bayi dan Neonatus

• Tanda dan gejala dapat tidak terlihat dan non-spesifik .

• Tanda awal: subfebris dan perubahan perilaku ringan demam tinggi, letargi,

iritabilitas, hipotermi, kejang, menonjolnya fontanel, malas menyusu, muntah, dan

respiratory distress dapat terjadi.

• Tanda iritasi meningen pada akhir perjalanan penyakit.

30

Page 31: Makalah 22 Olivia

• Dapat ditemukan efusi subdural unilateral maupun bilateral. Umur yang muda, evolusi

penyakit yang cepat, jumlah PMN yang rendah, dan peningkatan protein yang bermakna

pada CSS berhubungan dengan pembentukan efusi.

H. Penatalaksanaan

Prinsip terapi meningitis bakterialis adalah :

– Rawat inap dan antibiotik parenteral

– Terapi optimal antibiotika golongan bakterisidal yang dapat masuk ke cairan

serebrospinal.

– Lama pemberian antibiotika minimal tidak diketahui secara pasti, tetapi jika bakteri

penyebab adalah S. pneumoniae, H. infuenzae, N. meningitidis secara praktis diberikan

paling kurang selama 10 hari atau paling kurang 7 hari setelah bebas demam. Bila

dilakukan pembedahan maka antibiotika dilanjutkan sampai paling kurang 72 jam paska

pembedahan. Jika bakteri penyebab adalah organisme kurang sensitif seperti kuman gram

negatif enterik, L. monocytogenes, Streptococcus grup B, atau setelah trauma maupun

pembedahan, pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 2-3 minggu atau lebih lama.

– Pada kasus yang sulit dimana kuman penyebabnya relatif sulit dibasmi, seperti kuman

batang gram negatif enterik, Listeria, S. aureus, maka lumbal punksi harus dilakukan 72

jam setelah pemberian antibiotika. Dilakukan pemeriksaan jumlah sel, hitung jenis, kadar

protein dan glukosa CSS serta kultur untuk memastikan apakah CSS sudah steril atau

belum.

– Jika kuman penyebabnya relatif sensitif terhadap antibiotika yang menembus sawar darah

otak dengan baik seperti Streptococcus sp., N. meningitidis, dan pemeriksaan H.

influenzae, CSS seharusnya sudah steril setelah 24 jam pemberian antibiotika dan

pemeriksaan hitung jenis didominasi oleh sel MN, walaupun kadar protein masih tetap

tinggi dan kadar glukosa masih tetap rendah selama 2 minggu atau lebih. Bila hasil kultur

setelah 72 jam terapi masih dijumpai kuman, maka terapi antibiotik harus diganti atau

diberikan antibiotik intratekal. Ini bisa menunjukkan bahwa fokus infeksi

parameningennya masih ada.

31

Page 32: Makalah 22 Olivia

– Pemberian obat dosis tinggi harus berhati-hati dan diperlukan pemeriksaan fungsi hati,

ginjal atau hematologinya.

– Obat antibiotika yang kemampuan menembus sawar darah otaknya rendah sebaiknya

tidak digunakan.

Terapi inisial:

– Neonatal (<1 bulan): ampisilin + aminoglikosida dan sefalosporin

– Anak-anak (<5 thn): ampisilin + sefalosporin

– Dewasa : penisilin G, atau sefalosporin

– Pasien imunokompromis: ampisilin dan sefalosporin

Organisme Antibiotik Anak-anak(mg/kgBB/hr)

Dewasa Terapi alternatif

Haemophilus Kloramfenikoldan/atau cefotaxime

100200

2-4 g/hr6-12 g/hr

AmpisilinCefuroxime

Pneumococcus Benzil penicilin 180 20 juta units KloramfenikolCefotaximeCefuroxime

Meningococcus Benzil penicilin 180 20 juta units KloramfenikolCetatamine

E. coli Cefotaxime 200 6-12 g/hr AmpisilinGentamisin

Listeria sp. Ampisilin ± Gentamisin

2005-7

8 g/hr5-7 mg/kgBB/hr

KloramfenikolCotrimoxasole

Tabel 5. Pemilihan obat. 9

• Pemberian steroid: dexametason 10 mg setiap 6 jam, dimulai sebelum atau bersama

dosis pertama antibiotik.

Obat anti inflamasi :

- Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :

a) Sefalosporin generasi ke 3

b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.

32

Page 33: Makalah 22 Olivia

c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

- Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :

a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

b) Sefalosforin generasi ke 3.

Pengobatan simtomatis :

- Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis

- kemudian pasien dilanjutkan dengan Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

- Turunkan panas : Antipiretika ( parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis).

Pengobatan suportif :

- Cairan intravena.

- Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi, pengetahuan tentang

pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara empiris misalnya pada anak-

anak (sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin beserta kloramfenikol), pada dewasa (penisilin

dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orang tua (ampisilin dan sefalosporin generasi

ketiga).

Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera diberikan walaupun

bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik yang diberikan harus dapat

menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis yang adekuat serta sensitif terhadap

bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi).

Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol masih sangat

efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu penuh.

Obat Utama Obat AlternatifNeonatus Ampisilin + Gentamisin

Ampisilin + SeftriaksonVankomisin + Gentamisin

Bayi dan anak-anak Ampisilin + KloramfenikolAmpisilin + Seftriakson Eritromisin + Kloramfenikol

Dewasa Ampisilin + Seftriakson

33

Page 34: Makalah 22 Olivia

Infeksi operasi bedah saraf Vankomisin + Seftazidim Vankomisin + GentamisinKarena fraktur tengkorak atau kebocoran LCS Vankomisin + Seftazidim

Ampisilin + Seftazidim

Eritromisin + Kloramfenikol

Keadaan imunosupresi atau keganasan

Eritrimosin/Vankomisin +Kloramfenikol

Tabel 6. Jenis jenis obat. 7

I. Pencegahan

Untuk beberapa penyebab meningitis, profilaksis dapat diberikan dalam jangka panjang dengan

vaksin, atau dalam jangka pendek dengan antibiotik.

Sejak 1980-an, banyak negara telah menyertakan imunisasi Haemophilus influenzae tipe B

dalam skema vaksinasi rutin masa kanak-kanak mereka. Hal ini praktis telah dieliminasi patogen

ini sebagai penyebab meningitis pada anak-anak di negara-negara. Di negara-negara di mana

beban penyakit tertinggi, namun, vaksin masih terlalu mahal. Demikian pula, imunisasi terhadap

gondok telah menyebabkan penurunan tajam dalam jumlah kasus gondok meningitis, yang

sebelum vaksinasi terjadi pada 15% dari semua kasus gondok.

Vaksin meningokokus ada terhadap kelompok A, C, W135 dan Y. Di negara-negara dimana

vaksin untuk meningococcus grup C diperkenalkan, kasus yang disebabkan oleh patogen ini

telah menurun secara substansial. Sebuah vaksin quadrivalent sekarang ada, yang

menggabungkan keempat vaksin. Imunisasi dengan vaksin ACW135Y terhadap empat strain

sekarang menjadi persyaratan visa untuk mengambil bagian dalam ibadah haji. Pengembangan

vaksin meningokokus grup B telah terbukti jauh lebih sulit, seperti protein permukaannya (yang

biasanya akan digunakan untuk membuat vaksin) hanya menimbulkan respon yang lemah dari

sistem kekebalan tubuh, atau cross-bereaksi dengan protein manusia normal. Namun, beberapa

negara (Selandia Baru, Kuba, Norwegia dan Chili) telah mengembangkan vaksin terhadap strain

lokal dari kelompok B meningokokus, beberapa telah menunjukkan hasil yang baik dan

digunakan dalam jadwal imunisasi lokal.

Vaksinasi rutin terhadap Streptococcus pneumoniae dengan vaksin konjugasi pneumokokus

(PCV), yang aktif terhadap tujuh serotipe umum dari patogen ini, secara signifikan mengurangi

insiden meningitis pneumokokus. Vaksin polisakarida pneumokokus, yang mencakup 23 strain,

34

Page 35: Makalah 22 Olivia

hanya diberikan dalam kelompok-kelompok tertentu (misalnya mereka yang memiliki sebuah

splenektomi, operasi pengangkatan limpa), tetapi tidak mendapatkan respon kekebalan yang

signifikan dalam semua penerima, anak kecil misalnya.

Anak vaksinasi dengan Bacillus Calmette-Guerin telah dilaporkan secara signifikan mengurangi

tingkat meningitis tuberkulosis, namun efektivitasnya memudar dalam masa dewasa telah

mendorong pencarian untuk vaksin yang lebih baik.

Jangka pendek profilaksis antibiotik juga metode pencegahan, terutama meningitis

meningokokus. Dalam kasus meningitis meningokokus, pengobatan profilaksis kontak erat

dengan antibiotik (misalnya rifampisin, siprofloksasin atau ceftriaxone) dapat mengurangi risiko

tertular kondisi, tetapi tidak melindungi terhadap infeksi di masa depan.10

Tingkat pencegahan meningitis dapat diupayakan melalui primary prevention (pencegahan

primer atau utama), secondary prevention (pencegahan sekunder), tertiary prevention

(pencegahan tersier). Tingkat pencegahan meningitis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Primary Prevention Primary prevention (pencegahan primer),  terdiri atas: health

promotion (promosi kesehatan) dan specific protection. a. Health Promotion (promosi

kesehatan), merupakan tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan pada saat

masyarakat atau individu masih dalam keadaan sehat. Seseorang tersebut diberi

penjelasan tentang kesehatan dan pencegahan penyakit meningitis serta penyakit lainnya.

Agar seseorang atau individu tersebut tidak terserang penyakit meningitis dan penyakit

lainnya. Tujuan dari promosi kesehatan (health promotion) ini adalah memberikan

pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang

sehat dari penyakit meningitis dan penyakit lainnya. Sebagai contoh pada penyakit

meningitis health promotion (promosi kesehatan) dapat dilakukan dengan cara pemberian

makanan yang bergizi sehat dan seimbang serta penyediaan sanitasi lingkungan yang

baik agar tidak terserang penyakit meningitis. b. Specific Protection, merupakan suatu

tindakan pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap ancaman agen penyakit

atau pembawa penyakit tertentu. Tujuan dari specific protection ini adalah sebagai

perlindungan khusus terhadap ancaman seperti penyakit.

35

Page 36: Makalah 22 Olivia

Tindakan atau upaya pencegahan penyakit berdasarkan specific protection ini adalah:

a. Melakukan imunisasi spesifik

b. Pemberian makanan khusus

c. Perlindungan terhadap ancaman penyakit alat kerja (helm, sepatu boot dll)

d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik

e. Melindungi atau menghindari terhadap zat-zat allergen.

Salah satu contoh dari specific protection ini adalah melakukan perlindungan seperti

menjaga kesehatan lingkungan atau menjaga kebersihan alat-alat yang kita gunakan agar

terhindar dari bakteri dan virus yang bisa menyebabkan penyakit meningitis.

2. Secondary Prevention Secondary prevention (pencegahan sekunder) , terdiri atas early

diagnosis and prompt treatment (diagnosa awal dan perlakuan yang tepat) dan disability

limitation (ketidakmampuan yang terbatas):

a. Early diagnosis and Prompt Treatment (diagnosa awal dan perlakuan yang tepat), Suatu

tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan saat awal sakit suatu penyakit. Tujuan dari

early diagnosis and prompt treatment ini adalah sebagai upaya untuk menghentikan

penyakit pada waktu permulaan dan agar penyakit tidak menjadi lebih parah lagi.

Tindakan atau upaya kesehatan berdasarkan early diagnosis and prompt treatment ini

adalah:

1)        Upaya penemuan kasus (case finding) secara aktif dan pasif.

2)        Survey kesehatan

3)        Monitoring dan survaeylance epidemiologis

4)        Screening survey

5)        Pemeriksaan selektif dan periodik (general check up) salah satu contoh dari easy

diagnosis and prompt treatment adalah pemeriksaan pada penderita penyakit meningitis

36

Page 37: Makalah 22 Olivia

untuk segera diobati agar tidak mengakibatkan penyakit meningitis yang tambah parah

lagi.

b. Disability Limitation (ketidakmampuan yang terbatas), Suatu tindakan atau upaya

kesehatan yang dilakukan dalam taraf penyakit sudah nyata dan lanjut. Tujuan dari

disability limitation ini adalah agar penyakit yang diderita tidak tambah parah lagi, agar

penderita tidak meninggal dunia, agar penderita tidak cacat yang menetap dan agar

penyakit yang diderita tidak menjadi penyakit yang menaun (tahunan). Tindakan atau

upaya kesehatan berdasarkan disability limitation ini adalah: 1) Pengobatan atau

melakukan terapi yang akurat 2) Menekan munculnya komplikasi berbagai penyakit salah

satu contoh dari disability limitation ini adalah apabila seorang terserang penyakit

meningitis dan sakitnya sudah lama diderita dan salah satu pengobatannya adalah dengan

terapi agar penderita penyakit meningitis ini tidak cacat yang menetap.

3. Tertiary Prevention Rehabilitation, suatu tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan dalam

taraf pemulihan (recovery) terhadap suatu penyakit tertentu. Tujuan dari rehabilitation ini adalah

o Agar penderita dapat berfungsi seperti sebelum sakit

o Agar penderita dapat produktif lagi

o Agar penderita dapat bersosialisasi lagi dengan lingkungan rumah, masyarakat

dan sekolah.

o Agar penderita dapat bekerja kembali.

Tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan berdasarkan rehabilitation ini adalah:

1) Fisioterapi yaitu rehabilitasi fisik

2) Psikoterapi yaitu rehabilitasi kejiwaan

3) Vocational therapy yaitu rehabilitasi profesi

4) Sosial terapi yaitu rehabilitasi social

5) Rehabilitasi aesthetis yaitu rehabilitasi kecantihan rehabilitasi bersifat

multidisiplin.

37

Page 38: Makalah 22 Olivia

Penderita dapat lebih percaya diri fisik segar dan bugar, keluarga atau masyarakat dapat

menerima kehadirannya kembali. Salah satu contoh dari rehabilitation ini adalah apabila

penderita penyakit meningitis sudah melakukan pengobatan dan terapi ada akhirnya penderita

sembuh dan harus melakukan rehabilitasi kepada diri sendiri agar dia dapat percaya diri dan

dapat bersosialisasi kembali terhadap lingkungannya.

J. Komplikasi

Selama pengobatan, komplikasi meningitis karena pengaruh infeksi CSS atau sistemik adalah

lazim. Komplikasi neurologis termasuk kejang-kejang, kenaikan tekanan intrakranial,

kelumpuhan saraf kranial, stroke, trombosis sinus venosus dura, dan efusi subdura.

Kumpulan cairan dalam sela subdural terjadi pada 10-30 % penderita meningitis dan tidak

bergejala pada 85-90% penderita. Efusi subdural terutama lazim pada bayi. Efusi subdural

bergejala dapat menyebabkan pencembungan fontanela, pelebaran sutura, pembesaran lingkaran

kepala, muntah, kejang-kejang, demam dan hasil transiluminasi kranial abnormal. Namun

banyak dari manifestasi ini juga ada pada penderita meningitis tanpa efusi subdural. CT scan

akan memperkuat diagnosis efusi subdural. Bila ada kenaikan intrakranial atau penurunan tingkat

kesadaran, efusi subdural bergejala harus diobati dengan aspirasi melalui pembukaan fontanela.

Demam saja tidak merupakan indikasi untuk aspirasi.

Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (syndrome of inapropriate secretion of

antidiuretik hormon SIADH) terjadi pada kebanyakan meningitis, menimbulkan hiponatremia

dan penurunan osmolalitas serum pada 30-50%. Ini dapat memperburuk udem serebral atau

secara tidak tergantung menimbulkan kejang-kejang hiponatremia. Kemudian dalam perjalanan

terapi, diabetes insipidus sentral dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi hipotalamus atau

pituitaria.

Demam biasanya sembuh lebih awal pada penderita dengan penyakit meningokokus atau

pneumokokus daripada pada penderita meningitis H.influenzae. pada hari ke-6 terapi lebih dari

90% penderita meningitis menigokokus atau pneumokokus tidak demam dibanding dengan 70%

penderita dengan H.influenzae. demam yang lama (>10hari) ditemukan pada 15% penderita

meningitis H.influenzae, 9% menigitis pneumokokus dan 6% meningitis meningokokus. Demam

38

Page 39: Makalah 22 Olivia

yang lama biasanya karena diikuti oleh infeksi virus, bakteri nasokomial, tromboflebitis, atau

reaksi obat. Perikarditis atau artritis dapat terjadi pada penderita dengan meningitis. Keterlibatan

tempat-tempat ini dapat akibat dari penyebaran bakteri atau dari pengendapan kompleks imun.

Pada umunya perikarditis atau artritis infeksiosa terjadi lebih awal dalam perjalanan pengobatan

dari penyakit yang diperantarai imun. Demam sekunder merujuk pada pemunculan kembali

kenaikan suhu sesudah interval tidak demam. Infeksi nasokomial terutama penting untuk

dipikirkan pada evaluasi penderita ini.

Trombositosis, eosinofilia dan anemia dapat timbul selama terapi untuk meningitis. Anemia

dapat karena hemolisis dan palin sering ditemukan pada penyakit H.influenzae. Pilihan lain,

anemia dapat terjadi karena supresi sumsum tulang. DIC sering disertai dengan progresifitas

yang cepat dan dittemukan paling sering pada penderita dengan syok dan purpura (purpura

fulminan). Kombinasi endotoksemia dan hipotensi berat mencetuskan kaskade koagulasi; dan

bersama trombosis dapat menimbulkan gangren perifer simetris.

Kejadian meningitis berulang jarang tetapi mempunyai tiga pola yang berbeda. Rekrudesens

adalah pemunculan kembali infeksi selama terapi dengan antibiotik yang tepat. Biakan CSS yang

menunjukan pertumbuhan bakteri yang telah menjadi resisten terhadap antibiotik. Kumat

(relapse) terjadi antara 3 hari dan 3 minggu sesudah terapi dan menggambarkan infeksi bakteri

menetap pada SSS (empiema subdural, ventrikulitis, abses otak)

atau tempat lain (mastoid, osteomielitis kranial, infeksi orbita). Kumat sering akibat dari pilihan,

dosis,atau lama terapi antibiotik yang tidak sesuai. Berulang (recurrence) adalah kejadian

meningitis baru karena reinfeksi dengan spesies bakteri yang sama atau patogen piogenik lain.

Meningitis berulang memberi kesan adanya komunikasi anatomik didapat atau kongenital antara

CSS dan tempat mukokutan. Cacat imunitas juga memberi kecenderungan meningitis berulang.

K. Prognosis

- Tergantung pada agen penyebab yang bersangkutan

- Haemophilus influenza: pada umumnya baik, tingkat mortalitas < 5%

- Meningococcal meningitis: Onset bertahap dengan prognosis baik. Onset tiba-tiba prognosis

kurang baik. Tingkat mortalitas keseluruhan mendekati 10%.

39

Page 40: Makalah 22 Olivia

- Pneumococcal meningitis: Onset mungkin saja sangat mendadak, progresif dan kematian

dapat terjadi dalam beberapa jam. Tingkat mortalitas 20%. Prognosis buruk apabila terdapat

koma, seizure, dan hitung jenis yang teramat rendah pada cairan serebrospinal.

- Aseptic meningitis (viral): prognosis sangat baik.

- Bacterial meningitis: risiko kematian meningkat apabila..

a. Penurunan tingkat kesadaran sewaktu admission

b. Onset seizure selama 25 jam dari sejak admision

c. Ada tanda-tanda TTIK

d. Usia muda (bayi) atau usia tua (>50tahun)

e. Adanya kondisi komorbiditas termasuk syok dan/atau perlunya pemasangan

mechanical ventilation

f. Keterlambatan dalam penanganan dini

Bab III

Kesimpulan

Suatu radang selaput adalah suatu penyakit yang gejala awalnya bias sangat menipu, sangat tidak

khas dan 99% dari penderita tidak terdeteksi pada saat gejala awal, akan tetapi jika gejala khas

sudah muncul seperti kejang, maka yang penting dalam penanganan adalah 6 Golden Hours,

yaitu dalam waktu 6 jam sudah teratasi semua gejala simtomatik dan sudah diberi antibiotic.

Sampai saat ini pencegahnnya masih berupa vaksin, dan prognosisnya masih tergantung kepada

waktu penanganan.semakin cepat semakin baik.

40

Page 41: Makalah 22 Olivia

Daftar Pustaka

1. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi 15.

Jakarta: EGC; 2000.

2. Kesadaran. 24 Maret 2009. Diunduh dari http://doctorology.net/?p=65, 8 Januari 2012.

3. Duderstadt KG. Pediatric physical examination. California: Elsevier; 2006.

4. Meningitis. Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/484130_6, 8 Januari 2012.

5. Meningitis and meningeal sign. Diunduh dari

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/9587.htm, 8 Januari 2102.

6. CSF analysis. Diunduh dari http://naturalwaysofliving.blogspot.com/2009/10/in-what-form-

water-exists-in-our-body_28.html, 8 Januari 2012.

7. Latief A. Hot topics in pediatric. Jakarta: FKUI; 2007

8. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA, Lange medical microbiology.

25th edition. USA: Mc Graw Hill Medical; 2010.

9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. Edisi

18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.

10. Pencegahan meningitis. Diunduh dari http://www.news-medical.net/health/Meningitis-

Prevention-(Indonesian).aspx, 9 Januari 2012.

41