Makala He Kono Mi

27
MAKALAH EKONOMI Mengkaji Realisasi Penyerapan APBN Oleh : SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 BANDUNG JALAN BELITUNG NO 8

description

Makala He Kano Mi

Transcript of Makala He Kono Mi

MAKALAH EKONOMIMengkaji Realisasi Penyerapan APBN

Oleh :

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 BANDUNGJALAN BELITUNG NO 82014

Puji kami syukur panjatkan ke hadirat Allah AWT, yang atas limpahan rahmatNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Mengkaji Realisasi Penyerapan APBN dengan lancar. Makalah ini disusun penulis sebagai tugas mata kuliah Hukum Keuangan Negara. Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kealpaan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun akan selalu saya sambut dengan baik.Makalah ini tidak akan berarti tanpa keterlibatan pihak-pihak yang membantu penyelesaiannya. Atas segala bentuk dukungan yang diberikan, penulis mengucapkan terimakasih kepada :1. Allah SWT.2. Bapak Ibnu Ikhwanusshofa selaku dosen mata kuliah Hukum Keuangan Negara.3. Kawan-kawan Kelas 2B DIII Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.4. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Magelang, 1 Agustus 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................................iKata Pengantar..................................................................................................................iiDaftar Isi............................................................................................................................iiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang...........................................................................................................11.2 Rumusan Masalah......................................................................................................21.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................2BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian APBN........................................................................................................32.2 Struktur APBN............................................................................................................42.3 Fungsi APBN..............................................................................................................42.4 Penyerapan Anggaran................................................................................................52.5 Realisasi APBN 2014................................................................................................... 72.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan APBN................................................ 10BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan.................................................................................................................123.2 Saran...........................................................................................................................13Daftar Pustaka................................................................................................................... iv

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangRendahnya tingkat penyerapan anggaran di Indonesia merupakan fenomena yang hampir selalu terjadi setiap tahun. Kendatipun undang-undang tentang keuangan negara telah dihasilkan lima tahun yang lalu, dan perangkat undang-undang tentang perbendaharaan negara yaitu UU No. 1 tahun 2004 telah dipraktekan dalam empat tahun terakhir ini, namun masalah lambatnya penyerapan dana APBN oleh kementerian negara/lembaga dan satker-satker di bawahnya masih saja terus terjadi.Dana yang sudah dianggarkan di APBN-P tidak semuanya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, hal ini berarti adanya iddle money. Bisa dibayangkan, bila dana tersebut dapat diserap dengan lebih baik, maka akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pembangunan di Indonesia. Rendahnya tingkat realisasi penyerapan anggaran ini tentu menimbulkan lambatnya penerimaan hasil pembangunan oleh masyarakat. Lambatnya hasil pembangunan yang diterima masyarakat akan dapat berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah selaku pelaksana pembangunan. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan dapat berdampak terhadap kondisi politik di Indonesia.Bisa dilihat data tentang penyerapan anggaran di setiap tahun, rata-rata penyerapan anggaran sangat rendah di awal tahun, bahkan ketika melewati triwulan kedua, realisasi belanja negara masih rendah. Sayangnya, banyak instansi pemerintah yang terlalu berhati-hati ketika melakukan pengeluaran anggarannya, terutama untuk belanja modal. Sehingga terkesan lambat dan tidak optimal dalam memanfaatkan waktu. Tahun anggaran yang dua belas bulan seakan akan hanya efektif selama 5 - 6 bulan. Banyak satuan kerja yang baru bekerja pada triwulan kedua, dan ini selalu berulang setiap tahunnya.Realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan akhir Mei 2014 telah mencapai Rp572 triliun, atau 34,3 persen dari target dalam APBN 2014 yang sebesar Rp1.667,1 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, realisasi pendapatan negara dan hibah baru mencapai sekitar 32,8 persen atau Rp502,2 triliun, dari target dalam APBN 2013 yang sebesar Rp1.529,7 triliun. Sementara itu, dari sisi belanja, hingga akhir Mei 2014, realisasi belanja negara telah mencapai Rp605,7 triliun. Angka ini sekitar 32,9 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp1.842,5 triliun. Sebagai perbandingan, realisasi belanja negara pada periode yang sama tahun 2013 baru mencapai Rp528,1 triliun, atau sekitar 31,4 persen dari target APBN 2013 yang sebesar Rp1.683 triliun. Dalam hal ini realisasi pendapatan dan belanja negara pada tahun 2014 lebih baik daripada tahun lalu.Dalam hal ini, penulis berkeinginan untuk membahas lebih lanjut mengenai realisasi penyerapan APBN melalui makalah ini. Hal ini diperlukan untuk menambah pemahaman pembaca dan penulis sendiri tentang penganggaran dan pemanfaatannya dalam aktivitas pemerintahan.1.2. Rumusan Masalah1. Apa pengertian dan tujuan penyusunan anggaran pemerintah?2. Bagaimana tingkat penyerapan anggaran di Indonesia?3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran di Indonesia?1.3 Tujuan PenulisanMakalah ini ditulis dengan tujuan agar pembaca bisa lebih memahami mengenai realisasi penyerapan anggaran di Indonesia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Hal ini dapat menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi kita mengenai pemanfaatan anggaran kedepannya.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian APBNBudget atau anggaran dalam pengertian umum diartikan sebagai suatu rencana kerja untuk suatu periode yang akan datang yang telah dinilai dengan uang. Kata budget yang digunakan di Inggris sendiri merupakan serapan dari istilah bahasa Perancis yaitu bouge atau bougette yang berarti tas di pinggang yang terbuat dari kulit, yang kemudian di Inggris kata budget ini berkembang artinya menjadi tempat surat yang terbuat dari kulit, khususnya tas tersebut dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk menyimpan surat-surat anggaran. Sementara di negeri Belanda, anggaran disebut begrooting, yang berasal dari bahasa Belanda kuno yakni groten yang berarti memperkirakan.Di Indonesia sendiri, pada awal mulanya (pada jaman Hindia-Belanda) secara resmi digunakan istilah begrooting untuk menyatakan pengertian anggaran. Namun sejak Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja dipakai secara resmi dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945, dan di dalam perkembangan selanjutnya ditambahkan kata Negara untuk melengkapinya sehingga menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu. Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.2.2 Struktur APBNSecara sederhana, struktur APBN terdiri atas : A. Pendapatan dan HibahI. Penerimaan Dalam Negeri1. Penerimaan Pajak2. Penerimaan Bukan PajakII. HibahB. Belanja NegaraI. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat1. Pengeluaran Rutin2. Pengeluaran PembangunanII. Dana PerimbanganIII. Dana Otonomi Khusus dan PenyeimbangC. Keseimbangan PrimerD. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)E. PembiayaanI. Dalam NegeriII. Luar Negeri2.3 Fungsi APBNAPBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.2.4 Penyerapan AnggaranPara pengamat ekonomi seringkali menyoroti masalah rendahnya tingkat penyerapan anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi anggaran.Perfomance Based Budgetlebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang penyerapan itu sendiri. Hanya saja, kondisi perekonomian kita saat ini variabel dominan pendorong pertumbuhannya adalah faktor konsumsi, sehingga belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah turut menjadi penentu pertumbuhan tersebut.Kegagalan target penyerapan anggaran memang akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Karena dana yang telah dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan yang berarti terjadiiddle money. Padahal apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Dalam konsep dasar ilmu ekonomi,basic problemyang dihadapi oleh manusia adalah keterbatasan sumber dana sebagai alat pemenuhan kebutuhan dihadapkan pada kebutuhan yang jumlahnya tak terbatas.Basic problemini juga dihadapi oleh suatu negara termasuk Indonesia. Sumber-sumber penerimaan negara yang terbatas, dihadapkan pada kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas, mengharuskan Pemerintah menyusun prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target, berarti telah terjadi infesiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran. Namun, dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja atauPerformance Based Budget, pencapaian target penyerapan anggaran bukan merupakan indikator kinerja(performance indicator). Apabila kita ilustrasikan negara sebagai suatu perusahaan, maka dalam konsepsi Ekonomi Mikro, indikator kinerja dapat dipersamakan dengan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan atau yang lebih dikenal dengan istilahMarginal Revenue(MR) yang dirumuskan :

Tentu semua perusahaan menginginkan pencapaian laba maksimum. Dan pencapaian laba maksimum tersebut ditandai dengan nilai MR = MC(Marginal Cost), dimana besaran MC dapat diperoleh dari :

Berdasarkan pada teori Ekomoni Mikro diatas, maka kinerja dapat dipersamakan dengan pencapaian laba maksimum. Dalam konsepsi penyelenggaraan birokrasi, berarti MR = MC dicapai manakala tambahan manfaat yang diperoleh dari suatu output kegiatan sudah sama besar dengan tambahan biaya untuk menghasilkan tambahan manfaat output tersebut. Atau MO (marginal outcome) = MC (marginal cost).2.5 Realisasi APBN 2014Tabel yang disajikan di bawah merupakan laporan Realisasi APBN tahun 2014 periode 1 Januari-31 Juni.

Tabel di bawah merupakan perkiraan APBNP semester 1 tahun 2014 yang realisasinya sudah digambarkan di tabel sebelumnya.

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2014 mengalami peningkatan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut terlihat dari realisasi pendapatan dan hibah, realisasi belanja, defisit anggaran serta realisasi pembiayaan.Realisasi pendapatan dan hibah sampai dengan 30 Juni 2014 adalah sebesar Rp 712,72 triliun yang merupakan 42,8% dari pagu APBN. Pada periode yang sama tahun 2013, realisasi mencapai Rp 623,24 triliun atau 40,7% dari pagu APBN 2013.Peningkatan ini disebabkan persentase realisasi penerimaan perpajakan lebih tinggi 1,4% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lebih tinggi 3,4% dari persentase realisasi tahun lalu.Dari segi realisasi belanja, pada periode ini dilaporkan mencapai sebesar Rp 759,9 triliun yang merupakan 41,2% dari pagu APBN. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2013, realisasi mencapai Rp677,71 triliun atau 40,3% dari pagu APBN 2013.Hal ini disebabkan persentase realisasi belanja pemerintah pusat pada tahun ini lebih tinggi 1% dan realisasi transfer daerah lebih tinggi 0,6% dibandingkan persentase realisasi tahun lalu.Sementara itu, defisit anggaran mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Padaperiode ini, defisit anggaran sebesar Rp47,23 Triliun atau sebesar 26,9% dari pagu APBN, sedangkan tahun lalu defisit sebesar Rp 54,47 Triliun atau 35,5% dari pagu APBN 2013.Adapun realisasi pembiayaan mencapai Rp138,84 Triliun yang merupakan 79,2% daripagu APBN. Pada periode yang sama tahun 2013, realisasi mencapai Rp 82, 13 Triliun atau sebesar 53,6% dari pagu APBN 2013. Hal ini disebabkan pada tahun 2014 kebijakan pembiayaan Pemerintah bersifat front loading dimana pembiayaan bersumber dari penerbitan SBN dilakukan pada awal tahun anggaran.Walaupun terdapat peningkatan dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pemerintah merasa perlu merevisi penerimaan negara yang semula ditargetkan dalam APBN 2014 sebesarRp1.667,1 triliun.Revisi dari sisi penerimaan dilakukan dengan mempertimbangkan resiko tidak tercapainya penerimaan dari sektor perpajakan yang semula ditargetkan sebesar Rp. 1.280,4 triliun.Menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, berpengaruh atas realisasi penerimaan sektor perpajakan di tahun 2014.Karena itu, direvisinya target penerimaanNegara dinilai akan berdampak pada penyesuaian dari sisi pengeluaran agar defisit anggaran sesuai dengan amanatUU No. 17 Tahun 2003tentang Keuangan Negara, yaitutidak boleh melampui dari 3 persen dari PDB.Untuk menjaga fiskal tetap sehat,pemerintah memilih melakukanupaya penghematan belanja pada 86 kementrian/Lembaga.Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2014, ditargetkan adanya penghematan sebesar Rp. 100 triliun dari APBN 2014.Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan menjamin, meski dilakukan penghematan anggaran, program-program yang memiliki dampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan pengurangan angka kemiskinan tetap menjadi prioritas belanja negara pada 2014.Sehingga anggaran K/L menjadi sebesar Rp. 539,3 triliun dalam rancangan APBNPerubahan (APBN-P)dari sebelumnya sebesar Rp. 637,8 triliun.Penghematan dan pemotongan anggaran tidak dilakukan terhadap anggaran pendidikan untuk memenuhi 20 persen amanat konstitusi, anggaran yang bersumber dari hibah dan pinjaman, dan anggaran yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU).Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan mengemukakan, perumusan APBN-P yang segera diajukan oleh Pemerintah ke DPR-RI untuk mendapatkan pembahasan akan memasukkan revisi asumsi indikator makroekonomi, revisi penerimaan dan revisi belanja negara.Revisi ini dilakukan agar postur anggaran negara lebih realistis, tetap fokus, lebih berdampak, dan sebagai langkah respon sekaligus antisipatif atas perubahan kondisi perekonomian dunia.Dari keterangan dan penjelasan di atas, bisa dilihat bahwa tingkat realisasi penyerapan anggaran di Indonesia pada tahun 2014 relatif masih rendah, dengan rata-rata penyerapan di bawah 50%. Rendahnya penyerapan anggaran disebabkan pada dasarnya karena keterlambatan pencairan dana, keterlambatan penetapan KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan.Keterlambatan tersebut terjadi hampir di setiap satuan kerja (Satker), baik pusat maupun daerah. Di bawah ini adalah grafik yang menggambarkan 10 Kementerian/Lembaga dengan daya serap terbesar.

1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan AnggaranSecara garis besar penyerapan belanja kementerian/lembaga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal kementerian/lembaga, seperti antara lain :a. Keterlambatan penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pengelola kegiatan di hampir semua Satker Pusat dan daerah, b. Reorganisasi, c. Penyempurnaan business process, dan d. Faktor kehati-hatian kementerian/lembaga.Selain itu mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti antara lain :a. Banyaknya sanggahan dalam proses lelang, b. Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan, dan c. Masalah pengadaan lahan/tanah.Faktor lain seperti keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah, faktor geografis dan iklim.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Secara sederhana, struktur APBN dapat ditunjukkan sebagai Penerimaan Dalam Negeri.Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan fiskal, alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi, alat untuk menciptakan ruang publikDalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi anggaran.Padahal apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Secara garis besar penyerapan belanja kementerian/lembaga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal kementerian/lembaga, seperti antara lain :a. Keterlambatan penetapan kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pengelola kegiatan di hampir semua Satker Pusat dan daerah, b. Reorganisasi, c. Penyempurnaan business process, dan d. Faktor kehati-hatian kementerian/lembaga.Selain itu mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti antara lain :d. Banyaknya sanggahan dalam proses lelang, e. Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan, dan f. Masalah pengadaan lahan/tanah.Faktor lain seperti keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah, dan faktor geografis dan iklim.Secara umum, tingkat realisasi penyerapan anggaran di Indonesia pada tahun 2014 relatif masih rendah, dengan rata-rata penyerapan di bawah 50%. Rendahnya penyerapan anggaran disebabkan pada dasarnya karena keterlambatan pencairan dana, keterlambatan penetapan KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan.Keterlambatan tersebut terjadi hampir di setiap satuan kerja (Satker), baik pusat maupun daerah. 3.2 SaranDengan melihat kondisi yang selalu berulang setiap tahun kiranya ada beberapa hal yang perlu dievaluasi agar kondisi yang demikian tidak terjadi lagi atau minimal dapat dikurangi. Dalam pelaksanaan program dan anggaran pembangunan, pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya dibentuknya institusi-institusi yang bertugas mengurusi hal tersebut (mungkin di Bappenas, Kemenku, atau juga UKP4), meskipun hasilnya juga masih seperti yang dirilis dalam Laporan Realisasi Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN TA 2014.Institusi yang ada tersebut diyakini telah melakukan pemantauan secara seksama dalam pelaksanaan penyerapan anggaran APBN. Mereka telah bekerja keras menyukseskan pelaksanaan program pemerintah, agar pelaksanaannya sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.Namun demikian, bagaimanapun para pelaksana program dan anggaran pembangunan adalah manusia. Sesungguhnya manusia itu berada dalam keadaan merugi. Hal ini bisa diartikan bahwa manusia tidak akan mau mengerjakan apa-apa atau hanya menghabiskan waktunya dengan sia-sia, kecuali mereka orang-orang yang taat (beriman), orang-orang yang mau beramal (saleh), dan orang-orang yang mau saling menasehati supaya saling mentaati kebenaran. Artinya bahwa apabila melaksanakan pekerjaan, sangat perlu untuk saling mengingatkan. Kondisi ini termasuk dalam pelaksanaan penyerapan anggaran.Para pejabat yang terkait perlu lagi memutar otak untuk lebih proaktif dengan memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada untuk selalu dan mengingatkan kepada para pelaksana khususnya di tingkat K/L. Tidak ada salahnya setiap bulan memanggil dan mengecek secara langsung bagaimana pelaksanaan dan rencana selanjutnya dalam penyerapan anggaran di K/L dan bahkan bisa sampai ketingkat para Eselon I, Eselon II termasuk seluruh level pelaksana di semua institusi.Controllingtidak hanya dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan program, tetapi yang paling penting adalah dengan mengawal selama program tersebut dilaksanakan. Selain diawasi, pelaksanaan program dan penyerapan anggaran sangat penting untuk dikendalikan. Hal ini tentu sangat baik dilaksanakan. Disamping bermanfaat untuk mempercepat pelaksanaan program dan penyerapan anggarannya, juga sangat efektif untuk mengurangi adanya penyimpangan melalui deteksi secara dini selama program dalam pelaksanaan.Apabila saat ini dirasakan belum ada institusi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian pelaksanaan program pembangunan maka tidak ada salahnya jika di negeri ini dibentuk suatu lembaga yang mengurusi masalah pengendalian tersebut. Lembaga ini selain mengendalikan pelaksanaan program pembangunan juga berkewajiban mengecek secara langsung manfaat apa yang diterima oleh masyarakat, serta apa rencana bulan berikutnya. Setelah adanya jadwal pelaksanaan program dan penyerapan anggaran, maka jadwal ini harus dijaga betul untuk dapat dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan maka harus dikonfirmasi mengapa tidak dilaksanakan. Jika ada hambatan maka lembaga tersebut harus berusaha membantu sehingga program pembangunan segera dapat dilaksanakan sesuai yang dijadwalkan. Tidak kalah pentingnya adalah mengingatkan tentang apa yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan program pembangunan yang akan dilakukan bulan berikutnya.Masyarakat hanya perlu manfaat yang diterimanya, bukan hanya program selesai dilaksanakan. Pemimpin perlu mengecek sampai denganoutcome,dampak, danbenefidedari program pembangunan, tidak hanya menerima laporan tentangoutputkegiatan. Gagasan ini mungkin tidak seratus persen dapat menyelesaikan persoalan tetapi setidaknya akan dapat membantu mengurangi persoalan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang APBNP 2014Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester 1 Tahun 2014http://aguspurwowicaksono.wordpress.com/2013/09/20/solusi-rendahnya-penyerapan-anggaran-pembangunan/ diakses tanggal 30 Juli 2014http://www.kemenkeu.go.id/Publikasi/laporan-pemerintah-tentang-pelaksanaan-apbn-semester-i-tahun-2014 diakses tanggal 30 Juli 2014http://m.bisnis.com/finansial/read/20140618/10/237075/dpr-setujui-ruu-apbn-p-2014-pendapatan-negara-rp164-triliun diakses tanggal 31 Juli 2014http://m.bisnis.com/finansial/read/20140611/9/235030/realisasi-apbn-2014-pendapatan-naik-belanja-turun diakses tanggal 31 Juli 2014http://www.investor.co.id/home/mengubah-wajah-apbn/24322 diakses tanggal 30 Juli 2014http://www.setkab.go.id/berita-13166-prof-firmanzah-mau-tidak-mau-apbn-2014-harus-direvisi.html diakses tanggal 31 Juli 2014