Majalah Psychophrenia Edisi 3
-
Upload
psychophrenia-online -
Category
Documents
-
view
242 -
download
11
description
Transcript of Majalah Psychophrenia Edisi 3
Pelindung: Tuhan Yang Maha EsaPenasehat: DR. Aloysius Lukas Soenarjo Soesilo, MA.
Pemimpin Umum: Evan AdianantaSekretaris Umum: Astri Sari Rahmawati
Bendahara Umum: LusianaPemimpin Redaksi: William SusantoRedaktur Pelaksana: Liany D. Suwito
Editor: Evan AdianantaReporter: Monyca Mulyani Dewi, Defry Maria M. Nuban, Grace
ParamythiaFotografer: Aditya, Agustyana M. Panie, Bayu Yogi Styaji,
Christina W.Divisi Bisnis: Wisnu Anendya Sekti
Positive Psychology...
Mungkin istilah ini masih terkesan asing bagi sebagian besar orang. Padahal,
kalau dibilang asing, Positive Psychology sudah menjadi sesuatu yang umum di
kehidupan sehari-hari. Cuma istilahnya saja yang mungkin masih terkesan seperti
bahasa antah berantah.
Contohnya, sekarang ini sudah banyak sekali terdapat buku yang membahas
soal kebahagiaan, motivasi, self-esteem, dan lain-lain. Mulai dari Si Cacing dan
Kotoran Kesayangannya sampai Eat Love and Pray. Motivator-motivator kondang,
salah satunya Mario Teguh, juga acap kali mengangkat soal Positive Psychology ini
dalam acara mereka. Happiness, well-being, self-esteem, motivation, love,
character strength, wisdom, dan masih banyak lagi.
Intinya, Positive Psychology adalah psikologi yang membahas mengenai
kualitas positif dalam diri manusia dan percaya bahwa manusia itu pada dasarnya
memiliki potensi baiknya tersendiri.
Everybody is good. Positive Psychology membantu kita untuk menyadari hal
tersebut dan mencapai kebahagiaan sebenarnya. Love your life, life your love.
Be positive, psychology!
William Susanto,
Pemimpin Redaksi
Salam Redaksi
Terima kasih sebesar-besarnya pada Departemen Inforkom LKF Psikologi (Elia Okki Trisnawati), Voltaire Talo, Ayu Saraswati, Ernest Fergill, Great Erick Kaumbur, Christania Suwuh, Lussua Hanyi, Chrisandy S. R. Tarigan, Desi M. D. Sitompul, Irene Rompis, LPM Scientiarum yang meminjamkan kantornya untuk lembur, dan donatur dari teman-teman Locomotife Malang, serta seluruh pihak yang berpartisipasi dalam penerbitan Psychophrenia Edisi 3 tahun 2012 yang tidak bisa disebutkan semuanya.
U n t u k k r i t i k d a n s a r a n b i s a d i k i r m k a n v i a e m a i l ; [email protected] (redaksi).
1 PSYCHOPHRENIA III
DAFTAR ISI
Salam Redaksi
Daftar Isi
OpiniPsikologi Positif, Sebagai Mazhab Baru Psikologi .......3Biografi Singkat
Martin Seligman ...........................................................5
Artikel
Nilai Psikologi Positif Bagi Kesehatan Psikologi ..................7
Filsafat: Hedonisme itu Gila ......................................10
Resensi Film
In a Better World ...........................................................12
Galeri Foto
Resensi Buku
Menjadi Manusia, Belajar dari Aristoteles .................24
Humor
Minta Dibaca ..........................................................28
Tips
Menjadi Pribadi yang Lebih Positif ...........................32
Cegah Galau Ujian Dengan Psikologi Positif .................34
Sastra Puisi
Langkah yang Berarti ...............................................36
Lukaku (harapan semu) ...............................................37
Jika Hidup Minta Mati ...............................................38
Liputan Kegiatan
Lomba Paskah UKSW 2012...............................................39
Pengumuman Kegiatan
2 PSYCHOPHRENIA III
alah satu hal yang aku benci dari sebagian besar akademisi
psikologi mungkin juga terjadi pada akademisi lainnya adalah Spengklaiman mazhab atau aliran tertentulah yang paling benar.
Seperti yang beberapa kali aku dengar dan perhatikan dari akademisi
psikologi, mereka cenderung untuk mengindentifikasikan diri mereka sendiri
sebagai aliran tertentu, contoh, “aku aliran psikoloanalisa, aku tidak cocok
dengan aliran behaviorisme atau humanistik.”
Itu tadi hanya beberapa mazhab dari psikologi yang sekarang entah
ada berapa? Selain tiga mazhab di atas, aku hanya tahu beberapa mazhab
saja, seperti Neuropsikologi, Psikologi Sosial, Psikologi Pendidikan, Psikologi
Kognitif, dan, ah, entah ada berapa lagi? Sekarang ada lagi mazhab yang baru,
yaitu Positive Psychology atau Psikologi Positif. Mazhab ini baru didirikan
tahun 1998, oleh Dr. Martin E. P. Seligman, Ph.D., yang waktu itu terpilih
sebagai presiden APA (American Psychological Association).
“Psikologi harus memperhatikan kekuatan manusia, sama seperti
memperhatikan kelemahannya. Psikologi harus memperhatikan
pembangunan kekuatan seperti memperhatikan perbaikan kerusakan.
Psikologi harus tertarik harus tertarik terhadap hal-hal terbaik dalam hidup,
dan harus berusaha membuat kehidupan orang normal menjadi lebih utuh,”
kata Seligman.
Memang Psikologi Positif ini muncul karena adanya kritik terhadap
mazhab-mazhab sebelumnya, yang dianggap selalu berorientasi pada
penyakit jiwa saja. Selama kurang lebih 60 tahun dianggap ilmu pengetahuan,
psikologi sudah bisa mengidentifikasi berbagai macam penyakit, dan
beberapa diantara sudah bisa ditangani, bahkan disembuhkan. Itu sudah
cukup bagus dan akan kurang bagus nantinya.
Kenapa akan kurang bagus nantinya? Karena benar apa kata
Seligman, bahwa salah satu misi psikologi adalah memperbaiki kehidupan
manusia, termasuk manusia yang relatif normal menjadi lebih bahagia. Jadi,
psikologi bukan melulu soal penyakit dan cara penyembuhannya. Muncullah
kesadaran baru akan sebuah keilmuan.
– –
Psikologi Positif sebagai Mazhab Baru Psikologi
Oleh: Evan Adiananta
Opini
3 PSYCHOPHRENIA III
Menurutku bagus ketika Seligman berani mengkritisi “kebudayaan” ilmu
psikologi. Karena dengan cara kekritisan itu, maka siklus ilmu pengetahuan akan
terus berjalan. Bayangkan saja bila tidak ada yang berani mengkritisi ilmu
pengetahuan yang telah ada, mungkin tidak akan muncul sesuatu yang baru
mungkin kita akan hidup seperti di jaman batu sampai sekarang.
Tapi dengan pengkritisan yang kemudian memunculkan suatu ilmu baru,
patut disadari dan berhati-hati terhadap pengklaiman langsung benar-salah; baik-
jelek; dan relevan-usangnya sebuah ilmu pengetahuan.
Sayangnya, kebiasaan sebagian akademisi akan menganggap, bahwa ketika
didirikan sebuah mazhab baru, maka pendirian itu adalah bentuk “pengeliminasian”
atau bertujuan untuk menyingkirkan mazhab lainnya yang dianggap sudah tidak
relevan dengan perkembangan jaman setidaknya, ini adalah hasil dari
pengamatanku di lingkungan akademisi.
Bukankah yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru telah datang?
Maka, kita bisa dan boleh “menghakimi” teori lama sebagai teori usang, teori yang
sudah tidak berguna, dan boleh masuk keranjang teori sampah, begitukah?
Aku tidak setuju. Tidak selamanya yang lama itu salah, jelek, ataupun usang.
Bisa jadi itu masih ada benarnya, masih ada baiknya untuk dipelajari, dan masih bisa
relevan dengan keadaan sekarang.
Dan pembuangan teori tidak bisa dilakukan dengan begitu mudahnya.
Apakah hanya dengan penemuan atau pendirian mazhab baru, maka semua teori
dalam mazhab lama pantas dibuang semuanya? Hah, bukankah itu bodoh dan tidak
kritis? Kalau seorang akademisi itu pintar dan kritis, maka tidak pantas ada sebuah
istilah “aku aliran ini, dan aliran inilah yang paling relevan digunakan”.
Mengapa aku katakan tidak pantas? Karena upaya penyebutan dan
pengklaiman macam ini, sama saja pengerdilan akan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Bagaimana bukan sebuah pengerdilan, kalau belajar saja sudah dibuat batasannya
sendiri? Dengan berkata bahwa, “aku dari aliran tertentu,” maka akan timbul sebuah
ketertutupan akan aliran lain yang berarti penutupan diri akan ilmu pengetahuan
yang luas.
Kalau sudah begitu, di mana sikap keterbukaan sebagai bentuk kekritisan
para intelektual terhadap ilmu pengetahuan?
“Bahkan jika Anda berada di jalur yang benar, Anda akan terlindas jika Anda hanya duduk di sana.”–Will Rogers—
4 PSYCHOPHRENIA III
Biografi Singkat----------------Martin E. P. Seligman---------------
------------------------------------------------------------------------Oleh: William Susanto
Siapa yang tidak mengetahui pendiri mazhab (aliran) Psikologi Positif di tahun
1998 ini? Adalah Martin E. P. Seligman. Ya, nama itu tentunya tidak asing lagi
bagi sebagian orang yang berkecimpung di bidang psikologi. Namun, mungkin
sebagian orang itu juga tidak banyak yang tahu mengenai kehidupan pribadi
Seligman, prestasinya, hingga bagaimana Seligman mendirikan Psikologi
Positif.
Maka dari itu, ada baiknya kita mengulas lebih dalam profil diri dari
Martin Seligman. Apalagi, tema besar Psikologi Positif tentunya tidak akan
terasa lengkap tanpa mengangkat profil pendirinya.
Seligman lahir pada tanggal 12 Agustus 1942 di Albany, New York.
Setelah lulus dari SMA, Seligman melanjutkan pendidikannya di Princeton
University dan lulus di tahun 1964. Seligman lalu menikahi Mandy McCarthy
dan memiliki enam orang anak, yaitu Amanda, David, Lara, Nicole, Darryl, dan
Carly.
Seligman memperoleh gelar Ph.D di bidang psikologi dari University of
Pennsylvania di tahun 1967. Di universitas ini pula, Seligman melanjutkan
karirnya sebagai profesor psikologi. Tahun 1980, Seligman menjabat sebagai
Director of the Clinical Training Program of the Psychology Department di
University of Pennsylvania dan bertahan di posisi itu selama 14 tahun. Seligman
juga memperoleh penghargaan sebagai “Distinguished Practitioner” dari
National Academies of Practice dan penghargaan sebagai “Distinguished
Contributions to Science and Practice” dari Pennsylvania Psychological
Association's atas risetnya mengenai depresi dan learned helplessness. Tahun
1991, Seligman memperoleh Merit Award dari National Institute of Mental
Health atas risetnya tentang depresi.
Memang tidak banyak yang mengetahui bahwa Seligman memulai
risetnya dengan berangkat dari teori mengenai learned helplessness, depresi,
dan pesimisme―sesuatu yang bertentangan dengan psikologi positif yang
5 PSYCHOPHRENIA III
diwarnai optimisme. Namun dari sini, Seligman menemukan pemikiran baru
mengenai optimisme, yang nantinya akan menjadi landasan dari Psikologi
Positif itu sendiri.
Keputusan Seligman untuk mendalami optimisme tidak terlepas dari
peranan Nicole, putrinya. Nicole memberi contoh pada Seligman bahwa jika
dirinya bisa berhenti merengek, mengapa Seligman tidak bisa berhenti
menjadi penggerutu? Komentar Nicole tersebutlah yang mendorong
Seligman mendalami optimisme, alih-alih pesimisme. Seligman ingin agar
psikologi mulai terbuka pada hal-hal positif di luar kelemahan dan penyakit,
antara lain dengan mempelajari character strength (kekuatan karakter) dan
virtue (kebaikan) yang ada pada diri tiap orang, optimisme, dan kebahagiaan.
Pada tahun 1998, Seligman akhirnya terpilih menjadi presiden
American Psychological Association (APA). Selain sebagai psikolog dan
presiden APA, Seligman juga menjadi pembicara di media populer dan penulis
buku.
Seligman memiliki misi mempromosikan bidang psikologi positif yang
meliputi emosi positif, karakter positif, dan institusi positif. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Seligman sendiri, psikologi seharusnya peduli pada hal-hal
yang terkait dengan pembangunan kekuatan, selain bagaimana mengatasi
kerusakan yang terjadi.
http://chrisjohnsavage.com/wp-content/uploads/2012/01/Seligman-1024x1024.jpg
6 PSYCHOPHRENIA III
Pertumbuhan gerakan “Psikologi Positif" menunjukkan peningkatan
penemuan ilmiah yang menekankan hubungan fenomena positif bagi mental
dan kesehatan fisik serta potensi yang sesuai untuk menunjukkan perasaan
positif, pikiran, dan pengalaman sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan.
Penelitian tentang psikologi positif secara umum berfokus pada fungsi
positif manusia (yaitu bagaimana manusia mampun menjalankan peran
hidupnya) , kesehatan psikologi, dan adaptasi terhadap penyakit atau situasi
buruk yang lain. Istilah psikologi positif diberikan untuk memperhatikan
meningkatan kejadian positif dan memperhatikan hal-hal seperti efek positif,
pemaknaan, harapan, optimisme dan spiritual, hubungan mental dengan
kesehatan fisik, dan kemampuan aplikasi untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kesehatan.
Antonovsky (19231994), bapak ilmu "salutogenik" (ilmu berkaitan
dengan hubungan antara kesehatan, stres, dan cara mengatasi stress)
menjelaskan tiga elemen hubungan perasaan dengan kesehatan yaitu
kemampuan untuk bisa mengerti, kemampuan untuk mengatur, dan
kemampuan pemaknaan.
Stres dan trauma mungkin bisa saja menjadikan kehidupan seseorang
menjadi kacau, sembarangan dan sangat mebingungkan. Orang dapat
mengatasi stres bila mereka bisa memenuhi kebutuhan mereka untuk
mengatasi atau untuk mengatur kondisi/keadaan yang mereka alami.
Kebutuhan ini dapat diperoleh melalui faktor internal (dalam diri sendiri)
seperti cara mereka untuk mengontrol dirinya dengan memiliki pemikiran yang
positif tentang dirinya.
Dalam hal ini, pemaknaan mempunyai peranan dalam menanggapi
keadaan tidak menguntungkan. Antonovsky melihat pemaknaan dapat
mengendalikan orang untuk mengerti dan mengontrol peristiwa atau keadaan
yang mereka alami dan juga memainkan sebuah aturan penting dalam
hubungan antara mental dan kesehatan psikologi. Hubungan ini penting untuk
membuat orang tetap sehat dalam menanggapi kritik yang mereka hadapi,
misalnya dalam hubungan akrab dan dalam menganggapi isu eksistensial.
Nilai Psikologi Positif Bagi Kesehatan Psikologi
Oleh: Grace Paramythia
Artikel
7 PSYCHOPHRENIA III
Optimisme
Optimisme adalah sebuah generalisasi harapan untuk hasil positif yang
tampak pada perilakunya dan juga mungkin dapat digunakan untuk mengatasi
stres. Pengaturan optimisme dapat meningkatkan coping (pencegahan stress)
dengan kemampuan untuk mengontrol faktor-faktor yang menyebabkan stres dan
untuk mampu mempunyai presepsi yang lebih baik untuk mengatasi peristiwa
traumatik.
Optimisme berhubungan dengan kemampuan coping yang lebih baik
dalam menangani berbagai macam masalah kesehatan. Optimisme juga berkaitan
dengan kesehatan berperilaku yang positif, kesembuhan yang lebih baik dari
prosedur medis, perubahan positif fungsi sistem imun dan dapat meningkatkan
dasar kelangsungan hidup.
Benefit-finding (menemukan keuntungan) dan Growth (pertumbuhan)
Menemukan keuntungan dan pasca traumatik atau pertumbuhan stres
yang berhubungan dengan peristiwa traumatik mempunyai peranan penting
dalam kesehatan psikologi. Menemukan keuntungan dalam perbedaan atau
perkembangan pengalaman pribadi mempunyai hubungan dengan penyebab stres
dan trauma sehingga dapat dikenali secara umum orang-orang yang sudah
mengalami suatu peristiwa negatif, termasuk penyakit fisik.
Pasca traumatik berkembang dari orang-orang yang mengalami
perubahan akibat dari peristiwa traumatik. Pertumbuhan ini mungkin yang
menyebabkan munculnya kekuatan personal, peningkatan hubungan dengan
orang lain, pertumbuhan spiritual dan perkembangannya, serta kesempatan hidup
baru.
Untuk mengetahui dengan pasti keuntungan dari peristiwa positif sebagai
hasil dari hubungan optimis, kemampuan untuk menemukan (benefit-finding),
dan pertumbuhan pasca traumatik untuk dasar kesehatan psikologi, kita
memerlukan data-data yang mendukung hubungan dari variabel-variabel tersebut
baik untuk kesehatan atau hasil yang diinginkan, dan cara untuk menunjukkannya
mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yaitu biologis, tingkah laku dan proses sosial.
Dalam hubungan pemikiran positif dan hasil kesehatan tidak ditemukan
faktor yang membawa efek merusak dari pesimis harapan atau sikap yang
membawa efek negatif seperti distres, depresi atau kemarahan.
Ciri khas dari pemikiran positif adalah mempunyai hubungan pada banyak
proses untuk menghasilkan kesehatan seperti proses biologis yaitu
neuroendocrine dan sistem imun, serta tingkah laku dan proses sosial yaitu seperti
8 PSYCHOPHRENIA III
pembatasan tingkah laku, tingkah laku bermasalah, dukungan sosial, pembuat
stres, coping dan penanganan masalah kesehatan. Optimisme dan efek positif
juga berhubungan dengan baik buruknya dukungan sosial dan kualitas interaksi
sosial.
Perasan positif dan negatif tidak dapat terjadi pada saat yang bersamaan
dan karena itu orang yang mengalami peristiwa hidup negatif atau penyakit serius
tidak dapat dan tidak bisa secara bersamaan memperoleh perasaan positif atau
mempunyai harapan. Salah satu contohnya adalah identifikasi ilmiah, dari
penelitian respon psikologis untuk peristiwa hidup negatif seperti kehilangan dan
cacat fisik.
Ekspresi dari pikiran positif dan harapan oleh orang-orang yang
menghadapi diri mereka sendiri atau kesehatan orang lain sering terlihat tidak
sebagai indikasi dari upaya seseorang untuk menemukan makna dalam kesulitan,
tapi terindikasi sebagai orang-orang yang tidak datang untuk berdamai dengan
situasinya yang berat. Jadi, menurut pandangan ini tujuan penting harus untuk
membebaskan orang dari harapan.
Dalam pandangan ini, yang konsisten dengan ide-ide dicatat sebelumnya,
pengalaman pikiran positif dan perasaan merupakan pusat untuk manajemen
yang efektif pada pikiran negatif dan perasaan, bukan hanya gangguan. Sebuah
implikasi penting dari cara berpikir seperti ini adalah bahwa intervensi yang
berusaha untuk mempromosikan emosi positif, harapan, perubahan hidup atau
antara orang-orang mengelola penyakit serius atau kerugian dapat melakukan
lebih dari mengalihkan perhatian orang dari masalah mereka, mereka mungkin
memainkan peran penting dalam efektif pengelolaan situasi mereka.
Dengan demikian, psikologi positif dan psikologi kesehatan harus fokus
tidak hanya pada kehadiran pikiran dan perasaan positif pada orang-orang
mengelola penyakit serius, tetapi juga pada peran yang tepat perasaan seperti,
mungkin memainkan peran dalam mengelola kedua penyakit itu sendiri dan
tuntutan psikologis dan pengaruh sosial. Misalnya, aktivasi bersama yang positif
dan pikiran negatif dan perasaan memungkinkan orang untuk memproses
pikiran negatif dan perasaan yang dapat membuat stres.
Sumber dari:
The Value of Positive Psychology for HealthPsychology: Progress and Pitfalls in Examiningthe Relation of Positive Phenomena to HealthBy Lisa G. Aspinwall, Ph.D. & Richard G. Tedeschi, Ph.D.
9 PSYCHOPHRENIA III
“Ubbu, apakah menurutmu hedonisme itu salah?” tanyaku pada Fredy Umbu
Bewa Guty.
“Hedonisme menurutmu apa?” tanyanya balik.
“Itu adalah paham yang hanya mengejar kenikmatan, dan menghindari rasa
sakit,” jawabku.
“Oh, hmm. Bagiku hedonisme itu salah. Kenapa? Karena manusia hidup tidak bisa
hanya melihat dan mementingkan dirinya, tanpa mau tahu dan peduli dengan
persoalan-persoalan di sekitarnya,” katanya, menjawab pertanyaan pertamaku
tadi.
“Bukankah manusia hidup tentunya mencari yang enak-enak saja? Lalu,
bagaimana manusia bisa hidup bahagia kalau manusia itu masih bisa merasakan
sakit?” tanyaku kembali.
----------------
Hedonisme berasal dari kata hēdonē (Yunani kuno), yang artinya adalah
pleasure atau kesenangan. Maka dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa
hedonisme adalah paham atau ajaran untuk mengejar kenikmatan sebanyak
mungkin dan menghindari rasa sakit.
Tentu secara sepintas, ajaran yang sudah ada pada masa filsuf-filsuf
Yunani ini, cukup logis. Logis dari sudut pandang keinginan manusia. Sayangnya,
ketika ajaran ini dibenturkan pada kenyataan, tidak akan menjadi logis lagi jadi
tidak masuk akal, iya bagiku.
Karena sampai kapan kesenangan itu bisa ada? Dalam kenyataannya,
hidup itu selalu pasang-surut, antara kesenangan dengan kesedihan. Sebentar
senang, sebentar sedih, dan begitu seterusnya. Kita tidak akan mengalami hanya
senang atau hanya sedih selamanya.
“Langgeng Bungah Susah,” begitulah slogan para Pelajar Kawruh Jiwa.
Aku sendiri hanya sedikit belajar Kawruh Jiwa (KJ), dulu. Dan memang yang paling
aku ingat adalah slogan tersebut, artinya kesenangan dan kesedihan itu bersifat
Hedonisme itu “Gila”Oleh: Evan Adiananta
Filsafat
10 PSYCHOPHRENIA III
abadi. Keduanya bagaikan siklus yang hanya akan berhenti berputar ketika manusia
berhenti hidup.
Kawruh Jiwa yang juga memiliki nama lain, Ilmu Begja atau Ilmu Bahagia ini,
adalah pemaparan filsafat asli dari seorang Ki Ageng Suryomentaram (KAS) yang
tinggal di desa Bringin, sebuah desa kecil di sebelah utara Salatiga.
Ajaran KJ, hampir sama dengan Psikologi Positif, yaitu bagaimana manusia
bisa hidup bahagia. Menurutku, KJ lebih pada filsafat yang akhirnya bertujuan untuk
penyadaran diri sendiri untuk kehidupannya yang lebih bermakna, sedangkan
Psikologi Positif lebih berkutat pada praktisnya.
Contohnya, dalam KJ hanya ada proses belajar (berpikir dengan kesadaran
reflektif) murni filsafat. Sedangkan dalam Psikologi Positif, aku sudah diterangkan
bagaimana cara-cara agar bahagia tidak ada proses berpikir reflektif seperti KJ dan
tinggal dilaksanakan saja.
Karena itu, KJ selalu membuka banyak peluang tiap-tiap orang untuk
menemukan dan menjalani cara bahagianya sendiri-sendiri, ini hanya membuat
orang menjadi berpikir dengan kesadaran reflektifnya. Kesadaran reflektif ini tentu
berbeda dengan kesadaran biasa. Contoh, kesadaran sewaktu aku bangun pagi
dengan membuka mata terlebih dulu (kesadaran biasa), berbeda dengan kesadaran
ketika aku harus memilih antara makan makanan pedas dengan tidak pedas
(kesadaran reflektif).
Jadi, dengan kesadaran reflektif tadi, aku akhirnya bisa membuat suatu
pertimbangan sebab-akibat (bahwa kalau aku makan pedas, kemungkinan aku bisa
sakit perut). Dan dari pertimbangan itulah, aku bisa tahu, kenapa aku memilih itu
(aku tetap makan makanan pedas karena aku suka pedas, meski nanti aku sakit
perut, ya tidak apa-apa)?
Jadi, kembali lagi pada pertanyaan apakah hedonis itu salah? Terserah
bagaimana anda merefleksikannya? Tapi yang jelas buatku, ada saatnya kita
mencari kenikmatan dan ada saatnya kita menerima penderitaan.
Orang tua hanya bisa memberi nasihat yang baik atau menempatkan mereka pada jalan yang benar, tetapi akhir
pembentukan karakter seseorang terletak di tangan mereka sendiri.”
--Anne Frank—
11 PSYCHOPHRENIA III
Sutradara : Susanne Bier
Penulis Cerita : Anders Thomas Jensen dan Susanne Bier
Pemain : Mikael Persbrandt (Anton),
Trine Dyrholm (Marianne), Ulrich Thomsen (Claus),
Markus Rygaard (Elias) dan William Jøhnk Juel Nielsen (Christian).
Judul asli : In a better world (Hævnen)
Tahun : 2010
Anton : ” Sometimes it feels, like there's a veil between you and death, but that veil disappears, when you lose someone you loved or someone who was close to you and you see death clearly for a second, but later the veil returns and you carry on living, then things will be alright again “
Review:
ehidupan memang suatu hal yang menarik untuk dijadikan ide dari sebuah film. Cinta, rasa bersalah, kekerasan, moralitas, relasi, dendam Kserta kekonyolon merupakan tema-tema dalam kehidupan yang sering
difilmkan. Kita bisa menemukan tema-tema tersebut dalam setiap film. Tidak jarang tema-tema tersebut membantu mendongkrak nilai jual dan kesuksesan sebuah film, sehingga sutradara harus cerdas dalam menentukan alur dan tema kehidupan apa yang ingin digunakan dalam filmnya.
Susanne Bier agaknya menyadari hal tersebut sehingga menjadikan In a better world sukses memenangkan nominasi best foreign language movie dalam academy award. Tema-tema kehidupan seperti moralitas, kekerasan, rasa bersalah, dan kehilangan menjadi sajian utama dalam film ini. Hævnen merupakan judul asli dari film ini, yang berarti revange atau balas dendam, namun judul tersebut kemudian diubah
Resensi Film
12 PSYCHOPHRENIA III
menjadi in a better world agar tidak terlalu ekstrim dan dapat memenuhi ekspektasi penonton. Bayangkan saja jika film ini memakai judul revange, penonton mungkin akan berpikir bahwa film ini adalah film bergenre action dan mengharapkan ada banyak kekerasan dan plot-plot yang diisi oleh adegan tembak-menembak atau baku pukul dan ketika menonton film ini penonton akan berpendapat bahwa film ini tidak lebih dari film drama romantis yang cengeng.. Ya, film ini tidak lebih dari sekedar film melodrama, untuk itu judul in a better world agaknya tepat menggambarkan film yang 'hampir' tidak menggambarkan adegan action atau baku-pukul dan lebih memfokuskan pergulatan batin setiap karakternya.
Bier membuka film ini dengan landscape kamp pengungsian di Afrika yang kering dan berdebu, dimana Anton (Mikael Persbrandt) seorang dokter mengabdikan dirinya di kamp tersebut untuk bekerja. Sebagai dokter yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasiennya, Anton berusaha agar bisa optimal dalam membantu penyakit yang diderita oleh para pasien. Salah satu pasien yang ditangani Anton adalah seorang wanita yang menjadi korban kekerasan penjahat lokal yang terkenal dengan sebutan Big Man.
Di tempat yang lain ada Christian (William Jøhnk Juel Nielsen), yang sedang jatuh dalam kesedihan karena kematian ibunya akibat kanker. Peristiwa kematian ibunya, membuat Christian menyalahkan sang ayah, Claus (Ulrich Thomsen). Peristiwa ini kemudian mengubah Christian menjadi orang tertutup dan selalu menghindar dari ayahnya karena menganggap ayahnya adalah laki-laki yang lemah dan merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kematian sang ibu.
Elias (Markus Rygaard) merupakan anak dari Anton (Mikael Persbrandt) dan Marianne (Trine Dyrholm), yang sehari-hari menjadi korban bullying teman-temannya di sekolah. Keterpisahan Elias dan Anton yang harus bekerja di kamp pengungsian secara tidak langsung mempengaruhi hubungan Elias dengan ibunya, Marianne. Elias menjadi individu yang tertutup dengan ibunya dan cenderung menunjukan perilaku tidak nyaman dalam hubungan ibu-anak. Sebagai seorang anak, Elias juga berada dalam posisi dilematis masalah hubungan ayah-ibunya yang berada diambang perceraian hal ini juga menjadikan Elias tumbuh menjadi pribadi introvert.
Perkenalan Elias dan Christian terjadi ketika Christian melihat Elias di ganggu oleh sekelompok anak-anak nakal di sekolah. Christian akhirnya membantu Elias dan mengancam Sofus, salah seorang anak yang melakukan bullying terhadap Elias dengan pisau. Melalui kejadian ini hubungan teman sebaya pun berkembang antara Elias dan Christian. Mereka saling membangun rasa percaya satu dengan yang lain. Hubungan pertemanan mereka pun berkembang ke arah yang semakin
13 PSYCHOPHRENIA III
dalam namun bersifat destruktif. Hubungan Christian dan Elias ini mengingatkan saya kepada film BOY A (2007) yang juga menggambarkan begitu kuatnya pengaruh teman sebaya.
Film ini menjadi lebih menarik karena di sisi yang lain kita dapat melihat konflik yang dialami Anton, ayah Elias. Anton adalah seorang dokter yang memiliki idealisme kemanusiaan namun idealisme ini kemudian membawa Anton pada situasi dilematis dan emosional. Situasi antara kemanusiaan dan kebaikan moral. Memang dalam film yang berdurasi 1 jam 57 menit terlihat fokus terhadap karakter Christian, Elias dan Anton namun peran Claus, ayah Christian dan Marianne, ibu Elias tidak bisa dipandang sebelah mata. Sekalipun porsi mereka sedikit namun mereka berhasil membangun suatu interaksi emosional yang luar biasa sebagai seorang ayah yang single parent dan ibu yang menderita akibat keadaan rumah tangganya.
Apa yang menarik?
Bagi saya film ini menarik karena menceritakan pengaruh teman sebaya yang sangat kuat yang muncul dalam relasi antara Christian dan Elias. Dalam tahapan perkembangan manusia, pada usia remaja awal, teman sebaya memegang peranan dalam pembentukan identitas diri. Awal mulanya hubungan ini ialah persahabatan. Dalam persahabatan yang dibangun inilah muncul suatu konsep yang disebut dengan konformitas. Konformitas adalah suatu bentuk penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku sesuai dengan norma kelompok atau orang lain.
Karena masa remaja merupakan masa krisis dalam perkembangan hidup manusia dan dalam masa ini hubungan yang dibangun adalah dengan teman sebaya maka pengaruh teman sebaya ini kian menjadi nyata dalam seluruh aspek kehidupan seorang remaja. Pada tahap perkembangan ini pula konformitas terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada tahap perkembangan lainnya. Konformitas yang cukup kuat dapat mengakibatkan seorang remaja melakukan sesuatu yang destruktif atau melanggar norma sosial. Pola perilaku seperti inilah yang terjadi dalam hubungan antara Christian dan Elias dalam film In a better world. Kita bisa melihat bagaimana Elias dan Christian bekerja sama untuk membuat bom dan membalas dendam, meskipun sebelumnya Elias tidak setuju, tapi karena merasa ingin diterima akhirnya dia melakukan hal tersebut tanpa memikirkan dampaknya. Kondisi emosional Elias
14 PSYCHOPHRENIA III
yang labil memungkinkannya untuk dengan mudah melakukan konformitas.
Kumpulan pertanyaan menuju suatu dunia yang lebih baik
Selain pertemanan sebaya antara Elias dan Christian, bagi saya film ini sangat menarik untuk direfleksikan dalam bentuk pertanyaan. Oleh karena itu dalam mendedah film ini baiklah kita memikirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Apakah suatu keadaan lebih baik jika kita membalas kejahatan dengan
kebaikan? Dan apakah dendam itu dibutuhkan dalam dunia ini?
Mungkinkah seseorang yang baik sekalipun melakukan kejahatan? Apa yang menyebabkan hal tersebut?
Apa sekiranya yang membuat kita menjadi manusia?
Apakah ada harapan bahwa dunia akan menjadi lebih baik?
Apakah suatu dunia yang lebih baik justru muncul ketika kita mengalami krisis?
Sama seperti Socrates, pertanyaan-pertanyaan ini tidak melulu akan menghasilkan suatu jawaban tapi bisa saja menimbulkan pertanyaan yang lain dan dengan terbukanya kita pada setiap pertanyaan, kita bisa mewujudkan suatu dunia yang lebih baik. Dunia yang penuh dengan keterbukaan. Mungkinkah?
Voltaire Talo, Mahasiswa Penggiat Kelompok Diskusi In(ter)displiner
Once you replace negative thoughts with positive ones, you'll start having positive result. –Willie Nelson—
15 PSYCHOPHRENIA III
Judul : Menjadi Manusia, Belajar dari AristotelesPenulis : Franz Magnis-SusenoPenerbit : KanisiusTahun : 2009Halaman : xii + 68
Manusia Aristoteles
“If happiness is not a destination, then what? A stairway?” tulis nona manis di status Facebook-nya.
“Destination for what?” tanyaku di kolom komentar statusnya.
“Wah cukup susah dijawab, tujuan yang ingin dicapai dalam hidup adalah bahagia. Kalau bukan kebahagiaan yang dicari, lantas apa?” tanggapnya kepadaku.
Bagiku ini menarik, selain memang paras nona manis itu menarik buat aku, pemikirannya juga bisa membuat aku tertarik. Karena itu, mari sejenak kita mencermati dan merenungkan pertanyaan nona itu. “Kalau bukan kebahagiaan yang dicari, lantas apa?”
Pertanyaan ini serupa dengan pertanyaan yang ada dalam buku di atas, apa tujuan hidup manusia? Apakah ada suatu tujuan yang apabila tercapai kita benar-benar puas, tidak akan ada tujuan yang lebih lanjut?
“Oh, ya selama ini aku belum menemukan tujuan hidup selain kematian yang (ke)bahagia(an),” jawabku pada nona.
Resensi Buku
24 PSYCHOPHRENIA III
Anggap saja jawabanku di atas sebagai lelucon, kita langsung pada Aristoteles yang langsung menjawab, “ada, yaitu kebahagiaan.” Baginya, jika seseorang sudah merasa bahagia, tidak akan merasa ingin lebih lagi.
Tapi, apakah bahagia itu? Bagaimana manusia bisa mencapai kebahagiaannya? Juga, apakah tingkat kebahagiaan ini berbanding lurus dengan tingkat kualitas hidup manusia? Aku pikir buku ini, sudah dituliskan oleh Romo Magnis sebagai pengantar pemikiran filosof itu mengenai permasalahan-permasalahan ini.
Apakah Bahagia itu?Apakah sekarang anda bahagia? Kenapa anda bisa bahagia? Apakah
karena anda telah mendapat sesuatu yang baik, atau karena anda telah mengusahakan sesuatu yang baik?
Bingung? Tidak apa-apa, karena untuk bisa menjawab itu semua, kita perlu memahami makna dari kata “bahagia” itu sendiri. Dan sebelum kita bisa memahami kata “bahagia”, ada baiknya jika kita melihat etika filosofis yang berhasrat untuk menemukan pertimbangan rasional sebagai dasar moralitas.
Apa itu moralitas? Moralitas dapat kita sebut sebagai keseluruhan peraturan tentang bagaimana manusia harus mengatur hidupnya agar menjadi orang baik. Dan meskipun pandangan tentang baik dan buruk itu sering menjadi relatif, namun aku yakin bahwa tetap ada nilai-nilai universal di dalam kebaikan, seperti kasih sayang.
Dan dengan adanya pertimbangan dasar moralitas dalam mencapai kebahagiaan, maka kita akan mendapat sedikit gambaran bahwa kebahagiaan bukanlah kesenangan ataupun kenikmatan yang biasa kita rasakan sehari-hari. Karena dasar moralitas lebih melihat pada tindak tanduk manusia, sehingga kita bisa melihat lebih lanjut, bahwa kebahagiaan bisa diusahakan dengan perbuatan nyata.
Perbuatan yang seperti apa? Untuk menjawab ini, kita perlu masuk lebih jauh pada pemikiran Aristoteles di buku ini. Dalam buku ini, ada pandangan Epikuros, seorang kaum Sofis, yang mengatakan bahwa bila manusia ingin bahagia, ia harus mengejar rasa nikmat dan menghindari rasa sakit disebut hedonisme.
Bisa bahagia dengan cara itukah? Seperti yang sudah aku jelaskan di tulisanku sebelumnya, bahwa hedonisme itu “gila”. “Mencari nikmat jasmani dan menghindari perasaan sakit adalah apa yang kita miliki bersama dengan
25 PSYCHOPHRENIA III
binatang, jadi bukan ciri khas manusia. Berfokus pada kecenderungan alami itu akan menggagalkan kita dalam usaha menjadi manusia utuh.” kutipan dari buku.Dengan membaca kutipan di atas, bisa kita telusuri lebih dalam lagi, bahwa meski manusia memiliki kecenderungan alami yang sama seperti binatang, tetap saja ia memiliki ciri khas bisa membuatnya berbeda dan akhirnya menjadi manusia utuh.
Apa ciri khas dari manusia?Bagi Aristoteles ada dua kekhasan manusia, yaitu filsafat dan politik.
Mengapa? Bukankah banyak orang yang menolak untuk berfilsafat? Dan seberapa banyak orang yang sadar akan kehidupan politiknya? Boro-boro berfilsafat dan berpolitik, memenuhi kebutuhan makan saja susah, jelas tidak akan kepikiran untuk berfilsafat dan berpolitik-lah.
Sebenarnya, maksud dari Aristoteles mengenai kedua hal ini, jelas tidak akan bisa diartikan secara harafiah kekinian. Berfilsafat secara harafiah bisa dikatakan sebagai ber-theoria, namun theoria masa modern, jelas berbeda dengan masa para filosof Yunani Kuno. Kata theoria pada masa Aristoteles, lebih berarti pada “memandang”, yang maksudnya adalah merenungkan realitas yang abadi, realitas yang tidak pernah berubah, atau bisa disebut sebagai realitas ilahi. Dengan begitu, manusia akhirnya bisa mendapatkan kebijaksanaan dirinya.
Bukan bermaksud untuk meninggalkan tanya pada pembahasaan kebijaksanaan, ada baiknya kita langsung saja lanjut supaya pembaca tidak bingung kaitan antar keduanya, memang seharusnya keduanya dijelaskan dulukekhasan yang kedua, yaitu politik. Untuk bisa mengerti maksud Aristoteles mengenai politik memang harus memperhatikan situasi kehidupan di masanya. Pada masa itu, politik dianggap puncak kehidupan sosial manusia, yang di mana dalam politik itu terdapat kegiatan-kegiatan yang memang khas manusia, seperti diskursus (suatu proses komunikatif dalam menguji klaim-klaim kebenaran intersubjektif, yang terwujud dalam dialog, diskusi, debat, di mana ada usaha untuk menguji kesahihan dari klaim-klaim tadi) rasional.
Lalu, apa hubungan keduanya? Antara filsafat yang memberikan kebijaksanaan dengan politik yang merupakan puncak kehidupan sosial, membuat kesimpulan yang jelas bahwa manusia akan bahagia jika manusia tidak hanya berdiam diri, namun mengembangkan potensinya secara optimal. Manusia adalah mahkluk sosial, maka manusia juga dituntut untuk bisa menyelesaikan masalah secara bersama. Tapi jika dalam penyelesaian bersama
26 PSYCHOPHRENIA III
itu tidak dibarengi oleh kebijaksanaan, yang terjadi hanyalah penambahan masalah tanpa adanya solusi sama sekali.
Dan sedikit menghubung-hubungkan dengan Nietzche yang pernah bilang bahwa, manusia perlu mencapai eksistensinya sebagai “manusia super”, yaitu manusia yang bisa mengembangkan potensi dirinya. Dia mencontoh itu dari para bangsawan, sama seperti Aristoteles yang melihat politik tadi dari para bangsawan Yunani Kuno.
“O my soul, do not aspire to immortal life, but exhaust the limit of the possible.” PINDAR, Pythian iii
Mencapai Kebahagiaan dengan Hidup yang BermutuHidup yang bermutu hanya bisa dijalani dengan dua cara yang saling
berkaitan, yaitu hidup bermoral yang sudah aku jelas di atas mengenai moralitas dan hidup yang senantiasa mengembangkan potensinya secara optimal.
Tapi, tentu tulisan ini belumlah mencangkup semua mengenai isi buku ini, maka aku sarankan untuk membacanya sendiri. Tidak perlu takut kalau tidak mengerti filsafat, karena buku ini sudah dikemas secara “seksi” oleh Romo Magnis, sehingga mudah dimengerti, bahkan oleh orang awam sekalipun, sama seperti aku.
Oleh: Evan Adiananta
27 PSYCHOPHRENIA III
Humor : Minta Dibaca______________________________________________________________Oleh: Aditya______________________________________________________________
Intro
Banyak hal yang pasti kita rasakan ketika menginjakkan kaki kita di
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, kita garis bawahi perguruan tinggi, apa yang
anda rasakan ya. Itu adalah yang anda rasakan dan itu sama sekali bukan urusan
aku, dan aku tidak mau tahu (marah? Emosi? Itu pun juga urusan anda). Yang aku
tahu, aku penulis, jadi apapun tulisannya minumnya teh botol sosro…. Ga
nyambung ya? Oke, aku ulang. Hmm… yang aku tahu saat ini, yaitu cerita tentang
diriku, di mana saat ini aku meminta para pembaca untuk menyanyikan lagu
Vierra yang berjudul “Dengarkan Curhatku”. Pada intinya aku hanya ingin curhat.
Yak, aku/guwe/ane/beta, apapun tulisannya, minumnya te…. Ng…
maksudku dari manapun bahasa itu berasal, artinya tetap sama saja. Daripada
berlebar panjang, aku akan mulai saja cerita tentang kehidupan saya, tentunya
kita semua sudah pasti mengetahui visi dan misi kita untuk melanjutkan tingkat
pendidikan kita di tempat yang lebih tinggi (tentunya, gak mungkin lebih
rendah), dan anda tahu juga syarat untuk melanjutkan pendidikan kita bukan?
Bila anda lupa mari aku ingatkan, hal-hal yang perlu kita siapkan yaitu, pertama,
universitas yang siap untuk menerima kita apa adanya dengan segala
kekurangan dan dosa-dosa yang kita bawa dari saat kita masih di SMA dan
tentunya sehabis kita merasakan keagungan dari Ujian Nasional yang jahanam
itu.
Kedua, yang perlu kita siapkan untuk melanjutkan kehidupan kita yaitu
kondom! Ups, maksud saya kos. Mengapa kos? Ya untuk kita transit-lah, setelah
kita merasakan kerasnya dunia perkuliahan dengan cercaan dari tugas jurnal,
proposal, riset, teori, praktik, presentasi, dan lain sebangsanya. Perlu digaris
bawahi, kalau kedua syarat ini aku tujukan kepada orang-orang yang pergi dari
tanahnya untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang kita
satukan dalam Pancasila.
Ketiga, uang untuk pegangan, kalau-kalau saja anda lapar, anda bisa
membeli makanan untuk dimakan, dan kalau-kalau saja anda kedinginan, anda
bisa membeli baju untuk dipakai (jangan lupa celana dan yang ada di dalamnya).
28 PSYCHOPHRENIA III
Journey to The Kost
Ketiga syarat itu wajib hukumnya, tak ada salah satu, berakhirlah sudah
motivasi anda, dan… kembali ke laptop (meniru gaya bang tukul). Di sini aku akan
sedikit menceritakan pengalaman yang aku dapat dalam pemenuhan syarat kedua
yang sudah aku paparkan di atas, tidaklah mudah untuk menjalani perjalanan dari
kota asalku ke tempat di mana aku akan melanjutkan kuliah, saat memasuki gang,
terpapar tulisan “ngebut benjut”, saat di belakang truk tinja, terpapar tulisan “taimu
uripku” (truk sedot WC), saat di sebelah bis, terpapar tulisan “sumber bencana”.
Semua sudah aku lewati, dan akhirnya sampailah aku di kota hijau yang tercinta,
Salatiga.
Inilah pertama kalinya aku menginjakkan ban motorku di kota ini, dan pada
hari ini pula aku harus mengejar impian, yaitu mencari kos. Saya mencoba untuk
menyisir kota yang terlalu “besar” ini, dan pada akhirnya akupun… tersesat! Aku
mencoba kembali untuk mencari kos, tentunya yang dekat dengan kampus, tetapi
satu hal yang menjadi permasalahan di sini, kampusnya pun aku belum melihat,
bagaimana bisa aku mencari kos yang dekat kampus?
Kira-kira hampir 1 jam aku mengitari kota Salatiga untuk menemukan
universitas tercinta, dan akhirnya nasib berkata lain, seperti kata pepatah “malu
bertanya sesat di jalan, sudah tanya masih tersesat, malu-maluin!” Lalu aku
mencoba bertanya sama orang yang ada ada di pinggir jalan (untung di pinggir, coba
kalau di tengah, bosen hidup itu orang), orang itupun memberikan jalan terang
tentang di mana dan dengan siapa universitas yang aku cari, gokilnya ternyata sudah
7 kali aku melewati universitas itu. Kabar baiknya, tidak ada yang tahu situasi waktu
itu. Kabar buruknya, sekarang semua tahu tentang situasi tersebut. Langkah
pertama sudah aku lalui dengan lumayan lancar, sekarang misi saya, yaitu mencari
kos yang sesuai dengan tipe kepribadianku yang lumayan “mawut” ini.
Dalam misi pencarian, aku menemukan sebuah pengalaman, di mana
waktu itu aku melihat sebuah gang yang indah dan aku ingin memasukinya. Akupun
memasukinya, dan dalam penyusuran gang yang sepi itu, terlihat seorang gadis tua,
memakai daster kembangan berwarna biru yang membuatku gemas (perlu diingat,
orientasi seksual saya masih dan akan selalu normal) untuk bertanya kepadanya,
lalu aku membuka pertanyaan seperti ini;
“Permisi tante (supaya terlihat sopan), numpang tanya?”
“Hmm?” bengong gadis dengan penjelmaan mak lampir itu.
29 PSYCHOPHRENIA III
“Ng… tau kos-kos'an deket sini gak, tante?” tanyaku.
“Banyak, mau?”… no comment.
“ Bisa kasih tahu lokasinya gak, tan?” tanyaku lagi.
“Ini lurus aja, ada pertigaan belok kiri, terus di depan belok kanan. Coba cari sekitar
situ banyak,” jawabnnya
Setelah mengucapkan terima kasih, aku langsung bergegas untuk mencari
lokasi yang telah diberitahukan nenek tersebut, seperti mendapat ilham saja di
dalam hati ketika ada orang yang bersedia membantu aku seperti nenek itu.
Walaupun pedas di hati, aku harus menerimanya, tidak seperti orang
kebanyakan, aku orangnya sabar dan legowo dengan perlakuan yang diberikan ke
aku. Informasi lokasi yang diberikan ke aku berujung di kuburan yang terkenal
dengan sebutan “bong cino”. Teganya-teganya-dirimu-padaku neeekkk!! “aku
belum mati neeekkkk!!!”(jeritan di dalam hati).
Dengan kejadian tersebut aku belajar untuk tidak lagi bertanya ke seorang
nenek-nenek berdaster kembangan berwarna biru lagi, dan aku bersumpah pada
waktu itu untuk mencari sendiri kos-kos'an, calon tempat tinggalku secara mandiri,
yang pada akhirnya aku temukan juga, tidak terlalu jauh dari tempat yang
diberitahukan oleh nenek itu.
De Loop Moet Bloei (baca kamus untuk artinya)
Banyak cerita yang menyatakan OSPEK adalah neraka bagi mahasiswa
baru, dan akupun merasa tidak ragu untuk takut menghadapinya, hari pertama
yang aku lewati yaitu hari ketiga yang teman-teman lewati, di mana pada hari itu,
aku merasakan tidak enak di hati, tak ada yang aku kenal, dan tak satupun dari
mereka yang mengenalku, apalagi kakak angkatan yang akan siap menerkamku,
kalau aku melakukan sebuah kesalahan (atut mami… atut). Akhirnya, aku bertekad
untuk memberanikan diri berangkat menjalani OSPEK yang menjadi syarat untuk
dipenuhi, tidak disangka-sangka, aku disambut hangat oleh beberapa teman yang
sama sekali tidak aku kenal, disambut juga oleh mentor wanita yang baik dan aneh.
Tidak seperti yang mereka semua katakana, setelah sedikit penjelasan dari
mentor, para MaBa (Mahasiswa Baru) diamanatkan untuk berkumpul di suatu
ruangan untuk pembekalan, saya tidak bisa berkata apa-apa ketika kami
30 PSYCHOPHRENIA III
mendapatkan perintah untuk berdiri dan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul
“tahu tante susi towel-towel”, jelaslah semua tentang penyiksaan yang dibicarakan
umum tentang ospek... Ini penyiksaan mental! Yang aku pertanyakan mengapa harus
Tante Susi? Apa salahnya? Kapan Tante Susi punya tahu? Bagaimana caranya kok bisa
ditowel-towel?
Aku sadar, setelah aku melalui banyak hal yang ada, ragu terbesit dalam
benak, tetapi dengan terus maju akhirnya saya memasuki Fakultas Psikologi, di sini
aku belajar bukan untuk menjadi gila, tetapi belajar untuk menghadapi kegilaan yang
aku timbulkan. Banyak orang-orang di departemenku mengatakan, “anda harus
membuktikan, dan merasakan untuk mengetahui”, aku sangat setuju dalam hal itu,
untuk mengetahui mabuk, anda harus mencium ketek, untuk merasakan sakau anda
harus mencium pantat, akan tetapi aku tidak setuju, kalau aku harus mencium banci
untuk mengetahui gangguan transgender itu (seperti kata “project pop”: jangan
ganggu banci). Dan kali ini aku sedang dalam masa pencarian untuk membuktikan
dan merasakannya, banci oh banci… Pilihlah salah satu dan jangan serakah, seperti
aku memilih psikologi sebagai ilmu satu-satunya yang akan dan terus aku dalami,
amin.
The Hope
Mungkin teman-teman bertanya-tanya mengapa aku memilih untuk
memasuki ranah kejiwaan. Bukan karena aku ingin berobat jalan, tapi aku memilih
ilmu kejiwaan karena dalam ilmu itu sangat “berantakan”, bahasa halusnya “abstrak”,
mari kita bandingkan dengan ilmu yang lain. Kedokteran, anda berhadapan dengan
tubuh manusia (nyata). Komputerisasi, anda berhadapan dengan perangkat
computer (nyata), coba kita bandingkan dengan ilmu kejiwaan, anda menghadapi
sebuah jiwa di mana bila ada kerusakan akan sulit bagi kita untuk mengobatinya, dan
mengembalikannya menjadi seperti semula. Itulah mengapa aku sangat-sangat
mencurigai ilmu ini, dan dari curiga itu aku menjadi ingin tahu, semakin aku ingin
tahu, semakin aku tertarik untuk mencari, dan semakin aku mencari semakin aku
goblok (amit-amit, sambil ketok meja 3 kali), dan akhir kata, aku berharap juga untuk
bisa terus maju menuju kepelaminan, eh maksudku maju menuju kelulusan.
31 PSYCHOPHRENIA III
Menjadi diri yang positif memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa.
Pada dasarnya setiap individu atau manusia di dunia selalu berusaha untuk
menjadi pribadi yang lebih baik. Namun sebenarnya menjadi pribadi yang positif
merupakan proses belajar seumur hidup yang tidak dapat kita raih hanya dengan
sekali percobaan atau sedikit usaha. Untuk mencapai kehidupan dan diri yang
positif kita perlu menerapkan beberapa hal mendasar, diantaranya adalah sebagai
berikut;
1. Ubah cara pandang yang negatif menjadi lebih positif.
Pikiran-pikiran yang negatif dan hidup yang pesimis sebaiknya mulai kita
kurangi atau bahkan hilangkan. Mulailah penuhi kehidupan dengan pikiran yang
positif sehingga kita pun dapat menjadi pribadi yang lebih optimis. Ada banyak
keuntungan yang bisa didapat dengan menjadi pribadi yang optimis. Seperti
halnya yang dikatakan Martin Seligman dalan bukunya ”Menginstal Optimisme”
bahwa pribadi yang optimis biasanya memiliki kesehatan jasmani yang lebih baik.
Jarang terkena demam, sistem imun bekerja lebih baik dan memiliki hidup
kesehatan yang lebih baik dari pada orang-orang pesimis.
2. Bersyukur.
Banyak orang sepertinya terlalu fokus pada apa yang tidak mereka miliki
sehingga akhirnya terus merasakan ketidakpuasan dalam hidup. Untuk
mengatasinya diperlukan rasa syukur atas segala sesuatu yang telah kita terima.
Seperti kita ketahui bahwa tidak semua hal dalam kehidupan dapat berjalan
seperti yang kita inginkan. Maka mulailah bersyukur atas hal-hal kecil yang terjadi
hari ini sehingga kita dapat melanjutkan kembali perjalanan hidup dengan penuh
sukacita.
3. Menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.
Untuk dapat menerima orang lain apa adanya kita harus terlebih dahulu
menerima diri sendiri. Menerima diri sendiri dapat membantu kita agar dapat
memahami kelebihan dan kekurangan diri sehingga kita pun dapat
Tips
Menjadi Pribadi yang Lebih Positif
Oleh: Liany D. Suwito
32 PSYCHOPHRENIA III
memaksimalkan potensi-potensi yang kita miliki. Termasuk di dalamnya adalah dengan
memaafkan diri sendiri atas kesalahan-kesalahan yang telah kita buat di masa lalu.
Sepanjang proses ini kita pun dapat belajar menghargai orang lain dan menerima
keunikan yang dimiliki tiap orang sehingga kita kemudian dapat menerima orang lain
apa adanya.
4. Keinginan untuk terus belajar.
Hidup merupakan sebuah proses belajar dan bertumbuh. Untuk itu agar dapat
menjadi pribadi yang lebih baik kita harus terbuka pada hal-hal baru yang berguna bagi
kehidupan kita. Belajar juga untuk mau menerima teguran yang positif dan membangun
dari orang lain. Termasuk didalamnya membaca tips-tips seperti ini .
5. Bangun hubungan spiritualitas dengan Sang Pencipta.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di California ditemukan bahwa
kehidupan spiritualitas merupakan hal penting yang diperlukan manusia dalam
menjalani kehidupan. Bahkan ditemukan bahwa kehidupan spiritualitas dapat
mempercepat proses penyembuhan seseorang dari trauma tertentu. Manusia yang
terdiri dari raga, jiwa, dan roh tidak akan pernah merasa penuh tanpa adanya kerinduan
untuk menjalin relasi dengan Sang Pencipta. Maka tidak ada salahnya untuk memulai
hari-hari yang ada dengan doa dan pengharapan.
Jadi, tunggu apa lagi? Ayo belajar untuk jadi pribadi yang lebih positif, tidak
hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitar kita. Semangat! Pasti
bisa!
http://beritaterkini.us/wp-content/uploads/2011/12/kata-kata-semangat.jpg
33 PSYCHOPHRENIA III
Cegah Galau Ujian Dengan Positive Psychology
Oleh:
April. Bulan yang terkenal membuat galau para pelajar. Segala
macam ujian menumpuk di sini. Mulai dari ujian tengah semester atau tes
akhir untuk mahasiswa hingga ujian nasional untuk siswa SMA dan SMP.
Maka tidak perlu heran kalau bulan April menjadi “Bulan Galau Pelajar”,
termasuk bagi para mahasiswa.
Tuntutan ujian dan tugas yang bertumpuk pastinya membuat
stres. Entah karena memang tugas dan ujiannya yang menyusahkan, entah
karena deadline yang mepet atau karena kita sendiri yang pesimis bahwa
kita tidak bisa melakukannya.
Menurut Nurlaila (2011) dalam jurnalnya yang berjudul
“Pelatihan Efikasi Diri Untuk Menurunkan Kecemasan pada Siswa-Siswi
Yang Akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional, pesimisme membuat
pelajar mengalami ketakutan gagal dalam tugas dan tidak yakin akan
kemampuan yang dimilikinya. Hal ini membuat pelajar merasa tertekan,
tidak nyaman, sulit berkonsentrasi, sulit memahami materi, sulit
mengatur waktu belajar, dan lainnya. Upaya sebesar apa pun akan terasa
tidak berguna karena adanya mindset negatif yang berbunyi, “agaknya
saya akan gagal.”
Lalu, apa kaitan positive psychology dalam membantu para
pelajar melewati “Bulan Galau Pelajar”?
Positive psychology membantu pelajar untuk menendang
mindset negatif yang dimilikinya. Menurut Seligman (pendiri positive
psychology), setiap manusia memiliki karakter positif dalam dirinya yang
bisa digunakan untuk membantu mengatasi problem-problem kehidupan.
Believe in yourself. Be optimist! Optimisme dan efikasi diri akan sangat
membantu mengatasi problem-problem yang ada, termasuk ujian.
Ayu Saraswati
Tips
34 PSYCHOPHRENIA III
Dengan bersikap optimis dan percaya pada kemampuan diri sendiri, semua
ketegangan yang ada saat ujian akan dapat disingkirkan. Optimisme dan efikasi diri
pun berkorelasi dengan peningkatan motivasi intrinsik, yakni motivasi dalam diri
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dan mencapai hasil yang
diharapkan. Optimisme meningkat, motivasi intrinsik meningkat, semangat belajar
meningkat, maka nilai juga meningkat. Silogisme sederhana.
Seligman sendiri menegaskan bahwa emosi positif penting bagi setiap orang.
Pesimisme dan kecemasan yang tinggi hanya akan menurunkan performa seseorang.
Hal ini bahkan dibahas oleh Irmayanti dan Warsito, dalam penelitiannya yang
berjudul “Penerapan Strategi Relaksasi Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa
Menjelang Ujian”. Jadi buang jauh-jauh semua mindset negatif yang ada, sebelum
hal tersebut malah memberikan dampak buruk pada diri kita (dan pada transkrip
nilai kita).
Tetapi, mungkin banyak yang berpikir, “Bagaimana mau optimis? Aku ini ‘kan
bego. Ndak pintar. IQ jongkok, malah tiarap.” Bagi yang punya pikiran semacam itu,
Seligman punya bantahannya. Seligman menegaskan mengenai konsep
achievement, yang mana tidak ditentukan oleh IQ semata. Setiap orang punya
potensi sukses dan mampu meraihnya.Yang dibutuhkan hanyalah kemampuan untuk
menyadarinya.
Stop being negative. Let's be positive.
Pergilah dengan penuh percaya diri ke arah impian Anda. Menjalani
kehidupan Anda bayangkan. ” —Henry David Thoreau—“35 PSYCHOPHRENIA III
Sastra Puisi
Kelopak mata ini beratIngin tetap terpejamMeski mentari terang bersinar
Dan burung-burung berkicauan, Badan ini lelahTak kuasa bergerakMenghadapi lagi hariYang penuh beban berat,
tapi, tiba-tiba kuteringatOrang-orang yang kukasihiMenanti kukembali
Membawa hidup yang lebih berarti, dapat kubayangkan wajah bahagia merekayang kan selalu menanti
kukembali membawa jati diri,aku sadar, aku mengertisemua jerih lelah semua keringat yang terkuras
selama ini tak sia-sia hidup adalah proses belajaryang harus kujalanidengan hati ringan
dan langkah yang pastimaka kembali kubuka matamenarik nafas dengan gembiratuk menjalani hari-hari yang tersisadengan gagah dan berani karena kuyakin dan percaya
tak ada yang sia-sia di dunia inikasih kan selalu menyertai
dan membuat langkahku berarti
Langkah yang Berarti
Liany D. Suwito
36 PSYCHOPHRENIA III
Sastra Puisi
Lukaku (harapan semu)
kau hadir dalam kesempurnaan..seperti apa adanya dirimu..
membuatku jatuh hati saat pertama kali mengenalmu..Membuat hidupku hanya tertuju padamu seorang..
membuat hati dan perasaanku beku..hingga aku tak dapat mencintai orang lain selain dirimu..
namun disaat aku putuskan hatiku untuk memilih dirimu..kau seperti tak sadar akan kehadiran diriku..
kau bakar aku dengan senyum manismu..yang kini membuatku menangis..
ingin sekali aku marah padamu..namun aku sadar,
aku tak berhak untuk itu..karena aku tahu atas keterbatasan diriku..
mungkin memang hatimu telah kau berikan untuk orang lain..dan akulah yang terlalu berharap padamu..
sehingga aku terjatuh..pada kesalahan yang tak ku sadari atas dirimu..
dengan mencintaimu setulus hatiku..
untaian kata yang teralun menjadi sebuah kalian,terinspirasi dari seorang gadis yang pernah sesaat datang dalam hidupku sejak aku pertama kali mengenalnya di fakultas ungu
untukmu, MT
37 PSYCHOPHRENIA III
Sastra Puisi
Jika Hidup Minta Mati
Bila hidup tinggal segaris
Maka nafas sebentar lagi habis
Kan di tanya Yang kuasa
Kenangan apa yang masih tersisa
Kalau hidup kurang manis
Kenapa masih ditimpa dengan sikap sinis
Lanjutkan cerita, bila perlu dengan teriak
Daripada menanggung derita, dan luruh
terdiam seperti maniak
Setiap orang punya rasa, setiap orang punya masa
Setiap insan pasti punya cerita, dan tiap cerita pasti ada derita
Masing-masing punya bekal, entah menuju kasih atau durjana
Tak ada yang kekal, dan semua isi dunia itu fana
Bila hidup tinggal segaris
Maka nafas sebentar lagi habis
Jika hidup minta mati
Maka kita tuan tak berhati
Great Erick K.
38 PSYCHOPHRENIA III
Peliputan: Lomba Paskah UKSW 2012
Oleh: Monyca Mulyani Dewi
Pada hari jumat tanggal 30 Maret 2012, Campus Ministry (CM)
mengadakan lomba menyanyi Vocal Group (VG) dan Duet Paskah di Recital
Hall, Gedung Fakultas Seni dan Pertunjukan UKSW.
Acara ini diawali dengan doa lalu dilanjutkan kata sambutan oleh
Ketua Panitia Paskah UKSW 2012, Esfron Banoet. Seluruh rangkaian acara
lomba ini dipandu oleh dua orang MC (Host) kemudian dilanjutkan dengan
pembacaan tata tertib untuk peserta dan penonton. Lagu yang wajib
dibawakan oleh peserta duet adalah Getsemani, sedangkan lagu wajib untuk
peserta Vocal Group(VG) adalah Tuhan T'lah Bangkit. Para peserta
diharuskan menyanyikan satu lagu wajib dan satu lagu bebas, dengan waktu
5-10 menit.
Penampilan para peserta dinilai oleh tiga orang juri, yaitu Aldi Lasso
(dosen FTI), Ruswanto (FSP), dan Eriani Tengalonga (mahasiswa FSP). Untuk
peserta duet ada lima pasang, yaitu: Wolla dan Filia yang menyanyikan “How
Could You Say No?”, lalu Vina dan Agri menyanyikan lagu “Lead Me To The
Cross”, kemudian Dhimas dan Hendra dengan lagu “Karya Terbesar”,
dilanjutkan Haris dan Ocha dengan lagu “Yesus Kekuatanku”, dan satu pasang
peserta yaitu Lisa dan Killa tidak hadir saat lomba.
Kemudian dilanjutkan dengan penampilan dari peserta Vocal Group
(VG), yaitu VG Perwasus yang tidak hadir saat lomba, lalu dilanjutkan dengan
penampilan ED Voice dari Fakultas Bahasa dan Satra (FBS) yang menyanyikan
lagu berbahasa Jawa dengan judul Manggul Salib. Selanjutnya, penampilan
dari VG Mutiara dari Fakultas Psikologi dengan lagu yang berjudul “Karena
Kita”.
Setelah seluruh peserta selesai mempersembahkan penampilan
mereka, para juri keluar ruangan untuk berdiskusi mengenai hasil lomba
tersebut selama kurang lebih 15 menit. Adapun hadiah yang akan diberikan
pada peserta lomba yang menjadi pemenangnya yaitu trofi dan sertifikat
yang akan diberikan pada saat ibadah paskah. Bagi juara I akan tampil dalam
ibadah paskah pada tanggal 9 April 2012.
39 PSYCHOPHRENIA III
Setelah menunggu selama sekitar 15 menit, para juri pun kembali dan
mengumumkan hasilnya. Untuk pemenang lomba VG, juara dua diraih oleh ED
Voice 1229 dan juara satu diraih oleh VG Mutiara dengan perolehan nilai 1840.
Sedangkan, untuk lomba duet, juara ketiga dengan perolehan nilai 1994
diraih oleh pasangan duet Dhimas dan Hendra, juara kedua dengan total nilai
2071 diraih oleh pasangan duet Wolla dan Filia, sementara pada juara pertama
dengan perolehan poin 2102 diraih oleh Haris dan Ocha.
“Lomba ini diadakan sebagai salah satu rangkaian acara dalam rangka
menyambut hari paskah yang diadakan oleh Campus Ministry,” kata Bagus
Wisesa selaku Koordinator Lomba saat kami temui saat perlombaan selesai.
Saat kami menemui beberapa peserta, misalnya Dhimas Christian Aditya
(juara ketiga lomba duet), ia menyatakan melakukan persiapan dengan berdoa
dan latihan, serta menentukan lagu dan beberapa kali sempat ganti lagu karena
adanya lagu wajib dan harus mengaransemen lagu tersebut. Ia mengatakan
bahwa kegiatan lomba menyanyi ini bagus saja jika diselenggarakan terus-
menerus dan alangkah lebih baiknya jika yang mengadakan Fakultas Psikologi
dengan konsep lomba antar angkatan.
Meinetha sebagai salah seorang anggota VG Mutiara yang menjadi juara
1 lomba VG menyatakan bahwa VG Mutiara mengadakan latihan sekitar satu
minggu sebelum acara. Menurut Meinetha, acara lomba ini cukup luar biasa
walaupun hanya ada 2 VG yang ikut berpartisipasi dalam lomba ini.
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.
–Einstein—
40 PSYCHOPHRENIA III
Fakultas Psikologi akan mengadakan TEMU ILMIAH NASIONAL 2012 yang
berisikan rangkaian acara seminar, workshop, dan call for papers pada
tanggal 18-20 Juni 2012 mendatang dengan tema “Identifikasi
Perkembangan Anak Usia Dini”. Tujuan dari acara ini pada umumnya agar
para orang tua, guru, dan pendidik dapat mengatasi masalah-masalah
umum yang terjadi terkait anak berkebutuhan khusus pada anak usia dini
dan menjadi pertemuan para peneliti dan penulis artikel ilmiah yang
pesertanya merupakan mahasiswa profesi psikologi dan psikolog untuk
berdiskusi mengenai penelitian yang telah dilakukan selama ini.
Pembicara yang akan hadir dalam TEMU ILMIAH NASIONAL 2012 mendatang adalah Dr. I. L. Gamayanti, M.Si., beliau seorang psikolog di Bagian Tumbuh Kembang Anak RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, Staf Pengajar di Fakultas Kedokteran UGM, dan Ketua Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPK). Beliau akan membawakan seminar dan salah satu workshop yang bertemakan “Identifikasi anak usia dini berkebutuhan khusus”. Selain Dr. I.L. Gamayanti, M.Si., ada juga Evy Tjahyono, S.Psi., M.GE yang merupakan Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (UBAYA) dan Peneliti di Pusat Pengembangan Keberbakatan, Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya (UBAYA) yang akan membawakan workshop “Identifikasi anak usia dini cerdas istimewa (gifted)”.
Adapun kegiatan call for papers mengundang para akademisi dan praktisi
untuk mempresentasikan hasil penelitian, artikel ilmiah maupun rancangan/
intervensi terkait tema perkembangan, pendidikan, serta parenting anak
usia dini dan berkebutuhan khusus/cerdas istimewa. Hasil penelitian, artikel
ilmiah maupun rancangan/ intervensi dikirim paling lambat tanggal 18 Mei
2012 (abstrak) dan 8 juni 2012 (full paper).
Mengundang para akademisi dan praktisi untuk mempresentasikan
h a s i l p e n e l i t i a n , a r t i k e l i l m i a h , m a u p u n r a n c a n g a n
penanganan/intervensi, dengan tema:
a. Perkembangan Anak Usia Dini dan Berkebutuhan Khusus/Cerdas-
Istimewa
b. Pendidikan bagi Anak Usia Dini dan Berkebutuhan Khusus/Cerdas-
Istimewa
Pengumuman Kegiatan
41 PSYCHOPHRENIA III
c. Parenting pada Anak Usia Dini dan Berkebutuhan Khusus/Cerdas-
Istimewa
Batas waktu pengiriman: Abstrak (18 Mei 2012) Full Paper (8 Juni 2012)
Bagi Anda yang tertarik untuk menghadiri TEMU ILMIAH NASIONAL 2012 yang akan diadakan Fakultas Psikologi UKSW ada biaya yang dikenakan sebagai kontribusi. Untuk seminar, bagi peserta Umum dikenakan biaya Rp 50.000, Mahasiswa Luar UKSW Rp 40.000 dan Mahasiswa UKSW Rp 25.000. Untuk kegiatan workshop, bagi Umum (Orang tua & Guru) dikenakan biaya kontribusi Rp 250.000, Mahasiswa S2 Profesi Psikologi Rp 400.000 (*), Psikolog Rp 500.000,(*). Untuk call of papers dikenakan biaya kontribusi Rp 150.000, (**)
(*) Khusus untuk mahasiswa S2 Profesi Psikologi dan Psikolog akan ada sesi tentang psikodiagnostika (**) Biaya belum termasuk proceeding
Proceeding akan di muat dalam website Universitas Kristen Satya Wacana : www.uksw.eduBagi yang menginginkan cetak proceeding ada biaya sebesar Rp. 100.000, -
Contact Person: Enjang Wahyuningrum (0815 793 4340) Krismi Ambarwati (0813 9232 9323) Liany Dianita Suwito (0877 47886797)
Email : [email protected] : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 60 Salatiga 50711 Indonesia Tlp 0298 7104070 Fax. 0298 324197
42 PSYCHOPHRENIA III