Majalah Vivi Eka

9
PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS LEBAH MADU (Apis Mellifera) TERHADAP JUMLAH MAKROFAG PADA PULPA TERBUKA Prasetyo Adi**, Fidya*, Vivi Eka Putri* Abstrak Perawatan pulpa terbuka merupakan perawatan dasar dalam kedokteran gigi. Saat ini, teknik yang banyak digunakan adalah direct pulp-capping dengan bahan resin adesif. Namun bahan resin adesif yang beredar di pasaran saat ini bersifat iritatif, toksik, dan mahal sehingga diperlukan bahan alternatif yang lebih aman digunakan. Propolis yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis mellifera) terbukti mengandung flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri dan antiinflamasi yang penting pada penyembuhan pulpa terbuka. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan pengaruh pemberian propolis lebah madu (Apis mellifera) terhadap jumlah sel makrofag pada pulpa terbuka hewan coba dibandingkan dengan penggunaan bahan resin adesif Ca(OH)2. Penelitian ini merupakan penelitian murni dengan metode Randomized Posttest Only Controlled Group Design.Tikus Sprague Dawley sebagai hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol Ca(OH)2, P1 (ekstrak propolis 80%), P2 (ekstrak propolis 90%), P3 (ekstrak propolis 100%). Pulpa tikus dibuka pada dasar kavitas menggunakan sonde dan dilapik dengan Ca(OH)2 (0,5 mg), ekstrak etanol propolis 100%, 90%, dan 80% (0,5 mg). Jumlah makrofag diamati pada hari ke 7, 14 dan 28 setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak propolis pada konsentrasi 90% dan 100% mampu menurunkan jumlah makrofag secara signifikan pada hari ke 7, 14 dan 28 (p < 0,05). Meskipun demikian, pemberian propolis dengan konsentrasi 80% masih belum mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (p > 0,05). Terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara peningkatan konsentrasi perlakuan dengan penurunan jumlah makrofag (p < 0,01, R = 0,899). Kesimpulan penelitian adalah pemberian ekstrak propolis mampu menurunkan jumlah sel makrofag pada pulpa terbuka. Kata Kunci: Pulpa terbuka, propoli, makrofag, inflamasi Abstract Open dental pulp treatment is a basic treatment in dentistry. Nowadays, the common technique that has been used is direct pulp-capping with adhesive resin substance. However, the existing adhesive resin substance is remain toxic, irritative and expensive thus alternative substance is needed. Propolis produced by honey bee (Apis mellifera) has been proved contain flavonoid that shows antibacterial and antiinflammatory activity which is very important in open pulp healing. The objective of this research was to prove the effect of Propolis from honey bee (Apis mellifera) toward number of macrophage cells in open pulp compared with adhesive resin substance Ca(OH)2. This research was an experimental laboratory research with Randomized Posttest Only Controlled Group Desing Method. Sprague Dawley rats as animal model were divided into four groups; control group Ca(OH)2, P1 (propolis 80%), P2 (propolis 90%), P3 (propolis 100%). Rats pulp were opened at base of the cavity using probe and capped directly with Ca(OH)2 (0,5 mg), 80%, 90% and 100% propolis ethanolic extract (0,5 mg). The number of macrophages was observed at day 7 th , 14 th , and 28 th after intervention. The result showed that administration of Propolis with concentration 90% and 100% were able to decrease the number of macrophage significantly at day 7 th , 14 th , and 28 th (p < 0,05). Nevertheless, administration of propolis with concentration 80% was failed to decrease number of macrophage significantly compared with control group (p < 0,05). There were strong and significant correlation between the increasing

Transcript of Majalah Vivi Eka

Page 1: Majalah Vivi Eka

PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS LEBAH MADU (Apis Mellifera) TERHADAP JUMLAH MAKROFAG PADA PULPA TERBUKA

Prasetyo Adi**, Fidya*, Vivi Eka Putri*

Abstrak

Perawatan pulpa terbuka merupakan perawatan dasar dalam kedokteran gigi. Saat ini,

teknik yang banyak digunakan adalah direct pulp-capping dengan bahan resin adesif. Namun bahan resin adesif yang beredar di pasaran saat ini bersifat iritatif, toksik, dan mahal sehingga diperlukan bahan alternatif yang lebih aman digunakan. Propolis yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis mellifera) terbukti mengandung flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri dan antiinflamasi yang penting pada penyembuhan pulpa terbuka. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan pengaruh pemberian propolis lebah madu (Apis mellifera) terhadap jumlah sel makrofag pada pulpa terbuka hewan coba dibandingkan dengan penggunaan bahan resin adesif Ca(OH)2. Penelitian ini merupakan penelitian murni dengan metode Randomized Posttest Only Controlled Group Design.Tikus Sprague Dawley sebagai hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol Ca(OH)2, P1 (ekstrak propolis 80%), P2 (ekstrak propolis 90%), P3 (ekstrak propolis 100%). Pulpa tikus dibuka pada dasar kavitas menggunakan sonde dan dilapik dengan Ca(OH)2 (0,5 mg), ekstrak etanol propolis 100%, 90%, dan 80% (0,5 mg). Jumlah makrofag diamati pada hari ke 7, 14 dan 28 setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak propolis pada konsentrasi 90% dan 100% mampu menurunkan jumlah makrofag secara signifikan pada hari ke 7, 14 dan 28 (p < 0,05). Meskipun demikian, pemberian propolis dengan konsentrasi 80% masih belum mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (p > 0,05). Terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara peningkatan konsentrasi perlakuan dengan penurunan jumlah makrofag (p < 0,01, R = 0,899). Kesimpulan penelitian adalah pemberian ekstrak propolis mampu menurunkan jumlah sel makrofag pada pulpa terbuka. Kata Kunci: Pulpa terbuka, propoli, makrofag, inflamasi

Abstract

Open dental pulp treatment is a basic treatment in dentistry. Nowadays, the common technique that has been used is direct pulp-capping with adhesive resin substance. However, the existing adhesive resin substance is remain toxic, irritative and expensive thus alternative substance is needed. Propolis produced by honey bee (Apis mellifera) has been proved contain flavonoid that shows antibacterial and antiinflammatory activity which is very important in open pulp healing. The objective of this research was to prove the effect of Propolis from honey bee (Apis mellifera) toward number of macrophage cells in open pulp compared with adhesive resin substance Ca(OH)2. This research was an experimental laboratory research with Randomized Posttest Only Controlled Group Desing Method. Sprague Dawley rats as animal model were divided into four groups; control group Ca(OH)2, P1 (propolis 80%), P2 (propolis 90%), P3 (propolis 100%). Rats pulp were opened at base of the cavity using probe and capped directly with Ca(OH)2 (0,5 mg), 80%, 90% and 100% propolis ethanolic extract (0,5 mg). The number of macrophages was observed at day 7th, 14th, and 28th after intervention. The result showed that administration of Propolis with concentration 90% and 100% were able to decrease the number of macrophage significantly at day 7th, 14th, and 28th (p < 0,05). Nevertheless, administration of propolis with concentration 80% was failed to decrease number of macrophage significantly compared with control group (p < 0,05). There were strong and significant correlation between the increasing

Page 2: Majalah Vivi Eka

concentration and the decreasing number of macrophage (p < 0,01, R = 0,899). Thus, it can be concluded that administration of propolis extract can decrease macrophage cell number in open pulp.

Keyword: Open pulp, propolis, macrophage, inflammation

* Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ** Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya PENDAHULUAN

Pulpa adalah suatu rongga yang berisi pembuluh darah dan syaraf pada gigi yang terletak di bawah lapisan dentin.18 Pulpa yang terbuka dapat disebabkan karena infeksi bakteri maupun non infeksi. Karies merupakan contoh dari penyebab terbukanya pulpa yang di sebabkan oleh infeksi bakteri, sedangkan salah satu penyebab terbukanya pulpa dengan non infeksi adalah trauma. Trauma mekanik pada pulpa dapat juga mengakibatkan terbukanya pulpa disertai perdarahan yang mengakibatkan terjadinya proses nekrosis menuju penyakit periradikuler. Jika tidak ditangani dengan cepat dan segera, pulpitis bisa berlanjut hingga kematian pulpa atau gangren (nekrosis). 17

Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast memiliki kemampuan untuk melakukan reaksi defensif yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Sel-sel radang yang terdapat pada fase kronik yaitu sel plasma, limfosit dan makrofag.17

Makrofag merupakan bagian pertahanan yang yang tidak spesifik karena menelan dan mencerna semua antigen. Selain itu makrofag juga berperan dalam respon imun. Makrofag dapat menghancurkan patogen dengan fagositosis dan dapat meningkatkan respons imun. Sel ini juga menghilang dan hancur karena penuaan atau rusak. 2

Perawatan pulpa terbuka merupakan salah satu perawatan dasar dalam kedokteran gigi. Keberhasilan perawatan pulpa terbuka dipengaruhi oleh

bahan perlindungan yang digunakan. Sampai beberapa waktu berselang, hidroksida kalsium tetap merupakan standar bagi perawatan pulpa terbuka akibat faktor mekanis. Material ini dianggap dapat menstimulasi diferensiasi sel odontoblast baru yang kemudian akan membentuk dentin tersier. 17

Saat ini, teknik yang banyak digunakan untuk menjaga kevitalan pulpa gigi yang terbuka adalah teknik direct pulp-capping dengan bahan resin adesif yang terbukti dapat membentuk dentin reparatif. 13 Pembentukan dentin reparatif adalah suatu mekanisme pertahanan yang utama. Cara ini merupakan cara yang alamiah untuk menutup luka atau penyakit pada tubulus dentin di permukaan pulpa, dengan demikian menghilangkan efek iritasi, karies, dan bentuk lain dari trauma.17 Bahan resin adesif yang sekarang beredar di pasaran merupakan bahan kimia yang bersifat iritatif, toksik, dan mahal sehingga diperlukan bahan alternatif yang alami, non iritatif dan nontoksik dengan harga terjangkau.

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol alami yang tersebar luas pada tumbuhan yang memiliki aktivitas antibakteri dan antiinflamasi.12 Selain itu, flavonoid diduga mempunyai kemampuan dalam merangsang pembentukan dentin reparatif melalui ekspresi TGF-β dalam stimulisasi dentinogenesis setelah terjadi jejas pada gigi. 11

Flavonoid banyak ditemukan pada propolis. Propolis adalah resin pembentuk madu yang telah digunakan sejak dahulu kala sebagai obat tradisional. Setiap propolis yang dihasilkan lebah, mengandung flavonoid jenis pinocembrin, galangin,

Page 3: Majalah Vivi Eka

akcetin, kaemperol, kaemperide dan ermanin.13 Lebah madu (Apis mellifera) menghasilkan madu yang lebih banyak dari pada lebah jenis lain dan madu yang dihasilkan pun lebih mudah diekstrak. 9 Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan menggunakan propolis khususnya propolis lebah madu (Apis mellifera).

Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan pengaruh propolis lebah madu (Apis mellifera) sebagai antiinflamasi pada pulpa terbuka dengan indikator penurunan jumlah sel makrofag, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk perlindungan pulpa secara umum.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen murni (true experimental design) di laboratorium secara in vivo dengan rancangan Randomized Post Test Only Controlled Group Design dimana setiap hewan coba memiliki probabilitas yang sama untuk mendapatkan perlakuan sehingga dapat menjaga validitas generalisasi ke populasi. Penelitian ini menggunakan 36 ekor tikus Sprague Dawley jantan berusia 8-16 minggu yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu Kelompok Kontrol yang diberi Ca(OH)2 sebanyak 0,5 mg serta Kelompok Perlakuan 1, 2, dan 3 yang diberi Ekstrak Etanol Propolis (EEP) 100%, 90%, dan 80% sebanyak 0,5 mg. Kemudian dilakukan pembedahan maksila pada hari ke-7, ke-14, dan ke-28 serta dilakukan penglihatan sel makrofag pada gambaran HPA gigi molar pertama maksila dengan pewarnaan imunohistokimia.13 Prosedur Pembuatan dan Pengenceran Ekstrak Etanol Propolis (Jaya et al., 2008). Propolis kasar diekstrak dengan etanol 95% sebagai pelarut dengan perbandingan propolis : etanol adalah 1 : 10. Alat yang digunakan yaitu Thermostirer berkecepatan 150 rpm selama 4 jam dan diputar dengan bantuan Magnetic Stirrer 5 cm. Hasilnya disaring dengan menggunakan kertas saring

sehingga didapat filtrat propolis. Filtrat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan dalam rotary evaporator pada suhu ±70º C berkecepatan 2-3 rpm. Ekstrak yang didapatkan dibagi menjadi 3 dan diencerkan dengan menggunakan vaselin menjadi 3 konsentrasi yang berbeda, yaitu konsentrasi 100%, 90%, dan 80%. Ekstrak kemudian disimpan di dalam refrigerator. 4 Prosedur Perforasi dan Pelapikan Pulpa (Sabir, 2005b). Alat disterilkan dan disusun di atas meja kerja. Berat badan tikus ditimbang untuk menentukan dosis anastesi dan analgesik. Tikus dianastesi secara intramuskuler dengan ketamin (40 ml/kg berat badan). Kavitas kelas I dipreparasi pada permukaan oklusal molar pertama maksila menggunakan bur diamond round tapered berkecepatan rendah (dengan diameter 0,84 mm). Pulpa kemudian dibuka pada dasar kavitas menggunakan sonde (diameter ujung 0,35 mm) dan dilapik secara langsung dengan kalsium hidroksida (0,5 mg), ekstrak etanol propolis 100%, 90%, atau 80% (0,5 mg). Setiap kavitas kemudian dikeringkan dan diisi/ditumpat dengan glass ionomer cement. Setelah perlakuan tikus diberi analgesik secara intramuskuler dengan metamyzole (novalgin) sebanyak 0,2 ml selama 1 hari. 13

Pembuatan Preparat Jaringan Keras Gigi (Muntiha, 2001). Pembuatan preparat dilakukan dengan metode parafin. Fiksasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam formalin 10% selama minimal 2 hari kemudian dilanjutkan dengan tahap pencucian menggunakan air minimal 1,5 jam. Selanjutnya dilakukan dekalsifikasi dengan merendam jaringan di dalam larutan dekalsifikasi selama minimal 24 jam hingga konsistensi jaringan lunak dan siap dipotong. Setelah pendekalsifikasian, jaringan memasuki proses dehidrasi dan pembeningan (clearing). Jaringan dimasukkan dalam alkohol 70% selama 1 jam, alkohol 80% selama 1 jam, alkohol 99 % selama 1 jam dan alkohol absolut selama 2 x 1 jam lalu dalam campuran xylol : alkohol absolut = 1 : 1 selama 0,5 jam, dan xylol PA

Page 4: Majalah Vivi Eka

selama 2 x 30 menit. Kemudian jaringan dibenamkan ke dalam melted parafin : xylen = 1 : 1 selama 1 jam, parafin (54-58) selama 2 x 1 jam. Melted parrafin dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kubus lalu ditempatkan pada posisi yang diinginkan dalam parafin tersebut kemudian disiram lagi dengan melted parafin secukupnya. Blok parafin dibiarkan sampai dingin dan dikeluarkan dari cetakannya. Bagian blok yang dibelakang dilekatkan pada kayu pemegang blok pada mikrotom kemudian posisi indikator yang menunjukkan ketebalan pemotongan (6-8 mikrometer) diatur. Hasil pemotongan saling bersambungan membentuk pita, ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan diatas permukaan air hangat (30-400C) secara lembut dan tanpa lipatan. Gelas objek dilapisi dengan lapisan putih telur : gliserol = 1 : 1 sebagai lapisan tipis dan biarkan kering (untuk merekatkan sediaan). Pita parafin dan pita tersebut diangkat dengan gelas objek. Gelas objek diletakkan di atas steamer hangat (agar pita mengembang dan lurus tanpa lekukan) kemudian dibiarkan kering dan sediaan melekat erat (1 hari). Jaringan yang berada di gelas objek dimasukkan ke dalam xylol selama 3 x 5 menit lalu dikeringkan. 8

Pewarnaan Imunohistokimia dengan Antibodi Makrofag. Pewarnaan imunohistokimia dengan antibodi makrofag dilakukan selama dua hari berturut-turut dengan pewarnaan antibodi primer pada hari pertama dan antibodi sekunder pada hari kedua. Berikut adalah langkah pewarnaan antibodi primer : 1. Perendaman dengan aquades 2. Perendaman dengan PBS selama 3 x 5

menit 3. Perendaman dengan H2O2 3% + PBS

97% selama 15 menit 4. Perendaman dengan PBS selama 3 x 5

menit 5. Perendaman dengan PBS + FBS 2% +

Thriton-X 100% selama 40 menit 6. Perendaman dengan PBS selama 3 x 5

menit 7. Pemberian antibodi primer (1:100)

dengan campuran PBS + FBS 10% dan

disimpan pada suhu 4° C selama satu malam.

Langkah pewarnaan antibodi sekunder: 1. Perendaman dengan PBS selama 3 x 5

menit 2. Perendaman dengan kit antibody

sekunder selama 2 x 60 menit 3. Perendaman dengan PBS selama 3 x 5

menit 4. Perendaman dengan SHARP selama 40

menit 5. Perendaman dengan PBS selama 3 x

5 menit 6. Perendaman dengan DAB selama 20

menit hingga preparat berwarna kecoklatan

7. Perendaman dengan PBS selama 3 x 5 menit

8. Perendaman dengan aquades selama 1 x 5 menit

9. Perendaman dengan meyer dan air mengalir dengan perbandingan 1 : 20 selama 3 menit hingga preparat berwarna kebiruan

10. Perendaman dengan air keran selama 3 x 5 menit

11. Dikeringkan Penutupan preparat dengan cover glass. Cover glass dilekatkan pada kaca preparat dengan menggunakan Entelan 50 mikroliter.

Analisis Data (Dahlan, 2006). Hasil pengamatan kadar MDA tulang mandibula pada tikus kontrol dan perlakuan dianalisa secara statistik dengan menggunakan program SPSS 16.00 for Windows dengan tingkat signifikansi 0,05 (p = 0,05) dan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Uji yang digunakan adalah uji One-way ANOVA, Uji Post hoc Multiple Comparison Equal Variance by Tukey HSD, uji korelasi Pearson, dan Regresi.3

HASIL PENELITIAN Hasil Perhitungan Rerata Kadar MDA Serum. Pada penelitian ini subjek dibagi menjadi empat kelompok, yaitu Kelompok Kontrol yang diberi Ca(OH)2 sebanyak 0,5 mg serta Kelompok Perlakuan 1, 2, dan 3

Page 5: Majalah Vivi Eka

yang diberi Ekstrak Etanol Propolis (EEP) 100%, 90%, dan 80% sebanyak 0,5 mg. Hasil perhitungan rerata jumlah sel makrofag seperti pada tabel1, 2, dan 3.

Tabel 1. Jumlah Sel Makrofag pada Pulpa Tikus Minggu Pertama No Kelompok

(n=3) Jumlah sel makrofag

SD

1 Kontrol Ca(OH)2

94,67 19,42

2 Propolis 80%

69 12

3 Propolis 90%

55,67 11,50

4 Propolis 100%

52 14

Gambar 1. Jumlah Sel Makrofag pada Pulpa Tikus Setelah Terapi Minggu Pertama

Keterangan :Slide dibuat dengan metode blok paraffin dan dicat dengan menggunakan pengecatan imunohistokimia. Slide diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sel makrofag merupakan sel yang tercat coklat dan memiliki inti yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Sel makrofag ditunjukkan dengan tanda panah hitam pada gambar di atas.

Tabel 2. Jumlah Sel Makrofag pada Pulpa Tikus Minggu Kedua No Kelompok

(n=3) Jumlah sel makrofag

SD

1 Kontrol Ca(OH)2

114,67 21,22

2 Propolis 80%

80 16

3 Propolis 90%

66 8,54

4 Propolis 100%

61,33 13,20

Gambar 2. Jumlah Sel Makrofag pada Pulpa Tikus Setelah Terapi Minggu Kedua

Keterangan : Slide dibuat dengan metode blok paraffin dan dicat dengan menggunakan pengecatan imunohistokimia. Slide diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sel makrofag merupakan sel yang tercat coklat dan memiliki inti yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Sel makrofag ditunjukkan dengan tanda panah hitam pada gambar di atas.

Page 6: Majalah Vivi Eka

Tabel 3. Jumlah Sel Makrofag pada Pulpa Tikus Minggu Keempat No Kelompok

(n=3) Jumlah sel makrofag

SD

1 Kontrol Ca(OH)2

144,33 16,04

2 Propolis 80%

132 16,52

3 Propolis 90%

82 12,12

4 Propolis 100%

72 11,53

Gambar 3. Jumlah Sel Makrofag pada Pulpa Tikus Setelah Terapi Minggu Keempat. Keterangan : Slide dibuat dengan metode blok paraffin dan dicat dengan menggunakan pengecatan imunohistokimia. Slide diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sel makrofag merupakan sel yang tercat coklat dan memiliki inti yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Sel makrofag ditunjukkan dengan tanda panah hitam pada gambar di atas. Uji One Way ANOVA. Analisis dengan menggunakan uji Oneway ANOVA bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata jumlah sel makrofag yang signifikan antar kelompok. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa nilai p = 0,027 pada kelompok dengan pembedahan minggu pertama, p = 0,011 pada kelompok dengan pembedahan minggu kedua, dan p = 0,001 pada kelompok dengan pembedahan

minggu keempat sehingga dapat disimpulkan bahwa “Terdapat perbedaan rata-rata jumlah sel makrofag pada keempat kelompok pada setiap pembedahan”. Uji Post Hoc Multiple Comparison. Analisis mengenai perbedaan rata-rata dari keempat kelompok di setiap pembedahan dapat diketahui melalui uji Post-Hoc Multiple Comparison. Metode Post-Hoc yang digunakan adalah Uji Tukey HSD. Dari uji Tukey HSD dapat diketahui bahwa pada pembedahan minggu pertama, didapatkan pemberian propolis dengan kadar 90% dan 100% mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol Ca(OH)2. Sedangkan, pemberian propolis dengan kadar 80% tidak mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0,05). Pada pembedahan minggu kedua didapatkan pemberian propolis dengan kadar 90% dan 100% mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol Ca(OH)2. Sedangkan, pemberian propolis dengan kadar 80% tidak mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0,05). Pada pembedahan minggu keempat didapatkan pemberian propolis dengan kadar 90% dan 100% mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol Ca(OH)2. Sedangkan, pemberian propolis dengan kadar 80% tidak mampu menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0,05). Uji Korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson pada kelompok dengan pembedahan minggu pertama didapatkan nilai R = -0,770 dan p = 0,003 (p < 0,01) yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi perlakuan dengan penurunan jumlah sel makrofag pada jaringan pulpa tikus. Uji korelasi Pearson pada kelompok

Page 7: Majalah Vivi Eka

dengan pembedahan minggu kedua didapatkan nilai R = -0,797 dan p = 0,002 (p < 0,01) yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi perlakuan dengan penurunan jumlah sel makrofag pada jaringan pulpa tikus. Sedangkan uji korelasi Pearson pada kelompok dengan pembedahan pada minggu keempat didapatkan nilai R = -0,899 dan p = 0,000 (p < 0,01) yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi perlakuan dengan penurunan jumlah sel makrofag pada jaringan pulpa tikus. Uji Regresi Linier. Uji regresi linier pada kelompok pembedahan minggu pertama didapatkan nilai R = 0,592 dan adjusted R square = 0,551 (p < 0,01), artinya 55,1% penurunan jumlah sel makrofag disebabkan oleh kenaikan konsentrasi pada perlakuan sedangkan 44,9% disebabkan faktor eksternal. Uji regresi linier pada kelompok pembedahan minggu kedua didapatkan nilai R = 0,636 dan adjusted R square = 0,599 (p < 0,01), artinya 59,9% penurunan jumlah sel makrofag disebabkan oleh kenaikan konsentrasi pada perlakuan sedangkan 40,1% disebabkan faktor eksternal. Sedangkan uji regresi linier pada kelompok pembedahan minggu keempat didapatkan nilai R = 0,809 dan adjusted R square = 0,790 (p < 0,01), artinya 79% penurunan jumlah sel makrofag disebabkan oleh kenaikan konsentrasi pada perlakuan sedangkan 21% disebabkan faktor eksternal. PEMBAHASAN

Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan pengaruh propolis lebah madu (Apis mellifera) sebagai antiinflamasi pada pulpa terbuka dengan indikator penurunan jumlah sel makrofag.

Pada penelitian ini, pemberian terapi propolis terbukti mampu menurunkan sel makrofag pada jaringan pulpa terbuka tikus jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diterapi dengan Ca(OH)2 secara signifikan (p < 0,05). Hal ini dapat terjadi karena propolis memiliki kemampuan untuk

menurunkan kadar prostaglandin dan leukotrien yang berperan dalam meningkatkan permeabilitas vaskuler dan berperan sebagai chemoattractan untuk menginisiasi migrasi makrofag menuju jaringan. 14 Propolis memiliki kemampuan untuk menghambat terjadinya oksidasi lipid pada membran sel sehingga dapat mempertahankan integritas membran sel dan mencegah terjadinya degradasi membran oleh enzim phospolipase menjadi asam arakhidonat. 7

Salah satu faktor yang juga berperan penting dalam reaksi inflamasi adalah sitokin. Sitokin merupakan produk polipeptida dari beberapa sel seperti sel mast, sel endotel, dan beberapa jenis sel lain yang berfungsi sebagai mediator inflamasi. Beberapa sitokin yang memiliki peran penting pada reaksi inflamasi akut adalah tumor necrosis factor α (TNF-α), interleukin 1 (IL-1) dan interleukin 6 (IL-6). Baik TNF-α maupun IL-1 berperan penting dalam peningkatan ekspresi molekul adhesi pada sel endotel yang mengakibatkan terjadinya migrasi dan perlekatan leukosit dan meningkatkan produksi sitokin serta eikosanoid (prostaglandin dan leukotrien). IL-1 dan IL-6 juga berperan dalam mengaktivasi monosit yang telah berada di area inflamasi menjadi makrofag dan meningkatkan proliferasi dari makrofag (Kumar, 2003; Li, 2007). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kandungan quercetin dan hesperidin pada propolis juga mampu menurunkan sekresi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6 yang berperan dalam meningkatkan proliferasi dan migrasi makrofag. Pemberian quercetin dan hesperidin mampu menurunkan ekspresi Erk-2 melalui modulasi MAP kinase Erk-2. Erk-2 merupakan salah satu golongan mitogen activated protein kinase yang berperan dalam sinyal transduksi produksi sitokin. Selain itu propolis juga merupakan inhibitor aktivasi nuclear factor kappa B (NF-κB) yang paten. Inhibisi NF-κB menyebabkan penurunan ekspresi gen sitokin proinflamasi yang berperan penting dalam produksi sitokin

Page 8: Majalah Vivi Eka

seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α. 1,5 Mekanisme ini menunjukkan bahwa propolis sangat berpotensi dalam meregulasi proses inflamasi dan dapat mencegah terjadinya proliferasi dan migrasi makrofag seperti yang ditunjukkan pada penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan penurunan jumlah sel makrofag yang bermakna antara kelompok kontrol yang diterapi menggunakan Ca(OH)2 dan kelompok yang diterapi menggunakan propolis konsentrasi 90% dan 100% (p < 0,05). Ca(OH)2 merupakan jenis material yang telah digunakan sebagai standar terapi konservatif pada pulpa terbuka. Ca(OH)2 memiliki kemampuan untuk menstimulasi pembentukan dentin reparatif dan memiliki sifat alkali yang dipercaya dapat menguntungkan pada terapi pulpa terbuka karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga mencegah infeksi dan inflamasi yang berlebihan. Namun demikian efek antiinflamasi yang dimiliki oleh Ca(OH)2 sangat terbatas sehingga kurang efektif saat digunakan sebagai terapi pada pulpa terbuka. Pemberian kombinasi Ca(OH)2 dengan obat antiinflamasi pada terapi pulpa terbuka memiliki efektivitas yang jauh lebih baik dibandingkan terapi tunggal menggunakan Ca(OH)2 (Louwakul and Lertchirakarn, 2011). Di sisi lain pemberian propolis dengan konsentrasi 80% ternyata juga tidak mampu untuk menurunkan jumlah sel makrofag secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p > 0,05). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kerja propolis di dalam tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa flavonoid sebagai zat aktif yang berperan dalam aktivitas antiinflamasi propolis membutuhkan kadar tertentu untuk dapat bekerja secara efektif dalam tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa propolis bekerja dengan pola dose dependent sebagai terapi inflamasi pada pankreatitis akut. 6 Penelitian lain juga menunjukkan pola dose dependent pada terapi menggunakan propolis dan dibutuhkan

penggunaan konsentrasi tertentu agar propolis dapat bekerja secara efektif. 6,10 Selain itu waktu pemberian juga dapat mempengaruhi kerja propolis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa waktu pemberian sediaan dapat mempengaruhi efektifitas propolis terhadap inflamasi dan proses penyembuhan. 16

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian ekstrak propolis

berpengaruh terhadap jumlah sel makrofag.

2. Pemberian ekstrak propolis konsentrasi 90% dan 100% efektif dalam menurunkan jumlah sel makrofag.

3. Pemberian ekstrak propolis konsentrasi 80% tidak efektif dalam menurunkan jumlah sel makrofag.

Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang efek samping dan toksisitas pemberian propolis sebagai terapi pulpa terbuka

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis propolis yang efektif sebagai terapi pulpa terbuka pada manusia.

DAFTAR PUSTAKA 1. Ansorge, S., Reinhold, D., Lendeckel, U.

2003. Propolis and Some of its Constituents Down-Regulate DNA Synthesis and Inflammatory Cytokine Production but Induce TGF-1β Production of Human Immune Cells. Naturforsch, 58c: 580-589

2. Brooker C. 2008. Churchill Livingstones’s mini encyclopaedia of nursing. Ensiklopedia keperawatan, dr. Andry Hartono dkk (Alih Bahasa), ECG, Jakarta, Indonesia.

Page 9: Majalah Vivi Eka

3. Dahlan, M Sopiyudin. 2006. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan : Uji Hipotesis.Jakarta :Bina Mitra Tress

4. Jaya F., Radiati L. E., Awwaly K. U., Kalsum U. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Propolis Terhadap Sistem Kekebalan Seluler Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Strain Wistar. Jurnal Teknologi Pertanian, 9(1): 1- 9.

5. Karim, M.A., Saleh, E.M., Sayed, E.M., Shalaby, K.A.F. 2012. Anti-Inflammatory Effect Of Different Propolis Extracts In Thioacetamide-Induced Hepatotoxicity In Male Rat. Aust. J. Basic & Appl. Sci, 6(6): 29-40.

6. Kucuk, C., Savas, M.C., Bagci, C., Koruk, M., Tutar, E. 2009. The Beneficial Effect of Propolis on Cerulein-Induced Experimental Acute Pancreatitis in Rats. Turk J Gastroenterol. 20(2): 122-128

7. Massaro, F.C., Brooks, P.R., Wallace, H.M., Russel, F.D. 2012. Cerumen of Australian Stingless Bees (Tetragonulacarbonaria): Gas Chromatography-Mass Spectrometry Fingerprints and Potential Anti-Inflammatory Properties. Naturwissenschaften. 98: 329-337

8. Muntiha, Mohammad. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E).Temu Teknis Fungsional Non Peneliti.

9. Ningsih DR. 2009. Potensi Propolis Trigona spp. Pandeglang Sebagai Pemacu Pertumbuhan Pada Sapi Peranakan Ongole. Bogor: IPB.

10. Rinastiti M. 2005. Peranan Transforming Growth factors-Beta (TGF-β) Dalam Pembentukan dentin Tersier.Majalah CERIL: 8.

11. Sabir, Ardo. 2005a. Aktivitas anti bakteri flavonoid Propolis Trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Makassar: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

12. Sabir, Ardo. 2005b. Respons Inflamasi Pada Pulpa Gigi Tikus Setelah Aplikasi Ekstrak Etanol Propolis. Makassar:

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

13. Sforcin, J.M. 2007. Propolis and The Immune System: a Review. J. Ethnopharmacol. 113 (1): 1-14

14. Sri Peni dan Ratu Choesrina. 2011. Uji Aktivitas Madu Sebagai Antitukak Lambung Terhadap Tikus Putih Galur Wistar. Bandung : Program Studi Farmasi FMIPA UNISBA.

15. Orsolic, N., Stajcar, D., Basic, I. 2009. Propolis and its flavonoid compounds causecytotoxicity on human urinary bladder transitional cellcarcinoma in primary culture.Period boil. 111(1): 113-121

16. Tarigan R. 2004. Perawatan pulpa gigi (endodontic) Edisi 2.Jakarta : EGC

17. Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, Ed3. Narlan Sumawinata (Ahli Bahasa), 2008, EGC, Jakarta, Indonesia

18. Wong C. 2010. Rahasia Gigi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Malang, 9 April 2013 Dosen Pembimbing I

Drg. Prasetyo Adi, MS NIP. 19560416 198303 1 003