Majalah Riset Maternal

52
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan (Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes) Dewan Redaksi: Ketua Dewan Redaksi Anggota Dewan Redaksi : : Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes Sekretariat: Koordinator Sekretariat Anggota Sekretariat : : Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telepon 081335718040, 081335251726 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana bulan Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00 Volume II Nomor 3 Halaman 117-164 Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

Transcript of Majalah Riset Maternal

Page 1: Majalah Riset Maternal

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN

Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan (Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes)

Dewan Redaksi:

Ketua Dewan Redaksi

Anggota Dewan Redaksi : :

Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes

Sekretariat:

Koordinator Sekretariat

Anggota Sekretariat : :

Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari

Alamat:

Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo

Telepon 081335718040, 081335251726

E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com

Penerbitan perdana bulan Desember 2011

Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00

Volume II Nomor 3 Halaman 117-164

Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

Page 2: Majalah Riset Maternal

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian ilmiah dalam bidang kesehatan untuk diterbitkan. Syarat artikel yang bisa diterima adalah: 1) artikel orisinil yang belum pernah dipublikasikan, 2) menyertakan surat izin atau halaman pengesahan. Artikel yang masuk akan dinilai oleh Dewan Redaksi yang berwenang penuh untuk menerima atau menolak artikel yang telah dinilai, dan artikel yang diterima maupun ditolak tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi berwenang pula untuk mengubah artikel yang diterima sebatas tidak akan mengubah makna dari artikel tersebut. Artikel karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti. Artikel yang dikirim ke Dewan Redaksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Microsoft Sans Serif 12 di kertas HVS A4, margin atas dan bawah:

2,5 cm, kiri dan kanan: 2 cm, dan dikirim berupa CD, DVD atau e-mail. 2. Seluruh artikel maksimal berjumlah 10 halaman Isi dari artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, menggunakan huruf kapital

dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian

tengah. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dicetak miring. Judul

abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci, dan di bawahnya lagi dicantumkan institusi asal penulis.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan awal paragraf masuk 1 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 1 cm. Isi disesuaikan dengan metode penelitian yang diterapkan.

6. Hasil Penelitian dan Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Kesimpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 1 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif.

8. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, dengan bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka mengacu pada Sistem Harvard, yaitu: penulis, tahun, judul buku, kota dan penerbit (untuk buku) dan penulis, tahun, judul artikel, nama jurnal (untuk jurnal)

Page 3: Majalah Riset Maternal

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

EDITORIAL

Salam dari Redaksi Selamat jumpa lagi dengan jurnal kami “2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan” pada Volume II Nomor 3. Mari kita syukuri bahwa sesuai dengan perencanaan, penerbitan keempat ini dapat terlaksana tepat waktu. Nomor ini menghadirkan hasil-hasil riset dalam bidang ilmu kebidanan dan kesehatan masyarakat. Kami menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para peneliti khususnya, kepada para pembaca yang telah menyambut baik jurnal ini, juga kepada semua pihak yang telah mendukung kelancaran penerbitan ketiga ini. Secara online, Anda dapat mengakses isi jurnal ini melalui website: www.2trik.webs.com. Selain itu, salinan artikel juga dapat diakses melalui website resmi Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), www.jurnal.pdii.lipi.go.id. Sebagai akhir kata, kami sampaikan terimakasih, semoga dapat bertemu kembali pada Volume II Nomor 4 pada bulan November 2012 yang akan datang. RedaksiRedaksiRedaksiRedaksi

Page 4: Majalah Riset Maternal

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI

PENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAN, RIWAYAT PENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAN, RIWAYAT PENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAN, RIWAYAT PENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAN, RIWAYAT PREEKLAMPSIA, RIPREEKLAMPSIA, RIPREEKLAMPSIA, RIPREEKLAMPSIA, RIWAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT WAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT WAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT WAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT BADAN SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA BADAN SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA BADAN SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA BADAN SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA (Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)(Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)(Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)(Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)

Siti Nuril MA, Heru Siti Nuril MA, Heru Siti Nuril MA, Heru Siti Nuril MA, Heru SSSSantoso antoso antoso antoso WWWWahito ahito ahito ahito NNNNugrohougrohougrohougroho, Maria Retno Ambarwati, Maria Retno Ambarwati, Maria Retno Ambarwati, Maria Retno Ambarwati

117-125

HUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAHUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAHUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAHUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAN DENGAN FUNGSI SEKSUAL N DENGAN FUNGSI SEKSUAL N DENGAN FUNGSI SEKSUAL N DENGAN FUNGSI SEKSUAL IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR TIMUR TIMUR TIMUR

Sartika Rumahorbo, Tengku Sri WahyuniSartika Rumahorbo, Tengku Sri WahyuniSartika Rumahorbo, Tengku Sri WahyuniSartika Rumahorbo, Tengku Sri Wahyuni

126-131

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN PEMATANGSIANTAPEMATANGSIANTAPEMATANGSIANTAPEMATANGSIANTAR R R R 2020202012121212

Afriani Sani Endang Sitanggang, Safrina DaulayAfriani Sani Endang Sitanggang, Safrina DaulayAfriani Sani Endang Sitanggang, Safrina DaulayAfriani Sani Endang Sitanggang, Safrina Daulay

132-137

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST DENGANHUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST DENGANHUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST DENGANHUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST DENGAN SIKAP SIKAP SIKAP SIKAP DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng(Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng(Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng(Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng SSSSidoarjo)idoarjo)idoarjo)idoarjo)

Mas’adah, Dwi Mudi PrimadhaniMas’adah, Dwi Mudi PrimadhaniMas’adah, Dwi Mudi PrimadhaniMas’adah, Dwi Mudi Primadhani, , , , Dwi PurwaDwi PurwaDwi PurwaDwi Purwantintintinti

138-143

HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN TINGKAT TINGKAT TINGKAT TINGKAT PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA SESAREA SESAREA SESAREA DI RSUDDI RSUDDI RSUDDI RSUD Dr.MOHAMDr.MOHAMDr.MOHAMDr.MOHAMMMMMADADADAD SOEWANDSOEWANDSOEWANDSOEWANDHHHHIIIIEEEE SURABAYASURABAYASURABAYASURABAYA

Miatuningsih, Dwi Purwanti, Chrysant Nia A.BMiatuningsih, Dwi Purwanti, Chrysant Nia A.BMiatuningsih, Dwi Purwanti, Chrysant Nia A.BMiatuningsih, Dwi Purwanti, Chrysant Nia A.B

144-147

HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF DENGAN TDENGAN TDENGAN TDENGAN TIIIINDAK LANJUT PEMERIKNDAK LANJUT PEMERIKNDAK LANJUT PEMERIKNDAK LANJUT PEMERIKSAAN IVA POSITIFSAAN IVA POSITIFSAAN IVA POSITIFSAAN IVA POSITIF

Nurwening Tyas Wisnu, Siti WidajatiNurwening Tyas Wisnu, Siti WidajatiNurwening Tyas Wisnu, Siti WidajatiNurwening Tyas Wisnu, Siti Widajati, Aviga Galih Maharani, Aviga Galih Maharani, Aviga Galih Maharani, Aviga Galih Maharani

148-153

HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN LAMA FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN LAMA FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN LAMA FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL (di (di (di (di Puskesmas Kwadungan, Kec. Kwadungan, Kab. NgawiPuskesmas Kwadungan, Kec. Kwadungan, Kab. NgawiPuskesmas Kwadungan, Kec. Kwadungan, Kab. NgawiPuskesmas Kwadungan, Kec. Kwadungan, Kab. Ngawi Tahun 2011Tahun 2011Tahun 2011Tahun 2011))))

Suharni, Rudiati, Tinuk Esti HandayaniSuharni, Rudiati, Tinuk Esti HandayaniSuharni, Rudiati, Tinuk Esti HandayaniSuharni, Rudiati, Tinuk Esti Handayani

154-160

PEMULIHAN KESUBURAN PEMULIHAN KESUBURAN PEMULIHAN KESUBURAN PEMULIHAN KESUBURAN PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK SUNTIK SUNTIK SUNTIK DAN PIL PADA DAN PIL PADA DAN PIL PADA DAN PIL PADA MULTIGRAVIDA MULTIGRAVIDA MULTIGRAVIDA MULTIGRAVIDA DDDDi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALANi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALANi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALANi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALAN

Rodiyatun, Siti AnisakRodiyatun, Siti AnisakRodiyatun, Siti AnisakRodiyatun, Siti Anisak

161-164

Page 5: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 117

PENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAPENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAPENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAPENGARUH FAKTOR RISIKO USIA, PARITAS, KETURUNAN, RIWAYAT N, RIWAYAT N, RIWAYAT N, RIWAYAT PREEKLAMPSIA, RIWAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT BADAN PREEKLAMPSIA, RIWAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT BADAN PREEKLAMPSIA, RIWAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT BADAN PREEKLAMPSIA, RIWAYAT HIPERTENSI, STATUS GIZI, KENAIKAN BERAT BADAN

SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA SELAMA HAMIL, DAN ANC TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA (Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)(Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)(Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)(Di RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2011)

Siti Nuril MA*, Heru Santoso Wahito Nugroho**, Maria Retno Ambarwati**Siti Nuril MA*, Heru Santoso Wahito Nugroho**, Maria Retno Ambarwati**Siti Nuril MA*, Heru Santoso Wahito Nugroho**, Maria Retno Ambarwati**Siti Nuril MA*, Heru Santoso Wahito Nugroho**, Maria Retno Ambarwati**

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Preeklampsia merupakan suatu keadaan berisiko yang dapat membahayakan ibu serta janin, dan sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Di RSUD dr. Sayidiman Magetan, terjadi peningkatan persentase kejadian preeklampsia setiap tahunnya selama kurun waktu 2008-2011. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor risiko usia, paritas, keturunan, riwayat preeklampsia, riwayat hipertensi, status gizi, kenaikan BB selama hamil, dan ANC terhadap kejadian preeklampsia di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011.

Jenis penelitian adalah case control. Terdiri dari kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing berjumlah 55 responden ditentukan menggunakan teknik simple random sampling. Variabel dependent adalah faktor risiko preeklampsia, sementara variabel independent adalah kejadian preeklampsia. Data dikumpulkan melalui studi dokumentasi rekam medis bersalin dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan α<0,05 dan oods ratio, serta analisis regresi logistik.

Hasil analisis didapatkan beberapa faktor yang dapat berisiko terjadinya preeklampsia yaitu usia (p=0,02; OR 2,719;95% CI 1,238-5,970), paritas (p=0,02; OR 2,655; 95% CI 1,223-5,765), keturunan (p=0,03; OR 3,946; 95% CI 1,197-13,00), riwayat hipertensi (p=0,001; OR 4,148; 95% CI 1,780-9,668), status gizi (p=0,008; OR 3,068; 95% CI 1,409-6,677), dan kenaikan berat badan selama hamil (p=0,000; OR 4,846; 95% CI 2,217-11,04) dengan masing-masing faktor tersebut memiliki proporsi yang lebih besar pada kelompok preeklampsia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor risiko usia, paritas, keturunan, riwayat hipertensi, status gizi, dan kenaikan berat badan selama hamil dapat mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Untuk itu, upaya yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengurangi risiko komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat preeklampsia dengan cara deteksi dini sejak awal masa kehamilan melalui pemeriksaan ANC.

Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunci: Faktor risiko preeklampsia, Preeklampsia

*= Alumnus Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Prodi Kebidanan Magetan

**= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Prodi Kebidanan Magetan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Gestosis (preeklampsia dan eklampsia) yang memberikan proporsi besar sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin, merupakan kesatuan penyakit, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklampsia merupakan peningkatan dari preeklampsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu (Wiknjosastro, 2002).

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD dr. Sayidiman Magetan, ditemukan peningkatan persentase kejadian preeklampsia/eklampsia, pada tahun 2008 sebesar 10,8% (21 dari 166 persalinan), pada tahun 2009 menjadi 11,35% (27 dari 185 persalinan), pada tahun 2010 sebanyak 11,86% (21 dari 177 persalinan) dan sepanjang tahun 2011 sebanyak 12,29% (59 dari 480 persalinan).

Page 6: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 118

Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti, sehingga preeklampsia disebut sebagai “the disease of theories”. Beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia adalah primigravida, primiparitas, hiperplasentosis, umur yang ekstrim kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, penyakit-penyakit ginjal yang sudah ada sebelum hamil, dan obesitas (Wiknjosastro, 2009). Kehamilan multipel, molahidatidosa, hidramnion, diabetes gestasional, riwayat penyakit ibu seperti; hipertensi kronis, hipertensi esensial, penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes mellitus (Cunningham, 2006). Adanya riwayat keluarga dengan preeklampsia, sosial ekonomi rendah, ibu yang bekerja, pendidikan kurang, faktor ras dan etnik, obesitas, dan lingkungan/letak geografis yang tinggi (Cunningham, 2006).

Preeklampsia/eklampsia perlu dicegah dan diatasi. Salah satu upaya adalah antisipasi terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian. Caranya adalah melakukan ANC sesuai standar minimal empat kali selama hamil, masing-masing sekali pada trimester I dan II, dan dua kali pada trimester III. Dengan ANC secara teratur dan sejak awal kehamilan diharapkan deteksi dini preeklampsia dapat dilakukan sehingga dapat diinterfensi sedini mungkin untuk mencegah dan meminimalisir kemungkinan komplikasi bagi ibu dan janin (Wiknjosastro, 2009). Perlu juga adanya pendidikan kesehatan secara intensif dan merata dengan berbagai media untuk melakukan sosialisasi pentingnya pencegahan, deteksi dini, serta beberapa risiko yang dapat ditimbulkan dari kejadian preeklampsia/eklampsia, sehingga ibu tidak hanya memiliki kesadaran untuk mendeteksi dini preeklampsia/eklampsia dalam kehamilannya melalui ANC, tetapi juga mampu melakukan pencegahan faktor risiko terhadap dirinya sejak sebelum masa kehamilan (Rozikhan, 2007). Karenanya ingin diteliti berbagai faktor risiko dan seberapa basar faktor risiko tersebut menyebabkan kejadian preeklampsia/eklampsia.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh usia, paritas, keturunan, riwayat preeklampsia, hipertensi sebelum hamil, status gizi, kenaikan berat badan selama hamil, dan pemeriksaan ANC terhadap kejadian preeklampsia.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Populasi penelitian kasus kontrol ini adalah ibu hamil yang melahirkan di RSUD dr. Sayidiman Magetan selama tahun 2011, dengan besar sampel kelompok kasus (ibu hamil dengan preeklampsia) dan kelompok kontrol (ibu hamil tidak dengan preeklampsia) masing-masing 55 orang yang diambil dengan teknik acak sederhana. Usia ibu, paritas, keturunan preeklampsia, riwayat preeklampsia, hipertensi sebelum hamil, status gizi, kenaikan berat badan selama hamil, dan pemeriksaan ANC dengan kejadian preeklampsia merupakan variabel independen, sedangkan variabel dependent adalah kejadian preeklampsia. Penelitian dilakukan di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan April 2012 sampai dengan Juli 2012. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi terhadap register persalinan di Ruang Bersalin.

Untuk mengetahui pengaruh setiap faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia dilakukan analisis berupa: 1) Chi square, 2) Odd rasio, selanjutnya dilakukan uji regresi logistik untuk menganalisis pengaruh seluruh faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia.

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian

1.1.1.1. Deskripsi faktDeskripsi faktDeskripsi faktDeskripsi faktor resiko kejadian preeklampsiaor resiko kejadian preeklampsiaor resiko kejadian preeklampsiaor resiko kejadian preeklampsia Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 berusia 20-35

tahun yaitu sebesar 65 ibu (59,1%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 adalah primigravida yaitu sebesar 61 ibu (55,5%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 tidak memiliki riwayat keturunan

Page 7: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 119

preeklampsia yaitu sebesar 93 ibu (84,5%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 tidak memiliki riwayat preeklampsia yaitu sebesar 91 ibu (82,7%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 tidak memiliki riwayat hipertensi yaitu sebesar 71 ibu (64,5%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 memiliki status gizi berisiko yaitu sebesar 57 ibu (51,8%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 mengalami kenaikan BB tidak ideal selama kehamilan yaitu sebesar 64 ibu (58,2%). Mayoritas ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 frekuensi kunjungan ANC mencapai K4 yaitu sebesar 69 ibu (62,7%). Separuh dari ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 mengalami preeklampsia yaitu sebesar 55 ibu (50,0%) dan separuh lagi yaitu sebesar 55 ibu (50,0%) tidak mengalami preeklampsia.

2.2.2.2. Pengaruh Usia terhadap KejaPengaruh Usia terhadap KejaPengaruh Usia terhadap KejaPengaruh Usia terhadap Kejadian Preeklampsiadian Preeklampsiadian Preeklampsiadian Preeklampsia Proporsi ibu berusia <20 tahun dan >35 tahun pada kelompok preeklampsia lebih

besar (0,527) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,291). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,020 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko usia terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu yang berusia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai risiko terjadi preeklampsia 2,7 kali dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-35 tahun.

3.3.3.3. Pengaruh Paritas terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Paritas terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Paritas terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Paritas terhadap Kejadian Preeklampsia Proporsi ibu primigravida pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,673) daripada

kelompok tidak preeklampsia (0,436). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,021 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko paritas terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu primigravida mempunyai risiko terjadi preeklampsia 2,6 kali dibandingkan dengan ibu multigravida.

4.4.4.4. Pengaruh Keturunan terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Keturunan terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Keturunan terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Keturunan terhadap Kejadian Preeklampsia Proporsi ibu yang memiliki riwayat keturunan preeklampsia pada kelompok

preeklampsia lebih besar (0,236) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,073). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,03 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko keturunan terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki riwayat keturunan preeklampsia mempunyai risiko terjadi preeklampsia 3,9 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat keturunan preeklampsia.

5.5.5.5. Pengaruh Riwayat Preeklampsia terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Riwayat Preeklampsia terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Riwayat Preeklampsia terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Riwayat Preeklampsia terhadap Kejadian Preeklampsia Proporsi ibu yang memiliki riwayat preeklampsia pada kelompok preeklampsia lebih

besar (0,20) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,145). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,641 sehingga dapat disimpulkan H0 diterima, berarti tidak ada pengaruh faktor risiko riwayat preeklampsia terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki riwayat preeklampsia mempunyai risiko terjadi preeklampsia 1,5 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat preeklampsia.

6.6.6.6. Pengaruh Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian Preeklampsia Proporsi ibu yang memiliki riwayat hipertensi pada kelompok preeklampsia lebih

besar (0,509) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,200). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,001 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko riwayat hipertensi terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki riwayat hipertensi mempunyai risiko terjadi preeklampsia 4,1 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat hipertensi.

Page 8: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 120

7.7.7.7. Pengaruh Status Gizi terhdap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Status Gizi terhdap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Status Gizi terhdap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Status Gizi terhdap Kejadian Preeklampsia Proporsi ibu yang memiliki status gizi berisiko pada kelompok preeklampsia lebih

besar (0,655) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,382). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,008 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko status gizi terhadap kejadian preeklampsia.Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu dengan status gizi berisiko mempunyai risiko terjadi preeklampsia 3,1 kali dibandingkan dengan ibu dengan status gizi yang tidak berisiko. 8.8.8.8. Pengaruh Kenaikan Berat Badan Selama Hamil terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Kenaikan Berat Badan Selama Hamil terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Kenaikan Berat Badan Selama Hamil terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Kenaikan Berat Badan Selama Hamil terhadap Kejadian Preeklampsia

Proporsi ibu yang mengalami kenaikan berat badan tidak ideal selama hamil pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,764) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,400). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,000 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko kenaikan berat badan selama hamil terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu dengan kenaikan berat badan tidak ideal selama hamil mempunyai risiko terjadi preeklampsia 4,8 kali dibandingkan dengan ibu dengan kenaikan berat badan yang ideal selama hamil.

9.9.9.9. Pengaruh Kunjungan ANC terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Kunjungan ANC terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Kunjungan ANC terhadap Kejadian PreeklampsiaPengaruh Kunjungan ANC terhadap Kejadian Preeklampsia Proporsi ibu yang frekuensi kunjungan ANC tidak mencapai K4 pada kelompok

preeklampsia lebih besar (0,436) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,309). Hasil uji Chi-Square dengan α=0,05 diperoleh nilai p=0,237 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak, berarti ada pengaruh faktor risiko kenaikan berat badan selama hamil terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa ibu dengan ANC tidak mencapai K4 mempunyai risiko terjadi preeklampsia 1,7 kali dibandingkan dengan ibu bersalin dengan ANC mencapai K4.

10.10.10.10. Analisis MultivariatAnalisis MultivariatAnalisis MultivariatAnalisis Multivariat Dari 8 variabel yang diduga berhubungan dengan terjadinya preeklampsia, hanya

riwayat preeklampsia tidak memenuhi syarat sebagai model analisis regresi karena memiliki nilai p > 0,25 yaitu sebesar 0,641. Dari hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa ketujuh variabel memiliki pengaruh terhadap kejadian preeklampsia, dengan urutan kekuatan hubungan berdasarkan besarnya OR secara berurutan adalah kenaikan berat badan, usia, status gizi, paritas, keturunan, riwayat hipertensi dan ANC. Berdasarkan nilai koefisien dari masing-masing varibel didapat persamaan sebagai berikut:

y = -6,973 + 2,738 (usia) + 2,523 (paritas) + 2,338 (keturunan) + 2,283 (riwayat HT) + 2,579 (status gizi) + 2,782 (kenaikan BB) + 1,682 (ANC).

Aplikasi dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi probabilitas seorang pasien untuk mengalami preeklampsia. Faktor yang berisiko bernilai 1, dan faktor yang tidak berisiko bernilai 0.

Untuk menilai kualitas persamaan dapat ditinjau dari segi kalibrasi maupun diskriminasi. Berdasarkan parameter kalibrasi, nilai dapat dilihat dari hasil Hosmer and lameshow test yang menunjukkan nilai p=0,828, dimana nilai p>0,05 menunjukkan kalibrasi yang baik. Sementara berdasarkan parameter diskriminasi dapat menggunakan metode Receiver Operating Curve (ROC), kualitas persamaan dinilai dengan melihat nilaiu Area Under Curve (AUC) yakni sebesar 0,922, dimana nilai AUC yang semakin mendekati angka 1 dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik.

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Jumlah ibu bersalin dengan usia berisiko masih cukup banyak (40,9%). Ini merupakan kondisi kurang baik, mengingat risiko ditimbulkan dari usia begitu besar. Menurut Utama (2008), usia merupakan faktor cukup penting. Ibu hamil berusia muda mengalami ketidakteraturan tekanan darah dan cenderung tidak memperhatikan

Page 9: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 121

kehamilannya, ditambah psikis belum siap, sehingga meningkatkan tekanan darah. Ibu hamil dengan usia >35 tahun cenderung mengalami penurunan fungsi organ tubuh, seperti fungsi hati, ginjal, jantung, dan akan lebih mudah mendapatkan penyakit. Senada dengan Handayani (2011), yang menyatakan bahwa usia muda yang dianggap berisiko bagi kehamilan adalah <20 tahun, usia 30 tahun dianggap belum rawan, karena usia tersebut dicanangkan sebagai ancar-ancar bahwa kemampuan organ reproduksi wanita mulai menurun. Jadi baru >35 tahunlah kehamilan akan mengancam ibu dan janin. Maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya kehamilan atau minimal mencegah terjadinya komplikasi melalui pendidikan kesehatan secara intensif dan merata dengan berbagai media untuk melakukan sosialisasi pentingnya pencegahan, deteksi dini, serta beberapa risiko yang dapat ditimbulkan dari kejadian preeklampsia/eklampsia, sehingga ibu tak hanya memiliki kesadaran untuk mendeteksi dini preeklampsia/eklampsia dalam kehamilannya melalui ANC, tetapi juga mampu melakukan pencegahan faktor risiko terhadap dirinya sejak sebelum masa kehamilan (Rozikhan, 2007).

Sebagian besar ibu bersalin adalah primigravida yaitu sebesar 61 (55,5%). Ini menunjukkan masih tingginya risiko komplikasi kehamilan bila dilihat dari faktor paritas. Wiknjosastro (2009) menyatakan bahwa kehamilan pertama memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan kehamilan kedua atau lebih. Walaupun persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, namun telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah yang paling aman. Oleh karena itu, ibu yang mengalami kehamilan, baik itu primigravida ataupun multigravida sebaiknya melakukan pemeriksaan antenatal care secara teratur untuk mendeteksi diri secara dini tanda dari preeklampsia berat, sehingga memperoleh penanganan yang semestinya (Utama, 2008).

Sebagian besar ibu bersalin tidak memiliki keturunan preeklampsia yaitu sebesar 93 (84,5%). Hasil ini cukup berdampak positif. Menurut Manuaba (2004), salah satu faktor pencetus terjadinya komplikasi dalam kehamilan dan persalinan adalah keturunan, seperti pada kehamilan kembar, hipertensi, preeklampsia dan eklampsia, dll. Seperti misalnya pada preeklampsia, telah terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan dan penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.

Sebagian besar ibu bersalin tidak memiliki riwayat preeklampsia yaitu sebesar 91 (82,7%). Hasil ini merupakan kondisi yang cukup baik. Wiknjosastro (2009), mengungkapkan bahwa preeklampsia merupakan salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan. Walaupun belum dapat ditetapkan mengenai penyebab pasti terjadinya preeklampsia, namun telah terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan penyebab preeklampsia yang ada kaitannya dengan kehamilan. Dari beberapa teori tersebut berarti benar adanya jika preeklampsia dipengaruhi oleh kehamilan. Sehingga seorang wanita yang memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan yang lalu, besar pula kemungkinannya untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan berikutnya.

Sebagian besar ibu bersalin tidak memiliki riwayat hipertensi (64,5%). Hasil ini cukup baik dan didukung oleh teori Wiknjosastro (2009), bahwa ibu hamil yang telah memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil berisiko terjadi preeklampsia, selain itu karena hipertensi merupakan satu dari trias preeklampsia. Hal ini juga didukung oleh Atikasari (2008), bahwa selama kehamilan normal, volume darah meningkat secara drastis dan hipertensi pada kehamilan terjadi akibat kombinasi peningkatan curah jantrung dan resistensi perifer total. Maka seorang wanita yang telah memiliki riwayat hipertensi, masa kehamilan tidak selalu menjadi baik, karena saat ini lah terjadi peningkatan peran dan fungsi jantung yang sangat erat kaitannya dengan aliran darah, sehingga berdampak pada tekanan darah ibu.

Sebagian besar ibu bersalin memiliki status gizi berisiko (51,8%). Hasil diatas memperlihatkan suatu kondisi yang kurang baik jika memperhitungkan dampak dari status gizi yang berisiko. Hal ini didukung oleh Cunningham (2006), yang menyatakan bahwa

Page 10: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 122

status gizi seorang wanita maupun ibu hamil dapat dihitung malalui ukuran antropometri, meliputi berat badan, tinggi badan maupun ukuran lingkar lengan atas pada ibu hamil. Semakin tinggi dan melebihi normal status gizi seseorang maka akan semakin berisiko. Seperti halnya pada ibu dengan status gizi overweight maupun obesitas, kegemukan disamping berisiko menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantunga lebih berat, karena jumlah darah yang berada dalam tubuh manusia sekitar 15% dari berat badan, maka sudah dapat diprediksi bahwa semakin gemuk seseorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh, dan itu artinya makin berat fungsi kerja pompa jantung. Banyak komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat Status gizi yang berisiko, salah satunya adalah timbulnya penyakit degeneratif seperti jantung.

Sebagian besar ibu bersalin mengalami kenaikan berat badan yang tidak ideal selama hamil yaitu sebesar 64 (58,2%). Berdasarkan hasil di atas, menunjukkan keadaan yang kurang baik dan sebaiknya hal ini dihindari. Hendrayani (2010), berpendapat bahwa kenaikan berat badan selama hamil memberikan kontribusi yang sangat penting bagi pertumbuhan janin, proses, dan output persalinan. Penambahan berat badan (BB) selama hamil idealnya berbeda-beda setiap orangnya, tergantung berapa berat badan sebelum hamil. Menurut Yeyen (2008), untuk mencapai berat badan ideal, kenaikan berat badan yang dirokemendasikan yaitu 12,5-18 kg bagi wanita dengan status gizi underwight, 11,5-16 kg bagi wanita dengan status gizi normoweight, dan 7-15 kg bagi wanita dengan status gizi yang lain termasuk overweight dan obesitas. Hal ini bertujuan untuk mengurangi meningkatnya risiko akibat timbulnya komplikasi yang sifatnya mekanis.

Sebagian besar ibu bersalin frekuensi kunjungan K4 tercapai (62,7%). Hasil ini tentunya cukup sesuai dengan harapan pemerintah melalui program ANC. Wiknjosastro, (2009) menyatakan bahwa program ini dicanangkan tentunya bukan tanpa tujuan, namun diharapkan dengan ANC minimal empat kali selama periode hamil, yakni satu kali selama trimester I, satu kali selama trimester II, dan dua kali selama trimester III kehamilan, berbagai komplikasi dan masalah yang menyertai kehamilan dapat dideteksi dan bisa langsung diatasi sejak awal kehamilan, sehingga tidak sampai berdampak pada komplikasi dan penyulit persalinan. Semakin teratur seorang ibu hamil melakukan pemeriksaan ANC, akan semakin mudah untuk mendeteksi adanya kemungkinan masalah pada kehamilannya. Sehingga dapat dicegah dan diintervensi sedini mungkin.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh usia terhadap kejadian preeklampsia. Ibu berusia <20 tahun atau >35 tahun cenderung berisiko mengalami preeklampsia daripada ibu berusia >35 tahun. Menurut Dly (2011), usia terlalu muda dan terlalu tua merupakan faktor risiko terjadinya pre-eklampsia berat. Usia yang muda belum siap secara psikis karena adanya faktor imunologis, sedangkan pada usia lanjut terdapat adanya hubungan dengan hipertensi esssensial. Dimana usia ini juga berhubungan dengan teori iskemia implantasi plasenta, bahwa trofoblas diserap ke dalam sirkulasi, lalu sensitivitas terhadap angiotensin II, rennin, aldosteron meningkat, lalu terjadi spasme pembuluh darah, dan tahanan terhadap garam dan air.

Hasil Penelitian menunjukkan ada pengaruh paritas terhadap kejadian preeklampsia. Ibu primigravida berrisiko lebih besar mengalami preeklampsia. Hal ini diperkuat oleh Senada dengan Sudinaya, (2002) yang menyatakan bahwa preeklampsia eklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan pertama karena pembentukan blocking antibodies terhadp antigen plasenta belum sempurna, yang makin sering sempurna pada kehamilan berikut nya.Menurut Wiknjosastro, (2009) adanya intoleransi imunoloik antara ibu dan janin pada kehamilan pertama kali menyebabkan respon imun akan menolak adanya hasil konsepsi yan bersifat asing, sehingga menimbulkan reaksi penolakan yang justru berupa suatu komplikasi kehamilan, dan salah satunya adalah preeklampsia.

Hasil Penelitian menunjukkan ada pengaruh keturunan terhadap kejadian preeklampsia, dengan nilai OR =3,946. Preeklampsia ternyata cenderung menurun.

Page 11: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 123

Dengan demikian perlu kewaspadaan khusus bagi ibu yang memiliki riwayat keturunan preeklampsia dalam keluarga. Hal ini cukup beralasan karena sesuai dengan pernyataan Evans, athur (2007), bahwa faktor ras dan genetik merupakan unsur penting dalam mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasar. Ibu hamil yang mengalami preeklamsia terdapat kecenderungan akan diwariskan. Menurut Manuaba (2004), preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.

Hasil Penelitian menunjukkan pengaruh riwayat preeklampsia terhadap kejadian preeklampsia, dengan nilai OR =1,496. Ibu dengan riwayat preeklampsia berisiko lebih besar mengalami preeklampsia dari pada ibu tanpa riwayat preeklampsia. Ini didukung oleh Wiknjosastro (2009), yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat berulang pada setiap wanita, hal ini bisa saja terjadi karena faktor pencetus terjadinya preeklampsia pada ibu hamil adalah faktor mutlak yang tidak dapat dihindari atau ditoleransi, seperti keturunan, riwayat hipertensi, kehamilan ganda, dan lain sebagainya, sehingga kejadian preeklampsia dapat terjadi kembali pada kehamilan kedua, dan selanjutnya.

Namun dari hasil analisis, menunjukkan tidak ada pengaruh faktor riwayat preeklampsia terhadap kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di RSUD dr. Sayidiman magetan tahun 2011. Salah satu yang mempengaruhi adalah faktor responden, lebih banyak adalah primigravida yaitu sejumlah 61 orang (55,5%). Keadaan ini memungkinkan jika sebagian besar ibu bersalin untuk pertama kalinya dan tidak memiliki pengalaman yang berkaitan dengan preeklampsia dalam kehamilan sebelumnya, sehingga responden yang dianggap mungkin untuk memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya adalah sekitar 44,5% saja. Selain itu, terdapat faktor bias penentu kejadian preeklampsia, hal ini mungkin saja terjadi karena rupanya tidak hanya satu faktor yang dapat menyebabkan preeklampsia dan eklampsia, serta banyak penelitian yang belum dapat membuktikan bahwa preeklampsia muncul karena faktor tunggal (Wiknjosastro, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh riwayat hipertensi terhadap kejadian preeklampsia. Preeklampsia merupakan penyakit dengan tiga tanda yang khas yaitu hipertensi, edema, dan proteinuri yang timbul karena kehamilan (Wiknjosastro, 2009). Menurut Evans (2007) wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor predisposisi salah satunya adalah penyakit ginjal, hipertensi, dan diabetes mellitus yang sudah ada sejak sebelum kehamilan. Riwayat penyakit yang paling dominan dialami pada kejadian preeklampsia adalah hipertensi (Widyawati, 2010).

Hasil Penelitian menunjukkan ada pengaruh status gizi terhadap kejadian preeklampsia, dengan nilai OR = 3,068. Status gizi yang termasuk dalam kategori berisiko sebagai faktor risiko terjadinya preeklampsia adalah kategori overweight dan obesitas. Hal ini berkaitan dengan proporsi jumlah darah dalam tubuh seseorang bergantung pada berat badannya, sementara fungsi jantung tidak mengalami perubahan. Artinya makin gemuk dan berlebihan status gizi seseorang, maka akan makin banyak jumlah darah dalam tubuhnya dan akan memperberat fungsi kerja jantung sehingga akan berdampak pada peningkatan darah dan akan menyebabkan terjadinya hipertensi yang tidak menutup kemungkinan menjadi salah satu faktor pencetus preeklampsia (Widyawati, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kenaikan berat badan selama hamil terhadap kejadian preeklampsia, dengan nilai OR = 4,846. Menurut Yeyen (2008), kenaikan berat badan ibu hamil secara tepat tidak dapat diketahui karena hal ini bergantung pada hasil perhitungan IMT. Dengan patokan status gizi dan kenaikan ideal selama hamil, diharapkan output persalinan sesuai dan tidak menimbulkan komplikasi baik selama kehamilan maupun persalinan. Selain itu perlu juga diwaspadai kenaikan berat badan yang tidak ideal, karena mungkin saja kenaikan tersebut dikarenakan adanya edema atau penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh yang

Page 12: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 124

biasanya ditandai dengan kenaikan berat badan drastis, serta pembengkakan pada kaki, jari-jari tangan, muka. Sehingga kenaikan berat badan setengah kilogram setiap minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu minggu beberapa kali atau tiga kilogram dalam sebulan maka perlu dicurigai preeklampsia (Derek, 2001).

Hasil Penelitian menunjukkan ada pengaruh Kunjungan ANC terhadap kejadian preeklampsia, dengan nilai OR = 1,731. Ibu yang pemeriksaan ANC tidak mencapai K4 berisiko mengalami preeklampsia lebih besar. Hal ini mungkin saja terjadi karena tujuan pencanangan K4 adalah mendeteksi sedini mungkin dan mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini juga didukung oleh Rozikhan, (2007) yang menyatakan bahwa 70% dari ibu primigravida yang menderita preeklampsia, 90% diantaranya tidak melaksanakan ANC.

Namun hasil analisis secara statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh antara faktor kunjungan ANC terhadap kejadian preeklampsia. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pemeriksaan ANC hanya akan mempengaruhi kondisi preeklampsia itu sendiri, bukan untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada ibu hamil. Hal didukung oleh teori Wiknjosastro (2009), bahwa Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan, oleh karena itu melalui Antenatal Care (ANC) yang bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi dan mendiagnosa dini sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antenatal care.

Variabel yang berhubungan kuat dengan preeklampsia secara berurutan adalah kenaikan berat badan, usia, status gizi, paritas, keturunan, riwayat hipertensi dan ANC. Selanjutnya dari nilai koefisien dari masing-masing varibel disusun persamaan yaitu:

y = -6,973 + 2,738 (usia) + 2,523 (paritas) + 2,338 (keturunan) + 2,283 (riwayat HT) + 2,579 (status gizi) + 2,782 (kenaikan BB) + 1,682 (ANC).

Dari hasil menunjukkan cukup banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia, dan mungkin saja pada seseorang setiap faktor tersebut tidak secara tunggal mempengaruhi preeklampsia. Karena rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia (Wiknjosastro, 2009). Kenaikan berat badan selama hamil menjadi faktor dengan hubungan yang paling kuat untuk mempengaruhi terjadinya preeklampsia, selanjutnya adalah usia, status gizi, paritas, riwayat hipertensi, dan ANC yang dapat mempengaruhi kejadian preeklampsia. Dengan persamaan yang diperoleh melalui analisis regresi, setiap orang mampu meramalkan proporsi atau kemungkinan dirinya untuk mengalami preeklampsia dengan cara memasukkan setiap faktor risiko yang dimiliki maupun tidak sesuai dengan persamaan. Dengan demikian, setiap orang seharusnya mampu untuk melakukan skrining awal terhadap dirinya sendiri untuk kejadian preeklampsia, sehingga risiko terjadinya preeklampsia tidak lagi memprioritaskan terhadap penanganan, namun juga terhadap pencegahan.

KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan

Di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011 didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Proporsi ibu berusia berisiko yaitu <20 tahun dan >35 tahun pada kelompok

preeklampsia (0,527) lebih besar daripada kelompok tidak preeklampsia (0,29). 2. Proporsi ibu dengan paritas berisiko yaitu primigravida pada kelompok preeklampsia

lebih besar (0,673) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,436). 3. Proporsi ibu berisiko keturunan pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,236)

daripada kelompok tidak preeklampsia (0,073).

Page 13: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 125

4. Proporsi ibu dengan riwayat preeklampsia pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,200) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,145).

5. Proporsi ibu yang memiliki riwayat hipertensi pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,509) dari pada kelompok tidak preeklampsia (0,200).

6. Proporsi ibu dengan status gizi berisiko pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,655) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,382).

7. Proporsi ibu dengan kenaikan berat badan tidak ideal selama hamil pada kelompok preeklampsia lebih besar (0,764) daripada kelompok tidak preeklampsia (0,400).

8. Ada pengaruh faktor risiko usia, paritas, keturunan, riwayat hipertensi, status gizi, dan kenaikan berat badan selama hamil terhadap kejadian preeklampsia di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2011.

9. Urutan kekuatan pengeruh adalah: kenaikan berat badan selama hamil, usia, status gizi, paritas, keturunan, riwayat hipertensi, dan ANC.

SaranSaranSaranSaran

1. Diharapkan bidan meningkatkan kualitas ANC, deteksi dini preeklampsia dan melakukan penyuluhan akan pentingnya deteksi dan pencegahan preeklampsia.

2. Diharapkan institusi pendidikan melaksanakan kajian ilmiah tentang faktor risiko preeklampsia, dengan menyesuaikan terhadap perkembangan teori dan IPTEK.

3. Diharapkan para peneliti melaksanakan penelitian lanjutan dengan mengembangkan variabel faktor risiko yang lebih kompleks dengan kejadian preeklampsia.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Artikasarti. 2008. Hubungan Primigravida dengan Angka Kejadian Preeklampsia/ Eklampsia di RSUD dr. Moewardi Surakarta 2008 [Internet]. Bersumber dari: http://www.PDpersi.co.id [diakses tanggal 19 juni 2012]

Cunningham, F., Garry. 2006. Obstetri Williams. ed.21. EGC. Jakarta Derek, Lewellyn-jones. 2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. Jakarta Dly. 2011. Angka Kejadian Dan Karakteristik Pasien Preeklampsia Berat Di Bagian

Obstetri dan Ginekologi RSMH Palembang Periode Januari 2009-September 2010. Palembang: FK Unsri.

Evans, Arthur T. 2007. Manual of Obstetrics. Lippincott Williams & Wilkins. USA Handayani, Faras. 2011. Kehamilan di Usia Rawan [Internet]. Bersumber dari:

http://www.anak-ibu.com [diakses tanggal 19 Juni 2012] Manuaba, Ida Bagus Gede. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Ed.

2. EGC. Jakarta Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr.

H. Soewondo Kendal [Internet]. Bersumber dari: http:// www.medikes.webs.com [diakses tanggal 10 Maret 2012]

Sudinaya, I Putu. 2000. Insiden Preeklampsia Eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur tahun 2000 [Internet]. Bersumber dari: http://www.PDpersi.co.id [diakses tanggal 19 juni 2012]

Utama. 2008. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Berat Pada Ibu Hamil di RSD Raden Mattaher Jambi Tahun 2007. Jambi: Universitas Batanghari Jambi Vol. 8 No.2 Juli 2008.

Widyawati. 2010. Hipertensi Dalam Kehamilna [Internet]. Bersumber dari: http://www.scribd.com [diakses tanggal 19 Juni 2012]

Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Jakarta Yeyen, Hendriyani. 2008. Penambahan Berat Badan Ideal Selama Hamil [Internet].

Bersumber dari: http:// www.shopwiki.com [diakses tanggal 19 Maret 2012]

Page 14: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 126

HUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAN DENGAN FUNGSI SEKSUAL HUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAN DENGAN FUNGSI SEKSUAL HUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAN DENGAN FUNGSI SEKSUAL HUBUNGAN ANTARA JENIS PERSALINAN DENGAN FUNGSI SEKSUAL IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR IBU PASCA PERSALINAN DI KELURAHAN TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR

Sartika Rumahorbo*, TengSartika Rumahorbo*, TengSartika Rumahorbo*, TengSartika Rumahorbo*, Tengku Sri Wahyuni**ku Sri Wahyuni**ku Sri Wahyuni**ku Sri Wahyuni**

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Melahirkan secara normal merupakan pilihan utama bagi sebagian ibu hamil. Namun pada beberapa keadaan mungkin persalinan akan berakhir dengan tindakan forcep, vakum atau sectio caesarea. Pada pasca persalinan beberapa wanita merasa takut berhubungan seksual kembali. Ketakutan yang dialami ibu tidak saja dialami oleh ibu yang bersalin normal, tetapi juga dialami oleh ibu yang bersalin dengan sectio caesarea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan jenis persalinan dengan fungsi seksual ibu pasca persalinan di Kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur.

Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional, dan menggunakan lembar kuesioner Subjek penelitian ini adalah 81 ibu dengan riwayat persalinan ≤ 6 bulan di Kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur. Data dianalisa menggunakan uji statistic chi-square dengan tingkat kepercayaan 90 % α = 0,1.

Hasil analisa bivariat dengan uji Chi square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan jenis persalinan dengan waktu pertama kali melakukan hubungan seksual p=0,051, namun diperoleh hasil bahwa jenis persalinan berhubungan dengan keluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksual p = 0,000 .

Diharapkan bagi tenaga kesehatan agar melakukan penyuluhan kesehatan mengenai hubungan seksual pada ibu pasca persalinan dan menginformasikan bahwa jenis persalinan tidak mempunyai hubungan dengan fungsi seksual, dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut tentang fungsi seksual ibu pasca persalinan dengan variabel dan desain penelitian yang lebih sempurna. Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Jenis pesalinan, Fungsi Seksual

*= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan, Jurusan Kebidanan, Program Studi Kebidanan Pematangsiantar

**= Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan, Jurusan Kebidanan, Program Studi Kebidanan Pematangsiantar,

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Perdebatan tentang praktik terbaik melalui persalinan normal atau Sectio Cesarea (SC) yang dapat meminimalkan morbiditas pasca persalinan masih menjadi kontroversi baik dari perspektif profesional maupun dari persepsi ibu yang telah mempunyai pengalaman persalinan tersebut. Tingkat morbiditas pasca persalinan normal dan SC telah semakin diakui dalam beberapa tahun terakhir. Morbiditas yang sudah jelas dari persalinan normal dan SC adalah anemia, infeksi dan perdarahan, bahkan kini semakin diperluas mencakup fungsi seksual, sakit punggung, nyeri perineum dan sembelit. Skrining untuk depresi setelah melahirkan juga sudah banyak dilakukan (Torkan B, 2009).

Masa-masa setelah melahirkan merupakan masa sulit,terutama bagi seorang ibu. Akibatnya banyak wanita yang malas atau malah menolak memenuhi kewajibannya sebagai istri setelah melahirkan. Ada beberapa wanita merasa takut berhubungan seksual karena kondisi organ-organ reproduksinya atau karena perubahan hormon yang mempengaruhi gairah secara keseluruhan. Ketakutan yang dialami oleh ibu tersebut tidak saja dialami oleh ibu yang bersalin normal, tetapi juga dialami oleh ibu yang bersalin dengan sectio cesarea. Hal yang menimbulkan ketakutan ibu pasca sectio cesarea adalah luka sayatan yang dialaminya saat persalinan, sedangkan pada ibu pasca persalinan normal biasanya disebabkan trauma yang dialaminya saat bersalin (Murkoff, 2007).

Page 15: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 127

Banyak ibu belum mengetahui kapan ia aman melakukan hubungan seksual setelah proses kelahiran. Banyak budaya dengan tradisi menunda hubungan suami-istri sampai waktu tertentu setelah 40 hari atau 6 minggu pasca persalinan. Namun sesungguhnya keputusan tergantung kepada pasangan yang bersangkutan (Aprillia, 2011).

Penelitian Barret dkk mendapatkan dari 796 ibu primipara 6 bulan pasca persalinan, ditemukan bahwa 62% ibu mengalami dyspareunia pada 3 bulan pertama, dan kemudian berkurang menjadi 35% pada 6 bulan pasca persalinan. Rosen et.al, mengevaluasi pengaruh dari jenis persalinan terhadap fungsi seksual dan mendapatkan ada 248 ibu primipara berkebangsaan Turki yang fungsi seksualnya menurun, tetapi tidak terdapat perbedaan hasrat seksual antara ibu yang mengalami episiotomy dengan ibu pasca sectio caesarea pada 6 bulan pasca persalinan (Z.Abdool, 2009).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur ditemukan 81 ibu yang bersalin mulai bulan September 2011-Februari 2012. Dari 81 ibu yang bersalin, ditemukan 65 ibu yang bersalin normal dan 15 ibu persalinannya berakhir dengan sectio. Caesarea, dan 1 ibu dengan ekstraksi forsep. Dari 5 ibu yang bersalin normal, didapatkan bahwa 4 ibu melakukan hubungan seksual setelah 6 bulan pasca persalinan, dan 1 ibu yang melakukan hubungan seksual < 6 bulan. Keluhan yang dialami ibu adalah kurangnya minat ibu dalam melakukan hubungan seksual yang disebabkan oleh rasa nyeri saat berhubungan seksual, kelelahan, kegiatan menyusui yang mengganggu hubungan seksual, dan suami kurang tertarik dalam berhubungan seksual. Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan pada 3 orang ibu pasca sectio caesarea, didapatkan keluhan yang sama dengan ibu pasca persalinan normal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis persalinan dengan fungsi seksual ibu pasca persalinan.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu dengan riwayat persalinan ≤ enam bulan pasca persalinan di Kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur sebanyak 81 ibu dan seluruhnya dijadikan subjek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer melalui kuesioner dengan pertanyaan tertutup yang disusun oleh peneliti. Analisa data yang digunakan univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistic Chi-Square (x2).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

Responden penelitian ini berjumlah 81 ibu dengan riwayat ≤6 bulan pasca persalinan. Variabel fungsi seksual yang diteliti adalah waktu melakukan hubungan seksual, keluhan-keluhan yang dialami ibu setelah melakukan hubungan seksual, dan cara mengatasi keluhan yang dialami ibu setelah melakukan hubungan seksual.

Tabel 1 menunjukkan bahwa umur ibu terbanyak adalah 20-35 tahun sebanyak 61 (74,1%), dan terendah <20 tahun sebanyak 1 orang ibu (1,2%). Pendidikan ibu terbanyak pada kelompok pendidikan SMA sebanyak 65 ibu (80,4%), dan terendah pada kelompok pendidikan SD sebanyak 3 (3,7%). Pekerjaan ibu yang terbanyak pada kelompok pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebanyak 50 (61,7%), dan terendah adalah PNS sebanyak 7 ibu(8,6%). Paritas ibu terbanyak terdapat pada kelompok paritas 3-4 sebanyak 38 ibu (46,9%), dan terendah pada kelompok paritas >4 sebanyak 4 ibu (4,9%). Jenis persalinan terbanyak yaitu spontan tanpa episiotomy/rupture perineum sebanyak 65 (80,2%), dan terendah pada jenis persalinan dengan alat bantu forsep sebanyak 1 ibu (1,2%).

Page 16: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 128

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ibu Pasca Persalinan berdasarkan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ibu Pasca Persalinan berdasarkan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ibu Pasca Persalinan berdasarkan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ibu Pasca Persalinan berdasarkan Faktor Sosio Demografi dan Jenis Persalinan (n=81)Faktor Sosio Demografi dan Jenis Persalinan (n=81)Faktor Sosio Demografi dan Jenis Persalinan (n=81)Faktor Sosio Demografi dan Jenis Persalinan (n=81)

NoNoNoNo Faktor SosiodemografiFaktor SosiodemografiFaktor SosiodemografiFaktor Sosiodemografi FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase 1111 Umur Umur Umur Umur

<20 tahun 1 1,2 20-35 tahun 60 74,1 >35 tahun 20 24,1 2222 PendidikanPendidikanPendidikanPendidikan SD 3 3,7 SMP 6 7,4 SMA 65 80,4 Perguruan Tinggi 7 8,6 3333 PekerjaanPekerjaanPekerjaanPekerjaan IRT 50 61,7 Wiraswasta 24 29,6 PNS 7 8,6 4444 Paritas Paritas Paritas Paritas 1 19 23.4 2 20 24,6 3-4 38 46,9 >4 4 4,9 5555 Jenis PersalinanJenis PersalinanJenis PersalinanJenis Persalinan Spontan tanpa episiotomy/ruptur perineum 65 80,2 Spontan dengan episiotomy/ruptur perineum - - Dengan ekstraksi Vakum - - Dengan ekstraksi Forsep 1 1,2 Operasi Caesarea 15 18,21

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis persalinan terbanyak adalah spontan tanpa episiotomy/ ruptur perineum sebanyak 65 ibu (80,2%). Waktu pertama kali melakukan hubungan seksual terbanyak pada kelompok waktu >6 minggu sebanyak 47 ibu (58%) dan terendah 3-4 minggu sebanyak 2 ibu (2,5%). Sedangkan jenis persalinan terendah adalah ekstraksi forsep sebanyak 1 ibu (1,2%) dengan waktu pertama kali melakukan hubungan seksual pada kelompok waktu > 6 minggu. Hasil chi-square test diperoleh hasil p = 0,501 dengan tingkat kepercayaan (α) = 0,1. Sehingga dinyatakan p > α dengan arti tidak ada hubungan jenis persalinan dengan waktu pertama kali melakukan hubungan seksual.

Tabel 2: Distribusi Frekuensi Waktu Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual Tabel 2: Distribusi Frekuensi Waktu Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual Tabel 2: Distribusi Frekuensi Waktu Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual Tabel 2: Distribusi Frekuensi Waktu Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual PascaPascaPascaPasca Persalinan Menurut Jenis PersalinanPersalinan Menurut Jenis PersalinanPersalinan Menurut Jenis PersalinanPersalinan Menurut Jenis Persalinan

NoNoNoNo

Jenis PersalinanJenis PersalinanJenis PersalinanJenis Persalinan

Pertama Kali Melakukan Pertama Kali Melakukan Pertama Kali Melakukan Pertama Kali Melakukan Hubungan SeksualHubungan SeksualHubungan SeksualHubungan Seksual

TotalTotalTotalTotal

XXXX

2222

pppp 3333----4 mgg4 mgg4 mgg4 mgg 4444----6 mgg6 mgg6 mgg6 mgg >6 mgg>6 mgg>6 mgg>6 mgg FFFF %%%% FFFF %%%% FFFF %%%% FFFF %%%%

1 Spontan tanpa episiotomy/ ruptur perineum

2 2,5 16 19,8 47 58,0 65 80,2

3,352

0,501* 2 Sectio caesarea - - 1 1,2 14 17,3 15 18,5 3 Ekstraksi Forsep - - - - 1 1,2 1 1,2 TotalTotalTotalTotal 2222 2,52,52,52,5 17171717 21212121 52525252 76,576,576,576,5 81818181 100100100100

Page 17: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 129

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 81 ibu pasca persalinan, terdapat 65 ibu (80,2%) dengan jenis persalinan spontan tanpa episiotomy/ruptur perineum dan 15 ibu (18,5%) dengan sectio caesarea yang tidak mengalami keluhan. Sedangkan jenis persalinan dengan ekstraksi forsep hanya terdapat 1 ibu (1,2%) dan mengalami keluhan yaitu sensivitas berkurang, dan keluhan tersebut diatasi sendiri. Hasil uji chi-square diperoleh hasil p = 0,000 dengan tingkat kepercayaan (α) = 0,1. Sehingga dinyatakan p < α, dengan arti ada hubungan jenis persalinan dengan keluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksual.

Tabel 3: Distribusi Frekuensi Keluhan yang Dialami Saat MTabel 3: Distribusi Frekuensi Keluhan yang Dialami Saat MTabel 3: Distribusi Frekuensi Keluhan yang Dialami Saat MTabel 3: Distribusi Frekuensi Keluhan yang Dialami Saat Melakukan Hubungan Seksual elakukan Hubungan Seksual elakukan Hubungan Seksual elakukan Hubungan Seksual Menurut Jenis Persalinan Menurut Jenis Persalinan Menurut Jenis Persalinan Menurut Jenis Persalinan

NoNoNoNo Jenis PersalinanJenis PersalinanJenis PersalinanJenis Persalinan Keluhan Saat Melakukan Keluhan Saat Melakukan Keluhan Saat Melakukan Keluhan Saat Melakukan Hubungan SeksualHubungan SeksualHubungan SeksualHubungan Seksual

TotalTotalTotalTotal XXXX2222 pppp

Tidak Tidak Tidak Tidak AdaAdaAdaAda

Sensivitas Sensivitas Sensivitas Sensivitas BerkurangBerkurangBerkurangBerkurang

FFFF %%%% FFFF %%%% FFFF %%%% 1 Spontan tanpa

episiotomy/ ruptur perineum

65 80,2 - - 65 80,2

81,000

0,000 2 Sectio Caesarea 15 18,5 - - 15 18,5 3 Ekstraksi Forsep - - 1 1,2 1 1,2 TotalTotalTotalTotal 80808080 98,798,798,798,7 1111 1,21,21,21,2 81818181 100100100100

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

1.1.1.1. Faktor SosiodemografiFaktor SosiodemografiFaktor SosiodemografiFaktor Sosiodemografi

Umur ibu merupakan salah satu variabel yang berhubungan erat dengan kesehatan individu. Umur ibu yang <20 tahun dan umur ibu yang >35 tahun akan mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan ibu.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Penetahuan manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya menjadi lebih baik. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Jika wanita berpendidikan, mereka akan mampu membuat keputusan yang benar dalam memperhatikan kesehatannya dan dapat lebih memahami akan perubahan kesehatan baik fisik maupun psikologisnya. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap seseorang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran dan pelatihan.

Ibu yang tidak bekerja cenderung tidak memiliki pengetahuan yang lebih oleh karena informasi yang didapat lebih sedikit. Sedangkan ibu yang bekerja akan lebih cenderung memperhatikan kesehatannya dibandingkan ibu yang tidak bekerja oleh karena ibu yang bekerja lebih banyak terpapar terhadap berbagai sumber informasi sehingga lebih kritis dalam berpikir.

Paritas merupakan banyaknya jumlah anak yang telah dilahirkan, baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan kemampuan ibu dalam mencari informasi. Ibu yang memiliki anak 1 tentu saja belum memahami perubahan fisik maupun psikologis yang dialaminya, sehingga ibu akan merasa tidak nyaman akan perubahan dan tanggungjawabnya sebagai ibu.

2.2.2.2. Jenis PersalinanJenis PersalinanJenis PersalinanJenis Persalinan

Diketahui bahwa jenis persalinan terbanyak adalah spontan tanpa episiotomy/rupture perineum (80,2%), namun jenis persalinan dengan sectio caesarea juga masih berada

Page 18: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 130

pada persentase yang cukup tinggi yakni (18,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Woranitat, pada tahun 2001-2005, 53% lahir dengan persalinan spontan, 36 % dengan sectio caesarea, 7,5% dengan ekstraksi forsep, dan 3% dengan ekstraksi vakum (Woranitat, 2007)(Woranitat, 2007)(Woranitat, 2007)(Woranitat, 2007).

Sectio caesarea, pada umumnya dilakukan jika persalinan mengalami kesulitan seperti letak sungsang, ukuran panggul ibu sempit, atau plasenta previa. Namun pada masa kini, sectio caesarea dianggap menjadi sebuah kebutuhan, dan menjadi prestise tersendiri bagi sebagian ibu. Hal inilah yang menyebabkan terdapat beberapa jenis persalinan, dan mengakibatkan meningkatnya jenis persalinan dengan sectio caesarea. Data dari (SDKI, 2007),(SDKI, 2007),(SDKI, 2007),(SDKI, 2007), bahwa angka sectio caesarea mengalami perubahan yang signifikan dan diperkirakan prevalensi sectio caesarea di Rumah Sakit pemerintah Indonesia adalah sekitar 11-15% dan di Rumah Sakit swasta saat ini dapat mencapai 30-40%.

3.3.3.3. Waktu pertama kali melakukan hubungan seksualWaktu pertama kali melakukan hubungan seksualWaktu pertama kali melakukan hubungan seksualWaktu pertama kali melakukan hubungan seksual

Waktu pertama kali melakukan hubungan seksual pada ibu pasca persalinan terbanyak pada kelompok waktu > 6 minggu. Dari hasil chi-square test diperoleh hasil p = 0,501 dengan tingkat kepercayaan (α) = 0,1. Sehingga dinyatakan p > α dengan arti tidak ada hubungan jenis persalinan dengan waktu pertama kali melakukan hubungan seksual. Hal ini sesuai dengan pendapat (Yetti Anggraini, 2010) (Yetti Anggraini, 2010) (Yetti Anggraini, 2010) (Yetti Anggraini, 2010) bahwa pada umumnya ibu pasca persalinan menunda hubungan seksual sampai waktu tertentu setelah 40 hari atau 6 minggu pasca persalinan.

Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bebrsangkutan. Sebagian besar pasangan melakukan hubungan seksual antara minggu ke 5 dan ke 8 pasca persalinan. Dibeberapa masyarakat tradisional seperti Yoruba di Nigeria dan beberapa bagian Uganda, perempuan dan suami mereka diwajibkan untuk tidak melakukan hubungan seksual 33 bulan pasca persalinan. Salah satu konsep yang diyakini oleh masyarakat disana air mani yang nanti akan dipancarkan ke dalam vagina ibu akan sampai ke payudara sehingga mengkontaminasi ASI yang akan dikonsumsi bayi mereka (Brubekker, (Brubekker, (Brubekker, (Brubekker, 2008; Odar,2003; Sayasneh,2010).2008; Odar,2003; Sayasneh,2010).2008; Odar,2003; Sayasneh,2010).2008; Odar,2003; Sayasneh,2010).

Sebenarnya menutupnya serviks serta normalnya kembali vagina membutuhkan waktu yang lebih singkat sekitar dua sampai tiga minggu. Sekarang umumnya diterima bahwa suatu pasangan dapat kembali melakukan hubungan seksual sesegera si ibu merasa siap melakukannya Menurut Ferryal Loitan pasangan melakukan hubungan seksual sebenarnya relatif tiap wanita berbeda-beda kesiapannya. Namun secara medis setelah tidak ada perdarahan lagi, bisa dipastikan ibu sudah siap berhubungan seks yaitu setelah masa nifas yang berlangsung selama 30-40 hari. Manfaat hubungan seksual pasca salin adalah dapat membantu uterus berkontraksi dengan kuat karena oksitosin dilepaskan ketika si ibu mendapat orgasme dan membuat rahim berkontraksi (Sinsin, (Sinsin, (Sinsin, (Sinsin, 2008;2008;2008;2008; Onggo IT, 2010).Onggo IT, 2010).Onggo IT, 2010).Onggo IT, 2010).

4.4.4.4. Keluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksualKeluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksualKeluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksualKeluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksual

Hanya ibu dengan jenis persalinan dengan ekstraksi forsep yang mengalami keluhan. Dari hasil uji chi-square diperoleh hasil p = 0,000 dengan tingkat kepercayaan (α) = 0,1. Sehingga dinyatakan p < α, dengan arti ada hubungan jenis persalinan dengan keluhan yang dialami ibu saat melakukan hubungan seksual.

Hal ini sesuai dengan pendapat (Woranitat, 2007)(Woranitat, 2007)(Woranitat, 2007)(Woranitat, 2007) bahwa pada ibu pasca persalinan dengan tindakan (ekstraksi forsep atau vakum), akan mengalami keluhan berupa rasa sakit pada daerah perineum, dyspareunia, dan masalah dalam hubungan seksual. Namun

Page 19: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 131

beberapa penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan fungsi seksual antara ibu pasca persalinan spontan dengan ibu pasca sectio caesarea.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat (Z.Abdool, 2009)(Z.Abdool, 2009)(Z.Abdool, 2009)(Z.Abdool, 2009) bahwa dari 438 ibu, baik primipara maupun multipara ditemukan peningkatan yang signifikan yaitu rasa sakit pada daerah perineum yang terjadi pada 8 minggu postpartum pada ibu pasca persalinan dengan tindakan dibandingkan dengan ibu pasca persalinan spontan. Dan juga ditemukan bahwa ibu paasca persalinan dengan tindakan lebih banyak mengalami masalah seksual dan sakit pada perineum pada minggu ke 8, 16, 24 dibandingkan dengan ibu pasca persalinan spontan.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

SimpulanSimpulanSimpulanSimpulan

Dari 81 ibu pasca persalinan ditemukan bahwa umur ibu tertinggi pada kelompok umur 20-35 tahun dan terendah pada kelompok umur < 20 tahun, tertinggi berpendidikan SMA dan terendah berpendidikan SD, pekerjaan terbanyak adalah sebagai Ibu Rumah Tangga dan terendah adalah PNS, paritas ibu tertinggi adalah kelompok paritas 3-4 dan terendah pada kelompok paritas >4, dan mayoritas jenis persalinan adalah spontan tanpa episiotomy/rupture perineum. Hasil uji Chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan jenis persalinan dengan fungsi seksual ibu pasca persalinan.

SaranSaranSaranSaran

Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar melakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan mengenai hubungan seksual pada ibu pasca persalinan dan menginformasikan bahwa jenis persalinan tidak mempunyai hubungan dengan fungsi seksual. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang fungsi seksual ibu pasca persalinan dengan variabel dan desain penelitian yang lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Aprillia Yeselle, 2011, Seks Setelah Melahirkan http://www.bidankita.com/index.php? option=comcontent&view=article&id=317:seks-setelah-melahirkan&catid=39:artikel

Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2008, h.145 dan Lampiran A-11.8.

Brubaker L, Handa VL, Bradley CS, Connolly AM, Moalli P, Brown MB, dkk, 2008. Sexual Function 6 Months After First Delivery. J Obstet Gynecol.

Murkoff Heidi, 2007, Mengatasi Trauma Pasca Persalinan, Image Press, Jawa Tengah Odar E, Wandabwa J, Kiondo P, 2003. Sexual practices of women within six months of

childbirth in Mulago hospital Uganda. J African Health Sciences. Onggo IT, 2010. Panduan super lengkap kehamilan sehat. Yogyakarta: New Diglossia. Sayasneh A, Sayasneh IPA, Ivilina P, 2010. Postpartum Sexual Dysfunction: A literature

review of risk factors and the role of mode of delivery. British Journal of Medical Practitioners.

Sinsin I, 2008. Masa kehamilan dan persalinan. Jakarta: Gramedia Torkan B, Parsay S, Lamyian M, Kazemnejad A, and Montazeri A, 2009. Postnatal quality

of life in women after normal vaginal delivery and caesarean section. J BMC Pregnancy and Chilbirth.

Wisit Woranitat MD, Surasak Taneepanichskul MD, 2007, Seksual Function during the Postpartum Periode, J.Med Assoc Thai.

Zeelha Abdool, Ranee Thakar, Abdul H.Sultan, 2009, European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology.

Page 20: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 132

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS MENSTRUASI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS MENSTRUASI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS MENSTRUASI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KB SUNTIK DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN PEMATANGSIANTAR PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN PEMATANGSIANTAR PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN PEMATANGSIANTAR PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN PEMATANGSIANTAR 2020202012121212

Afriani Sani Endang Sitanggang*, Safrina Daulay** Afriani Sani Endang Sitanggang*, Safrina Daulay** Afriani Sani Endang Sitanggang*, Safrina Daulay** Afriani Sani Endang Sitanggang*, Safrina Daulay**

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Menurut World Health Organization (WHO), kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat kontrasepsi yang meningkat tajam. Dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65-75 juta diantaranya terutama di negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik, dan implant. Kontrasepsi hormonal yang digunakan dapat memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap berbagai organ wanita baik fungsinya. Pemakaian kontrasepsi hormonal terbanyak adalah suntikan sebesar 38,3% dan pil sebanyak 27,7%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar periode April-Juni 2012.

Jenis penelitian ini bersifat analitik, dengan menggunakan data primer melalui kuesioner dengan jumlah responden 99 orang. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, mayoritas akseptor menggunakan jenis kontrasepsi suntik depoprovera 60 orang(60,61%), lama menggunakan kontrasepsi suntik mayoritas 1-3 tahun 69 orang(69,7%), kelaianan perdarahan yang banyak 42 orang(42,42%). Hasil uji chi-kuadarat antara penggunaan jenis kontrasepsi suntik terhadap siklus menstruasi diperoleh hasil uji chi-kuadrat dengan nilai P= 0,000, lama penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi diperoleh hasil P=0,006 dan hubungan kelainan perdarahan terhadap siklus menstruasi diperoleh hasil P=0,003. Diharapkan kepada calon/akseptor KB sebelum menggunakan kontrasepsi, hendaknya menggali informasi yang sebanyak-banyaknya tentang semua alat kontrasepsi dan efeknya.

Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: KB Suntik, Siklus Menstruasi

*= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan, Jurusan Kebidanan, Program Studi Kebidanan Pematangsiantar

**= Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan, Jurusan Kebidanan, Program Studi Kebidanan Pematangsiantar

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari program kesehatan dan merupakan titik pusat sumber daya manusia mengingat pengaruhnya terhadap setiap orang dan mencakup banyak aspek kehidupan sejak dalam kandungan sampai pada kematian. Oleh karena itu pelayanan kesehatan reproduksi harus mencakup empat komponen esensial yang mampu memberikan hasil yang efektif dan efisien baik dikemas dalam pelayanan yang terintegrasi (Saifuddin, 2006).(Saifuddin, 2006).(Saifuddin, 2006).(Saifuddin, 2006).

Salah satu masalah terpenting yang di hadapi oleh Negara berkembang, seperti di Indonesia yaitu ledakan penduduk. Ledakan penduduk mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Hal ini karna minimnya pengetahuan serta pola budaya pada masyarakat setempat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Indonesia telah menerapkan program keluarga berencana (KB) yang dimulai sejak 1968 dengan mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi BKKBN (Badan Kordinator Keluarga Berencana Nasional) (Hartanto, 2003)(Hartanto, 2003)(Hartanto, 2003)(Hartanto, 2003).

Menurut World Health Organization (WHO), kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat kontrasepsi yang meningkat tajam. Dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65-75 juta diantaranya terutama di Negara

Page 21: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 133

berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik, dan implant. Kontrasepsi hormonal yang digunakan dapat memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap berbagai organ wanita baik fungsinya. Pemakaian kontrasepsi hormonal terbanyak adalah suntikan sebesar 38,3% dan pil sebanyak 27,7% (WHO, 2009).(WHO, 2009).(WHO, 2009).(WHO, 2009).

Efek samping yang sering timbul pada pemakaian kontrasepsi suntik adalah disposisi lemak yang berlebihan, nafsu makan meningkat, peredaran darah yang tidak teratur, keputihan, nyeri kepala, spoting, hipertensi, depresi, cepat lelah. Serta sering ditemukan gangguuan haid, seperti siklus haid yang memendek atau memanjang dan perdarahan yang banyak atau sedikit (Glasier, 2006).(Glasier, 2006).(Glasier, 2006).(Glasier, 2006).

Pada pemakaian KB suntik, efek samping yang sering dialami seperti amenorea (30%), spoting (bercak darah) dan menoragia, seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai pula keluhan mual, sakit kepala (<1-17%), perubahan berat badan (7-9%). (Gungde, 2008(Gungde, 2008(Gungde, 2008(Gungde, 2008). ). ). ). Gangguan haid berupa amenorea disebabkan karena progesteron dalam komponen alat kontrasepsi suntik menekan Luteneizing hormon sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif (Glasier, 2006).(Glasier, 2006).(Glasier, 2006).(Glasier, 2006).

Menurut data yang diambil dari Puskesmas Kartini Pematangsiantar pada tanggal 09 April 2012 tentang pemakaian KB tahun 2011 didapat hasil pemakaian KB sebagai berikut Pil sebanyak 48,6%, suntik 26,4%, implan sebanyak 10,3%, kondom sebanyak 10,3%, IUD sebanyak 4,4%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik di Klinik Bidan . Hipotesis pada penelitian adalah terdapat hubungan antara penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi.

METODE PMETODE PMETODE PMETODE PENELITIANENELITIANENELITIANENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yaitu untuk mengetahui hubungan antara penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik melalui uji hipotesa, dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 139 ibu akseptor KB suntik sampel dalam penelitian ini adalah 99 ibu akseptor KB suntik. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Frekuensi JTabel 1. Distribusi Frekuensi JTabel 1. Distribusi Frekuensi JTabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis KB Suntik yang Digunakan oleh Akseptor KBenis KB Suntik yang Digunakan oleh Akseptor KBenis KB Suntik yang Digunakan oleh Akseptor KBenis KB Suntik yang Digunakan oleh Akseptor KB Suntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode AprilSuntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode AprilSuntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode AprilSuntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode April----Juni 2012Juni 2012Juni 2012Juni 2012

NoNoNoNo Jenis KB suntikJenis KB suntikJenis KB suntikJenis KB suntik ffff %%%% 1 Depopropera 60 60,61 2 NET-EN - - 3 Cyclofem 39 39,39

TotalTotalTotalTotal 99999999 100100100100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lama PenggunaanTabel 2. Distribusi Frekuensi Lama PenggunaanTabel 2. Distribusi Frekuensi Lama PenggunaanTabel 2. Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan KB Suntik KB Suntik KB Suntik KB Suntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode Aprildi Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode Aprildi Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode Aprildi Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode April----Juni 2012Juni 2012Juni 2012Juni 2012

NoNoNoNo Lama PenggunaanLama PenggunaanLama PenggunaanLama Penggunaan ffff %%%% 1 <1 Tahun 6 6,1 2 1-3 Tahun 69 69,7 3 >3 tahun 24 24,2

TotalTotalTotalTotal 99999999 100100100100

Page 22: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 134

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kelainan Perdarahan pada Akseptor KB SuntikTabel 3. Distribusi Frekuensi Kelainan Perdarahan pada Akseptor KB SuntikTabel 3. Distribusi Frekuensi Kelainan Perdarahan pada Akseptor KB SuntikTabel 3. Distribusi Frekuensi Kelainan Perdarahan pada Akseptor KB Suntik di Klinik Biddi Klinik Biddi Klinik Biddi Klinik Bidan Pematangsiantar Periode April an Pematangsiantar Periode April an Pematangsiantar Periode April an Pematangsiantar Periode April –––– Juni 2012Juni 2012Juni 2012Juni 2012

NoNoNoNo Kelainan PerdarahanKelainan PerdarahanKelainan PerdarahanKelainan Perdarahan ffff (%)(%)(%)(%) 1 Banyak 42 42,42 2 Sedikit 57 57,58

TotalTotalTotalTotal 99999999 100100100100

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi Pada Akseptor KB Suntik diTabel 4. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi Pada Akseptor KB Suntik diTabel 4. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi Pada Akseptor KB Suntik diTabel 4. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi Pada Akseptor KB Suntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode April Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode April Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode April Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode April –––– JunJunJunJuni 2012i 2012i 2012i 2012

NoNoNoNo Siklus MenstruasiSiklus MenstruasiSiklus MenstruasiSiklus Menstruasi ffff (%)(%)(%)(%) 1 Normal 37 37,37 2 Tidak Normal 62 62,63

TotalTotalTotalTotal 99999999 100100100100

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 99 responden yang didata diketahui jenis KB suntik yang digunakan tertinggi adalah depoprovera sebanyak 60 orang (60,61%) dan persentase terendah adalah cyclofem sebanyak 39 orang (39,39%).

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi berdasarkan lama memakai KB suntik pada akseptor KB suntik adalah 1-3 tahun sebanyak 69 orang (69,7 %) dan persentasi terendah adalah <1 tahun sebanyak 6 orang (6,1%).

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi berdasarkan kelainan perdarahan pada akseptor KB suntik dengan perdarahan sedikit adalah 57 orang (57,58%) dan persentase terendah dengan perdarahan banyak sebanyak 42 orang (42,42%).

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa persentase tertinggi akseptor KB suntik berdasarkaan siklus menstruasi adalah amenorea sebanyak 71 orang (71,72%) dan persentase terendah adalah polimenorea sebanyak 4 orang (4,04 %).

Tabel 5. HubungTabel 5. HubungTabel 5. HubungTabel 5. Hubungan Antara Penggunaan KB Suntik deangan Siklus Menstruasi pada an Antara Penggunaan KB Suntik deangan Siklus Menstruasi pada an Antara Penggunaan KB Suntik deangan Siklus Menstruasi pada an Antara Penggunaan KB Suntik deangan Siklus Menstruasi pada Akseptor KB Suntik di Klinik Bidan S PematangsiantarAkseptor KB Suntik di Klinik Bidan S PematangsiantarAkseptor KB Suntik di Klinik Bidan S PematangsiantarAkseptor KB Suntik di Klinik Bidan S Pematangsiantar Periode AprilPeriode AprilPeriode AprilPeriode April---- Juni 2012Juni 2012Juni 2012Juni 2012

NoNoNoNo Penggunaan KB Penggunaan KB Penggunaan KB Penggunaan KB

SuntikSuntikSuntikSuntik Siklus MenstruasiSiklus MenstruasiSiklus MenstruasiSiklus Menstruasi

TotalTotalTotalTotal XXXX2222 PPPP

NormalNormalNormalNormal %%%% TTTTak ak ak ak NormalNormalNormalNormal %%%% 1 Jenis KB Suntik a. Depopropera - - 60 81,08 60

26.404 0,00 b. NET-EN - - - - - c. Cyclofem 37 100 2 2,70 39 Total 37 100 62 100 99 2 Lama Penggunaan a. <1 Tahun - - 3 4,05 3

14.300 0,006 b. 1-3 Tahun 30 88 39 86,49 86 c. >3Tahun 4 12 7 9,46 10 Total 25 100 74 100 99 3 Kelainan Perdarahan a. Banyak 9 24,32 34 54,8 42

11.311 0,003 b. Sedikit 28 76,67 28 45,2 57 TotalTotalTotalTotal 37373737 100100100100 62626262 100100100100 99999999

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa ibu yang menggunakan kontrasepsi suntik depoprovera yang siklus haidnya normal tidak ada dan yang siklusnya tidak normal 60 orang (81,08%), dengan nilai P = 0,000. Ibu yang lama menggunakan kontrasepsi suntik 1-3 tahun yang siklus haidnya normal adalah 22 orang(88%) dan yang tidak normal adalah

Page 23: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 135

64 orang (86,49%) dengan nilai P = 0,006. Ibu yang siklus haidnya normal dengan perdarahan sedikit sebanyak 32 orang (80%) dan yang tidak normal sebanyak 25 orang (42,37%) dengan nilai P = 0,003. PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 99 akseptor Kb suntik diketahui jenis KB suntik yang digunakan paling banyak adalah depoprovera sebanyak 69 orang (69,69%) dan paling sedikit adalah cyclofem sebanyak 39 orang (39,39%). Depoprovera mengandung 150 mg progesterone dan diberikan 3 bulan sekali atau 12 minggu sekali pada bokong yaitu musculus gluteus maximus (dalam) (Mei(Mei(Mei(Meilani Dkk,2010).lani Dkk,2010).lani Dkk,2010).lani Dkk,2010).

Depoprovera memiliki efektivitas yang tinggi, dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan/tahun, asal penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan (Saifuddin,2006)Saifuddin,2006)Saifuddin,2006)Saifuddin,2006). Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan kaum ibu yaitu KB suntik. Ini di sebabkan karena aman, efektif, sederhana dan murah. Cara ini mulai di sukai masyarakat kita dan di perkirakan setengah juta pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk mencegah kehamilan. (Hartanto dkk, 2005).(Hartanto dkk, 2005).(Hartanto dkk, 2005).(Hartanto dkk, 2005).

Kontrasepsi suntik memiliki resiko kesehatan yang sangat kecil, tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri. Pemeriksaan dalam tidak diperlukan pada pemakaian awal, dan dapat dilaksanakan oleh tenaga paramedis baik perawat maupun bidan. Kontrasepsi suntik yang tidak mengandung estrogen tidak mempengaruhi secara serius pada penyakit jantung dan reaksi penggumpalan darah. Oleh karena tindakan dilakukan oleh tenaga medis/paramedis, peserta tidak perlu menyimpan obat suntik, tidak perlu mengingat setiap hari, kecuali hanya untuk kembali melakukan suntikan berikutnya. Kontrasepsi ini tidak menimbulkan ketergantungan, hanya saja peserta harus rutin kontrol setiap 1, 2 atau 3 bulan. Reaksi suntikan berlangsung sangat cepat (kurang dri 24 jam), dan dapat digunakan oleh wanita tua di atas 35 tahun. (Saifuddin,2006).(Saifuddin,2006).(Saifuddin,2006).(Saifuddin,2006).

Hasil penelitian pada tabel 2 diketahui bahwa dari 99 akseptor KB suntik diketahui persentase tertinggi berdasarkan lama menggunakan KB suntik pada akseptor KB suntik adalah 1- 3 tahun sebanyak 66 orang (69,7%) dan persentase terendah adalah < 3 tahun sebanyak 6 orang (6,1%).

Pemakaian kontrasepsi hormon dalam jangka panjang akan membuat indung telur tidak memproduksi hormon karena adanya asupan hormone dari luar yang cara kerjanya menekan terjadinya pengeluaran sel telur dari indung telur yang menyebabkan lender dimulut rahim bertambah kental sehingga menghambat jalannya sperma sehingga kemungkinan akan hamil lagi sangat kecil (Glasier,2006).(Glasier,2006).(Glasier,2006).(Glasier,2006).

Pada pemakaian DMPA (Depomedroksiprogesteron Asetat) dalam jangka panjang , amenorea menjadi hal yang menojol yang dialami oleh akseptor (Glasier,2006). (Glasier,2006). (Glasier,2006). (Glasier,2006). Efek pola haid tergantung pada lama pemakaian. Pola haid yang normal dapat menjadi amenorea, perdarahan ireguler, perdarahan bercak, peubahan dalam frekuensi yang lama. Perdarahan inter-menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan jalannya waktu, sedangakan kejadian amenorea bertambah besar (Glasier,2006). (Glasier,2006). (Glasier,2006). (Glasier,2006). Pada penggunaan jangka panjang tejadi perubahan pada lipid serum, dapat sedikit menurunkan densitas (kepadatan) tulang, dapat menimbulkan kekeringan pada vagina,menurunkan libido, dapat menimbulkan gangguan emosi (tetapi jarang),sakit kepala,jerawat, nervosit.

Tabel 3 diketahui bahwa dari 99 akseptor KB suntik diketahui persentase tertinggi berdasarkan kelainan perdarahan yang sedikit adalah 57 orang (57,58%) dan persentase terendah adalah perdarahan yang banyak sebanyak 42 orang (42,42%).

Hal–hal yang sering ditemukan pada akseptor KB suntik DMPA adalah gangguan haid berupa perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur ataupun perdarahan bercak, siklus haid yang memanjang dan pada sebagian akseptor tidak haid

Page 24: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 136

sama sekali (Meilani dkk, 2010). (Meilani dkk, 2010). (Meilani dkk, 2010). (Meilani dkk, 2010). Pada sebagian besar pemakai, terjadi peningkatan insidensi bercak darah yang tidak teratur dan sedikit atau atau perdarahan diluar siklus, kadang–kadang berkepanjangan, dan kadang–kadang dengan oligomenorea bahkan amenorea. Kontrasepsi progesterone jarang menyebabkan perdarahan berat, walaupun kadang-kadang hal ini dapat terjadi apabila kontrasepsi dimulai pada periode pascapartum dini (dalam 3 minggu setelah persalinan) (Glasier, 2006).Glasier, 2006).Glasier, 2006).Glasier, 2006).

Hasil penelitian pada tabel 4 diketahui persentase tertinggi akseptor KB suntik berdasarkan siklus menstruasi adalah Amenorea sebanyak 62 orang (60,61%) dan persentase terendah adalah poimenorea sebanyak 2 orang (2,02%).

Pemberian kontrasepsi suntikan sering menimbulkan gangguan haid (amenorea) (Wiknjosastro, 2006). (Wiknjosastro, 2006). (Wiknjosastro, 2006). (Wiknjosastro, 2006). Amenorea disebabkan karena progesteron dalam komponen alat kontrasepsi suntik menekan luteineizing hormone sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan atrofis dengan kelenjar- kelenjar yang tidak aktif. Amenorea sering terjadi pada pemberian deporopera, tetapi juga dapat terjadi pada semua metode lain. Amenorea berkepanjangan pada pemberian progesterone tidak diketahui membahayakan, dan banyak wanita dapat menerimanya dengan baik (Glasier, 2006).(Glasier, 2006).(Glasier, 2006).(Glasier, 2006).

Pada analisis bivariabel menunjukkan dari 99 akseptor KB suntik yang telah didata yang menggunakan Depoprovera sebanyak 60 akseptor dan semua akseptor mengalami menstruasi yang tidak normal. Hasil uji chi-kuadrat yang dilakukan terhadap jenis KB suntik yang digunakan terhadap siklus menstruasi diperoleh hasil X2 = 26.404 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000, lebih kecil dari nilai (α) = 0,05. Dapat disimpulkan Ho ditolak, sehingga hasil ini membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan jenis KB suntik terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik.

Menurut Noviyanti ( 2004 ) efek samping KB suntik yaitu gangguan menstruasi 44,29%, sakit kepala 31,43%, perubahan berat badan 34,29% dan kenaikan tekanan darah 3,86%. Efek samping yang terbesar yaitu gangguan menstruasi.

Berdasarkan analisis bivariabel menunjukkan dari 99 akseptor KB suntik yang telah didata yang lama penggunaan 1-3 tahun sebanyak 69 orang (69,7%) dengan 30 orang(43,48%) yang siklus menstruasinya normal dan 39 orang (56,52%) yang tidak normal. Hasil uji chi- kuadrat yang dilakukan terhadap lama penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik diperoleh hasil X2 = 14.300 dengan nilai probabilitas 0,006, lebih kecil dari (α) = 0,05. Dapat disimpulkan Ho ditolak, sehingga hasil ini membuktikan bahwa ada hubungan lama penggunaan KB suntik terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik.

Hasil penelitian Shofiah (2003) di Puskesmas Dinoyo Malang menunjukkan lama penggunaan KB suntik 19 orang akseptor (32%) <1 tahun, 30 akseptor (51%) 1-3 tahun dan 10 akseptor (17%) >3 tahun, dari 59 responden didapatkan 24 (41%) akseptor tidak mengalami perubahan siklus menstruasi dan 35 orang (59%) akseptor mengalami perubahan siklus menstruasi. Hasil analisis data diinterpretasikan bahwa ada hubungan lama pemakaian KB suntik dengan perubahan siklus menstruasi.

Pada analisis bivariabel menunjukkan dari 99 akseptor KB suntik yang telah didata yang kelainan perdarahan banyak yang siklus menstruasi yang tidak normal adalah 34 orang (56,7%) dan yang kelainan perdarahaan sedikit yang siklus menstruasinya yang tidak normal adalah 26 orang (43,3%). Hasil uji chi-kuadrat yang dilakukan terhadap kelainan perdarahan terhadap siklus menstruasi pada akseptor KB suntik diperoleh hasil X2 = 11.311dengan nilai probabilitas 0,003, lebih kecil dari (α) = 0,05. Dapat disimpulkan Ho ditolak, sehingga hasil ini membuktikan bahwa ada hubungan kelainan perdarahan terhadap siklus menstruasi. Hal yang sering ditemukan pada akseptor KB suntik depoprovera adalah gangguan haid berupa perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur ataupun perdarahan bercak, siklus haid yang memanjang dan pada sebagian akseptor tidak haid sama sekali (Mei(Mei(Mei(Meilanidkk,2010).lanidkk,2010).lanidkk,2010).lanidkk,2010).

Page 25: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 137

KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan penelitian adalah: 1) ada hubungan antara penggunaan jenis KB suntik dengan siklus menstruasi pada akseptor KB suntik, 2) ada hubungan antara lama penggunaan KB suntik dengan siklus menstruasi pada akseptor KB suntik, 3) ada hubungan antara kelainan perdarahan dengan siklus menstruasi pada akseptor KB suntik.

Berdasarkan kesimpulan penelitian disarankan agar: 1) Bidan atau petugas kesehatan lain memberikan konseling yang tepat pada akseptor kontrsepsi suntik sebelum memberikan pelayanan kontrasepsi sehingga akseptor lebih memahami keuntungan, kerugian, dan efek samping yang akan terjadi dalam penggunaan kontrasepsi suntik, 2) akseptor KB Suntik yang mengalami gangguan siklus menstruasi berat segera memberitahukannya kepada bidan atau petugas kesehatan yang lainnya, 3) calon/ akseptor KB Depoprovera sebaiknya sebelum memilih alat kontrasepsi menggali informasi tentang semua alat kontrasepsi dan efek sampingnya.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Glasier A dan Alisa G, 2006, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Buku Kedokteran, Jakarta.

Gungde F.Y, 2008, Karya Tulis Ilmiah Kedokteran dan Kebidanan,Karya Tulis Ilmiah Kedokteran dan Kebidanan,Karya Tulis Ilmiah Kedokteran dan Kebidanan,Karya Tulis Ilmiah Kedokteran dan Kebidanan, dc230.4shared.com /doc/DqsE6kzJ/preview.html, diakses tanggal 12 Maret 2012..

Hartanto H, 2003, Keluarga Berencana dan KontrasKeluarga Berencana dan KontrasKeluarga Berencana dan KontrasKeluarga Berencana dan Kontrasepsiepsiepsiepsi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Meilani Dkk,2010,Pelayanan Keluarga Berencana,Pelayanan Keluarga Berencana,Pelayanan Keluarga Berencana,Pelayanan Keluarga Berencana, Fitramaya, Yogyakarta. Notoatmodjo, S, 2005, Metode Penelitian KesehatanMetode Penelitian KesehatanMetode Penelitian KesehatanMetode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Pendit U.B, 2007, Ragam Metode KontrasepsiRagam Metode KontrasepsiRagam Metode KontrasepsiRagam Metode Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta. Noviyanti, 2004, Bandar lampung,www.or.id, diakses tanggal 11 Juni 2012. Shofiyah,2003 Puskesmas Dinoyo Malang,www.or.id, diakses tanggal 11 juni 2012. Pinem S, 2009, Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi,Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi,Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi,Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta. Saifuddin A.B, 2006, Buku PBuku PBuku PBuku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsianduan Praktis Pelayanan Kontrasepsianduan Praktis Pelayanan Kontrasepsianduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. ______, 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeonatalBuku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeonatalBuku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeonatalBuku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo,Jakarta. Sarwono, M, 2006, Pengetahuan AkseptorPengetahuan AkseptorPengetahuan AkseptorPengetahuan Akseptor Suntik Tentang Kontrasepsi Suntik Di Klinik Suntik Tentang Kontrasepsi Suntik Di Klinik Suntik Tentang Kontrasepsi Suntik Di Klinik Suntik Tentang Kontrasepsi Suntik Di Klinik

Bersalin Kasih Ibu Binjai Utara Tahun 2010Bersalin Kasih Ibu Binjai Utara Tahun 2010Bersalin Kasih Ibu Binjai Utara Tahun 2010Bersalin Kasih Ibu Binjai Utara Tahun 2010, http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/19184, diakses tanggal 12 Maret 2012.

WHO, 2009, www.who.or.id, diakses tanggal 12 Maret 2012 Wiknjosastro,H, 2008, Ilmu KandunganIlmu KandunganIlmu KandunganIlmu Kandungan, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Page 26: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 138

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IVA TEST DENGANDENGANDENGANDENGAN SIKAP DETEKSI DINI KANKER SERVIKS SIKAP DETEKSI DINI KANKER SERVIKS SIKAP DETEKSI DINI KANKER SERVIKS SIKAP DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) (Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng(Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng(Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng(Di RT.06 RW.02 Desa Medaeng SSSSidoaidoaidoaidoarjo)rjo)rjo)rjo)

Mas’adahMas’adahMas’adahMas’adah****, , , , Dwi Mudi PrimadhaniDwi Mudi PrimadhaniDwi Mudi PrimadhaniDwi Mudi Primadhani**, **, **, **, Dwi PurwantiDwi PurwantiDwi PurwantiDwi Purwanti****

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Kanker serviks merupakan kanker dengan jumlah paling banyak kedua di seluruh dunia, dengan jumlah 500.000 kasus baru dan 250.000 kematian tiap tahunnya. Angka insidensi kanker serviks di indonesia 100 – 182 / 100.000 penduduk. Saat ini cakupan deteksi dini di negara berkembang dengan pemeriksaan ini masih sangat rendah, sekitar 5% dari populasi. Hampir 50% penderita kanker serviks ternyata tidak pernah melakukan deteksi dini karena kurangnya pengetahuan tentang deteksi dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang iva test dengan sikap deteksi dini ca.cervix pada wanita PUS.

Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah desain analitik observasional cross sectional. Populasinya adalah wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di RT.06 RW.02 desa Medaeng sebanyak 44 orang dan teknik pengambilan sampel dengan teknik random sampling. Data yang diambil adalah data primer dengan instrument penelitian berupa kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistic Chi Square dari Yates dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian yang didapatkan hampir setengahnya 20 0rang (45,45%) berusia 20 – 35 tahun. 22 orang (50%) berpendidikan SMA. dari 44 wanita PUS hampir setengahnya 19 orang (43%) mempunyai pengetahuan kurang tentang IVA Test dan dari 44 wanita PUS sebagian besar 24 orang (54,55%) memiliki sikap positif (setuju) tentang deteksi dini kanker serviks. Hasil uji Chi Square dari Yates x2 hitung (5,4066) > x2 tabel (3,841), maka H0 ditolak dan H1 dterima artinya ada hubungan antara pengetahuan tentang IVA Test dengan sikap deteksi dini kanker serviks pada wanita PUS.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang IVA Test dengan sikap deteksi dini kanker serviks pada wanita PUS. Saran yang diberikan peneliti mungkin dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan konseling tentang IVA Test dan kanker serviks yang dapat disebarluaskan melalui kader – kader kesehatan, dan PKK.

Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunci:::: Pengetahuan, Sikap, IVA Test

*= Polteknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Program Studi Kebidanan Sutomo Surabaya

**= Alumnus Polteknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Program Studi Kebidanan Sutomo Surabaya

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Kanker serviks (kanker leher rahim) dimulai pada lapisan serviks. Kanker serviks terbentuk sangat perlahan. Pertama, beberapa sel berubah dari normal menjadi sel-sel pra-kanker dan kemudian menjadi sel kanker. Ini dapat terjadi bertahun-tahun, tapi kadang-kadang terjadi lebih cepat. Perubahan ini sering disebut displasia. Mereka dapat ditemukan dengan IVA Test ataupun Pap Smear dan dapat diobati untuk mencegah terjadinya kanker. Kanker serviks merupakan kanker dengan jumlah paling banyak kedua di seluruh dunia, dengan jumlah 500.000 kasus baru dan 250.000 kematian tiap tahunnya. Setiap dua menit sekali, seorang wanita diberbagai belahan dunia meninggal dikarenakan kanker serviks (WHO,2010). Angka insidensi kanker serviks di Indonesia 100–182 /100.000

Page 27: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 139

penduduk. Saat ini cakupan deteksi dini di negara berkembang dengan pemeriksaan ini masih sangat rendah, sekitar 5% dari populasi. Hampir 50% penderita kanker serviks ternyata tidak pernah melakukan deteksi dini.

Di Jawa Timur terdapat program yang dikenal dengan penanggulanganan kanker terpadu paripurna (PKTP). Target dalam PKTP untuk jangka pendek diharapkan 50% masyarakat mengerti tentang kanker dan cara penanggulanganan serta 20% wanita berisiko tinggi sudah melaksanakan deteksi dini.

Pada tahun 2007, angka hunian tertinggi di RS Graha Amerta dan Ruang Obgyn RSU dr Soetomo diduduki penyakit kanker, terutama kanker leher rahim dan kanker payudara. Data WHO 2002 juga menunjukkan, 80% kasus leher rahim terdapat di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Menurut data inap RSU Dr. Soetomo Surabaya, selama 8 tahun terakhir morbiditas terbanyak pada kanker serviks (29,9%) dan mortalitas pada kanker serviks sebesar (4,7%) (Sukardja, 2008). Tetapi ironisnya sekitar 50 – 90% dari kasus kanker datang pada stadium lanjut untuk penanganan menjadi lebih sulit dan mahal dan meningkatkan resiko kematian. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi antara lain biaya, sarana dan tenaga yang belum memadai. Namun secara umum, kanker serviks ini disebabkan ketidaktahuan atau rendahnya pengetahuan tentang pencegahan dini kanker akibat faktor budaya, sosial, ekonomi yang rendah. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, paritas, usia menikah, sumber informasi, sosial budaya.

Deteksi dini adalah upaya awal untuk mengenali atau menandai suatu gejala atauciri-ciri yang ada pada wanita dalam tahapan perkembangannya terkait adanya resiko suatu penyakit. Dengan deteksi dini, maka resiko kesakitan dan kematian pada wanita yang menderita kanker serviks dapat dihindari. Deteksi dini kanker serviks secara sederhana serta alat dan biayanya terjangkau adalah IVA Test (Inspeksi Visual Asam Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit. IVA Test mengandung kelebihan dibandingkan dengan Pap Smear, karena sangat sederhana, harganya terjangkau, dan hasilnya cukup sensitif.

Meskipun cara ini sangat sederhana di negara berkembang pada umumnya dan di indonesia pada khususnya masih banyak kendala untuk bisa melakukan IVA Test secara luas sebagai deteksi dini kanker serviks diantaranya pengetahuan wanita masih rendah tentang deteksi dini. Dan pengetahuan merupakan faktor penting dalam membentuk tindakan seseorang. Oleh sebab itu program PKTP yaitu pemeriksaan dini dan penyuluhan perlu disebarluaskan dengan strategi anak sebar sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemeriksaan IVA Test.

Dari Puskesmas Medaeng diperoleh data pada periode bulan oktober 2011 - maret 2012 terdapat 52 orang yang melakukan IVA test dan 15 di antaranya hasil IVA test yang dilakukannya adalah positif, yaitu terdapat perubahan pada sel–sel epitel serviks.

Dari data yang diperoleh, peneliti memutuskan untuk meneliti di salah satu RT di desa Medaeng, yaitu RT 06 RW 02, karena di RT tersebut banyak warga pendatang yang rata–rata tingkat pendidikannya belum tinggi, dan kondisi sosial ekonomi yang kurang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang IVA Test dengan sikap deteksi dini kanker serviks pada wanita pasangan usia subur.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di RT.06 RW.02 Desa Medaeng Sidoarjo pada bulan Mei – Juni 2012. Populasi penelitian adalah seluruh

Page 28: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 140

wanita pasangan usia sbubur (PUS) di RT.06 RW.02 Desa Medaeng Sidoarjo sebanyak 97 orang. Besar adalah 44 orang yang diambil dengan cara random sampling.

Pengetahuan tentang IVA test merupakan variabel bebas, sedangkan sikap terhadap deteksi dini kanker serviks merupakan variabel terikat. Data primer dikumpulkan menggunakan skala Likert untuk mengetahui sikap wanita pasangan usia subur (PUS) terhadap deteksi dini kanker serviks dan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan tentang IVA Test. Data disajikan dengan tabel 2x2, kemudian dianalisis secara manual menggunakan uji Chi-square. Jika memenuhi syarat (tidak ada 1 sel pun yang mempunyai frekuensi harapan <5), x2 dihitung dengan rumus koreksi kontinyuitas dari Yates. Namun jika tidak memenuhi syarat, dilakukan uji eksak dari Fisher.

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHDAN PEMBAHDAN PEMBAHDAN PEMBAHASANASANASANASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

1.1.1.1. Gambaran Umum LokasiGambaran Umum LokasiGambaran Umum LokasiGambaran Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di RT.06 RW.02 Desa Medaeng- Waru Sidoarjo. Batas –

batas wilayah RT 06.RW 02 adalah sebagai berikut ini : 1. Bagian selatan : Berbatasan langsung dengan pabrik PT. Gudang Garam 2. Bagian Utara berbatasan langsung dengan RT. 08 Desa Medaeng 3. Bagian Timur berbatasan langsung dengan RT. 05 Desa Medaeng 4. Bagian Barat berbatasan langsung dengan RT.02 Desa Medaeng

RT.06 RW.02 Desa Medaeng ini mempunyai wilayah seluas ± 4,34 Ha dan dihuni oleh ±144 KK, baik dari warga asli maupun warga pendatang. Suku warga RT.06 RW.02 sebagian besar adalah suku jawa, dan bagi para pendatang sebagian besar adalah suku madura. Tingkat pendidikan warga RT.06 RW.02 ini sebagian besar adalah lulusan SMA dan Sederajat. Peneliti memilih tempat di RT.06 RW.02 desa medaeng ini didasari karena di RT tersebut banyak warga pendatang, banyak tempat kos maupun rumah kontrakan yang sanitasinya kurang sehingga personal hygiene pemilik rumah kurang, dan tingkat pendidikan masyarakat di RT.06 RW.02 ini masih tergolong rendah.

2.2.2.2. Karakteristik Wanita Pasangan Usia SuburKarakteristik Wanita Pasangan Usia SuburKarakteristik Wanita Pasangan Usia SuburKarakteristik Wanita Pasangan Usia Subur Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 44 wanita PUS, hampir

setengahnya 20 0rang (45,45%) berumur 20–35 tahun, setengahnya 22 orang (50%) berpendidikan SMA, dan sebagian besar 25 orang (56,81%) bekerja.

Tabel 1Tabel 1Tabel 1Tabel 1.... Distribusi UmurDistribusi UmurDistribusi UmurDistribusi Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan, Pendidikan, dan Pekerjaan, Pendidikan, dan Pekerjaan, Pendidikan, dan Pekerjaan Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di RT.06 RW.02 Desa Medaeng pada tanggal 10 Mei di RT.06 RW.02 Desa Medaeng pada tanggal 10 Mei di RT.06 RW.02 Desa Medaeng pada tanggal 10 Mei di RT.06 RW.02 Desa Medaeng pada tanggal 10 Mei –––– 26 Juni 201226 Juni 201226 Juni 201226 Juni 2012

Karakteristik Wanita PusKarakteristik Wanita PusKarakteristik Wanita PusKarakteristik Wanita Pus FFFF %%%% UmurUmurUmurUmur < 20 tahun 5 11,36

20 – 35 tahun 20 45,45 >35 tahun 19 43,19

PendidikanPendidikanPendidikanPendidikan Dasar 17 38,63 Menengah 22 50,00 Tinggi 5 11,37

PekerjaanPekerjaanPekerjaanPekerjaan Bekerja 25 56,81 Tidak Bekerja 19 43,19

3.3.3.3. Pengetahuan Tentang IVA TestPengetahuan Tentang IVA TestPengetahuan Tentang IVA TestPengetahuan Tentang IVA Test

Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dari 44 wanita PUS hampir setengahnya 19 orang (43%) mempunyai pengetahuan kurang tentang IVA Test.

Page 29: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 141

Tabel Tabel Tabel Tabel 2. 2. 2. 2. Distribusi Frekuensi PengetahuanDistribusi Frekuensi PengetahuanDistribusi Frekuensi PengetahuanDistribusi Frekuensi Pengetahuan tentang tentang tentang tentang IVA TestIVA TestIVA TestIVA Test Sebagai Deteksi Dini Sebagai Deteksi Dini Sebagai Deteksi Dini Sebagai Deteksi Dini Kanker Serviks Kanker Serviks Kanker Serviks Kanker Serviks pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS)

di RT di RT di RT di RT 06060606 RW RW RW RW 02 Desa Medaeng, tanggal 10 Mei 02 Desa Medaeng, tanggal 10 Mei 02 Desa Medaeng, tanggal 10 Mei 02 Desa Medaeng, tanggal 10 Mei –––– 26 J26 J26 J26 Juni 2012uni 2012uni 2012uni 2012

PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan JumlahJumlahJumlahJumlah PersentasePersentasePersentasePersentase

Baik 8 18 Cukup 17 39 Kurang 19 43

JumlahJumlahJumlahJumlah 44444444 100,00100,00100,00100,00

4.4.4.4. Sikap Terhadap Deteksi Dini Kanker ServiksSikap Terhadap Deteksi Dini Kanker ServiksSikap Terhadap Deteksi Dini Kanker ServiksSikap Terhadap Deteksi Dini Kanker Serviks

Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa dari 44 wanita PUS sebagian besar 24 orang (54,55%) memiliki sikap positif (setuju) terhadap deteksi dini kanker serviks.

Tabel Tabel Tabel Tabel 3. 3. 3. 3. Distribusi Frekuensi Sikap teDistribusi Frekuensi Sikap teDistribusi Frekuensi Sikap teDistribusi Frekuensi Sikap terhadaprhadaprhadaprhadap Deteksi Dini Kanker Serviks Deteksi Dini Kanker Serviks Deteksi Dini Kanker Serviks Deteksi Dini Kanker Serviks pada pada pada pada WWWWanita Pasangan Usia Subur (PUS) anita Pasangan Usia Subur (PUS) anita Pasangan Usia Subur (PUS) anita Pasangan Usia Subur (PUS)

di RT di RT di RT di RT 06060606 RW 0RW 0RW 0RW 02222 Desa Medaeng, tanggal 10 Mei Desa Medaeng, tanggal 10 Mei Desa Medaeng, tanggal 10 Mei Desa Medaeng, tanggal 10 Mei –––– 26 Juni 201226 Juni 201226 Juni 201226 Juni 2012

SikapSikapSikapSikap JumlahJumlahJumlahJumlah PersentasPersentasPersentasPersentaseeee

Positif 24 54,55 Negatif 20 45,45

Jumlah 44 100,00

5.5.5.5. Hubungan Pengetahuan Tentang IVA Test Dengan SiHubungan Pengetahuan Tentang IVA Test Dengan SiHubungan Pengetahuan Tentang IVA Test Dengan SiHubungan Pengetahuan Tentang IVA Test Dengan Sikap Deteksi Dinikap Deteksi Dinikap Deteksi Dinikap Deteksi Dini Kanker Serviks Kanker Serviks Kanker Serviks Kanker Serviks pada Wanita PUSpada Wanita PUSpada Wanita PUSpada Wanita PUS

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 19 wanita PUS yang berpengetahuan kurang sebagian besar mempunyai sikap negatif sebanyak 12 orang (63,15%) dan 7 orang sisanya bersikap positif terhadap deteksi dini kanker serviks.

Tabel 4Tabel 4Tabel 4Tabel 4. . . . Hubungan Pengetahuan Tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Hubungan Pengetahuan Tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Hubungan Pengetahuan Tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Hubungan Pengetahuan Tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Kanker Kanker Kanker Kanker Serviks pada Wanita PUS di RT.06 RW.02 Desa Medaeng, Tanggal 10 Serviks pada Wanita PUS di RT.06 RW.02 Desa Medaeng, Tanggal 10 Serviks pada Wanita PUS di RT.06 RW.02 Desa Medaeng, Tanggal 10 Serviks pada Wanita PUS di RT.06 RW.02 Desa Medaeng, Tanggal 10 Mei Mei Mei Mei –––– 26 Juni 201226 Juni 201226 Juni 201226 Juni 2012

PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan Sikap Wanita terhadap Deteksi Dini Kanker ServiksSikap Wanita terhadap Deteksi Dini Kanker ServiksSikap Wanita terhadap Deteksi Dini Kanker ServiksSikap Wanita terhadap Deteksi Dini Kanker Serviks JumlahJumlahJumlahJumlah PositifPositifPositifPositif NegatifNegatifNegatifNegatif

ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% Baik

Cukup Kurang

6 11 7

75,00 64,70 36,85

2 6

12

25,00 35,30 63,15

8 17 19

100 100 100

JumlahJumlahJumlahJumlah 24242424 54,5554,5554,5554,55 20202020 45,4545,4545,4545,45 44444444 100100100100

Hasil uji chi kuadrat (Chi-Square), adalah x2 hitung= 5,4066, dan x2 tabel=3,841, maka x2 hitung > x2 tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan pengetahuan dengan sikap wanita tentang IVA Test sebagai deteksi dini kanker serviks.

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

1.1.1.1. Pengetahuan Tentang Pengetahuan Tentang Pengetahuan Tentang Pengetahuan Tentang IVA Test pada WanitaIVA Test pada WanitaIVA Test pada WanitaIVA Test pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS)Pasangan Usia Subur (PUS)Pasangan Usia Subur (PUS)Pasangan Usia Subur (PUS) Hampir setengah dari wanita PUS mempunyai pengetahuan kurang. Pengetahuan

didasari oleh beberapa hal, salah satunya adalah tinggi rendahnya tingkat pendidikan dan umur. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah seseorang tersebut untuk menerima informasi baru yang berguna bagi kesehatan dirinya sendiri maupun orang lain. Begitu juga dengan umur, semakin matang umur seseorang maka dia

Page 30: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 142

akan lebih mudah untuk menerima informasi baru dan berpikir secara rasional tentang informasi yang telah diterimanya tersebut.

Menurut Soedoko (2001), kasus kanker serviks kebanyakan datang pada stadium lanjut sehingga penanganan dan pengobatan menjadi sulit dan mahal karena dibutuhkan sarana dan petugas khusus, dan kemungkinan kesembuhan rendah bahkan terjadi kematian, karena rendahnya pengetahuan wanita tentang deteksi dini kanker.

Rendahnya tingkat pengetahuan tentang IVA Test bisa menjadi salah satu faktor penentu masih tingginya angka kejadian kanker serviks yang baru ditemukan pada stadium lanjut. Sesorang yang sudah mengerti tentang IVA test atau tentang metode deteksi dini kanker serviks belum secara pasti memeriksakan dirinya secara teratur. Pada kenyataan yang didapatkan dari hasil penelitian ditemukan bahwa pada wanita pasangan usia subur (PUS) yang bekerja, wanita tersebut cenderung untuk tidak memeriksakan diri secara berkala atau sekali – sekali karena keterbatasan waktu yang dimilikinya.

2.2.2.2. Sikap Sikap Sikap Sikap TerhadapTerhadapTerhadapTerhadap Deteksi Dini Kanker ServiDeteksi Dini Kanker ServiDeteksi Dini Kanker ServiDeteksi Dini Kanker Serviksksksks Sebagian besar wanita PUS (54,55%) memiliki sikap positif atau mendukung deteksi

dini. Menurut New Comb salah seorang ahli psikologi sosial mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Bagi wanita yang bersikap positif kesiapan untuk bereaksi dan penghayatan terhadap obyek di lingkungan tertentu akan bersikap positif pula.

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap positif akan tumbuh bila seseorang merasakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan memegang peranan penting, tetapi ada juga faktor yang lain yang mempengaruhi seperti pengalaman pribadi, orang yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan, agama dan emosional. Wanita yang belum pernah mendengar IVA Test, pasti akan bersikap negatif terhadapnya. Berbeda dengan wanita yang sudah pernah mendengar, sikapnya sebagian besar akan bersikap positif terhadap deteksi dini kanker serviks. Seharusnya saat ini informasi tentang kanker serviks, bahaya kanker serviks, dan cara deteksi dini kanker serviks lebih disebarluaskan lagi di masyarakat. Bisa melalui penyuluhan pada saat posyandu, arisan PKK, ataupun pada saat wanita PUS pergi ke puskesmas untuk berobat atau berKB, bisa juga melalui media massa televisi, radio, atupun melalui leaflet. Pengetahuan ini akan membawa wanita untuk berpikir dan berusaha supaya tidak terkena kanker serviks.

3.3.3.3. Hubungan Pengetahuan tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Kanker Serviks Hubungan Pengetahuan tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Kanker Serviks Hubungan Pengetahuan tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Kanker Serviks Hubungan Pengetahuan tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Kanker Serviks PadPadPadPada Wanita PUSa Wanita PUSa Wanita PUSa Wanita PUS

Dari 19 wanita PUS yang berpengetahuan kurang sebagian besar bersikap negatif (63,15%) dan selebihnya bersikap positif terhadap deteksi dini kanker serviks.

Pengetahuan yang kurang akan memberikan konstribusi terhadap sikap negatif seseorang. Pengetahuan yang kurang bisa juga disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan. Menurut Notoatmojo (2003) Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi yang baru. Meskipun tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor rendahnya pengetahuan yang bisa mengakibatkan sikap negatif seseorang. Ini bisa diperbaiki dengan meningkatkan pengetahuan orang tersebut. Pengetahuan tidak hanya bisa didapat melalui pendidikan secara formal di bangku sekolah, tetapi pengetahuan juga bisa didapat melalui sumber informasi yang ada seperti televisi, radio, koran, penyuluhan, leaflet, dll. Dengan berbagai sumber informasi yang bisa meningkatkan pengetahuan tersebut yang khususnya tentang kanker serviks, bahaya kanker serviks, dan cara mendeteksi dini

Page 31: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 143

kanker serviks, diharapkan masyarakat bisa mengerti, memahami pentingnya deteksi dini kanker serviks dan bisa bersikap positif terhadap deteksi dini kanker serviks.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

SimpSimpSimpSimpulanulanulanulan

Hasil penelitian dan pembahasan Hubungan Pengetahuan tentang IVA Test dengan Sikap Deteksi Dini Kanker Serviks pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sebagian besar wanita PUS mempunyai pengetahuan yang kurang tentang IVA Test.

Dari 44 wanita PUS hampir setengahnya mempunyai pengetahuan kurang tentang IVA Test, dan sebagian kecil lainnya mempunyai pengetahuan yang baik tentang IVA Test

2. Sebagian besar wanita PUS mempunyai sikap positif terhadap deteksi dini kanker serviks. Dari 44 wanita PUS sebagian besar memiliki sikap positif (setuju) tentang deteksi dini kanker serviks, dan hampir setengahnya memiliki sikap negatif (menolak) terhadap deteksi dini kanker serviks.

3. Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang IVA Test dengan sikap deteksi dini kanker serviks pada wanita PUS.

SaranSaranSaranSaran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar: 1. Petugas Kesehatan melakukan penyuluhan tentang IVA Test dan bahaya kanker

serviks untuk disebarluaskan melalui kader, dasawisma dan PKK. 2. Institusi pendidikan dapat menambahkan referensi buku tentang kanker serviks dan

cara mendeteksi dini kanker serviks. Khususnya buku tentang IVA Test. 3. Peneliti menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam penelitian

selanjutnya dengan besar sampel dan tempat penelitian yang berbeda dan diharapkan penelitian selanjutnya lebih memperdalam penelitiannya tentang IVA Test

DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta Andrijono. 2005. Kanker Ginekologi. Jakarta: FKUI Anonymus. 2008. IVA Test (Internet). 17 Agustus. Alvailable from:

(http://bidanshop.blogspot.com/2010/03/iva-test.html) [Accesed : 14 April 2012] Anonymous. 2009. Pencegahan Kanker Serviks (Internet). 2 Februari. (http://www.

cancerhelps.com/pencegahan-kanker-serviks.htm) [Accesed: 12 April 2012]. Azwar, S. 2005. Sikap Manusia. Jakarta : Pustaka Pelajar Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana.

Jakarta : EGC Manuaba, IBG. 2004. Dasar – Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta : EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta ________. 2010a. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika Nursalam, dan Pariani, Siti. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan.

Jakarta: CV. Infomedika Ramli, M,. Umbas,R, dan Panigoro,SS. 2002. Deteksi Dini Kanker. Jakarta: FKUI Sukardja, IDG, 2008. Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Page 32: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 144

HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN TINGKAT TINGKAT TINGKAT TINGKAT PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA PREEKLAMSIA DENGAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA DI RSUDDI RSUDDI RSUDDI RSUD Dr.MOHAMDr.MOHAMDr.MOHAMDr.MOHAMMMMMADADADAD SOEWANDSOEWANDSOEWANDSOEWANDHHHHIIIIEEEE SURABAYASURABAYASURABAYASURABAYA

MiatuningsihMiatuningsihMiatuningsihMiatuningsih****, Dwi Purwanti, Dwi Purwanti, Dwi Purwanti, Dwi Purwanti****, , , , Chrysant Nia A.Chrysant Nia A.Chrysant Nia A.Chrysant Nia A.BBBB********

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Salah satu penatalaksanaan persalinan patologis (dalam hal ini preeklamsia) adalah seksio sesarea. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Peneliti didapatkan angka kejadian persalinan seksio sesarea di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya tahun 2010 sebanyak 396 (13,78%) kasus dan tahun 2011 sebanyak 614 (20,78%) kasus. Rumusan penelitian adalah hubungan preeklamsia dengan persalinan seksio sesarea. Tujuan penelitian menganalisis hubungan preeklamsia dengan persalinan seksio sesarea di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya.

Cara analisis penelitian adalah analitik dengan cara menghubungkan variabel “X” terhadap variabel “Y” menurut waktunya cross sectional, baik pengukuran atau pengamatan diambil dalam satu waktu secara bersamaan. Populasi penelitian ini meliputi semua ibu preeklamsia baik preeklamsia ringan maupun berat di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya pada tahun 2011 mulai dari bulan Januari sampai Desember yang berjumlah 455 ibu preeklamsiadengan sampel 213 ibu preeklamsia menggunakan metode simple random sampling. Variabel independen preeklamsia dan variabel dependen persalinan seksio sesarea. Penelitian menggunakan data sekunder dituliskan pada lembar pengumpul data.

Analisis data menggunakan uji Chi Square Yates dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian dari 127 ibu dengan preeklamsia berat, sebagian besar 74 (58,27%) tidak dilakukan persalinan seksio sesarea. Sedangkan pada 86 ibu dengan preeklamsia ringan, hampir seluruhnya 75 (81,27%) tidak dilakukan persalinan seksio sesarea. Hasil uji statistik χ2 hitung (19,08) > χ2 tabel (3,84) maka H0 ditolak dan ada hubungan. Simpulan dari penelitian ini ada hubungan preeklamsia dengan persalinan seksio sesarea.

KaKaKaKata Kunci: ta Kunci: ta Kunci: ta Kunci: Preeklamsia, Persalinan Seksio Sesarea

*= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan **= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Dalam upaya pencapaian MDG’s dan tujuan pembangunan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan ibu diprioritaskan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT). Untuk menurunkan AKI diperlukan upaya-upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran, dan nifas (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Berdasarkan data survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target RPJMN tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup apalagi mencapai target MDG’s 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015. Untuk Jawa Timur, AKI yang diperoleh dari Laporan Kematian Ibu (LKI) Kab./Kota se-Jawa Timur tahun 2010 adalah 101,4 per 100.000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target AKI yang ingin dicapai pada tahun 2010 sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka angka ini menunjukkan keberhasilan Propinsi Jawa Timur dalam menekan kematian ibu.

Kematian Maternal di Jawa Timur berdasarkan Laporan Kematian Ibu Kab./Kota pada tahun 2010 tercatat 598 kasus kematian, bila dilihat dari masa kematian ibu maka dapat dirinci 152 kematian masa hamil, 163 waktu bersalin, dan 283 pada masa nifas.

Penyebab langsung kematian ibu antara lain: perdarahan, eklamsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Penyebab kematian

Page 33: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 145

karena perdarahan dan eklamsi merupakan yang terbesar masing-masing sebesar 29,96% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011).

Salah satu penanganan persalinan patologis (khususnya kasus preeklamsi/eklamsi) untuk menyelamatkan ibu dan bayi secara transabdominal adalah seksio sesarea, jika partus secara transvaginal tidak memungkinkan untuk dilakukan seperti: ekstrasi forsep, vakum, persalinan sungsang, versi ekstrasi, kleidotomi, dan simfisiotomi.

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya didapatkan persalinan dengan seksio sesarea pada tahun 2010 sebanyak 396 (13,78%). Pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 7% menjadi 614 (20,78%). Indikasi persalinan dengan seksio sesarea disebabkan karena penyulit ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 108 (17,58%) kasus, preeklamsia sebanyak 100 (16,28%), kemudian disusul kelainan letak sebanyak 77 (12,50%) kasus, prolong fase laten/active sebanyak 27 (43,90%) kasus, panggul sempit sebanyak 24 (3,90%) kasus, dan terakhir postdate sebanyak 8 (1,30%) kasus. Indikasi persalinan dengan seksio sesaria untuk penyulit preeklamsi memang menduduki urutan kedua, namun secara keseluruhan banyaknya ibu dengan penyulit preeklamsia menduduki peringkat pertama yang kemudian disusul oleh KPD.

Melihat kenyataan tingginya penyulit preeklamsia, maka diharapkan turunnya angka kejadian preeklamsi-eklamsi dengan pemberian pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan: minimal 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua, dan 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan ibu hamil berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Ini sesuai dengan kompetensi bidan ke-3: Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan meliputi: deteksi dini, pengobatan, atau rujukan (Mustika dkk, 2007).

METODMETODMETODMETODEEEE PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN

Populasi penelitian cross sectional ini adalah semua ibu preeklamsia di Ruang Bersalin RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya pada bulan Januari-Desember 2011, sebesar 455 ibu. Besar sampel adalah 213 ibu yang diambil dengan teknik simple random sampling. Tingkat preeklamsia merupakan variabel independen dan kejadian persalinan seksio sesarea merupakan variabel dependen. Data penelitian merupakan data sekunder (rekam medik) yang dituliskan pada lembar pengumpul data. Analisis data menggunakan uji Chi Square Yates dengan α = 0,05. H0 ditolak bila χ2 hitung > χ2 tabel.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur dan Paritas Ibu BersalinTabel 1. Distribusi Frekuensi Umur dan Paritas Ibu BersalinTabel 1. Distribusi Frekuensi Umur dan Paritas Ibu BersalinTabel 1. Distribusi Frekuensi Umur dan Paritas Ibu Bersalin di Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januaridi Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januaridi Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januaridi Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januari––––DesembDesembDesembDesember 2011er 2011er 2011er 2011

NoNoNoNo Umur dan ParitasUmur dan ParitasUmur dan ParitasUmur dan Paritas FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase 1111 UmurUmurUmurUmur

<20 tahun 13 6,10 20-35 tahun 146 68,55 >35 tahun 54 25,35 2222 ParitasParitasParitasParitas

Primipara 71 33,33 Multipara 120 56,35 Grandemultipara 22 10,32

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 213 ibu preeklamsia sebagian besar ibu (68,55%) berusia 20–35 tahun. Sedangkan paritas ibu terbanyak adalah multipara (56,35%).

Page 34: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 146

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Preeklampsia dan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Preeklampsia dan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Preeklampsia dan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Preeklampsia dan Kejadian Kejadian Kejadian Kejadian Seksio Sesarea Seksio Sesarea Seksio Sesarea Seksio Sesarea di Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januadi Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januadi Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januadi Ruang Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya Bulan Januariririri––––Desember 2011Desember 2011Desember 2011Desember 2011

NoNoNoNo Tingkat Preeklamsia dan Kejadian Seksio SesareaTingkat Preeklamsia dan Kejadian Seksio SesareaTingkat Preeklamsia dan Kejadian Seksio SesareaTingkat Preeklamsia dan Kejadian Seksio Sesarea FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase

1111 Tingkat PreeklamsiaTingkat PreeklamsiaTingkat PreeklamsiaTingkat Preeklamsia Preeklamsia Ringan 86 41,37 Preeklamsia Berat 127 58,63 2222 Kejadian Seksio SesareaKejadian Seksio SesareaKejadian Seksio SesareaKejadian Seksio Sesarea

Seksio Sesarea 64 30,05 Tidak Seksio Sesarea 149 69,95

Dari 213 ibu, sebagian besar 127 (58,63%) adalah preeklamsia berat, dan hampir setengah ibu preeklamsia yaitu 64 (30,05%) menjalani persalinan seksio sesarea.

Tabel 5. Hubungan Tingkat Preeklamsia dengan Kejadian Persalinan Seksio SesareaTabel 5. Hubungan Tingkat Preeklamsia dengan Kejadian Persalinan Seksio SesareaTabel 5. Hubungan Tingkat Preeklamsia dengan Kejadian Persalinan Seksio SesareaTabel 5. Hubungan Tingkat Preeklamsia dengan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea di Rudi Rudi Rudi Ruang VK Bersalin RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya (Januariang VK Bersalin RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya (Januariang VK Bersalin RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya (Januariang VK Bersalin RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya (Januari––––Desember 2011)Desember 2011)Desember 2011)Desember 2011)

Tingkat PreeklamsiaTingkat PreeklamsiaTingkat PreeklamsiaTingkat Preeklamsia PersalinanPersalinanPersalinanPersalinan Total (%)Total (%)Total (%)Total (%) SC (%)SC (%)SC (%)SC (%) Tidak SC (%)Tidak SC (%)Tidak SC (%)Tidak SC (%)

Preeklamsia Ringan 11 (12,79) 75 (81,27) 86 (100) Preeklamsia Berat 53 (41,73) 74 (58,27) 127 (100)

Jumlah 64 (30,05) 149 (69,95) 213 (100)

Ibu dengan preeklamsia ringan, yang dilakukan seksio sesarea hanya 12,79%, sedangkan ibu dengan preeklamsia berat yang dilakukan seksio sesarea lebih banyak yaitu 41,73. Hasil uji Chi square (koreksi kontinyuitas dari Yates) adalah χ2 hitung (19,08) > χ2 tabel (3,84), maka H0 ditolak (ada hubungan antara tingkat preeklamsia dengan kejadian persalinan seksio sesarea)

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

RSUD Dr. M. Soewandhie merupakan rumah sakit rujukan menengah setelah melalui puskesmas. Kasus yang dirujuk adalah kasus yang termasuk gawat darurat salah satunya kasus preeklamsia berat sehingga hal ini mempengaruhi frekuensi tingkat preeklamsia. Sedangkan untuk preeklamsia ringan, ibu yang mengalami preeklamsia ringan tidak selalu potensial menjadi preeklamsia berat. Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan preeklamsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga banyak, tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun, dan resorbsi cairan dari daerah tersebut bertambah. Selain itu, juga mengurangi kebutuhan volume yang beredar. Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema berkurang. Pemberian fenolbarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah. Hal ini lah yang juga turut mempengaruhi frekuensi tingkat preeklamsia di Ruang Bersalin VK RSUD. Dr. M. Soewandhie Surabaya. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar ibu preeklamsia pada tingkat preeklamsia berat.

Bobak (2004) dan Saifuddin [Ed.] (2008) menyatakan bahwa usia berisiko preeklamsia adalah usia <20 tahun dan >35 tahun, karena tidak termasuk usia reproduksi sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar usia ibu berusia 20–35 tahun.

Saifuddin [Ed.] (2008) menyatakan bahwa primigravida dan primiparitas merupakan faktor risiko dari preeklamsia, namun ini tidak didapatkan dalam penelitian ini. Paritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya preeklamsia, dimana frekuensinya lebih tinggi pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida muda, dimana terjadi penurunan “Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA)” yang berperan dalam

Page 35: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 147

modulasi respon imun, sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) sehingga terjadi preeklamsia. Hal ini mungkin dikarenakan adanya faktor predisposisi lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia seperti: hiperplasentosis (misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar), riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsia, penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, dan atau obesitas (Saifuddin [Ed]. 2008). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar 120 (56,35%) adalah multipara yang mengalami preeklamsia.

Teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2001) dan Saifuddin [Ed.] (2008) mengenai penatalaksanaan preeklamsia yang salah satunya dengan jalan seksio sesarea terbukti dalam penelitian ini. Dari 213 ibu bersalin dengan preeklamsia hampir separuhnya (30,05%) mengalami persalinan seksio sesarea.

Tidak semua preeklamsia ditangani dengan persalinan seksio sesarea. Seksio sesarea dalam pengobatan preeklamsia adalah salah satu penanganan aktif untuk terminasi kehamilan selain dengan induksi persalinan dan memecahkan ketuban (Manuaba, 2001). Penanganan aktif berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa 127 ibu dengan preeklamsia berat, sebagian besar 74 (58,27%) tidak dilakukan persalinan seksio sesarea. Sedangkan pada 86 ibu dengan preeklamsia ringan, hampir seluruhnya 75 (81,27%) tidak dilakukan persalinan seksio sesarea.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Simpulan peneltian ini adalah: 1) Sebagian besar ibu bersalin dengan preeklamsia di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya mengalami preeklamsia berat. 2) Hampir setengahnya ibu bersalin dengan preeklamsia mengalami persalinan seksio sesarea. 3) Ada hubungan antara tingkat preeklamsia dengan kejadian persalinan seksio sesarea. Selanjutnya disarankan agar meningkatkan penatalaksanaan preeklamsia sehingga persalinan seksio sesarea merupakan tindakan terakhir pertolongan persalinan.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta.

Cunningham et al. 2005. Obstetri Williams ed 21. EGC: Jakarta Kementerian Kesehatan R. I,. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta:

Kementerian Kesehatan R. I Mamik. 2011. Metode Penelitian Kesehatan dan Kebidanan. Surabaya: Prins Media

Publishing. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC Manuaba, Ida Bagus Gde dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika Saifuddin, Abdul Bari dkk [Ed.]., 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawiraharjo ____, 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo ____, 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

YBP-SP Sofyan, Mustika., dkk [Ed.]. 2007. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan.

Jakarta: PP IBI

Page 36: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 148

HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN HUBUNGAN MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF DENGAN MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF DENGAN MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF DENGAN MOTIVASI DAN STATUS EKONOMI WANITA IVA POSITIF DENGAN TTTTIIIINDAK LANJUT PEMERIKSAAN IVA POSITIFNDAK LANJUT PEMERIKSAAN IVA POSITIFNDAK LANJUT PEMERIKSAAN IVA POSITIFNDAK LANJUT PEMERIKSAAN IVA POSITIF

Nurwening Tyas Wisnu*, Siti Widajati*Nurwening Tyas Wisnu*, Siti Widajati*Nurwening Tyas Wisnu*, Siti Widajati*Nurwening Tyas Wisnu*, Siti Widajati*, Aviga Galih Maharani, Aviga Galih Maharani, Aviga Galih Maharani, Aviga Galih Maharani********

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang wanita dan menjadi ancaman berbahaya bagi para wanita diseluruh dunia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan motivasi dan status ekonomi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional, dengan populasi seluruh wanita IVA positif diwilayah kerja Puskesmas Jogorogo sebesar 34 wanita. Sampel (208 wanita) diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas adalah motivasi dan status ekonomi wanita IVA positif, dan variabel terikat adalah tindak lanjut pemerisaan IVA positif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Analisis menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian menunjukkan pendidikan wanita IVA positif 53% pendidikan dasar, pekerjaan 47% tidak bekerja/IRT, Motivasi 50% positif dan 50% negatif, status ekonomi 59% dibawah UMR, 59% melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif. Wanita mempunyai motivasi positif 16, yang melakukan tindak lanjut 15 (94%). Wanita mempunyai motivasi negatif 16, yang tidak melakukan tindak lanjut pemeriksaan 12 (75%). Wanita IVA positif dengan status ekonomi dibawah UMR 19, yang tidak melakukan tindak lanjut pemeriksaan 11 (58%), sedangkan diatas UMR 13 yang tidak melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif 2 (15%). Setelah dianalisis dengan uji chi square didapatkan X2 hitung untuk motivasi dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif = 15,676 > X2 tabel 0,05 (1)=3,841, dan diketahui nilai probability (p) sebesar 0,000 (p < 0,05) maka H0 ditolak. Setelah dianalisis dengan uji chi square didapatkan X2 hitung untuk status ekonomi dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif = 5,783 > X2 tabel 0,05 (1)=3,841, dan diketahui nilai probability (p) sebesar 0,01 (p < 0,05) maka H0 ditolak.

Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan motivasi dan status ekonomi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif. Maka, tenaga kesehatan perlu memberikan penyuluhan untuk meningkatkan motivasi terhadap tindak lanjut pemeriksaan IVA positif dengan memanfaatkan Jamkesmas agar biaya tindak lanjut lebih ringan.

Kata kunci:Kata kunci:Kata kunci:Kata kunci: Motivasi, status ekonomi, tindak lanjut pemeriksaan IVA positif

*= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Prodi Kebidanan Magetan **= Alumnus Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Prodi Kebidanan

Magetan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang wanita dan menjadi ancaman berbahaya bagi para wanita diseluruh dunia (Novel, 2010: 68). Meskipun kanker serviks penyakit ganas yang dapat menyebabkan kematian, kesadaran untuk memeriksakan diri sangat rendah. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada pada stadium lanjut. Jika penyakit ditemukan pada stadium dini maka kemungkinan besar penyakit ini dapat disembuhkan (Novel, 2010: 119).

Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 ibu dengan IVA positif, pada tanggal 20 Maret 2012, 5 (50%) orang melakukan 1 kali krioterapi dan melakukan pemeriksaan rutin setiap 6 bulan, 3 (30%) orang tidak melakukan pemeriksaan karena malu dan dilarang oleh suaminya, 2 (20%) orang tidak melakukan pemeriksaan karena tidak ada biaya.

Setiap hari di Indonesia, diperkirakan ada 40 wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks (Handayani, 2009). Dinas Kesehatan Ngawi pada tahun

Page 37: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 149

2010 mencatat wanita yang melakukan pemeriksaan IVA sebanyak 8565 orang, 371 (4,3%) orang dinyatakan IVA positif. Hasil pemeriksaan IVA di Puskesmas Jogorogo pada tahun 2010-2011, dari 451 orang yang melakukan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA didapatkan 34 (7,5%) orang dinyatakan IVA positif.

Berdasarkan latar belakang, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis hubungan antara motivasi dan status ekonomi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan rancangan cross sectional. Lokasi penelitian adalah Wilayah Kerja Puskesmas Jogorogo. Sejumlah 34 wanita IVA positif, menjadi populasi penelitian. Besar sampel adalah 32 wanita yang diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi dan status ekonomi, sedangkan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif merupakan variabel terikat. Analisis data menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan 0,05.

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

1.1.1.1. PendidikaPendidikaPendidikaPendidikan dan pekerjaann dan pekerjaann dan pekerjaann dan pekerjaan Pendidikan wanita IVA positif adalah sebanyak 3 wanita (10%) tidak sekolah, 17 (53%) Pendidikan Dasar, 11 wanita (34%) Pendidikan Menengah, 1 wanita (3%) PT. Pekerjaan wanita IVA positif adalah sebanyak 15 wanita (47%) tidak bekerja/IRT, 9 wanita (28%) bekerja sebagai petani, 4 wanita (13%) bekerja sebagai buruh, 3 wanita (9%) bekerja wiraswasta, 1 wanita (3%) bekerja sebagai PNS

2.2.2.2. MotivasiMotivasiMotivasiMotivasi Motivasi wanita IVA positif adalah motivasi positif 16 (50%), dan negatif 16 (50%)

3.3.3.3. Status EkonomiStatus EkonomiStatus EkonomiStatus Ekonomi Status ekonomi wanita IVA positif adalah <UMR 19 (59%), ≥UMR 13 (41%)

4.4.4.4. Tindak Lanjut Pemeriksaan IVA positifTindak Lanjut Pemeriksaan IVA positifTindak Lanjut Pemeriksaan IVA positifTindak Lanjut Pemeriksaan IVA positif Tindak lanjut pemeriksaan IVA positif adalah sebanyak 13 (41%) tidak melakukan tindak lanjut dan 19 (59%) melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif.

5.5.5.5. Hubungan motivasi dengan Tindak lanjut pemeriksaaHubungan motivasi dengan Tindak lanjut pemeriksaaHubungan motivasi dengan Tindak lanjut pemeriksaaHubungan motivasi dengan Tindak lanjut pemeriksaan IVA positifn IVA positifn IVA positifn IVA positif Wanita dengan motivasi positif sebanyak 16 wanita dan yang melakukan tindak lanjut sebanyak 15 wanita (94%). Wanita dengan motivasi negatif sebanyak 16 wanita dan yang melakukan tindak lanjut sebanyak 4 wanita (25%). Uji Chi square menghasilkan nilai X2 hitung=15,676 > X2 tabel 0,05 (1)=3,841, maka H0 ditolak, artinya ada hubungan antara motivasi dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif di Wilayah Kerja Puskesmas Jogorogo Kabupaten Ngawi.

6.6.6.6. Hubungan status ekonomi dengan Tindak lanjut pemeriHubungan status ekonomi dengan Tindak lanjut pemeriHubungan status ekonomi dengan Tindak lanjut pemeriHubungan status ekonomi dengan Tindak lanjut pemeriksaan IVA positifksaan IVA positifksaan IVA positifksaan IVA positif Wanita dengan status ekonomi <UMR sebanyak 19 wanita dan yang melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif sebanyak 8 wanita (42%), sedangkan wanita dengan status ekonomi mencapai UMR sebanyak 13 wanita dan yang melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif sebanyak 11 wanita (85%). Uji Chi square menghasilkan nilai X2 hitung=5,783 > X2 tabel 0,05 (1)=3,841, H0 ditolak, artinya ada hubungan antara status ekonomi dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif di Wilayah Kerja Puskesmas Jogorogo Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi.

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

1.1.1.1. Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan dan pekerjaandan pekerjaandan pekerjaandan pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan wanita IVA positif yang diteliti 53% pendidikan dasar. Sebagian besar wanita IVA positif tidak bekerja/IRT, dan

Page 38: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 150

beranggapan bahwa kodrat wanita adalah di rumah dan tidak perlu berpendidikan tinggi. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan atau tingkat pendidikan, sikap, kepercayaan, dan tradisi masyarakat. Salah satu usaha penting untuk merubah perilaku kesehatan adalah melakukan pendidikan kesehatan atau penyuluhan. Sejauh mana kegiatan tersebut bisa merubah perilaku masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh faktor–faktor lain misalnya tingkat pendidikan masyarakat, ketersediaan fasilitas kesehatan dan perilaku petugas. Selanjutnya diharapkan penerimaan pendidikan kesehatan tadi menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku kesehatan sesuai pengetahuan yang dimilikinya (Nugroho, 2008). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal (Friedman, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan wanita IVA positif yang diteliti 47% adalah tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Hal ini sesuai dengan data wawancara sebanyak 7 wanita yang tidak bekerja/IRT penghasilan keluarganya diatas UMR sehingga dilarang suaminya untuk bekerja karena status ekonomi keluarganya sudah mapan, 8 wanita IVA positif tidak diiperbolehkan suaminya bekerja karena suami berfikir bahwa kewajiban wanita adalah dirumah untuk merawat suami dan anak-anaknya. Hal ini mungkin berpengaruh pada kesempatan wanita untuk melakukan pemeriksaan kesehatannya. Meskipun suami bekerja, tidak ada salahnya istri bekerja, namun tetaplah dalam kodratnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik. Menjadi seorang istri yang baik untuk suaminya, dan menjadi ibu yang selalu ada untuk anak-anaknya (Agus, 2012). Penelitian juga menunjukkan pekerjaan wanita IVA positif 28% adalah petani. Bedasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti didaerah jogorogo adalah daerah agraris sehingga sesuai untuk bercocok tanam. Hal ini sesuai dengan pernyataan pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan (Friedman, 2004).

2.2.2.2. Motivasi Wanita IVA positifMotivasi Wanita IVA positifMotivasi Wanita IVA positifMotivasi Wanita IVA positif Hasil penelitian didapatkan 50% wanita IVA positif mempunyai motivasi negatif dan 50% mempunya motivasi positif. Suatu kegiatan atau perbuatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat negatif, akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apabila motivasinya besar atau positif, maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah, dan penuh semangat, sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar (Sukamdinata, 2007:62).

3.3.3.3. Status Ekonomi Wanita IVA positifStatus Ekonomi Wanita IVA positifStatus Ekonomi Wanita IVA positifStatus Ekonomi Wanita IVA positif Hasil penelitian didapatkan 59% berpenghasilan dibawah UMR, 41% berpenghasilan diatas UMR. Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang (Suparyanto: 2010). Menurut WHO, kesehatan mencakup 3 aspek, yakni: kesehatan jasmani, kesehatan rohani, dan kesehatan sosial. Konsep sehat ini tidak jauh dengan konsep sehat yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut Depkes RI (2009) Hasil IVA positif menunjukkan adanya lesi pra kanker, apabila tidak diobati atau tidak ditindak lanjuti kemungkinan akan menjadi kanker dalam waktu 3-17 tahun yang akan datang. Disarankan untuk pemerintah khususnya dinas kesehatan untuk lebih

Page 39: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 151

memperhatikan kesehatan wanita IVA positif untuk mendapatkan perhatian yang lebih supaya mendapatkan kemudahan ataupun menggratiskan biaya untuk melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif ataupun untuk pemeriksaan IVA

4.4.4.4. Tindak lanjut pemeriksaan IVA positifTindak lanjut pemeriksaan IVA positifTindak lanjut pemeriksaan IVA positifTindak lanjut pemeriksaan IVA positif Hasil penelitian didapatkan 59% melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif. Kriteria pemeriksaan IVA atau hasil pemeriksaan IVA, dikelompokkan sebagai berikut, yaitu: Normal, Radang/Atipik/Servisitis, IVA positif/ditemukan bercak putih, Kanker Serviks (Samadi, 2010: 39). Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah IVA negatif: Serviks normal; IVA radang: Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks); IVA positif: ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ); IVA Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (Khusen, 2011). Menurut dr. Budi Prasetyo, SpOG untuk tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah Bila hasil IVA positif dilakukan kolposkopi (melihat leher rahim), dari hasil kolposkopi ditemukan lesi negatif atau lesi positif. Bila lesi negatif dilanjutkan untuk pemeriksaan rutin (pap smear) dan apabila lesi positif dilanjutkan untuk pemeriksaan biopsi. Selanjutnya bisa diterapi dengan krioterapi

5.5.5.5. HubuHubuHubuHubungan antara mngan antara mngan antara mngan antara motivasi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA otivasi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA otivasi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA otivasi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positifpositifpositifpositif Hasil penelitian didapatkan wanita yang mempunyai motivasi positif sebanyak 16 wanita dan yang melakukan tindak lanjut sebanyak 15 wanita (94%). Hal ini sesuai dengan pernyataan apabila motivasinya besar atau positif, maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah, dan penuh semangat, sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar (Sukamdinata, 2007:62). Motivasi seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya pertama fisik dan proses mental. Fisik yang sehat membuat motivasi seseorang meningkat dalam melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif. Kedua adalah intrinsik seseorang. Ibu yang mau melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif karena keinginan sendiri menunjukkan bahwa ibu tersebut memiliki motivasi yang tinggi. Ketiga adalah fasilitas (sarana & prasarana). Dalam penelitian ini sarana dan prasarana kurang terjangkau dan tidak semua dapat mencapai fasilitas dengan mudah. Hal ini sesuai dengan teori yang terdapat dalam Widiyatun (1999), bahwa motivasi dipengaruhi oleh faktor fisik dan proses mental, faktor intrinsik seseorang, fasilitas (sarana dan prasarana). Hasil penelitian juga menunjukkan wanita yang mempunyai motivasi negatif sebanyak 16 wanita dan yang tidak melakukan tindak lanjut sebanyak 12 wanita (75%). Hal ini sesuai dengan pernyataan suatu kegiatan atau perbuatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat negatif, akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan besar tidak akan membawa hasil (Sukamdinata, 2007:62). Hasil wawancara wanita IVA positif tersebut tidak melakukan tindak lanjut dikarenakan masih kurangnya dukungan dari suami dan keluarganya, dan masih kurangnya kesadaran dirinya untuk memeriksakan diri. Menurut Janah (2009) motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain : Faktor Ekstern yaitu lingkungan kerja, pemimpin dan kepemimpinannya, tuntutan perkembangan organisasi atau tugas, dorongan atau bimbingan atasan. Kedua adalah Faktor Intern yaitu pembawaan individu, tingkat pendidikan, pengalaman masa lampau, keinginan atau harapan masa depan. Diharapkan semua wanita IVA positif melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA

Page 40: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 152

positif hal ini sesuai dengan teori (Depkes RI, 2009) hasil IVA positif menunjukkan adanya lesi pra kanker, yang jika tidak diobati kemungkinan akan menjadi kanker dalam waktu 3-17 tahun yang akan datang. Peneliti berharap semua wanita IVA positif melakukan tindak lanjut pemeriksaan dan untuk petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan penyuluhan-penyuluhan dan motivasi kepada wanita IVA positif untuk memeriksakan dirinya agar dapat segera diatasi dan diobati

6.6.6.6. Hubungan antara sHubungan antara sHubungan antara sHubungan antara status ekonomi wantatus ekonomi wantatus ekonomi wantatus ekonomi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan ita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan ita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan ita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positifIVA positifIVA positifIVA positif Hasil penelitian didapatkan wanita IVA positif dengan status ekonomi dibawah UMR sebanyak 19 wanita dan yang tidak melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif sebanyak 11 wanita (58%). Menurut WHO, kesehatan mencakup 3 aspek, yakni: kesehatan jasmani, kesehatan rohani, dan kesehatan sosial. Konsep sehat ini tidak jauh dengan konsep sehat yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial serta di dalamnya kesehatan jiwa yang merupakan bagian integral kesehatan. Sehat memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Banyak sekali hal yang mempengaruhi kesehatan kita, yang mungkin kita tidak sadari bahwa hal-hal yang berada di sekitar kita adalah faktor-faktor utama yang mempengaruhi kesehatan. Banyak teori-teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, namun teori yang paling banyak digunakan adalah teori Blum. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan.Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, status ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan.Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat (Tsauri, 2011). Menurut Depkes RI (2009) Hasil IVA positif menunjukkan adanya lesi pra kanker, apabila tidak diobati atau tidak ditindak lanjuti kemungkinan akan menjadi kanker dalam waktu 3-17 tahun yang akan datang. Disarankan untuk pemerintah khususnya dinas kesehatan untuk lebih memperhatikan kesehatan wanita IVA positif untuk mendapatkan perhatian yang lebih supaya mendapatkan kemudahan ataupun menggratiskan biaya untuk melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif ataupun untuk pemeriksaan IVA.

KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka ditarik kesimpulan yaitu:

1. Pendidikan wanita IVA positif 53% adalah pendidikan dasar

2. Pekerjaan wanita IVA positif 47% adalah tidak bekerja/IRT

3. Motivasi wanita IVA positif diwilayah kerja puskesmas jogorogo adalah seimbang, 50% motivasi positif dan 50% motivasi negatif

4. Status ekonomi wanita IVA positif diwilayah kerja puskesmas jogorogo 59% berpendapatan dibawah UMR

Page 41: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 153

5. Tindak lanjut pemeriksaan IVA positif diwilayah kerja puskesmas jogorogo 59% melakukan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif

6. Ada hubungan antara motivasi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif

7. Ada hubungan antara status ekonomi wanita IVA positif dengan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif

Saran Saran Saran Saran

1. Diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan penyuluhan agar lebih meningkatkan motivasi terhadap tindak lanjut pemeriksaan dengan memanfaatkan JAMKESMAS untuk meringankan biaya tindak lanjut pemeriksaan

2. Diharapkan masyarakat semakin sadar pentingnya memeriksakan diri sedini mungkin untuk menjaga kesehatannya.

3. Diharapkan para peneliti menggunakan penelitian ini sebagai salah satu referensi penelitian pengetahuan mengenai IVA dan tindak lanjut pemeriksaan IVA positif.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Agus. 2012. Wanita Bekerja Mengapa Tidak http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/ 04/18/wanita-bekerja-mengapa-tidak/ (diakses tanggal 30-06-Juni 2012, 07.30WIB)

Friedman. 2004. Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat. http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2191506-tingkat-sosial-ekonomi-masyarakat-kelas/#ixzzlqw7dA8R5 (diakses 3 april 2012 pukul 08.00WIB)

Isdaryanto. 2011. Cara Mencegah Kanker Serviks. http://www.isdaryanto.com/cara-mencegah-kanker-serviks (diakses 23 Maret 2012, pukul 11.00 WIB)

Janah. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi. file:///G:/faktor-faktor-yang-mempengaruhi%20motivasi.html. (Diakses tanggal 25 Maret 2012 pukul 21.40 WIB)

Khusen, Daniel. 2011. Iva Tes langsung Deteksi Kanker Serviks. http://www.tanyadokteranda.com/kesehatan/2011/11/iva-tes-langsung-deteksi-kanker-serviks/ (diakses 29 Maret 2012, pukul 01.00 WIB )

Machfoedz, dkk. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, dan Arsad . 2008. Perilaku Kesehatan dan Proses Perubahannya.

http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/ perubahan-perilaku-dan-proses-perubahannya.pdf (diakses 30 juni 2012, pukul 00:39)

Prasetyo, Budi dkk. 2011. Modul peltihan untuk dokter dan bidan see and treat project regional jawa timur. Surabaya: FK UNAIR

R.I., Depkes. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker payudara. http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf (diakses 4 April 2012, pukul 23.00 WIB)

Rasjidi, Imam. 2010. 100 Question & Answer Kanker pada Wanita. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Samadi, HP. 2010. Yes, I Know Everything about Kanker Serviks. Jakarta: Tiga kelana. Soetjiningsih, 2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:

Rosdakarya. Tsauri, Hilwa. 2011. Determinan yang Mempengaruhi Status kesehatan.

http://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang-mempengaruhi-status-kesehatan-2/ (diakses 3juli2012, pukul 10.00 WIB)

Widayatun, Tri Rusmi. 1999. Ilmu Perilaku M.A. 104. Jakarta: Sagung Seto

Page 42: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 154

HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL PADA PESERTA KELAS IBU HAMIL (di (di (di (di Puskesmas Kwadungan, Kec. KwadunganPuskesmas Kwadungan, Kec. KwadunganPuskesmas Kwadungan, Kec. KwadunganPuskesmas Kwadungan, Kec. Kwadungan, Kab. Ngawi, Kab. Ngawi, Kab. Ngawi, Kab. Ngawi Tahun 2011)Tahun 2011)Tahun 2011)Tahun 2011)

Suharni*, Rudiati**, Tinuk Esti Handayani**Suharni*, Rudiati**, Tinuk Esti Handayani**Suharni*, Rudiati**, Tinuk Esti Handayani**Suharni*, Rudiati**, Tinuk Esti Handayani**

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Masalah masih rendahnya pemberian ASI secara eksklusif merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Guna menyiapkan pemberian ASI yang benar, dimulai sejak kehamilan yaitu melalui pembelajaran kelas ibu hamil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan, sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif pada peserta kelas ibu hamil.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Kwadungan, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi pada bulan September 2011 - Pebruari 2012, merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional, mengambil total populasi ibu yang pernah menjadi peserta kelas ibu hamil yang mempunyai bayi berusia lebih 6 bulan sebagai subyek sejumlah 30 orang. Variabel independen adalah pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen adalah lama pemberian ASI eksklusif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik Kendal Tau dengan derajat kemaknaan 0,05.

Hasil penelitian adalah: 76,67% ibu hamil berpengetahuan baik, 53,34% bersikap menerima, 43,33% bersikap sangat menerima. Lama pemberian ASI eksklusif sebagian besar (56,67%) selama 6 bulan. Hasil uji Kendal Tau menyimpulkan ada hubungan antara pengetahuan, sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif.

Kesimpulan penelitian semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik sikapnya, semakin lama dalam pemberian ASI eksklusif, sehingga ibu hamil disarankan agar mengikuti program kelas ibu hamil supaya pengetahuan dapat bertambah, dapat bersikap lebih baik sehingga setelah melahirkan mampu memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya.

Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunci: pengetahuan, sikap, ASI eksklusif, kelas ibu hamil

*= Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi **= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Prodi Kebidanan Magetan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Pemberian ASI pada bayi secara eksklusif masih minim, padahal ASI terbukti mampu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), AKB di Indonesia sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Target yang ingin dicapai sesuai tujuan MDGs pada tahun 2015 AKB turun menjadi 23 kematian/1000 kelahiran hidup (Wijaya, 2009). Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi (Susanto, 2009).

Riset Kesehatan Dasar tahun 2007-2010 menunjukkan penurunan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 2007: 28,6%, 2010: 15,3%. Untuk Jawa Timur, dari target 80% hanya mencapai 30,72%, Kabupaten Ngawi mencapai 20%, Puskesmas Kwadungan hanya 18%.

Dari studi pendahuluan di Puskesmas Kwadungan Kabupaten Ngawi, dari 10 ibu yang pernah menjadi peserta kelas ibu hamil, yang sekarang sudah mempunyai bayi berusia lebih 6 bulan, menunjukkan yang dapat menjelaskan dengan benar tentang ASI eksklusif sebanyak 8 orang (80%), yang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan sebanyak 2 orang (20%), yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 8 orang. Dari situ dapat diketahui bahwa dari sebagian ibu-ibu yang pernah mengikuti kelas ibu hamil

Page 43: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 155

memang pengetahuannya bertambah, tetapi ibu-ibu belum dapat memberikan ASI secara eksklusif oleh karena masih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

Masalah utama penyebab rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan dari ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta dari jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI). Masalah bertambah parah dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu untuk menyusui (pojok laktasi) di tempat kerja (Budihardja, 2011).

Rendahnya penggunaan ASI adalah ancaman bagi tumbuh kembang anak. Akibat dari pemberian ASI dan makanan yang salah, sekitar 6,7 juta balita atau 27,3 persen dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi dan sebanyak 1,5 juta di antaranya menderita gizi buruk (Rahmawati, 2005).

Selain itu dampak dari rendahnya pemberian ASI yang tidak eksklusif di antaranya: membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek dan panas, menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi, infeksi pernafasan dan infeksi saluran cerna, meningkatkan angka kesakitan pada bayi, lebih cepat terjangkiti penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes setelah dewasa, kemungkinan anak menderita kekurangan gizi dan obesitas juga lebih besar, kurang berkesempatan untuk mengembangkan kecerdasannya (Anurogo, 2009).

Guna menumbuhkan gerakan pemberian ASI kepada bayi secara Nasional, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pemberian ASI secara eksklusif, di antaranya kepada petugas kesehatan agar melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada setiap bayi baru lahir, membentuk kelas ibu hamil pada tiap-tiap desa, dan juga kelas ibu balita. Semuanya itu ditujukan untuk meningkatkan keberhasilan menyusui. Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi juga telah berupaya meningkatkan penggalakan ASI yaitu memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan tentang IMD, pelatihan kelas ibu hamil dan pelatihan konselor menyusui. Upaya yang dilakukan Puskesmas Kwadungan di antaranya penyuluhan tentang ASI eksklusif dalam kegiatan pertemuan kader di Puskesmas, posyandu, PKK, yasinan, dan kelas ibu hamil.

METODEMETODEMETODEMETODE PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan cross sectional, yang menganalisis hubungan antara faktor pengetahuan, sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif. Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kwadungan, Kabupaten Ngawi pada bulan September 2011 sampai dengan Pebruari 2012. Populasi penelitian adalah ibu yang pernah menjadi peserta kelas ibu hamil yang mempunyai bayi berusia >6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kwadungan Kec. Kwadungan, Kab. Ngawi sebanyak 30 orang. Semua anggota populasi diteliti.

Variabel independent adalah pengetahuan dan sikap. Variabel dependent adalah lama pemberian ASI ekslusif. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang dititipkan pada bidan desa pada waktu posyandu. Sehari sebelum pelaksanaan posyandu, responden dihubungi oleh pembina desa agar datang ke posyandu untuk pengambilan data penelitian. Dari 30 responden yang tersebar pada 5 posyandu semuanya bisa hadir. Sebelum kuesioner dibagikan,dijelaskan dulu tentang maksud dan tujuan kegiatan ini dan memohon kepada ibu agar bersedia menjadi responden, setelah ibu-ibu bersedia menjadi responden dibagikan lembar informed consent untuk ditanda tangani, kuesioner dibagikan, memberikan penjelasan tentang pengisian kuesioner, setelah kuesioner diisi langsung dikumpulkan, diperiksa kelengkapan pengisiannya, tidak ada yang tidak diisi, semua lengkap, setelah itu responden boleh pulang, dilanjutkan pengolahan data. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang diberikan kepada responden yang berisi daftar

Page 44: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 156

pertanyaan tertutup dan telah disediakan alternatif jawabannya. Soal pengetahuan terdiri dari 15 soal, pernyataan sikap terdiri dari 15 soal.

Data pengetahuan, sikap, dan lama pemberian ASI eksklusif dianalisis secara deskriptif berupa tabel distribusi frekuensi. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif menggunakan analisis statistik uji Kendal Tau dengan bantuan komputer dengan derajat kemaknaan p ≤ 0,05. Artinya jika nilai probabilitas yang diperoleh <0,05, Ho ditolak Ha diterima, maka disimpulkan ada hubungan yang bermakna diantara dua variabel

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Lama Pemberian ASI Eksklusif pada Tabel 1. Distribusi Lama Pemberian ASI Eksklusif pada Tabel 1. Distribusi Lama Pemberian ASI Eksklusif pada Tabel 1. Distribusi Lama Pemberian ASI Eksklusif pada Peserta Kelas Ibu HPeserta Kelas Ibu HPeserta Kelas Ibu HPeserta Kelas Ibu Hamil di Puskesmas Kwadungan, Ngawi Tahun 2011amil di Puskesmas Kwadungan, Ngawi Tahun 2011amil di Puskesmas Kwadungan, Ngawi Tahun 2011amil di Puskesmas Kwadungan, Ngawi Tahun 2011

NoNoNoNo Lama pemberian ASI ekslusifLama pemberian ASI ekslusifLama pemberian ASI ekslusifLama pemberian ASI ekslusif FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase 1 1 bulan 3 10,00

2 2 bulan 1 3,33

3 3 bulan 7 23,33

4 4 bulan 2 6,67 5 5 bulan 0 0,00

6 6 bulan 17 56,67

JumlahJumlahJumlahJumlah 30303030 100100100100

Tabel 2. Lama Pemberian ASITabel 2. Lama Pemberian ASITabel 2. Lama Pemberian ASITabel 2. Lama Pemberian ASI Eksklusif Menurut Pengetahuan Eksklusif Menurut Pengetahuan Eksklusif Menurut Pengetahuan Eksklusif Menurut Pengetahuan Peserta Kelas Ibu Hamil di Puskesmas Kwadungan Ngawi Tahun 2011Peserta Kelas Ibu Hamil di Puskesmas Kwadungan Ngawi Tahun 2011Peserta Kelas Ibu Hamil di Puskesmas Kwadungan Ngawi Tahun 2011Peserta Kelas Ibu Hamil di Puskesmas Kwadungan Ngawi Tahun 2011

PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan

Lama pemberian ASI eksklusifLama pemberian ASI eksklusifLama pemberian ASI eksklusifLama pemberian ASI eksklusif TotalTotalTotalTotal

1 bulan1 bulan1 bulan1 bulan 2 bulan2 bulan2 bulan2 bulan 3 bulan3 bulan3 bulan3 bulan 4 bulan4 bulan4 bulan4 bulan 5 bulan5 bulan5 bulan5 bulan 6 bulan6 bulan6 bulan6 bulan

ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% Kurang 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 100Cukup 1 16,67 1 16,67 1 16,67 1 16,67 0 0 2 33,33 6 100

Baik 1 4,35 0 0 6 26,08 1 4,35 0 0 15 65,22 23 100

JumlahJumlahJumlahJumlah 3333 10101010 1111 3,333,333,333,33 7777 23,3323,3323,3323,33 2222 6,676,676,676,67 0000 0000 17171717 56,6756,6756,6756,67 30303030 100100100100

Tabel Tabel Tabel Tabel 3. L3. L3. L3. Lama ama ama ama PPPPemberian ASI emberian ASI emberian ASI emberian ASI EEEEksklusif ksklusif ksklusif ksklusif Menurut Sikap Menurut Sikap Menurut Sikap Menurut Sikap PPPPeserta eserta eserta eserta KKKKelas elas elas elas IIIIbu bu bu bu HHHHamil di Pamil di Pamil di Pamil di Puskesmas Kwadungan Ngawi uskesmas Kwadungan Ngawi uskesmas Kwadungan Ngawi uskesmas Kwadungan Ngawi Tahun 2011Tahun 2011Tahun 2011Tahun 2011

SikapSikapSikapSikap Lama pemberian ASI eksklusifLama pemberian ASI eksklusifLama pemberian ASI eksklusifLama pemberian ASI eksklusif

TotalTotalTotalTotal 1 bulan1 bulan1 bulan1 bulan 2 bulan2 bulan2 bulan2 bulan 3 3 3 3 bbbbulanulanulanulan 4 bulan4 bulan4 bulan4 bulan 5 bulan5 bulan5 bulan5 bulan 6 bulan6 bulan6 bulan6 bulan ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%%

Sangat menolak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Menolak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Netral 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 100Menerima 1 6,25 1 6,25 6 37,5 1 6,25 0 0 7 43,75 16 100

Sangat menerima 1 7,69 0 0 1 7,69 1 7,69 0 0 10 76,92 13 100Jumlah 3 10 1 3,33 7 23,33 2 6,67 0 0 17 56,67 30 100

Umur peserta kelas ibu hamil adalah 20-35 tahun: 60%, <20 tahun: 20%, dan >35 tahun: 20%. Pendidikan peserta adalah 70% menengah, 23,33% tinggi, dan 6,66% dasar. Pekerjaan peserta adalah 76,67% tidak bekerja, dan 23,33% bekerja. Paritas peserta

Page 45: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 157

adalah 70% paritas 1, 30% paritas 2-4, dan 0% paritas >4. Pengetahuan peserta adalah 76,67% baik, 20% cukup, dan 3,33% kurang. Sikap peserta adalah 53,34% menerima, 43,33% sangat menerima, 3,33% netral, dan 0% menolak dan sangat menolak. Lama pemberian ASI eksklusif dari peserta kelas ibu hamil disajikan pada Tabel 1. Lama pemberian ASI menurut pengetahuan dan sikap, disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Dari analisa data menggunakan Uji Kendal Tau yang pertama didapatkan hasil p= 0,036. Karena 0,036.< 0,05 maka H0 ditolak, berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan lama pemberian ASI eksklusif. Dari analisa data menggunakan Uji Kendal Tau yang kedua didapatkan hasil p= 0,027. Karena 0,027 < 0,05 maka H0 ditolak, berarti ada hubungan antara sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif.

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Hampir seluruh peserta kelas ibu hamil berpengetahuan baik. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007:142), pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seeorang (overt behaviour). Dari penelitian yang dilakukan ternyata bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lestari dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Dalam menjalankan perannya, ibu hamil membutuhkan pengetahuan yang baik tentang kesehatan ibu dan anak, salah satunya melalui pendidikan ibu hamil. Hal ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggrita (2009) bahwa tidak ada hubungan antara faktor pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut Notoatmodjo, 2007:116, pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Menurut Depkes (2009), kelas ibu hamil adalah sarana untuk belajar tentang kesehatan bagi ibu hamil dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran. Kenyataannya, memang ibu yang pernah mengikuti kelas ibu hamil di Puskesmas Kwadungan, setelah dilakukan penelitian, didapatkan hampir seluruhnya memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif.

Sebagian besar sikap peserta kelas ibu hamil adalah menerima. Sikap merupakan respon yang bersifat tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Menurut Newcomb sikap adalah kesiapan untuk bertindak dari seseorang. Sikap bukan tindakan tetapi merupakan predisposisi suatu tindakan atau aktifitas. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorable) pada obyek tersebut (Berkowiz, 1972 dalam Azwar, 2003 : 5).

Menurut Notoatmodjo (2007:108), pendidikan adalah proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu , kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.

Sesuai dengan tujuan khusus kelas ibu hamil adalah meningkatkan pemahaman, sikap ibu hamil tentang perawatan bayi baru lahir, meningkatkan pemahaman, sikap dan

Page 46: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 158

perilaku ibu hamil tentang mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan ibu hamil dan anak. Materi yang disampaikan dalam kelas ibu hamil pada pertemuan kedua adalah tentang persalinan, yaitu : tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan, proses persalinan. juga tentang perawatan nifas, yaitu : apa yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui ASI eksklusif, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas, KB pasca persalinan. Setelah dilakukan penelitian memang ibu-ibu yang pernah mengikuti kelas ibu hamil di wilayah Puskesmas Kwadungan, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi ini hampir seluruhnya mempunyai sikap menerima/mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu dapat mengubah pengetahuan/pengertian, mengubah sikap/persepsi, menanamkan tingkah laku/kebiasaan baru (Notoatmodjo, 2007:127).

Sebagian besar peserta kelas ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Menurut Roesli (2000:3), pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan.

Pemberian ASI eksklusif merupakan suatu praktik atau tindakan. Menurut Notoatmojo (2007: 149) seseorang yang akan mengambil tindakan tertentu akan dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap obyek tersebut. Sikap belum dapat diwujudkan dalam suatu tindakan karena tergantung dari beberapa faktor pendukung antara lain fasilitas yang tersedia, dorongan dari lingkungan seperti keluarga, dan lain-lain.

Dengan keikutsertaan dalam kelas ibu hamil, setidaknya ibu dapat memperoleh pengetahuan yang banyak tentang kesehatan ibu dan anak mulai dari kehamilan, persalinan, masa nifas, perawatan bayi termasuk pemberian ASI secara eksklusif, sehingga akan menentukan sikap ibu dalam berperilaku memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Setelah dilakukan penelitian pada ibu-ibu yang pernah menjadi peserta kelas ibu hamil di wilayah Puskesmas Kwadungan didapatkan hasil sebagian besar memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, padahal pencapaian Puskesmas hanya sebagian kecil.

Pada penelitian ini telah dinyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan lama pemberian ASI ekslusif. Dengan mengikuti kelas ibu hamil berarti ibu-ibu mengikuti pendidikan kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2007:116), pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.

Menurut Depkes RI (2009), tujuan umum kelas ibu hamil adalah meningkatkan pengetahuan ibu-ibu tentang kesehatan ibu dan anak, dan salah satu tujuan khusus dari kelas ibu hamil adalah meningkatkan pemahaman, sikap dan prilaku ibu-ibu dalam perawatan bayi baru lahir yaitu dengan memberikan ASI secara eksklusif. Setelah dilakukan penelitian, hampir seluruh peserta kelas ibu hamil berpengetahuan baik dan dari yang berpengetahuan baik sebagian besar memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

Hasil uji menyatakan ada hubungan antara sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif. Kelas ibu hamil diharapkan dapat merubah sikap ibu kearah lebih baik. Ini

Page 47: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 159

sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu mengubah pengetahuan/pengertian, mengubah sikap/persepsi, menanamkan tingkah laku/kebiasaan baru (Notoatmodjo, 2007:127).

Menurut Notoatmodjo (2007:108), konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu , kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni obyek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) sehubungan dengan stimulus atau obyek tadi.

Dengan keikutsertaan dalam pendidikan kelas ibu hamil, ibu-ibu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak mulai dari kehamilan, persalinan, masa nifas, perawatan bayi (termasuk pemberian ASI secara eksklusif), mitos-mitos yang menyesatkan pada ibu hamil dan menyusui, penyakit menular, sehingga hal ini dapat menimbulkan respon berupa sikap kea arah lebih baik, sehingga melakukan tindakan pemberian ASI secara eksklusif. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil sebagian besar bersikap menerima dan hampir setengahnya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

KESIMPULAN DAN KESIMPULAN DAN KESIMPULAN DAN KESIMPULAN DAN SARANSARANSARANSARAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: hampir seluruh peserta kelas ibu hamil berpengetahuan baik tentang ASI eksklusif, sebagian besar peserta kelas ibu hamil bersikap menerima dan hampir setengahnya bersikap sangat menerima tentang ASI eksklusif, sebagian besar memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan, ada hubungan antara pengetahuan dengan lama pemebrian ASI eksklusif, dan ada hubungan antara sikap dengan lama pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar: 1) para ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil dan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Bagi yang sudah terlanjur, agar memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkan lagi, 2) bidan desa membentuk minimal 1 kelas ibu hamil agar ibu-ibu memperoleh pengetahuan tentang ASI eksklusif dan bersikap lebih baik, 3) petugas kesehatan meningkatkan penyuluhan mengenai pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja agar ibu-ibu menyusui lebih mengerti tentang manfaat pemberian ASI eksklusif sehingga dapat meningkatkan jumlah pemberian ASI eksklusif dari ibu menyusui kepada bayinya, 4) institusi pendidikan menambah referensi kajian tentang ASI eksklusif, kelas ibu hamil sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, 5) peneliti yang akan datang melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, perbedaan lama pemberian ASI eksklusif pada peserta kelas ibu hamill dan bukan peserta kelas ibu hamil, menambah jumlah responden, memperbaiki instrumen penelitian (validitas dan reliabitas).

DAFTDAFTDAFTDAFTAR PUSTAKAAR PUSTAKAAR PUSTAKAAR PUSTAKA

Anggrita, Kiki. 2009, Hubungan Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran, Medan.

Anonim, 2008, Sikap, http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/sikap (akses: 14-10-2011)

Page 48: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 160

Anurogo, Ito, 2009 , Rahasia Di Balik Keajaiban Asi.http://netsains.com/2009/07/rahasia-di-balik-keajaiban-asi/. (diakse 7-10-2011).

Arikunto, Suharsimi. 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

, Suharsimi. 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifah, 2010, http://blog.unnes.ac.id/moufie/2010/11/19/jenis-jenis-pekerjaan/19-11- 2010 Astutik, Yuni P, 2009, Kesehatan Reproduksi, http://bidpend.blogspot.com/2009/12/

kesehatan-reproduksi.html. Azwar, Saifuddin, 2003, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogjakarta: Pustaka

Pelajar. Budiharja, 2011, http://www.mymvindonesia.org/front/News/default.asp?mode=Detail&id

=124&pg=Jurnal&pgimg=jurnal/30/3/2011. Depkes RI, 2009, Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil, Jakarta. Irawan, 2011, http://pengobatan.com/kisah%20kisah/untuk apa_manusia_diberi umur,htm. Iwan, 2009, Tipe skala pengukuran sikap, http://mpkp2008.blogspot.com/2009/01/tipe-

skala-pengukuran-sikap.html (tanggal 14-10-2011) Kemdiknas, 2009, Pusat Statistik Pendidikan,http://www.psp.kemdiknas.go.id/?page=

sistem, Kamis, 13 Okt 2011, 09 : 46 RI Kemenkes , 2010, Mediakom Info Sehat Untuk Semua, Jakarta. RI Kemenkes, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, Jakarta. Manuaba, I.B.Gde, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan., Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Soekidjo .2005, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Soekidjo , 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:Rineka Cipta. Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Jakarta: Salemba Medika. Prabasari, Devi, 2008, Hubungan Tingkat Ekonomi Dengan Minat Ibu Dalam Pemberian

ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Desa Menang Wilayah Kerja Puskesmas Pagu Kabupaten Kediri. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Kebidanan Kediri Politeknik Kesehatan Malang, Kediri.

Rahmawati, 2005, Pemberian ASI ekslusif di Indonesia masih sangat memprihatinkan http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=3156/11/8/2005.

Roesli, Utami, 2000, Mengenal ASI eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya. Sofyan, M., N.A Madjid, dan R. Siahaan (ed). 2008. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI. Sudijono, Anas. 2006. Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penilaian, Bandung : CV. Alfabeta Sukmadinata, NS. 2010. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Suparyanto, 2010, http;//dr-suparyanto. blogspot.com/2010/10/konsep-paritas partus.html

07 Oktober 2010 Susanto, Cornelius Eko, 2009, http://bataviase.co.id/content/angka-kematian-bayidi-

indonesia-tinggi, 05 dec 2009 Wijaya,2009, http://www.infodokterku.com/index.php?option=comcontent&view. Wikipedia, 2011, http://id.wikipedia.org/wiki/Umur/ 30/5/2011. Wiknjosastro, Hanifa., 2008, Ilmu Kebidanan, Jakarta: PT Bina Pustaka Wilopo, S., 2008, Menyiapkan Anak Balita yang Sehat dan Berkualitas, Jakarta : BKKBN Propinsi Jawa Timur.

Page 49: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 161

PEMULIHAN KESUBURAN PEMULIHAN KESUBURAN PEMULIHAN KESUBURAN PEMULIHAN KESUBURAN PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI PASCA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL SUNTIK DAN PIL SUNTIK DAN PIL SUNTIK DAN PIL PADA PADA PADA PADA MULTIGRAVIDA MULTIGRAVIDA MULTIGRAVIDA MULTIGRAVIDA DDDDi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALANi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALANi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALANi WILAYAH PUSKESMAS BANGKALAN

RodiyatunRodiyatunRodiyatunRodiyatun****, Siti Anisak, Siti Anisak, Siti Anisak, Siti Anisak****

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Terdapat dua kontrasepsi yang paling umum digunakan oleh masyarakat Bangkalan yaitu suntik dan pil. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik dan kontrasepsi pil pada multigravida di wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan. Populasi penelitian komparatif ini adalah semua ibu hamil dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik dan pil di wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan pada bulan Mei 2012 sebanyak 70 orang. Ada 2 sampel yaitu ibu dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik (30 orang) dan riwayat pemakaian kontrasepsi pil (30 orang). Data dikumpulkan melalui wawancara. Analisis menggunakan Uji Chi Square dengan tingkat kesalahan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan pemulihan tingkat kesuburan pada multipara dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik sebagian besar lambat (73,3%), dan riwayat pemakaian kontrasepsi pil sebagian besar cepat (80%). Hasil uji Chi Square adalah p=0,000 (< 0,05).

Disimpulkan bahwa ada perbedaan pemulihan tingkat kesuburan pada ibu hamil dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik dan pil, maka bidan harus melakukan penapisan secara tepat, sehingga setiap akseptor dapat menggunakan kontrasepsi sesuai dengan indikasi dan memperoleh pemulihan kesuburan dengan cepat jika diinginkan.

Kata kunciKata kunciKata kunciKata kunci : kesuburan, kontrasepsi

*= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Prodi Kebidanan Bangkalan

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Berbagai macam alat KB diperkenalkan kepada masyarakat dan masyarakat diberikan keleluasaan memilih alat kontrasepsi yang menjadi pilihan mereka. Beberapa macam alat kontrasepsi dalam program KB ini diantaranya adalah pil, suntik, implant, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan kondom. Sasaran penggunaan alat KB ini yaitu para pasangan muda dan ibu yang baru melahirkan (Anne, 2008). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Macro International 2007, pengguna kontrasepsi suntik menduduki posisi pertama dengan presentase 60,3%, kontrasepsi pil menduduki posisi kedua dengan presentase 25,1%. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan tahun 2011, pengguna kontrasepsi suntik menduduki posisi pertama yaitu 63,9%, kontrasepsi pil menduduki posisi kedua (24,3%).

Penggunaan alat konrasepsi tentu memiliki efek samping beragam. Pada kontrasepsi suntik, efek samping yang timbul misalnya kenaikan berat badan, perdarahan, dan amenore, sedangkan pada kontrasepsi pil efek samping yang timbul misalnya mual, pusing, dan amenore. Dinkes Kabupaten Bangkalan (2011) mencatat 85,4% akseptor kontrasepsi suntik mengalami amenorea, sedangkan pada akseptor kontrasepsi pil hanya 6,5%. Terdapat perbandingan persentase yang sangat jauh, sehingga menjadi masalah mengingat akseptor suntik dan akseptor pil menduduki posisi pertama dan kedua dari semua cakupan pemakaian kontrasepsi pada tahun 2011 (Din.Kes.Bangkalan, 2011).

Amenorea akibat efek samping kontrasepsi erat hubungannya dengan kesuburan wanita. Bila amenorea berkepanjangan maka proses ovulasi akan berhenti dalam waktu cukup panjang. Kondisi ini akan memberi efek terhadap pengaturan holmonal dan pengembalian tingkat keseburan. Pemulihan kesuburan pasca pemakaian alat kontrasepsi inilah yang tidak pernah disadari oleh wanita pemakai kontrasepsi hormonal seperti suntik dan pil, sebagian wanita kesuburannya dapat segera kembali, tetapi ada pula wanita yang lama untuk kembali memiliki anak setelah memakai alat kontrasepsi hormonal.

Page 50: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 162

Studi awal pada 15 multigravida dengan riwayat kontrasepsi suntik dan pil di wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan, 60% kembali hamil dalam waktu lebih dari 6 bulan dan 40% kembali hamil lebih dari 6 bulan. Faktor penentu kesuburan tentunya tidak hanya dari pemakaian kontrasepsi, terdapat beberapa faktor lain seperti faktor fisik yang berhubungan dengan kesehatan organ reproduksi, penyakit kronis, berat badan dan faktor psikis serta aktor hormonal yang menyebabkan siklus haid tidak teratur (Yuntaq, 2009).

Amenorea berkepanjangan yang berakibat pada jarak antara anak yang satu dengan yang lain jauh bahkan tidak dapat memiliki anak lagi pasca ikut kontrasepsi, tentu akan memberi efek kurang baik yang memicu akseptor pil dan akseptor suntik lainnya menjadi terpengaruh sehingga angka droup out meningkat, pada akhirnya akan memberi dampak buruk terhadap pencapaian target program KB yang dicanangkan oleh pemerintah.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan pemulihan tingkat kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik dan kontrasepsi pil pada multigravida di wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan.

METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN

Penelitian komparatif ini menganalisis perbedaan pemulihan tingkat kesuburan pada multigravida dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik dan kontrasepsi pil. Populasi penelitian adalah semua multigravida dengan riwayat pemakain kontrasepsi suntik dan pil di wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan sebanyak 70 orang (Register ibu Februari 2012), 37 orang dengan riwayat kontrasepsi suntik (X1), dan 33 orang dengan riwayat kontrasepsi pil (X2). Untuk mempermudah analisis, besar sampel dari setiap elemen adalah sama (X1=30 dan X2=30), yang diambil dengan teknik simple random sampling. Riwayat pemakaian kontrasepsi merupakan variabel bebas dan pemulihan kesuburan merupakan variabel terikat. Instrumenpengumpulan data menggunakan checklist dengan metode wawancara. Analisis data dengan uji Chi Square dengan tingkat kesalahan 0,05.

HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Suntik Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Suntik Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Suntik Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Suntik pada Primigravida pada Primigravida pada Primigravida pada Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012

Pemulihan KesuburanPemulihan KesuburanPemulihan KesuburanPemulihan Kesuburan FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase Lambat Cepat

22 8

73,3 26,7

TotalTotalTotalTotal 30303030 100,0100,0100,0100,0

Tabel Tabel Tabel Tabel 2222.... Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi Distribusi Frekuensi Pemulihan Kesuburan Pasca Pemakaian Kontrasepsi PilPilPilPil pada Primigravida pada Primigravida pada Primigravida pada Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, Mei 2012

Pemulihan KesuburanPemulihan KesuburanPemulihan KesuburanPemulihan Kesuburan FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase Lambat Cepat

6 24

20 80

TotalTotalTotalTotal 30303030 100100100100

Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa dari 30 orang multigravida dengan riwayat kontrasepsi suntik (X1), sebanyak 73,3% pemulihan kesuburan dalam katagori lambat yakni kehamilan terjadi dalam waktu lebih dari 6 bulan pasca pemakaian kontrasepsi, dan sebanyak 26,7% dengan katagori cepat yakni kehamilan terjadi dalam waktu kurang atau sama dari 6 bulan pasca pemakaian kontrasepsi. Pada multigravida dengan riwayat kontrasepsi pil (X2) sebanyak 20% pemulihan kesuburan dalam katagori lambat dan 80% dalam katagori cepat. Hasil ini menunjukkan bahwa pemulihan kesuburan pasca

Page 51: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 163

pemakaian kontrasepsi suntik (X1) sebagian besar (73,3%) lambat, sedangkan pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi pil (X2) sebagian besar (80%) cepat. Hasil analisis uji Chi Square didapat nilai p = 0,000 lebih kecil dari pada α = 0,05 (0,000 < 0.05). Dengan demikian H0 ditolak, berarti ada perbedaan pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik dan pil pada primipara di Puskesmas Bangkalan.

PEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASAN

1. Pemulihan Pemulihan Pemulihan Pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik Sebagian besar pemulihan tingkat kesuburan pada ibu hamil dengan riwayat

pemakaian kontrasepsi suntik adalah lambat (73,3%). Hal ini berkaitan dengan umur ibu dimana sebagian besar merupakan usia produktif yaitu 20-35 tahun. Pada rentang usia ini keadaan sistem hormonal masih seimbang, sehingga bila ada penekanan pada ovulasi dan terjadi amenorea akibat pemakaian kontrasepsi suntik, akan membutuhkan waktu agar keseimbangan sistem hormonal kembali seimbang. Dari 22 ibu hamil, ada 20 ibu yang pemulihan tingkat kesuburannya lambat karena ibu menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulanan (depo provera), 2 lainnya menggunakan kontrasepsi suntik 1 bulanan (cyclofem) dan pemakaian yang rata-rata lebih dari 1 tahun. Kedua kontrasepsi tersebut menekan ovulasi yang mengganggu keseimbangan sistem hormonal dan menyebabkan amenore berkepanjangan, sehingga tubuh membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kesuburan.

Saifuddin, et al (eds. 2006) menyatakan bahwa wanita pasca pemakaian kontrasepsi suntik kembalinya kesuburan akan terlambat. Terlambatnya kembali kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik ini bukan karena terjadinya kerusakan atau kelainan pada organ genetalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan) dan efek samping obat yaitu amenorea.

Pemulihan kesuburan pada ibu hamil dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik yang cepat adalah 26,7%. Hal ini dikarenakan 8 ibu hamil tersebut memilih jenis kontrasepsi yang pemakaiannya hanya sebulan sekali (cyclofem) dan waktu penggunaan kontrasepsi yang kurang dari 1 tahun. Kemungkinan gangguan terhadap siklus menstruasi yang menyebabkan amenorea sangat kecil, keseimbangan hormonalpun tidak membutuhkan waktu lama untuk kembali normal, sehingga siklus menstruasi dapat teratur setiap bulan dan pemulihan tingkat kesuburan dapat kembali dalam waktu 6 bulan atau kurang dari 6 bulan. Saifuddin, et al (eds. 2006) yang menyatakan bahwa keuntungan dari pemakaian kontrasepsi suntik kombinasi (cyclofem) yaitu haid yang menjadi teratur.

2. Pemulihan Pemulihan Pemulihan Pemulihan keskeskeskesuburan pasca pemakaian berdasarkan kontrasepsi uburan pasca pemakaian berdasarkan kontrasepsi uburan pasca pemakaian berdasarkan kontrasepsi uburan pasca pemakaian berdasarkan kontrasepsi pilpilpilpil Sebagian besar pemulihan tingkat kesuburan pada ibu hamil dengan riwayat

pemakaian kontrasepsi pil adalah cepat (80%). Faktor pendidikan sangat mempengaruhi wanita dalam memilih yang terbaik bagi

dirinya, dalam hal ini sebagian besar pendidikan ibu hamil adalah SMA, dan mereka lebih memilih kontrasepsi pil agar siklus menstruasi dapat teratur setiap bulan dan kesuburan dapat segera kembali pasca pemakaian kontrasepsi. Pemulihan kesuburan yang lebih cepat pasca pemakaian kontrasepsi pil karena pil tidak mengganggu keseimbangan sistem hormonal wanita. Menstruasi bisa teratur setiap bulan, kemungkinan amenorea berkepanjangan sangat kecil. Tanpa amenorea yang berkepanjangan, kesuburan wanita tidak akan terganggu, dan pemulihan tingkat kesuburan dapat segera kembali dalam waktu kurang dari 6 bulan. Saifuddin, et al (eds. 2006) menyatakan bahwa salah satu manfaat penggunaan kontrasepsi pil, siklus haid menjadi teratur karena cara kerjanya hanya menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks dan mengganggu pergerakan tuba, sehingga wanita yang menggunakan kontrasepsi pil kesuburannya dapat segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan.

Page 52: Majalah Riset Maternal

Volume II Nomor 3, Agustus 2012 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 164

Pemulihan kesuburan pada ibu hamil dengan riwayat pemakaian kontrasepsi pil yang lambat adalah 20%. Hal ini disebabkan lama pemakaian kontrasepsi di mana ibu hamil tersebut menggunakan kontrasepsi pil dalam waktu lama (>5 tahun), faktor lain yaitu 1 dari 5 ibu hamil berpenyakit kronis dan gangguan pada sistem hormonal, maka keseimbangan sistem hormonal terganggu, sehingga siklus menstruasi tidak teratur, dan menyebabkan pemulihan tingkat kesuburan ibu kembali dalam waktu lebih dari 6 bulan. Saifuddin, et al (eds. 2006) yang menyatakan bahwa sistem hormonal dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyakit yang diderita ibu dan faktor kelainan organ reproduksi.

3. Perbedaan Perbedaan Perbedaan Perbedaan Pemulihan Kesuburan Pemulihan Kesuburan Pemulihan Kesuburan Pemulihan Kesuburan Pasca Pasca Pasca Pasca Pemakaian Kontrasepsi Suntik Dan PilPemakaian Kontrasepsi Suntik Dan PilPemakaian Kontrasepsi Suntik Dan PilPemakaian Kontrasepsi Suntik Dan Pil Uji hipotesis membuktikan perbedaan pemulihan tingkat kesuburan pada ibu hamil

dengan riwayat pemakaian kontrasepsi suntik dan pil di Puskesmas Kota Bangkalan. Saifuddin, et al (2006) berpendapat setiap kontrasepsi memiliki kelebihan dan

kelemahan, tergantung jenis, cara kerja, dan efek samping. Pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi pil pada dasarnya lebih cepat daripada suntik. Pada dasarnya pemulihan tingkat kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi berbeda-beda, tergantung dari banyak faktor, misalnya jenis kontrasepsi yang dipilih, adanya penyakit kronis atau gangguan pada sistem hormonal dan organ reproduksi wanita.

Pemulihan kesuburan dengan kontrasepsi pil lebih cepat daripada kontrasepsi suntik, karena kontrasepsi pil tidak mempengaruhi siklus menstruasi, sehingga amenorea tidak terjadi dan kehamilan dapat segera terjadi pasca penggunaan kontrasepsi pil. Meskipun demikian, pemakaian kontrasepsi suntik menduduki posisi pertama di Kabupaten Bangkalan karena memiliki kelebihan yang diinginkan akseptor KB, misalnya praktis dan ekonomis. Setiap wanita memiliki keseimbangan sistem hormonal yang berbeda, tidak hanya karena lama pemakaian kontrasepsi tetapi juga banyak faktor lain yang mempengaruhi. Harapan utamanya adalah angka drop out tidak meningkat hanya karena ketidak pahaman akseptor KB tentang kontrasepsi yang dipilihnya.

KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan: (1) pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik sebagian besar (73,3%) dalam kategori lambat, (2) pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi pil sebagian besar (80%) dalam katagori cepat, (3) ada perbedaan pemulihan kesuburan pasca pemakaian kontrasepsi suntik dan pil pada ibu multipara di wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan.

Seorang bidan hendaknya melakukan penapisan secara tepat pada setiap calon akseptor, sehingga setiap akseptor dapat menggunakan kontrasepsi sesuai dengan indikasinya dan memperoleh pemulihan kesuburan dengan cepat manakala diinginkan. Penjelasan secara detail mengenai jenis kontrasepsi pada setiap akseptor akseptor baru sangat penting, untuk menekan angka drop out akibat kurangnya informasi.

DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

Andrews, G, (2010), Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta, EGC. Arum, D, (2009), Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini, Yogyakarta: Mitra Cendikia. Gebbie, A, (2006), Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta, EGC. Handayani, S, (2010), Buku Ajar Pelayanan KB, Yogyakarta, Pustaka Rihama. Kusumaningrum, (2009), Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi,

Jurnal Penelitian FK Universitas Diponegoro, 15 Agustus 2009, Semarang. Saifuddin, A, (2008), Ilmu Kebidanan, Jakarta, YBP-SP. , (2006), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Edisi 2, Jakarta,

YB1), Pelayanan Keluarga Berencana, Jakarta, Salemba Medika.