makalah 2008

33
BAB I PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet.” Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi- substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan. Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Makanan yang menarik, nikmat, dan tinggi gizinya, akan menjadi tidak berarti sama sekali jika tidak aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, bahan tersebut akan mengalami kerusakan.

Transcript of makalah 2008

BAB I

PENDAHULUAN

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan

memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO,

yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or

in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet.” Batasan makanan tersebut

tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan

pengobatan.

Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan

manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Jaminan akan

keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Makanan yang menarik, nikmat, dan

tinggi gizinya, akan menjadi tidak berarti sama sekali jika tidak aman untuk dikonsumsi.

Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu

kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan

kesehatan manusia.

Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme

atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga

sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Akan

tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan,

ditangkap atau disembelih, bahan tersebut akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan

berlangsung sangat lambat atau sangat cepat tergantung dari macam bahan pangan. Bakteri,

khamir dan kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan

manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat sensitif

dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut, akan mengalami

destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen,

kelembaban, kekeringan, waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri,

semua cenderung merusakkan bahan pangan.

Kerusakan yang terjadi pada bahan makanan cepat atau lambat pasti terjadi dan tidak

dapat dihindari, namun bukan berarti kerusakan tersebut tidak dapat dicegah atau diatasi agar

bahan makanan tersebut dapat bertahan lama. Melihat fenomena kerusakan bahan makanan

yang terjadi ini, maka dibuatlah makalah ini dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman

kita mengenai kerusakan bahan makanan, penyebabnya serta cara mengatasi kerusakan

makanan tersebut.

Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan

kehidupannya. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus

selalu diperhatikan.

BAB II

ISI

A. Pengertian kerusakan makanan

Kerusakan makanan adalah adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat

diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain. Bagian-bagian yang telah rusak

seperti pada buah / sayuran akan dibuang. Bagian yang terbuang /dibuang disebut dengan

kehilangan (loss). Kehilangan bahan makanan dapat diukur dalam bentuk kehilangan

ekonomis, kuantitatif, kualitatif atau gizi. Sayuran hijau yang telah layu, berlubang-lubang

atau daunnya berwarna kekuningan dianggap telah mengalami kerusakan. Pada buah-buahan

yang memar telah terjadi pelunakan daging buah yang selanjutnya akan menyebabkan

kerusakan.

Ciri-ciri kerusakan makanan.

Pangan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah terjadi perubahan-perubahan yang

tidak dikehendaki dari sifatnya. kerusakan dapat terjadi karena kerusakan fisik, kimia atau

enzimatis. Namun secara umum, kerusakan pangan disebabkan oleh berbagai faktor dimana

salah satunya adalah tumbuhnya bakteri, kamir atau kapang pada pangan yang dapat merusak

protein sehingga mengakibatkan bau busuk, dan juga dapat membentuk lendir, gas, busa,

asam ataupun racun.

B. Tanda-Tanda Kerusakan Bahan Pangan

Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang

dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan.

Penyimpangan dari keadaan semula tersebut meliputi beberapa hal, diantaranya :

Konsistensi

Tekstur

Memar

Berlendir

Berbau busuk

Gosong

Ketengikan

Penyimpangan pH

Reaksi Browning

Penggembungan kaleng ( terjadi gas)

Penyimpangan warna

Penyimpangan cita rasa

Penggumpalan/pengerasan pada

tepung

Lubang/bekas gigitan

Candling (keretakan pada kulit telur)

Tanda-tanda kerusakan yang dapat terjadi pada berbagai jenis makanan:

Buah-buahan dan sayuran.

Selama proses penanaman pemanenan, penyimpanan, dan pengangkutan ke pasar, buah

dan sayuran berpeluang terkontaminasi bahan kimia pertanian seperti residu pestisida,

antibiotik pertanian, pupuk dan bahan perangsang tumbuh. Karena itu sebelum diolah dan

dikonsumsi, buah dan sayuran harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih.

Kerusakan yang sering terjadi adalah karena benturan fisik, serangan serangga dan serangan

mikroorganisme. Buah dan sayuran yang rusak terlihat busuk, berubah warna dan rasa, serta

berlendir.

Daging dan Hasil Olahannya.

Daging segar yang rusak ditandai oleh timbulnya bau busuk, warna merah kebiruan /

kehitaman, dan adanya lendir pada permukaan daging. Ikan yang telah mengalami kerusakan

ditandai oleh insang yang berwarna coklat kehitaman, lender yang berlebihan, sisik yang

mudah lepas, mata yang masuk ke bagian dalam dan timbulnya bau yang menyimpang.

Daging segar merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan bakteri karena daging

mengandung zat nutrien dan air dalam jumlah cukup serta pH sedang. Mikroba yang terdapat

dalam tubuh atau daging hewan berasal dari lingkungan hidup seperti dari pakan atau air.

Mikroba masuk ke dalam tubuh hewan melalui saluran pencernaan. Agar kita terhindar dari

penyakit, mikroba patogen yang berkembang biak dalam potongan daging dimusnahkan

terlebih dahulu. Caranya tak lain sebelum dimakan, daging atau bahan pangan yang

mengandung daging harus dimasak dengan sempurna. Jadi, daging mudah rusak karena

kandungan nutrisi dan kadar airnya tinggi.

Ikan dan Hasil Olahannya

Ikan dan kerang dapat menjadi media perantara bagi mikroba patogen (seperti Vibrio)

dan parasit (seperti cacing pipih) yang dapat menginfeksi manusia. Bibit penyakit ini berasal

dari lingkungan alami ikan, terutama lingkungan air yang terkontaminasi oleh kotoran

penderita penyakit kolera.

Bakteri Vibrio tidak menyebabkan diare tetapi mengakibatkan terjadinya infeksi di

saluran pencernaan yang bersifat parah dan bisa mengancam nyawa. Untuk memperkecil

resiko terkena penyakit, ikan yang dimakan mentah atau setengah matang harus dicuci

bersih-bersih. Kerusakan pada ikan ditandai dengan terjadinya perubahan warna, bau, tekstur

dan terbentuknya lendir. Bakteri yang menyebabkan kerusakan ikan dipengaruhi oleh suhu

penyimpanan ikan.

Susu dan Hasil Olahannya.

Susu yang diperah secara higienis dari hewan yang sehat sebetulnya mengandung

kontaminan mikroba dalam jumlah yang rendah. Namun dalam perjalanan menuju tempat

pengolahan lanjutan, susu mudah tercemar mikroba. Selama proses pengolahanpun ancaman

kontaminasi bakteri tetap ada, terutama bila peralatan yang digunakan tidak steril. Kerusakan

pada susu ditandai dengan pembentukan gas, penggumpalan, lendir, tengik, dan perubahan

rasa. Penggumpalan dan pembentukan lendir pada susu disebabkan oleh bakteri dan juga

terbentuknya asam pada susu.

Makanan Kalengan.

Kerusakan makanan kalengan akibat bakteri menjadikan makanan berbau busuk dan

berwarna hitam.

C. Penggolongan bahan makanan ditinjau dari daya tahannya terhadap kerusakan

Berdasarkan tingkat kerusakannya bahan makanan digolongkan menjadi 4, yaitu :

a. Cepat rusak (Highly perishable)

Kerusakan bahan makanan jenis ini dapat terjadi dalam waktu 1-6 jam. Contoh : air

susu, ikan, daging ayam, jeroan, dll.

b. Mudah rusak (Perishable)

Kerusakan dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari, tergantung pada cara penanganannya.

Contoh : sayur-sayuran, buah-buahan.

c. Agak mudah rusak (Semi perishable)

Bahan makanan yang dapat tahan hingga beberapa minggu. Contoh : bawang putih, biji

melinjo, kentang, waluh.

d. Tidak mudah rusak (Non perishable)

Bahan makanan yang dapat disimpan hingga beberapa bulan. Contoh : kacang-

kacangan, biji-bijian.

D. Jenis-Jenis Kerusakan Bahan Pangan

Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi

beberapa jenis, yaitu:

a. Kerusakan Fisiologis

Kerusakan fisiologis merupakan kerusakan yang terjadi akibat adanya reaksi

metabolisme atau enzim yang berlebihan yang terdapat di dalam bahan makanan. Kerusakan

yang ditimbulkan adalah terjadinya proses pembusukan. Enzim adalah suatu senyawa protein

yang dapat mempercepat kerja suatu reaksi tetapi zat yang bersangkutan tidak ikut bereaksi

(hanya bersifat sebagai katalis). Enzim dapat berasal dari aktifitas mikroorganisme ataupun

diproduksi dari bahan pangan itu sendiri, misalnya : enzim pektinase yang terdapat pada

buah-buahan yang menyebabkan buah-buahan menjadi lunak.

b. Kerusakan Biologis

Kerusakan biologis merupakan kerusakan bahan makanan yang diakibatkan oleh

organisme perusak, misalnya rodentia, serangga, unggas. Masuknya serangga ke dalam bahan

makanan, selain merusak bahan makanan juga merupakan jalan masuk mikroorganisme

pembusuk yang dikenal dengan istilah "port de antre".

Serangga biasanya merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian

pada saat bahan pangan dipanen. Kerugian yang terjadi adalah :

Penyusutan berat Bahan pangan

Berkurangnya nilai gizi Bahan pangan

Bahan pangan akan mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme

Selain menyebabkan berat Bahan pangan rodentia (binatang pengerat / tikus) juga

merugikan karena kotoran, rambut dan urine tikus akan menimbulkan bau yang kurang enak

dan juga pembawa bakteri.

c. Kerusakan Mikrobiologis

Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah,

tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat

merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang diproduksi,

penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga

dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau

segar.

Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang,

khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi

makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil.

Kerusakan jenis ini sangat merugikan karena :

Dapat mengakibatkan keracunan

Tidak hanya terjadi pada bahan makanan mentah, tetapi juga pada bahan makanan

setengah jadi, misalnya sosis.

Pada awalnya semua jaringan hidup steril, tetapi setelah keluar dari lingkungannya, bias

saja menjadi tidak steril. Misalnya air susu sapi tetap steril pada saat berada di dalam kelenjar

susu sapi tapi setelah diperah dapat saja air susu tersebut tidak lagi steril. Hal ini disebabkan

adanya kontaminasi dari udara, pemerah ataupun peralatan yang digunakan.

Bahan pangan yang mengalami kerusakan oleh mikroorganisme ternyata mengandung

mikroorganisme dominan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi

oleh 2 faktor, yaitu :

a. Faktor intrinsik, meliputi :

Aktifitas air (water activity)

pH

Potensi oksidasi-reduksi

Kandungan gizi

ada / tidaknya zat anti mikroba alamiah

struktur biologis dari bahan pangan yang ditumbuhi mikroorganisme

b. Faktor ekstrinsik

Yaitu kondisi lingkungan yag mempengaruhi pertumbuhan, jumlah dan jenis

mikroorganisme. Faktor ekstrinsik, meliputi :

Temperatur

Kelembaban

Susunan gas di atmosfer

Mikroorganisme adalah mahluk hidup yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,

tetapi harus memakai bantuan mikroskop. Mikroorganisme yang umumnya berhubungan

dengan makanan adalah bakteri, kapang dan khamir (ragi).

d. Kerusakan Pathologis

Kerusakan patologis yaitu kerusakan bahan makanan yang terjadi akibat adanya

penyakit pada bahan makanan.

e. Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini

terjadi pada : benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama pengangkutan

(tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga mengalami bentuk atau cacat berupa

memar, tersobek atau terpotong.

f. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya terjadinya

“case hardening” karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan bahan seperti

tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau membatu. Dalam

pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing

injuries) dan “freezer burn” pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu

pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat dehidrasi ini,

ikatan sulfihidril (–SH) dari protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (–S–S–), sehingga

fungsi protein secara fisiologis hilang, fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme

berhenti dan sel rusak kemudian membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-

sama dengan bentuk kerusakan lainnya.

Contoh :

Pada poses pengolahan dengan panas yang terlalu lama akan menimbulkan kegosongan.

Pada proses pendinginan tgerjadi kerusakan "chilling injuries" atau pada proses

pembekuan terjadi kerusakan "freezinginjuries" dan "freezing-burn".

Pada proses pengeringan biji-bijian yang kurang baik akan menyebabkan "case-

hardering" yaitu suatu keadaan dimana bagian luar biji sudah kering tetapi bagian dalam

masih basah. Hal ini dapat terjadi bila penguapan pada Bahan pangan tidak merata

g. Kerusakan Kimia

Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya : “coating” atau

enamel, yaitu terjadinya noda hitam FeS pada makanan kaleng karena terjadinya reaksi

lapisan dalam kaleng dengan H–S– yang diproduksi oleh makanan tersebut. Adanya

perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna, demikian pula

protein akan mengalami denaturasi dan penggumpalan. Reaksi browning dapat terjadi secara

enzimatis maupun non-enzimatis. Browning non-enzimatis merupakan kerusakan kimia yang

mana dapat menimbulkan warna coklat yang tidak diinginkan. Bahan kimia yang terdapat

pada bahan pangan berasal dari :

Alamiah (bahan makanan itu sendiri), misalnya :

1. Asam lemak

Asam lemak merupakan salah satu bahan penyusun lemak. Asam lemak dapat rusak dan

bereaksi dengan bahan penyusun lemak lain, sehingga menyebabkan tengik.

2. Asam Sulfida (H2S)

Bahan makanan kalengan dapat memproduksi gas H2S yang apabila bereaksi dengan

lapisan kaleng yang tidak baik dapat menghasilkan senyawa ferrum sulfide (FeS)

sehingga mengakibatkan timbulnya noda hitam pada bahan makanan kalengan tersebut.

Noda-noda hitam tersebut biasanya mengandung racun.

Dari luar bahan makanan, terbagi menjadi 2 :

1. Sengaja ditambahkan ke dalam bahan makanan sebagai bahan makanan tambahan

(food additive). Jika food additive digunakan tidak sesuai dengan ketentuan dapat

mengakibatkan keracunan.

Contoh : bahan pewarna, pengental, pemanis buatan, dll.

2. Tidak sengaja terdapat dalam bahan makanan

Misalnya insektisida pada bahan makanan atau tembaga (Cu) yang terdapat pada

perlatan memasak.

E. Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan faktor-faktor berikut :

a. pertumbuhan dan aktifitas mikroba;

b. aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan;

c. serangga parasit dan tikus;

d. suhu (pemanasan dan pendinginan);

e. kadar air;

f. udara (oksigen);

g. sinar;

h. waktu

a. Pertumbuhan dan Aktifitas Mikroba

Mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di tanah, air dan

udara. Secara normal tidak ditemukan di dalam tenunen hidup, seperti daging hewan atau

daging buah.

Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan

pangan, dengan cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil;

menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan; serta

mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikroba dapat

membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan lainnya. Mikroba menyukai kondisi

yang hangat dan lembab.

Bakteri :

Bakteri dapat berbentuk cocci (Streptococcus sp.), bentuk cambuk pada bacilli,

bentuk spiral pada spirilla dan vibrios. Bakteri berukuran satu mikron sampai beberapa

mikron, dapat membentuk spora yang lebih tahan terhadap : panas, perubahan kimia,

pengolahan dibandingkan enzim. Suhu pertumbuhan untuk : bakteri thermophylic (450C–

550C); bakteri mesophylic (200C–450C) sedangkan bakteri psychrophylyc < 200C.

Khamir

Khamir mempunyai ukuran 20 mikron atau lebih dan berbentuk bulat atau lonjong

(elips).

Kapang

Kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks, contohnya Aspergillus sp.,

Penicillium sp., dan Rhizopus sp. Kapang hitam pada roti, warna merah jingga pada oncom,

warna putih dan hitam pada tempe disebabkan oleh warna conidia atau sporanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba di antaranya : air, pH, RH,

suhu, oksigen, dan mineral.

Air

Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang

dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan “water activity”

(aw). aw dibedakan dengan RH, aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH

untuk udara atau ruangan.

Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta tumbuh baik pada aw mendekati

satu yaitu pada konsentrasi gula atau garam yang rendah. aw optimum dan batas terendah

untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, CO2 dan

senyawa-senyawa penghambat. Pada umumnya kapang membutuhkan aw lebih sedikit

daripada khamir dan bakteri. Setiap kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan

untuk mencegah pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62.

Khamir membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak

daripada kapang. Umumnya batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88– 0,94

pH

pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap mikroba

masing-masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH maksimum untuk

pertumbuhannya.

Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau

basa. Kapang tumbuh pada pH 2– 8,5, biasanya lebih suka pada suasana asam. Sedangkan

khamir tumbuh pada pH4–4,5 dan tidak tumbuh pada suasana basa.

Suhu

Setiap mikroba mempunyai suhu optimum, suhu minimum, dan suhu maksimum untuk

pertumbuhannya. Bakteri mempunyai suhu optimum antara 200C–450C. Suhu optimum

pertumbuhan kapang sekitar 250C–300C, tetapi Aspergillus sp. tumbuh baik pada 350C–

370C. Umumnya khamir mempunyai suhu optimum pertumbuhan serupa kapang, yaitu

sekitar 250C–300C.

Oksigen

Berdasarkan proses respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan, yaitu aerobik,

anaerobik, fakultatif dan mikroaerophylik. Mikroba golongan aerobik bila memerlukan

oksigen bebas, umumnya kapang pada makanan. Golongan anaerob tidak memerlukan

oksigen dan tumbuh baik tanpa adanya oksigen bebas. Golongan fakultatif dapat tumbuh

dengan atau tanpa oksigen bebas, dan mikroaerophylik bila membutuhkan sejunlah kecil

oksigen bebas.

b. Aktifitas Enzim di dalam Bahan Pangan

Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah

ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi

kimia dengan lebih cepat, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada

komposisi bahan pangan.

Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau perlakuan

lainnya. Beberapa reaksi enzim yzng tidak berlebihan dapat menguntungkan, misalkan pada

pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang berlebih dapat menyebabkan

kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara pH 4 – 8 atau sekitar pH 6.

c. Serangga Parasit dan Tikus

Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Gigitan

serangga akan kelukai perkukaan bahan pangan sehingga menyebabkan kontaminasi oleh

mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar air rendah (biji-bijian, buah-buahan kering)

dicegah secara fumigasi dengan zat-zat kimia : metil bromida, etilen oksida, propilen oksida.

Etilen oksida dan propilen oksida tidak boleh digunakan pada bahan pangan dengan kadar air

tinggi karena dapat membentuk racun.

Parasit bayak ditemukan di dalam daging babi adalah cacing pita, dapat menjadi

sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan karena jumlah bahan yang

dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus merupakan media untuk bakteri serta

menimbulkan bau yang tidak enak.

d. Suhu (pemanasan dan pendinginan)

Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat menyebabkan

kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,50C dapat mencegah atau memperlambat

proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan

emulsi, merusak vitamin, dan degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran dan buah-

buahan dapat menyebabkan “thawing” setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga

mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein

susu dan penggumpalan.

e. Kadar Air

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara sekitar. Bila

terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan dapat menjadi media yang baik

bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan buah-

buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat

membantu pertumbuhan mikroba.

f. Udara dan Oksigen

Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warna bahan

pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan kapang. Umumnya

kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan.

Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan pangan yang mengandung lemak. Oksigen

dapat dikurangi jumlahnya dengan cara menghisap udara keluar secara vakum atau

penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap

molekul oksigen dengan pereaksi kimia.

g. Sinar

Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna

bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi lemak dan

perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi

dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.

h. Waktu

Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh

pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu.

Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi

pada keju, minuman anggur, wiski dan lainnya yang tidak rusak selama “ageing”.

F. Akibat-akibat kerusakan makanan

Makanan yang rusak adalah makanan yang apabila dikonsumsi oleh mahluk hidup

(manusia atau hewan) dapat mengancam kesehatan. Bahan makanan yang rusak dapat

menjalar ke makanan yang sehat / tidak rusak karena dapat terjadi pencemaran silang

sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen maupun produsen.

Beberapa akibat kerusakan bahan makanan adalah :

a. Mutu

Kerusakan bahan makanan akan berpengaruh terhadap mutu dari bahan makanan yang

bersangkutan. Bila tingkat kerusakannya ringan akan menyebabkan penurunan kelas

mutunya, tetapi bila tingkat kerusakannya agak berat dapat menyebabkan lewat mutu

(off-grade).

Bahan makanan yang sudah off-grade menyebabkan bahan makanan tersebut tidak

layak dikonsumsi lagi. Untuk menentukan suatu bahan makanan sudah mengalami off-

grade atau belum, ditetapkan batas mutu. Batas mutu tergantung pada tingkat dan

kondisi ekonomi-sosial konsumen.

b. Nilai gizi

Kerusakan bahan makanan dapat mempengaruhi nilai gizi bahan makanan.

mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan akan menggunakan kandungan gizi

untuk aktifitasnya. Kerusakan fisik pada pemanasan / pembekuan akan menurunkan

nilai gizi bahan makanan. Namun tidak semua kerusakan fisik akan menurunkan nilai

gizi, misalnya hilangnya sifat garing pada kerupuk karena teknik penyimpanan yang

salah / kurang baik.

c. Kesehatan

Kerusakan bahan makanan dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia,

terutama kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat pathogen.

Penyakit yang disebabkan oleh makanan disebut 'food borne diseases' atau 'food borne

illnennen'. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan / minuman

adalah : kolera, disentri, hepatitis, TBC dan thypus abdominalis.

Penyebab 'food borne diseases' :

Sumber biologi

Yaitu mikroorganisme dan atau racun yang diproduksi oleh mikroorganisme

tersebut.

Sumber kimia

Yaitu bahan kimia tertentu yang berbahaya bagi tubuh yang terdapat di dalam bahan

makanan secara sengaja / tidak sengaja.

Sumber fisika

Yaitu sumber yang berkaitan dengan obyek fisik, misalnya tempat plastic tertentu

yang mengandung PVC (poly Vynil Chlorida) yang membahayakan tubuh.

G. Pencegahan kerusakan makanan

Melindungi bahan makanan dari kontaminasi bukan suatu pekerjaan yang mudah, sebab

mikroba pathogen tersebar secara luas di tanah, debu, dan air atau pada peralatan serta

pada orang yang kontak dengan makanan.

Untuk mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu :

a. Perlakukan penurunan air (pengeringan)

Pengeringan merupakan pengawetan yang paling lama dan paling banyak dilakukan

oleh manusia.

Ada beberapa pengertian pengeringan antara lain:

1. Pengeringan alami / Sun Drying

Keuntungan :

Murah

Tidak memerlukan keahlian

Kerugian :

Waktu tidak tentu, tergantung cuaca

Tempat yang dibutuhkan harus luas

Suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara tidak dapat dikontrol

Terkontaminasi oleh debu

Terjadi kerusakan bahan pangan

2. Pengeringan buatan / Artificial Drying

Keuntungan :

Suhu, rH, aliran udara dapat diatur

Sanitasi terjamin

Proses dapat dikontrol, sehingga mengurangi kerusakan

Tidak memerlukan tempat yang luas

Kerugian :

Perlu dana yang banyak

Diperlukan keahlian khusus

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :

a. Luas permukaan bahan pangan

Semakin kecil ukuran bahan pangan, semakin capat proses 'drying' karena :

Kadar air lebih cepat ke permukaan

Kontak dengan medium pemanas lebih besar

b. Suhu

c. Kecepatan aliran udara

Contoh produk pengeringan :

Daging : dendeng sapi

Biji-bijian, kacang-kacangan : emping melinjo

Kopra

Buah dan sayuran : pisang sale, kismis

b. Perlakukan panas (pemanasan)

Pengertian : pemberian energi panas dal;am bentuk suhu lebih yang dibiarkan

merambat ke jaringan bahan pangan.

Jenis perambatan panas :

Konduksi, biasanya pada bahan pangan padat

Konveksi, biasanya pada bahan pangan cair

Radiasi, pada bahan pangan padat dan cair

Tujuan pemanasan :

Meningkatkan / memudahkan pencernaan, cita rasa

Mempertahankan nilai gizi sebanyak mungkin

Membunuh mikroorganisme

Mengawetkan bahan makanan

Jenis–jenis proses pemanasan :

Boiling

Steaming

Baking

Frying

Pasteurisasi, adalah proses pemanasan dengan suhu 62,8° C (30') atau 73° C (15')

Sterilisasi, adalah proses pemanasan dengan suhu > 121° C.

c. Perlakukan dengan suhu rendah (pendinginan dan pembekuan)

Dilakukan sejak bangsa Eskimo kuno, yaitu : mengawetkan ikan dengan bekuan air.

Jenis-jenisnya:

1. Pendinginan / Chilling

Digunakan untuk menyimpan bahan pangan yang mudah rusak untuk jangka

waktu beberapa hari / minggu.

2. Pembekuan / Freezing

Untuk penyimpanan bahan pangan selama beberapa bulan / tahun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perlakuan suhu rendah :

a. Suhu

Suhu yang digunakan tergantung kadar air bahan makanan

b. Kualitas bahan pangan mentah, berpengaruh pada saat thawing.

c. Perlakuan pendahuluan

Pencucian : karena hasil pertanian cenderung kotor maka diperlukan pencucian

bahan makanan terlebih dahulu untuk menghilangkan mikroorganisme yang

dapat mengurangi daya tahan tubuh.

Pemotongan :

- Untuk membuang bagian yang tidak penting

- Untuk memperoleh ukuran yang sesuai sehingga dapat mempercepat proses

penggunaan B.P dan pembekuan.

Blancing :

- Untuk menginaktifkan enzim

- Untuk mengurangi jumlah mikroorganisme

Pencelupan bahan pangan pada sirup / gula :

- Untuk meningkatkan kecepatan pembekuan

- Untuk mengurangi jumlah O2 yang masuk ke bahan pangan terutama pada

buah-

buahan.

Pengepakan :

- Untuk mencegah perubahan warna, tekstur, cita rasa

- Untuk menghindari kontaminasi udara

d. Perlakukan dengan bahan kimia (fermentasi dan pemberian 'food additive').

Cara yang dilakukan adalah :

1. Teknologi fermentasi

Pengertian : suatu perubahan kimia yang berlangsung pada bahan pangan yang

dibantu dengan aktifitas mikroorganisme.

Tujuan :

Meningkatkan daya cerna

Mengurangi racun

Memperoleh produk makanan yang bervariasi

Meningkatkan nilai harga

Jenis-jenis mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi :

o Kapang : Mucor, Aspergillus

o Khamir : Sacharomyces

o Bakteri : Bacillus, Streptococus

Contoh bahan pangan hasil fermentasi :

Oncom, dari ampas kacang tanah

Tape, dari beras ketan / singkong

Perubahan : flavor, textur, rasa

Ikan peda, dari ikan kembung

Perubahan : flavour khas

Terasi, dari udang

Paerubahan : flavour khas

Yoghurt, dari susu

Perubahan : flavour khas, rasa

Pickle, dari sayuran, ketimun

Perubahan : flavour khas, rasa

d. Penggunaan food additive / bahan Tambahan Makanan (BTM)

Pengertian : bahan makanan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, yang

dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi

(orgaroleptik) untuk mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Selain itu, bahan

tambahan pangan juga dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman

atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan

mikroba lainnya.

Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food

borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan.

Permenkes tentang Bahan Tambahan Makanan :

Permenkes no. 722 / Menkes / Per / IX / 1988, pasal 1.

Penambahan food additive dilakukan pada proses : persiapan, pengolahan,

pengepakan, penyimpanan atau pengangkutan bahan makanan. Penggunaan Bahan

Tambahan Makanan tidak membahayakan apabila digunakan dalam batas-batas

yang wajar.

BTP digunakan dalam pangan setidaknya mempunyai lima alasan utama, yaitu:

1. Untuk mempertahankan konsistensi produk.

Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang

konsisten dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi

atau pemisahan fasa cair dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental

menghasilkan tekstur yang lembut dan homogen pada pangan tertentu.

2. Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi.

Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung,

serelia lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet

seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan.

Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi

malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang

mengandung nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan

ketentuan yang berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-

masing negara.

3. Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan.

Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria,

fungi atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang

dibawa makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan

kehidupan.

Antioksidan adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap.

Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat

bila terkena udara.

4. Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan.

Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi

dengan baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama

proses pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi

keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

5. Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan.

Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa

pangan. Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk

memenuhi ekspektasi konsumen.

Pengawet makanan yang diijinkan

Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan

Makanan, mencakup :

1. Asam Benzoat

2. Asam Propionat

3. Asam Sorbat

4. Belerang Oksida

5. Etil p-Hidroksida Benzoat

6. Kalium Benzoat

7. Kalium Bisulfit

8. Kalium Meta Bisulfit

9. Kalium Nitrat

10. Kalium Nitrit

11. Kalium Propionat

12. Kalium Sorbat

13. Kalium Sulfit

14. Kalsium benzoate

15. Kalsium Propionat

16. Kalsium Sorbat

17. Natrium Benzoat

18. Metil-p-hidroksi Benzoat

19. Natrium Bisulfit

20. Natrium Metabisulfit

21. Natrium Nitrat

22. Natrium Nitrit

23. Natrium Propionat

24. Natrium Sulfit

25. Nisin

26. Propil-p-hidroksi Benzoat

Penambahan bahan pengawet pada produk pangan menjadi bahan perhatian utama

mengingat perkembangan iptek pangan menyangkut hal tersebut yang begitu cepat

serta sering menimbulkan teka-teki bagi konsumen menyangkut keamanannya.

Fungsi dan macam Bahan Tambahan Makanan :

1. Antioksidan

Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat mencegah / menghambat oksidasi.

Contoh : asam askorbat dan garam kalium

2. Antikempal

Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat mencegah mengempalnya

makanan yang berupa serbuk.

Contoh : penggunaan alumunium silikat pada susu bubuk

3. Pengatur keasaman

Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat memberi rasa asam, menetralkan

dan mempertahankan derajat keasaman makanan.

Contoh : alumunium amonium sulfat di dalam soda kue

4. Pemanis buatan

Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat memberikan rasa manis pada

makanan yang tidak / hamper tidak bernilai gizi (energi)

Contoh : Sakarin dalam permen karet

5. Pengemulsi, pemantap, pengental

Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat membantu terbentuknya system

disperse yang homogen pda makanan

Contoh : agar-agar dalam es krim

6. Pengawet

Adalah Bahan Tambahan Makanan yang mencegah / menghambat terjadinya

fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan

oleh mikroorganisme.

Contoh : asam benzoat dalam kecap

7. Pengeras

Adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras / mencegah

melunaknya makanan.

Contoh : alumunium ammonium sulfat pada acar kentimun

8. Sekuestran

Adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada

makanan.

Contoh : asam fosfat pda kepiting kalengan

Upaya pencegahan kerusakan bahan makanan dengan bahan kimia yang umum

dilakukan untuk meningkatkan daya tahan simpan bahan makanan adalah :

1. Garam

Penggaraman merupakan cara pengawetan makanan yang telah lama dilakukan.

NaCl terbukti efektif mencegah / menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Contoh bahan makanan : ikan asin, telur asin

2. Asam

Penambahan asam pada makanan akan menurunkan pH bahan makanan sehingga

menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak yang tidak tahan pada PH.

Contoh bahan makanan :

Penggunaan asam cuka pada acar, asinan

Penggunaan asam laktat pada yoghurt

3. Gula

Penggunaan gula dengan konsentrasi ↑ akan menurunkan Aw sehingga air yang

diperlukan oleh mikroorganisme juga akan turun , sehingga pertumbuhan

mikroorganisme Juga akan terhambat.

Contoh bahan makanan : jam, jelly, manisan, sirup, dodol, sari buah, susu kental

manis.

Sehubungan denga teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan

pengawet dalam produk pangan, maka Tabel 1 berikut disajikan kajian keamanan

beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan.

Tabel1. Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan

Bahan Pengawet Produk Pangan Pengaruh terhadap Kesehatan

Ca-benzoat Sari buah, minuman ringan,

minuman anggur manis,

ikan asin

Dapat menyebabkan reaksi

merugikan pada asmatis dan yang

peka terhadap aspirin

Sulfur dioksida

(SO2)

Sari buah, cider, buah

kering, kacang kering,

sirup, acar

Dapat menyebabkan pelukaan

lambung, mempercepat serangan

asma, mutasi genetik, kanker dan

alergi

K-nitrit Daging kornet, daging

kering, daging asin, pikel

daging

Nitrit dapat mempengaruhi

kemampuan sel darah untuk

membawa oksigen, menyebabkan

kesulitan bernafas dan sakit kepala,

anemia, radang ginjal,

muntah

Ca- / Na-propionat Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur

Na-metasulfat Produk roti dan tepung Alergi kulit

Asam sorbat Produk jeruk, keju, pikel

dan salad

Pelukaan kulit

Natamysin Produk daging dan keju Dapat menyebabkan mual, muntah,

tidak nafsu makan, diare dan

pelukaan kulit

K-asetat Makanan asam Merusak fungsi ginjal

BHA Daging babi segar dan

sosisnya, minyak

sayur, shortening, kripik

kentang, pizza beku, instant

teas

Menyebabkan penyakit hati dan

kanker.

H.

DAFTAR PUSTAKA

Muchtadi., Tien R., (1989), Teknologi Proses Pengolahan Pangan, Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.