Majalah percik edisi khusus stbm 2012

64
Media Informasi Air Minum dan Sanitasi Edisi Bahasa Indonesia edisi 01 tahun ke 10 Agustus 2012 04 22 28 37

description

Majalah Percik edisi khusus STBM tahun 2012. www.STBM-Indonesoa.org .

Transcript of Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Page 1: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Media Informasi Air Minum dan Sanitasi

Edisi Bahasa Indonesiaedisi 01 tahun ke 10Agustus 2012

04

22

28

37

Page 2: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Hari Cuci Tangan Pakai Sabun, 2012

Page 3: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

01Majalah PercikAgustus 2012

Sidang pembaca yang budiman, kembali majalah

kesayangan anda ini hadir di tengah anda. Kali ini,

kami mengusung edisi khusus bertajuk Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM).

Sejak diluncurkan melalui Keputusan Menteri

Kesehatan RI sebagai strategi nasional, STBM telah

berhasil menjadi platform pembangunan sanitasi

berbasis masyarakat untuk mendorong perubahan

perilaku hidup bersih dan sehat.

STBM mendorong perubahan tanpa subsidi.

Masyarakat dijadikan guru sekaligus subyek perubahan

perilaku kesehatan. Perubahan perilaku yang dimaksud

meliputi tidak buang air sembarangan, mencuci tangan

pakai sabun, mengelola air minum dan makanan

yang aman, mengelola sampah dengan benardan

mengelola limbah air rumah tangga dengan aman.

Seluruh perilaku ini secara nyata berkontribusi

terhadap pencapaian nasional target Pembangunan

Milenium (MDGs) dan target pembangunan nasional

sektor AMPL yaitu terwujudnya kondisi stop buang air

besar sembarangan hingga akhir tahun 2014.

Pada Percik edisi khusus STBM kali ini, para pembaca

dapat memetik pelajaran dan menggali inspirasi dari

berbagai tokoh, champion, pelaku utama STBM. Setiap

rubrik berupaya mengupas STBM dari tiga elemen

pentingnya yaitu peningkatan demand, perbaikan

supply dan lingkungan yang mendukung (enabling

environment). Wawancara dengan Gubernur Jawa

Timur dan Bupati Bima mengisahkan upaya-upaya

merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan

lingkungan yang mendukung demi kesinambungan

pembangunan sanitasi.

Sementara itu kisah pejuang-pejuang STBM dari Soe,

Probolinggo, Lumajang serta peranan mitra dan swasta

dan inovasi-inovasi dalam meningkatkan permintaan

serta memperbaikan suplai di tingkat masyarakat

juga diharapkan mengilhami seluruh pelaku STBM di

berbagai lapisan masyarakat.

Kisah-kisah ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan

perilaku kesehatan yang didorong STBM bukan hanya

angin yang ditiupkan oleh proyek-proyek semata

tapi telah berhasil menjadi daya ungkit, wabah,

menularkan semangat bagi tumbuhnya kesadaran di

tingkat masyarakat untuk berkontribusi lebih baik bagi

lingkungannya.

Pepatah menyatakan banyak jalan menuju Roma.

Begitu pun dengan STBM, banyak jalan untuk

menyukseskan program STBM ini. Kuncinya adalah

jeli untuk mengamati setiap peluang yang ada dan

berusaha cepat untuk mengambilnya. Dengan

demikian, bukan tidak mungkin target-target yang

menjadi tantangan bagi Negara Indonesia ini dapat

tercapai.

Selamat membaca!

Pemimpin Redaksi

Maraita Listyasari

Memotret Semangat STBM

Dari Editor

Page 4: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

02 Majalah Percik Agustus 2012

Diterbitkan oleh : Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional Penanggung Jawab : Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas, Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Direktur Pengembangan Air Minum, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktur Bina Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna, Kementerian Dalam Negeri, Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Direktur Penataan Perkotaan, Kementerian Dalam Negeri PembinaNugroho Tri Utomo Pemimpin Redaksi : Maraita Listyasari Redaktur : Eko Wiji Purwanto Editor : Aldy Mardikanto, Nur Aisyah Nasution Tim Penyusun : Nissa Cita Adinia, Lisa Imrani, Kelly Ramadhanti , Indriany, Yusmaidy, Hendra Murtidjaja, Eko Budi Harsono Disain : E. Sunandar Sirkulasi / Sekretariat : Agus Syuhada, Nur Aini

Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

DAFTAR ISI

GELIAT STBM dalam SANITASI INDONESIASTBM Membawa perubahan pola berpikir dalam pelaksanaan program sanitasi. Selain mengedepankan pemberdayaan masyarakat, yang menjadi sasaran adalah perubahan perilaku higiene masyarakat dengan meninggalkan ketergantungan pada subsidi.

04

28

Media Informasi Air Minum dan Sanitasi

Page 5: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

03Majalah PercikAgustus 2012

Cover : E. SunandarFoto Cover : Nury Sybli (Arisan Jamban / Bangka)

Alamat Redaksi Majalah Percik : Jl. RP Soeroso 50 Jakarta Pusat, Telp/Fax : 021- 31904113, Situs Web : http//www.ampl.or.id, Email: [email protected], [email protected]

Redaksi menerima kiriman tulisan/ artikel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum dan sanitasi

5 Pilar STBMAplikasi dan Tantangannya

Menengok Pelaksanaan CLTS dari Negeri Tetangga

Albertus Fay,Dari kesenian Bonet sampai instruksi camat.

Pilihan strategi mengubah perilaku masyarakat

Wawancara Dirjen PP & PL Kementerian Kesehatan

Milestone STBM

Apa kata mereka tentang STBM

Kehadiran STBM dengan 5 pilarnya telah mampu memberikan daya ungkit yang cukup signifikan dalam perubahan perilaku.

Sebagai sebuah pendekatan partisipatif, CLTS juga diaplikasikan di beberapa negara tetangga kita. Simak kisah-kisah dari Pakistan, Laos dan Vietnam

Albertus Fay, tokoh dibalik kesuksesan kecamatan Polen kabupaten Timor Tengah Selatan. Albertus menuturkan langkah-langkah yang ditempuhnya dalam mengaplikasikan STBM

33

40

30

19

54

58

Media Informasi Air Minum dan Penyehatan LingkunganMedia Informasi Air Minum dan Sanitasi

Page 6: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Fokus Utama04

Page 7: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

05Majalah PercikAgustus 2012

“Demi kelestarian anak cucu kita di masa mendatang, dan meningkatnya kesejahteraan penduduk Maradesa Induk,

disaksikan oleh alam pada malam ini, kita harus melakukan perubahan perilaku menuju sehat.

Tidak lagi buang air besar di sembarang tempat, cuci tangan dengan baik, mengolah air minum yang sehat, mengolah

sampah rumah supaya tidak berceceran dimana-mana, dan limbah di rumah...”

GELIAT STBM

SANITASI INDONESIAdalam

Dok Foto Plan Indonesia

Page 8: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

06 Majalah Percik Agustus 2012

Gerak aktif masyarakat

K utipan di atas adalah sekelumit kalimat

dari sumpah adat yang disampaikan

tetua-tetua adat di Desa Maradesa Induk,

Sumba Tengah, NTB, pada Desember 2011 lalu. Demi

mendorong perubahan perilaku higiene warganya,

para tokoh adat lokal berinisiatif menggelar sumpah

adat disaksikan segenap masyarakatnya, bahkan juga

Camat setempat. Upaya seserius sumpah adat ini

dilakukan karena mereka telah sadar dan berkomitmen

untuk melakukan perubahan perilaku higiene.

Kondisi “terpicu” ini biasa muncul ketika masyarakat

telah melalui satu proses yang dinamakan proses

pemicuan. Pemicuan adalah sebuah metode yang

dikenal bertujuan untuk mengubah perilaku higiene

dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat.

Masyarakat dikatakan “terpicu” ketika mereka sadar dan

berkomitmen mengubah perilakunya, sehingga segera

melakukan tindak lanjut yang diperlukan.

Di Indonesia, proses pemicuan telah dilakukan di

banyak lokasi bahkan sampai ke pelosok-pelosok

daerah. Sebagian masyarakat yang terpicu akan

terdorong untuk ikut memicu warga lainnya. Mereka

inilah yang dikenal dengan istilah “champion”. Seorang

champion bisa jadi adalah seorang warga biasa, anak-

anak, tokoh masyarakat setempat, petugas pemerintah,

dan lain-lain. Champion bergerak aktif mengupayakan

perubahan perilaku masyarakat sekitarnya dengan cara

mereka sendiri.

Salah satu champion di Dompu, NTT, Salahudin (13

tahun) bersama Sanggar Anak Tahira membentuk

Polisi Tai Desa Adu. Bersama kader desa, anak-

anak ini dengan aktif memicu warga di desanya

untuk tidak buang air besar (BAB) sembarangan

lagi. Mereka melakukan pengawasan rutin untuk

memantau kebiasaan BAB warga masyarakat. Ketika

ditemukan ada yang melakukan buang air besar

(BAB) sembarangan, mereka meneriaki si pelaku,

meniup peluit agar banyak warga tahu perilakunya

membuatnya malu.

Lain lagi di Jawa Timur, champion lain bernama

Hastatik, seorang petugas sanitasi di Sampang,

“memprovokasi” warganya dengan pesan bahwa

melakukan BAB sembarangan sama dengan melakukan

maksiat dan membuat derita bagi sesama. Bagi orang

Madura, maksiat dan mengakibatkan orang lain

menderita adalah suatu tabu dan sangat memalukan.

Tak ayal, para warga disekitarnya terpicu dan

berkomitmen mengubah perilakunya menjadi BAB di

jamban. Komitmen tersebut dibuktikan dengan jumlah

Deklarasi dan pencanangan 7 desa

ODF di Kabupaten Serang.

Dok

Fot

o Se

kt. S

TBM

Page 9: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

07Majalah PercikAgustus 2012

investasi warga Kecamatan Sampang Kabupaten

Sampang yang mencapai angka Rp 4.7 miliar untuk

membangun jamban tanpa subsidi dari pihak luar.

“Semua gerak aktif masyarakat ini adalah hasil suatu

proses pemberdayaan masyarakat. Suatu program

dikatakan melakukan pemberdayaan masyarakat ketika

masyarakat berperan sebagai subyek aktif dan juga

sebagai pengambil keputusan dalam semua tahapan

program,” ungkap Oswar Mungkasa, mantan Ketua

Pokja AMPL dalam beberapa kesempatan.

Mengubah pola pikir

Selama berpuluh tahun Indonesia memiliki program-

program sanitasi yang berorientasikan pembangunan

sarana fisik. Namun selama berpuluh tahun pula

cakupan sanitasi kita belum menunjukkan perubahan

berarti. Berbagai program datang ke masyarakat

dengan dana besar, memberikan bermacam

tipe sarana sanitasi. Makin banyak sarana sanitasi

terbangun, tidak menambah cakupan, sebaliknya

malah menambahkan jumlah bangunan tak terpakai.

Kondisi ini memperlihatkan perlunya pembenahan

terhadap pola pikir kita.

Beberapa tahun terakhir, perubahan pola pikir ini

mulai tampak dalam program-program sanitasi terkini.

Masyarakat mulai dilibatkan dalam prosesnya, dengan

level pelibatan mulai dari sekedar peserta dalam acara

sosialisasi sampai dengan pelibatan penuh.

“Banyaknya sarana sanitasi terbangun yang

tidak digunakan, maupun yang rusak karena

ketidakmampuan masyarakat memeliharanya,

membuat pemerintah mulai memikirkan pentingnya

keberlanjutan suatu program,” ujar Imbang

Muryanto dari Dinas PU Makassar saat memaparkan

pembelajaran program sanitasi Makassar di Workshop

STBM Nasional tanggal 7-9 Agustus di Bogor, Jawa

Barat. “Karena sanitasi tanpa pemberdayaan masyarakat

tidak akan berhasil,” tambahnya.

Tidak berhenti pada upaya memberdayakan

masyarakat saja, yang juga dituju adalah perubahan

perilaku higiene masyarakat. “Salah satu penunjang

utama keberlanjutan program sanitasi adalah

perubahan perilaku higiene masyarakat,” ungkap Zainal

Nampira, Kasubdit Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar,

Kementerian Kesehatan.

Perubahan pola pikir dan perilaku higiene

masyarakat yang dituju.

Dok

Fot

o IU

WAS

H

Page 10: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

08 Majalah Percik Agustus 2012

“Komitmen perubahan perilaku mampu mendorong

masyarakat membangun sarana sanitasi sendiri.

Masyarakat paling miskin pun akan jadi mampu. Ketika

terpicu, ternyata mereka mampu membangun sarana

sanitasi mereka sendiri,” jelas Zainal.

Pernyataaan Zainal didukung oleh sejumlah fakta tak

terbantahkan. Masyarakat yang terpicu, berkomitmen

pada perubahan perilaku pada akhirnya akan mampu

membangun sarana sanitasinya sendiri. Program

sanitasi berkelanjutan tidak hanya membutuhkan

pemberdayaan masyarakat, yang terpenting adalah

munculnya perubahan perilaku masyarakat. Tanpa itu,

pembangunan sanitasi kecil kemungkinannya untuk

bisa bertahan lama.

Membangun sanitasi tanpa subsidi

Munculnya kesadaran masyarakat untuk perubahan

perilaku mengakibatkan banyaknya komunitas yang

kemudian menyatakan dirinya telah Stop Buang air

besar Sembarangan (SBS) – biasa dikenal dengan istilah

Stop BABS atau ODF (open defecation free). Kondisi

ODF dicapai ketika 100% penduduk di satu komunitas/

dusun/desa telah berhenti BAB sembarangan dan

membiasakan BAB di jamban sehat.

Pemicuan demi pemicuan yang dilakukan di berbagai

tempat telah memperlihatkan hasilnya ketika banyak

desa ODF yang dideklarasikan. Kecamatan-kecamatan

ODF pun mulai bermunculan di seantero negeri seiring

banyaknya kabupaten yang mencanangkan tujuan

untuk mencapai status Kabupaten ODF. Status ODF kini

menjadi gengsi yang dikejar banyak pemimpin daerah.

Di lain sisi, masih banyak pihak bertahan pada pola pikir

lama bahwa perubahan perilaku higiene masyarakat

membutuhkan proses dengan waktu lama, biaya besar

dan tidak bisa dipaksakan. Padahal Indonesia sejak

2005 telah menerapkan satu pendekatan tanpa subsidi

yang membuat perubahan besar pada capaian sanitasi

kita.

Lalu apakah yang dimaksud dengan pendekatan

tanpa subsidi ini?

Pendekatan ini dikenal dengan sebutan Community-

Led Total Sanitation (CLTS). Dipelopori oleh Dr. Kamal

Kar dari Bangladesh, CLTS memiliki metode inovasi

yang memobilisasi masyarakat untuk sepenuhnya

menghilangkan perilaku buang air besar di sembarang

tempat. CLTS mengakui bahwa menyediakan sarana

jamban bagi masyarakat tidak bisa menjamin

penggunaannya, tidak juga menyebabkan perubahan

perilaku higiene ataupun peningkatan akses sanitasi.

Dengan demikian, jika sasarannya adalah perubahan

“Masyarakat paling miskin pun akan jadi mampu. Ketika terpicu, ternyata mereka mampu membangun sarana sanitasi mereka sendiri.”

Page 11: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

09Majalah PercikAgustus 2012

perilaku dan akses sanitasi, maka penyediaan sarana

jamban perlu menjadi tanggungjawab masyarakat

sendiri.

Dimulai dari meniru negara lain

CLTS menyebar cepat di Bangladesh dengan kerjasama

antara Pemerintah Bangladesh dan Lembaga Swadaya

Masyarakat internasional yang ada. WSP (Water and

Sanitation Program) dari Bank Dunia memainkan peran

penting dalam penyebaran pendekatan ini ke India,

Indonesia dan sebagian Afrika.

Bermula dari suksesnya CLTS di Bangladesh dan

India, perwakilan dari beberapa kementerian yang

tergabung dalam Kelompok Kerja Air Minum dan

Sanitasi (Pokja AMPL) dan beberapa pelaku sanitasi

Indonesia berangkat ke kedua negara tersebut untuk

mempelajari CLTS lebih dalam. Kunjungan tersebut

dilanjutkan dengan mengundang Kamal Kar ke

Indonesia, untuk melakukan penilaian apakah metode

CLTS dapat diterapkan di Indonesia.

Pemerintah menindaklanjuti kunjungan tersebut

dengan melakukan uji coba penerapan CLTS di enam

kabupaten di enam provinsi yang berbeda yaitu:

Lumajang, Jawa Timur; Sumbawa, NTB; Sambas,

Kalimantan Barat; Muara Enim, Sumatera Selatan;

Muaro Jambi, Jambi; dan Bogor, Jawa Barat. Tak

tanggung-tanggung, Kamal Kar langsung didaulat

melatihkan metode ini di orientasi CLTS tingkat

Nasional yang pertama pada awal Mei 2005 di

Lumajang, Jawa Timur.

Evaluasi yang dilakukan sekitar 6 bulan kemudian, pada

akhir Nopember 2005, menyatakan bahwa hasil uji

coba penerapan CLTS dinilai sangat baik. “Masyarakat

Indonesia bisa melakukan pemicuan dengan

begitu cepat, karena 8 bulan lalu saya datang ke

Indonesia belum ada yang tahu tentang CLTS. Setelah

diperkenalkan dalam waktu 6 bulan CLTS, dapat

berkembang dengan bagus di Indonesia,” komentar

Kamal Kar saat itu.

Berkembang di negeri sendiri

Setelah uji coba tersebut, metode CLTS terus diterapkan

di berbagai daerah oleh berbagai pelaku sanitasi baik

pemerintah maupun nonpemerintah. Berawal dari

keberhasilan uji coba itu, dilakukan pula perumusan

sebuah konsep strategi nasional untuk perluasan

peningkatan akses sanitasi pedesaan yang disesuaikan

dengan misi dan karakter bangsa Indonesia.

Percobaan di 6 kabupaten tersebut berhasil

membuktikan bahwa CLTS dapat diterapkan di

Indonesia. Pembelajaran yang didapatkan dari

percobaan tersebut didokumentasikan dalam bentuk

video yang menjadi alat bantu komunikasi dalam

melakukan advokasi ke berbagai pihak. Berbagai

lembaga baik pemerintah dan nonpemerintah tertarik

Metode CLTS terus diterapkan

diberbagai daerah oleh berbagai

pelaku sanitasi.

Dok

Fot

o IU

WAS

H

Page 12: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

10 Majalah Percik Agustus 2012

mereplikasikan pendekatan ini melalui berbagai

program diantaranya WSLIC2 (Water and Sanitation for

Low Income Communities), TSSM dan program yang

dijalankan oleh Plan Indonesia.

WSLIC2 mulai gencar melaksanakan pemicuan di

berbagai wilayah sasaran proyeknya di Indonesia.

TSSM (Total Sanitation – Sanitation Marketing) di Jawa

Timur menambahkan 3 komponen sanitasi total dalam

pelaksanaannya, yaitu:

• peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation),

• peningkatan penyediaan sanitasi (supply

improvement), dan

• penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling

environment).

Tiga komponen tersebut menjadi inovasi

pengembangan dalam replikasi CLTS karena CLTS

hanya berfokus di demand creation. Plan Indonesia

walau belum sepenuhnya menerapkan CLTS, mulai

mengadopsi metode pemicuan di 9 kabupaten

binaannya di tahun 2007, dan sejak tahun 2009 telah

mengadopsi penuh pendekatan CLTS.

Replikasi oleh berbagai pihak ini menghasilkan

perubahan luar biasa sehingga pada tahun 2006

sebanyak 160 desa telah mencapai ODF dan tahun

2007 bertambah menjadi 500 desa. Bahkan Pemerintah

Kabupaten Pandeglang sempat meraih penghargaan

MURI (Museum Rekor Indonesia) pada 2007 ketika

organisasi masyarakat PCI (Project Concern International)

berhasil melakukan pemicuan dan mendorong

pebangunan 1.719 buah jamban atas inisiatif masyarakat

tanpa subsidi.

“Sejak CLTS diluncurkan, luar biasa semangat yang

muncul dari berbagai program dan proyek. Daya

ungkit di tingkat masyarakat juga tinggi,” kata Zainal.

Penerapan CLTS Tidaklah Cukup

Di tahun 2007, dunia sanitasi Indonesia mendapatkan

informasi berharga hasil studi dari WHO (World Health

Organization) dan Bank Dunia. Studi dari Bank Dunia

menyatakan bahwa buruknya kondisi sanitasi di

Berbagai kampung dan desa bangga mendeklarasikan dirinya bebas dari

buang air besar sembarangan.

Dok

Fot

o Se

kt. S

TBM

Diagram Komponen Sanitasi Total

Page 13: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

11Majalah PercikAgustus 2012

Indonesia menimbulkan kerugian ekonomi sebesar

2,3% dari Produk Domestik Bruto atau sebesar Rp 58

triliun per tahunnya.

Buruknya kondisi sanitasi dan perilaku higiene

masyarakat yang tidak aman menimbulkan kejadian

luar biasa diare di banyak provinsi. Penurunan kejadian

diare dianggap penting karena penyakit ini masih

menjadi penyebab utama kematian bayi dan balita di

Indonesia. WHO menyatakan bahwa ada 3 kondisi yang

dapat menurunkan kejadian diare, yaitu:

1. Peningkatan akses masyarakat pada sanitasi dasar,

dapat menurunkan kejadian diare sebesar 32%;

2. Perilaku cuci tangan pakai sabun, menurunkan

sebesar 45%; dan

3. Perilaku pengelolaan air minum yang aman di

rumah tangga, menurunkan sebesar 39%.

Masing-masing kondisi tersebut jika diterapkan berdiri

sendiri, maka besar penurunan yang dihasilkan tidak

sampai setengahnya. Namun apabila ketiga kondisi

tersebut diintegrasikan, maka kejadian diare dapat

diturunkan sebanyak 94%.

Bersandar pada hasil studi Bank Dunia dan WHO,

pemerintah Indonesia melihat bahwa penerapan CLTS

saja tidaklah cukup. Diperlukan program besar yang

mengintegrasikan ketiga kondisi di atas jika memang

kita serius untuk memperbaiki kondisi sanitasi dan

menurunkan angka kejadian diare.

Keberhasilan uji coba CLTS, replikasi dan

pengembangan CLTS paska uji coba, serta hasil studi

WHO dan Bank Dunia, mendorong pemerintah

Indonesia menyusun satu program yang menyasar

pada penurunan kejadian diare melalui perubahan

perilaku masyarakat. Hasil upaya tersebut adalah

ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) mengadopsi

pendekatan CLTS untuk mengubah perilaku

masyarakat. Hasil studi WHO tercermin disini sebagai

5 pilar perubahan perilaku, yang kini dikenal sebagai 5

pilar STBM, yaitu:

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)

Cuci tangan pakai sabun, terbukti

menurunkan kasus diare hingga 45

persen.

Dok

Fot

o Pl

an In

done

sia

Page 14: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

12 Majalah Percik Agustus 2012

2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

3. Pengelolaan Air Minum dan makanan Rumah

Tangga (PAM RT)

4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS RT)

5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC RT)

Pencapaian 5 kondisi di atas dalam satu komunitas

disebut sebagai kondisi sanitasi total.

Munculnya Kepmenkes tentang strategi nasional

STBM selain menjadi pegangan untuk advokasi

juga menjadi pemicu bagi lebih banyak pihak untuk

menerapkan CLTS dan mengembangkannya menjadi

STBM. Diragukan pada awalnya, seperti halnya saat

pertama penerapan CLTS, perlahan tapi pasti STBM

meraih dukungan-dukungan menjadi program

sanitasi berbasis masyarakat terbesar tanpa subsidi di

Indonesia.

Di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan dan

didukung oleh lembaga interkementerian, Pokja

AMPL Nasional, para pemangku kepentingan STBM

dari pemerintah dan non pemerintah memulai upaya

advokasi dan pelaksanaan STBM di berbagai tingkatan,

mulai dari pusat sampai ke daerah. Keberhasilan mulai

terlihat, bahkan di wilayah-wilayah yang dianggap

sangat tidak mungkin untuk diterapkan program ini.

Serangkaian perubahan dan kemajuan mengiringi

pelaksanaan STBM. “Banyak pihak sudah mulai

menerapkan pemicuan bukan hanya untuk Stop BABS

saja. Jadi, memang sudah muncul desa-desa yang

mencapai kondisi sanitasi total di 5 pilar STBM,” ungkap

Zainal.

Lebih lanjut, STBM yang dari awalnya identik

dengan program sanitasi di perdesaan, kini juga

mulai diujicobakan di perkotaan. WVI (World Vision

International) dan USAID (United States Agency for

International Development) adalah dua lembaga yang

menginisiasi uji coba pelaksanaan STBM di masyarakat

kota.

“Yang membanggakan, muncul juga asosiasi

pengusaha sanitasi di tingkat masyarakat. Semua pihak

berkolaborasi, lagi-lagi menambah daya ungkit positif

program ini,” tambah Zainal.

Pendapat senada diungkapkan Nugroho Tri Utomo,

Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas.

Page 15: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

13Majalah PercikAgustus 2012

Menurut Nugroho, STBM telah berevolusi menjadi

lebih kompleks dan luar biasa, “STBM ini merupakan

satu-satunya program atau pendekatan yang

intervensinya langsung ke tingkat

rumah tangga yang memang

merupakan penentu utama

keberhasilan program sanitasi.”

Dampaknya, Indonesia mulai menjadi tempat

belajar bagi negara tetangga untuk program sanitasi

perdesaan. Dalam Lokakarya Regional CLTS se-Asia

Tenggara dan Pasifik tahun 2009, Indonesia ternyata

merupakan negara dengan pengalaman penerapan

CLTS yang sangat komprehensif, bahkan dibandingkan

dengan India.

Dikatakan komprehensif karena pelaksanaan CLTS di

Indonesia sudah mencapai pengembangan konsep

menjadi STBM. Selain itu, tidak hanya pada penerapan

5 pilar, kegiatan monitoring STBM yang berbasis sms

dan website juga sudah dimulai diterapkan. Pelaku

STBM-pun semakin beragam, mulai dari pemerintah

Peta Persebaran CLTS di antara Negara-Negara Asia 2004-2010

Page 16: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

14 Majalah Percik Agustus 2012

daerah, LSM lokal atau internasional, lembaga donor,

hingga pihak swasta melalui program-program

Corporate Social Responsibility (CSR).

Banyak faktor di Indonesia yang mendukung

perkembangan AMPL yaitu keberadaan regulasi,

komitmen pemerintah dalam RPJMN, keberadaan Pokja

AMPL / Sanitasi di tingkat kabupaten, kota dan provinsi,

kemitraan dengan para pemangku kepentingan serta

keberadaan para champion di masyarakat sendiri.

Tantangan Berat

Di semua negara yang menerapkan CLTS, peralihan

pendekatan pembangunan sanitasi dari berbasis

subsidi ke non subsidi dirasakan merupakan tantangan

yang paling berat, baik di tingkat pemerintah maupun

di masyarakat. Laos dan Vietnam adalah contoh negara

yang mengirimkan tim-nya ke Indonesia demi bertukar

pengetahuan mengenai CLTS dan STBM.

Pada Lokakarya Regional Exchange Visits on Scalling

Up Sanitation di Solo (September 2011), Pemerintah

Indonesia dianggap cukup berhasil bekerja sama

dengan lembaga donor dan rekan kerjanya untuk

mengembangkan sanitasi perdesaan dengan

penguatan tiga komponen sanitasi totalnya. Kegiatan

ini dihadiri lembaga-lembaga donor dan negara-

negara Asia Tenggara dan Papua New Guinea.

Antusiasme dalam setiap kegiatan deklarasi ODF di

berbagai wilayah.

Dok

Fot

o Pl

an In

done

sia

Page 17: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

15Majalah PercikAgustus 2012

Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation):

Peningkatan penyediaan sanitasi (supply improvement):

Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment):

1. Pemicuan STBM pada tingkat komunitas

2. Penelitian formatif mengenai perilaku dan motivasi higiene masyarakat sebagai konsumen.

3. Kampanye media komunikasi berdasarkan penelitian formatif, dengan menggunakan motivasi yang ada untuk mengubah perilaku.

4. Menawarkan opsi-opsi bagi konsumen ketika mereka berkomitmen untuk mengubah perilaku higiene-nya.

1. Penilaian pasar sanitasi di provinsi untuk membandingkan opsi-opsi sanitasi yang ada, dibandingkan dengan keinginan dan kesediaan membayar konsumen.

2. Mengembangkan kisaran opsi sanitasi yang diinginkan dan terjangkau konsumen.

3. Pengembangan catalog pilihan sanitasi layak, untuk menolong konsumen memilih.

4. Pembinaan pengusaha lokal dan pelatihan tukang bangunan untuk menyampaikan pilihan teknologi dengan jaminan kualitas.

1. Menerapkan kebijakan lokal untuk melaksanakan STBM di kabupaten melalui sinergi semua sumber dana program/proyek sanitasi perdesaan.

2. Mengembangkan kerangka pendanaan khusus dalam anggaran pemerintah.

3. Menyediakan dana pembangunan dan peningkatan kapasitas lokal (untuk demand, supply, pengelolaan pengetahuan, pemantauan dan hasil program sanitasi).

4. Membuat analisa tentang efektifitas pembiayaan (input, output, hasil) program sanitasi dalam laporan kemajuan program kabupaten.

5. Memformulasi Rencana Strategis untuk pelaksanaan STBM di kabupaten.

Dengan berbagai capaian dan pembelajaran, masih

begitu banyak tantangan STBM ke depan. Komitmen

Pemerintah Indonesia Stop BABS pada 2014 telah

akankah itu tercapai? Bagaimana menanggulangi

berbagai program/proyek di daerah yang masih

melakukan subsidi? Pencapaian MDGs untuk sanitasi

di Indonesia banyak mengandalkan STBM karena

program ini efektif untuk meningkatkan akses sanitasi

di perdesaan. Dengan kondisi otonomi daerah,

bagaimana membuat pimpinan daerah mengadopsi

program ini?

Seperti dikatakan oleh Nugroho Tri Utomo pada

Workshop STBM Nasional (7/9),” Sudah diketahui

bagaimana potensi STBM di lapangan. Keberhasilannya

sudah cukup teruji. Tantangannya bukan lagi

Tabe

l hal

-hal

yan

g da

pat d

ilaku

kan

dala

m m

elak

sana

kan

STBM

Page 18: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

16 Majalah Percik Agustus 2012

mengadvokasi rumah tangga tetapi mengadvokasi

pemerintah daerah agar lebih mendukung kegiatan ini.

Tantangannya adalah pada komitmen pemda untuk

mengalokasikan dana ke STBM.”

Menuju Pencapaian Target STBM

STBM beranjak dari satu pembelajaran sederhana, dan

makin lama makin berkembang seiring penemuan

pembelajaran demi pembelajaran lainnya dari banyak

pihak. Di triwulan pertama tahun 2012, sebanyak 6.457

desa telah melaksanakan STBM. Hingga akhir tahun

2014 ditargetkan 20.000 desa dapat menerapkan STBM.

Akankah kita menggunakan semua pembelajaran yang

ditemukan sebagai pijakan menuju target yang ingin

dicapai?

Soal kreatifitas mencapai target, pelaku STBM dari Jawa

Timur mungkin juaranya. Jawa Timur menggunakan

strategi “1 puskesmas 1 desa ODF”. Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur memberikan target pada tiap

puskesmas untuk meng-ODF-kan minimal 1 desa

di wilayahnya tiap tahun. “Tiap kecamatan biasanya

memiliki 1 puskesmas, beberapa ada yang lebih dari

1. Dengan strategi “1 puskesmas 1 desa ODF”, target

ini termasuk ringan bagi puskesmas,” kata Edy Basuki,

Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur.

Strategi ini bukan mustahil dilakukan, jika dalam

sebulan sanitarian melakukan 1 kali pemicuan dan

monitoring tiap bulannya, minimal 1 desa ODF bisa

dicapai dalam 1 tahun. Jika dilihat dari pendanaan

“Tiap kecamatan biasanya memiliki 1 puskesmas. Dengan strategi “1 puskesmas 1 desa ODF”, target ini termasuk ringan.”

Page 19: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

17Majalah PercikAgustus 2012

yang sudah tersedia, strategi “1 puskesmas 1

desa ODF” merupakan strategi mumpuni yang

selayaknya dapat diterapkan di wilayah-wilayah lain.

Wilfried H Purba, Direktur Penyehatan Lingkungan,

Kementerian Kesehatan, menambahkan potensi lain.

Menurut Wilfried, saat ini puskesmas mendapatkan

dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dari pusat

dengan rata-rata Rp 100 juta per puskesmas. “Di sini,

menu kesehatan lingkungannya bisa digunakan untuk

STBM. Sekarang bagaimana teman-teman daerah kita

dorong agar tidak melupakan kesehatan lingkungan

(kesling) ini, dengan menggunakan program STBM,”

tandasnya.

Perihal terobosan pencapaian target STBM ini Nugroho

menambahkan bahwa STBM muncul dari begitu

banyak pembelajaran, hasil-hasil studi, kerja kreatif para

champion dan dukungan banyak pihak. “STBM juga

akan hidup dan berkembang dari gairah-gairah seperti

ini. Dan jangan lupa, STBM bisa kita kembangkan betul,

ketika dia terintegrasi dengan program-program

lain, seperti PPSP (Percepatan Pembangunan

Sanitasi Permukiman), RPA (Rencana Pengamanan

Air), atau Sanitasi Sekolah,” ujar Nugroho.

Bersinergi dengan program lain dan melakukan

terobosan strategi pelaksanaan STBM di wilayah

masing-masing. Bayangkan ketika seluruh kecamatan

di Indonesia, melakukan strategi tersebut. Tidak

mustahil target 20.000 desa yang melaksanakan STBM

di 2014 akan tercapai, bahkan terlampaui. Mari kita

mulai dari sekarang.

Indriany, Nissa CitaD

ok F

oto

Plan

Indo

nesi

a

Bersinergi bersama berbagai pihak

melakukan promosi STBM demi mencapai

target.

Page 20: Majalah percik edisi khusus stbm 2012
Page 21: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

19Majalah PercikAgustus 2012 Wawancara

P rogram Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) telah

empat tahun bergulir. STBM jelas

merupakan salah satu program

Nasional di bidang sanitasi yang

bersifat lintas sektoral. Program

ini telah dicanangkan pada

bulan Agustus 2008 oleh Menteri

Kesehatan RI. STBM merupakan

pendekatan untuk mengubah

perilaku higiene dan sanitasi

melalui pemberdayaan masyarakat

dengan metode pemicuan.

Dalam Rencana Strategis (Renstra)

Kementerian Kesehatan 2010 –

2014 ditetapkan Delapan fokus

prioritas pembangunan kesehatan.

Salah satunya adalah program

pengendalian penyakit dan

penyehatan lingkungan menular;

dengan salah satu indikator

utama pencapaian sasaran pada

tahun 2014 adalah jumlah desa

yang melaksanakan Sanitasi

Total Berbasis Masyarakat (STBM)

sebanyak 20.000 desa.

Berikut adalah petikan wawancara

wartawan majalah Percik,

Eko B Harsono dengan Dirjen

Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, Prof Dr

Chandara Yoga di ruangannya di

Jakarta, belum lama ini.

Sesungguhnya apa persoalan

mendasar dalam melaksanakan

STBM?

Sejumlah program sanitasi

masyarakat memang telah lama

dilakukan. Persoalannya ada

sejumlah masalah terkait hal ini

yang harus diperhatikan pertama

yaitu Perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS) belum menjadi

kebutuhan bagi sebagian besar

masyarakat. Masyarakat secara

umum memiliki pengetahuan

mengenai pentingnya perilaku

hidup bersih dan sehat serta

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K)Wawancara Dirjen PP & PL Kementerian Kesehatan

STBM Mendorong Perubahan Tanpa Subsidi

Page 22: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

20 Majalah Percik Agustus 2012

kondisi sanitasi terhadap tingkat

kesehatan. Namun demikian,

prioritas masyarakat masih

belum menempatkan sanitasi

pada prioritas utama. Oleh

karena itu, seringkali ditemui

ketidakkonsistenan praktik hidup

bersih masyarakat.

Kedua, kurangnya komitmen

pemerintah daerah mengenai

pentingnya pembangunan

sanitasi. Fokus pembangunan

di daerah masih berkisar pada

sarana infrastruktur lain seperti

jembatan atau jalan, sementara

pembangunan sanitasi belum

menjadi prioritas. Selain itu,

fakta bahwa pembangunan

sanitasi belum terintegrasikan

secara maksimal dan menjadi

tanggungjawab bersama.

Ketiga, belum tersedianya

pendekatan pembangunan sanitasi

yang terpadu dan sinergis. Salah

satu kendala yang cukup mendasar

adalah belum adanya cetak biru

maupun pendekatan untuk

menanganani pembangunan

sanitasi. Pemerintah saat ini telah

mencanangkan program STBM

sebagai program nasional dan

menjadikan program tersebut

sebagai acuan bagi pelaksana

berbagai program/proyek sanitasi

yang ada. Namun demikian,

program STBM masih perlu

dikembangkan.

Mengapa STBM berprinsip non

subsidi?

Sebelumnya kita menerapkan

pendekatan tradisional

untuk program sanitasi,

seperti: membangun MCK,

mendistribusikan jamban

keluarga secara cuma-cuma atau

Dok

Fot

o Se

kt. S

TBM

Salah satu upaya kampanye cuci

tangan pakai sabun yang digiatkan

oleh Kementerian Kesehatan.

Page 23: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

21Majalah PercikAgustus 2012

dalam bentuk paket material

stimulan untuk konstruksi, serta

mendistribusikan uang pada

masyarakat dalam bentuk jamban

bergulir.

Ketiga kegiatan tersebut

menggunakan pendekatan fisik

dimana fokus dan tolok ukur sukses

selalu pada pendekatan fisik.

Dengan pendekatan fisik tersebut

tidak memberi daya ungkit yang

berarti terhadap akses sanitasi

karena tidak berkesinambungan

(masyarakat selalu bergantung

pada subsidi).

Dengan tidak adanya

subsidi, seperti apakah peran

pemerintah?

Peran pemerintah adalah

memfasilitasi dalam bentuk

penyusunan norma, standar,

pedoman, advokasi dan sosialisasi,

kampanye, monitoring, evaluasi,

serta pembelajaran. Berkaitan

peran Pemerintah tersebut,

instansi lintas sektor serta

pemangku kepentingan terkait

telah menyusun Strategi Nasional

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) dan telah ditetapkan

dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor: 852/Menkes/SK/

IX/2008 tanggal 8 September 2008

Bisakah STBM dikatakan

berhasil? Atau sebaliknya?

Kami belum berani menyatakan

sebagai suatu keberhasilan tetapi

kemajuannya menunjukkan

hal yang menggembirakan.

Pendekatan ini terus kita evaluasi

dan kita lakukan akselerasi dengan

tetap mempertahankan kualitas

proses dan hasil. Selain itu juga

mulai dikembangkan pilar-pilar lain

dari STBM seperti kampanye Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan

Pengelolaan Air Minum Rumah

Tangga (PAM RT), pengelolaan

limbah dan sampah rumah tangga.

Kendala apa yang dihadapi

dalam pelaksanaan STBM?

Kendala utama yang dihadapi

adalah belum semua pemangku

kepentingan memahami dan

mengadopsi pendekatan STBM

ini dalam pembangunan sanitasi

dan masih berorientasi pada

pedekatan fisik, bukan pada

pendekatan perubahan perilaku.

Untuk mengatasi hal ini, langkah

kita adalah terus melakukan

roadshow dalam rangka advokasi

dan sosialisasi kepada para

pengambil keputusan serta para

pemangku kepentingan. Selain itu

juga dilakukan kampanye media

dan pembelajaran dari keberhasilan

daerah dalam implementasi STBM.

Bagaimana keterlibatan pihak di

luar Pemerintah dalam program

STBM?

Program ini memerlukan

keterlibatan dan sinergi dari

berbagai pihak (Pemerintah, swasta,

LSM, donor dan masyarakat).

Sinergi yang kita lakukan

dalam bentuk kemitraan dan

pengembangan jejaring, seperti

melalui Jejaring AMPL, Kemitraan

Pemerintah-Swasta untuk Cuci

Tangan Pakai Sabun, sinergi

dengan lembaga-lembaga donor

dan NGO (Unicef, ESP, Plan) dalam

mengadopsi pendekatan STBM

untuk pembangunan sanitasi.

Page 24: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Wawancara22

Bagaimana awal mula mengenal

program STBM? Kesan seperti

apa yang muncul ketika STBM

mulai dikenalkan di Jawa Timur

STBM dikenal sejak tahun

2006, yang diujicobakan

di Kabupaten Lumajang. Pada

awalnya dikenalkan metode

Community Led Total Sanitation

(CLTS) sebuah metode

pemberdayaan masyarakat dengan

fokus terhadap upaya perubahan

perilaku dari Buang Air Besar

Sembarangan (BABS) menjadi

BAB di jamban sehat. Pada tahun

2007 pendekatan Total Sanitation

and Sanitation Marketing (TSSM)

diperkenalkan oleh WSP World

Bank dengan mengkombinasikan

antara peningkatan demand

(masyarakat yang sudah terpicu)

dan perbaikan supply dan jejaring

bisnis yang melibatkan swasta.

Tahun 2008 mulai dianggarkan

untuk kegiatan STBM (Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat), demikian juga

dana operasional disediakan oleh

Pemerintah Kabupaten (Pemkab)

melalui APBD Kabupaten.

Kesan pertama tentang STBM,

ini merupakan kegiatan

pemberdayaan dengan

pendekatan baru. Pendekatan

ini terbukti cukup efektif dalam

meningkatkan akses jamban

dengan cepat.

Kendala apa saja yang mucul

dalam pelaksanaan STBM

hingga saat ini dan upaya apa

yang telah dilakukan untuk

mengatasinya?

Belum semua Pemkab/Kota

memahami pendekatan ini,

sanitasi masih belum menjadi

prioritas dalam kebijakan

pembangunan dan alokasi APBD

untuk sanitasi masih terbatas.

Untuk mengembangkan program,

Pemprov mendorong untuk

dapat melakukan akses terhadap

sumber daya seperti CSR, dana BOK

(Bantuan Operasional Kesehatan),

PNPM atau proyek nasional

lainnya. Selain itu, memberikan

penghargaan terhadap kabupaten

SoekarwoGubernur Jawa Timur

Menyebar Pembelajaran Dari Jawa Timur

Page 25: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

23Majalah PercikAgustus 2012

yang berhasil juga dapat memicu

kabupaten yang lain, misalnya

melalui JPIP Otonomi Awards.

Upaya lain juga diperlihatkan

dalam bentuk pameran nasional

dalam rangka Hari Kesatuan Gerak

PKK dan Bulan Bakti Gotong

Royong, dimana STBM mampu

menggerakkan partisipasi dan

gotong royong masyarakat untuk

membangun jamban dalam skala

luas.

Bagaimana peran berbagai

pihak (pemerintah, swasta/CSR/

media, masyarakat, perguruan

tinggi, donor/NGO/LSM, dll)

dalam pelaksanaan STBM?

Pemerintah daerah minimal

memberikan dukungan kebijakan

serta kerja sama dengan lembaga-

lembaga lain. Lembaga tersebut

antara lain seperti swasta melalui

CSR (contoh Bank Jatim), Media

(Jawa Pos-Otonomi Award), NGO

(WSP- World Bank, USAID), PKK

(Lomba Lingkungan Bersih dan

Sehat), proyek nasional ( PNPM,

Sanimas, PAMSIMAS). Upaya

mensinergikan lintas program juga

sudah dilakukan seperti dengan

program Kota Sehat, Desa Siaga,

Promosi Kesehatan, UKS dan lain-

lain.

Apa yang dianggap sebagai

manfaat STBM bagi masyarakat?

Masyarakat dapat menikmati

kondisi lingkungan yang lebih

bersih dan sehat serta menurunkan

resiko penyakit akibat kondisi

lingkungan. Masyarakat yang sejak

awal sudah memiliki jamban akan

merasa nyaman karena masyarakat

di sekitarnya yang awalnya BAB

sembarangan sudah memiliki

jamban.

Seperti apa kondisi daerah

sebelum dan sesudah program

STBM mulai dilaksanakan?

Pendekatan program sanitasi

sebelumnya dengan memberikan

subsidi untuk konstruksi jamban

ternyata sangat terbatas

cakupannya, membutuhkan

biaya yang relatif cukup besar

karena masyarakat mengharapkan

bantuan dari Pemerintah.

Tambahan akses jamban di

masyarakat berjalan sangat

lambat. Dengan STBM, program

sanitasi lebih mengutamakan

Anak-anak di SD Tunjung Sekar Malang

menikmati fasilitas cuci tangan.

Dok

Fot

o Se

kt. A

MPL

Page 26: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

24 Majalah Percik Agustus 2012

perubahan perilaku melalui

metode pemicuan dan kontrol

sosial sehingga mekanisme

yang terjadi di masyarakat dapat

berkesinambungan, tambahan

akses jamban bertambah lebih

cepat dan cakupannya lebih luas

serta merata di semua lapisan.

Menurut anda, apa faktor sukses

yang mendorong keberhasilan

STBM di Jawa Timur ini?

Adanya dukungan kebijakan

Pemprov di bidang sanitasi,

terbangunnya sinergi kerjasama

stakeholder yang kondusif dan

menyebarluaskan informasi melalui

berbagai media ke semua pihak

yang terkait. Dalam hal pertukaran

pengetahuan, Jawa Timur telah

menyebarluaskan pembelajaran ke

berbagai pihak melalui kunjungan

lapangan, mengundang daerah

sukses sebagai narasumber,

ataupun menjadi narasumber di

daerah atau Provinsi lain.

Tantangan apa sajakah yang

masih harus dihadapi dalam

pelaksanaan STBM di Jawa

Timur?

Sejogianya STBM berjalan secepat

di Bojonegoro, Jombang, Pacitan,

Lumajang, Magetan, Ngawi, dan

Nganjuk. Untuk itu, Pemprov akan

terus memberikan motivasi dan

advokasi terhadap seluruh Kab/

Kota dengan memaksimalkan tiga

komponen penting STBM yaitu:

1. Terus menciptakan demand

dengan pemicuan; 2. Memberikan

solusi terhadap masyarakat

yang sudah terpicu dengan

memberikan opsi jamban sehat,

dengan mempermudah akses

atau mendekatkan pasar sanitasi

(mendekatkan supply); 3. Pihak

pemerintah beserta stakeholder

menciptakan lingkungan

yang mendukung (enabling

environment), minimal dengan

memberikan dukungan kebijakan.

Tenggat waktu MDGs saat

ini sudah semakin dekat,

bagaimana prospek STBM dalam

menjawab tantangan MDGs

tersebut?

Apabila STBM dilaksanakan oleh

semua pihak dengan maksimal

dan tentunya didukung oleh

semua Bupati/Walikota, maka tidak

menutup kemungkinan target

MDGs goal 7 bisa tercapai. Jadi kata

kuncinya adalah dukungan dan

komitmen yang kuat, khususnya

oleh Bupati/Walikota.

Apakah harapan, masukan

maupun evaluasi bagi

peningkatan/percepatan

program STBM di tingkat

nasional?

Harus ada dukungan, kesepakatan

dan komitmen yang kuat oleh

semua pihak, mulai dari tingkat atas

sampai ke bawah, itu adalah kunci

keberhasilan STBM untuk tingkat

nasional.

”Dalam hal pertukaran pengetahuan, Jawa Timur telah menyebarluaskan pembelajaran ke berbagai pihak melalui kunjungan lapangan, mengundang daerah sukses sebagai narasumber, ataupun menjadi narasumber di daerah atau Provinsi lain”

Page 27: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

25Majalah PercikAgustus 2012 Wawancara

Bagaimana awal mula mengenai

program Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM)? Kesan

seperti apa yang muncul ketika

STBM mulai dikenalkan di Bima?

STBM pertama kali dikenalkan

pada tahap akhir program

WSLIC 2 (Second Water and

Sanitation for Low Income

Communities) tahun 2005 dengan

nama CLTS (Community Lead

Total Sanitation), kemudian secara

gencar diadopsi oleh program-

program lain antara lain WES Unicef,

Program Desa Siaga, BBGRM (Bulan

Bhakti Gotong Royong Masyarakat)

dll.

Kesan yang muncul ketika STBM

mulai dikenalkan di Bima adalah

kita telah berpengalaman sejak

Pelita Pertama membangun

sanitasi dengan berbagai program

mulai program inpres SAMIJAGA,

Unicef , RWSS, P3DT, P2DT dll

dengan investasi yang sangat

besar. Investasi tersebut belum

mampu meningkatkan cakupan

maupun perubahan perilaku yang

menunjang pada meningkatnya

derajat kesehatan masyarakat.

Kehadiran STBM dengan lima

pilarnya telah mampu memberikan

daya ungkit yang cukup signifikan

dalam perubahan perilaku dan

peningkatan cakupan AMPL.

Yang menarik dari program ini

adalah meningkatnya kesadaran

masyarakat lewat strategi

pemicuan. Hasilnya, awal tahun

2012 ada 25 desa dan 1 kecamatan

telah mendeklarasikan diri sebagai

desa dan kecamatan ODF (Open

Defecation Free) atau bebas dari

buang air besar sembarangan.

Dan tahun 2015, Kabupaten

Bima merencanakan untuk

mendeklarasikan Kabupaten ODF.

Kendala apa saja yang muncul

dalam pelaksanaan STBM

hingga saat ini, dan upaya apa

yang telah dilakukan untuk

mengatasinya?

Beberapa yang masih menjadi

kendala antara lain pandangan

masyarakat yang masih

menganggap pembangunan

sanitasi adalah tanggungjawab

“Tahun 2015, Bima akan Jadi Kabupaten ODF”

Ferry ZulkarnaenBupati Bima

Page 28: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

26 Majalah Percik Agustus 2012

pemerintah dan berorientasi

subsidi. Selain itu, masih adanya

kebijakan pemerintah pusat

tentang pembangunan sanitasi

yang tidak selaras dengan

Keputusan Menteri Kesehatan

RI No.852/MENKES/SK IX/2008

tentang Strategi Nasional Sanitasi

Total Berbasis Masyarakat. Kendala

lainnya adalah belum meratanya

kapasitas dan pemahaman SKPD

terkait STBM.

Upaya yang sudah dilakukan

Pemerintah Daerah antara

lain mengeluarkan beberapa

kebijakan seperti :

Selain mengeluarkan beberapa

peraturan tersebut, Pemkab Bima

memberikan peran yang besar

kepada Pokja AMPL – BM untuk

mengkoordinir pelaksanaan

pembangunan AMPL. Langkah lain

yang juga dilakukan adalah dengan

memfasilitasi dan melakukan

pembinaan yang berkelanjutan

untuk masyarakat. Selain itu

juga menetapkan pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) sektor AMPL

sebagai prioritas pembangunan.

Pemerintah daerah juga

mengupayakan ada peningkatan

alokasi anggaran dari APBD

Kabupaten untuk STBM setiap

tahunnya. Sementara itu upaya

lain yang juga dilakukan adalah

dengan meningkatkan peran

tokoh informal di masyarakat

untuk bersama-sama dengan

aparat teknis di lapangan dalam

melakukan pemicuan CLTS

(Community Led Total Sanitation).

Bagaimana peran berbagai

pihak (pemerintah, swasta CSR,

media, masyarakat, perguruan

tinggi, donor, INGO, LSM, dll)

dalam pelaksanaan STBM ?

Pemerintah daerah menempatkan

Bersama dalam aktivitas promosi kesehatan untuk

anak-anak sekolah dasar.

Page 29: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

27Majalah PercikAgustus 2012

NGO, media, perguruan tinggi,

dan lainnya sebagai mitra di

mana pemerintah memberikan

seluas-luasnya kesempatan untuk

berkontribusi sesuai peraturan

perundang-undangan yang ada.

Misalnya dalam hal promosi dan

sosialisasi STBM, peran media

massa (khususnya media lokal)

dioptimalkan. Beberapa NGO

memberi dukungan pembiayaan

dalam perencanaan dan

pelaksanaan program pemerintah.

Demikian juga kalangan akademisi

(Perguruan Tinggi) aktif sebagai

mitra pemerintah dalam melakukan

pengkajian dan advokasi program.

Apa faktor sukses yang

mendorong keberhasilan STBM

di Bima ini ? Apa yang telah

dilakukan dalam mendukung

pertukaran pengetahuan pada

daerah-daerah lain yang ingin

belajar ke Bima?

Faktor sukses yang mendorong

keberhasilan STBM di Bima seperti

Kepemimpinan daerah yang

baik, dimana terjadi kerjasama

dan komunikasi yang harmonis,

terutama antara eksekutif dan

legislatif dalam merumuskan

kebijakan-kebijakan yang

mendukung STBM. Selain itu,

Kepemimpinan Bupati Bima

yang senantiasa memperhatikan

aspirasi masyarakat (terutama

masyarakat desa) melalui berbagai

kegiatan seperti momen Bulan

Bakti Gotong Royong Masyarakat

(BBGRM) di setiap desa, kegiatan

safari ramadhan, kunjungan

silaturahmi langsung ke tengah-

tengah masyarakat dll, juga turut

mendorong keberhasilan STBM.

Dalam rangka pertukaran

pengetahuan pada daerah lain,

beberapa yang telah dilakukan

seperti memberi fasilitas/sharing

pengalaman pada pokja AMPL

Kabupaten Dompu dan Kota

Bima tentang Pengelolaan AMPL

yang berkelanjutan dan berbasis

masyarakat.

Menurut anda, tantangan apa

sajakah yang masih harus

dihadapi dalam pelaksanaan

STBM di Bima?

Tantangan yang masih harus

dihadapi adalah terkait dengan

terbatasnya kemampuan

pendanaan yang bersumber APBD

kabupaten. Selain itu, masih perlu

ditingkatkan sinergisitas peran

berbagai sektor/stakeholder dalam

program STBM. Tantangan lain

yang juga harus dihadapi adalah

topografi wilayah kabupaten Bima

relatif memerlukan dukungan

sarana dan tenaga yang lebih

besar dalam melakukan fasilitasi/

pembinaan langsung ke

masyarakat.

Apakah harapan, masukan

maupun evaluasi bagi

peningkatan percepatan

Program STBM di tingkat

nasional?

Perlu peningkatan dukungan

pemerintah pusat, baik alokasi

dana maupun program-program

dalam rangka STBM yang berbasis

masyarakat. Dari tingkatan

kebijakan, perlu ditingkatkan

sinergisitas kebijakan peningkatan

STBM di tingkat nasional, dalam

rangka keterpaduan di daerah.

” Beberapa NGO memberi dukungan pembiayaan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemerintah.”

Page 30: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Wacana28

P ada saat Indonesia mulai menerapkan variasi

dari CLTS (Community Total Led Sanitation),

yaitu STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), situasi

sanitasi masih lemah di mana kesadaran masyarakat

tentang pentingnya sanitasi masih sangat kurang.

STBM sendiri merupakan suatu strategi dengan 5 pilar

yang dikembangkan dan meliputi lima aspek penting

yaitu: (1). Terbebas dari buang air besar sembarangan,

(2). Cuci tangan pakai sabun, (3). Pengelolaan air

minum dan makanan rumah tangga, (4). Pengelolaan

sampah rumah tangga, dan (5). Pengelolaan limbah

rumah tangga. Secara khusus, strategi STBM bukan

dibuat untuk menyebarluaskan informasi semata,

tetapi dengan dorongan dan dukungan terus menerus,

sehingga tercipta kesadaran terhadap sanitasi baik

secara sikap maupun gaya hidup. Dengan kata lain,

pengaruh yang diharapkan adalah perubahan gaya

hidup dari “laisse faire” (membiarkan saja) ke “care and

take care” (peduli dan mengurus).

Program Sanitation Higiene and Water atau biasa

disingkat SHAW, adalah salah satu program konsorsium

yang dikoordinir oleh LSM asal Belanda, yaitu SIMAVI,

dalam memperkenalkan kelima pilar STBM. Lima

pilar STBM tersebut coba diupayakan bersama dalam

kolaborasi lima LSM lokal yaitu PLAN Indonesia

(Kabupaten TTS danTTU di NTT), Yayasan Dian Desa

(Kabupaten Sikka dan Flotim di NTT), Yayasan Rumsram

(Kabupaten Biak Numfor dan Supiori di Papua), CD

Aplikasi dan Tantangannya5 Pilar STBM, D

ok F

oto

Plan

Indo

nesi

a

Page 31: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

29Majalah PercikAgustus 2012

Bethesda (Kabupaten Sumba

Tengah dan SBD di Sumba)

dan Yayasan Masyarakat Peduli

(Kabupaten Lombok Timur di NTB).

Kunci untuk STBM adalah

perubahan, bukan jumlah sarana

maupun jumlah aktivitas. Dan

sebagaimana pengalaman di

lapangan, pelaksanaan lima pilar

STBM terbagi dalam 4 tahapan,

yaitu persiapan, pemicuan, tindak

lanjut dukungan, serta pemantauan

dan stimulasi perhatian yang

dilakukan setelah deklarasi. Dari

segi dinamika, semua mitra Simavi

memulai dengan mempersiapkan

diri maupun masyarakat agar pada

saat pemicuan, dapat menjadi

puncak perhatian dan titik awal

perubahan. Sering pemicuan

tidak bisa dilaksanakan di tingkat

desa karena terlalu banyak orang,

sehingga pemicuan dilakukan di

tingkat dusun maupun skala yang

lebih kecil lagi.

Yang bisa dicatat sejak 2010,

penting adanya mengikutsertakan

berbagai kalangan sejak awal. Tak

hanya staf pemerintah daerah,

namun juga sanitarian, bidan

desa, staf dinkes, anggota pokja,

kepala desa, kepala dusun, camat,

dan tokoh masyarakat. Pihak

pemerintah sebagai pemangku

kepentingan bukan sebagai

pelaksana proyek, tetapi sebagai

pendukung organisasi dan

masyarakat, serta memberikan

penghargaan untuk desa dan

orang yang berhasil.

Terkait dengan 5 pilar, sampai

sekarang masih banyak pihak

yang ingin konsentrasi untuk

Pilar 1 (Stop BABS) saja, karena

lebih mudah dan kelihatan secara

fisik. Kenyataannya, pada saat

roadshow oleh para mitra SHAW,

ada kecamatan maupun desa

yang sudah mengerti kepentingan

dari keseluruhan 5 pilar, sehingga

mereka tidak mau hanya untuk Pilar

1 saja. Kebanggaan bisa mencapai

5 pilar adalah hal yang penting bagi

suatu desa, karena 5 pilar dianggap

merupakan satu paket yang bisa

mendorong perubahan perilaku.

Aplikasi 5 pilar STBM tentu bukan

hal yang mudah atau tanpa

tantangan sama sekali. Selalu

terdapat resiko untuk kembali pada

perilaku semula. Dinamika di desa

serta dukungan dari semua pihak

baik di dalam maupun di luar desa

berperan sangat penting. Inisiatif

dan upaya bersama akan berhasil

apabila semua orang mau ikut

dan peduli terhadap kondisi yang

dialami.

Pengetahuan tentang tahapan

untuk mencapai STBM lima pilar

serta alternatif-alternatif untuk bisa

mencapai status tersebut adalah

hal yang penting untuk didorong

dalam pilihan-pilihan informasi.

Pilihan-pilihan yang ada pun masih

perlu dikembangkan lebih lanjut

oleh sektor swasta agar mempunyai

nilai ekonomi.

Pam Minnigh, Yusmaidy - Simavi

Inisiatif dan upaya bersama akan berhasil apabila semua orang mau ikut dan peduli terhadap kondisi yang dialami.

Page 32: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Wacana30

S ejak tahun 2008, STBM telah menjadi strategi

nasional untuk percepatan pencapaian MDGs,

untuk sektor air minum dan sanitasi. Awalnya, STBM

lebih banyak diterapkan di wilayah pedesaan karena

umumnya warga desa belum memiliki akses yang

memadai untuk air dan sanitasi. Pada kenyataannya,

di perkotaan pun yang dipandang sudah mempunyai

sistem air dan sanitasi, masih banyak warganya yang

tidak memiliki akses yang layak dan tidak mempraktekkan

perilaku higiene dan sanitasi yang aman.

Menilik kondisi tersebut pada April 2011, USAID

bekerjasama dengan Yayasan Cipta Cara Padu

Indonesia menggulirkan program High Five untuk

menerapkan STBM di wilayah perkotaan sebagai

upaya peningkatan praktek sanitasi dan higiene.

Memahami bahwa pendekatan yang dilakukan

haruslah dapat menyediakan ruang bagi partisipasi

masyarakat, sekaligus juga mengakomodir karakteristik

masyarakat perkotaan yang unik dengan kepadatan

penduduk dan variasi matapencahariannya, High

Five mengembangkan strategi pendekatan holistik.

Strategi pendekatan ini terdiri dari 3 elemen yang

saling berkaitan, yaitu menumbuhkan rasa kebutuhan

dan rasa kepemilikan terhadap STBM; dialog dan aksi

partisipasi masyrakat untuk keberlanjutan program;

dan kemitraan untuk peningkatan akses dan perilaku

sanitasi dan higiene.

Mekanisme pelaksanaan program High FiveHigh Five telah melaksanakan programnya di Kota

Medan, Surabaya dan Makassar dengan menggunakan

strategi 3 elemen tersebut. Bagaimana mekanisme

yang dikembangkan dan dimodifikasi High Five untuk

implementasi hal ini? Pertama, High Five melakukan

formative research dan baseline survey, untuk

mendapatkan gambaran umum kondisi masing-

masing kota dan gambaran kondisi daerah yang

menjadi mitra.

Kedua, High Five melakukan kolaborasi, sinergi

dengan pemerintah daerah. Berbagai kemitraan dijalin

Pilihan Strategi Mengubah Perilaku Masyarakat

1. Menumbuhkan rasa kebutuhan dan rasa kepemilikan terhadap STBM

2. Mekanisme dialog dan aksi partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan program

3. Kemitraan untuk peningkatan akses dan perilaku sanitasi dan higiene

Page 33: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

31Majalah PercikAgustus 2012

untuk membangun pemahaman

tentang konsep program High

Five dan implementasinya.

Salah satunya dengan Pokja

AMPL/Sanitasi di daerah. Ketiga,

pemrograman partisipatif dan

kemitraan masyarakat digiatkan.

Maksudnya, berbagai pemetaan

kondisi dan situasi difasilitasi High

Five (FGD, transect, pemetaan

sosial), kapasitas masyarakat

juga ditingkatkan. Keempat,

kemitraan dengan para pemangku

kepentingan. Masih perlu dikuatkan

berbagai kemitraan dengan

pemangku kepentingan lain seperti

swasta, akademisi, media, LSM dan

organisasi kemasyarakatan lainnya.

Peluang dan tantanganTantangan yang dihadapi

dalam melaksanakan STBM di

perkotaan sangat kompleks, mulai

dari keberagaman daerah asal

masyarakat, matapencaharian

yang variatif, kepadatan penduduk,

kesibukan masyarakat, tidak adanya

lahan sampai sikap materialistis dan

egosentris yang menitikberatkan

pada keuntungan pribadi. Di sisi

pemerintahan, masih banyak

individu yang menduduki posisi

kunci belum memahami STBM

dan dengan sendirinya tidak

memahami kebutuhan STBM bagi

institusinya.

Alih-alih berkutat dengan

tantangan yang harus dihadapi,

High Five memandang situasi dari

sudut pandang yang berbeda

dan membaliknya menjadi

peluang untuk menerapkan

program. Keberagaman latar

belakang masyarakat melahirkan

inovasi pendekatan yang unik

dan kurangnya pemahaman

pemerintah kota mendorong

pengembangan metode

pendekatan dan kolaborasi yang

berbeda.

Pembelajaran tersebut disarikan

dalam beberapa point berikut :

Pertama, participatory assessment/

pengkajian partisipatif merupakan

alat untuk membangun kesadaran

tentang STBM sekaligus pemicuan

STBM. Di sini, pengenalan

pilar-pilar dan pemicuannya

dilakukan pada saat yang sama.

Dari pengalaman High Five,

masyarakat diajak melihat secara

komprehensif kondisi sanitasi

lingkungannya dan mendiskusikan

pilar STBM yang mana yang

dipandang paling krusial dan

akan dijadikan jalan masuk (entry

point) untuk penerapan STBM.

Sejauh pengalaman yang dimiliki

High Five, di daerah perkotaan

(khususnya Medan, Surabaya dan

Makassar), masyarakat melihat

sampah (STBM pilar 4) sebagai

persoalan yang krusial dan menjadi

jalan masuk untuk melaksanakan

STBM.

Kedua, pendekatan dengan

menggunakan perspektif positif

lebih efektif untuk memicu

masyarakat melakukan aksi nyata.

High Five menggunakan VIC action

tool (dimodifikasi dari VIC tool yang

dikembangkan oleh JHU-CCP)

untuk memicu masyarakat agar

bergerak dan melaksanakan aksi

bersama.

Tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan STBM di perkotaan sangat kompleks.

Page 34: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

32 Majalah Percik Agustus 2012

Ketiga, memicu masyarakat untuk

merubah perilakunya agar sesuai

dengan STBM harus dibarengi

dengan memicu pemerintah kota,

khususnya SKPD terkait sanitasi

dan higiene untuk melaksanakan

STBM. Pemerintah kota juga

didorong untuk menghubungkan

sistem kota dengan kegiatan

masyarakat. Pengalaman High Five

menunjukkan bahwa pendekatan

tersebut berhasil mensinergikan

program/sistem pemerintah

dengan kegiatan masyarakat.

Sebagai contoh, di Kota Medan,

Surabaya dan Makassar Dinas

Kebersihan Kota terlibat aktif dalam

kegiatan gotong royong warga

dengan mengalokasikan truk

pengangkut sampah.

Keempat, melibatkan media dalam

kegiatan dan bukan hanya sebagai

peliput berita. Dalam kegiatannya

High Five menempatkan media/

journalist sebagai partisipan yang

aktif dalam diskusi dan pelaksanaan

kegiatan. Ini efektif untuk

menimbulkan keingintahuan dan

mendorong untuk terlibat lebih

jauh dalam berbagai kegiatan yang

dilakukan.

Menilik pembelajaran dari

implementasi program High

Five selama satu tahun berjalan

menunjukkan bahwa inovasi

pendekatan dan strategi

implementasi untuk

pelaksanaan STBM sangat

dibutuhkan. Variasi inovasi

sangat tergantung pada

keunikan masing-masing daerah.

Hal ini tidak hanya berlaku untuk

implementasi STBM di daerah

perkotaan namun juga di daerah

pedesaan. Mari lebih jeli melihat

peluang dan mengembangankan

inovasi untuk mendukung

pelaksanaan STBM.

Ika Fransisca, High Five

Dari pengalaman High Five, masyarakat diajak melihat secara komprehensif kondisi sanitasi lingkungannya dan mendiskusikan pilar STBM.

Suciati Lasiman dari Kelurahan Petemonan

Surabaya penggiat bank sampah

setempat. Masyarakat dapat mencicil utang

dengan sampah.

Dok

Fot

o H

i-gh

Five

Page 35: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

33Majalah PercikAgustus 2012 Wacana

Memulai CLTS di Vietnam

P enyakit yang diakibatkan oleh kondisi air

dan sanitasi yang buruk merupakan masalah

kesehatan yang utama di Vietnam. Menurut Survey

yang dilakukan secara nasional atau MICS (Multiple

Indicator Cluster Survey), di Vietnam hampir satu orang

dari setiap 4 orang anak balita (22.7%) kekurangan gizi.

Kekurangan gizi juga berkaitan erat dengan kondisi

sanitasi dan kesehatan yang buruk.

Di sisi lain, promosi dan penggunaan kakus sehat

belum mencapai hasil yang memuaskan jika

dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh sektor

penyediaan air minum dalam rentang waktu 2000 –

2010. Kesenjangan besar diantara dua sektor tersebut

juga terjadi. Menurut hasil MICS 2010-2011, 73.8%

rumah tangga di Vietnam menggunakan kakus sehat,

tetapi diantara etnis minoritas hanya 44.2% rumah

tangga saja yang mempunyai akses terhadap sarana

sanitasi yang baik. Sebanyak 27,7% etnis minoritas juga

masih melakukan buang air besar sembarangan.

Melalui implementasi CLTS di Program WASH PLAN VN

selama 2011 – 2012, didapat beberapa faktor penting

untuk mencapai tujuan utama dari CLTS – terbebas dari

perilaku buang air besar sembarangan, di antaranya

adalah : keterlibatan pemerintah lokal sejak dari awal,

keterlibatan otoritas kesehatan dari pemerintah secara

vertikal, keterlibatan individu maupun organisasi

masyarakat, peningkatan kapasitas dari mitra lokal,

tindak lanjut dari implementasi dan pelaporan.

Pendekatan Sanitasi Total Di Pakistan

Kebijakan Nasional Pakistan tentang Sanitasi Tahun

Menengok Pembelajaran CLTS dari Negeri Tetangga Sebagai sebuah pendekatan partisipatif tanpa subsidi, Community Led Total Sanitation (CLTS) juga diaplikasikan di beberapa negara tetangga kita. Plan International adalah satu dari sekian pendukung implementasi CLTS di sejumlah negara Asia.

Sum

ber:

ww

w.p

lan-

inte

rnat

iona

l.org

Page 36: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

34 Majalah Percik Agustus 2012

2006 menekankan pergerakan

sosial sebagai komponen utama

dalam menangani masalah

sanitasi di tingkat rumah tangga

terutama di pedesaan. Kebijakan

Nasional ini memiliki visi untuk

menciptakan lingkungan

yang terbebas dari buang air

sembarangan, pembuangan

limbah cair dan sampah padat yang

aman serta promosi kesehatan

dan perilaku higienis. Tujuan

dari kebijakan ini adalah untuk

mempromosikan pendekatan CLTS

dan menformalisasikan “Model

Sanitasi Total”. Di bulan Maret

2011 Pemerintah Pakistan telah

menyetujui dokumen panduan

yang bertemakan “Pendekatan

Pakistan Dalam Sanitasi Total (PATS)”.

Selama bulan Maret 2011,

Pemerintah Pakistan melalui

Kementerian Lingkungan

Hidupnya telah menyetujui proses

pendahuluan CLTS untuk Pakistan.

Sedikit berbeda dengan CLTS,

pendekatan PATS menekankan

pada pentingnya martabat,

harga diri dan rasa bangga. Ini

juga terlihat pada intervensi dari

sisi suplai melalui penciptaan

pemasaran sanitasi.

Pengembangan sanitasi perdesaan

di wilayah yang terkena banjir

dilaksanakan melalui Community

Resource Persons (CRP) atau

penggiat komunitas. Total telah

dilatih sebanyak 2.659 orang

CRPs di 4 provinsi dan beberapa

wilayah di Pakistan. Selama sesi

pelatihan, ditekankan bahwa

CRPs harus mengetahui kegiatan

proyek, pembuatan rencana aksi

dan implementasi dari strategi

proyek. Pelatihan ini juga dilakukan

kepada guru. Sebanyak 10,000

guru sekolah mengikuti 2 hari

pelatihan terkait kesehatan. Mereka

diberi paparan tentang tujuan

program, metodologi dan peran

yang dapat mereka mainkan dalam

mempertahankan dampak positif

program dengan menanamkan

pesan promosi kesehatan kepada

anak didiknya. Hasilnya, sebanyak

3.279 sekolah telah dipicu di daerah

target dan 6.950 upaya promosi

kesehatan juga telah dilakukan di

sekolah yang sama.

Strategi pemasaran sanitasi juga

telah dirancang dan kerangka kerja

yang kuat telah dikembangkan

dengan seksama melalui penelitian

lapangan yang serius. Sebuah

panduan yang komprehensif

juga telah dikembangkan untuk

menfasilitasi pelatihan untuk

para Pengusaha Sanitasi baik di

perkotaan maupun pedesaan.

Sampai saat ini, sudah 2.110 desa

telah disertifikasi terbebas dari

BABS oleh pemerintah, lebih dari

1.000 desa telah mencapai status

terbebas dari BABS dan sedang

dalam proses sertifikasi.

Aktivitas pemicuan CLTS di Vietnam.

Dok

Fot

o Pl

an V

ietn

am

Page 37: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

35Majalah PercikAgustus 2012

 Merayakan Gaya Hidup Sehat

di Laos

Ditemukan fakta bahwa masih

banyak orang melakukan BABS di

desa-desa terpencil di Laos. Kondisi

perilaku sanitasi yang buruk ini

menimbulkan banyak kejadian

penyakit dan kematian prematur.

Namun demikian ini tidak terjadi

dengan anak-anak dan warga di

Provinsi Bokeo, Laos. Mereka tidak

lagi pergi ke semak-semak, tidak

lagi mengejar babi, tidak ada lagi

banyak gigitan nyamuk, dan mudah-

mudahan tidak ada lagi penyakit

diare karena buruknya kondisi

sanitasi.

Dalam sebulan terakhir, lebih dari

2.000 warga etnis Leu, Hmong,

Khamu, and Lamed di 8 desa di

Kabupaten Paktha, Phaoudom and

Meung merayakan capaian mereka

yaitu cakupan 100% toilet di desa

mereka. Ini berarti, tak perlu lagi

ada yang pergi ke semak-semak

untuk buang air besar (BAB).

Delapan Sekolah Dasar (SD) dan

1.400 siswanya di 3 kabupaten

juga merayakan sekolah mereka

terbebas dari BABS. Lebih dari 20

desa yang lain dan sekolah telah

membuat kemajuan yang signifikan

dalam pencapaian terbebas dari

BABS dan mereka berharap mereka

akan membuat perayaan juga

secepatnya.

Baru satu tahun terakhir punya

toilet, warga desa Houay Maisang

masih menyimpan kerugian yang

amat disayangkan yaitu telah

kehilangan anak-anak mereka

yang meninggal prematur. Tidak

hanya menyebabkan masalah

kesehatan, menurut studi Bank

Dunia, beban biaya dari penyakit

yang disebabkan oleh kondisi air

dan sanitasi yang buruk di Laos

diperkirakan sebesar 5.6% dari

Produk Domestik Bruto (PDB) atau

sebesar 193 juta USD per tahun.

Untuk meningkatkan dampak

dari terbebas dari BABS, tim WASH

pemerintah kabupaten juga

mempromosikan cuci tangan pakai

sabun, minum air yang direbus dan

menyimpannya di wadah yang

tertutup dan  menjaga lingkungan

desa bebas dari sampah dan

genangan air.

Di sekolah, dimana para warga

tidak mampu membangun fasilitas

toilet dengan baik, PLAN Laos

menyediakan material konstruksi

untuk fasilitas cuci tangan dan

material konstruksi toilet di

sekolah-sekolah utama. Penduduk

desa berkontribusi pasir, kayu

dan tenaga kerja. Inisiatif bersama

antara PLAN dan para warga ini

telah menciptakan rasa kepemilikan

bagi penduduk desa dan murid-

murid sekolah sehingga ini akhirnya

menciptakan keberlanjutan dan

pemeliharaan untuk fasilitas ini.

Program WASH di Bokeo akan

terus bekerja sama dengan

pemerintah setempat, sekolah

dan desa dengan dukungan dari

pihak seperti Water and Sanitation

Program (WSP) – Bank Dunia, SNV

dari Belanda dan berbagai mitra

lain di Laos.

Ditulis ulang: Yusmaidy

Hand washing with soap, yang juga

dikampanyekan di sekolah-sekolah di

Vietnam.

Dok

Fot

o Pl

an V

ietn

am

Page 38: Majalah percik edisi khusus stbm 2012
Page 39: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

37Majalah PercikAgustus 2012 Pembelajaran

U rusan mengembangkan program STBM, boleh

jadi Lumajang adalah juaranya. Saat ini saja sudah

hampir 7 Kecamatan yang mencapai ODF, diantaranya

adalah : Kecamatan Gucialit, Senduro, Padang,

Kedungjajang, Pasrujambe, Pronojiwo, dan

menyusul Kecamatan Klakah.

Berbagai upaya yang cukup

intensif untuk mencapai ODF

serta mengembangkan program

STBM ini, di antaranya dengan

cara berikut :

Pertama, memberdayakan CSR dalam

skala kecil. Istilahnya, “kecil-kecil tetapi

efektif membantu percepatan capaian target”. Upaya

ini dilakukan melalui supervisi Dinkes Kabupaten,

Camat dan Kepala Desa yang secara intensif

mengajukan proposal bantuan kepada toko-toko besar,

POM bensin, pabrik dan pengusaha setempat. Dana

yang diperoleh akan digunakan untuk membeli bahan

material jamban, terutama jamban komunal, sementara

kekurangan tenaga akan diupayakan melalui kerja

bakti.

Kedua, pemanfaatan Dana Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK) untuk menyatukan berbagai program

yang ada di Puskesmas. Di tahun 2012 ini Puskesmas

Gucialit telah mendapat bantuan dana BOK sebesar

81 juta dengan pemanfaatan 70% untuk kegiatan

promosi kesehatan atau promkes (termasuk di

dalamnya untuk STBM), 20% untuk kegiatan

Kesehatan Lingkungan dan sisanya

dialokasikan untuk kegiatan kesehatan

ibu dan anak.

Yang menarik dalam pemanfaatan dana

BOK yang cukup besar, Puskemas Gucialit

menginisiasi Program Promotif dan Preventif.

Program ini memfasilitasi dan mengintegrasikan

seluruh kegiatan dan program yang ada di bawah

Puskesmas. Beragam program yang dilibatkan dalam

hal ini mencakup program Kesehatan Ibu dan Anak,

Gizi, Kesehatan Lingkungan, Keluarga Berencana dan

Desa Siaga. Seluruh kegiatan yang juga tergabung

dalam Posyandu Gerbang Mas (Gerakan Membangun

Masyarakat Sehat).

Salah satu bentuk dari kegiatan promotif-preventif

sekaligus inovatif lainnya adalah pelatihan “Suami

Ketika Program “Cuci Tangan” Bergandengan dengan “Suami Siaga”

Belajar STBM dari Lumajang

Page 40: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

38 Majalah Percik Agustus 2012

Siaga”. Disebut inovatif karena

pelatihan Suami Siaga berhasil

“dikawinkan” dengan sejumlah fitur

CTPS yang dikampanyekan dalam

STBM.

Bersinergi dengan Suami Siaga

Program Suami Siaga mulai

dilakukan di awal tahun 2012 di

Lumajang. Gucialit, adalah salah

satu kecamatan yang tahun ini

mencanangkan Pelatihan Suami

Siaga diaplikasikan di seluruh

desanya. Data menunjukkan

terdapat sekitar 500 ibu hamil

dalam satu tahun di Kecamatan

Gucialit yang perlu penanganan

intensif selama masa kehamilan

dan persalinannya.

Tujuan Pelatihan Suami Siaga

tak lain untuk mempersiapkan

suami selama masa kehamilan,

persalinan sampai kepada masa

pengasuhan bayi pada awal 2

tahun usia tumbuh kembangnya.

Hal ini meliputi kesadaran untuk

bertanggung jawab dalam

mendampingi istri, termasuk juga

memenuhi sarana/fasilitas gizi,

sanitasi dan higienis keluarga

secara berkelanjutan.

Setiap tiga bulan dibuka

kesempatan untuk 10 pasangan

muda mendapatkan pelatihan dan

pengetahuan seputar kehamilan

dan kelahiran bayi. Peserta melebihi

target karena minat yang tinggi dari

para pasangan muda.

Pelatihannya menggunakan

metode partisipatif, peran aktif

baik suami dan istri akan digiring

agar mendapatkan pemahaman

yang lebih komprehensif serta

mampu mempraktekkan dalam aksi

nyata sehari-hari. Diawali dengan

identifikasi pengetahuan suami-

istri tentang resiko kehamilan, dan

persalinan, manfaat gizi ibu hamil

dan menyusui, manfaat KB dan

lingkungan sehat bagi ibu hamil

dan menyusui, para pasangan

dituntun oleh kader dan bidan

yang telah mempersiapkan check-

list. Check list menjadi alat bantu

yang menjadi pegangan kader

untuk memantau suami istri sampai

paska melahirkan. Pemahaman

Salah satu alat bantu dalam kegiatan Suami

Siaga. Kegiatan ini juga mempromosikan upaya-upaya STBM, seperti kegiatan cuci tangan pakai sabun.

Page 41: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

39Majalah PercikAgustus 2012

suami sebelum dan sesudah

pelatihan juga dilihat dan diukur

secara reguler.

Pentingnya sarana CTPS di

Tahap Monitoring - Paska

Melahirkan

Melalui bantuan dana BOK, setiap

Pelatihan Suami Siaga per desa

memerlukan biaya sebesar rata-rata

IDR 750.000 yang digunakan untuk

: uang saku/ transport peserta

pelatihan masing-masing IDR

15.000, snack dan makan siang

serta kegiatan monitoring paska

pelatihan.

Dalam proses monitoring, dilihat

apakah jamban cemplung

pasangan mudah sudah menjadi

kloset, di sini dilihat juga apakah

sudah disediakan sarana CTPS

baik di ruang makan atau di dekat

kandang hewan peliharaan.

Sudah menjadi kebiasaan bahwa

seorang Ibu yang baru melahirkan

akan dikunjungi oleh orang banyak.

Sebelum menengok bayi, setiap

pengunjung wajib memanaskan

kaki dan tangannya di atas tungku

dengan perkiraan kumannya mati

karena panas dan asap. Hal yang

tidak dapat dibenarkan secara

medis. Kebiasaan ini diubah

menjadi wajib cuci tangan pakai

sabun sebelum menengok bayi

agar kumannya mati. Itulah

mengapa, disebutkan dalam check-

list dan dikampanyekan, penting

menyediakan sarana CTPS pada

saat Ibu melahirkan.

Perilaku CTPS penting yang juga

diobservasi, adalah jika tidak

terbiasa cuci tangan pakai sabun,

kuku anak akan terlihat hitam.

Diakui, kegiatan CTPS merupakan

perilaku yang masih sulit dilakukan

dalam keseharian warga, namun

warga sudah paham kebiasaan

ini harus dilakukan. Pada akhirnya

setiap kader berperan untuk

memonitor dan melakukan survey

dengan cara mengunjungi rumah

warga tiap bulan. Alat monitoring

dapat diunduh dari internet berupa

kartu rumah yang kemudian dibuat

dalam bentuk stiker dan di tempel

di setiap rumah untuk menjadi alat

kontrol para kader.

Wendy Sarasdyani/WSP

Hariyanto, promotor PHBS dan pengusaha

sanitasi dari Kecamatan Gucialit,

Kabupaten Lumajang

Page 42: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Pembelajaran40

Kalu het aomin so tanaoba lais nono nim in

Lasi no nima ni, fun sin fani on ni ainaf/

Fani on ni ainaf, an bi monit lais aomina/

Kalu hit aomin fun hit aoke namep/

Hit aoke namep, fun hip mepu naomat,

fun hit mepu naomat, fun hit nekak an malin/

Hit neken malin, fun hit pules usi neno.

Kalau mau hidup sehat harus laksanakan 5 hal

(STBM)/

Ke-lima hal tersebut adalah tiang induk/

Tiang induk dalam hal kesehatan/

Kalau kita sehat, fisik jadi kuat,

produktifitas kerja meningkat, hati bersuka cita/

Jika hati bersuka cita, kita dapat memuliakan

Tuhan.

DARI KESENIAN BONET SAMPAI INSTRUKSI CAMAT

Catatan dari Project STBM (SHAW Program) Kerjasama Plan Indonesia - SIMAVI

ALBERTUS FAY

Dok

Fot

o Pl

an In

done

sia

Page 43: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

41Majalah PercikAgustus 2012

Penggalan kalimat di atas adalah potongan SYAIR

BONET STBM – demikian judul yang diberikan

oleh penciptanya –, berisi pesan-pesan pengingat

kepada masyarakat agar melaksanakan 5 pilar STBM

dalam kehidupan sehari-hari. BONET adalah kesenian

khas masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan

(TTS), laksana pantun yang syarat dengan nasihat,

disampaikan dengan cara bernyanyi dan menari dalam

lingkaran besar sambil berpegangan tangan. Kesenian

BONET masih terpelihara dan sangat digemari oleh

masyarakat di Kabupaten TTS, dianggap media yang

efektif untuk menyampaikan pesan-pesan penting

kepada khalayak. Festival/ lomba BONET merupakan

agenda rutin Pemkab TTS setiap tahun.

Adalah Albertus Fay, orang dibalik kreativitas membuat

syair BONET STBM di atas. Laki-laki energik paruh

baya usia 54 tahun ini adalah camat pada salah

satu kecamatan di Kabupaten TTS, yaitu Kecamatan

Polen. Pak Camat – demikian orang menyapanya –

merupakan salah satu tokoh dibalik sukses Kecamatan

Polen sebagai kecamatan yang sudah melaksanakan

5 pilar STBM. Bupati Paulus Mella, M.Si memberikan

sertifikat penghargaan atas sukses ini pada deklarasi

kecamatan STBM tgl 13 Juli 2011 lalu.

Sejak awal, saat ROAD SHOW Project STBM

dilaksanakan di Kecamatan Polen 2 Februari 2011, Pak

Camat sudah bertekad untuk mempromosikan STBM

kepada pemerintah dan masyarakat pada 10 desa di

wilayah kerjanya. Menurut beliau kesehatan adalah

kebutuhan dasar, “Kami menyambut baik program ini,

percuma bicara tentang peningkatan pendapatan,

pendidikan yang tinggi, jika orang sakit-sakitan”

demikian disampaikan si Pak Camat yang mengaku

sangat tertarik dengan pendekatan dalam program

STBM, yaitu perubahan perilaku tanpa ada subsidi.

Langkah pertama yang dilakukannya adalah

“merapatkan barisan” di tingkat kecamatan, dengan

membentuk Tim STBM Kecamatan. Terdapat 16 orang

yang masuk dalam Tim STBM Kecamatan, termasuk

dirinya sebagai penanggungjawab Program STBM

Kecamatan, sementara Kepala Puskesmas diposisikan

sebagai koordinator Program STBM. Selain itu, SK ini

juga memuat penanggungjawab setiap desa yang

disebut dengan SATGAS STBM DESA. “Kami memberi

tugas khusus pada 10 staf kecamatan untuk terlibat

dalam pemicuan dan melaksanakan monitoring

pelaksanaan Program STBM pada 10 desa, satu staf satu

desa” demikian dijelaskan Albertus Fay, yang juga turut

melakukan monitoring langsung pada beberapa desa.

Albertus juga menjelaskan berbagai perbaikan

kepemilikan jamban yang terjadi di masyarakat

semenjak program STBM mulai dilaksanakan pada

Maret 2011 di Kecamatan Polen. “Total keluarga yang

membangun baru dan merehab jambannya tanpa

Kami menyambut baik program ini,

percuma bicara tentang peningkatan

pendapatan, pendidikan yang tinggi, jika orang

sakit-sakitan

Page 44: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

42 Majalah Percik Agustus 2012

subsidi sama sekali ada 1.749 unit.

Sebanyak 736 unit merupakan

rehab, sisanya bangun baru. Dari

angka total tersebut, 224 unit

adalah type leher angsa, 893 unit

type plengsengan dan 632 type

cemplung,” ungkap Albertus.

“Jika setiap jamban dinilaikan rata-

rata Rp. 150.000, maka masyarakat

sudah berinvestasi untuk

“kehidupan lebih baik” sebesar Rp.

262,4 juta,” tambahnya.

Tantangan nyata menurut Albertus

adalah paska deklarasi, “Bagaimana

mempertahankan perubahan

perilaku yang sudah baik ini

adalah tantangan besar, jika tidak

ada formula yang tepat, bahaya

akan kembali lagi ke kebiasaan

lama”. “Salah satu caranya adalah

melakukan monitoring terus

menerus dan itu tanggungjawab

pemerintah desa, saya instruksikan

itu terus menerus kepada kepala

desa” lanjutnya.

Instruksi Pak Camat tidak bertepuk

sebelah tangan, terbukti saat ini

sudah ada 3 desa (Desa Laob,

Desa Loli, Desa Mnesatbubuk)

dari 10 desa di Kecamatan Polen

yang sudah mengalokasikan

ADD (Alokasi Dana Desa) untuk

tim monitoring rutin di desanya

masing-masing, meskipun tidak

besar tetapi cukup untuk langkah

awal. “Tahun depan diharapkan

semua desa mengalokasikan dana

atau melaksanakan monitoring

rutin setiap bulan”

Terobosan penting yang juga

dilakukan oleh Pak Camat adalah

memberikan instruksi kepala

desa untuk mengalokasikan dana

sebagai modal awal kelompok

usaha pemasaran sanitasi masing-

masing Rp. 3 juta per desa. “Bank

atau Koperasi mana yang mau kasih

modal kelompok usaha pemasaran

sanitasi? Mereka belum paham

tentang pemasaran sanitasi, masih

aneh bagi mereka, karena itulah

sebagai modal awal diupayakan

dari ADD. Saya optimis upaya ini

bisa berkembang dengan baik

seiring dengan pemahaman yang

baik tentang sanitasi,” pungkasnya.

Upaya yang dilakukan Albertus

Fay tergolong tidak biasa,

namun berdampak positif untuk

masyarakat sekitarnya. Mengambil

ungkapan dari bahasa setempat Hit

neken malin, fun hit pules usi nemo,

melakukan dengan hati suka cita

untuk memuliakan Tuhan.

Sabaruddin / Plan Indonesia Project Manager STBM Soe Kefa

Albertus dalam kegiatan deklarasi ODF di Soe Kefa.

Dok

Fot

o Pl

an In

done

sia

Page 45: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

43Majalah PercikAgustus 2012 Pejuang Sanitasi

“CLTS itu unik…..!” pernyataan ini disampaikan Anton

saat berbincang dengan Tim IUWASH di sela-sela

kesibukannya. “Kenapa begitu?” tanya Tim IUWASH.

“Lha iya …… wong pendekatan dengan cara main—

main tapi sangat mengena dan membangkitkan

kesadaran masyarakarat untuk membangun toilet” .

Itulah sepenggal dialog dengan Anton setelah kami

berkeling-keliling ke 7 rumah yang sudah membangun

jamban yang berada di RW 2 Kelurahan Kedung

Galeng, Kota Probolinggo.

Kesimpulan dari percakapan di atas menunjukkan

bahwa pendekatan yang diterapkan cukup efektif

dalam merubah perilaku masyarakat yang selama

ini buang air besar (BAB) sembarangan. Perilaku ini

dilakukan tanpa menyadari akan bahayanya. Namun

masyarakat masih terbiasa dengan pendekatan

penyuluhan yang terkesan menyampaikan doktrin-

doktrin normatif yang masuk telinga kiri dan keluar ke

telinga kanan. Pendekatan lama cenderung membuat

hal-hal yang disampaikan tidak melekat di benak

masyarakat sehingga sulit mendukung munculnya

perubahan perilaku masyarakat.

Sulistyo Triantono Putro, SKM, atau akrab dipanggil

Pak Anton, adalah salah satu fasilitator yang

cukup potensial yang dimiliki Dinas Kesehatan

Kota Probolinggo. Tak tanggung-tanggung, Anton

menyebut dirinya Motivator Kesehatan Lingkungan.

Anton mendapat pelatihan fasilitasi CLTS/STBM pada

akhir November 2011 bersama dengan 20 sanitarian

dan petugas kesehatan lainnya. Pada medio Februari

lalu, Anton bersama dengan sanitarian lain dan

tokoh masyarakat telah difasilitasi oleh IUWASH Jawa

Timur untuk melakukan studi banding ke Kabupaten

Jombang yang terlebih dahulu telah melaksanakan

STBM sejak 2006.

Kisah Pak Anton Pembelajaran dari Probolinggo

Page 46: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

44 Majalah Percik Agustus 2012

Anton sudah melakukan pemicuan

di 4 lokasi di wilayah kerjanya,

yaitu Puskesmas Wonoasih.

Pengalaman paling mengesankan

ketika melakukan pemicuan di RW

2 Kedung Galeng, pada saat itu

masyarakat diajak berjalan hingga

500 meter ke sebuah sungai, lokasi

mereka biasa BAB sembarangan.

Di situ mereka dipicu mulai dari

rasa jijik, rasa malu, sampai sampai

ada sebagian masyarakat sampai

muntah-muntah saking jijiknya.

Saat itulah mereka terhenyak dan

sadar bahwa perilaku mereka

sangat tidak sehat dan merugikan

orang lain. Belum lagi betapa

susahnya saat musim hujan dan

saat malam hari, kondisi ini sudah

bertahun-tahun mereka jalani

sepanjang hidup mereka, dan

kesempatan inilah yang dimanfaat

Anton untuk menawarkan sebuah

perubahan meskipun awalnya sulit

untuk meyakinkan masyarakat

untuk berubah.

Dalam menjalankan kegiatan

pemicuan, Anton mendapatkan

dukungan dari Kyai Fauzan, yang

kemudian menjadi natural leader

STBM yang ikut menentukan

keberhasilan Program STBM di Kota

Probolinggo. Orang di sekitarnya

menyebut dengan sebutan

“Bindereh Fauzan”, sebuah sebutan

terhormat di kalangan komunitas

Madura. 

Meskipun Kedung Galeng masuk

wilayah kota, tetapi kondisi

geografisnya tidak terlampau padat

dan masih terkesan seperti wilayah

pedesaan. Setelah pemicuan

awal yang dilakukan oleh Anton

dengan bantuan tokoh masyarakat,

Kyai Fauzan segera bergerak

mengumpulkan ibu-ibu di setiap

pertemuan-pertemuan terkait

STBM.

Dengan proses pertemuan yang

cukup panjang masyarakat RW 2

bersepakat untuk mengadakan

kredit jamban. Sistem kredit akan

dikelola oleh Kyai Fauzan. Masyakat

akan membayar uang muka

kredit jamban sebesar antara Rp

100.000 – Rp 200.000 dan sisanya

akan dicicil Rp 20.000/minggu

hingga lunas. Total pinjaman

untuk pembangunan jambannya

adalah sebesar Rp. 750.000.

Dalam program ini, Anton dan

tim teknis (tukang) berkewajiban

membangun jamban dengan paket

yang terdiri dari kloset, septic tank

dan sumur resapan.

Saat ini sudah ada 17 Kepala

Keluarga yang sudah berkomitmen

untuk turut serta dalam kredit

jamban tersebut. Tujuh jamban

yang sudah terbangun berhasil

dimanfaatkan untuk 31 jiwa

dan 1 jamban dalam proses

penggalian. Ketika ditanyakan

mengapa masyarakat memutuskan

sistem kredit jamban bukan

arisan jamban? Alasannya cukup

masuk akal, karena dengan kredit

masyarakat tidak khawatir akan

macet. Hal ini berbeda dengan

arisan masih dimungkinkan ada

masyarakat yang curang untuk

membayar.

Kyai Fauzan, pengelola sistem kredit jamban

di Kedung Galeng. Siapapun bisa mencicil hanya dengan 20 ribu rupiah setiap minggu.

Dok

Fot

o Pl

an In

done

sia

Page 47: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

45Majalah PercikAgustus 2012

Bu A’yun, salah satu warga

yang rumahnya sudah mulai

membangun jamban, menguatkan

hal ini. “Saya memiliki bibi yang

buta, sehingga ketika BAB saya

membuang kotorannya di belakang

rumah, karena rumah saya terletak

jauh dari sungai. Selain itu saya

harus mengantar bibi saya untuk

melakukan BAB. Kegiatan ini sangat

merepotkan“ demikian Bu A’yun

memaparkan alasannya untuk ikut

menjadi peserta kredit jamban .

Mungkinkah Kredit Mikro untuk

Jamban?

Virus positif tentang kredit jamban

sudah mulai mewabah di wilayah

kecamatan Wonoasih, banyak

wilayah yang sudah mendengar

dan menginginkan sistem ini juga

bisa diterapkan di wilayah mereka,

terutama wilayah-wilayah yang

sudah dilakukan pemicuan.

Potensi ini jelas luar biasa,

di sisi lain terdapat isu segi

permodalan. Anton harus

memiliki modal cukup untuk

memenuhi keinginan masyarakat

memiliki jamban sendiri. Apabila

hanya mengharapkan dari hasil

perputaran uang cicilan maka

percepatan pembangunan

jamban akan lambat. Niatan untuk

berkonsultasi dengan BRI setempat

dia urungkan begitu mengetahui

bunga yang akan dikenakan

terlampau besar dan memberatkan.

Seperti harapan para pejuang

sanitasi lain di berbagai wilayah,

Anton juga berharap bisa

mendapatkan bantuan dari

lembaga keuangan untuk

membantu upaya menggiatkan

pembangunan jamban. Agaknya

upaya ini harus dilihat sebagai

tantangan ke depan upaya,

dimana kredit mikro dapat

disalurkan kepada masyarakat

untuk pendanaan pembangunan

jamban dengan bunga yang tidak

memberatkan dan persyaratan

yang mudah.

Eko Purnomo, Alifah Sri Lestari / IUWASH

Pak Anton dalam aktivitas pemicuan dan pembangunan

jamban warga

Dok

Fot

o Pl

an In

done

sia

Page 48: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Peran Swasta46

Selain perencanaan dan implementasi, tahap

terpenting dari upaya pembangunan air minum

dan sanitasi adalah keberlanjutan program. Tanpa

merencanakan keberlanjutan, semua upaya yang

dilakukan akan sia-sia. Demikian ungkap Nugroho Tri

Utomo, Ketua Pokja AMPL Nasional dalam Pertemuan

Koordinasi CSR dalam Pembangunan Air Minum dan

Sanitasi pada bulan Mei 2012 silam.

Keberlanjutan meliputi pemanfaatan sarana,

operasional dan perawatan, serta perluasan program

hingga peningkatan cakupan layanan serta

peningkatan ekonomi masyarakat. Keberlanjutan ini

menjadi sejumlah isu utama program-program yang

digagas pemerintah, termasuk juga STBM. Padahal

sejumlah target RPJMN dan MDGs telah menunggu di

depan mata.

Satu Dua Tiga, Ayo Ajak

Swasta

Page 49: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

47Majalah PercikAgustus 2012

Menyadari hal ini, Pokja

AMPL Nasional selaku wadah

inter-kementerian yang

mengkoordinasikan pembangunan

air minum dan sanitasi giat

menginisiasi pertemuan-

pertemuan koordinasi program

lintas kementerian dengan pihak

swasta melalui corporate social

responsibility (CSR)nya.

“Untuk memenuhi target,

pemerintah tidak memiliki

anggaran yang cukup dan

pelaksanaan kegiatan dibatasi

oleh tahun anggaran. Namun

pemerintah dapat masuk ke

seluruh wilayah dengan lebih

mudah. Sementara itu, swasta tidak

memiliki masalah pada multiyears

financing, namun bermasalah

dengan lokasi pemilihan lokasi CSR,”

kata Nugroho di hadapan sejumlah

perwakilan CSR.

Keberlanjutan meliputi pemanfaatan sarana, operasional dan perawatan, serta perluasan program hingga peningkatan cakupan layanan serta peningkatan ekonomi masyarakat.

Dok

Fot

o YA

BN

Page 50: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

48 Majalah Percik Agustus 2012

“Itulah pentingnya sinergi dengan

berbagai pihak, termasuk dengan

pihak swasta,” tambah Nugroho.

Harapan untuk bersinergi tak

bertepuk sebelah tangan. Dalam

pertemuan tersebut, sejumlah

CSR dari perusahaan tambang,

consumer goods, bank, dan asosiasi

CSR mengemukakan upaya-

upaya yang telah dilakukan dalam

mendukung pembangunan air

minum dan sanitasi. Banyak bahkan

yang telah mencari bentuk-bentuk

baru dalam mendorong kebiasaan

stop BABS atau cuci tangan pakai

sabun.

“CSR tidak boleh dipandang

sebagai alternatif pendanaan saja.

Namun suatu bentuk partisipasi

swasta untuk pengembangan

keberlanjutan program. Pemerintah

dan swasta punya common goals,

jadi sinergi ini pasti bisa dilakukan,”

tandas Nugroho.

Merangkul Sekolah dengan

STBMS

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

dan Sekolah (STBMS) merupakan

salah satu proyek yang melengkapi

program air bersih dan sanitasi

yang digawangi oleh PT Tirta

Investama – Aqua. Program

Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi

sendiri sudah dibesut tim Corporate

Social Responsibility (CSR) Aqua

sejak 2003. Program ini menggarap

masyarakat di Desa Babakan Pari;

Desa Mekarsari dan Desa Caringin

Kabupaten Sukabumi.

Program STBMS mempunyai

tujuan akhir untuk menurunkan

angka kejadian penyakit yang

berhubungan dengan air serta

perilaku higiene dan sanitasi yang

buruk, terutama pada anak balita

dan anak usia sekolah, di lokasi

proyek di Kabupaten Sukabumi,

Jawa Barat. Tujuan ini diyakini

akan tercapai apabila 1). akses

masyarakat dan komunitas sekolah

”CSR tidak boleh dipandang sebagai alternatif pendanaan saja. Namun suatu bentuk partisipasi swasta untuk pengembangan keberlanjutan program.”

Dok

Fot

o Y

ABN

Anak-anak SD diberikan pemahaman

pentingnya CTPS.

Page 51: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

49Majalah PercikAgustus 2012

di wilayah kerja proyek terhadap

air bersih dan fasilitas sanitasi yang

berkelanjutan terus meningkat, dan

2). perilaku higiene dan sanitasi

yang sehat di lingkungan keluarga,

masyarakat dan sekolah terus

diterapkan.

Wilayah kerja program STBMS

mencakup 3 desa, 10 RW dan

24 RT. Berdasarkan data terakhir

yang digunakan dalam kegiatan

Baseline Survey, penduduk

ketiga desa program berjumlah

6.254 jiwa. Sasaran STBMS juga

mencakup masyarakat sekolah di

dalam wilayah binaan program,

yang terdiri dari 6 Sekolah Dasar,

2 Madrasah Ibtidaiyah, dan 3 Pos

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

YPCII atau Yayasan Pembangunan

Citra Insan Indonesia dipercaya

sebagai partner Tim CSR Aqua

mengambil peran dalam

peningkatan kapasitas masyarakat

untuk menjamin keberlangsungan

Sistem Penyediaan Air Minum

(SPAM) serta meningkatkan

kesadaran dan mendorong

masyarakat untuk menerapkan

praktek higiene dan sanitasi yang

benar.

YPCII melakukan berbagai

kegiatan STBM dari pelatihan kader

(posyandu, tim penggerak PKK

desa, karang taruna), identifikasi

masalah sesuai kelima pilar STBM,

pelatihan STBM hingga aktivitas

pemicuan masyarakat. Pelatihan

pembuatan kloset, pengelolaan

sampah berbasis masyarakat,

pembuatan biosand filter,

pendampingan pembuatan SPAL,

hingga pertemuan-pertemuan

tingkat masyarakat untuk

penyusunan rencana tindak lanjut

juga dilakukan secara bertahap.

Sementara itu pelatihan

pendidikan higiene dan sanitasi

di sekolah untuk para murid juga

dilaksanakan. Lebih dari 120 siswa-

siswi Sekolah Dasar dilatih secara

bertahap tentang sekolah sehat,

alur penyebaran penyakit, serta

Dok

Fot

o YP

CII

Pendampingan pembuatan SPAL di

masyarakat.

Page 52: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

50 Majalah Percik Agustus 2012

lima pilar STBM. Pertemuan antara

guru, komite sekolah, tokoh agama

dan masyarakat juga digiatkan.

Para pihak disadarkan pentingnya

penyediaan sambungan air bersih,

tempat cuci tangan dan jamban

di sekolah. Terakhir, distribusi

tempat cuci tangan sederhana

juga dilakukan di beberapa lokasi

sekolah dan posyandu

Menggarap Masyarakat

Tambang

Yayasan Adaro Bangun Negeri

(YABN) adalah sebuah lembaga

nirlaba yang bertujuan

menciptakan dan melaksanakan

program CSR untuk masyarakat

yang berada di wilayah operasional

PT Adaro Indonesia.

Sejak 2011, melalui program

kesehatannya, YABN mendorong

masyarakat di tiga desa di wilayah

Kabupaten Hulu Sungai Utara dan

Tabalong untuk tidak buang air besar

di sungai. Untuk mensukseskan

upaya ini, YABN tak ragu dalam

mengubah strategi lamanya dan

menerapkan strategi STBM.

YABN gencar melakukan promosi

cuci tangan pakai sabun kepada

masyarakat. Melalui program

UKS, YABN memberikan sejumlah

bantuan seperti rak dan tempat

air untuk cuci tangan di 15

sekolah target. Promosi ini juga

dilaksanakan di posyandu-

posyandu di wilayah dampingan

bekerja sama dengan kader

setempat.

Sejumlah kegiatan yang diterapkan

YABN seperti : pelatihan CTPS untuk

kader kesehatan di masyarakat dan

di sekolah target. Sekitar 40 kader

kesehatan dan guru pendamping

UKS turut mengikuti pelatihan CTPS

yang diinisiasi YABN. Promosi CTPS

untuk murid-murid sekolah dasar

juga didorong. Selain berkomitmen

untuk melaksanakan ketiga pilar

STBM lain, YABN juga berinisiatif

mendorong partisipasi masyarakat

dalam mencapai kondisi sanitasi

yang baik.

Ditulis ulang oleh: Nissa Cita

YABN tak ragu dalam mengubah strategi lamanya dan menerapkan strategi STBM.

Dok

Fot

o YA

BN

Praktek pembuatanWC sehat oleh Karang Taruna binaan YABN.

Page 53: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Sekretariat STBM Indonesia

Alamat Sekretariat STBM IndonesiaDirektorat Jenderal PP & PL Kementerian KesehatanGedung D Lantai 1, Jalan Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560Phone: 021 4247608 ext 182 Fax: 021 42886822www. stbm-indonesia.orgemail: [email protected]

Tim Sekretariat STBMZainal Nampira, Kristin Darundiyah, Yulita Suprihatin,

Trisno Soebarkah, Efran Arieza, Paramita Dau, Rani Rahmafuri, Catur Adi Nugroho, Rahma.

Page 54: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Terkini52

Melalui SMS Gateway dan Website STBM

Memonitor Perkemb angan Akses Sanitasi

Semenjak diluncurkannya situs STBM oleh Menteri

Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 13 Oktober

2011 yang lalu, Kementerian Kesehatan melalui

sekretariat STBM akan memulai melaksanakan sistem

monitoring berbasis SMS (Short Message Service)

sebagai alat monitoring via situs STBM. Untuk tahap

awal di tahun 2012 ini, monitoring berbasis SMS

akan dilaksanakan di 500 Puskesmas yang tersebar di

berbagai wilayah Indonesia.

Alat bantu monitoring ini menggunakan teknologi SMS

yang dikirim oleh sanitarian/bidan/kader atau seorang

yang ditunjuk oleh Puskesmas untuk melakukan

pemantauan perkembangan akses jamban di wilayah

kerja Kecamatan/Puskesmas lalu mengirimkan

perkembangannya ke SMS server di sekretariat STBM.

Sistem ini sebetulnya sudah dimulai sejak pelaksanaan

program TSSM (Total Sanitation - Sanitation Marketing)

di Jawa Timur. Saat itu dirasakan terjadinya gap data

yang dikumpulkan dan dikirim oleh sanitarian ke Dinas

Kesehatan setempat. Hal itu terjadi karena beberapa

sebab, di antaranya:

• Pengumpulandatayangdilakukanolehsanitarian

tidak rutin dan tidak seragam;

• Lamanyawaktumelakukankonfirmasi/verifikasi

data;

• StafdiDinasKesehatanlebihbanyakmelakukan

entry data dan klarifikasi data setiap bulannya

dan tidak memiliki waktu untuk me-review,

perencanaan yang berbasis perkembangan data.

Pengiriman data menggunakan SMS dirasakan begitu

efektif saat itu, dan tidak terlalu memberatkan para

sanitarian, karena terkadang selama ini pelaporan oleh

sanitarian juga dilakukan melalui telepon/handphone

atau SMS. Sejak saat itu TSSM mulai mengembangkan

Page 55: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

53Majalah PercikAgustus 2012

sistem

monitoring

berbasis SMS

ini, dilakukan uji

coba dan kajian

secara terus menerus

di beberapa wilayah

sasaran di Jawa Timur.

Sayangnya saat itu pengembangan

sistem ini dilakukan di tahun-tahun

terakhir pendampingan TSSM di

Jawa Timur, namun manfaat yang

diperoleh Dinas Kesehatan ternyata

sistem ini cukup membantu. Seperti

di Jombang misalnya, saat ini setiap

pertemuan sanitarian mereka

menganalisa data perkembangan

akses walaupun masih dengan

cara sederhana. Namun demikian

cara ini sudah lebih maju, karena

sebelumnya setiap pertemuan

sanitarian selalu dilakukan

konsolidasi dan klarifikasi data.

Di Pacitan, sistem monitoring

berbasis SMS ini sudah mulai pula

dilaksanakan dengan memberikan

contoh pelaksanaannya di tiga

kecamatan ODF (open defecation

free). Bahkan pada Rakornas

STBM pertama Oktober 2011

lalu Kabupaten Pacitan menjadi

narasumber dalam video

conference dengan Menteri

Kesehatan untuk

pelaporan

perkembangan

akses sanitasi di

wilayahnya.

Walaupun belum semua

kabupaten di Jawa Timur dapat

melaksanakan sistem ini, namun

sistem ini cukup efektif dalam

proses pengiriman data yang

cepat, tepat dan mudah melakukan

verifikasi. Namun komitmen untuk

melakukan monitoring tetap

menjadi tumpuan berhasil atau

tidaknya sistem monitoring ini.

Karena sistem SMS monitoring ini

hanyalah merupakan salah satu

alat manajemen untuk mendukung

mekanisme pelaksanaan

monitoring di wilayah sasaran.

Saat ini sistem monitoring berbasis

SMS sedang disiapkan untuk

dilaksanakan di tingkat pusat,

dengan dukungan SMS gateway

server berikut aplikasinya. Hal ini

untuk mendukung sekretariat STBM

dalam melakukan pemantauan

perkembangan akses sanitasi di

Indonesia. Menjadi keuntungan

pula bagi kabupaten yang

melaksanakannya, karena saat ini

kabupaten tidak perlu menyiapkan

aplikasi SMS gateway di kantor

Dinas Kesehatan, karena server

yang ada di Sekretariat STBM

memang disediakan untuk

menampung data SMS yang masuk

dari seluruh wilayah di Indonesia.

Data hasil monitoring ini akan

menjadi satu bagian dalam sistem

website STBM, sehingga semua

pihak akan dapat memantau

perkembangan akses sanitasi di

Indonesia.

Sistem ini juga ke depan akan

mendukung data untuk keperluan

website Kementerian Kesehatan

serta mendukung informasi

bagi Unit Kerja Presiden bidang

Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan (UKP4). Dalam

rangka pengembangan Sistem

Monitoring Nasional juga sudah

mulai dipersiapkan gateway

sistem dan pertemuan kordinasi

untuk mendukung integrasi

dengan sistem pemantauan

lainnya seperti NAWASIS di Pokja

AMPL dan Pamsimas. Kolaborasi

dengan berbagai pihak dalam

rangka menciptakan integrasi

sistem monitoring Nasional sangat

diperlukan.

Amin Robianto, Efentrif / WSP-World

Bank

Memonitor Perkemb angan Akses Sanitasi

SMS

Page 56: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Tim lintas kementerian yang tergabung dalam Pokja AMPL bersama WSP menginisiasi peluncuran CLTS di 6 Kabupaten (Bogor, Muaro Jambi, Sambas, Lombok Barat, Lumajang, Muara Enim) dengan fokus utama masyarakat pedesaan. Kabupaten Lumajang adalah kabupaten yang pertama kali mendeklarasikan Open Defecation Free (ODF).

Pada Konvensi PAM RT, diluncurkan pelaksanaan STBM untuk 10.000 desa/kelurahan. Pada tahun ini lahir Keputusan Menteri Kesehatan tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Dari keputusan ini dinyatakan, Stop Buang Air Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan Air Minum Ruman Tangga, dan Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga merupakan lima pilar utama STBM. Dalam keputusan menteri ini juga mulai dikembangkan konsep supply improvement dan enabling environment, sebagai dua komponen tak terpisahkan dari CLTS yang berfokus pada Demand Creation.

Majalah Percik Agustus 2012Galeri STBM54

Milestone STBM

Tim koordinasi lintas kementerian melakukan studi banding CLTS di Bangladesh dan India. Kunjungan ini mencetuskan komitmen untuk pelaksanaan proyek pilot CLTS di Indonesia.

Keinginan untuk mereplikasi kesuksesan pilot CLTS semakin besar. Selain diaplikasikan dalam pelaksanaan WSSLIC 2, proyek Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) mulai diinisiasi WSP Worldbank di 10 Kabupaten di Jawa Timur, dan Plan Indonesia mereplikasi ke 9 kabupaten/kota.

2004 2007 20082005-2006

Page 57: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

55Majalah PercikAgustus 2012

RPJMN 2010-2014 menetapkan sasaran utama pembangunan sanitasi yaitu Indonesia Stop Buang Air Besar Sembarangan di 2014. Pada tahun ini disusun panduan STBM dan ditetapkan sampai 2014 sebanyak 20.000 desa harus dapat melaksanakan STBM.

Dibentuk Sekretariat STBM di Kementerian Kesehatan untuk menguatkan koordinasi dan memberi arahan konsepsional dan strategis pelaksanaan STBM di daerah, sekaligus dikembangkan sistem monitoring nasional berbasis web dan sms serta penguatan pengelolaan pengetahuan.

STBM digiatkan. Semakin banyak materi-materi komunikasi bisa diakses seperti Buku Pembelajaran dari Para Penggiat CLTS dari Waspola Facility

Pedoman Pelaksanaan STBM diluncurkan oleh (Alm) Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih. Komitmen untuk mensukseskan STBM terus dikumandangkan. Salah satunya melalui perayaan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia. Pada tahun ini proyek-proyek dengan pendekatan STBM untuk daerah perkotaan mulai dibesut oleh High Five, IUWASH dan World Vision Indonesia.

2009 2010 2011 2012

Sejumlah milestone penting yang

menandai lahir dan berkembangnya

STBM di Indonesia

Page 58: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

56 Majalah Percik Agustus 2012Majalah Percik Agustus 2012Resensi56

Pulau Ende dulu menyandang

julukan “jamban terpanjang

di dunia” karena setiap subuh

warga berjejer di pantai untuk

buang air besar. Insiden diare di

pulau ini adalah yang tertinggi di

kabupaten Ende. Disana, air tawar

sangatlah sulit didapat.

Untuk menuju pulau Ende,

diperlukan perjalanan dengan

perahu bermotor selama sekitar

satu jam dari pulau Flores. Dengan

jarak tersebut, masyarakat harus

mengeluarkan energi, waktu dan

biaya yang cukup besar untuk

bisa mengumpulkan material

demi membangun jamban sehat.

Sekilas dilihat, perbaikan kondisi

higiene dan sanitasi merupakan

hal yang mustahil dicapai.

Namun sekarang, pulau cantik di

Kabupaten Ende Provinsi Nusa

Tenggara Timur (NTT) ini adalah

pulau pertama di Indonesia yang

mendeklarasikan dirinya mencapai

kondisi ODF (open defecation

free) atau Stop Buang air besar

Sembarangan (SBS) pada 2011.

Masyarakat mencapai kondisi

ini dengan upaya sendiri dan

pendampingan dari pemerintah

daerah dibantu Unicef.

Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Buku “Era Baru di Pulau Ende”

menceritakan berbagai

pengalaman seputar upaya

menuju kondisi SBS. Buku

pembelajaran ini disusun dengan

maksud agar keberhasilan

perubahan perilaku higiene

masyarakat pulau Ende dapat

menjadi contoh dan direplikasi di

pulau-pulau lain.

Buku ini juga menjabarkan upaya

pemerintah daerah bekerjasama

dengan tokoh masyarakat

setempat yang berhasil

memicu penghuni pulau Ende

untuk menghentikan perilaku

buang air besar sembarangan.

Peran berbagai pihak, mulai

dari pemerintah kabupaten,

pemerintah kecamatan,

pemerintah desa, pendamping

masyarakat, tokoh masyarakat

serta perempuan dan anak

dijabarkan satu persatu untuk

memberikan gambaran proses

program ini.

Beberapa pembelajaran

yang muncul dalam buku ini

diantaranya adalah pemuka

agama diikutsertakan untuk

menanamkan pesan-pesan

higiene untuk memicu warga

mengubah perilakunya. Di tiap

desa sampai ada tim “buser” yang

bertugas melakukan pengawasan

dan penangkapan terhadap

warga yang masih buang air besar

sembarangan. Anggota tim ini

harus merupakan orang yang

rajin dan disegani warga. Tidak

berhenti sampai disitu, warga

diajak membawa air yang biasa

mereka gunakan untuk diperiksa

di laboratorium Dinas Kesehatan

untuk meyakinkan mereka bahwa

air mereka memang sudah

tercemar tinja.

Tak lupa buku ini menyertakan

langkah-langkah yang

direkomendasikan bagi daerah

lain yang tertarik mereplikasi.

Buku ini diterbitkan oleh

Unicef dan dilengkapi dengan

berbagai kisah menarik seputar

pelaksanaan STBM di Ende.

Tujuannya agar berbagai

hikmah dan pembelajaran dapat

dipetik dan menginspirasi para

pembacanya.

Indriany

Era Baru di Pulau Ende

Page 59: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

57Majalah PercikAgustus 2012

Di tahun 2007, WSP World Bank

mempublikasikan studi dampak

ekonomi pembangunan sanitasi.

Tak tanggung-tanggung studi

ini menyimpulkan Indonesia

merugi hingga 6,3 juta Dollar

alias Rp. 58 triliun karena abaikan

pembangunan sanitasi.

Lima tahun berlalu dari studi

dampak ekonomi tahap pertama,

akhir tahun 2011 kemarin, WSP

Worldbank kembali menerbitkan

hasil studi terbarunya seputar

keuntungan perbaikan sanitasi

dalam buku terbaru berjudul “The

Economic Returns of Sanitation

Interventions in Indonesia”

The Economics of Sanitation

Initiative (ESI) adalah sebuah

studi multinegara yang

diluncurkan tahun 2007 sebagai

upaya Water and Sanitation

Program, Bank Dunia, untuk

mengisi kekosongan temuan

ilmiah tentang aspek ekonomi

dari sanitasi di negara-negara

berkembang. Buku setebal

170 halaman ini berupaya

memaparkan sejumlah bukti dan

temuan, hasil analisis manfaat

intervensi berbagai opsi sanitasi

dalam berbagai konteks di

sejumlah negara yaitu Kamboja,

Cina, Indonesia, Laos, Filipina dan

Vietnam. Tujuan utamanya adalah

untuk meningkatkan kepekaan

para pengambil keputusan

terhadap manfaat intervensi

sanitasi serta mendorong

keputusan tepat di sektor sanitasi.

Di Indonesia, studi dilakukan

di lima lokasi yaitu Kabupaten

Malang dan Tangerang yang

mewakili sampel pedesaan serta

Kota Payakumbuh, Malang dan

Banjarmasin yang mewakili

perkotaan. Sejumlah opsi sanitasi

secara gamblang dibandingkan

untuk mengetahui tingkat

manfaatnya.

Temuan menyatakan pada

daerah pedesaan, dari sejumlah

opsi sanitasi yang ada jamban

cemplung terbukti memberikan

manfaat ekonomi paling

signifikan. Manfaat yang

dihasilkan mencapai 7 kali lebih

tinggi dari biaya yang dikeluarkan.

Sementara di perkotaan, investasi

pada pengolahan limbah

terpusat terbukti memberikan

keuntungan ekonomi paling

tinggi yaitu hampir dua kali dari

biaya yang dikeluarkan untuk

membangunnya.

Dikatakan tujuh kali lebih tinggi

karena keuntungan ekonomi

setiap tahun lebih dari 100 persen,

sehingga butuh kurang dari

setahun untuk mengembalikan

nilai ekonomi dari investasi

awal yang ditanam. Temuan ini

menunjukkan bahwa teknologi

sederhana seperti jamban

cemplung bisa sangat ekonomis:

menghasilkan manfaat besar

dengan biaya per unit yang

rendah, hanya sekitar Rp270,000

(US$30) per rumah tangga per

tahun (mencakup) biaya investasi,

operasional serta pemeliharaan).

Secara umum, buku ini berhasil

menyajikan keuntungan di depan

mata sejumlah intervensi sanitasi

yang selama ini dilakukan.

Sebagai buku ilmiah yang sarat

akan data, angka dan informasi,

selayaknya buku ini dapat ditulis

ulang dalam versi yang lebih

populer. Tentu harapannya agar

semakin banyak pihak yang

bisa mengambil manfaat dari

studi penting ini. Bukan hanya

bagi para pengambil kebijakan,

namun akademisi, para pengelola

program pembangunan air

minum dan sanitasi, pihak swasta

maupun media. Nissa Cita A

Mengukur UntungDari IntervensiSanitasi

Page 60: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Situs STBM Indonesia

Situs STBM telah dirintis oleh Sekretariat Pokja AMPL

sejak awal tahun 2010. Pada Oktober 2011, ketika

Sekretariat STBM Nasional mulai dibentuk, situs ini

diserahkan dan diluncurkan oleh Menteri Kesehatan

pada Rapat Koordinasi Nasional STBM di Bekasi.

Situs yang beralamatkan di http://stbm-indonesia.

org ini memuat berbagai artikel yang ditulis

oleh pemerintah daerah dan mitra pelaku

yang melaksanakan STBM di lapangan. Selain

artikel, kumpulan pustaka terkait STBM juga bisa

didapatkan, dan tiap bulannya ratusan dokumen

di-download oleh pengunjung situs.

Beberapa informasi yang bisa didapatkan di situs

STBM, di antaranya adalah informasi dasar mengenai

program STBM, berbagai artikel tentang STBM baik

kegiatan STBM di pusat, daerah, refleksi perilaku

dan kliping terkait, pustaka, e-newsletter, dan data

monitoring masing-masing provinsi yang di-update

oleh pemerintah daerah.

Banyak mitra pelaku STBM yang mendedikasikan diri

kepada knowledge sharing (berbagi pengetahuan)

dengan secara rutin mengirimkan artikelnya kepada

tim situs STBM. Mereka diantaranya adalah WSP-

TSSM, WSP-Waspola Facility, WASH Unicef, Plan

Indonesia, WVI, High Five-USAID, Iuwash-USAID,

SHAW Simavi, dll.

Tanpa knowledge sharing tidak akan terjadi

peningkatan kualitas dan percepatan program STBM

secara nasional. Untuk itu situs STBM terbuka untuk

segala kalangan yang berminat memasukkan artikel

mengenai pembelajaran dan kegiatan STBM yang

ada, artikel bisa dikirimkan ke sekretariat@stbm-

indonesia.org dengan panjang minimal 300 karakter

disertai foto beresolusi minimal 640x480.

Majalah Percik Agustus 201258 Materi-Materi STBM

Page 61: Majalah percik edisi khusus stbm 2012
Page 62: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Majalah Percik Agustus 2012Apa Kata Mereka60

Yulita Suprihatin (Koordinator Sekretariat STBM Nasional)

“STBM mendongkrak sanitasi hasilnya luar biasa... Perlu motivasi bagi petugas bahwa masyarakat mampu tanpa subsidi”.

Trisno Soebarkah (Direktorat PL, Kemkes)

“STBM perlu dikembangkan dan dilestarikan demi tercapainya lingkungan yang lebih bersih dan lebih sehat.”.

Ika Francisca (High Five)

“STBM complicated but fun, memicu untuk terus belajar dan mencari tahu.”.

Djoko Wartono (WSP Worldbank)

“STBM merupakan paradigma perilaku sehat yang direfleksikan dengan perubahan secara kolektif pada kelompok masyarakat.”.

Eddy Darma (Dinkes Kota Bogor)

“STBM suatu program dalam upaya merubah dan membentuk perilaku masyarakat Indonesia agar bisa menjaga diri dan lingkungannya agar tidak saling merugikan sehingga dapat tercipta keharmonisan antara manusia dan lingkungan tempat hidupnya.”.

Ansye Sopacua (WASH Unicef)

“STBM program bagus dan komprehensif untuk perubahan perilaku. Kalau semua stakeholder bekerjasama mendorong kesuksesan STBM, Indonesia akan menjadi negara yang sehat dan sejahtera.”.

Nur Apriatman (Waspola Facility)

“STBM harus menjadi gerakan nasional menuju lebih bersih dan lebih sehat”.

Oflin Dethan (PLAN Indonesia)

“STBM itu hal-hal saniter dan higiene yang kita lakukan sehari-hari di rumah”.

Kata Mereka tentang STBM?

Page 63: Majalah percik edisi khusus stbm 2012
Page 64: Majalah percik edisi khusus stbm 2012

Dapatkan Majalah Percik Yunior

Terbaru

Alamat Redaksi Majalah Percik : Jl. RP Soeroso 50 Jakarta Pusat - Indonesia, Telp/Fax : +6221- 31904113Website: http//www.ampl.or.id, Email: [email protected]