Majalah Interaksi Edisi 2

60
S aya dak membayangkan jika Louis Pasteur, penemu asal Perancis, dak menciptakan serangkaian penemuan yang menjadi akar bagi “Teori Kuman Penyakit” pada akhir abad 19. Bukan dak mungkin, spesies manusia menuju ambang kepunahan dengan berbagai serangan virus memakan yang mewabah. Tiga abad sebelum Pasteur, pada abad 16, Eropa mengalami wabah pes yang merenggut banyak nyawa. Era yang disebut Black Death ini, telah merampas nyawa anak dan istri dokter Nostradamus yang juga terkenal sebagai Futurolog. Di tengah keputusasaannya menghadapi berbagai virus memakan, dokter Nostradamus meramalkan akan lahir seorang ilmuwan yang memiliki kekuatan laksana dewa, menyembuhkan berbagai penyakit, bernama Pasteur. Sebagaimana pernyataan Nostradamus, Pasteur memang telah membuka cakrawala baru dalam dunia kedokteran, bahwa penyakit infeksi disebabkan oleh mikro organisme. Dalam peneliannya, Pasteur mengembangkan teknik kimia untuk mengisolasi virus dan melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit. Dengan menyunkkan mikroorganisme dalam wujud yang sudah dilemahkan, ternyata dapat melindungi tubuh dari penyakit atau mencegah penyakit sehingga kesehatan dapat terpelihara dengan baik (imunisasi). Berkat vaksin yang dipelopori Pasteur, manusia berkembang dan hidup sehat, dengan kemampuan kebal dari berbagai mikro organisme memakan. Berkat Pasteur, semua berpeluang panjang umur. Begitu penngnya imunisasi, membuat Redaksi Interaksi mengangkat tema imunisasi menjadi topik utama dalam edisi ini. Para ulama pun telah mendukung penuh Imunisasi. Sedangkan Bio Farma, perusahaan milik Negara yang memproduksi vaksinasi dengan standard WHO, telah menjadi rujukan dua per ga masyarakat dunia. Bahkan, 49 dari 57 negara Islam dunia, mengambil vaksin dari Bio Farma. Kejeniusan Pasteur turut menjadi berkah bagi nusantara ini. Terakhir, kami menyempurnakan edisi ini dengan Tokoh Ulama Madura Mendukung Penuh Imunisasi, Endo pengidap Polio yang inspiraf, kisah kredit jamban yang laris, berbagai strategi penanganan Ebola, serta kedermawanan Bill Gates yang mencurahkan hartanya dalam gerakan Aliansi Vaksinasi. Edisi ini akan menyejukkan pembaca dengan alunan ombak pantai Nias yang mengundang para peselancar untuk terlibat dalam gerakan kesehatan, dan berbagai buku kesehatan menarik yang perlu kita baca. Pun, masyarakat Kulonprogo bertambah sehat bersama Bupanya yang seorang Dokter. Selamat membaca. edisi 2 | 2014 3 dr. Lily S. Sulistyowati, MM Kepala Pusat Promosi Kesehatan Pasteur Beri Peluang Panjang Umur editorial

Transcript of Majalah Interaksi Edisi 2

Page 1: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 3

Saya tidak membayangkan jika Louis Pasteur, penemu asal Perancis, tidak menciptakan serangkaian penemuan yang menjadi akar bagi “Teori Kuman

Penyakit” pada akhir abad 19. Bukan tidak mungkin, spesies manusia menuju ambang kepunahan dengan berbagai serangan virus mematikan yang mewabah.

Tiga abad sebelum Pasteur, pada abad 16, Eropa mengalami wabah pes yang merenggut banyak nyawa.

Era yang disebut Black Death ini, telah merampas nyawa anak dan istri dokter Nostradamus yang juga terkenal sebagai

Futurolog. Di tengah keputusasaannya menghadapi berbagai virus mematikan, dokter Nostradamus meramalkan akan lahir seorang ilmuwan yang memiliki kekuatan laksana dewa, menyembuhkan berbagai penyakit, bernama Pasteur.

Sebagaimana pernyataan Nostradamus, Pasteur memang telah membuka cakrawala baru dalam dunia kedokteran, bahwa penyakit infeksi disebabkan oleh mikro organisme. Dalam penelitiannya, Pasteur mengembangkan teknik kimia untuk mengisolasi virus dan melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit. Dengan menyuntikkan mikroorganisme dalam wujud yang sudah dilemahkan, ternyata dapat melindungi tubuh dari penyakit atau mencegah penyakit sehingga kesehatan dapat terpelihara dengan baik (imunisasi).

Berkat vaksin yang dipelopori Pasteur, manusia berkembang dan hidup sehat, dengan kemampuan kebal dari berbagai mikro organisme mematikan. Berkat Pasteur, semua berpeluang panjang umur. Begitu pentingnya imunisasi, membuat Redaksi Interaksi mengangkat tema imunisasi menjadi topik utama dalam edisi ini. Para ulama pun telah mendukung penuh Imunisasi. Sedangkan Bio Farma, perusahaan milik Negara yang memproduksi vaksinasi dengan standard WHO, telah menjadi rujukan dua per tiga masyarakat dunia. Bahkan, 49 dari 57 negara Islam dunia, mengambil vaksin dari Bio Farma. Kejeniusan Pasteur turut menjadi berkah bagi nusantara ini.

Terakhir, kami menyempurnakan edisi ini dengan Tokoh Ulama Madura Mendukung Penuh Imunisasi, Endo pengidap Polio yang inspiratif, kisah kredit jamban yang laris, berbagai strategi penanganan Ebola, serta kedermawanan Bill Gates yang mencurahkan hartanya dalam gerakan Aliansi Vaksinasi. Edisi ini akan menyejukkan pembaca dengan alunan ombak pantai Nias yang mengundang para peselancar untuk terlibat dalam gerakan kesehatan, dan berbagai buku kesehatan menarik yang perlu kita baca. Pun, masyarakat Kulonprogo bertambah sehat bersama Bupatinya yang seorang Dokter. Selamat membaca.

edisi 2 | 2014 3

dr. Lily S. Sulistyowati, MMKepala Pusat Promosi Kesehatan

Pasteur Beri PeluangPanjang Umur

editorial

Page 2: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 20144

Majalah Informasi & Referensi Promosi Kesehatan Edisi 2 / 2014 ISSN: 0216-017X

Pengarah dan Penanggung Jawabdr. Lily S. Sulistyowati, MM

(Kepala Pusat Promosi Kesehatan)

Koordinator TimDra. Herawati, MA

AnggotaDr. Ir. Bambang Setiaji, M.Kes

Dr. Drs. Nana Mulyana, SKM, M.KesIsmoyowati, SKM, M.Kes

drg. James Johnson, M.P.HTumpal P. Hendriyanto, S.Kom, MScPH

Bagus Satrio Utomo, S.Kom, M.KesBayu Aji, SE, MScPH

Wiji Astuti, S.SosWinitra Rahmani A., S.SosKiki Anton Syahroni, S.Kom

Pemimpin RedaksiM. Thowaf Zuharon, S.Sos

Redaktur PelaksanaR. Toto Sugiharto, SS

Hari Jumanto, SS, M.SiIrvan Sjafari, SS

Editor Ahlidrg. Betha Candrasari

Isnainy Mayasari P., SKM. M. KesAcep Yonny, SS

FotograferHeri Fosil

ArtistikCandra Triana

Alamat RedaksiMajalah INTERAKSI

Pusat Promosi KesehatanGedung Prof. Dr. Sujudi, Lantai 10

Kementerian Kesehatan RIJl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9Jakarta 12950, Telp: (021) 5203873

7

6

fokus

kata

mere

ka

Vaksin Imunisasi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dengan agama mayoritas Islam, ternyata juga banyak diminati oleh berbagai negara Muslim dunia. Pada 2014 ini, Vaksin Imunisasi produksi PT Bio Farma yang dilegitimasi oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia, telah diekspor ke 120 negara. “Untuk ekspor ke negara Muslim, Bio Farma telah mengekspor vaksin ke 49 negara Muslim, dari total 57 anggota Organization of Islamic Cooperation (OIC) dunia,” ujar Nurlaila, Head of Corporate Communication PT Bio Farma kepada Interaksi, pada pertengahan September lalu.

6

7

911

13

“Saran kami agar lebih digalakkan lagi

fungsi majalah sebagai media informasi

dan promosi bidang kesehatan, terutama

tenaga kesehatan di daerah terisolir. Masih

banyak sahabat kita yang bertugas

di daerah terpencil, tidak terjangkau

kendaraan roda 4 maupun roda 2, butuh

update perkembangan informasi”.

RAHMAT SURYADI, Pekarya Kesehatan Kampung

Lengkong, HP 081911831283.

JAWABAN : Terima kasih atas saran Saudara,

kami akan terus berupaya meningkatkan

kualitas pelayanan kami, sehingga mampu

menjangkau teman teman yang bertugas

di daerah terpincil dan terisolir. Redaksi

sangat menghargai perjuangan para tenaga

kesehatan, baik dokter, bidan, sanitarian,

dan tenaga lainnya, di daerah terpencil.• SuratPembaca

• CakupanImunisasiNasionalMeningkat• TokohAgamaMaduraMendukungImunisasi

• VaksinasiLebihUtamadaripadaHilangNyawa

Jadwal Imunisasi yang tertera di Google Drive milik Tumiyem pada 17 September 2014 lalu, membuat perempuan berusia 36 tahun ini mengajak Sidiq, suaminya, untuk berangkat pagi itu ke Kantor Kepala Desa. Sidiq paham, ini jadwal imunisasi Hepatitis B-2 bagi Zaki Nur Fahmi Yahya, anak ketiganya yang baru lahir sebulan lalu.

Redaksi Majalah Interaksi menerima kiriman artikel yang relevan untuk peningkatan promosi kesehatan. Bagi penulis artikel yang dimuat akan diberikan ho nor. Artikel diketik dalam format Ms Word, dikirim ke alamat email: [email protected] dengan melampirkan fotokopi kartu identitas yang masih ber-laku dan nomer telepon yang dapat dihubungi.

• 49NegaraMuslimMenggunakanVaksinIndonesia

Menurut Imam, NU sangat mendukung program imunisasi sebagaimana konsep al wiqoyah (preventif) dalam Islam. Imunisasi bertujuan untuk menyiapkan generasi bangsa yang lebih sehat dan berkualitas, maka berarti negara juga sedang menyiapkan generasi nahdliyin yang sehat pula.

• CakupanImunisasiMeningkatdengan Google Drive16

Kegiatan advokasi Pusat Promkes Kementrian Kesehatan di seluruh kabupaten di Madura pada 8-12 September 2014. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan imunisasi

dasar rutin. Selain tokoh agama dan tokoh masyarakat, pertemuan juga dihadiri oleh Bupati, Tim Penggerak PKK Kabupaten, Camat, dan Kepala Dinas Kesehatan setempat.

Page 3: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 5

32 54

17

43

63

58

24

48

61

Inova

si

profe

si

pemb

erda

yaan

aktua

l

galer

i

etos

kemi

traan

agen

da

50

aksi

daer

ahre

sens

i

43

17

24

3036

44

48

50

52

54

58

6162

• MeningkatkanImunisasidenganGAVI

• PemberdayaanPeranSertaMasyarakatdalamSTBM

• CalonMiliarderdariPromosiSanitasi

Para peselancar ini mengulurkan bantuan dana karena merasa peduli terhadap penduduk Pulau Nias yang selama ini secara tidak langsung memberikan alam yang indah dan ombak yang menantang bagi para peselancar.

• PosyanduSemakinMajudenganEHOWU

• RUUTenagaKesehatandanRUUKeperawatanDisahkanDPR

• PencegahanEboladenganSensorModerndanPengetatanVisa

• RangkaianJadwalHariKesehatanNasionalke-50Tahun2014

SemangatDesaSehatMandiridiKutaiKartanegara

PosMalariaDesasebagaiPengendalianMalariadiSulawesiTengah

Tinggal di desa yang jauh dari ibukota Jakarta, yaitu di pedalaman Kalimantan, belum tentu masyarakat desanya tertinggal soal kesehatan.

Masyarakat Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentu merasa sangat beruntung dipimpin seorang bupati yang berlatar belakang profesi dokter. Bupati itu,dr H Hasto Wardoyo, Sp OG (50), bertekad merealisasikan visinya untuk menjadikan wilayah kabupatennya sebagai Kulonprogo Sehat

BupatinyaDokter,TakAdaIklanRokokdiKulonprogo

KakiSemakinLemah,tetapiTerusMelangkahDengan kedua kakinya yang terserang virus polio sejak 10 bulan usianya, lelaki kelahiran Cimahi, Jawa Barat, pada tanggal 21 Desember 1959 ini dihadapkan pada dua pilihan; menyerah di rumah, atau terus bergerak dengan kruk atau kursi roda.

• TelitidanTelatenMencegahPenyakit

• CatatanPelajaranSeorangAhliKesehatan

Fotodokumentasikegiatan PromosiKesehatan

Program GAVI CSO Pramuka ini hanya satu bagian dari program GAVI yang melibatkan banyak CSO lain. Dalam program ini, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan

empat CSO, yaitu PKK, Kwarnas Gerakan Pramuka, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan

konsorsium yang terdiri dari ormas agama (Muslimat NU, Muhammadiyah,

dan Perdhaki). Empat CSO ini merupakan mitra strategis yang memiliki pengaruh kuat

membawa perubahan sosial di masyarakat.

Sebagai petugas kesehatan bidang Sanitasi Wilayah, saya harus menyampaikan, Kecamatan Sepatan Timur adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tangerang dengan derajat kesadaran kesehatan yang cukup rendah. Hal ini terlihat dari masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Dalam penanggulangan virus Ebola, Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Slamet, MPH, mengatakan, pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk mencegah Ebola masuk ke Indonesia. Langkah yang tepat adalah dengan peningkatan kegiatan pemantauan di pintu masuk negara.

daftar isi

Peringatan 50 tahun HKN merupakan peringatan ulang tahun emas pembangunan kesehatan Indonesia. Dengan mengangkat tema: “Sehat Bangsaku Sehat Negeriku”, diharapkan dapat mengantarkan kesehatan masyarakat Indonesia bergerak ke arah promotif dan preventif melalui peningkatan pemahaman masyarkat akan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan bergaya hidup sehat.

36 Panduan 50 tahun HKN

Umbul-umbul 400x100 cm

Billboard10 x 5 cm

Page 4: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 20146

Surat Pembaca Surat Pembaca Surat Pembaca Surat Pembaca Surat Pembaca Surat Pembaca

“Assalamu’alaikum wr. wb.Saya usul, bagaimana kalau dibuat laporan/liputan tentang Hari Kesehatan Nasional (HKN) di Majalah Interaksi?”.

Wassalamu’alaikum wr. wb.Adit Bramantyo

Cimanggis, Depok – Jawa BaratJAWABAN : Bapak Adit Bramantyo, terima kasih sekali atas sarannya. Kegiatan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) pasti akan kami liput.

Yth. Pemred Interaksi

Majalah Interaksi menjadi media yang dapat

memotivasi dan mengantarkan kehidupan

masyarakat berubah menjadi lebih baik.

Masyarakat dan petugas kesehatan tentu

membutuhkan bacaan untuk referensi yang

mencerahkan.

Siti Wasilah, Rawa Buaya, Jakarta barat

JAWABAN : Siti Wasilah, terima kasih sekali atas

apresiasinya. Ya, memang itulah tujuan dari

majalah interaksi.

kata mereka

Surat Pembaca

“Pemred Interaksi yang budiman,Saya ingin bertanya, bagaimana cara membudayakan gaya hidup sehat? Terima kasih

atas penjelasannya.”Salam hormat,Ochi AprilianaCilegon, Banten.JAWABAN : Ibu Ochi Apriliana, untuk membudayakan gaya hidup sehat harus dimulai dari diri sendiri dan membutuhkan komitmen yang kuat. Namun bila ibu cermati, dalam majalah ini juga dibahas mengenai gaya hidup sehat. Namanya adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan

atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.PHBS itu jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan.

Misalnya tentang Gizi: makan beraneka ragam makanan, minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi dan

balita Kapsul Vitamin A. Tentang kesehatan lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya, membersihkan lingkungan, dan lain-lain.

“Pemimpin Redaksi Interaksi di Jakarta

Majalah Interaksi menambah pengetahuan dan pemahaman bagi ibu-ibu muda yang baru hamil, melahirkan, dan menyusui sehingga bisa memberikan ASI Eksklusif, melaksanakan imunisasi untuk bayi/anak, dan mengubah pola hidup menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Terima kasih, Bapak Pemred atas sajian informasi dan berita yang dimuat di Interaksi.”

Hapsari, Jember, Jawa Timur

JAWABAN : Terima kasih atas masukannya. Dalam beberapa edisi mendatang akan ditampilkan sosok tenaga kesehatan dari berbagai daerah yang berprestasi sebagai tenaga kesehatan teladan tingkat nasional tahun 2014.

Page 5: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 7

Vaksin Imunisasi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dengan agama

mayoritas Islam, ternyata juga banyak diminati oleh berbagai Negara Muslim dunia. Pada 2014 ini, Vaksin Imunisasi produksi PT Biofarma yang dilegitimasi oleh

Fatwa Majlis Ulama Indonesia, telah diekspor ke 120 negara. “Untuk ekspor ke Negara muslim, Biofarma telah mengekspor vaksin ke 49 negara muslim, dari total 57 anggota Organisation of Islamic Cooperation (OIC) dunia,” ujar Nurlaila, Head of

Corporate Communication PT Biofarma kepada Interaksi, pada pertengahan September lalu.

Negara terbesar yang menjadi konsumen terbesar vaksin Bio Farma adalah India. Sedangkan Ekspor vaksin polio PT Bio Farma, saat ini telah mencakup negara-

49 Negara Muslim Menggunakan Vaksin Indonesia

fokus

Page 6: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 20148

fokus Main Story

negara islam seperti Mesir, Iran, Turki, Senegal, Guinea, Malaysia dan berbagai negara lain. “Bio Farma sendiri mensuplai 2/3 kebutuhan vaksin dunia dan sudah bekerja sama dengan UNICEF,” Ujar Novilia S. Bachtiar, Kepala Divisi Surveilans & Uji Klinik PT Bio Farma.

Bio Farma memang telah menjadi salah satu perusahaan percontohan bagi negara muslim di dunia (OKI). Bio Farma mengekspor vaksin setengah jadi bagi lebih dari 50 negara OKI, seperti Mesir, Yordania, Lebanon, Kazahkhtan, Sudan, Yaman, Maroko, Kyrgistan, Gambia, Pakistan, dan masih banyak lagi.

Sampai 2014 ini, ada 12 jenis vaksin yang diekspor. Di antaranya adalah Pentavalent dan Flubio (vaksin anti influenza). Pentavalent merupakan vaksin pengembangan tetravalent yang merupakan gabungan dari lima antigen,

yakni DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus), Hepatitis B, serta HiB. Sedangkan Flubio merupakan vaksin yang dikhususkan untuk menangkal beberapa jenis penyakit influenza umum. Selain itu, Bio Farma juga mengeskpor bahan baku serta antisera.

Saat ini, Bio Farma sedang berinovasi dalam mengembangkan produk baru, salah satunya adalah pengembangan produksi sabin Inactivated Polio Vaccine (sIPV) yang siap untuk didistribusikan dua tahun ke depan. sIPV ini merupakan vaksin untuk pencegahan penyakit polio dengan menggunakan virus polio yang telah di-inaktivasi, dan diberikan

dengan cara disuntik. ‘’Upaya penyelamatan jiwa manusia merupakan nilai dan misi tertinggi dari Bio Farma,’’ ujar Novilia.

Menurut Nurlaila, begitu besarnya produksi vaksin Biofarma, dalam setahun, Biofarma memproduksi vaksin sebanyak 1,8 milyar dosis per tahun. Kegiatan ekspor produk vaksin itu dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri dipastikan tertutupi. Untuk dalam negeri, saat ini sudah tercukupi dengan kapasitas 20 juta dosis per tahun. Di antaranya, vaksin Polio, Tetanus, dan Pentavalen. “ Untuk Pentavalen, kami sudah siap memproduksi untuk seluruh provinsi yang ada di Indonesia,” ujar Nurlaila, yakin. []

Page 7: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 9

fokus Main Story

Bayi berusia sepekan itu tertidur pulas di pangkuan Sutini, istri Kyai Sirojan Muniro, Pimpinan

Pondok Pesantren Nurul Haromain yang terletak di Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulonprogo. Nama anak nomor dua dari keluarga Sirojan ini bernama Muhammad Ali Abdurrahman. Sutini memastikan, anaknya yang sehat sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B setelah lahir.

Anak pertamanya yang berusia 23 bulan, Muhammad Alawi Abdurrahman, juga telah mendapat imunisasi dasar, sesuai jadwal yang

ditetapkan bidan dan dokter. Bagi Sutini, Imunisasi sangat penting untuk semua anaknya, mengingat, pada keadaan saat ini, kita dihadapkan pada produk makanan yang sebagian besar tidak alami lagi.

Sutini sadar, hampir semua yang dikonsumsi manusia di era sekarang sudah dicemari bahan kimia, entah berupa pengawet ataupun pewarna. Belum lagi, munculnya berbagai penyakit menular yang bila tidak dicegah, bisa menjadi wabah. “Dengan kondisi itu, tubuh manusia membutuhkan sistem kekebalan sejak dini dengan imunisasi,” ujar Sutini, yakin, saat ditemui Interaksi di Pesantrennya pada pertengahan September lalu.

Pentingnya imunisasi bagi anak juga menjadi prinsip yang selalu dipegang oleh Artis muda Rismawati, mantan Finalis Indonesian Idol 2007. Perempuan kelahiran Bandung, 1 September 1982 ini akan memberikan imunisasi dasar dan tambahan secara lengkap kepada putra semata wayangnya, Alvaro Naufal Alam yang lahir 15 Mei 2014 lalu. “Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kecacatan

atau kematian,” kata Risma yang diwawancara Interaksi pada pertengahan September lalu.

CAKUPAN IMUNISASINASIONAL MENINGKAT

Istri dari Rully Fikri ini selalu berupaya menepati jadwal imunisasi bagi putranya, meski sekarang telah pindah ke Jayapura, Papua. Menurut Risma, fasilitas kesehatan di Jayapura sudah bagus, sehingga ia tidak terlalu kuatir dengan kebutuhan imunisasi anaknya. Puskesmasnya dan Klinik ada semua. Dengan prasarana yang lengkap, biaya kesehatan di Jayapura juga terjangkau oleh masyarakat setempat.

Manfaat Imunisasi juga dirasakan Fitriyanti, ibu dua anak yang tinggal di Desa Beji, Depok, Jawa Barat. Dengan imuniasasi, anak-anak Fitriyanti selama ini tumbuh normal, sehat, dan aktif. Sarjana Pendidikan asal Cirebon ini selalu mematuhi program imunisasi yang lengkap sesuai jadwal dan makanan untuk anaknya dengan Sutini dan anak keduanya, Muhammad Ali Abdurrahman

Rismawati bersama anaknya semata wayang, Alvaro Naufal Alam

Page 8: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201410

fokus Main Story

standar gizi yang baik dan benar.

Pencapaian cakupan imunisasi yang sempurna di masyarakat juga dilihat langsung oleh Rukyati Zulfa, Kepala Bidan Klinik Yadika, Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Selama setahun terakhir, 100% pasien Zulfa di Rumah Sakit Yadika melakukan imunisasi dasar ke anak-anakya sesuai dengan jadwal. “Hal ini berkat pelatihan advokasi imunisasi dari Dinas Kesehatan kepada tenaga kesehatan,” ujarnya.

Cakupan Imunisasi di Jawa BaratMenurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung dr. Ahyani Raksanagara, Mkes, data cakupan imunisasi Jawa Barat tahun 2013 lalu, sudah melebihi pencapaian 93%. Saat ini, akses pelayanan imunisasi dilakukan di 73 puskesmas di Kota Bandung, rumah sakit swasta, dan rumah sakit pemerintah. Dalam analisis Ahyahi, telah terjadi peningkatan cakupan imunisasi di Jawa Barat. Sebab, berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Jabar tahun 2008, Kota Bandung merupakan daerah terendah serapan imunisasi DPT yang hanya 76,33 persen dan polio 72,19 persen.

Ahyani menyambut baik hadirnya Vaksin Pentavalent dalam imunisasi, yang di dalamnya terkandung 5 vaksin sekaligus (Difteri, Tetanus, Hepatitis, Radang otak (meningitis), batuk rejan/batuk 100 hari). Vaksin Pentavalen baru diujicobakan di Bandung pada 2014 ini. Ia harus banyak melakukan sosialisasi kepada pendatang di Bandung yang terus bertambah. “Kami berupaya agar masyarkat percaya, sehingga tidak boleh ada kelalaian dari petugas kesehatan. Itu akan meruntuhkan tingkat kepercayaan masyarakat.” tegas perempuan kelahiran 1962 ini

Regulasi Imunisasi melalui Peraturan Gubernur Jawa TengahKetika cakupan imunisasi Bandung telah jauh meningkat, kondisi sebaliknya terjadi pada Kota Surakarta. Pelaksanaan imunisasi di Kota Surakarta masih sedikit di bawah cakupan target. Dua tahun terakhir, cakupan imunisasi mencapai 97,8%. “Sebelumnya, cakupan imunisasi mampu mencapai di atas 98%,” kata Evi Setyowati Pertiwi, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Menurut Evi, aspek regulasi dapat mendorong keberhasilan pelaksanaan imunisasi. Namun, untuk wilayah Kota Surakarta belum sampai tahap Peraturan Daerah (Perda). Pemkot Surakarta masih menggunakan Peraturan Gubernur Jawa Tengah (Pergub Jateng) No 11 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penyakit. Dalam Pergub tersebut, menyangkut penyakit menular dan tidak menular serta ketentuan pencegahan untuk penyakit menular dengan cara imunisasi. “Bagi yang menghalang-halangi pencegahan penyakit menular, akan mendapatkan sanksi,” ujarnya.

Tidak Imunisasi, Berarti Melanggar Hak Asasi ManusiaMenurut dokter Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, sebagai Kepala Subdit Imunisasi Kementrian Kesehatan, tingginya target cakupan imunisasi di Indonesia tersebut, bukanlah sesuatu yang muluk. Tahun 2014 ini, cakupan imunisasi nasional sudah mencapai

90%. Sudah sejak lama, Indonesia bebas cacar. Maka sebenarnya, tahun 2014 ini, Indonesia bisa bebas Polio dan Tetanus, meski baru pada 3 regional dari 4 regional yang ada. “Pada Regional Maluku dan Papua memang berat. Mungkin baru bisa pada 2015,”

ujarnya kepada Interaksi, pertengahan September lalu.

Berbagai target cakupan imunisasi, bagi Sandra, ke depan akan mudah tercapai dengan

adanya program vaksin Pentavalen yang berisi 5 vaksin sekaligus (Difteri, Tetanus, Hepatitis, Radang otak (meningitis), batuk rejan/batuk 100

hari) yang telah diujicobakan di Jawa Barat, Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. “Hasilnya cukup bagus,” katanya.

Menurut Sandra, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia memiliki visi, imunisasi adalah upaya strategis untuk menyelamatkan generasi. Dalam catatan Kasubdit Imunisasi Pusat, wabah Polio 2005-2006 cukup mengkhawatirkan (305 anak lumpuh permanen), wabah campak 2009 – 2010 (5818 anak dirawat di RS, meninggal 16), wabah difteri 2010-2011 (816 anak di rawat di RS, 56 meninggal). Berangkat dari fakta itu, imunisasi menjadi bagian dari hak anak agar bisa hidup sehat. Hak anak ini adalah bagian dari hak asasi manusia yang tak boleh dilanggar. “Kalau tidak memberi imunisasi ke anak, berarti melanggar Hak Asasi Manusia,” ujarnya keras.

Sandra sangat optimis, Indonesia bisa mencapai eradikasi polio di 2018. Apalagi, ketika berbagai vaksin digabung, kekuatan vaksin akan lebih kuat. “Target vaksin kita ke depan, akan membuat vaksin Nanovalen yang berisi 9 vaksin sekaligus,” terangnya. []

Evi Setyowati Pertiwi, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota

Surakarta, Jawa Tengah

Page 9: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 11

fokus Main Story

Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Lily S. Sulistyowati melakukan

Advokasi Peningkatan Cakupan Imunisasi Dasar Rutin di Pendopo Kabupaten Sampang, Rabu, 10 September 2014 lalu. Dalam kegiatan advokasi ini, Lily didampingi jajaran pemerintahan di Madura, berbagai tokoh agama, ormas

agama, dan perwakilan dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) pusat.

Kegiatan advokasi di Sampang ini, adalah salah satu dari sejumlah agenda yang dilakukan Pusat Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan di seluruh kabupaten di Madura pada 8-12 September 2014 lalu. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan imunisasi

dasar rutin. Selain tokoh agama dan tokoh masyarakat, pertemuan juga dihadiri oleh Bupati, Tim Penggerak PKK Kabupaten, Camat, dan Kepala Dinas Kesehatan setempat.

Tim advokator pusat terdiri dari dr. Lily S. Sulistyowati, MM (Kepala Pusat Promosi Kesehatan), Dr. dr. Imam Rasjidi (Ketua Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama. Selain

edisi 2 | 2014 11

TOKOH AGAMA MADURA MENDUKUNG IMUNISASI

Page 10: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201412

fokus Main Story

itu, Kementerian Kesehatan juga menggandeng tim dari Majelis Ulama Indonesia yakni Dr. Amirsyah Tambunan (Wakil Sekjen MUI), Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh (Sekretaris Komisi Fatwa MUI), Drs. H. Aminuddin Ya’kub, MA dan H. Faiz Syukron Makmun, Lc., MA (Komisi Fatwa MUI). Sedangkan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), turut menjadi advokator adalah Prof. dr. Ismoedijanto, SpA(K), Prof. DR. dr. Slamet Chandra, SpA(K), dan Prof dr. Boerhan Hidayat, SpA(K).

Selain mengadakan pertemuan, tim advokator ini juga melakukan kunjungan ke sejumlah pondok pesantren. Antara lain Pondok Pesantren Syaichona Kholil di Bangkalan, Pesantren Darut Tauhid di Sampang, Pesantren Annuqoyah di Sumenep, dan Pesantren Nasyrul Ulum di Pamekasan. Kunjungan ini bertujuan meningkatkan kesadaran orang tua untuk memberikan imunisasi anaknya sejak dini. Menurut Lily, yang bisa dilakukan

untuk meningkatkan cakupan imunisasi, Pemerintah Daerah harus gencar bersosialisasi agar bisa meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya imunisasi melalui PKK di berbagai wilayah.

Bupati Sampang KA. Fannan Hasib yang hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan, akan terus berkomitmen meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ia menyatakan, akan terus berjuang mendapatkan program dan fasilitas demi kenyamanan pelayanan kesehatan masyarakat. ”Kami berharap,

Sampang mendapat perhatian dari Kemenkes,” ucapnya.

Kepala Dinkes Sampang Firman Pria Abadi mengatakan, kegiatan advokasi dari Kemenkes itu merupakan kegiatan promotif dan preventif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Sebab, masyarakat Sampang masih butuh pendampingan mengenai pemahaman kesehatan. ”Dari 186 desa, yang sudah melakukan imunisasi mencapai 74 persen. Sisanya akan terus kami intensifkan. Yaitu, dengan menghadirkan semua pejabat pemerintahan dan tokoh masyarakat. Diharapkan, ada peningkatan kesejahteraan kesehatan,” terang Firman.

Peran Penting Petugas Imunisasi Laila Syarifah, 26 tahun, salah satu ibu muda yang ada di Sampang, mengatakan belum menyertakan anaknya dalam program imunisasi karena belum paham. Ia berharap, petugas imunisasi memahamkan kepadanya perihal imunisasi dan manfaatnya. “Kami sangat butuh penerangan dari petugas imunisasi tentang manfaat imunisasi,” ujarnya.[]

edisi 2 | 201412

Kepala Pusat Promkes Kementerian Kesehatan Lily S. Sulistyowati saat melakukan Advokasi Peningkatan Cakupan Imunisasi Dasar Rutin di Kabupaten Sampang.

Page 11: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 13

fokus Main Story

Dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi di Madura, DR. Dr. H. Imam Rasjidi, SpOG

(K) Onk, sebagai Ketua Pengurus Pusat Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (NU), melakukan Advokasi Peningkatan Cakupan Imunisasi Dasar Rutin di Pendopo Kabupaten Sampang, Rabu, 10 September 2014 lalu, bersama Kementrian Kesehatan dan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Menurut Imam, NU sangat mendukung program imunisasi sebagaimana konsep ALWIQOYAH (preventif) dalam Islam. Imunisasi bertujuan untuk menyiapkan generasi bangsa yang lebih sehat dan berkualitas, maka berarti negara juga sedang menyiapkan generasi Nahdliyin yang sehat pula. Sehingga, seluruh warga Nahdliyin

diimbau untuk memberikan hak imunisasi lengkap kepada anak sesuai dengan ketetapan pemerintah demi kualitas kesehatan anak yang baik di masa depan. “Kepada seluruh aparatur NU, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, diimbau untuk sepenuhnya mendukung program imunisasi dengan memberikan advokasi, sosialisasi, dan informasi yang tepat kepada masyarakat sekitar,” tegas Imam kepada para hadirin yang merupakan segenap pimpinan pesantren di Madura.

Bagi Imam, apabila ada masyarakat Madura yang menolak pentingnya imunisasi bagi anaknya, justru bisa dituntut dengan hukum yang telah berlaku sejak lama di Pemerintah Indonesia. Imam mengingatkan, jika ada masyarakat yang masih

Vaksinasi Lebih Utamadaripada Hilang Nyawa

menghalangi anaknya untuk mendapatkan vaksin, maka bisa dikenakan sanksi dalam Undang-Undang wabah No. 4 Tahun 1984. Dalam Undang-Undang itu, melalui ketentuan pidananya pada Bab VII, pasal 14, disebut, barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Komitmen dan Peran MUI dalam ImunisasiSelain Imam, beberapa perwakilan dari Majlis Ulama Indonesia, juga mendatangi acara tersebut. Kali

edisi 2 | 2014 13

Page 12: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201414

fokus Main Story

ini, perwakilan dari MUI adalah Dr. Amirsyah Tambunan (Wakil Sekjen MUI), Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh (Sekretaris Komisi Fatwa MUI), Drs. H. Aminuddin Ya’kub, MA dan H. Faiz Syukron Makmun, Lc., MA (Komisi Fatwa MUI).

Aminuddin Ya’qub, sebagai perwakilan dari Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia, ketika diwawancarai Interaksi setelah acara tersebut mengatakan, imunisasi itu hukumnya wajib menurut Negara. Maka, sebagai anggota Komisi Fatwa, ia menghimbau kepada masyarakat luas, wajib mendukung program imunisasi tersebut. Mendukung program Negara adalah sesuai dengan syariat islam.

Menurut Aminuddin, ketika pimpinan Negara mewajibkan, maka juga menjadi wajib bagi warga negaranya. Keputusan Imam, menurut Amin, tentu berpegang pada kemaslahatan. Di samping itu, para ahli kedokteran, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, juga merupakan pemimpin. “Di mana ada kemaslahatan umat, maka di

situ ada syariat Allah. Jadi, tak ada yang perlu diragukan dari imunisasi. Pasti bermanfaat,” terangnya.

Dalam catatan Aminuddin, ada dua Fatwa MUI tentang imunisasi yang telah dkeluarkan. Yaitu

Fatwa tentang Oral Polio Vaccine (OPV) atau Vaksin Tetes Polio yang dikeluarkan tahun 2005. Kedua, yaitu Inactived Poliomielitis Vaccine (IPV) atau Vaksin Polio yang disuntikkan, telah dikeluarkan pada 2002. Kedua Fatwa MUI itu menyatakan diperbolehkannya kedua vaksin untuk masyarakat.

Umat Islam dunia pun banyak menggunakan Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah. Bagi Abdul, tidak masalah berobat dengan vaksin jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. “Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi,” ujar Abdul.

edisi 1 | 201414

Aminuddin Ya’qub, perwakilan Komisi Fatwa MUI

Seorang anak SD sedang imunisasi campak

Page 13: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 15

fokus Main Story

Vaksin Lebih UtamaHal itu dibenarkan Amirsyah Tambunan, Wakil Sekjen Majlis Ulama Indonesia. Mengacu kepada kaidah Fiqh, menurut Amirsyah, inti ajaran Islam adalah merealisasikan kemaslahatan dan mencegah keburukan. Artinya, lebih diutamakan untuk melakukan upaya pencegahan (preventif) agar tidak terkena penyakit daripada berobat manakala sakit. Sebab, kalau tidak divaksinasi, bisa saja terjadi kelumpuhan yang mewabah karena polio, ataupun penyakit-penyakit lain. Contoh nyatanya adalah wabah Difteri yang sedang terjadi di Madura.

Menurut Amirsyah, pencegahan secara dini terhadap terjangkitnya suatu penyakit dengan imunisasi polio, campak, DPT, serta BCG, adalah cermin perintah Allah agar tidak meninggalkan keluarga yang lemah. Melalui kaidah Fiqh, dapat dipahami bahwa menolak penyakit dengan daya kebal dan daya tangkal

yang kuat itu lebih utama, lebih ampuh, dan lebih mudah, daripada menyembuhkan penyakit yang sudah terlanjur menempel pada badan manusia. Dalam konteks kesehatan ibu dan anak, kata Amirsyah, imunisasi, pemberian ASI, serta makanan bergizi, harus mendapatkan perhatian utama dalam upaya menciptakan generasi yang sehat.

Ditemui secara terpisah, hal senada juga diungkap Direktur Lembaga Pengawasan Pangan, Obat, dan Makanan (LPPOM), Ir. Luqmanul Hakim, M.Si. Bagi Luqman, mengacu kepada Fatwa MUI tentang Vaksinasi, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, sangat penting,karena jika tidak diberikan kepada umat, akan mengancam nyawa dan merebaknya virus. “Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan di Jakarta, 08 Oktober 2002,” kata Luqman, pada pertengahan September lalu, di Kantor Majlis Ulama Indonesia, Cikini, Jakarta.[]

edisi 2 | 2014 15

Luqmanul Hakim, Direktur Lembaga Pengawasan Pangan, Obat, dan Makanan (LPPOM)

Page 14: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201416

fokus Main Story

Jadwal Imunisasi yang tertera di google drive milik Tumiyem pada 17 September 2014 lalu,

membuat perempuan berusia 36 tahun ini mengajak Sidiq, suaminya, untuk berangkat pagi itu ke Kantor Kepala Desa. Sidiq paham, ini jadwal imunisasi Hepatitis B-2 bagi Zaki Nur Fahmi Yahya, anak ke tiganya yang baru lahir sebulan lalu. “Imunisasi dilaksanakan di Kantor Kepala Desa, karena gedung Puskemas sedang direnovasi,” ujar Pria berusia 40 tahun ini, saat ditemui Interaksi saat pelaksanaan imunisasi.

Ketiga anak pasangan ini, kata Tumiyem, semuanya diimunisasi secara lengkap. Pasangan ini sangat percaya dan yakin, Imunisasi baik untuk kesehatan. Jika tidak diimunisasi, mereka khawatir ada

penyakit yang tidak terdeteksi dan tidak terlindungi.

Winarto, Mantri suntik Puskesmas tersebut mengakui, tingkat kesadaran orangtua untuk mengimunisasikan bayi dan anak mereka sangat beragam. Ada yang aktif dan masih ada pula yang pasif. Bagi warga yang pasif akan didatangi dan diberi pengetahuan manfaat imunisasi di rumah masing-masing. Petugas lebih suka jemput bola dan lebih proaktif untuk warga yang tidak bisa datang ke Puskesmas.

Kepala Puskesmas Pengasih I, drg. Iting Mamiri menjelaskan, di luar warganya yang menetap di Kecamatan Pengasih, masih ada 30 keluarga yang pasif imunisasi. Dengan kondisi tempat

tinggal yang tersebar, tidak di satu kecamatan, maka pihak Puskesmas kesulitan melakukan pendataan. Dari 30 anak itu, ada salah seorang anak yang diindikasikan terkena gejala campak dan bersedia diperiksa.

Sedangkan Bambang Haryatno, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo, menyediakan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) untuk pelaksanaan imunisasi yang ditempatkan di 917 dusun. Selain itu, untuk proses pendataan anak dan keluarga yang sudah melaksanakan imunisasi juga diunggah dan di-update di google drive. Folder bisa dibuka warga sendiri dan ada pula folder untuk umum. Artinya, data bayi dan keluarga yang melaksanakan imunisasi, hari dan tanggal pelaksanaan semua tertera di google drive. Terbukti, terobosan ini bisa meningkatkan cakupan imunisasi. “Warga menjadi tahu jadwal imunisasi bayinya berkat teknologi internet,” pungkas Bambang. []

Cakupan Imunisasi Meningkatdengan Google Drive

dr. Bambang Haryatno, M Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo, DIY

Bayi Zaki Nur Fahmi Yahya mendapatkan imunisasi di Puskesmas I Pengasih, Kulonprogo, DIY

Page 15: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 17

Wisatawan peselancar (surfing) dari berbagai belahan dunia, banyak

mengincar keelokan ombak samudra Hindia di Pantai Sorake, Pulau Nias, Sumatra Utara. Di balik keindahan Pulau yang masih lekat dengan budaya megalitik ini, Nias terus didera bencana dalam 10 tahun terakhir, sehingga berdampak buruk pada kondisi kesehatan masyarakatnya. Kondisi memprihatinkan ini membuat berbagai pihak, khususnya Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, memprioritaskan program Pemberdayaan Masyarakat bidang Kesehatan di Pulau Nias.

Sebagai jawaban persoalan kesehatan di Nias, Sejak 2011, Pusat Promosi Kesehatan (Promkes), Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, membuat Nota Kesepahaman (MOU) dengan Pemerintah Daerah, bersama International NGO SurfAid (NGO para peselancar) yang fokus pada pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di pulau-pulau terpencil, membuat program dengan nama EHOWU. Bantuan untuk program ini juga datang dari AusAID, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru (MFAT, NZAid), Kedutaan Selandia Baru, dan Industri Surfing internasional maupun lokal.

Para peselancar ini mengulurkan bantuan dana, karena merasa peduli, kepada penduduk Pulau Nias yang selama ini, secara tidak langsung, memberikan alam yang indah dan ombak yang menantang, bagi para peselancar. SurfAid

Semakin Majudengan EHOWU

POSYANDU

International ini adalah organisasi kecil yang fokus mendukung pengembangan masyarakat di daerah terpencil dan tertinggal di Indonesia, yang terhubung melalui wisata surfing. Bisa dikatakan, ombak pantai nias selatan telah memberikan berkah bantuan bagi penduduk Nias, ketika menghadapi kesulitan. Sejarah SurfAid dan NiasMengapa surfing bisa menjadi penyebab tumbuhnya NGO? Kisah SurfAid ini dimulai saat tahun 1999, ketika dr. Dave Jenkins melakukan perjalanan surfing di kepulauan barat Sumatera, Kepulauan Mentawai dan Nias. Daerah ini menawarkan ombak selancar terbaik di dunia.

Saat wisata surfing, Dave melihat,

edisi 2 | 2014 17

pemberdayaan

Page 16: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201418

pemberdayaan Kader Posyandu

ibu dan balita meninggal karena malaria, gizi buruk, dan standar hidup yang kurang memadai. Padahal, berbagai penyakit itu bisa disembuhkan dan dicegah dengan membantu mereka mengubah perilaku, seperti kebersihan dasar dan praktek pemberian ASI yang lebih baik. Dave pun kembali ke Selandia Baru dan menggalang dana dari komunitas surfing untuk memulai SurfAid

Sejarah Nama Program EHOWUNama EHOWU sendiri, adalah akronim dari Enhance Health of Women and Under Five (Peningkatan Kesehatan Perempuan dan Anak di bawah lima tahun). Kata EHOWU sendiri diambil dari bahasa Nias yang memiliki makna tumbuh dengan baik atau subur. EHOWU juga mengisyaratkan akan regenerasi yang baik, menghasilkan bibit yang baik, dapat tumbuh dengan baik, dan menghasilkan bibit yang baik lagi di kemudian hari. Semua makna tersebut merujuk pada suatu situasi yang sama, yaitu sejahtera.

Dalam konteks program ini, kata EHOWU dimaknai sama dengan kata SEHAT. Program utama EHOWU antara lain Revitalisasi Posyandu, Kesehatan Ibu dan Anak, Gizi, Air dan Sanitasi, serta Manajemen Pembangunan Kapasitas. Hal ini juga menunjukkan jantung intervensi; menerapkan strategi pemerintah yang relevan untuk masyarakat terpencil di Kabupaten Nias, dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak, terutama melalui program Posyandu, Menuju Persalinan Selamat, dan Desa Siaga Aktif.

Dalam mengimplementasikan berbagai skema tersebut, EHOWU menggunakan pola pendekatan yang mengusung program kesehatan berbasis masyarakat, demi keberlanjutan program ke depan. Harapannya, bisa direplikasikan ke wilayah lain. Sebagai sebuah program yang berbasis masyarakat, EHOWU memposisikan dukungannya sebagai pendamping, fasilitator, penyemangat, dan perekat. EHOWU juga berperan sangat kuat sebagai motor penggerak bersama masyarakat, pemangku kepentingan, dan pemerintah.

Dalam Strategi Pemberdayaan di tingkat masyarakat, EHOWU memakai posyandu sebagai entry point yang disesuaikan dengan budaya dan tradisi setempat, sehingga EHOWU dapat diterima dan dilaksanakan. Kegiatan EHOWU, di antaranya membuka sesi pertemuan Kesehatan Ibu Anak (KIA) bagi ibu-ibu hamil, suami, dan mertua. Pelibatan para tokoh adat dan tokoh agama juga dilakukan sebagai katalisator untuk percepatan proses guna mendorong perubahan perilaku kesehatan yang positif.

Demi keberlangsungan program posyandu, EHOWU juga mendukung upaya inisiasi pendanaan operasional posyandu secara mandiri. Sedangkan untuk penguatan kapasitas kader posyandu, dilakukan pelatihan-pelatihan melalui kerjasama dengan Puskesmas, Dinas Kesehatan, dan Pemerintah Daerah.

EHOWU memberi Penguatan di tingkat pemerintah, dengan melalui advokasi dan revitalisasi kepengurusan Posyandu. Fungsinya, untuk membina dan mengawasi perkembangan pelaksanaan posyandu serta mendorong kebijakan-kebijakan yang memihak pada usaha-usaha pembangunan kesehatan ibu dan anak.

Pembenahan kapasitas tenaga kesehatan juga dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan di masyarakat. Selanjutnya, tenaga-tenaga kesehatan terampil ini melatih masyarakat agar ada peningkatan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan dalam memperbaiki kesehatan.

EHOWU juga memfasilitasi terbangunnya sarana air bersih yang memadai di masyarakat. Penyediaan air bersih ini dapat mendorong masyarakat meningkatkan kualitas sanitasi, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang bersumber dari sanitasi buruk, terutama ibu hamil dan anak-anak yang sangat rentan terhadap penyakit.

Kegiatan SurfAid fokus mengenai perubahan perilaku Kesehatan Ibu Anak melalui Posyandu dan Desa Siaga Aktif. Kegiatan SurfAid ada di beberapa kecamatan di Kepulauan Mentawai, Nias, Sumbawa dan Sumba.

edisi 2 | 201418

Page 17: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 19

pemberdayaan Kader Posyandu

Model Komunikasi dalam EHOWUUntuk mendorong perubahan perilaku keluarga terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), EHOWU menerapkan mod-el komunikasi dengan proses komuni-kasi berlapis. Ibu dan anak merupakan peserta komunikasi inti dari seluruh proses komunikasi yang dilaksanakan. Pesan-pesan komunikasi ditujukan, terutama kepada ibu agar dapat mengelola kesehatan dirinya, anaknya, dan keluarganya. Pesan-pesan tersebut diperkuat dan diteguhkan melalui orang-orang disekitar ibu yang memberikan informasi konsisten, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ibu untuk dapat mengelola kesehatannya. Hal ini sesuai dengan pesan kesehatan yang disampaikan program ini.

PemerintahDaerah

Bidan Desa& Puskesmas

ToMa, ToDA& Perangkat

Desa

TokohGereja Kader Mertua Suami

Ibu &Anak

Masyarakat Umum

Prestasi EHOWU Sejak tahun 2012, program EHOWU berjalan cukup sukses dengan didukung masyarakat, pemangku kepentingan, dan pemerintah Kecamatan Hiliduho, Kabupaten Nias. Terbukti, program ini telah berhasil memberikan kontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan balita, melalui perubahan perilaku.

Prestasi nyata tersebut, antara lain, dengan tingkat kehadiran Posyandu yang meningkat hingga 85%, dari semula yang hanya 14%. Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi yang meningkat hingga 84%, dari tidak ada sama sekali. Cakupan ASI eksklusif meningkat hingga 52%, dari yang semula hanya 1%. Pada cakupan pemberian kolostrum pun meningkat hingga 92%, dari semula 63%. Jumlah kader aktif pun meningkat menjadi 86%, dari semula yang hanya 14%. Angka kasus diare pun menurun hingga angka 14, dari semula 87 kasus. Sedangkan jumlah Posyandu mandiri telah terbangun 4 unit, dari tidak ada sama sekali.

Atas berbagai prestasi ini, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah

Kabupaten Nias sangat mengapresiasi berbagai perubahan positif tersebut, terutama ketika melihat dinamika kegiatan Posyandu di 16 desa di Kecamatan Hiliduho. Program EHOWU ini akan direplikasi ke berbagai Kecamatan lain di Kabupaten Nias, agar program ini menjadi berkah yang meluas dalam kerangka peningkatan status kesehatan ibu dan balita.

Pekan Raya Kesehatan EHOWU Dalam rangka mendukung program EHOWU, Masyarakat Hiliduho telah menggelar Pekan Raya Kesehatan EHOWU pada 24-25 Juni 2013. Puluhan stand Posyandu tersebut berasal dari 16 desa se-Kecamatan Hiliduho. Hasil kerajinan tangan maupun bazar yang dihasilkan oleh para kader Posyandu. Sebanyak 147 orang dan 18 bidan desa dari 16 desa di Kecamatan Hiliduho, memenuhi Stand-stand Posyandu dalam acara yang digelar tersebut.

Pekan Raya Kesehatan EHOWU merupakan kegiatan bersama antara masyarakat dengan pemerintah, dan ini baru pertama kali dilakukan di kecama-tan hiliduho, melalui kerjasama dengan lembaga internasional yaitu SurfAid International. Pada pekan raya terse-but, selain bazar dan hiburan rakyat yang ditampilkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, para tenaga keseha-tan juga turut memberikan pelayanan dan konsultasi kesehatan secara gratis bagi masyarakat miskin, yang langsung ditangani oleh paramedis.

Pekan raya EHOWU ini adalah salah satu item pogram EHOWU yang diinisiasi oleh SurfAid International, bertujuan mengapresiasi semangat warga dan kader Posyandu dalam mensukseskan program kesehatan ibu dan anak di 16 se-kecamatan Hiliduho. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Bupati Nias, Sokhiatulo Laoli, MM dan jajarannya, serta ribuan masyarakat yang datang dan memeriahkan pekan raya EHOWU.

Kegiatan Posyandu di Kecamatan Hiliduho, KabupatenNias.

Program EHOWU ini akan direplikasikan ke

berbagai kecamatan lain di Kabupaten Nias agar program

ini semakin bermanfaat.

Page 18: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201420

Sejak mendapat pelatihan pentingnya enam bulan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dari

program EHOWU, Sabina Gulo, seorang kader Posyandu Kasih Desa Sisobalauru, Kecamatan Hiliduho, Nias, menjadi ibu yang sangat fanatik terhadap pentingnya ASI bagi bayinya. Berbagai pelatihan yang ia dapatkan membuat pemahamannya di bidang kesehatan bertambah. Keyakinannya atas ASI semakin menebal ketika langsung membuktikan, manfaat ASI eksklusif kepada anaknya yang nomer empat, bernama Noverlina, yang kini telah berusia 10 bulan.

“Badan anak saya yang ini lebih keras dan padat dengan ASI eksklusif. Badan anak tetangga saya yang tidak ASI eksklusif jauh lebih lembek dari anak saya,” ujar Sabina, sembari menunjuk badan Noverlina

dengan bangga. Enam bulan penuh, Noverlina tak dibiarkan mendapat asupan lain kecuali air susu dari ibunya. Sebagai anak ASI, Noverlina belum pernah sakit sejak lahir pada 24 November 2013 lalu.

Sabina Gulo agak menyesali, tiga anaknya yang lahir sebelum Noverlina, pertumbuhannya tidak sepadat dan setangguh Noverlina. Noverlina punya 2 kakak perempuan dan 1 kakak laki-laki. Yang pertamakini kelas 5 SD. Yang kedua—satu-satunya anak laki-laki di keluarga—kelas 3 SD. Sedangkan kakaknya yang terakhir duduk di kelas 1 SD. Beda dengan Noverlina, kala itu Sabina belum paham akan pentingnya ASI eksklusif. Belum sampai sebulan, ketiga kakak Noverlina sudah diberi makanan pengganti ASI. “Dulu, anak saya nomor satu sampai tiga, ASI-nya cuma dua hingga tiga minggu aja,” sesal Sabina.

Kesuksesan Sabina dalam mengasuh anaknya dengan ASI eksklusif, membuatnya menjadi kader posyandu yang sangat aktif dan fokus. “Beda memang! Badannya keras,” ujar Sabina bersemangat. Menurut Sabina, pemahaman mengenai

Sabina Gulo,Kader Posyandu Promotor ASI

Balita diukur oleh kader di Posyandu Sisobalauru didampingi oleh Ibunya

pemberdayaan Kader Posyandu

Ibu Sabina (kanan), sangat fokus menjalankan perannya sebagai kader Posyandu Desa Sisobalauru.

Page 19: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 21

pemberdayaan Kader Posyandu

ASI eksklusif ini belum awam di desa mereka—Desa Sisobalauru, Kecamatan Hiliduho, Kabupaten Nias. Bahkan, dalam tradisi ASI pertama yang mengandung kolostrum, sering kali dibuang karena dianggap basi.

Sabina yang dipercaya warga desa menjadi Sekretaris Posyandu Kasih, selalu menikmati pekerjaannya sebagai kader posyandu. Tidak berapa lama setelah pulih dari melahirkan, Sabina langsung kembali aktif di posyandu. Semangatnya ini mengundang kagum dari banyak pihak, termasuk dari sesama kader. Mariani Ndraha, salah satu kader di Posyandu Kasih, mengagumi semangat dari Sabina. “Noverlina dibawa ke posyandu oleh Sabina. Ia tetap bekerja seperti biasa,” ujar Mariani. Sesekali, Sabina menyusui atau menenangkan anaknya jika menangis. Sisanya, dia tetap menjalankan perannya di posyandu sebaik mungkin.

“Dulu kolostrum tidak saya kasih ke tiga anak saya, karena saran orang tua begitu. Ternyata, itu paling berharga. Harus diberikan,” kata Sabina. Ia bersyukur, melalui

program EHOWU, ibu-ibu di desanya mulai mengerti tentang banyak hal dalam menjaga kesehatan diri sendiri dan anak-anak mereka.

Perjuangan Sabina memberikan pemahaman ASI eksklusif, awalnya memang sulit. Ia dan rekan Posyandu lain membuat cara-cara kreatif. Selain penyuluhan dan pendekatan secara personal, Sabina juga selalu berupaya untuk memberi contoh melalui perbuatan. Intinya; dapat pelatihan, praktikkan; dapat teori, terapkan. “Warga pasti lihat kader dulu,” ujar ibu yang kini sedang

Kondisi Posyandu Sisobalauru ramai dikunjungi saat hari Posyandu

Sabina Gulo penuh semangat, bangga, dan merasa berharga sebagai kader Posyandu

menerapkan program Keluarga Berencana (KB) ini.

Keaktifan Sabina di Posyandu, tidak membuatnya menelantarkan Noverlina. Apalagi, ada anaknya yang sulung membantu menjaga Noverlina. Diakui Sabina, ia memang suka membantu orang lain. Jiwanya suka berbakti.

Bagi Sabina, ditunjuk menjadi kader posyandu oleh masyarakat desa, adalah kesempatannya untuk mengembangkan diri. Posyandu membuatnya berjumpa dengan banyak orang, mendapat pemahaman, dan pengalaman yang bermacam-macam. Yang tak tergantikan adalah bertemu dengan Bupati saat Pekan Raya Ehowu di Kecamatan. Semangat dan motivasinya menjadi kader membuatnya bangga dan merasa berharga. Ada beban yang lenyap bagi Sabina. Meski tidak digaji, Sabina dan kader lain merasa senang bisa bermanfaat untuk orang lain di sekitar mereka. “Itu yang membuat kami selalu bangga,” pungkasnya tersenyum.[]

Page 20: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201422

Berbagai Posyandu Mandiri yang ada di wilayah Kecamatan Hiliduho, justru

menjadi magnit bagi para ibu untuk melakukan pemberdayaan ekonomi di desanya. Sebagian keuntungan dari kegiatan ekonomi yang ada di desa tersebut, digunakan untuk mensubsidi kegiatan Posyandu Mandiri.

Setiap siang, Singkong-singkong dikuliti dan diiris. Tak lama, seseorang

dari tujuh perempuan di dapur itu memindahkan singkong tersebut dari baskom ke dalam minyak panas. Mereka tidak sedang akan mengadakan acara besar. Malah, mereka adalah pegiat Posyandu di desa mereka, dan para kader posyandu. Begitulah pemandangan siang di sebuah dapur Desa Onowaembu Hiligara, Kecamatan Hiliduho, Kabupaten Nias.

Apa perihal hingga kader posyandu berkutat dengan singkong setiap dua kali sepekan? Yuniarni Gea, salah seorang kader posyandu di Desa Onowaembu Hiligara, Kecamatan Hiliduho, Kabupaten Nias, mengatakan, dari awal ada posyandu, dana mereka sangat terbatas. Sebagai bendahara Posyandu, Yuniarni mengkhawatirkan keuangan posyandu.

Mereka sangat bersyukur, ketika SurfAid memfasilitasi lelang bagi mereka. Tujuh kali sejak November 2012, SurfAid membantu pengadaan barang-barang kebutuhan dapur dan rumah tangga sesuai dengan kesepakatan kader dan masyarakat, dengan total harga Rp250.000. Barangnya

pemberdayaan Posyandu Mandiri

Lewat Keripik, Yuniarni MenataKeuangan Posyandu dengan

Lebih Mandiri

edisi 2 | 201422

Yuniarni menyubsidi kegiatan Posyandu dari laba usaha keripik

Page 21: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 23

pemberdayaan Posyandu Mandiri

EHOWU sendiri diambil dari

bahasa Nias yang memiliki makna tumbuh dengan baik atau subur

,,,,

macam-macam. Mulai talenan, periuk, talam, hingga pulpen. Semua yang potensial memikat hati para ibu, pasti dijajakan dalam lelang yang diadakan di posyandu tiap bulannya. Selain itu, barang yang dilelang tak boleh terlalu mahal. Nanti para ibu berat mengeluarkan uang belanjanya.

“Modal dari SurfAid yang Rp 250 ribu, bisa balik jadi Rp 300 ribu. Jadi untung kita,” kata Yuniarni bersemangat. Beruntungnya lagi, mereka tak perlu mengembalikan modal ke SurfAid. Semuanya untuk kas posyandu mereka. Ini yang kemudian jadi modal mereka.

Iuran bulanan pun digalakkan. Setiap ibu bayi dan balita secara sukarela menyumbang. “Minimal seribu, kalau lebih ya enggak apa-apa,” ujar Yuniarni. Dia menceritakan, para ibu sudah mulai sadar kalau iuran ini, pada akhirnya akan kembali ke anak-anak mereka lagi. Perempuan yang lahir pada 16 Juni 1985 ini juga ibu balita. Dia kerap berbagi cerita dengan sesama ibu balita di desanya. “Tiap bulan kankasih PMT (Pemberian Makanan Tambahan –red). Mereka tanya, ‘Uangnya dari mana?’”

“Itu dari kita lho, dari uang yang kita kumpul,” jawab Yuniarni menirukan percakapan yang terjadi. Ia mengakui, posisinya sebagai ibu balita juga memudahkan Yuniarni untuk menjalin komunikasi empati dengan para ibu. Namun, keberhasilan iuran dan lelang tak serta-merta membuat para kader di Posyandu Desa Onowaembu Hiligara berpangku tangan. Mereka sadar tak bisa bergantung pada hasil iuran dan lelang jika mau

mandiri. Terlebih, dengan selalu ada pengeluaran setiap bulannya.

Yuniarni dengan keenam rekan kader lainnya kemudian berkumpul. Setelah berdiskusi, mereka dapat ide untuk jualan keripik singkong. Kebetulan ada seseorang di desa mereka yang punya ladang singkong. Pasokan singkong terjamin aman. Sejak Februari 2014 silam, ketujuh kader ini rutin berkumpul dua kali seminggu. Agendanya: membuat keripik singkong! “Enggak repot. Kita tinggal jual di kede-kede (kedai –red).”

Yuniarni berkata, dalam semua proses ini, pendamping mereka dari SurfAid tetap membantu, selalu menjadi penyemangat dan pendukung. “EHOWU tetap enggak ngelepas kita.” Salah satu saran pendamping mereka adalah untuk menyimpan kas mereka ke Credit Union (CU).

Pemasukan dari usaha sampingan menjual keripik ini ternyata membuahkan keuntungan yang cukup banyak. Ini membuat Yuniarni sedikit kewalahan menyimpan uang. Sedikit cemas juga, memegang uang sebanyak itu yang bukan miliknya. Terlebih sempat ada beberapa teman yang ingin meminjam uang darinya. Yuniarni dengan tegas mengikuti kesepakatan

awal, bahwa uang tersebut tak boleh dipakai di luar keperluan posyandu. Teman yang tak senang malah berbalik menuduhnya telah menyelewengkan uang yang dipegangnya.

Peristiwa ini diceritakan kepada pendamping mereka di program Ehowu. Setelah berembug dengan semuanya, mereka membuka akun di Credit Union. Satu juta rupiah langsung berpindah tangan dari Yuniarni. Beberapa ratus ribu sisanya tetap ia simpan sebagai pegangan bulanan.

Kini, keuangan posyandu mereka sudah cukup stabil. Mereka bahkan memberi apresiasi bagi balita yang rajin datang ke posyandu. “Misalkan ada penyuluhan menyikat gigi, kita kasih sikat gigi ke anak yang rajin itu,” jelas Yuniarni. Begitu juga bagi yang berulang tahun. Hadiah seperti tempat minum atau baju anak akan diberikan. “Ya enggak mahal-mahal lah. Tapi tetap kita istimewakan,” imbuhnya. Ini untuk menjaga kegiatan Posyandu tetap menarik, sehingga banyak yang datang.

Yuniarni kini kembali berpikir ke depan. Tak ingin terjebak pada hal yang stagnan, dia dan teman-temannya mencari cara untuk mengembangkan usaha mereka. “Kalau ada rezeki, kita pengen jualan yang lain lagi,” ujarnya. Mereka masih berpikir, apa yang tepat untuk dijual di desa mereka. Mereka juga telah berencana untuk membuat kebun gizi. Nantinya, mereka akan menanam singkong mereka sendiri. “Jadi, enggak perlu beli singkong dari orang lagi. Hahahaa...” kelakar Yuniarni.[]

Page 22: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201424

Di atas panggung teater, tampak seorang ibu dengan balita, ayah, dan seorang anak mengenakan seragam pramuka. Anak yang

mengenakan seragam pramuka sedang berdialog dengan ayah dan ibu balita itu, tentang pentingnya imunisasi dasar bagi balita. Itulah adegan drama yang biasa dimainkan oleh Kwartir Pramuka cabang Depok, dengan ditonton masyarakat luas.

Drama yang dimainkan para pramuka ini berlangsung di berbagai tempat adalah sarana advokasi dan promosi pentingnya imunisasi. Kegiatan para pramuka ini adalah salah satu kegiatan dari program Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI), bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan berbagai Civil Society Organization (Ormas) yang telah berlangsung sejak 2009 lalu. Banyak metode digunakan dalam advokasi program ini, namun satu ciri khas yang menonjol pada kegiatan pramuka ini adalah belajar sambil berkarya melalui permainan yang menarik dan menantang.

Meningkatkan Imunisasidengan GAVI

edisi 2 | 201424

Dokumentasi kegiatan pengurus GAVI

Page 23: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 25

kemitraan

Deksiana Farida, pembina Pramuka kwartir cabang Depok, sekaligus Ketua program GAVI CSO Pramuka kota Depok mengatakan, metode bermain peran dan drama ini dipandang sangat efektif. Bahkan, anak-anak Pramuka menjadi lebih humoris. Percakapan dikembangkan sendiri, seperti di dalam sinetron. Untuk menunjang permainan peran, Deksiana bersama pramuka Penegak/Pandega binaannya membuat berbagai alat alat peraga yang menarik dan gampang diingat.

Bagi Deksiana, mengumpulkan kaum muda tidaklah mudah. Perlu ketelatenan dan keluwesan. Mula-mula yang terpenting adalah membuat mereka tahu, setelah tahu maka mereka akan mau, dan dari mau dilatih agar mampu. Tidak mengherankan, ragam permainan yang dipergunakan pun amat bervariasi sebagaimana tertuang dalam buku panduan, seperti bermain peran, berganti pangkalan, dan aneka permainan petualangan yang merangsang keberanian sekaligus daya nalar yang kritis. Tak ketinggalan pemakaian yel yel dan lagu sebagai penyemangat. Di akhir pelatihan, siswa yang memenuhi syarat, atau disebut memenuhi Syarat kecakapan khusus, mendapat Tanda Kecakapan Khusus (TKK) di bidang imunisasi. Dibekali dengan buku buku saku, pramuka yang telah memiliki TKK imunisasi bisa turun ke

lapangan. Masing masing pramuka ditargetkan untuk melakukan penyuluhan dan mengajak 20 rekan pramuka sebayanya (peer group).

Empat CSO dalam GAVI Program GAVI CSO Pramuka ini hanya satu bagian dari program GAVI yang melibatkan banyak CSO lain. Dalam program ini, Kementerian kesehatan bekerja sama dengan empat CSO, yaitu PKK, Kwarnas Gerakan Pramuka, Ikatan Bidan Indonesia (iBi), dan konsorsium yang terdiri dari ormas agama (Muslimat NU, Muhammadiyah, dan PerDhaki). Empat CSO

ini merupakan mitra strategis yang memiliki pengaruh kuat membawa perubahan sosial di masyarakat.

Program ini bersumber dana hibah GAVI untuk memperkuat peran CSO dalam meningkatkan cakupan imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Sejak 2009- 2014, kegiatan ini berjalan di 5 provinsi dan 35 kabupaten/kota. Antara lain di propinsi Banten, jawa Barat, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat.

Dari 5 Propinsi yang terjangkau, hanya 31 kabupaten (dari rencana awal 35 kabupaten), 311 kecamatan, 400 gugus depan, 1.241 kelurahan dan desa, 3.070 posyandu, 511 bidan/perawat, 17.105 kader/dukun/

GAVI

6|PENDAHULUAN |7PENDAHULUAN

IBI (Ikatan Bidan Indonesia)

Organisasi profesi para bidan.

PRAMUKAOrganisasi kepanduan,

mulai dari tingkat Siaga, Penggalang, Penegak,

Pandega, hingga Pembina.

PKKOrganisasi

kemasyarakatan yang fokus pada pemberdayaan keluarga. Beranggotakan

istri para pejabat dan pemuka masyarakat.

KEGIATAN POKOK1. Pengumpulan data

awal dan penyusunan modul serta alat peraga pendukung.

2. Penyegaran untuk Tim Penggerak Kecamatan dan Desa serta para kader

3. Penyuluhan oleh kader kepada sasaran untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan kesadaran akan pentingnya KIA.

4. Pemberian PMT Posyandu

5. Advokasi kepada SKPD setempat.

KONSORSIUMGabungan tiga organisasi

berbasis keagamaan, yaitu: Muslimat NU,

PERDHAKI, dan ‘Aisyiyah.

KEGIATAN POKOK1. Pengumpulan data

awal dan penyusunan modul serta alat peraga pendukung.

2. Pelatihan untuk para koordinator hingga kader.

3. Penyuluhan dan kunjungan rumah oleh para kader.

4. Advokasi kepada SKPD setempat.

KEGIATAN POKOK1. Pengumpulan data

awal dan penyusunan modul serta alat peraga pendukung.

2. Pelatihan bidan, perawat, kader dan dukun.

3. Penyuluhan oleh kader kepada sasaran potensial untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan kesadaran akan KIA.

4. Advokasi kepada Dinas Kesehatan dan SKPD setempat.

KEGIATAN POKOK1. Penyusunan modul

dan alat peraga pendukung.

2. Pelatihan bagi pelatih, pembina, fasilitator, dan Penegak/Pandega mengenai imunisasi.

3. Penyuluhan kunjungan rumah oleh Pramuka Penegak dan Pandega di Gugus Depan dan anggota keluarga masing-masing.

KEGIATAN POKOK MASING-MASING CSO

untuk menanggapi tawaran GaVi alliance, direktorat SEPiM kESMa kemudian mengadakan per temuan terbuka dengan berbagai or ga nisasi kemasyarakatan yang poten sial untuk terlibat dalam program GaVi­CSO. hadir ketika itu sekitar 40 ormas, dan 11 di antaranya me ngirim proposal dalam Format C. Pro posal kemudian diseleksi oleh Team Working Group (TWG) yang terdiri dari wakil Promkes, imunisasi, FkM ui, dan konsultan lepas. Terpilih empat kelompok: Tim Penggerak Pkk, kwar nas Gerakan Pramuka, Program of appropriate Technology for health (PaTh), dan international Medical Corp (iMC). dari empat proporsal berformat C, Promkes “menjahitnya” menjadi Format B.

Lima bulan setelah proposal dikirim, agustus 2008 jawaban tiba. Program GaVi­CSO disepakati dan perjanjian hi­bah ditandatangani. Berdasarkan Grant agreement dari Sekretariat Executive GaVi nomor GaVi/08/222/na/ba tanggal 14 agustus 2008, dana sebesar uSd 100.000 se bagai dana pendahuluan dan uSd 3.900.000 untuk implementasi kegiatan CSO dan management cost disepakati.

kementerian kesehatan segera ber­gerak. Pusat Promosi kesehatan bersama Sekretariat GaVi­CSO menggelar serang­kaian pertemuan koordinasi yang intensif lintas­program (bersama direktorat Sim­kar kesma dan direktorat kesehatan ibu dan anak). rapat­rapat koordinasi juga berlangsung an tara Pusat Promkes dan CSO, antara koordinator pusat dan provinsi, antara provinsi dan kabupaten, dan antara peng urus masing­masing CSO tingkat ka bupaten dan kecamatan.

Pkk dan kwarnas Gerakan Pramuka memulai kegiatan. Langkah awal adalah pengumpulan data mengenai cakupan imunisasi di setiap wilayah sasaran.

Setelah data didapat dan modul sele­sai dibuat, sejak 2009, pelatihan demi pelatihan bergulir. Bermula dari pelatihan atau orientasi sekitar 100 pengurus di ting kat provinsi, program GaVi­CSO te­rus menggelinding menjangkau 500­an peng urus di kabupaten dan ribuan kader di tingkat kecamatan dan kelurahan. ribu­

di sela­sela kegiatan tersebut, ter de­ngar kabar, PaTh dan iMC meng un dur kan diri. untuk menggantikan posisi PaTh dan iMC, Team Working Group me nunjuk iBi (ikatan Bidan indonesia) dan konsorsium yang terdiri dari Muslimat nu, PErdhaki, dan ‘aisyiyah. Proses penggantian CSO tersebut melalui proses rekrutmen dan pengajuan proposal kepada GaVi alliance pusat.

Sementara menunggu persetujuan pro posal untuk kedua pengganti, TP

Dana CSO (Form B)

2009-2011

Reprogramming HSS

Dana Pendahuluan

(Form A)

Tahun 2009US$100.000

PramukaUS$225.201

TP-PKKUS$879.120

Tahun 2012US$220.000

Management CostUS$453.344

Tahun 2013US$230.000

IBIUS$914.335

KonsorsiumUS$1.428.000

ALOKASI DANA GAVI-CSO

GAVI melibatkan ormas dalam penyelenggaraan kegiatan.

Page 24: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201426

penegak/pandega, dan 129.050 masyarakat sasaran. Kegiatan GAVI CSO ini dibagi dalam dua tahap. Tahap 1 tahun 2009 2011, dilaksanakan oleh TP PKK dan Kwarnas Gerakan Pramuka pada 2009 2010. Untuk konsorsium dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) kegiatan tahap 1 dilaksanakan pada akhir 2010 dan 2011. Kegiatan tahap 2 dilaksanakan mulai Mei 2012 sampai april 2014 oleh keempat CSO. Hasilnya, tingkat UCI di 5 Propinsi yang menjadi wilayah sasaran program GAVI-CSO memperlihatkan peningkatan.

Banyak pelajaran bisa ditarik dari seluruh proses selama lima tahun ini. Pertama, selama ini, pemerintah telah banyak menjalin kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan dalam membangun kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, kehadiran program GAVI-CSO bisa memberi warna baru dalam bentuk kerja sama tersebut. Di samping pelaksanaannya yang akuntabel, program ini dipandang berhasil memberdayakan ormas yang ada berkat pendekatannya yang tidak top down.

Menurut Muhani, SKM, M. Kes, sebagai Koordinator Project GAVI-CSO Nasional, sebenarnya, kerjasama Kementrian Kesehatan dengan ormas sudah lama ada. Namun, selama ini ormas melakukan kegiatan dan dana disalurkan by activity. Ini berbeda dengan GAVI. Dalam GAVI-CSO, GAVI yang memberi peluang CSO menyusun proposal sejak awal, melakukan kegiatan, sampai melakukan monitoring dan evaluasi. Model ini kini diadopsi oleh Promkes Kementrian Kesehatan yang bekerjasama dengan ormas dalam penyuluhan Perilaku hidup bersih dan sehat. “Kini sudah berjalan selama lima tahun,” terang Muhani kepada Interaksi, pada awal September lalu.

Sebagai Sarana PembelajaranDalam pengamatan Muhani, melalui program GAVI–CSO, berbagai kegiatan dapat dijadikan pembelajaran seperti upaya meningkatkan daya tarik kunjungan ke Posyandu dan mengubah image Posyandu bubur kacang

ijo, menjadi Posyandu dengan pemberian makanan tambahan (PMT) yang bervariasi dengan menggunakan bahan pangan lokal. Berdasarkan data dari Direktorat Surveilans Imunisasi Karantina dan Kesehatan Matra (Simkarkesma), sebagian besar kabupaten/ kota yang diintervensi GAVI CSO, cakupan imunisasinya meningkat. Namun, ada beberapa kabupaten yang mengalami penurunan cakupan imunisasinya.

Bagi Muhani, keberhasilan program GAVI CSO yang mengalami peningkatan paling signifikan adalah di Kabupaten Janeponto. Peningkatan cakupannya mencapai 20% yang dikelola oleh CSO Konsorsium. Keberhasilan program GAVI di Janeponto ini, didukung oleh Bupati Janeponto yang turut serta melakukan Advokasi. Dengan perhatian yang lebih dari Bupati, maka masyarakat juga sangat terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam program ini. Secara nasional, pendekatan GAVI CSO dirancang sedemikian rupa, sehingga ada ruang bagi ormas untuk menggali persoalan, merumuskan pemecahan dan melaksanakan. Koordinator hanya bertanggung jawab untuk memastikan akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga perumusan exit strategy.

kemitraan GAVI

PROVINSI2009 2010 2011 2012

2013 (data sd 28 Feb 2014)

Imunisasi UCI Imunisasi UCI Imunisasi UCI Imunisasi UCI Imunisasi UCI

Banten 95.8 67.8 95.6 82.0 95.3 77.5 100.0 87.1 96.8 81.2

Jawa Barat

93.8 80.9 97.7 82.6 95.4 79.0 111.8 91.7 107.0 95.5

Sulawesi Selatan

95.0 83.6 94.6 82.1 102.8 84.7 101.6 87.1 97.2 90.2

Papua 66.3 23.1 64.9 59.9 61.8 55.1 71.6 16.6 55.9 52.0

Papua Barat

57.9 21.1 67.4 40.1 79.5 55.3 72.5 29.6 62.2 21.8

PENCAPAIAN UCI DI LIMA PROVINSI 2009 - 2013

edisi 2 | 201426

Page 25: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 27

kemitraan GAVI

Program GAVI CSO tidak hanya menyentuh pengurus CSO pusat atau pengurus di tingkat kabupaten, tetapi juga di level terendah seperti posyandu dan kader. Rentang yang lebar ini memberi kesempatan bagi masing-masing CSO untuk berkonsolidasi memperkuat organisasi, mengembangkan karakter masing-masing organisasi, dan yang terpenting, memberdayakan kader yang menjadi tumpuan di lapangan.

Hal lain yang juga patut digarisbawahi adalah, imunisasi bukan urusan perempuan atau ibu saja, tetapi bisa diperkenalkan secara lebih dini kepada kaum muda. Ketika sebagian besar CSO konsorsium melibatkan kader-kader yang telah dewasa hingga paruh baya, Pramuka justru menaruh investasi pengetahuan tentang imunisasi pada generasi muda.

Menurut drg Irawati, S. Mars, kepala Puskesmas Binamu di Kabupaten Jeneponto, sekaligus merupakan koordinator GAVI-CSO konsorsium kabupaten Jeneponto, hingga Juni 2014 lalu, program GAVI secara administrasi betul-betul rapi, akuntabel, dan clear. Sejak awal program, Ira beranggapan, program GAVI-CSO telah mengajarkan kepada dirinya banyak hal, termasuk dalam keterampilan manajerial suatu program.

Satu di antara pembelajaran yang penting adalah prosedur pelaporan atau pertanggungjawaban kegiatan. Ada tiga laporan yang diminta oleh pengurus GAVI-CSO pusat setiap usai pelaksanaan kegiatan

atau pelatihan ; laporan hasil kegiatan berupa narasi, laporan keuangan, dan dokumentasi.

Prosedur pelaporan yang digariskan program GAVI-CSO ini membentuk kesadaran mulai dari para kader di tingkat akar rumput hingga pengurus di pusat. Tumbuhnya kebiasaan ini, merupakan suatu perubahan yang mendasar, mengingat di Indonesia, pelaporan yang rapi dan tertib belum menjadi kebiasaan. Padahal, laporan merupakan syarat perlu agar suatu program menjadi akuntabel, transparan, dan terukur. Itu sebabnya, menurut Ira, kendati program GAVI hanya berfokus pada imunisasi, satu di antara puluhan bidang yang menjadi tanggung jawab puskesmas, cara kerja program menjadi rujukan dalam penyelenggaraan program di bidang-bidang lain.

Sejarah dan Peran Penting GAVIPada pertengahan 1990-an, Bill Gates membaca sebuah berita tentang rotavirus yang mematikan. Ia jadi bertanya-tanya, bagaimana mungkin penyakit yang membunuh 600.000 anak per tahun kurang mendapat perhatian. Akhirnya ia menyadari bahwa anak-anak di negara-negara maju memiliki akses ke vaksin sementara anak-anak di negara berkembang mati karena kekurangan vaksin tersebut. Kesadaran ini kemudian mendorong Yayasan Gates untuk menjadi mitra pendiri Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI).

Langkah selanjutnya, pada 1999, Bill & Melinda Gates Foundation menjanjikan dana sebesar USD750 juta sebagai modal awal (seed money) untuk membentuk GAVI. Menciptakan dan memberikan vaksin tetap menjadi prioritas kesehatan Global Utama Foundation. Maka, pada 2005, ia menjanjikan lagi USD75 juta per tahun hingga 2014. Bill menjanjikan lagi USD1 miliar pada Juni 2011, sehingga total komitmen Foundation untuk GAVI adalah USD 2,5 miliar. Dana tersebut tidak hanya membayar untuk vaksin, tetapi juga untuk memacu pembangunan dan produksi. Dukungan keuangan Yayasan GAVI tampaknya tidak dapat disaingi oleh lembaga lain dalam kesehatan internasional.

Dengan mendukung GAVI, Yayasan bertujuan untuk mempercepat akses negara-negara berkembang ke

edisi 2 | 2014 27

Beragam kegiatan terkait penyadaran dan pemberdayaan masyarakat diselenggarakan GAVI

Page 26: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201428

vaksin dan mendukung penelitian untuk mencari solusi kesehatan bagi negara-negara tersebut secara efektif, terjangkau dan berkelanjutan.

Berbasis di Jenewa, Swiss, GAVI Alliance adalah kemitraan kesehatan global yang mewakili pemangku kepentingan imunisasi dengan tujuan bersama untuk menyelamatkan nyawa anak-anak dan melindungi kesehatan masyarakat dengan meningkatkan akses terhadap imunisasi di negara-negara miskin.

GAVI memandang penting peran organisasi masyarakat sipil (civil society organization/CSO) dalam mendukung misinya. CSO memainkan peran penting dalam imunisasi, kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak. Peran CSO termasuk penyediaan layanan langsung, menciptakan permintaan untuk jasa imunisasi dan kesehatan anak, advokasi untuk meningkatkan akses ke imunisasi, dan memainkan peran pengawasan untuk memastikan bahwa pemerintah dan aktor-aktor internasional bertanggung jawab kepada rakyat dan masyarakat mereka melayani.

Pada 2014 ini, GAVI telah mengimunisasi 440 juta anak sejak berdiri dan mencegah enam juta kematian. Dan itu hanya awal. Ke depan visi GAVI adalah untuk meningkatkan angka ini, mencapai tambahan 300 juta anak-anak antara 2016 dan 2020. Tujuannya, mencegah lebih jauh 5-6 juta potensi kematian. Dukungan diberikan dalam bentuk hibah lima tahun dengan harapan, negara-negara akan meningkatkan kontribusi nasional mereka, yang mengarah ke keberlanjutan keuangan. Insentif untuk mengimunisasi lebih banyak anak-anak diberikan melalui pendanaan berbasis kinerja yang dikenal layanan sebagai dukungan jasa imunisasi (immunization Services Support/ISS) dengan negara-

negara menerima uang ekstra per anak tambahan yang diimunisasi.

GAVI telah memberikan bantuan dana hibah kepada pemerintah Indonesia melalui dua tahap. Tahap I (2002-2006) melalui GAVI-ISS dan bertujuan untuk penguatan program lima imunisasi dasar lengkap. Setelah GAVI-ISS dijalankan, pada 2007, cakupan Universal Child Immunization (UCI) 76,2%, cakupan DPT 3 kurang dari 80%, dan cakupan campak kurang dari 90% dari 207 kabupaten yang tersebar di 28 provinsi. Masih ada kekurangan pelayanan dan kurang intensifnya promosi kesehatan dan mobilisasi masyarakat.

GAVI melihat perlunya program penguatan dan pemberdayaan CSO dan menganggap meningkatkan imunisasi tidak cukup hanya dengan memperkuat sistem. Karena itu, pada pertemuan pada November 2007, GAVI menawarkan kerjasama dengan Kementrian Kesehatan, dalam hal ini Pusat Promosi Kesehatan, untuk mendukung peningkatan cakupan imunisasi dan KIA dan penguatan peran CSO, terutama yang mempunyai akses cukup besar ke masyarakat.

Tawaran ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan. Menurut Direktur Direktorat Surveilan, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra (Simkarkesma), Desak Made Wismarini, keberhasilan imunisasi terkait dengan berbagai hal seperti logistik, sarana dan prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan, serta sumber daya manusia. Tetapi, yang juga penting adalah penyiapan masyarakat.

Menurut Kepala Subdit Imunisasi, Theresia Sandra Diah Ratih, untuk meningkatkan cakupan imunisasi dari 0 menjadi 80 persen, tidak terlalu susah, tapi untuk naik dari 80 ke 90 atau bahkan lebih, tidaklah mudah. “Target 10 persen itu memang target yang cukup tinggi untuk daerah yang cakupannya sudah tinggi. Dari 80 ke 90 atau 100 itu harus dengan cara khusus, makanya kita harus dibantu oleh CSO,” ujar Sandra.

Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Kepala Pusat Promosi kesehatan, menggarisbawahi pentingnya peran serta tokoh masyarakat dan sosialisasi. Bagi Lily, kerja sama dengan ormas sangat potensial, apalagi CSO ini melibatkan ormas keagamaan dan organisasi profesi bidan, yang menjadi ujung tombak kesehatan ibu dan anak.

kemitraan GAVI

Warga antusias menerima kunjungan pengurus GAVI

Page 27: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 29

Bukan suatu kebetulan bila GAVI CSO membantu meningkatkan akuntabilitas CSO di Indonesia. Sejak 2005, setelah Paris Declaration

dikumandangkan, GAVI menganut lima prinsip yang termaktub dalam deklarasi tersebut. Kelima prinsip tersebut adalah Ownership (kepemilikan), alignment (keselarasan), harmonization (keharmonisan), results (hasil), dan mutual accountability (tanggungjawab bersama).

Prinsip ownership mempersyaratkan agar pelaksana program secara mandiri menetapkan strategi yang dipandang tepat bersama dengan legislatif dan pihak terkait. Prinsip alignment mewajibkan pihak donor untuk mendukung strategi tersebut dan menyelaraskan upaya mereka dengan prosedur pelaporan yang digariskan program GAVI-CSO, dan membentuk kesadaran mulai dari para kader di tingkat akar rumput hingga pengurus di pusat akan pentingnya bukti-bukti tertulis suatu kegiatan. Prinsip harmonisasi berarti kebijakan di negara penerima dana harus selaras dengan GAVI. Results berarti kebijakan dan strategi diarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang jelas dan terukur. Sedangkan mutual accountability, artinya, baik donor maupun penerima dana bertanggung jawab atas akuntabilitas proses pencapaian sasaran dan tujuan.

Menurut Muhani, keseriusan GAVI dalam menerapkan lima prinsip tersebut terasa sejak awal. Satu pengalaman yang tidak pernah ia lupakan adalah ketika ia mengajukan proposal Format B. Surat elektronik balasan yang datang dari Sekretariat GAVI di Jenewa mengabarkan, proposal tersebut perlu diperbaiki. “Yang diminta untuk ditambahkan adalah indikator yang terukur,” kata Muhani.

Permintaan itu, menurut Muhani, adalah sesuatu yang lumrah, tidak macam-macam, tetapi menjelaskan bahwa bagi GAVI proposal bukanlah sekadar formalitas

atau kegiatan rutin belaka. Sejak dari proposal, GAVI berusaha memastikan bahwa program akan berhasil dengan membuat semua rencana lebih terukur. Tidak cukup bila proposal hanya mencantumkan “target cakupan imunisasi meningkat sebesar 10 persen”. Rumusan target harus disertai dengan rencana yang jelas bagaimana target itu dicapai dan apa ukuran bahwa proses telah dilakukan.

Dengan kata lain, bukan hanya output yang harus jelas, proposal juga harus mengandung KPI (Key Performance Indicator) yang tepat. Dikatakan tepat bila KPI memenuhi prinsip SMART : Specific (khusus), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Relevant (berkaitan erat dengan target yang ingin dicapai), dan Time phased (berjangka waktu). Itu sebabnya, dalam catatan Muhani, rumusan yang semula berbunyi “orientasi tingkat pusat, tingkat kecamatan, pelatihan kader, lalu kader melakukan penyuluhan ke rumah” diubah menjadi antara lain “mencapai 6.000 kader, 18 ribu sasaran, sekian posyandu, dan seterusnya.

LIMA PRINSIP GAVI

kemitraan GAVI Alliance

edisi 2 | 2014 29

Dokumentasi kegiatan GAVI

Page 28: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201430

PENDEKATAN PARTISIPATIF

Pengalaman Muhani, seluruh proses kegiatan, dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program ini tidak lepas dari bentuk yang telah disepakati. Dalam hal perencanaan, menurut Muhani, sesuai dengan prinsip alignment dan harmonisasi, program GAVI memberi ruang yang lebih besar kepada CSO yang terlibat. “Mereka diajak sama-sama merencanakan dan menetapkan tujuan, indicator, dan daerah sasaran. Mereka sudah seperti pemerintahan sendiri. Intinya, CSO diberi kesempatan untuk merumuskan kegiatan yang akan dilakukan sejak dari awal, sesuai dengan potensi masing-masing.

Pengurus Pusat menetapkan provinsi dan kabupaten yang menjadi wilayah sasaran, sedangkan pengurus Kabupaten menetapkan kecamatan, desa, posyandu dan kader mana yang akan dilibatkan. Menurut Muhani, pendekatan partisipatif semacam ini boleh dibilang sedikit berbeda dari bentuk kerja sama yang biasa digunakan oleh kementerian. Umumnya, kementerianlah yang memiliki program dan ormas menjalankan program itu di lingkup kerja ormas bersangkutan. Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan berada dalam kendali pemegang program. Dalam program GAVI-CSO, bentuk kerja sama semacam itu diminimalkan.

Para ormas yang terlibat diminta untuk mengenali persoalan berdasarkan data di lapangan dan merumuskan strategi yang tepat

berdasarkan data tersebut. Untuk itu, tiga dari empat CSO yang terlibat mengadakan workshop perencanaan bersama dinas kesehatan kabupaten, dan dinas kesehatan Provinsi. Hasil pemetaan ini, yang menunjukkan desa yang telah mencapai UCI 100% dan belum, menjadi pegangan dalam menetapkan sasaran.

Muhani juga menekankan peran Promkes dalam pelaksanaan GAVI-CSO dalam memberikan fasilitasi, asistensi, dan koordinasi. Seperti diketahui, GAVI-CSO melibatkan empat CSO. Ketika mengawali kegiatan, kapasitas para CSO ini terbatas. Mereka tidak mengenal kegiatan kesehatan. Mereka menggunakan uang hibah yang

|3PENDAHULUAN

PROVINSI KAB/KOTA GUGUS DEPAN KECAMATAN DESA POSYANDU

5 35 10 311 1.241 3.070

MASYARAKAT SASARAN

129.050KADER/DUKUN

17.105

PENEGAK PANDEGA

400BIDAN/

PERAWAT

511

TOTAL CAKUPAN GAVI - CSOMalam telah penuh sempurna. hari ketujuh di bulan Maret 2008 baru saja berakhir. Tiga juta warga penglaju dari pinggir­pinggir jakarta telah kembali ke rumah masing­masing, sejenak melepas lelah untuk besok kembali memenuhi ruang­ruang kota. namun jakarta tak pernah tertidur, lengang, pun hanya sejenak. Sepertinya 24 jam sehari terlalu sedikit untuk dibiarkan luang. Sementara di seputaran bundaran hotel indonesia puluhan penjaja kopi keliling tengah bersiap menyuguhkan dagangan, tak jauh dari situ, beberapa orang di Gedung Bappenas masih ber­gegas. Mereka mengejar tenggat. Proposal GaVi­CSO itu harus dikirim esok pagi.

Sesungguhnya proposal itu adalah tanggapan atas tawaran yang datang sekitar akhir 2007. dalam suatu per­temu an pada november 2007, GaVi alliance (Global alliance for Vaccine and immunization) menawarkan ke pada kementerian kesehatan untuk mem per­kuat program imunisasi dengan skema baru yang berbeda dari yang telah berjalan sejak 2003. dalam skema lama, GaVi alliance memberi dana hibah kepada indonesia melalui GaVi­iSS (immunization Services Support). Tujuannya adalah un­tuk penguatan program imunisasi lima imunisasi dasar lengkap. dalam skema baru, GaVi alliance Board menawarkan upaya baru karena menganggap meningkatkan imunisasi tidak cukup hanya dengan memperkuat sistem. Lima tahun setelah GaVi­iSS dijalankan, pada 2007, cakupan universal Child immunization (uCi) 76,2%, cakupan dPT 3 kurang dari 80%, dan cakupan campak kurang dari

WILAYAH INTERVENSI DAN SASARAN

PETA PROVINSI SASARAN GAVI-CSO

Untuk meningkatkan cakupan imunisasi,

GAVI dan Kementerian Kesehatan

menjalankan program GAVI-CSO. Dari

program tersebut banyak pelajaran yang

bisa ditarik.

kemitraan GAVI Alliance

edisi 2 | 201430

Page 29: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 31

sama seperti menggunakan anggaran Negara dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan. Akibatnya, mereka harus belajar pengadministrasian sehingga kapasitas mereka bertambah.

Pada tanggungjawab ini, Promkeslah yang memberdayakan ormas-ormas tersebut, khususnya dalam melaksanakan kegiatan

dengan pertanggungjawaban administrasi yang sesuai dengan peraturan pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu. “Kalau tidak memberdayakan dengan benar, maka kegiatan mereka juga tidak berjalan sesuai rencana,” ungkap Muhani.

Program GAVI-CSO sudah berakhir pada April 2014. Namun, semangat untuk melanjutkan program

imunisasi yang telah dirintis ini tetap bergelora. Semua CSO yang terlibat telah merumuskan program-program exit strategy, yang intinya berupaya agar program dapat terus berjalan.

Demikian juga dengan para penanggung jawab di pusat. Direktur direktorat Simkar Kesma, Desak Made berharap, GAVI-CSO bisa menjadi best practices dan bisa direplikasi. Pendanaan bisa berasal dari donor, tetapi agar tidak tergantung pada donor, diharapkan anggaran nasional, baik APBN maupun APBD, bisa memperkuat implementasi replikasi tersebut. Replikasi ini sangat penting, apalagi bila dikaitkan dengan rencana pembangunan jangka menengah dan panjang oleh BAPPENAS. Rencana tersebut menyebutkan, Indonesia pada 2025 diharapkan telah masuk ke dalam kelompok negara maju, yang salah satu tolok ukurnya adalah pengendalian penyakit tidak menular dan menular. Untuk yang tergolong menular, terutama adalah penyakit re-emerging dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Lily Sulistyowati, Kepala Pusat Promosi Kesehatan, berpendapat senada. Kerja sama yang sudah terjalin baik dengan CSO, sangat potensial untuk diteruskan. Untuk pendanaan, Lily berpendapat, ada beberapa sumber dana yang bisa digali agar program tidak bergantung pada donor. Di antaranya adalah anggaran desa, anggaran pajak rokok daerah, atau dari sektor swasta.[]

kemitraan GAVI Alliance

edisi 2 | 2014 31

Pengurus GAVI aktif menggelar kegiatan pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan empat CSO

Page 30: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201432

Saat kecil sembari asyik bermain kelereng dan gundu, lelaki kelahiran Utan Kayu,

Jakarta Timur, 15 Januari 1978 ini selalu memimpikan dirinya dapat menjadi prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Namun, ternyata manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Cita-cita masa kecil itu kini luntur, dan Sang Kehidupan lebih mengantarnya menjadi seorang Ahli Madya Kesehatan Lingkungan dengan gelar AMKL.

Namanya Mulyadi. Penggemar makanan rujak dan cilok ini, urung bersepatu lars idamannya, melainkan bersepatu pegawai negeri tenaga kesehatan Puskesmas Kedaung Barat, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang. Ia kini tidak memanggul bedil, tetapi memanggul tas berisi data dan kertas konsep sanitasi ideal bagi kampung yang menjadi sasaran kerjanya. “Kini, saya menjadi serdadu jamban. Mempromosikan pentingnya jamban bagi penduduk

Sepatan Timur,” ujarnya bangga sembari tertawa terbahak pada pertengahan September 2014 lalu.

Pada bulan Januari 2012 penggemar olah raga futsal ini diangkat sebagai tenaga Sanitarian Pemerintah Kota Tangerang. Kehadiran Mulyadi bagi Puskesmas Kedaung Barat adalah berkah. Sebab, sebelum ada Mulyadi, tugas sanitarian dirangkap oleh dokter yang bertugas di puskemas tersebut. Para dokter tentu lebih mengutamakan tugas

Calon Miliarder dari Promosi Sanitasi

Page 31: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 33

inovasi Profil

penyembuhan bagi masyarakat yang sakit di puskesmas sehingga pembinaan sanitasi di Kedaung Barat menjadi terbengkalai.

Tugas pertama Mulyadi saat awal jadi pegawai negeri adalah mendata kondisi dan jumlah sanitasi yang ada di wilayah tersebut. Hasilnya, mayoritas penduduk kecamatan itu tidak mempunyai jamban. Sebagian besar penduduk membuang hajatnya di alam bebas. Misalnya, dibuang di sungai, selokan, kebun, tanah kuburan, bahkan di samping-samping rumah. Perilaku tidak bersih dan sehat itu menjadi pukulan berat bagi Mulyadi, tetapi sekaligus menjadi kesempatannya sebagai sanitarian untuk bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi dan survey lokasi di berbagai dusun, Mulyadi dan tim dibuat terperangah dengan kenyataan di Kampung Damprit. Di kampung itu kondisi sanitasinya paling buruk. Dari 77 rumah yang ada, hanya 5 rumah (6,4%) yang memiliki jamban. Akibatnya, Dusun Damprit terkenal dengan julukan “kampung tahi” karena mayoritas masyarakat buang air besar sembarangan (BABS) sehingga kotoran manusia bisa dijumpai di hampir setiap belokan rumah, bahkan di samping nisan kuburan. Padahal, wilayah Tangerang ini cukup dekat dengan Jakarta yang merupakan kota metropolitan.

Bagi Mulyadi, kampung Damprit memiliki gejala sosial yang sangat aneh. Di kampung ini terdapat kuburan etnis Cina.

Permasalahannya sebagian besar penduduk buang air besar di makam. Padahal, di kawasan makam Cina tersebut berdirilah rumah-rumah penduduk kampung Damprit. Tembok makam Cina yang cukup mewah itu dijadikan sebagai bagian dari tembok rumahnya. Bahkan, berbagai tembok pusara mereka jadikan sebagai tempat untuk menaruh piring dan gelas, sekaligus dijadikan meja makan.

Sedemikian joroknya Damprit sehingga jika ada acara hajatan pernikahan, sebagian tamu tidak ada yang makan sama sekali. Biasanya, tamu hanya mengambil air minum kemasan, kacang rebus, dan pisang. “Mereka jijik karena ada tinja di mana-mana,” papar ayah dua puteri, Akila Fadia (kelas VI SD) dan Naura Fadia (kelas IV SD) ini.

Pintu Masuk Program STBMMenurut Mulyadi, titik pembuka perjalanannya mengurusi tinja adalah saat ditugaskan mengikuti pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Kegiatan ini

berlangsung

Mulyadi, AMKL (Juara II Karya Inovasi Tenaga Kesehatan Nasional)

edisi 2 | 2014 33

HASIL KEGIATAN STBM DESA KEDAUNG BARAT TAHUN 2012WAKTU KESEPAKATAN JUMLAH KK

PEMBUATAN SEDANG KONTRUKSI SELESAI KONTRUKSI PEMAKAI

P. Nasir RT002/03 22-Mei 02-Jun-12 07-Jun-12 2 400.000

Bu Nisa RT002/03 22-Mei 05-Jun-12 10-Jun-12 2 1.500.000

Bu Muni RT002/03 22-Mei 20-Jul-12 24-Jul-12 2 800.000

Bu manta RT002/03 22-Mei 20-Jul-12 24-Jul-12 2 800.000

P. Bondan RT002/03 22-Mei 10-Sep-12 13-Sep-12 2 1.500.000

Bu Eva RT002/03 22-Mei 10-Sep-12 13-Sep-12 2 400.000

Bu Nasih RT002/03 22-Mei 6 Nov 2012 10 Nov 2012 2 400.000

Bu Marni RT002/03 22-Mei 6 Nov 2012 10 Nov 2012 2 400.000

P. Icang RT002/03 22-Mei 6 Nov 2012 10 Nov 2012 2 800.000

P. Kayat RT002/03 22-Mei 6 Nov 2012 10 Nov 2012 2 400.000

P. Amsar RT002/03 22-Mei 9 Nov 2012 15 Nov 2012 2 800.000

P. Arsah RT002/03 22-Mei 9 Nov 2012 15 Nov 2012 2 400.000

Bu Sani RT002/03 22-Mei 25 Nov 2012 30 Nov 2012 6 1.400.000

P. Ungut RT002/03 22-Mei 25 Nov 2012 30 Nov 2012 5 1.400.000

P. Idi RT002/03 22-Mei 01-Des-12 06-Des-12 15 3.000.000

50 14.400.000

Bu Onga RT 02/04 03-Jan-13 Februari 2013 Februari 2013 2 3.500.000

Marti RT 02/04 03-Jan-13 Mar-13 Mar-13 2 1.500.000

Marjuki RT 01/04 03-Jan-13 Mar-13 Mar-13 1 2.000.000

Amad RT 03/03 Mei-12 Jun-13 Jun-13 2 2.000.000

7 9.000.000

NAMA KK ALAMATPEMANTAUAN PERKEMBANGAN

Biaya

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

21

22

23

24

25

26

NO

SAMPAI BULAN MARET 2014 SUDAH > 80 KK MEMILIKI JAMBAN BAIK SECARA KREDIT DAN SWADAYA

Page 32: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201434

lima hari pada bulan Maret 2012 yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dan IUWASH (Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene). Sebuah program yang didanai oleh USAID di Puskesmas Balaraja, Kabupaten Tangerang.

Tepatnya pada bulan Mei 2012, Mulyadi beserta tim memulai aksi mereka melakukan pemicuan STBM di Kampung Damprit. Pemicuan tersebut dihadiri oleh 144 orang, yang terdiri dari 65 wanita, 24 pria, dan 55 anak-anak. Hasilnya, sebanyak 55 orang merasa terpicu dan ingin mengubah kondisi sanitasi kampungnya.

Ketika ia masuk melakukan orasi dan pemicuan, komentar pertama mereka adalah akan ada bantuan dari pemerintah. Ketika Mulyadi melakukan pemicuan dan mengatakan bahwa tidak ada subsidi, mereka mundur satu demi satu. Mereka berpendapat, ‘lho ini

tahi-tahi saya, mengapa Anda yang repot?’. Menanggapi komentar itu, Mulyadi justru terdorong untuk melawan dan berkata kepada kadernya, “Inilah saatnya bekerja!” Yang paling membuat Mulyadi prihatin, ketika ia melihat, yang sudah meninggal di makam pun, tetap juga diberakin. Ia merasa tidak rela jika ia meninggal, makamnya ditaruh kotoran manusia.

Berbagai tantangan itu dijawab Mulyadi dengan mengorbankan waktu liburnya. Seringkali, ia menggunakan waktu liburnya untuk berkeliling menjalankan program ini. Untung saja, istri dan anak-anaknya memberikan dukungan. Istrinya tidak pernah komplain. Bahkan, kata tahi sudah menjadi kata yang akrab di tengah perbincangan sarapan mereka di pagi hari. “Bapak pamit mengurusi tahi dulu,” begitulah cara pamit Mulyadi kepada anak istrinya.

inovasi Profil

Raja Jamban dan Cita-Cita Menjadi MiliarderMulyadi mengakui, kunci utama keberhasilan programnya ini melalui terobosan kredit kepemilikan jamban, yang diikutkan dalam program kredit PNPM, dan sampai saat ini masih terus berjalan. Hal ini dilakukan dengan membentuk wadah resmi kemandirian dan permberdayaan masyarakat berupa Kelompok

Mulyadi mempresentasikan program jambanisasi

Terobosan kredit kepemilikan jamban ala Mulyadi mengubah perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di Kabupaten Tangerang

Page 33: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 35

pembuatan jamban, belum lagi penyedotan dan pengolahan limbah organik. Belum lagi dari wilayah kerja lain. Di Tangerang saja ada 43 kecamatan. “Alhamdulillah, saya sudah mendapat mandat untuk membentuk 7 KSM sanitasi di kecamatan-kecamatan lain.”

Di wilayah kerjanya, Mulyadi sering menjumpai sebuah keluarga mempunyai 2 atau 3 kredit sepeda motor, tetapi mereka tidak mempunyai WC. Padahal, pembuatan WC bisa dibangun dengan menggunakan kredit senilai Rp2,6 juta.

Mulyadi berusaha keras mengubah skala prioritas mereka. Caranya, dengan terus melakukan pemicuan dan mewawancarai penduduk. Misalnya, menanyai seorang ibu rumah tangga tentang jumlah anggota keluarga. Jika si ibu

Swadaya Masyarakat (KSM), atau lebih tepatnya Kelompok Wirausaha Sanitasi (KWS).

Dalam memasarkan pembuatan jamban, KSM USG mempekerjakan tenaga pemasaran. Sales itu akan mendapat bonus Rp50.000 setiap mendapatkan satu pelanggan yang akan kredit membuat jamban. Setelah kredit lunas, sales tersebut akan mendapat bonus lagi sebesar Rp50.000. Namun, tenaga pemasaran perlu sangat teliti dalam memilih pelanggan agar cicilan lancar. “Jamban tentu susah disita ketika kredit jamban mengalami macet,” tegas Mulyadi sembari tertawa.

Sebagai orang yang pernah bekerja di bidang pemasaran, Mulyadi melihat potensi pasar yang luar biasa. Hingga pertengahan 2014, masih ada 7.800 KK yang belum punya jamban di Sepatan Timur. Ia membayangkan, jika mengambil untung Rp100.000 saja, berapa banyak uang yang bisa ia kumpulkan. Itu baru dari

inovasi Profil

menjawab lima orang. Berapa kali setiap orang ke WC? Paling tidak sekali, dan ada yang dua kali. Normalnya saja, kalau ia harus ke

toilet umum maka ia akan mengeluarkan Rp2.000.

Berarti, Rp10.000 per hari per keluarga. Dari sini, ia menawarkan kredit jamban dengan cicilan Rp5.000

sehari. Jika hitungan ekonomi mikro kredit

ini terwujud, menjamur di mana-mana, maka ia akan

menjadi “Raja Jamban”. Cita-citanya saat dewasa akan cepat terwujud dan tidak ingin jadi ABRI lagi. “Cita-cita saya setelah jadi pegawai negeri Sanitasi, yaitu ingin menjadi Miliarder Tahi,” pungkas Mulyadi sangat yakin.[]

edisi 2 | 2014 35

Salah satu keluarga membangun jamban dari fasilitas kredit jamban

Tanda larangan buang air besar sembarangan di Desa Kedaung Barat, Tangerang

Page 34: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201436

Kecamatan Sepatan Timur adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tangerang

dengan derajat kesadaran kesehatan yang cukup rendah. Hal ini terlihat dari masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Pada tahun 2006 sempat terjadi Outbreak Diare (wabah diare) di Sepatan Timur. Pada pendataan yang dihimpun oleh petugas kesehatan pada 2011, dari 16.842 Kepala Keluarga (KK), baru 11.542 KK yang memiliki jamban sehat. Secara prosentase, baru 68, 7% masyarakat Sepatan Timur yang memiliki jamban sehat.

Masih rendahnya cakupan kepemilikan sanitasi dasar ini, selain disebabkan faktor ekonomi, juga karena rendahnya kesadaran tentang pengetahuan dan pemahaman mengenai sanitasi dasar yang sehat. Guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai sanitasi dasar yang sehat, Puskesmas Kedaung Barat melakukan Pembinaan Peran Serta Masyarakat,

melalui kegiatan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Caranya, yaitu dengan melatih kader-kader desa untuk dapat berperan serta memberikan solusi dan kontribusi terhadap permasalahan kesehatan yang dihadapi. Salah satunya, melalui pembinaan dan memelopori pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang fokus pada permasalahan kesehatan lingkungan di wilayah Kedaung Barat.

Program Sanitasi Total Berbasis MasyarakatSanitasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus mendorong terpenuhinya kebutuhan tersebut. Hingga saat ini, akses sanitasi di Sepatan Timur masih belum memadai. Sementara, dari prasarana dan sarana yang tersedia, banyak yang tidak berfungsi atau tidak digunakan lagi oleh masyarakat. Berbagai upaya

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Peran SertaMasyarakat d alam STBM

telah dilakukan oleh pemerintah melalui pendekatan tradisional. Antara lain, dengan membangun ribuan MCK, mendistribusikan jamban keluarga secara cuma-cuma, atau dalam bentuk “paket materi stimulan untuk konstruksi”, serta mendistribusikan uang pada masyarakat dalam bentuk pinjaman bergulir (jamban bergulir).

Sejauh ini, bantuan pemerintah lebih banyak dalam bentuk fisik. Fokus dan tolok ukur sukses selalu pada pembangunan fisik. Padahal,

Apresiasi Kader-kader STBMKSM Usaha Sehat Gemilang

edisi 2 | 201436

Page 35: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 37

pendekatan yang berorientasi fisik tersebut dinilai gagal dalam meningkatkan kebutuhan sanitasi dalam skala besar untuk pelayanan sanitasi dan perubahan perilaku. Hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam upaya pemenuhan kebutuhan sanitasi masyarakat. Idealnya, pendekatan yang dijalankan harus dapat menghasilkan dampak kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Maka, dibuatlah arahan strategis baru untuk peningkatan perilaku

higienis dan sanitasi masyarakat pedesaan dalam skala nasional, melalui gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Tujuan yang akan dicapai dari program ini adalah membudayakan hidup bersih warga, mengubah pola hidup lama yang kurang memerhatikan kesehatan, dan belajar bersama tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi orang dewasa maupun anak-anak.

Gerakan STBM ini mempunyai lima pilar kegiatan. Antara lain stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah dengan aman, serta pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman. Komponen dasar STBM mencakup perubahan perilaku, peningkatan akses sanitasi yang berkelanjutan, pengelolaan berbasis masyarakat yang berkelanjutan, serta dukungan institusi kepada masyarakat (enabling environment).

Pemberdayaan Peran SertaMasyarakat d alam STBM Oleh: Mulyadi, AMKL

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

Mendobrak Kampung KotoranKegiatan STBM di Puskesmas Kedaung Barat bermula dari diikutsertakannya Puskesmas Kedaung Barat untuk mengikuti pelatihan STBM yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dan IUWASH Indonesia. Pelatihan diadakan di Puskesmas Balaraja, Kabupaten Tangerang, selama lima hari. Pelatihan ini diikuti oleh 1 orang petugas kesling, 1 orang petugas promkes, 1 orang bidan desa, 3 orang kader desa dan 1 orang aparatur Desa Kedaung Barat. Tim ini belajar teori-teori tentang STBM, ditambah praktek lapangan mengenai pemicuan STBM di masyarakat. Hal ini menjadikan para petugas terlatih, terbiasa saat melakukan pemicuan di wilayah kerja Puskesmas Kedaung Barat.

Hasil dari pelatihan tersebut, tim bergerak cepat membentuk kader STBM Puskesmas Kedaung Barat, dan langsung menentukan lokasi yang akan dijadikan sasaran pemicuan STBM di Desa Kedaung Barat.

Page 36: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201438

Berdasarkan hasil Inspeksi Sanitasi dan survei lokasi, didapatkan lokasi Kampung Damprit sebagai lokasi pertama pemicuan STBM, dengan gambaran, dari 77 rumah yang ada, baru 5 rumah yang memiliki WC (6,4%).

Pada bulan Mei 2012, puskesmas membulatkan tekad untuk mendobrak kondisi tersebut melalui pemicuan STBM bertemakan Kampung Damprit Berubah. Pemicuan tersebut dihadiri 144 orang (mayoritas wanita sebanyak 65 orang, pria 24 orang dan anak-anak 55 orang). Dari hasil pemicuan tersebut, sebanyak 55 orang terpicu dan ingin mengubah kondisi sanitasi kampungnya yang selama ini terkenal dengan julukan Kampung Tai.

Setelah pemicuan, kemudian dilakukan pendampingan selama dua bulan. Beratnya masa pendampingan menghadapi suara-suara sumbang dari warga, membuat sebagian kader mundur. Pada bulan Juli, akhirnya terealisasi 1 KK yang secara swadaya membangun wc, dengan segala keterbatasan ekonominya. Salah satu warga ini memberanikan diri sebagai pelopor perubahan. Satu minggu kemudian, terbangun 1 WC septik. Harapannya, ini akan menjadi domino effect dan percontohan bagi warga-warga lain.

Perubahan dengan cepat terjadi, setelah pemicuan. Pada bulan Desember 2013, tim mendata dari 77 rumah yang ada, 62 rumah sudah memiliki jamban. Secara prosentase, sudah 80% rumah memiliki jamban dan stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Keberhasilan signifikan di Kampung Damprit ini, mendapat penghargaan dari Bupati

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

Tangerang, Ismet Iskandar, sebagai Kampung Stop BABS.

Kisah keberhasilan Kampung Damprit dalam STBM ini menjadi motivasi bagi tim untuk menggarap desa lain yang memiliki permasalahan sama. Pelaksanaan kegiatan diawali dari sosialisasi tingkat desa yang dihadiri oleh seluruh ketua RT dan RW, tokoh masyarakat, aparatur desa, serta Kasi Kesos Kecamatan Sepatan Timur. Pelaksanaan kegiatan selanjutnya diadakan di Kampung Tempe, Desa Jatimulya. Data yang terhimpun di desa ini, dari 111

rumah yang ada, baru 18 rumah memiliki jamban (16%).

Setelah dilakukan pelatihan STBM bagi kader-kader Kampung Tempe Desa Jatimulya selama tiga hari di Puskesmas Kedaung Barat, peserta diajak untuk melihat perubahan positif hasil STBM di lokasi Kampung Damprit.

Perubahan kampung Damprit menjadi magnit pembangkit bagi masyarakat Kampung Tempe. Jika kampung Damprit yang terkenal paling jorok pun bisa berubah, Kampung Tempe

72

5

KK TIDAK MEMILIKI JAMBAN

KK MEMILIKI JAMBAN

62

15

KK TIDAK MEMILIKI JAMBAN

KK MEMILIKI JAMBAN

Kondisi akses jamban sebelum pemicuan

Kampung Damprit Desa Kedaung Barat, Mei 2012.

Kondisi akses jamban setelah pemicuan

Kampung Damprit Desa Kedaung Barat, Mei 2012.

HASIL KEGIATAN STBM DESA KEDAUNG BARATTAHUN 2012

Mulyadi (bertopi) tengah menjelaskan program kredit jamban di tengah warga desa.

Page 37: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 39

pun tentu bisa. Masyarakat pun bergerak. Setelah proses pemicuan dan pendampingan yang panjang, pada tahun 2013, sudah 90 rumah memiliki jamban. Secara prosentase, 81% memiliki akses jamban dan stop BABS. Keberhasilan di Kampung Tempe, selain dipengaruhi harmonisasi program dari Dinas Kesehatan, juga didukung oleh bantuan donatur yang tertarik membantu dan berkontribusi untuk pencapaian hasil STBM di Kampung Tempe Desa Jatimulya.

Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)Perubahan yang terjadi di Kampung Damprit Desa Kedaung Barat dan Kampung Tempe dapat terjadi melalui usaha gigih dari kader-kader STBM yang melakukan berbagai improvisasi untuk bisa membawa perubahan. Salah satu caranya, yaitu melalui kredit kepemilikan jamban, yang sampai saat ini masih terus berjalan.

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

Melihat semangat perubahan yang dimiliki kader-kader STBM , maka di bulan November 2013, petugas kesling memberanikan diri untuk memelopori dan mendorong kader-kader untuk membentuk suatu wadah resmi kemandirian dan pemberdayaan masyarakat berupa Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang fokus pada usaha-usaha sanitasi dan kesehatan di wilayah Puskesmas Kedaung Barat, Kecamatan Sepatan Timur.

KSM ini diberi nama Usaha Sehat Gemilang (KSM USG), beranggotakan kader-kader yang telah dilatih STBM dan sudah mengikuti proses pemicuan dan pendampingan STBM di wilayah kerja Puskesmas Kedaung Barat.

Langkah awal KSM dimulai dengan melakukan pemicuan di Desa Tanah Merah. Di lokasi tersebut, KSM USG dibantu oleh IUWASH, membangun dua jamban septik dengan metode cetak septictank dengan pembiayaan kredit jamban.

Selain di Tanah Merah, program ini juga berjalan di Rajeg Simpati Desa Kedaung Barat. Di Rajeg Simpati ini, beberapa keluarga KSM USG, bersama IUWASH, juga membangun jamban pribadi dengan septic saniter, tanpa menggunakan metode cetakan. Semua dibiayai dengan kredit jamban. Ide brilian ini kemudian diikuti para tetangga, yang terpicu untuk membangun septictank dengan dana swadaya.

Pada pertengahan tahun 2013, KSM USG ini juga diikutsertakan oleh Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, dalam pertemuan dan

KK TIDAK MEMILIKI JAMBAN

KK MEMILIKI JAMBAN

KK TIDAK MEMILIKI JAMBAN

KK MEMILIKI JAMBAN

18

93

21

90

HASIL KEGIATAN STBM DESA JATIMULYATAHUN 2013

Kondisi akses jamban sebelum pemicuan

Desa Jatimulya, 2013.

Kondisi akses jamban setelah pemicuan

.Desa Jatimulya, 2013

edisi 2 | 2014 39

Warga desa di Kabupaten Tangerang mulai sadar untuk membangun fasilitas MCK.

Page 38: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201440

pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, bertemakan “Kemandirian Usaha Sanitasi”, selama tiga hari, di Kota Serang. Sampai saat ini, sudah lebih dari 160 rumah yang sudah memiliki jamban dengan sistem kredit dan pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku usaha sanitasi. Pada bulan Desember 2013, KSM Usaha Sehat Gemilang juga mendapatkan piagam perhargaan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, atas peran aktifnya dalam upaya pemberdayaan masyarakat bidang sanitasi di Kabupaten Tangerang

Pada bulan Desember 2013, tim mendapat berita gembira, bahwa KSM USG mendapat bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Jawa Barat (BJB) sebesar 75 juta rupiah sebagai bantuan dalam meningkatkan upaya sanitasi bagi masyarakat di wilayah Sepatan Timur. Penandatangan MOU bantuan

tersebut dilakukan di Fame Hotel Serpong dihadiri oleh Bapak Bupati Ahmad Zaki Iskandar dan Bapak Iskandar Mirsad, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang.

Dampak Positif Program STBM Setelah program STBM berjalan, tim dan KSM melakukan wawancara dan testimoni kepada masyarakat, terutama ibu-ibu yang telah memiliki jamban. Mereka mengungkap, tidak disangka-sangka bisa memiliki jamban sendiri. Selain perasaan bebas dari rasa malu dan bersalah, juga nyata terasa, memiliki jamban membuat anggota keluarganya tidak mudah sakit. Masyarakat sudah mulai malu untuk BABS.

Mereka mengakui, yang sebelumnya harus bolak balik ke puskesmas karena sakit perut, diare, serta penyakit kulit gatal, kini sirna. Semua berkat tidak BABS. Ditambah lagi, pilar kedua STBM yaitu, dengan selalu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), mulai

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

jarang merasakan sakit. Aktifitas keseharian seperti berdagang sayur keliling, buka warung, dan mencuci baju, dapat dilakukan.Dengan adanya gerakan ini, perubahan positif dapat diperoleh dari hasil inspeksi sanitasi lingkungan di wilayah Kecamatan Sepatan Timur pada tahun 2013. Dari 6.242 rumah yang didata, terdapat 89,8% rumah yang memenuhi kriteria sehat. Keluarga dengan kepemilikan sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga, tempat sampah, dan pengelolaan air limbah. Dari 6.242 KK yang diperiksa, sebanyak 91, 4% (5.604 KK) memiliki jamban sehat, 92,5% (5.695 KK) memiliki tempat sampah, dan 92, 4% (5.704 KK) memiliki saluran pembuangan air limbah yang aman. Data tersebut termasuk perubahan yang terjadi di Kampung Damprit, Rajeg Simpati, Utan Jati, Kampung Tempe, dan Tanah Merah, sebagai wilayah binaan STBM Puskesmas Kedaung Barat.

PEMICUAN - Akses Jamban Sederhana

INOVASI- Pemberian Stimulan dan Kredit Mikro

- Pengembangan Jamban Permanen

- Pengembangan Layanan Kredit

PENGEMBANGAN- Pembentukan KSM Usaha Sehat Gemilang

- Perluasan Layanan (Replikasi KSM )

- Peningkatan Kapasitas KSM

- Penggalangan Modal Bergulir (CSR)

PROSES PEMBELAJARANKEMANDIRIAN MASYARAKAT

PEMICUANSEBAGAI“WAJIB”

PENDAMPINGAN/MOTIVASI

PEMBERIANKREDIT

KERJASAMADAN

PENGGALANGANMODAL

PENGEMBANGANDAN

EKSPANSI

edisi 2 | 201440

Page 39: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 41

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

Inovasi KegiatanDalam upaya menjalankan program pemberdayan masyarakat ini, kami telah menempuh inovasi-inovasi. Antara lain ; (a) Melakukan kerja sama dengan PNPM untuk dapat memberikan bantuan kredit pembangunan jamban sehat kepada masyarakat. (b) Membuat spanduk-spanduk berisi ajakan kesehatan dan promosi usaha kredit jamban sehat yang dirintis oleh KSM USG. (c) Memberikan gambaran betapa ringannya harga pembuatan jamban sehat kepada

masyarakat di setiap

pendampingan STBM. Kredit ini dibayarkan

dengan harga termurah sesuai jumlah orang yang ada di dalam rumah dibandingkan dengan biaya per orang di rumah tersebut jika harus pergi dan membayar ke MCK umum. (d) Menggunakan sumber daya yang ada di masyarakat. Dalam hal ini banyak warga miskin yang terpicu dan ingin stop BABS karena malu dan takut sakit, tetapi tidak mempunyai kemampuan keuangan. Maka, kami memberikan pengetahuan bahwa dengan alat sederhana seperti drum plastik dan bambu dapat

digunakan untuk pembuatan jamban. (e) Melakukan

pendekatan kepada tokoh agama dan takmir masjid agar senantiasa memberikan himbauan tentang kesehatan kepada jamaah di saat pengajian atau kegiatan majlis ta’lim masyarakat.

Dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat

melalui program STBM ini, selain banyak hambatan, kami

juga mendapatkan peluang-peluang yang akan mendukung kesuksesan kegiataan ini. Antara lain; kerja sama dengan program PNPM untuk program Kredit WC; Dukungan dari kecamatan dalam forum Musrenbang tahun 2014; Adanya kerja sama dengan BPR lokal yang terjun dalam usaha kredit mikro kepemilikan jamban sehat dan difasilitasi oleh IUWASH; Dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, khususnya dari Bapak Bupati yang memasukkan STBM ke dalam program percepatan pembvangunan kesehatan di wilayah Kabupaten Tangerang; Dukungan swasta baik CSR maupun donator-donatur yang ingin membantu setelah melihat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat melalui program STBM ini.

PROSES PEMBELAJARANKEMANDIRIAN MASYARAKAT

PEMICUANSEBAGAI“WAJIB”

PENDAMPINGAN/MOTIVASI

PEMBERIANKREDIT

KERJASAMADAN

PENGGALANGANMODAL

PENGEMBANGANDAN

EKSPANSI

edisi 2 | 2014 41

Page 40: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201442

Untuk melanjutkan pelaksanaan kegiataan ini dan melihat besarnya peluang usaha dalam bidang sanitasi, kami sebagai petugas dan KSM USG menetapkan beberapa rencana kerja yang akan selalu kami jalankan.

Pertama, melihat antusiasme kader-kader kesehatan Desa Kampung Kelor dan Desa Pondok Kelor, maka kami merencanakan akan mereplikasi kegiatan KSM USG. Tujuannya, membentuk KSM baru yang bergerak dalam bidang sanitasi dan kesehatan dengan wilayah kerja Desa Kampung Kelor, Desa Pondok Kelor, dan Desa Gempol Sari.

Kedua, KSM USG akan fokus pada usaha sanitasi di wilayah Desa Kedaung Barat, Desa Jatimulya, Desa Tanah Merah, Desa Lebak Wangi, dan Desa Sangiang.

Ketiga, menyediakan kendaraan operasional berupa motor VIAR untuk pelaksanaan operasional, kendaraan ini dibutuhkan untuk membawa peralatan kerja, baik cetakan septic tank saniter dan perlengkapan kerja tukang.

Keempat, membuat sunblind atau spanduk-spanduk yang berisi ajakan dan promosi untuk

mengubah kebiasaan BABS masyarakat yang akan dipasang di instansi pemerintah seperti kantor kecamatan, UPT Pendidikan, puskesmas, dan kantor-kantor desa yang ada di wilayah Sepatan Timur.

Kelima, membuka informasi tentang kiprah dan perjuangan KSM Usaha Sehat Gemilang (USG) kepada pihak swasta yang peduli pada program kelestarian dan kesehatan lingkungan. (CSR program).

Saran dan KesimpulanDalam pelaksanaan kegiatan program STBM ini, fase pemberdayaan masyarakat adalah suatu bentuk partisipasi yang konkrit, sebagai penggerak perubahan yang berjalan terus menerus di masyarakat. Kewajiban kita bersama untuk memberikan bimbingan dan motivasi agar KSM Usaha Sehat Gemilang selalu bisa berkontribusi dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kepemilikan akses sanitasi yang sehat.

Kegiatan STBM merupakan perjalanan panjang perubahan sanitasi yang dibutuhkan kesabaran dan keuletan semua pihak. Dukungan lintas sektor membawa dampak yang sangat besar dalam pencapaian pilar-pilar program STBM di wilayah kecamatan Sepatan Timur.

Ternyata masyarakat mampu dan mau mengubah perilakunya. Hal ini terlihat dari jumlah 160 KK yang telah terpicu dan berubah. Program ini juga telah meningkatkan akses masyarakat ke jamban dan stop BABS sebesar 1.98%. Memang masih kecil dibanding jumlah KK yang belum akses ke jamban yang berjumlah 8.076 KK. Dengan segala upaya dan kendala yang kami hadapi, marilah kita bekerja sama dengan komitmen meningkatkan perubahan kecil ini menjadi perubahan yang besar di masa yang akan datang.[]

inovasi Pemberdayaan Masyarakat

edisi 2 | 201442

VISI DAN MISI PROGRAM STBMPUSKESMAS KEDAUNG BARAT

Page 41: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 43

DewanPerwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tenaga

Kesehatan (RUU Nakes) dan RUU tentang Keperawatan. Pengesahan kedua RUU menjadi Undang-Undang (UU) tentang Nakes dan UU tentang Keperawatan dilaksanakan pada rapat paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, Kamis, 25 September 2014.

Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning menjelaskan, pembahasan RUU Nakes dilakukan secara simultan dengan pembahasan RUU Keperawatan. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing RUU yang saling berkaitan tersebut tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Sebagai RUU yang bersifat lex spesialis dari UU Nakes, maka RUU Keperawatan memuat ketentuan yang lebih terperinci khusus bagi kelompok tenaga kesehatan keperawatan, termasuk juga ketentuan mengenai jenis perawat, pendidikan tinggi keperawatan, dan praktik keperawatan.

Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Amir

Syamsuddin, mewakili pemerintah, dalam sambutannya atas disahkannya UU Keperawatan, perawat yang kompeten dihasilkan dari pendidikan tinggi yang bermutu dan berstandard, sehingga dalam praktik keperawatan dapat selalu memberikan pelayanan keperawatan yang aman dan berkualitas. Penyelenggaraan praktik keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab dan akuntabel.

Lebih jauh, Amir mengatakan, Praktik keperawatan menjadi bagian praktik pelayanan kesehatan, sehingga peran perawat tidak bisa dipisahkan oleh tenaga kesehatan lain dan harus bekerja secara tim agar dapat memberikan pelayanan yang optimal. Karena itu, dibutuhkan aturan yang komprehensif yang dapat menjamin peningkatan pelayanan perawat.

Amir menambahkan, pemerintah berharap, UU Keperawatan dapat memberikan jaminan peningkatan mutu perawat dan pelayanan keperawatan serta perlindungan hukum kepada perawat dalam penyelenggaraan keperawatan.

“Semoga UU yang mengatur praktik keperawatan secara komprehensif ini dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat maupun masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan, sehingga terwujud jaminan peningkatan mutu penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sebagaimana diamanatkan UUD 1945,” katanya.

Sementara itu, dengan lahirnya UU Nakes, Amir pun berharap tenaga kesehatan di Indonesia dapat memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun penyebarannya. Sehingga, kualitas pelayanan kesehatan dapat berkembang menuju ke arah yang lebih baik.

Menurut Amir, penyelenggaraan kesehatan oleh tenaga kesehatan harus didukung oleh pemerintah serta organisasi profesi sehingga dapat berjalan terarah, terpadu, dan berkesinambungan serta memenuhi hak dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, dibutuhkan peraturan yang komprehensif bagi tenaga kesehatan.

(Dari berbagai sumber)

RUU Tenaga Kesehatan danRUU Keperawatan Disahkan DPR

edisi 2 | 2014 43

aktual

Page 42: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201444

Begitu santernya pembahasan bahaya Ebola di media massa, ternyata tak terlalu membuat

resah Tolhah, jamaah haji asal Kulonprogo, Yogyakarta, yang berangkat ke tanah suci pada pertengahan September lalu. Dari agen travel haji yang mengurus keberangkatan Tolhah, tak ada

aktual

Pencegahan Eboladengan Sensor Moderndan Pengetatan Visa

pemberitahuan untuk mewaspadai Ebola. “Justru kami diminta waspada dengan penyakit flu yang dapat muncul saat kondisi lemah,” ujar Tolhah, pada pertengahan September lalu.

Tolhah mengatakan, ia telah diberi Vaksin meningitis, karena memang sudah menjadi ketentuan dan persyaratan naik haji. Bersama

264 rekan kelompok jamaah lain, Tolhah berangkat ke tanah suci dan memasrahkan kondisi kesehatannya kepada dokter pendamping haji.

Dokter Zainal Muttaqin yang menjadi pendamping para jamaah haji ini mengatakan, Ebola memang tak dibahas secara spesifik. Tapi, upaya pencegahannya tetap

Sensor untuk mendeteksi virus di bandara udara sebagai antisipasi virus Ebola

Page 43: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 45

aktual

dilakukan oleh tim kesehatan. Pihaknya juga mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh dan asupan vitamin. “Pemerintah Arab Saudi sudah menyiapkan sterilisasi yang ketat. Jadi, kita tak terlalu resah,” kata Zainal.

Kepada jamaah haji yang dibimbingnya, Zainal cenderung menekankan perlindungan aspek kejiwaan jamaah dan menjaga pola makan dengan mengonsumsi makanan bergizi. Zainal yakin, pada jiwa yang tenang bisa mendatangkan kesehatan. Menurut Zainal, Pemerintah Daerah telah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kulonprogo, terkait antisipasi Ebola di kalangan jamaah haji. “Upaya pemerintah daerah lebih bersifat preventif,” jelasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo dr. Bambang Haryatno, M.Kes mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)

Kulonprogo berkoordinasi dengan penyelenggara ibadah haji di Kulonprogo untuk mengantisipasi virus Ebola. Sebagai upaya pencegahan, menurut Bambang, jamaah haji diminta meningkatkan stamina, sehingga sulit tertular virus yang potensial dibawa sesama jamaah haji dari negara lain (terutama Nigeria, Liberia, Guinea, Sierra Leone, dan lain-lain yang diindikasikan sumber potensial virus Ebola).

Bambang Haryatno menambahkan, jamaah juga diberi pemahaman mengenai proses menularnya virus Ebola, yaitu melalui darah, cairan, dan air liur. Sehingga, ia menyarankan setiap anggota jamaah haji mengurangi kontak langsung dengan orang asing, lebih-lebih dengan orang yang berasal dari negara asal munculnya virus Ebola. “Jamaah harus lebih berhati-hati, kalau perlu melindungi diri dengan masker,” katanya.

edisi 2 | 2014 45

Antisipasi dengan Pemberian Kuesioner dan Sensor Kewaspadaan terhadap Ebola juga disinyalir oleh Pemerintah Daerah Jawa Tengah. Hal itu diamini oleh Evi Setyowati Pertiwi, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Jawa Tengah. Tanggung jawabnya dalam mengendalikan penyakit, membuat Evi berupaya melakukan sosialisasi masyarakat perlu mewaspadai, tapi masyarakat tidak perlu panik. Sebab, di Indonesia, belum ada kasus yang positif. Yang ada baru terindikasi.

Evi menambahkan, pemerintah Arab Saudi telah mengantisipasi Ebola dengan deteksi dini. Caranya, pemerintah Saudi memberikan kuesioner kepada calon jamaah haji untuk mendeteksi riwayat kontak, terutama dengan warga negara Nigeria, Liberia, dan negara-negara potensial Ebola lainnya. Pemerintah Arab juga berupaya menangkal jamaah haji dari negara-negara tersebut.

Seorang perempuan diduga terinfeksi virus Ebola sedang diperiksa suhu tubuhnya (Foto: Carl De Souza AFP / Getty Images)

Jamaah haji / AFP PHOTO

Ebola

Page 44: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201446

Total kumulatif kasus global per tanggal 01 Agustus 2014, 1603 kasus, dengan 887 kematian,CFR 55,33%, dengan sebaran sbb:

a. Guinea: 485 Kasus (340 kasus konfirmasi, 133 kasus probable, dan 12 kasus suspek) termasuk 358 kematian dengan CFR 73,81%.

b. Liberia: 468 kasus (129 kasus konfirmasi, 234 kasus probable, dan 105 kasus suspek) termasuk 255 kematian dengan CFR 54,49%.

c. Sierra Leone: 646 kasus (540 kasus konfirmasi, 46 kasus probable dan 60 kasus suspek) termasuk 273 kematian dengan CFR 42,26%.

d. Nigeria: 4 kasus (3 kasus probable dan 1 kasus suspek) termasuk 1 kematian dengan CFR 25%.

Selama tanggal 31 Juli – 01 Agustus 2014 terapat 163 kasus baru dengan 61 kematian, adapun sebarannya sebagai berikut:a. Guinea: 13 kasus baru, 12 kematian dengan CFR 92,31%b. Liberia: 77 kasus baru, 28 kematian dengan CFR 36,36 %c. Sierra Leone: 72 kasus baru, 21 kematian CFR 29,17%d. Nigeria: 2 kasus baru probable (1 kasus adalah tenaga kesehatan di Rumah Sakit

dan 1 kasus adalah orang Nigeria yang berkunjung ke Guinea), dan 1 kasus suspek adalah perawat, tidak ada kematian.

Menurut Evi, Pemerintah Kota Surakarta telah memberikan semacam leaflet atau brosur singkat untuk menjelaskan masalah Ebola bagi kalangan jamaah haji. Selain itu, Pemkot Surakarta juga hanya menyerukan imbauan supaya jamaah haji tidak terinfeksi virus Ebola. Ikhtiarnya antara lain menjaga stamina untuk pertahanan tubuh, jangan banyak kontak dengan jamaah asing. “Kita imbau kepada jamaah haji untuk menghindari kerumunan orang. Sebelum wukuf, jaga tubuh dan jangan diforsir karena kalau drop tak bisa mengikuti rangkaian ibadah lainnya,” kata Evi.

Sedangkan Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Kampung Lio, Depok, Jawa Barat, Habib Idrus Alghadri, mengatakan, jamaah haji Indonesia tidak perlu mengawatirkan virus Ebola, karena Bandara King Abdul Aziz, Arab Saudi telah memiliki sensor modern bila seseorang yang masuk terkena virus tersebut.

Tak Ada Visa Bagi Jamaah Haji dari Negara Terjangkit EbolaDalam penanggulangan virus Ebola, Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Slamet, MPH, mengatakan, pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk mencegah Ebola masuk ke Indonesia. Langkah yang tepat

adalah dengan peningkatan kegiatan

pemantauan di pintu masuk

negara.

Langkah pertama, adalah penguatan surveilans

aktual

epidemiologi di wilayah.

Langkah kedua, yaitu pemberitahuan ke dinas kesehatan (provinsi, kabupaten/kota) dan rumah sakit tentang kesiapsiagaan menghadapi penyakit virus Ebola, disampaikan secara berkala sesuai perkembangan.

Ketiga, meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor, dikoordinasi oleh Kemenko Kesra, yang meliputi Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, dan lain-lain.

Keempat, meningkatkan komunikasi internasional melalui World Health Organization (WHO), serta jejaring regional dan global lain.

Dari Berbagai Sumber

edisi 2 | 201446

Ebola

Page 45: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 47

Kelima, komunikasi risiko dan promosi kesehatan kepada masyarakat secara berkala melalui media (leaflet, banner, website, dan lain-lain).

Keenam, menyiapkan laboratorium rujukan yaitu Balitbangkes, termasuk penyediaan reagen dan alat diagnostik.

Ketujuh, menyiapkan Rumah Sakit (RS) rujukan, sesuai Rumah Sakit (RS) rujukan flu burung.

Secara umum, menurut Slamet, seluruh masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan, menyiapkan sumberdaya, melakukan kordinasi, menyiapkan fasilitas, memberdayakan masyarakat, menjalin hubungan

aktual

jejaring kerja lokal, nasional, dan internasional.

Khusus dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji, disiapkan pelayanan kesehatan haji di seluruh embarkasi/debarkasi haji dan memberikan pembekalan kepada seluruh petugas kesehatan haji dalam menghadapi penyakit virus Ebola. Juga disediakan leaflet tentang pencegahan Ebola. TKHI yang mendampingi juga sudah diberi pembekalan kesehatan.

Sebagai informasi bahwa Pemerintah Saudi Arabia telah melakukan langkah pencegahan dan tetap mempersiapkan layanan umrah dan haji seperti biasa. Pemerintah Saudi Arabia tidak mengeluarkan visa bagi calon jamaah haji yang berasal dari negara yang sedang terjangkit Ebola.[]

Ebola

Page 46: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201448

agenda Jadwal HKN ke-50

ERA 1950Ratusan riburakyat Indonesiameninggal akibatMalaria yangmenjangkitiIndonesia.

1959Dibentuk dinasPembasmianMalaria

12 November 1959Peristiwapenyemprotannyamuk malariasimbolis olehPresiden Soekarnodi desa Kalasan,Yogjakarta.

Pembasmian malariadengan obat DTT dandisemprotkan ditiap rumah di Jawa,Bali, Lampung.

1963Dibentuk KomandoOperasi PembasmianMalaria (KOPEM).

12 November 1964Hari KesehatanNasional Pertama,momentumpendidikan danpenyuluh kesehatan

PELITA 1:1969 - 1974Keberhasilanpencacarandengan vaksinkering olehProf.dr. Sardjito.

PELITA 3:1978- 1983Keberhasilan ProgramKB dengan akseptormencapai 12,8 juta.

Era PembangunanKesehatan MasyarakatDesa (PKMD),Posyandu danPenyuluhan Kesehatan

1993:Produsen Rokokharus mencantumkantulisan bahaya merokokdi kemasan produknya

Menentangstigma dandiskriminasiterhadap ODHA

memperkenalkanOBAT GENERIK

1995:Pekan ImunisasiNasional suksesmembebaskan anakIndonesia dari Polio1998 - 2009:

Paradigma Sehat,bagaimana sehatmental, fisik, spirituallingkungan dan faktorpendukung. Masyarakatmampu mencegahpenyakit danberperilkau sehat.

2010 - 2014:Pembangunan kesehatansejalan dengan KabinetIndonesia Bersatu.“Mewujudkan MasyarakatMandiri dan Berkedaulatan.”

2012:PP. No.109 tentangPengamanan Bahan yangmengandung Zat Adiktifberupa Produk Tembakaubagi Kesehatan.

2012:PP. No.33 tentangdukunganibu memberikanASI Eksklusif6 bulan danditeruskanhingga 2 tahundengan makanantambahan.

2014:JaminanKesehatanNasional bagiseluruh rakyat Indonesia bertahap.

2014:PP. No.61 tentang dukunganterhadap kesehatanreproduksi perempuan.

2014:UU. No.18 tentangKesehatan Jiwa

2014:Era Kabinet Jokowi- JK. Mengalokasikandana sekurangnya 5% dari anggarannegara untuk menurunkan AngkaKematian Ibu, Angka Kematian Bayidan Balita, pengendalian HIV dan AIDS,penyakit menular dan penyakit kronis.

50 tahun50 tahunHARI KESEHATAN NASIONALHARI KESEHATAN NASIONAL

Pengambil keputusan/stakeholder/pemerintah daerahPetugas Kesehatan

Masyarakat UmumPenggiat dunia maya

Organisasi Masyarakat dan Dunia Usaha

BAGIPARA:

Sehat BangsakuSehat Negeriku

Sehat BangsakuSehat Negeriku

KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA

2014:Indonesia mendapatsertifikat Bebas Poliodari WHO

Gizi masyarakatditingkatkan melaluiprogram GAKI Iodium,Tablet tambah darah,kapsul vit A danEnergi Protein

DUKUNGAN POLITIS

TEKNIS DAN

SUMBERDAYA

12 Nov 201450 tahun

Hari KesehatanNasional

MERAKYAT

SEMANGAT

PROMOTIF

PREVENTIF

SEDERHANA

BERMAKNA

Page 47: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 49

agenda Jadwal HKN ke-50

ERA 1950Ratusan riburakyat Indonesiameninggal akibatMalaria yangmenjangkitiIndonesia.

1959Dibentuk dinasPembasmianMalaria

12 November 1959Peristiwapenyemprotannyamuk malariasimbolis olehPresiden Soekarnodi desa Kalasan,Yogjakarta.

Pembasmian malariadengan obat DTT dandisemprotkan ditiap rumah di Jawa,Bali, Lampung.

1963Dibentuk KomandoOperasi PembasmianMalaria (KOPEM).

12 November 1964Hari KesehatanNasional Pertama,momentumpendidikan danpenyuluh kesehatan

PELITA 1:1969 - 1974Keberhasilanpencacarandengan vaksinkering olehProf.dr. Sardjito.

PELITA 3:1978- 1983Keberhasilan ProgramKB dengan akseptormencapai 12,8 juta.

Era PembangunanKesehatan MasyarakatDesa (PKMD),Posyandu danPenyuluhan Kesehatan

1993:Produsen Rokokharus mencantumkantulisan bahaya merokokdi kemasan produknya

Menentangstigma dandiskriminasiterhadap ODHA

memperkenalkanOBAT GENERIK

1995:Pekan ImunisasiNasional suksesmembebaskan anakIndonesia dari Polio1998 - 2009:

Paradigma Sehat,bagaimana sehatmental, fisik, spirituallingkungan dan faktorpendukung. Masyarakatmampu mencegahpenyakit danberperilkau sehat.

2010 - 2014:Pembangunan kesehatansejalan dengan KabinetIndonesia Bersatu.“Mewujudkan MasyarakatMandiri dan Berkedaulatan.”

2012:PP. No.109 tentangPengamanan Bahan yangmengandung Zat Adiktifberupa Produk Tembakaubagi Kesehatan.

2012:PP. No.33 tentangdukunganibu memberikanASI Eksklusif6 bulan danditeruskanhingga 2 tahundengan makanantambahan.

2014:JaminanKesehatanNasional bagiseluruh rakyat Indonesia bertahap.

2014:PP. No.61 tentang dukunganterhadap kesehatanreproduksi perempuan.

2014:UU. No.18 tentangKesehatan Jiwa

2014:Era Kabinet Jokowi- JK. Mengalokasikandana sekurangnya 5% dari anggarannegara untuk menurunkan AngkaKematian Ibu, Angka Kematian Bayidan Balita, pengendalian HIV dan AIDS,penyakit menular dan penyakit kronis.

50 tahun50 tahunHARI KESEHATAN NASIONALHARI KESEHATAN NASIONAL

Pengambil keputusan/stakeholder/pemerintah daerahPetugas Kesehatan

Masyarakat UmumPenggiat dunia maya

Organisasi Masyarakat dan Dunia Usaha

BAGIPARA:

Sehat BangsakuSehat Negeriku

Sehat BangsakuSehat Negeriku

KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA

2014:Indonesia mendapatsertifikat Bebas Poliodari WHO

Gizi masyarakatditingkatkan melaluiprogram GAKI Iodium,Tablet tambah darah,kapsul vit A danEnergi Protein

DUKUNGAN POLITIS

TEKNIS DAN

SUMBERDAYA

12 Nov 201450 tahun

Hari KesehatanNasional

MERAKYAT

SEMANGAT

PROMOTIF

PREVENTIF

SEDERHANA

BERMAKNA

Page 48: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201450

Tinggal di desa yang jauh dari Jakarta, yaitu di pedalaman Kalimantan, belum tentu

masyarakat desanya tertinggal soal kesehatan. Tengok saja Desa Bunga Putih, Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jajaran Puskesmas dan pemerintah desa ini giat melakukan sosialisasi Desa Sehat Mandiri.

aksi daerah

SemangatDesa Sehat Mandiridi Kutai Kartanegara

edisi 2 | 201450

Geliat gerakan desa sehat mandiri terus dilakukan oleh pemerintah kecamatan, puskesmas dan masyarakat, dengan semangat keinginan untuk menjadikan desa sebagai pusat gerakan pembangunan, termasuk bidang kesehatan. Makin meningkatnya kesadaran semua unsur pemerintah di berbagai lini dan kesadaran masyarakat membuat percepatan gerakan desa sehat mandiri semakin

menguat. Gerakan ini merupakan program Desa/Kelurahan Mandiri yang dicanangkan Bupati melalui Peraturan Bupati (Perbup) No. 74 Tahun 2013.

Pada pertengahan September 2014 lalu, desa ini baru saja meresmikan gedung baru Puskesmas Pembantu Bunga Putih. Acara peresmian ini dihadiri oleh seluruh unsur pemerintah desa , tokoh masyarakat, tokoh organisasi, kader masyarakat, jajaran puskesmas, serta Ritson (Camat Marang Kayu). Momen itu, dimanfaatkan oleh jajaran

Page 49: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 51

aksi daerah

puskesmas, bekerja sama dengan pemerintah desa melakukan kegiatan Sosialisasi Desa Sehat Mandiri. ‘’Saya berharap Desa Bunga Putih dapat menjadi rujukan desa sehat mandiri di antara desa- desa di wilayah Marang Kayu’’ ujar Ritson.

Menurut Camat Marang Kayu ini, desa Bunga Putih harus mendapat perlakuan khusus dari petugas kesehatan, baik dari puskesmas induk Marang Kayu, maupun bidan desa yang ada. Metodenya melalui pendampingan yang terus menerus sampai kemandirian kesehatan masyarakat desa terwujud. Pihak kecamatan akan selalu melakukan monitoring terhadap perkembangan desa Bunga Putih. Saat ini, Desa Bunga Putih dengan 12 RT mempunyai 1 posyandu dengan jumlah balita kurang lebih 160 jiwa, dan juga ada kelas ibu hamil. Harapan Ritson, akan ada pembentukan posyandu baru, agar lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, membentuk Posyandu Lansia, dan membentuk jejaring komunikasi kesehatan berbasis masyarakat.

Desa Bunga Putih mempunyai potensi besar menjadi Desa Sehat Mandiri mengingat desa ini mempunyai Standard Pelayanan Minimal (SPM) Kebidanan. Apalagi, faktor kebudayaan dimana Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir tidak boleh turun tanah dalam jangka waktu tertentu, masih merebak. Budaya untuk tidak mengutamakan ASI Eksklusif, dan menggantikannya dengan makanan pengganti ASI pada usia kurang dari 6 bulan, masih jamak dilakukan.

Dibawah kepimpinan Kepala Desa Suyono, Desa Bunga Putih telah

berubah dari desa terpencil, kini menjadi desa kualitas kesehatan yang sama dengan perkotaan. Berbagai pembangunan dari dunia pendidikan, sarana prasana pendidikan, infrastruktur akses jalan, drainase, bidang kesehatan, perumahan, hingga pengembangan tempat ibadah, serta melakukan pembinaan dengan rutin. Kepala desa pun kerap mengadakan program seperti jalan santai.

Selain di Desa Bunga Putih, Program Desa Sehat Mandiri juga menunjukkan hasil di wilayah Puskesmas Sambodja. Dari 8 kelurahan di wilayah Puskesmas Samboja, semua sudah terbentuk Forum Kelurahan Sehat Mandiri dan penguatan indikator pendukungnya. Indikator itu antara lain mudahnya masyarakat mendapat akses pelayanan kesehatan baik melalui

poskesdes, polindes atau pustu, adanya kader sehat mandiri aktif, posyandu dan UKBM lainnya, dukungan lembaga masyarakat, dukungan pembiayaan dari pemerintah maupun masyarakat, serta peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Kelurahan Salok Api Laut, misalnya, membentuk Forum Kelurahan sehat mandiri dan menyediakan sekretariat Kelurahan Sehat Mandiri. Sesuai dengan fungsinya, sekretariat Desa Sehat Mandiri merupakan pusat data dan informasi program kesehatan desa /kelurahan yang utamanya berkaitan dengan program KIA. Gizi

dan kesehatan lingkungan pun harus ada ditampilkan. Tenaga bidan dan perawat di kelurahan Salok Api Laut melayani kesehatan masyarakat setiap saat dan memotivasi masyarakat dalam menguatkan UKBM. Antara lain penguatan Posyandu balita, Posyandu Lansia, jejaring komunikasi Kesehatan berbasis masyarakat, Ambulance desa/kelurahan, kelas ibu hamil, dan donor darah berjalan.

Pembiayaan gerakan sehat mandiri diperoleh dari berbagai sumber. Antara lain dari pemerintah, kelurahan, usaha masyarakat dari penambangan pasir (Uang Pasir), dan dana sehat. Prestasi-prestasi yang diperoleh kelurahan ini cukup banyak. Antara lain posyandu terbaik pada lomba posyandu, kader terbaik pada saat lomba kader, dan sebagainya.[]

Kalimantan Timur

Capaian SPM KebidananDesa Bunga Putih 2013

Cakupan Sasaran Cakupan

29 29 100

6 6

100

32 27 118,5

25 26 96,2

4 4

100

26

26

100

102 113 90,2

%

224 251 89.2

Indikator SPM

Kunjungan Ibu hamil K4

Komplikasi

kebidanan yang ditangani

Pertolongan

Persalinan oleh

tenaga kesehatan

yang mempunyai

kompetensi Pelayanan Nifas

Neonatus dengan

komplikasi yang ditangani

Kunjungan bayi

Pelayanan anak

balita

Peserta KB Aktif

Page 50: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201452

aksi daerah Sulawesi Tengah

SEBAGAI PENGENDALIAN MA LARIA DI SULAWESI TENGAH

MMalaria masih merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di Provinsi Sulawesi Tengah. Pada September yang

lalu, Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan Moh. Arif Latjuba, SE, M.Si membuka Rakor Lintas Sektor Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Untuk Pengendalian Malaria Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014, Senin (8/9), di Hotel Jazz. Rakor diselenggarakan UPT Promosi Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan diikuti sebanyak 40 orang peserta yang berasal dari badan/dinas teknis yang terkait dengan program-program pengendalian malaria.

Menurut Kepala UPT Promkes Alfina Deu, SKM, M.Si penyakit malaria masih merupakan penyakit pembunuh nomor 1 di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Ini disebabkan oleh penularan malaria lewat gigitan nyamuk anopheles, perubahan lingkungan yang ekstrim, perilaku hidup masyarakat yang tidak sehat, dan sebagainya . “Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah penguatan komitmen lintas sektor dalam rangka memerangi penyakit malaria guna mewujudkan visi Sulawesi Tengah bebas malaria Tahun 2020.” Kata Alfina.

Di Kota Palu, berdasarkan angka data Malaria Klinis selama setahun per seribu penduduk (AMI= Annual Malaria Incidence) menunjukkan angka penurunan

sejak sepuluh ahun lalu, yaitu pada 2001 sebanyak 10,14%, 2002 sebanyak 9,72%, 2003 sebanyak 6,77% dan 2004 sebanyak 4,25%, namun Malaria masih tinggi di kabupaten tertentu.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Feby Bantoyot, Sarah Maria Warouw, Johnny Rompis dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi antara Januari 2011 hingga Desember 2013. Dari hasil penelitian, didapatkan sampel 75 anak dengan distribusi jenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan, golongan umur 1-4 tahun nilai Hb rendah, dan status gizi mal nutrisi sedang, paling banyak ditemukan.

POS MALARIA DESA

Page 51: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 53

aksi daerah Sulawesi Tengah

SEBAGAI PENGENDALIAN MA LARIA DI SULAWESI TENGAH

Di Propinsi Sulawesi Tengah, insiden malaria pada 2011 sebesar 3,08 %. Insiden malaria di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 3,08 % pada 2011 yang merupakan terbanyak ke 5 setelah Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Pada 2008, insiden malaria tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah terdapat di Kabupaten Buol, Donggala dan Banggai.

Guna menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria, dibutuhkan upaya pencegahan melalui peningkatan kesadaran masyarakat dengan membuka akses seluas–luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan di pusat–pusat kesehatan masyarakat di tingkat desa yang secara bersama–sama melakukan control

terhadap vector. Di antaranya adalah mendirikan Pos Malaria Desa (Posmaldes) yang merupakan kegiatan dari masyarakat untuk masyarakat. Pemberantasan Malaria di propinsi ini melibatkan organisasi keagamaan seperti NU dan Muhamadyah.

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera, dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi Protozoa dari genus plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil), serta demam berkepanjangan. Malaria memiliki 4 jenis plasmodium, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil, dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik.[]

edisi 2 | 2014 53

Page 52: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201454

MMasyarakat Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

tentu merasa sangat beruntung dipimpin seorang bupati yang berlatar belakang profesi dokter. Bupati itu,dr H Hasto Wardoyo, Sp OG (50), bertekad merealisasikan visinya untuk menjadikan wilayah kabupatennya sebagai Kulonprogo Sehat. Hal itu kiranya tidaklah sulit. Karena, hidup untuk melayani dan mengabdi sudah biasa dilakukan Hasto Wardoyo sebagai dokter. Maka, dengan menjadi seorang bupati, pengabdian dan pelayanan

tersebut dapat lebih optimal lagi dilakukannya.

“Sebagai bupati, saya memaknainya sebagai bentuk lebih luas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Saya syukuri ini karena banyak teman, sahabat, yang menambah banyak pengetahuan untuk saya,” katanya kepada Interaksi yang berkunjung ke Rumah Dinas Bupati Kulonprogo, belum lama ini.

Sedari kanak-kanak, Hasto tidak bercita-cita menjadi bupati. Ia juga tidak menyangka karier dan

profesi

hidupnya akan masuk dunia politik. Posisi dan kariernya pada 2010 adalah sebagai Kepala Instansi Kesehatan Reproduksi dan Bayi Tabung RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Terakhir, ia juga menjabat Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Namun, hanya dalam waktu empat bulan, setelah mendapat amanah dari masyarakat, Hasto akhirnya memutuskan bersedia ikut dalam proses politik untuk periode 2011-2016 dan terpilih sebagai Bupati Kulonprogo.

dr. Hasto Wardoyo, Sp OG(K)

Bupatinya Dokter,Tak Ada Iklan Rokokdi Kulonprogo

Page 53: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 55

profesi

Advokasi Ibu Hamil, Berdayakan BidanPerspektif Hasto sebagai dokter atau yang berkompeten pada bidang kesehatan pun mewarnai kebijakan dan alur perhatiannya atas kondisi masyarakat dan daerah yang dipimpinnya. Salah satu program terkait spesialisasinya sebagai dokter kandungan adalah mengadvokasi ibu hamil dan memberdayakan bidan. Nama programnya, Gerakan Sayang Ibu (GSI) sebagai upaya penanggulangan kematian ibu dan bayi secara terpadu.

Tujuan GSI untuk menekan angka kematian ibu dengan upaya meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu hamil, melahirkan, nifas serta penurunan angka kematian bayi. Gerakan ini melibatkan bidan yang siap dipanggil selama 24 jam melakukan komunikasi SMS gateway, khususnya untuk menginformasikan ibu hamil berisiko karena sakit diabetes, tekanan darah tinggi serta penyakit lain yang harus diantisipasi. Informasi disampaikan melalui pesan berantai dari keluarga dan bidan yang bertugas di tiap-tiap dusun, di-forward ke SMS CallCenter pada posko masing-masing, untuk ditindaklanjuti dengan pendampingan serta memberikan bantuan dan penindakan pada saat melahirkan.

Selain itu, dari produk kebijakan populisnya, Hasto berorientasi

Selain itu, pemilik toko atau warung yang berada di jalan-jalan protokol atau jalan utama di wilayah Kabupaten Kulonprogo dilarang memasang reklame papan nama toko atau warung yang disponsori dari merk produk tembakau atau rokok.

Melalui kebijakan ini, Hasto menjadikan Kulonprogo satu-satunya kabupaten/kota di DIY yang telah mempunyai Perda KTR.Hasto juga terpaksa merelakan 10 % dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) hilang yang semestinya bisa diperoleh dari iklan rokok.

Hasto – yang lahir dan dibesarkan dari lingkungan keluarga mantan mandor hutan di Kokap, Kulonprogo yang miskin ini – mengedepankan masalah kesehatan dalam kebijakannya. Mengingat, kesehatan adalah hak paling dasar dalam hidup manusia. Karena itu, ia memberikan kemudahan dalam pelayanan berobat bagi masyarakat, antara lain mempermudah persyaratan berobat. Untuk mengakses jaminan

melindungi warganya yang belum mengenal rokok. Yakni, melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Mulai 22 April 2014, suami dari dr Hj Dwikisworo Setyowireni, SpA, ini melarang iklan dan sponsor rokok di seluruh wilayah Kulonprogo. Kebijakan tersebut disosialisasikan antara lain, melalui Surat Pemberitahuan kepada pemilik toko dan warung di Kulonprogo. Surat bernomor 053/393 itu berisi pemberitahuan perihal KTR serta himbauan pemerintah kepada masyarakat berperan serta dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat, serta adanya ketentuan pidana bagi yang melanggarnya.

Sedangkan larangan menjual rokok diatur dalam Perda Nomor 5 tahun 2014, Pasal 6 memuat larangan kepada setiap warga Kabupaten Kulonprogo menjual produk tembakau atau rokok kepada siswa atau anak di bawah usia 18 tahun, perempuan hamil, menjual rokok menggunakan mesin layanan mandiri atau secara swalayan.

Kepala Daerah

Salah satu sudut kawasan tanpa rokok di kota Wates, Kulonprogo

Page 54: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201456

kesehatan daerah, misalnya, masyarakat cukup menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga saja.

“Kami mengawali dari implementasi total coverage. Kita menciptakan layanan paling prima dengan mengurangi beban biaya bagi masyarakat.”

Langkah berikutnya adalah menambah rumah sakit. Selain di Kota Wates sudah dibangun RSUD Wates berikut perbaikan infrastruktur dan penambahan tenaga kesehatan, saat ini di Kecamatan Sentolo juga tengah dibangun rumah sakit. Direncanakan pada Desember 2014 sudah dapat dimanfaatkan untuk RSUD Sentolo. Kelak, RSUD Wates pun bisa naik kelas ke tipe A. Fasilitas Puskesmas pun diutamakan lebih memudahkan dan dekat pada masyarakat. Di tiga kecamatan, seperti Kokap, Girimulyo, dan Pengasih, dibangun dua unit Puskesmas agar lebih mudah diakses serta banyak menjangkau masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

“Puskesmas kita buat BLUD (Badan Layanan Umum Daerah –red). Puskesmas bisa menjadi unit bisnis mandiri yang bisa mengambil langkah cepat. Kita fokus bagaimana meningkatkan

kualitas dan kuantitas layanan kesehatan.Saya sendiri tak merasa ada yang krisis untuk masalah tenaga kesehatan.”

Terhitung sejak Maret 2014 pemerintah Kabupaten Kulonprogo telah menyiapkan sejumlah 21 Puskesmas dengan status BLUD. Peningkatan status tersebut bertujuan untuk mendekatkan masyarakat pada layanan kesehatan yang lebih lengkap dan juga mengurangi beban pada RSUD. Mengingat, Puskesmas BLUD dapat menangani pasien secara mandiri, tanpa harus dirujuk ke RSUD. Tentu saja diperlukan kesiapan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur pendukung berupa bangunan maupun peralatannya. Untuk Puskesmas yang melayani rawat inap, misalnya,

memerlukan sekurangnya tiga dokter dan 12 perawat serta beberapa tenaga administrasi dan pendukung lainnya.

Pihaknya, lanjut Hasto yang mengawali karier sebagai Kepala Puskesmas Kahala,Kabupaten Kutai,Kalimantan Timur pada 1990, tengah menyelesaikan pengembangan status 21 unit Puskesmas BLUD secara bertahap. Diawali dari enam Puskesmas yang bisa melaksanakan layanan rawat inap, yaitu Puskesmas Temon I, Girimulyo II, Sentolo I, Samigaluh I, Galur II, dan Panjatan II. Demikian tahapan berikutnya menyusul Puskesmas lainnya hingga terpenuhi ke-21 unit Puskesmas BLUD yang berada di 13 wilayah kecamatan.

Keenam wilayah kecamatan tersebut mendapat prioritas pengembangan Puskesmas BLUD. Mengingat, di wilayah kecamatan tersebut tengah dipersiapkan sejumlah mega proyek, mulai dari bandara hingga kawasan industri. Sehingga, tingkat kebutuhan pusat layanan kesehatan bagi masyarakat setempat sangat tinggi.

Bupati Kulon Progo dr.H.Hasto Wardoyo,Sp.OG(K) saat menerima penghargaan dari Menteri Kesehatan RI Dr.Nafsiah Mboi,SpA,M.P.H

profesi Kepala Daerah

Penertiban spanduk rokok oleh Satpol PP Kulonprogo

Page 55: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 57

Tidak kalah urgennya adalah masalah cakupan target imunisasi bagi bayi dan anak. Upaya peningkatan cakupannya adalah dengan penyuluhan mengenai metode pelaksanaan imunisasi, bekerjasama dengan tenaga kesehatan dari unsur Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kepada dokter dan bidan. Selanjutnya, tenaga kesehatan melakukan pendekatan dan pendampingan kepada keluarga yang memiliki anak belum diimunisasi.

Menurut bungsu dari delapan bersaudara peraih predikat Dokter Teladan dari Presiden pada 1992 dan Satya Lencana Bidang Keluarga Berencana (2010) ini, jalur pendidikan formal juga diprioritaskan dalam peran aktifnya menyukseskan program peningkatan kesehatan masyarakat. Diawali dari pemberian tablet zat besi kepada pelajar SMP dan SMA karena terungkap di kalangan siswi SMP dan SMA cenderung mengalami anemia.

Hasilnya, selama satu semester pelaksanaan pemberian tablet zat besi, mayoritas siswi dari 20 sekolah tidak lagi mengantuk di kelas sehingga prestasi mereka meningkat. Harapan Hasto, dari kalangan pelajar bisa menjadi agen perubahan sosial yang memiliki kesadaran untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).[]

profesi

edisi 2 | 2014 57

Kepala Daerah

Page 56: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201458

Kaki Semakin Lemah, tetapi Terus Melangkah

Dengan kedua kakinya yang terserang virus polio sejak 10 bulan usianya, lelaki kelahiran

Cimahi, Jawa Barat, pada tanggal 21 Desember 1959 ini dihadapkan pada dua pilihan; menyerah di rumah, atau terus bergerak dengan kruk atau kursi roda. “Hingga saat ini, saya masih pergi ke Taman Ismail Marzuki (TIM) ketika ada acara sastra,” ujar Endo, di rumahnya yang terletak di Jalan Cilangkap Baru, Jakarta Timur, pada Selasa sore, 16 Desember 2014 lalu. Endo Senggono, nama lelaki ini, lebih

memilih alternatif yang kedua. Dalam kesehariannya, hingga 2014 ini, ia terus bergerak,

mengukir prestasi, dan justru terus dibutuhkan banyak pihak lantaran kapasitas intelektual

dan keterampilannya dalam menulis, serta menjadi

katalog referensi pustaka sastra nasional. Julukan para penulis untuk Endo adalah katalog berjalan. Padahal, ia mengidap polio, dan tak bisa berjalan tegak. Beruntung, ada sopir setia yang selalu mengantarnya ke mana pun ia

melangkah.Ketika menceritakan

tragedi masa kecilnya, tak ada raut kesedihan sama sekali pada wajahnya. Wajah yang sangat tabah. Seakan,

etos

kelumpuhan yang dideritanya adalah sesuatu yang biasa dan memang harus diterima. Pada sepuluh purnama Endo hidup di dunia, kedua kakinya sudah digerogoti virus polio. Dalam perjalanan pulang ke rumah kakeknya di Lamongan, Endo kecil sempat terkulai sakit di Rumah Sakit Surabaya. Virus polio telah menghinggapi kedua kakinya. Namun, keterbatasan kakinya ini tidak menyurutkan langkah Endo hingga dewasa. Ayah Endo, Brigadir Jenderal Kandar yang menjadi Kepala Perbekalan Angkatan Darat, memberi support yang sangat berarti untuk Endo kecil. Sewaktu Taman Kanak-Kanak, ayah Endo selalu mengantarnya ke Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, yang terletak di Jalan Hang Lekiu 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di YPAC, Endo kecil menjalani terapi, bersekolah, sekaligus belajar bersosialisasi. Masa sekolah dasar dijalaninya juga di YPAC, yaitu di SLB bagian D (sekolah dasar khusus bagi mereka yang cacat tubuh). “Muridnya satu kelas hanya tiga orang, termasuk saya,” ujar Endo, sembari tertawa, mengenang. Setelah lulus SD, Endo kecil yang haus pengetahuan, terus sekolah. Ia melanjutkan di sekolah umum, yaitu SMP Van Lith, Gunung Sahari. Sekolah yang dekat dengan rumah orang tuanya di wilayah Senen, Jakarta Pusat. Sekolah Menengah Atas-nya pun ia tempuh di SMA Negeri 1 Budi Utomo, Jakarta Pusat. Endo Senggono (55)

Page 57: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 59

Bahkan, mereka sempat membuat contoh gedung yang ramah difabel. Selain aksi ke jalan maupun pengelola gedung, Endo dan kawan-kawannya melakukan advokasi juga ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Saat itu, pada kepemimpinan Presiden Soeharto, kaum difabel, juga pengidap polio, diberi wadah untuk bersuara melalui Perhimpunan Penyandang Cacat Indonesia yang tergabung dalam fraksi utusan golongan. “Dari fraksi itu, kami berjuang menyuarakan kegelisahan dan hak para difabel yang belum terpenuhi,” ujar Endo. Sebagai orang yang selalu mempunyai inisiatif positif bagi lingkungannya, Endo mendapat apresiasi dari lingkungannya. Darah sifat kepemimpinan yang ia warisi dari ayahnya, membuatnya ditunjuk sebagai Ketua Yayasan Bhakti Nurani pada tahun 1995. Dalam kepemimpinannya, ia banyak melakukan pendataan atas seluruh anggotanya yang ada di seantero Jakarta. “Saat itu, sempat terkumpul 30 orang yang sering berkumpul,” ujarnya. Dalam membangkitkan semangat sesama pengidap polio, Endo memiliki berbagai terobosan. Misal, ia sering

mengajak kawan-kawan sesama pengidap polio untuk menonton film di bioskop. Hal itu terbukti membuat mereka bangkit dari putus asa. Bahkan, dengan mobil mini van-nya, ia sering mengajak mereka untuk pergi ke puncak, ke Kebun Raya Bogor, bahkan wisata ke Kepulauan Seribu. Ia mencoba meyakinkan, bahwa difabilitas tidak menghambat siapa pun untuk bisa sama dengan yang tidak difabel. Begitu kuat karakter Endo dalam memimpin, membuat ia terus menerus ditunjuk oleh kawan-kawannya sesama pengidap polio sebagai Ketua Bhakti Nurani hingga 2014 ini. Ia sebenarnya ingin mundur, agar ada regenerasi, tetapi terus menerus ditunjuk dan tak bisa menghindar lagi. Pada tahun 2000 Endo memimpin para pengidap polio se- DKI Jakarta untuk mengikuti Konferensi Asia Pasifik Difabel tingkat dunia yang diadakan di Bali. Seluruh anggotanya berangkat dengan bus bantuan dari Indofood. Dengan bertemu banyak jaringan, semangat hidup anggotanya bangkit, dan mereka eksis dalam bidangnya masing-masing. Kebanyakan cenderung aktif di dunia bisnis. Namun, ada juga yang aktif sebagai profesional, menempuh bangku kuliah hingga tingkat master, dan akhirnya bekerja di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Meskipun hanya sebagai tenaga administrasi. “Itu sudah prestasi yang sangat luar biasa, dalam pandangan saya,” ujarnya. Dengan tumbuhnya semangat untuk bergerak, banyak anggota Endo yang terampil menggunakan sepeda motor ataupun mobil meski mereka merenovasi motor dan mobilnya, disesuaikan dengan kemampuan kaum difabel polio. “Saya sendiri malah meminta tolong sopir. Saya kalah dengan anggota saya,” katanya bangga. Sebagai pengidap polio, Endo aktif memberikan peringatan dan pemahaman kepada keluarga besar dan lingkungan terdekatnya tentang pentingnya vaksinasi. Jangan sampai anak-anak Indonesia mengalami

etos

Dengan kondisinya yang sulit bergerak, Endo kecil malah sangat suka membaca dengan pasokan buku yang tak pernah kurang dari sang ayah. Endo sangat menyukai buku-buku sastra. Kemudian, setelah lulus SMA, Endo masuk Fakultas Sastra Indonesia, Universitas Indonesia. Dunia sunyi masa kecil dengan ditemani buku, telah membawa langkahnya menjadi sarjana, dan bertemu dengan dosen idolanya, HB Jassin (sering dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia).

Aktif di Organisasi Perkumpulan Pengidap Polio Sembari kuliah, Endo muda sangat aktif dalam berbagai organisasi sosial, khususnya di YPAC dan Yayasan perkumpulan pengidap polio yang bernama Bhakti Nurani (BHANI). Di YPAC dan BHANI, Endo berkumpul lagi dengan teman-temannya saat TK dan SD. Di dua organisasi ini, ia banyak berperan dalam memberikan motivasi kepada kawan-kawannya untuk tetap bangkit meskipun kelumpuhan yang mereka derita tidak mungkin sembuh. Begitu pedulinya Endo dengan sesama pengidap polio yang terpuruk dan kehilangan semangat, Endo menjemput satu persatu kawan-kawannya untuk berkumpul dan memberikan keyakinan untuk tetap eksis dalam kehidupan. Beberapa teman yang sudah tak mau keluar rumah, ia semangati lagi, dan akhirnya kuliah, sebagaimana Endo. Meskipun, ada juga yang tetap tak bisa disemangati, karena gedung kuliahnya tinggi dan tidak ramah bagi para difabel (different ability—sebutan yang lebih bijak bagi mereka yang memiliki kemampuan berbeda, tidak lagi disebut cacat).Saat masa kuliah ini, Endo banyak membuat gebrakan berarti untuk membela hak para pengidap polio dan difabel. Misalnya, pada tahun 1992, ia dengan kawan-kawannya mengadvokasi gedung-gedung sekolah maupun universitas yang tidak ramah bagi difabel.

Aktivitas Endo dalam bidang sastra dan budaya

Kisah Motivasi

Page 58: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201460

untungnya keluarga saya cukup secara ekonomi. Sampai sekarang pun, saya tetap diantar sopir ke mana-mana,” katanya. Dengan proses itu, Endo akhirnya diangkat sebagai pegawai yayasan pada tahun 1987, meskipun dengan gaji yang hanya UMR waktu itu. Sebagai pegawai PDS, sempat juga Endo bekerja sambilan sore hari di Koran Pelita sebagai editor pada akhir tahun 1988. Namun, hanya bertahan enam bulan karena ia lebih menikmati mengurus dokumentasi sastra.Buah kesetiaan kerja Endo ia peroleh pada tahun 1997 ketika ia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada usia 38 tahun, dengan status kepegawaian di bawah Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Suka duka sebagai pegawai PDS HB Jassin, telah kenyang dilahapnya. Endo merasa, kesunyian masa kecilnya, terbayarkan dengan kiprahnya di PDS, dan bertemu banyak orang. “Hobi saya selain sastra, adalah jalan-jalan dan berteman dengan siapa saja,” ujarnya. Apa yang dilakukannya menjadi berarti untuk banyak kalangan.Bukannya bosan dan dilanda kejenuhan karena bergelut dengan rutinitas, PDS HB Jassin malah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Justru karena bekerja di PDS HB Jassin pula, Endo berjumpa Tita Yulia Purwanti, perempuan yang sedang skripsi, lalu akrab, dan kemudian menjadi pendamping hidupnya pada tahun 2001. Buah cinta dari pertemuan

etos

kondisi hidup seperti dirinya. Ia berpendapat, dengan kondisi fasilitas kehidupan saat ini, seharusnya anak-anak Indonesia bisa jauh dari polio. Sarana dan infrastruktur sudah sangat mendukung, tidak seperti kondisinya pada saat kecil. Bagi Endo, tak ada alasan lagi untuk tidak imunisasi. “Saat saya kecil, kondisinya masih sangat berat. Kulkas saja belum ada yang punya untuk menyimpan vaksin,” ujarnya.

Sastra Menguatkan Kedua KakinyaSelepas menyelesaikan skripsinya yang mengangkat novel Senja di Jakarta karya Mochtar Lubis pada tahun 1985, Endo masih kerasan untuk nongkrong di kampus dan banyak diskusi dengan Jassin. “Belum dapat kerja waktu itu,” kata Endo. Ia menyadari keterbatasan dirinya untuk mengakses pekerjaan. Mengingat, kondisi fisiknya memang tak mendukung. Beruntunglah Endo, karena HB Jassin menawarinya untuk aktif sebagai relawan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin yang terletak di Taman Ismail Marzuki. “Selain mengkliping, tugas saya melayani berbagai tamu yang membutuhkan referensi buku sastra,” ujarnya. Bersama Jassin, sejak tahun 1987 Endo menekuni tugasnya sebagai penjaga Pustaka Sastra yang terlengkap se-Asia Tenggara. Selain kerja dokumentasi, Endo juga selalu mendampingi Jassin untuk menemui beragam tamu yang datang. Ayah Endo juga berperan besar untuk mendukungnya membantu kerja Jassin. Pada awalnya, Endo bekerja di PDS HB Jassin dengan status relawan. Hanya dua jam dalam seminggu sebagai tukang kliping, dengan bayaran yang hanya bisa untuk ongkos transport dan makan siang, Endo menjalaninya dengan riang. Apalagi, ia selalu diantar oleh sopir ayahnya dengan mobil ke PDS Sastra HB Jassin. “Meskipun kondisi saya terbatas,

di PDS itu, lahirlah Gayatri Sinta Nabila.Sepeninggal Jassin pada tahun 2000, Endo Senggonolah yang menjaga semangat Dokumentasi Sastra di PDS. Ia diangkat menjadi Kepala PDS, dan didaulat menjadi Penjaga Pustaka Sastra yang tak ternilai itu sejak tahun 2000, menggantikan perjuangan Jassin. Sebagai murid Jassin di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Indonesia, Endo memang dianggap telaten untuk membaca, mendokumentasi, dan melayani banyak siswa yang datang mencari referensi. Selain siswa, tamu yang rajin mengunjungi pusat dokumentasi sastra itu adalah mahasiswa asing maupun Indonesia, para sastrawan, budayawan, dan wartawan.Bagi Endo, yang membuatnya selalu semangat adalah kawan-kawan penulis dan seniman di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang terus membutuhkan peran Endo dalam berbagai kesempatan. Meski kondisi badannya semakin melemah karena usia, Endo masih terus diminta memberi pengantar buku-buku sastra, diminta menulis berbagai esai sastra, dan sesekali masih menjadi pembicara di berbagai kesempatan. “Ternyata, yang membuat kita selalu semangat dan sehat adalah ketika kita terus bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat secara luas. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain,” pungkasnya bijak.[]

Endo bersama kritikus sastra dan pendiri PDS, HB Jassin dalam sebuah diskusi buku pada akhir 1980-an

Kisah Motivasi

Page 59: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 2014 61

Imunisasi telah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia. Berbagai

studi menunjukkan bahwa imunisasi terbukti menurunkan angka kejadian dan kesakitan, bahkan membasmi sejumlah penyakit menular di dunia. Tanpa imunisasi, hampir mustahil penyakit infeksi berat berupa tuberculosis, difteri, tetanus, pertusis, polio, dan campak dapat berkurang. Penyakit-penyakit menular tersebut bila menyerang kepada anak dapat menyebabkan cacat fisik dan mental seumur hidup. Bagaimanapun, masyarakat tidak boleh ragu lagi dengan keamanan, keampuhan, serta kehalalan vaksin imunisasi yang telah disebarluaskan penggunaannya oleh dunia kedokteran. Buku berjudul Panduan Imunisasi Anak: Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati ini hadir di saat yang tepat, yakni ketika pemerintah sedang menggalakkan kembali imunisasi di tanah air, di samping munculnya beberapa jenis virus di dunia seperti meningitis dan ebola yang belum ada pengobatannya secara tuntas, kecuali hanya bisa dilakukan dengan pencegahan. Buku yang ringkas dan jelas ini ditulis oleh Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter

Indonesia (PP IDAI) yang melibatkan 24 kontributor dan editor yang ahli di bidang imunisasi.

resensi

Judul : Panduan Imunisasi Anak, Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati

Penulis : Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Indonesia

Diterbitkan : Kerjasama Penerbit Buku Kompas, Jakarta dengan PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

Tahun : 2014Harga : Rp 69.000

edisi 2 | 2014 61

Indonesia mengatakan, “Informasi yang benar dan berkesinambungan tentang imunisasi sangat diperlukan agar orang tua bertambah keyakinan dalam memilih cara pencegahan yang tepat untuk putra-putrinya.” Dalam catatan buku ini, Indonesia telah melakukan imunisasi terhadap anak dan bayi sejak tahun 1970-an. Program ini bertujuan memenuhi konvensi hak anak yang diberlakukan sejak tanggal 2 September 1990 oleh PBB. Konvensi hak anak meliputi hak kelangsungan hidup (survival), hak berkembang (development), hak atas perlindungan (protection) dan hak berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (participation). Imunisasi merupakan upaya nyata untuk mengantarkan setiap anak di dunia agar sehat, terbebas dari penyakit yang menghancurkan masa depannya. Para tenaga medis dan orang tua berkewajiban memberikan upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang anak.Terbitnya buku ini juga merupakan rasa syukur bahwa sejak satu dasawarsa terakhir ini, vaksin yang beredar di masyarakat termasuk vaksin yang aman, ampuh, dan halal. Di samping itu, vaksin modern membentuk kekebalan yang

lebih baik dan lebih tinggi kadar keberhasilannya. Buku pedoman ini berisi berbagai informasi mengenai imunisasi yang diawali dari sejarah vaksinasi sampai kemajuan vaksin secara modern. Para dokter dan ahli imunisasi di dalam buku fullcolour berukuran 13 x 19 cm dan tebal 1 cm ini menjelaskan secara rinci berbagai jenis imunisasi untuk bayi kecil, cara memilih imunisasi, mengapa imunisasi perlu diulang dan menjawab berbagai pertanyaan tentang kekhawatiran orang tua pasca imunisasi.Buku ini juga membahas pandangan Majelis Ulama Indonesia dan pimpinan agama-agama lainnya dalam mendukung dan menyatakan halal terhadap vaksin yang digunakan dan beredar di Indonesia. Dibahas pula rangkaian teknik rekayasa pembuatan dan penyimpanan vaksin agar lebih aman dan benar sehingga lebih berdaya guna untuk mencegah penyakit yang berbahaya. Mencari titik lemah buku ini terlalu sulit. Yang pasti, pembaca akan terpuaskan setelah membaca buku ini. Terutama mahasiswa, tenaga kesehatan, dan pemerhati di bidang kesehatan wajib kiranya memegang buku acuan yang praktis dan mengena ini. Selamat membaca![]

Buku ini juga mengisyaratkan perlunya dorongan rasa tanggung jawab bersama dalam menyejahterakan anak-anak kita demi masa depan yang lebih baik. Imunisasi yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi dan prosedur medis ini penting dan aman. Dr. Badriul Hegar, Ph.D., SpA(K), Ketua Umum Ikatan Dokter Anak

Teliti dan Telaten Mencegah Penyakit

Page 60: Majalah Interaksi Edisi 2

edisi 2 | 201462

resensi

Kesehatan adalah hak setiap manusia. Ia menjadi hak dasar yang

melekat pada seseorang sejak dilahirkan ke dunia. Namun, dalam kenyataannya akses terhadap pelayanan kesehatan dan peluang untuk hidup sehat tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagi masyarakat yang tergolong mampu, persoalan kesehatan bukanlah hal yang merisaukan. Berbekal dukungan sosial dan ekonomi, mereka dengan mudah

mendapatkan pelayanan kesehatan yang diinginkan. Akan tetapi, bagi masyarakat yang berasal dari kalangan tak mampu, kaum miskin, dan terpinggirkan, mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai adalah sebuah kemewahan. Sehubungan dengan persoalan kesenjangan tersebut, dibutuhkan politik kesehatan. Politik kesehatan merupakan cara berpikir atau the way of thinking bagi para pembuat keputusan dan pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah. Walaupun demikian, dalam praktiknya, politik kesehatan harus pula diikuti oleh kebijakan kesehatan (health policies) secara menyeluruh dengan terencana, terprogram, dan terpadu. Lebih diutamakan lagi upaya yang bersifat preventif dan promotif serta didukung oleh kegiatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya preventif dan promotif kesehatan dapat ditelusuri lebih jauh pada bab V. Uton, penulis buku ini menegaskan bahwa lingkungan sehat adalah kunci utama menuju kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, konsep kesehatan harus dipromosikan secara aktif. Promosi kesehatan lebih dari sekadar pendidikan kesehatan. Mempromosikan kesehatan tidak cukup dengan hanya mendidik masyarakat dalam

Catatan PelajaranSeorang Ahli Kesehatan

bidang kesehatan yang bersifat umum dan memberi mereka metode pengendalian dan pencegahannya. Namun, setidaknya promosi kesehatan meliputi tiga hal pokok, yaitu advokasi, kemitraan, dan pemberdayaan. Advokasi kesehatan harus dilakukan terus menerus oleh pemerintah, pers, dan organisasi nonpemerintah (LSM). Dalam bab tiga diulas secara mendalam bagaimana membangun kemitraan antara pemerintah, LSM, para relawan, industri, dan media. Kemitraan membutuhkan pemahaman dan penerimaan atas dasar prinsip-prinsip kemitraan. Dengan kata lain, kemitraan tidak boleh disalahartikan sebagai pendanaan atau sponsorship. Dalam hal pemberdayaan, masyarakat di semua tingkatan harus dilibatkan sebagai individu, keluarga, dan masyarakat. Para profesional, kelompok sosial, dan praktisi kesehatan memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi jembatan yang menghubungkan beragam perbedaan, persepsi, dan pemahaman masyarakat tentang masalah kesehatan.Didasari semangat untuk berbagi pengalaman, pemahaman, sekaligus “kenangan” saat memangku tugas sebagai Direktur Religional WHO-SEARO, Uton menyampaikan pandangan,

pemikiran, serta catatan “perjalanan’ karirnya dalam dua belas bab, tiga ratus sebelas halaman. Kedua belas bab ini memiliki pokok bahasan tersendiri yang cukup detail dan dalam. Namun, semua bab ini mengacu pada benang merah yang sama, yakni pentingnya health politics atau politik kesehatan. Walaupun kandungan isinya terkesan “berat”, Uton memaparkannya dengan runtut, faktual, dan bahasa yang mudah dipahami masyarakat luas. Menurut penyuntingnya, buku ini memang tidak diarahkan untuk menjadi buku “ilmiah”, meskipun dalam penyusunan dan sistematika penulisannya tetap mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Buku ini dapat memberikan informasi yang berharga, terutama bagi para pembuat kebijakan, praktisi pendidikan kesehatan, mahasiswa, relawan, pers, dan komunitas sosial. Dengan memahami pentingnya politik kesehatan, kesehatan untuk semua (health for all) dapat segera diwujudkan. Politik kesehatan dapat menjangkau dari yang tak terjangkau. Tolok ukur keberhasilannya, jika politik kesehatan telah menjadi budaya dan diterapkan secara sungguh-sungguh oleh seluruh pihak yang berkepentingan di bidang kesehatan.[]

Judul Buku : Health Politics: Menjangkau yang Tak Terjangkau

Karya : Prof.DR (HC) Dr. Uton Muchtar Rafei,MPH

Penyunting : Dr.Adnan Mahmoed, MPH, Salim Shahab dan Maulana Yudiman

Cetakan 1 : November 2007Penerbit : Health & Hospital

Indonesia JumlahHalaman : 311