Majalah Compact Edisi 4

40

description

 

Transcript of Majalah Compact Edisi 4

Page 1: Majalah Compact Edisi 4

Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi04Desember 2013

Melaju LKPPdengan Procurement Modernization

Program Procurement Modernization MCA-Indonesia memfasilitasi ULP menjadi

tangguh, transparan dan profesional. Terpilih 30 ULP percontohan yang intensif

mendapatkan pendampingan.

Page 2: Majalah Compact Edisi 4

SME TOWER Lantai 8Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav.94 , Jakarta 12780 - IndonesiaTelp : 021. 799 1025 | Fax : 021. 799 6033 - 799 1125 | Call Center : 021. 7167 3000

Untuk informasi lebih lanjut, klik saja:

www.lkpp.go.id

mau ikut lelang Pemerintah?

Daftarkan perusahaan Anda di LPSE terdekat

Begini caranya:

Masukkan Username & Passwordyang telah Anda dapat

GAMPANG, KOK

Pengadaan yang KredibelSejahterakan Bangsa

Page 3: Majalah Compact Edisi 4

Daftar

Isi

6

12

16

22

24

26

30

34

36

Cover StoryMenyertai Pengendali

Kemudi

Cover StorySiap Menggabungkannya

dengan e-budgeting

Cover StoryAgar Pemerintah Maju, Swasta

Berkembang

InsideKecil-kecil Cabe Rawit

InsideMWA, Penjaga Prinsip

Ownership

InsidePria Pemikul Batu Inspirasi GP

Green ProsperityMeretas Batas,

Menjamin Investasi

Health & NutritionInsentif Merangsang

Pemicuan

Health & NutritionDi Balik Perjanjian 28 Oktober

Edisi 04, Desember 2013

3Desember, 2013

Page 4: Majalah Compact Edisi 4

Armida Alisjahbana

Lukita Dinarsyah Tuwo

Hari Kristijo

J.W. Saputro

Wismana Adi SuryabrataNina SardjunaniEmmy SuparmiatunKennedy SimanjuntakJadhie J Ardajat

Lila Meulila Moekti Ariebowo

Vincentius PrasetyoArief SetyadiBayu Aji PrakosoArbain Nur BawonoAnas Nasrullah

Paska Rina TVero ArdiantoRully AgungDian PurwantiFitria Dewi WandawatiWuri HandayaniTema Wanda TamtamaAstri AmirudinRani Desi YantiRiska Anneli Septovia

Ricky M. RamdhanWidiantoArie Bayu HariyantoChoirul Amri

Gamar AriyantoNura DirgantaraIing MursalinAugy MursaliantoWawan HeryawanDeddy EriantonoFarah AminiAchmad Adhitya

Pelindung

Penasehat

Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi

Wakil Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi

Dewan Redaksi

Penyunting dan penyelaras Naskah

Bagian Produksi

Bagian Administrasi & Distribusi

Bagian Keuangan

Kontributor

4 Desember, 2013

Page 5: Majalah Compact Edisi 4

EditorialHari KristijoPemimpin Redaksi Compact

S elamat bertemu kembali pem­baca, edisi ke empat majalah Compact merupakan edisi terakhir pada Tahun 2013.

Pada edisi ini, dibahas secara detil tentang proyek procurement modern-ization yang dibiayai oleh Hibah MCC. Wawancara beberapa narasumber dilakukan untuk mengetahui harapan pengembangan pengadaan barang dan jasa nasional di masa datang.

Waktu pun berjalan sangat cepat seiring dengan tantangan dan harap­ an masyarakat Indonesia agar APBN dan APBD dapat dibelanjakan sesuai prinsip efisien, efektif, transparan, ter­buka bersaing dan akuntabel de ngan menciptakan persaingan yang sehat dan mendorong penggunaan produksi dalam negeri. Selain itu juga member­

ikan dampak langsung pada pengem­bangan dunia usaha termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi serta mampu menciptakan lapangan kerja.

Pemerintah pun cukup cekatan dalam merespon keinginan semua pihak dengan menetapkan berdiri­nya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada tanggal 6 Desember 2007, ber­dasarkan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007. LKPP adalah Lem­baga Pemerintah Non­Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pengadaan barang jasa mempunyai dimensi ruang dan waktu. Membeli barang di pasar tradisional atau di

pasar modern (supermarket) adalah salah satu praktik pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh ma ­syarakat.

Pelaku pun bervariasi mulai dari tua­muda, kaya­miskin, sistem pem­bayaran pun juga bermacam macam, yaitu tunai­cicil, cash-credit, hutang. Alat bayar pun juga beranekaragam, yaitu uang kertas, credit card. Aturan pun juga mulai dari tertulis sampai tidak tertulis. Caranya pun juga ber­beda­beda….barter….diskon….tawar menawar….lelang terbuka…tunjuk langsung bayar.

Profesi terdidik pun juga dilibat­kan…ahli hukum….notaris..bankir…dokter…salesman…..asuransi. Seluas dan sedalam samudera……..peng­adaan barang jasa yang menjadi tanggungjawab LKPP untuk terus dikembangkan baik peraturan, SDM (pelaku, pelaksana), dan kelem­bagaan, mulai dari sistem pemba­yaran sampai dengan denda……ada e­proc, e­catalog, e­tendering………..LPSE…ULP.

Semoga pengadaan barang jasa di Indonesia semakin modern…semakin efisien…dan memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi di semua sektor yang akhirnya mense­jahterakan semua lapisan masyarakat.

Tapi ingat!….Salah pengadaan atau pun mengatur pengadaan ataupun KKN pengadaan…juga akan mem­bawa kita menginap di hotel prodeo …. mulai dari Cipinang sampai Lowok­waru, bahkan Sukamiskin….atau pun ingin tenang di Nusakambangan.

Dipilih….dipilih…..seribu tiga……suara lengkingan pedagang di Taman Sunda Kelapa Menteng menjajakan dagangannya.

Hari Kristijo

Pengadaan Barang dan Jasa Terus Berkembang

5Desember, 2013

Page 6: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

S ecanggih­canggihnya mobil, pada akhirnya pemegang kemudi yang menentukan jalannya. Mobil Ferari ratus an

miliar jadi tak tampak hebat bila pengemudinya tak mampu mengeta­hui seluk beluk, kegunaan panel­panel di kemudi. Kehebatan Ferari tak terasa dan tak terlihat. Jadinya sia­sia dan tak mampu membawa penum­pang lebih cepat mencapai tujuan.

LKPP (Lembaga Kebijakan Peng­adaan Barang/Jasa Pemerintah), ter­

masuk Unit Layanan Pegadaan (ULP), juga sebuah kendaraan, cara atau alat. Kendaraan inilah yang bertujuan mem­bawa warga Indonesia ke iklim peng­adaan barang/jasa pemerintah yang bersih, transparan, dan profesional.

“Saat ini secara umum, pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerin­tah masih dalam tahap reaktif. Artinya ketika ada kebutuhan pengadaan, barulah dibentuk panitia pengadaan­nya,” kata Deddy Eriantono, Procure­ment Modernization Project Director

Menyertai Pengendali Kemudi

“Saat ini secara umum, pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah masih dalam tahap reaktif. Artinya ketika ada kebutuhan untuk pengadaan, barulah dibentuk panitia pengadaannya.”

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

6 Desember, 2013

Page 7: Majalah Compact Edisi 4

MCA­Indonesia. Deddy menambah­kan model reaktif tersebut merupakan tahap awal dari proses perkembangan organisasi. Arahnya menjadikannya organisasi atau lembaga yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa “lebih matang”.

Faktor mendasar untuk mencip­takan iklim pengadaan itu yaitu pe ningkatan kapasitas dan kete­rampil an SDM. Peningkatan SDM menjadi daya ungkit terciptanya lem­baga pengadaan barang/jasa peme­rintah yang profesional.

Artinya, infrastruktur, apapun bentuknya seperti teknologi procure-ment, sistem dan jaringan, gedung, sampai kelengkapan akan sia­sia jika pola pikir, keterampilan, dan SDM nya tidak siap. Sama saja dengan memberikan mobil super cepat nan

canggih pada pengemudi bawah umur tanpa surat izin mengemudi.

Deddy menjelaskan perubahan mind set dari memandang proses pe ­ngadaan barang/jasa sebagai ad hoc, menjadi sebuah lembaga yang matang dan profesional adalah hal yang MCA­Indonesia inginkan. “Padahal, seseorang harusnya bisa berkarir di bidang pengadaan. Di beberapa negara maju, pegawai pengadaan itu sebuah profesi,” katanya. Itulah alasannya, beragam pelatihan yang ditujukan pada peningkatan kapasitas didukung penuh MCA­Indonesia. “Konsultan yang berkompeten di bidang yang relevan dengan pengadaan barang/jasa, baik nasional dan internasional, diundang,” katanya.

Dari titik itu, kemudian MCA­In­donesia mengembangkan beragam pendukung untuk mendorong LKPP lebih tumbuh menguat. Secara umum, MCA­Indonesia menyentuh empat bidang yaitu SDM, proses, sistem dan institusinya. “Tujuan Procurement Modernization (PM) ini memper­cepat proses reformasi pengadaan yang telah dan sedang dilakukan oleh LKPP”, ujar Deddy.

Salah satu bidang yang juga sedang dirintis yaitu PPP (Public Private Partner ship). Bidang ini juga mendapat sentuhan MCA­Indonesia karena memiliki daya ungkit yang besar pada pertumbuhan perekono­

mian. Prinsipnya MCA­Indonesia membantu penyusunan beragam prosedur dan tata cara dasar dalam menjaring keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan sebuah negara.

Beragam program yang disusun, MCA­Indonesia memang berperan sebagai fasilitator. Artinya, kunci utama perubahan tetap ada di ta ­ngan LKPP (termasuk ULP). “Itulah kenapa komitmen pemimpin lem­baga, kementerian atau daerah untuk mewujudkan hal itu sangat penting,” katanya.

Akhirnya pengendali kemudilah yang berperan besar menambah cepat atau lambat para penumpang men­capai tujuan. MCA­Indonesia me ne­barkan pupuk supaya banyak lahir pemegang kemudi ULP yang handal.

n

Pengendali kemudi ULP masih banyak dipegang laki-laki, padahal kemu-di kendaraan tidak men-syaratkan jenis kelamin.

Untuk itu MCA-In-donesia mendorong

munculnya keterlibatan perempuan sebagai ahli pengadaan yang setara dengan laki-laki di ULP.

Purwanta BS-Bappenas

7Desember, 2013

Page 8: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

M ari sejenak membayang­kan orang kekurangan darah. Mukanya pucat badan lemas. Bergerak

saja enggan apalagi diminta sema­ngat. Lebih kurang seperti itulah bila sebuah negara terlalu banyak bocor anggaran di sana­sini. Anggaran, dana atau uang itu serupa darah dalam tubuh manusia. Kurang darah sama saja tak sehat.

Bila kurang darah akibat minimnya pendapatan tentu beda cerita. Namun

bila kurang darah karena tak efisien menggunakan dana yang ada, boros, apalagi sampai tahap ceroboh, itu yang harus diwaspadai, dibenahi dan diberantas.

“Indonesia termasuk yang terlambat memiliki LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Korea misalnya, mereka sudah memi­liki lembaga semacam ini sejak 1949. Indonesia baru mulai 2008,” kata Ir. Agus Rahardjo, M.S.M., Kepala LKPP. Bahkan Agus menambahkan, hampir

Kiat LKPP: Hemat Pangkal Kuat

Dengan sistem yang dikembangkan LKPP, negara bisa berhemat.

Tahun Selisih Pagu dan Hasil Lelang (Juta Rp)

Selisih Pagu dan Hasil Lelang (%)

Tahun Selisih Pagu dan Hasil Lelang (Juta Rp)

Selisih Pagu dan Hasil Lelang (%)

2008 6,612 15.41

2009 518,945 16.54

2010 1,386,665 10.69

2011 4,474,608 11.72

2012 16,761,046 11.5

2013 21,461,901 11.15

TahunSelisih Pagu dan Hasil Lelang (Juta Rp)

Selisih Pagu dan Hasil Lelang (Juta Rp)

Nilai Efisiensi Belanja Pemerintah Melalui SPSE Tahun 2008-2013  (Sumber Data: LKPP 2013)

Nilai Efisiensi Belanja Pemerintah Melalui SPSE Tahun 2008-2013 (Sumber Data: LKPP 2013)

8 Desember, 2013

Page 9: Majalah Compact Edisi 4

semua negara di dunia ini memiliki LKPP nya. Artinya secara fungsi, sebuah lembaga yang bertugas dalam pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah itu sangat dibutuh­kan.

“Kalau bicara tentang anggaran itu ada beberapa hal yang penting, yaitu cara mendapatkannya, dan bagai­mana penggunaanya,” kata Agus. Menurut catatan, kira­kira pemerin­tah menggunakan dana sekitar 700 triliun untuk pengadaan barang dan jasa.

Di sisi lain, sampai dengan 2008, proses pengadaan barang dan jasa masih belum rapi dan dilakukan oleh panitia yang sifatnya sementara. Meskipun sampai sekarang masih belum semua pengadaan barang dan jasa melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) namun gebrakan LKPP mulai

terasa. “Di tahun 2012, tercatat penghematan hingga 11,6 persen atau senilai 16,76 triliun rupiah. Ini angka yang besar sekali,” katanya.

Angka penghematan itu didapat dari keampuhan sistem pelelangan secara elektronik. Kalau dilelang tra­disional, misalnya ada empat peserta lelang, pemenangnya biasanya hanya “sedikit” lebih murah dari pada pesaingnya. Nah, kalau dengan lelang secara elektronik ini, penghematan terjadi karena pemenang tender me nawarkan harga yang jauh lebih murah. Selisih inilah yang dihitung sebagai penghematan.

“Saat ini LKPP sedang mengem­bangkan direct purchasing. Dipadu dengan e­catalog pemerintah benar­benar bisa menggunakan ang­garan yang dimilikinya secara efisien,” katanya. Di sistem itu nanti, pemer­intah bisa efisien belanjanya. “Setiap barang di e­catalog hasil perjanjian dengan pabriknya. Mobil mi salnya, kalau sampai harga plat merah lebih mahal dari plat hitam, produsen harus mengembalikan selisih harganya lima

kali lipat dan black list dua tahun,” kata Agus.

Saat ini LKPP terus menata diri. Pertama menata tata aturan yang ada; kedua perbaikan SDM yang terlibat di dalam sistem; ketiga membangun institusi atau unit layanan pengadaan di K/L/D/I. Sesua aturan yang ada, setiap K/L/D/I harus memiliki Unit Layanan Pengadaan (ULP). “Untuk itu, kita telah memfasilitasi lahirnya ULP percontohan,” kata Agus. Dukung an dari MCA­Indonesia de ­ngan proyek Procurement Modern­ization (PM) dalam memfasilitasi lahirnya ULP percontohan disambut baik. Menurut Agus, hal ini sejalan dengan arah yang sudah dan sedang ditekuni oleh LKPP.

Dengan beragam langkah ini, LKPP menegaskan pentingnya menggu­nakan anggaran belanja dengan hemat, efisien, prudent. Dana hasil penghematan itu bisa digunakan untuk membangun jembatan, sekolah atau hal lainnya yang mendorong Indonesia kuat. Jadi kuat karena hemat. n

LKPP MENEGASKAN PENTINGNYA MENG-GUNAKAN ANGGARAN BELANJA DENGAN HEMAT, EFISIEN, PRUDENT.

Purwanta BS-Bappenas

9Desember, 2013

Page 10: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

Hukum alam itu terang ben­derang. Panenan ada kalau ada benih yang ditanam. Nah, LKPP mengharapkan

panenan ULP yang independen, bebas intervensi, profesional dan berintegri­tas di setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi (K/L/D/I). Panenan ini malahan bersifat harus, karena presiden dengan tegas menetapkan lewat PP No.70 Tahun 2012 pasal 130, pasal 1, ULP wajib dibentuk paling lambat Tahun Ang­gar an 2014. Bayangkan ada ratusan ULP bakal terbentuk.

Tanam 30 Panennya Ratusan

Keberhasilan ULP menjadi unggul dan profesional itu tergantung komitmen masing-masing ULP.

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

10 Desember, 2013

Page 11: Majalah Compact Edisi 4

Putar akal dan cari cara, bagaimana bisa memanen, LKPP menetapkan adanya ULP percon­tohan yang selanjutnya didorong untuk menulai ULP lainnya. Peristiwa penting dalam hal menanam itu terjadi pada Pe nan­datanganan Nota Kesepahaman Pengembangan ULP dan Loka­karya Peta Jalan Pengembangan 30 ULP Percontohan di Jakarta pada 14 November 2013.

“Penetapan 30 ULP percon­tohan ini bersifat mempercepat proses lahirnya ULP yang diing­ini LKPP. Kerjasama dengan MCA­Indonesia dalam kerangka percepatan ini,” kata Sekretaris Utama LKPP Eiko Wismulyadi. Dari ULP yang terpilih sebagai percontohan ini, ULP yang lain­nya bisa belajar dari mereka. Ter­jadilah proses replikasi dengan sendirinya.

“Kita serius dengan hal ini, dan melihat MCA­Indonesia juga serius. Jadinya terbentuklah ker­

jasama memajukan ULP,” kata Eiko. Kedua lembaga berkomit­men penuh. LKPP sendiri sudah merencanakan pengembangan ULP ini dalam program kerjanya. Sementara MCA­Indonesia meyakini, proses penciptaan pen­gadaan yang bersih, transparan dan profesional memiliki daya ungkit yang besar dalam pe ning­katan kemakmuran yang otoma­tis memangkas kemiskinan.

Namun, Eiko menambahkan bahwa keberhasilan ULP menjadi unggul dan profesional itu tergan­tung komitmen masing­masing ULP. Makin besar kemauannya menata diri, tambah besar pula peluang menjadi model. “Program pendampingan dan pelatihan pada ULP percontohan ini pent­ing mengingat di Indonesia itu pembentukan ULP unik. Belum ada referensinya. Jadi rangkaian pelatihan ini bisa menjadi model re ferensi,” katanya.

Dengan demikian, dengan menabur benih unggul di lahan 30 ULP ini, bolehlah Indonesia berharap panenan ratusan ULP kinclong dalam beberapa tahun mendatang. Mari jaga yang sudah ditanam. n

SALAH SATU alat yang digunakan untuk membekali ULP percontohan adalah pelatihan menuju organisasi yang matang atau Maturity Model. Sonny Sumarsono adalah salah satu expert yang dimintai tolong untuk melatih dan mendampingi ULP menjadi organisasi yang matang.

“Maturity Model merupakan sebuah ilustrasi yang menggambarkan tingkat kematangan proses kerja dalam sebuah organisasi dengan membuat beberapa kriteria pokok di setiap tingkat kematang­ an,” kata Sonny. Lebih jauh lagi, model tingkat kematangan ini digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan kematangan proses dalam sebuah organisasi, dalam hal ini ULP, lalu menetapkan roadmap menuju kondisi yang diharapkan. n

Menuju ULP yang

Matang

MENABUR BENIH UNGGUL DI LAHAN 30 ULP INI, BOLEHLAH INDONESIA BERHARAP PANENAN RATUSAN ULP KINCLONG

“DENGAN DANA fiskal yang terbatas maunya kita ya efisien penggunaannya. Dengan ULP kita bisa menghemat 14 persen pengadaan barang/jasa. Kami terus mendukung perbaikan ULP di tempat kami. Apalagi sekarang jadi salah satu ULP Percontohan Nasional. Saya mendukung program ini.” n

Kata Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A, Gubernur Nusa Tenggara Barat

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

Eiko Wismulyadi, Sekretaris Utama LKPP.

11Desember, 2013

Page 12: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

J akarta terus menata diri. Tak hanya menangani banjir air akibat tanggul bocor di sana sini, namun bocor anggaran

juga jadi perhatian khusus. Tak bisa membalik telapak tangan dalam menjaga tanggul yang bocor di mana­mana. Begitu pula mengawal ang­gar an supaya tak ada merembes dan bobol di setiap lini.

Kuncinya ada di penerapan kom­puterisasi untuk seluruh penggunaan seluruh anggaran. “Kita memang harus memulai pembenahan. Cara­cara out of the box kita ambil. Kan

Pembenahan ULP jelas sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

Siap Menggabungkannya dengan e-budgeting

Purwanta BS-Bappenas

12 Desember, 2013

Page 13: Majalah Compact Edisi 4

hasilnya mau yang out of the box,” kata Basuki Tjahaja Purnama Wakil Gubernur Jakarta. Ahok, nama pang­gilan Wagub DKI, menegaskan DKI siap untuk menjalankan dan mem­benahi mekanisme sarana pengadaan barang/jasa.

Ahok menegaskan pembenahan di bidang pengadaan ini penting. “Salah satu pintu utama korupsi di pemerintahan adalah dalam proses pengadaan barang dan jasa. Disana kita biasa melihat praktek kolusi, pencurian spek dan juga mark-up harga yang luar biasa,” katanya. Jadi pembe nah an ULP jelas sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

Secara khusus Ahok memapar­kan rencananya untuk menyambut program pembenahan mekanisme pengadaan di Jakakarta. “Kami sedang merancang system pengang­garan elektronik (e-budgeting) yang benar­benar terkomputerisasi,” katanya. Gambaran besarnya, semua penganggaran akan jelas dan dapat di­track mengenai siapa yang mema­sukkan atau mengubah­ubah data input anggarannya, sehingga memi­nimalisir kasus ‘kecolongan’ seperti yang sudah­sudah. Intinya adalah Pemprov DKI ingin agar tiap penge­

luaran uang APBD ini bisa dipertang­gungjawabkan, termasuk dalam tiap pembelian barang/jasa di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Di bidang pengadaan DKI juga akan menerapkan sistem katalog elektronik (e­catalogue), agar pembelian barang kini bisa langsung ke pihak penjual langsung dan dengan harga yang pa ling efisien.

“Kemarin kita baru saja launching e­catalogue untuk pembelian alat berat. Ke depan idealnya semua pem­belian akan harus lewat e­catalogue seperti ini,” katanya. Saat ini semua sedang dalam proses. Seiring dengan penerapan hal itu, DKI juga sedang merancang peraturan sebagai dasar hukumnya. Baik dasar sistem yang diterapkan maupun payung untuk ULP­nya.

“Saya menyambut baik segala upaya bantuan kepada kami untuk mening­katkan transparansi pemerintahan, khususnya untuk permasalahan pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjadi masalah yang cukup pelik,” katanya. Sokongan dari MCA­Indonesia yang menunjuk ULP Provinsi DKI jadi tambahan daya dorong atas upaya pembenahan di segala lini saat ini.

Menurut Ahok juga, salah satu

kunci penting pembenahan tidak hanya sistem, tetapi juga orang­orang yang mengoperasikannya. “Kita terus melakukan pembenahan menyeluruh terhadap birokrasi pemerintahan untuk menyelaraskan upaya­upaya tersebut,” kata Ahok. Pembenahan terkait organisasi dan orang ini memang sejalan dengan apa yang disokong oleh MCA­Indonesia ber­sama LKPP. Pelatihan yang digelar memang bertujuan mendorong dua sektor strategis tersebut.

“Saya dan Jokowi tentu paham bahwa dahulu mungkin banyak prak­tik­praktik yang tidak sesuai dengan aturan karena memang kondisi dan lingkungannya belum mendukung untuk pemerintahan yang bersih,” katanya. Namun demikian, pembe­nah an terus dilakukan. Khusus untuk penerapan penganggaran secara elektronik dan pengadaan yang trans­paran, profesional DKI siap memu­lainya tahun 2014.

n

MENURUT AHOK JUGA, SALAH SATU KUNCI PENTING PEMBENAHAN TIDAK HANYA SISTEM, TETAPI JUGA ORANG-ORANG YANG MENGOPERASIKANNYA.

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

Purwanta BS-Bappenas

13Desember, 2013

Page 14: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

T inggal klik, bikin order pem­belian, deal dengan vendor lalu tanda tangani kontrak terus tunggu saja barang datang.

Kira­kira begitulah sederhananya mekanisme pembelian barang dan jasa saat e­catalog, e­purchasing di te­rapkan. Hemat, mudah, akurat, dan transparan. Ini sistem yang mere­volusi cara pembelian barang/jasa di pemerintahan.

“Pemerintah itu pasti membeli ba nyak hal. Mulai dari stapler, kertas sampai traktor. Pembelian ini, sebelum nya mekanismenya pelelangan, penunjukkan langsung,

Pelatihan yang digelar untuk 30 ULP percontohan akan ada beberapa sesi digunakan melatih penggunaan e-purchasing. Baru 29 yang tanda tangan MOU.

Direktur Pengembangan Sistem Katalog LKPP Sarah Sadiqa SH., M.Sc

Hadirkan Pusat Belanja Secara Elektronik untuk Pemerintah

Purwanta BS-Bappenas

14 Desember, 2013

Page 15: Majalah Compact Edisi 4

pengadaan langsung,” kata Direk­tur Pengembangan Sistem Katalog LKPP Sarah Sadiqa SH., M.Sc. Sarah menjelaskan dulu lelang itu hampir semuanya manual.

Misalnya mau beli traktor untuk petani. Kebutuhan semacam itu selalu ada, jadi tidak efisien kalau menggunakan lelang, apalagi barang itu rutin dibeli. “LKPP bekerja sama dengan kementerian, lembaga, daerah, dan instansi (K/L/D/I) men­data barang yang dibutuhkannya. Intinya menentukan barang yang sebenarnya tersedia di pasar, bukan konstruksi misalnya, dan volume atau jumlah kebutuhan setiap tahunnya, bagaimana rantai pasok, bagaimana manajemen logistiknya di samping uang untuk membeli ada,” kata Sarah.

Nah, berbekal masukan dari K/L/D/I itulah LKPP memasukan item barang di e­cataloque untuk dibeli dengan e­purchasing.

Jadi apa yang dilakukan LKPP me ng ­ubah cara pembelian. “Cara pembelian untuk barang yang volumenya besar dan value-nya besar,” kata Sarah. Bila uang yang dibelanjakan banyak, model komputerisasi ini dampaknya besar dan menghemat. Bayangkan saja lewat program ini, pembelian cukup dengan melihat di katalog kemudian meng­klik, tanda tangan kontrak pembelian, barang pun dikirim ke tempat yang diinginkan.

Salah satu keunggulan lagi menurut Sarah adalah kepastian adanya barang. Artinya, misalnya pemerintah daerah sudah merencanakan mem­

bangun gedung, tetapi tiba­tiba semen hilang di pasaran. Hal ini tidak terjadi bila barangnya sudah ada di e-cata-loque. “LKPP mewakili pemerintah menandatangani kontrak payung dengan vendor yang salah satu isinya menjamin ketersediaan barang. Bah­kan harga juga harus lebih murah dari pasaran,” katanya.

Sarah menjelaskan memang per­jalanan item barang supaya tercantum di e-cataloque sehingga bisa dibeli secara e-purchasing melewati bebe­rapa jenjang. “Salah satu proses yang panjang adalah negosiasi harga dan perincian berapa besaran harga yang dicantumkan di e-cataloque. Nah, LKPP sudah menyiapkan sistem dan perangkat untuk itu,” katanya.

Misalnya pengiriman traktor sam­pai ke Papua Barat. Harus sangat jelas dan transparan berapa harganya. LKPP juga melibatkan tenaga ahli untuk menentukan harga yang pan­tas dan wajar. Baru setelah clear semuanya, kontrak payung dengan vendor ditandatangani. Hasilnya, pemerintah akan jauh lebih mudah dan murah dalam membeli barang. Jumlah barang dipastikan terus ditambah.

Kerjasama dengan MCA­Indonesia ini disambut baik LKPP. Pelatihan yang digelar untuk 29 ULP percon­toh an akan ada beberapa sesi digu­nakan melatih dan menyosialisasikan penggunaan e-purchasing. MCA­In­donesia dengan proyek Procurement Modernization memberikan dukun­gan dalam bentuk program pelatihan memperkuat ULP dan mendorong menjadikannya percontohan. Salah satu bidang yang harus dikuasai ada­lah e-purchasing. n

BAYANGKAN SAJA LEWAT PROGRAM INI, PEMBELIAN CUKUP DENGAN MELIHAT DI KATALOG KEMUDIAN MENGKLIK, TANDATANGAN KONTRAK PEMBELIAN, BARANG PUN DIKIRIM KE TEMPAT YANG DIINGINKAN.

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

15Desember, 2013

Page 16: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

Pemerintah butuh swasta begitu juga sebaliknya. Nah tinggal bagaimana mengatur kerjasamanya supaya masyarakat makin banyak yang makmur.

Agar Pemerintah Maju, Swasta Berkembang

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

16 Desember, 2013

Page 17: Majalah Compact Edisi 4

P rinsip dasarnya pemerintah wajib membangun sarana fisik dan non-fisik untuk semata­mata kemajuan

bangsa dan seluruh warga yang bernaung di bawahnya. Namun, kenyataannya, setiap pemerintah di muka bumi ini, termasuk Indonesia tentunya, tidak akan mampu memba­ngun semuanya secara serentak dan langsung jadi. Salah satunya duit yang ada tidak akan pernah cukup mem­biayai semuanya sekaligus.

Perlu proses dan pengaturan supaya bisa terengkuh semua kewajiban itu. Salah satunya sistem PPP (Public Pri­vate Partnership) atau nama lainnya KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta). Cara ini ditempuh karena bisa secara signifikan membuat loncatan dalam hal kecepatan pembangunan.

Prinsip KPS ini mengajak swasta terlibat dalam pembangunan infra-struktur, sarana yang membutuhkan modal besar atau keahlian khusus. Bisa juga agar pekerjaan menjadi lebih efisien, efektif bila dikerjakan swasta karena expertise dan pengalamannya. Misalnya pembangunan jalan tol, jem­batan penghubung pulau yang modal­nya besar. Kalau pemerintah menaruh uangnya untuk membiayai proyek yang besar itu, nanti bidang lain tak akan kebagian dana. Inilah salah satu alasan melibatkan swasta dalam KPS.

Indonesia sudah memiliki aturan yang dirujuk untuk hal ini, yaitu Per­aturan Presiden No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah de ­ngan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan ini menjadi pegangan untuk menjalin kerjasama

dengan berbagai badan usaha. Mekanisme yang ada di dalamnya

mengatur hal­hal secara terperinci apa saja yang perlu dipersiapkan dan dilakukan oleh pemerintah dan badan usaha dalam menggarap sebuah proyek besar. Prinsipnya setiap kerjasama harus semata­mata mendasarkan diri pada manakah cara yang pa ling bisa memakmurkan lebih ba nyak masyarakat, khususnya pemenuhan kebutuhan dasar ma ­syarakat.

Kalau prinsip itu sudah jalan, barulah pengaturan kerja yang sifatnya saling menguntungkan, sa ling mendukung dan berlandaskan saling membutuhkan. Pemerintah butuh swasta begitu juga sebaliknya. Bagaimana pemerintah bisa me nye­jahterakan masyarakat, dan pihak swasta bisa berkembang usahanya.

Terkait KPS ini, MCA­Indonesia juga bekerjasama dengan LKPP untuk menggodok beragam cara yang paling efektif dan efisien untuk pelaksanaan KPS ini. Program dukungan MCA­In­donesia ini salah satunya menangani pengaturan bidang pengadaan dan kerjasama yang belum masuk di wilayah Perpres No 67 tahun 2005 itu.

Lalu, beragam telaah dan penyu­sunan alternatif pola KPS ini diharap-kan bisa dijadikan salah satu rujukan oleh pemerintah. Tentunya, kalau apa yang dikerjakan dengan support MCA­Indonesia tersebut terbukti lebih efisien, efektif, transparan dan tentunya yang paling penting menye­jahterakan lebih banyak rakyat dan mencukupi kebutuhan dasarnya.

Pekerjaan penyusunan ini masih dalam tahap sangat awal. Langkahnya masih panjang. Namun arahnya sudah tergambar, yaitu menularkan cara dan metode yang sudah terbukti berhasil diterapkan di negara lain. Beberapa negara memang sudah terbukti ber­hasil mengembangkan KPS ini, sebut saja yang paling dekat Malaysia. Nah, Indonesia memiliki begitu luas potensi yang pasti tidak akan mungkin diba­ngun hanya dari kocek hasil pajak. Perlu melibatkan banyak pihak. n

Purwanta BS-Bappenas

17Desember, 2013

Page 18: Majalah Compact Edisi 4

Tugas dan fungsi Unit Layanan Pengadaan sangat mendesak.

Beda Nama, Fungsi Sama

Cover Story

Unit Layanan Pengadaan (ULP) di tingkat daerah maupun pusat masih belum seragam, baik bentuk struk­tur organisasi maupun kedudukan­

nya. Ada yang berbentuk kantor, biro, atau bagian. Di Kabupaten Bogor, misalnya, ben­tuknya berupa Kantor Layanan Pengadaan.

Lain halnya di Kota Tangerang. Bentuk layanan pengadaan berupa Bagian Layanan Pengadaan. Ada juga yang berbentuk Badan Layanan Pengadaan, seperti di Provinsi Kepulauan Riau.

Namun, ada juga yang berbentuk bagian atau biro tapi fungsinya digabung dengan

Purwanta BS-Bappenas

18 Desember, 2013

Page 19: Majalah Compact Edisi 4

fungsi yang lain. Misalnya, Bagian Administrasi Pembangunan dan La ­yanan Pengadaan. Di Nusa Tenggara Barat, namanya Biro Administrasi Pembangunan dan Layanan Penga­daan.

“Belum seragamnya ULP di tingkat daerah, baik bentuk struktur organi­sasi maupun kedudukannya karena memang belum adanya pedoman dari pemerintah pusat,” kata Robin Asad Suryo, Direktur Pengembangan Pro­fesi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Menurut Robin, pembentukan ULP

di tingkat daerah berdasarkan per­aturan daerah (Perda) yang mengacu pada Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri). Namun, kata Robin, sebelum Kemendagri me nge­luarkan peraturan, pembentukan ULP harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Apara­tur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan­RB).

Lebih jauh Robin menjelaskan, saat ini Kemendagri sudah menyiapkan rancangan Permendagri mengenai bentuk ULP di daerah berupa kantor. “Statusnya saat ini menunggu persetu­juan dari Kemenpan­RB. Jika telah disetujui, maka nantinya provinsi, kabupaten/kota akan dapat memiliki bentuk ULP yang sama,” ujarnya.

Baik di tingkat daerah maupun ting­kat pusat, kata Robin, ULP kebanyak­ an masih dikatakan semi permanen. “Artinya, ULP belum dibentuk secara permanen. Tetapi masih dilekatkan pada unit yang sudah ada. Karena memang, organisasi layanan peng­adaan di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Insti­tusi (L/K/D/I) belum dibentuk secara permanen,” ujar Robin.

Jika merujuk pada Peraturan Pre­siden Nomor 54 Tahun 2010, kata Robin, ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melak-sanakan pengadaan barang/jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

Untuk membentuk secara perma­nen, kata Robin, memang dibutuhkan perubahan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK). Revisi perubahan SOTK itu memerlukan peraturan K/L/D/I untuk merevisinya dan harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Kemenpan­RB.

Dalam Perpres itu memang dise­butkan bahwa setiap K/L/D/I perlu

membentuk unit layanan pengadaan namun tidak berarti harus menam­bah satu unit organisasi tersendiri. “Intinya, tergantung pada beban kerja dan sejauh mana struktur organisasi yang ada mampu mengakomodasi kebutuhan itu,” jelas Robin.

Meski bentuknya belum seragam, Robin menyambut baik pemben­tuk an ULP di tingkat daerah tersebut. Menurutnya, pembentukan ULP itu mengusung semangat dalam mewu­judkan pengadaan barang/jasa yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

Mengenai pembentukan organisasi ULP diakui Robin memang bukan sepenuhnya menjadi domain LKPP. Namun sebagai pembina layanan pengadaan, LKPP menaruh perha­tian pada pembentukan organisasi pengadaan. Jika organisasi tidak ada, maka otomatis tidak ada orang yang menjabat melaksanakan pekerjaan itu. Maka yang disasar LKPP adalah tugas dan fungsi. “Ini nantinya akan berkaitan dengan jabatan fungsional.”

Kehadiran MCA­Indonesia dengan proyek Procurement Modernization dinilai Robin juga akan mempercepat pembentukan dan mengembangkan ULP di Indonesia. Dengan menyasar pada 30 ULP percontohan, diharap­kan proyek ini dapat menjadi contoh atau model acuan untuk ULP­ULP yang lain.

Dengan demikian, lanjut Robin, proyek kerjasama antara MCA­ Indonesia dan LKPP itu diharapkan dapat mewujudkan organisasi layanan pengadaan yang ideal, diisi pejabat fungsional yang kompeten, dan dapat melaksanakan proses pengadaan dengan prinsip: efisien, efektif, trans­paran, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

n

KEHADIRAN MCA-INDONESIA DENGAN PROYEK PROCUREMENT MODERNIZATION DINILAI ROBIN JUGA AKAN MEMPERCEPAT PEMBENTUKAN DAN MENGEMBANGKAN ULP DI INDONESIA.

Vero

Ard

iant

o-Ba

ppen

as

19Desember, 2013

Page 20: Majalah Compact Edisi 4

Cover Story

L embaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) memperkirakan Indonesia membutuhkan 90 ribu pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/

jasa pemerintah pada 2014 nanti.Oleh karenanya, kebutuhan sumber daya

manusia (SDM) pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah yang kompeten dan profesional amat­lah dibutuhkan. Untuk itu LKPP telah me nyiap­kan standar kompetensi kerja khusus bidang pengadaan barang/jasa pemerintah (SK3­PBJP).

”Standar tersebut merupakan rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pe nge­tahuan, ketrampilan atau keahlian, serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan yang berlaku,” ungkap Direktur Pelatihan Kompetensi LKPP Fadli Arif.

Kerjasama antara MCA-Indonesia dan LKPP mempercepat proses peningkatan profesionalisme SDM pengadaan barang/jasa pemerintah. Perlu ditindaklanjuti.

Program PM MCA-I Jilid Berikut

Dok.MCAI

20 Desember, 2013

Page 21: Majalah Compact Edisi 4

Menurut Fadli, ada 51 unit kompe­tensi yang terdiri dari: Unit Kompe­tensi Umum, Unit Kompetensi Peren­canaan Pengadaan, Unit Kompetensi Pemilihan Penyedia, Unit Kompetensi Manajemen Kontrak, dan Unit Kom­petensi Manajemen Informasi Aset.

Adapun 51 kompetensi itu nantinya akan diterapkan sebagai acuan dasar dalam pengembangan SDM yang meliputi: pengembangan pelatihan, pengembangan sertifikasi, pengem­bangan jabatan fungsional, pengem­bangan sistem manajemen SDM, dan penataan organisasi pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP).

Sementara itu, kata Fadli, SDM pengadaan yang ada saat ini seba­gian besar baru memiliki kompetensi tingkat dasar, yang mencakup lebih kurang 21 unit kompetensi. Seba­gian dari mereka ada yang telah mendapat kan beberapa tambahan unit kompetensi tingkat menengah, seperti; Penyusunan Spesifikasi dan HPS Lanjutan, Penyusunan Dokumen Kontrak, Strategi Pengadaan dan Evaluasi Dokumen Penawaran.

Apakah setiap pengelola harus me ng uasai 51 kompetensi tersebut? ”Seseorang pengelola pengadaan tidaklah harus menguasai ke 51 kom­

petensi tersebut tetapi dis­esuaikan okupasi mereka,” jelas Fadli.

Fadli memberikan con­toh, jika seseorang yang bekerja sebagai kelompok kerja Unit Layanan Pe ­ngadaan (Pokja ULP), maka kompetensi yang harus mereka kuasai ada­lah Unit Kompetensi Pemi­lihan Penyedia.

Contoh lain, bagi mereka yang bertugas sebagai Peja­bat Pembuat Komitmen (PPK), maka kompetensi yang harus mereka kuasai adalah Unit Manajemen Kontrak. Begitu pula de ­ngan mereka yang bekerja pada satuan kerja sebagai staf pengguna anggaran

(PA)/ kuasa pengguna anggaran (KPA), maka kompetensi yang harus mereka kuasai adalah unit Kompe­tensi Perencanaan Pengadaan dan Manajemen Asset terkait peng adaan.

Lebih jauh Fadli menambahkan, di luar unit kompetensi yang wajib me reka kuasai itu lebih bersifat pilihan untuk pengembangan karier mereka ke depannya. ”Tidak wajib dikuasai saat ini,” katanya.

SK3­PBJP sudah merupakan stan­dar nasional. LKPP sebagai pembina

pengadaan barang/jasa pemerintah siap melaksanakan pendidikan dan latihan (diklat) berbasis kompetensi untuk jabatan fungsional.

Ke depan, kata Fadli, LKPP beker­jasama dengan Lembaga Adminis­trasi Negara (LAN) sebagai instansi pembina diklat untuk mengakreditasi kurikulum yang telah disusun. De ­ngan demikian, kurikulum tersebut dapat digunakan secara luas oleh lembaga­lembaga diklat pemerin­tah yang ada, baik lembaga diklat Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi maupun lembaga diklat pemerintah daerah.

Program peningkatan profesio-nalisme SDM pengadaan itu seiring pula dengan proyek Procurement Moderni zation yang diadakan MCA­Indonesia. ”Program MCA­ Indonesia itu selaras dengan apa yang telah dikembangkan LKPP sejak awal pembentuk an,” kata Fadli.

LKPP dan MCA­Indonesia akan membentuk 100 ULP Percontohan, untuk tahap pertama 30 ULP percon­tohan. Fadli mengharapkan akan ada proyek Procurement Modernization MCA­Indonesia jilid 1 dan 2, karena melalui program kerja sama ini dapat mempercepat proses peningkatan profesionalisme SDM pengadaan barang/jasa pemerintah.

n

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

Purwanta BS-Bappenas

21Desember, 2013

Page 22: Majalah Compact Edisi 4

Kecil-kecil Cabe Rawit

Jika dibandingkan dengan APBN, hibah luar negeri memang relatif kecil. Meski begitu, hibah memiliki posisi strategis.

InsidePurwanta BS-Bappenas

22 Desember, 2013

Page 23: Majalah Compact Edisi 4

N egara manapun di dunia ini pastilah membutuhkan dana untuk melaksanakan pembangunan. Begitu pula

dengan Indonesia. Namun bagaimana cara setiap negara memperoleh dana, belum tentulah sama.

Pemerintah Indonesia, misalnya. Berdasarkan Undang­undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) me nyebut kan bahwa sumber dana diper oleh dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan hibah.

Untuk pajak, pemerintah melalui direktorat pajak melaksanakan pengumpulan dana dari masyarakat. Sedangkan PNBP diperoleh dari deviden badan usaha milik negara, pemanfaatan aset negara, bagi hasil migas, dan sebagainya. Sementara sumber dana hibah dapat berasal dari dalam dan luar negeri. Untuk hibah luar negeri dapat bersifat multilateral maupun bilateral.

Namun, pembiayaan pembangun ­ an tidak cukup kalau hanya meng ­andalkan pendapatan yang berasal dari pajak, PNBP, maupun hibah. Pinjaman (loan) tetap diperlukan. Sumber pinjaman bisa berasal dari dalam maupun luar negeri. Berdasar­kan PP No 10 tahun 2011, pinjaman digunakan untuk: membiayai defisit APBN, membiayai kegiatan prioritas

kementerian, mengelola portofolio utang, diteruspinjamkan ke peme­rintah daerah, dan dihibahkan ke pemerin tah daerah.

Bicara mengenai hibah, dana hibah tidak datang begitu saja. Hibah luar negeri juga ada proses mobilisasi. Pemerintah melalui Badan Peren­canaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki buku biru (blue book) yang mencatat prioritas pem­bangunan yang akan dilaksanakan dan sejalan dengan Rencana Pem­bangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Prioritas­prioritas pembangunan itu lantas ditawarkan ke negara donor. Cara seperti ini persis dengan apa yang dilakukan pada program Compact. Pemerintah Indonesia ber­saing dengan beberapa negara lain untuk mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Millennium Challenge Corporation.

Jika ada negara yang tertarik, maka akan dilakukan penandatanganan grant agreement. Langkah selanjut­nya, melakukan proses pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari hibah tersebut sampai dengan pelak­sanaan dan pemanfaatannya terma­suk pengelolaan oleh penerima hibah.

Berdasarkan laporan Direktorat Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada

bulan November 2013, tercatat dana hibah sebesar Rp 4,5 triliun. Sebagai perbandingan, di bulan yang sama, jumlah penarikan pinjaman luar negeri tercatat Rp 49,040 triliun. Sedangkan utang dalam negeri sebe­sar Rp 330,791 triliun.

Dari data tersebut dapat dilihat jika dana hibah relatif kecil. Untuk diketa­hui pula, APBN tahun 2013 sebesar Rp 1,200 triliun. Nilai hibah yang tercatat hanya Rp 4,48 triliun atau 0,29 persen. Dari perbandingan itu dapat terlihat

jika dalam konteks pembiayaan dana hibah sangatlah kecil.

Kendati terbilang kecil, tapi jika benar­benar digunakan secara opti­mal justru akan sangat bermanfaat. Seperti halnya dalam program hibah MCC yang mengucurkan dana sebesar US$ 600 juta. Dengan tujuan me ­ngurangi kemiskinan melalui pertum­buhan ekonomi yang berkelanjutan, tentunya program itu akan berman­faat sekali. Selain itu juga dapat men­dorong kerjasama antar kedua negara. Kalau orang bilang, “kecil­kecil cabe rawit.” n

BICARA MENGENAI HIBAH, DANA HIBAH TIDAK DATANG BEGITU SAJA. HIBAH LUAR NEGERI JUGA ADA PROSES MOBILISASI.

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

Istimewa

23Desember, 2013

Page 24: Majalah Compact Edisi 4

InsideInside

P ada Maret 2013, Biro Pusat Statistik melansir data jika jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,07

juta orang! Jumlah itu hanya berkurang 0,52 juta orang dibandingkan pada September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang.

Dari jumlah yang relatif masih besar itu, Pemerintah Indonesia jelas tak menutup mata. Dengan mengusung visi ”Terwujudnya Indonesia yang sejahtera, Demokratis, dan Berkeadil­ an” pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2010­2014, pemerintah bertekad mengentaskan kemiskinan.

Berbagai upaya dikerahkan untuk mencapai visi itu. Salah satunya melalui program Compact. Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Perjanjian Hibah Mil­lennium Challenge Compact dengan Pemerintah Amerika Serikat melalui Millennium Challenge Corporation (MCC). Program ini bertujuan untuk menurunkan kemiskinan melalui per­tumbuhan ekonomi yang berkelanjut­ an.

Program hibah MCC yang tengah

MWA, Penjaga Prinsip Ownership

Kepemilikan hanya bisa terjadi jika dalam proses kegiatan proyek melibatkan masyarakat secara langsung.

Vero Ardianto-Bappenas

24 Desember, 2013

Page 25: Majalah Compact Edisi 4

dijalankan itu juga sejalan dengan prinsip Jakarta Commitment: pe ­ne gak an visi Indonesia dan para mitra pembangunan untuk sama­sama memperkuat kepemilikan (ownership) negara penerima ban­tuan pembangunan.

Namun pertanyaannya, bagaimana pemerintah menjaga prinsip kepe­milikan dalam program hibah MCC tadi? Berdasarkan Peraturan Presi­den Nomor 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian, maka dibentuklah Lembaga Wali Amanat yang berisikan Majelis Wali Amanat (MWA).

Oleh karena prinsip kepemilikan harus sejalan dengan program peme­rintah di lokasi penerima hibah, maka MWA yang dibentuk juga terdiri dari perwakilan pemerintah dan non­pe­merintah. Wakil non­pemerintah ini berasal dari organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, dan akademisi.

Selain membentuk MWA, program Compact juga melibatkan masyarakat secara langsung melalui Multi Stake­holder Forum (MSF). Bahkan sesuai dengan grant agreement akan diben­tuk Multi Stakeholder Group.

Keterlibatan masyarakat ini sangat penting. Sebab, prinsip ownership hanya dapat terwujud apabila dalam proses kegiatan program Compact melibatkan masyarakat secara lang­sung sebagai penerima manfaat (bene-ficiary). Selain itu, kegiatan program Compact juga harus mendukung prioritas pembangunan nasional.

Kendati begitu, tidaklah mudah menerapkan prinsip­prinsip owner-ship tadi. Pasalnya, setiap hibah selalu punya kegiatan prioritas dari pemberi hibah. Sementara kepentingan pem­beri hibah tidak boleh mengganggu kepentingan nasional dengan ber­dasarkan regulasi yang ada.

Di sisi lain, pemberi dan penerima hibah juga memiliki latar belakang yang berbeda: budaya, hukum, termi­nologi bahasa, pengelolaan anggaran, dan sebagainya. Belum lagi dengan persyaratan MCC yang menentukan jika pengelola hibah harus indepen­den. Sementara peraturan di Indone­sia mensyarakatkan jika seluruh pe ­ngelolaan hibah G to G (Government to Government) harus dikelola peme­rintah. Setiap tahapan yang dilalui itu tentu perlu disinkronkan.

Dan MWA yang dibentuk peme­rintah Indonesia berdasarkan Perpres 80/2011 menjadi pihak yang paling berwenang dalam menjaga prinsip ownership.

Dalam Pedoman Tata Kelola Lem­baga Wali Amanat MCA­Indonesia jelas disebutkan bahwa MCA­Indo­nesia diarahkan MWA yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab pokok. Pertama, pengawasan, peng­arahan dan pembuatan keputus an MCA­Indonesia. Kedua, pelaksanaan keseluruhan Program Compact, PIA, dan perjanjian tambahan lainnya (supplemental agreement).

n

DALAM PEDOMAN Tata Kelola Lembaga Wali Amanat MCA­Indonesia memuat aturan mengenai keanggotaan MWA yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan non­pemerintah. Perwakilan pemerintah berasal dari dua orang perwakilan Kemen­terian Perencanaan Pembangunan, satu orang perwakilan Kementerian Keuangan, dan satu orang perwakilan Kementerian Dalam Negeri.

Sementara dari perwakilan non­peme­rintah berasal dari satu orang perwakilan organisasi masyarakat sipil, satu orang perwakilan sektor swasta, dan satu orang perwakilan dari akademisi.

Khusus anggota MWA perwakilan non­pemerintah, mereka diseleksi melalui proses yang transparan, obyektif, tidak diskriminatif dan akuntabel dan disetujui oleh MCC. Pemilihan perwakilan dilak­sanakan oleh masing­masing organisasi tersebut. Masa bakti MWA perwakilan non­pemerintah akan berakhir pada bulan Februari 2014.Pada Bab III huruf c nomor 8 juga disebutkan jika masa jabatan perwakilan non­pemerintah adalah 18 bulan, dimana masa jabatan tersebut dapat diperpanjang kembali selama 18 bulan. Perpanjangan masa jabatan bagi perwakilan non­pemerintah ditentukan oleh MWA dengan persetujuan MCC. Andaikata terjadi kekosongan dari satu atau lebih perwakilan non­pemerintah, maka dilakukan pemilihan kembali.

n

Jabatan 18 bulan

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

25Desember, 2013

Page 26: Majalah Compact Edisi 4

InsideInside

F oto seorang pria tua yang sedang memikul keranjang berisikan batu masih terngiang dalam benak Jadhie J. Ardajat, Direktur Energi, Teleko­

munikasi, dan Informatika, Badan Perenca­naan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Demi sesuap nasi, kata Jadhie, ia seakan tak menghiraukan beban berat di pun­daknya. Ia tetap memikul dan melintasi jembatan gantung yang berlatar belakang air terjun. “Namun berapa sih uang bisa ia peroleh dari penjualan sekeranjang batu? Padahal, air terjun yang ia lalui merupakan sumber uang yang tak ternilai harganya. Lebih dari harga sekeranjang batu yang dijualnya,” tutur Jadhie tanpa bermaksud

Pria Pemikul Batu Inspirasi GP

Proyek Green Prosperity terinspirasi dari foto pria pemikul batu.

Moe

kti A

riebo

wo-

Bapp

enas

26 Desember, 2013

Page 27: Majalah Compact Edisi 4

mengecilkan jerih payah pria dalam foto itu.

Menurut Jadhie, air terjun sebagai energi terbarukan (renewable energy), sejatinya dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Dan, hasil dari pembangkit listrik itu kemudian dapat digunakan untuk melakukan kegiatan ekonomi masyarakat pede­saan. “Yang akhirnya dapat mening­katkan kesejahteraan mereka.”

Foto itu, ungkap Jadhie, membe­rikan inspirasi terhadap munculnya proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity/GP) dalam program Compact yang tengah dilaksanakan Millennium Challenge Account­Indo­nesia (MCA­Indonesia).

“Kemudian berkembang sampai sekarang ini setelah melalui diskusi panjang. Salah seorang yang banyak memberikan masukkan adalah Pak Wamen (Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Lukita D. Tuwo),” kata inisiator proyek GP MCA­Indonesia itu. “Pemikiran Pak

Wamen luar biasa.”Jadhie kini menjabat sebagai

Koordinator Unit Pendukung Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Salah satu perannya adalah memberikan saran kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) satuan kerja Bappenas dalam pelaksanaan program Compact.

Dalam kesempatan itu pula, Jadhie mengharapkan jajaran board of director MCA­Indonesia dapat melak­sanakan program Compact dengan sukses, sehingga dapat dijadikan con­toh model pembangunan. “Tapi di sisi lain, beban berat juga berada di pun­dak mereka karena membawa nama baik Indonesia. Berhasil atau tidak program ini tergantung mereka,” ujar Jadhie.

Selain itu, Jadhie juga menjelas­kan jika program MCA­Indonesia merupakan program hibah dari MCC yang mengenalkan istilah lembaga wali amanat untuk pertama kalinya di Indonesia. “Saya bercita­cita, lembaga wali amanat ini nantinya berskala nasi­

onal,” katanya. “Sudah ada beberapa negara lain yang siap menjadi donor.”

Namun, keinginan dari negara­ negara donor tersebut belum dapat terakomodasi dalam lembaga wali amanat yang ada saat ini. Karena menurutnya, lembaga wali amanat yang ada saat ini terkait erat dengan program Compact.

“Saya berpikiran, konsep lembaga wali amanat skala nasional ini mirip zakat. Ia dapat menerima dana dari negara atau perusahaan manapun. Tak terbatas dari luar negeri, tapi juga dalam negeri. Perorangan pun boleh menyumbangkan dananya,” paparnya.

Jadhie optimistis jika nantinya lembaga yang bertujuan member­dayakan ekonomi masyarakat ini terbentuk, dapat berjalan dengan baik. “Tentunya perlu dikelola secara profesional,” ujarnya. Apalagi, kata Jadhie, jika masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusa­haan, dan pihak terkait lainnya, ikut mendukung. n

Moekti Ariebowo-Bappenas

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

27Desember, 2013

Page 28: Majalah Compact Edisi 4

Inside

MCFE Ajang Sosialisasi MCA-Indonesia

Ajang sosialisasi ini menjelaskan kepada publik berbagai kegiatan program Compact.

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

28 Desember, 2013

Page 29: Majalah Compact Edisi 4

J akarta Convention Center Hall A mendadak hijau. Spanduk dan umbul­umbul yang domi­nan hijau menghiasi area seki­

tar pintu masuk Hall A. Rupanya pada 18­20 Oktober 2013 itu sedang ber­langsung ajang Millennium Challenge Forum & Expo (MCFE) yang digelar Millennium Challenge Account­Indo­nesia (MCA­Indonesia).

MCA­Indonesia merupakan lembaga wali amanat yang dibentuk pemerintah Indonesia sebagai pelaksana program hibah Compact yang bertujuan untuk membantu mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pelaksanaan program Compact dikelola MCA­Indonesia ini dibentuk Kementerian Perencanaan Pembangun an Nasional/Bappenas pada 2012.

”Millennium Challenge Forum & Expo merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mensosialisasikan berbagai kegiatan yang membantu mengurangi kemiskinan masyarakat Indonesia kepada para pihak atau negara donatur,” ujar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana saat memberikan sambutan pem­bukaan MCFE di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2013.

Sementara itu, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasio­

nal sekaligus Ketua Majelis Amanat MCA­Indonesia Lukita Dinarsyah Tuwo menambahkan jika MCFE meru­pakan salah satu cara untuk menjelas­kan kepada publik tentang berbagai kegiatan yang telah dituangkan dalam perjanjian Compact.

Hal itu diamini J.W. Saputro, Exe­cutive Director MCA­Indonesia. Menurut Saputro, pameran ini digelar agar program Compact yang terdiri dari proyek Kemakmuran Hijau (Green Prosperity Project), Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Men­gurangi Stunting (Community Based Health and Nutrition to Reduce Stunt-ing Project), dan Modernisasi Pen­gadaan (Procurement Modernization Project), agar dikenal masyarakat luas.

Dalam ajang MCFE yang ber­langsung selama 3 hari itu digelar berbagai seminar, forum diskusi, lomba foto, dan menampilkan booth pemerin­tah daerah, perusahaan penghematan energi serta usaha mikro, kecil, dan menengah.

Salah satu peserta pameran, PT Sky Energy Indonesia yang bergerak di bidang solar panel, wind turbin, dan telecommunication, menyambut baik ajang MCFE. “Kegiatan ini bagus sekali. Selain pengunjung dapat memperoleh informasi daerah-daerah tertinggal di Indonesia, tapi juga me ngetahui infra­struktur penunjangnya,” ujar Andri

Kusuma, Marketing PT Sky Energy Indonesia.

Ardiani Khrisna segendang sepe­narian dengan Andri Kusuma. Early Childhood Care and Development Program Manager Plan Indonesia ini mengatakan, MCFE merupakan momen yang baik. Sebagai informasi, Plan Indonesia adalah organisasi inter­nasional kemanusiaan dan pengem­bangan masyarakat yang berfokus pada kesejahteraan anak.

“Tak hanya pengunjung yang dapat memperoleh pembelajaran dari peserta pameran seperti Plan Indonesia, tapi juga MCA­Indonesia,” kata Ardiani. Karena, lanjut Ardiani, salah satu subsektor kegiatan Plan Indonesia: program kesehatan dan gizi, hampir sama dengan apa yang akan dijalankan proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunt­ing MCA­Indonesia.

Dinny Jusuf, pendiri Torajamelo -UKM yang fokus pada tenunan Toraja- juga merespon positif ajang MCFE ini. ”Bagus untuk memberikan contoh nyata apa yang bisa Indonesia lakukan seputar energi, kemakmuran hijau, dan sebagainya,” kata Dinny. “Tinggal lebih ditingkatkan saja dari sisi promosinya, sehingga akan ba nyak pengunjung yang datang untuk mendapatkan infor­masi yang sangat bermanfaat ini.”

n

Purwanta BS-Bappenas

29Desember, 2013

Page 30: Majalah Compact Edisi 4

Green Prosperity

Lokasi yang akan dijadikan proyek Green Prosperity harus clean dan

clear.

Meretas Batas, Menjamin Keberlanjutan Investasi

Martin Hardiono-MCC

30 Desember, 2013

Page 31: Majalah Compact Edisi 4

K onflik warga yang terjadi akibat tidak adanya kepastian batas­batas wilayah dalam suatu daerah sering meng­

hiasi halaman berita media massa. Bahkan, proyek­proyek pemberdayaan masyarakat yang berhubungan de ­ngan energi terbarukan (renewable energy) pun seringkali terbentur dengan ketidakpastian mengenai tata ruang, penatagunaan lahan (land use) dan batas-batas wilayah administratif yang pada gilirannya menimbulkan saling klaim dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Menyadari hal itu, MCA­Indonesia yang akan melaksanakan proyek Green Pros perity di tanah air tidak mau terce­bur di lubang yang sama. ”Dalam kon­teks GP, kita harus memastikan bahwa lokasi yang akan dijadikan investasi GP itu harus clean dan clear. Tidak boleh ada konflik batas administratif dan penatagunaan tanah harus jelas,” kata Akhmad Safik, Consultant Parti-cipatory Land-Use Planning (PLUP) Specialist MCA­Indonesia.

Menurut Safik, PLUP akan menye-diakan informasi tentang tata ruang dan penatagunaan tanah (land use inventory) untuk memastikan apakah lokasi proyek yang akan dikerjakan bermasalah atau tidak. Tujuannya, kata Safik, agar investasi GP yang nantinya

ditanamkan dapat terus berkelanjutan. “Jangan sampai investasi yang baru berjalan sekitar satu atau dua tahun sudah menuai masalah terkait penata­gunaan lahan, penguasaan atau pemi­lik an tanah,” katanya.

Data­data land use inventory ini, lanjut Safik, tidak semata untuk kepen­tingan kegiatan investasi GP melainkan untuk para stakeholder khususnya di daerah, mulai dari pelaksana proyek GP (project sponsor), pemerintah daerah, dan masyarakat. Data dan informasi spasial itu antara lain men­cakup: batas­batas administrasi, klaim batas wilayah adat, maupun konsensi pemanfaatan hutan, pertambangan atau sumberdaya alam lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah. “Karena sering terjadi tumpang tindih antara satu konsesi dengan konsensi lainnya seperti hak pengelolaan hutan, wilayah masyarakat adat, dan sebagainya.”

Yang paling penting, kata Safik, adalah faktor masyarakat itu sendiri. PLUP harus memastikan bahwa aspi­

rasi masyarakat dalam kegiatan Green Prosperity harus terakomodir dengan baik sehingga tidak ada lagi keraguan terhadap lokasi kegiatan proyek Green Prosperity karena sudah mendapatkan consent dari masyarakat.

“PLUP harus memastikan bahwa suara rakyat dan pilihan rakyat harus diperhatikan. Suatu investasi dapat berlangsung dengan aman dan lancar, jika masyarakat juga terlibat dalam pengambilan keputusan dan masya­rakat mendapatkan insentif atau diun­tungkan dari kegiatan tersebut,” tegas Safik.

Selain melakukan inventarisasi data penatagunaan lahan dan penataan batas desa, PLUP juga akan melakukan kegiatan peningkatan kapasitas peme­rintah daerah yang berkaitan dengan tata ruang dan penatagunaan lahan.

Dalam pelaksanaan penataan batas desa, Safik menjelaskan, secara teknis sepertinya tidak menemukan permasalahan yang berarti. Namun secara sosial, Safik mengakui bahwa tidak mudah mengajak semua elemen masyarakat untuk duduk bersama dan memutuskan batas­batas wilayah mereka, terutama di wilayah­wilayah yang belum terdata dengan baik dan adanya potensi ekonomi wilayah.

Kendati demikian, Safik optimis PLUP dapat dilaksanakan dengan lan­car. Saat ini, MCA­Indonesia sedang menye lesaikan Pedoman Penataan Batas Desa yang segera akan diujico­bakan di Kabupaten Mamasa, Kabu­paten Mamuju, Kabupaten Merangin, dan Kabupaten Muaro Jambi sebagai proyek percontohan. Hasil dari proyek percontohan tersebut akan dipakai untuk memperbaiki pedoman tersebut untuk selanjutnya diterapkan di lokasi Green Prosperity Project di kabupaten­ kabupaten lainnya di Indonesia. n

Mar

tin H

ardi

ono-

MCC

DALAM PELAKSANAAN PENATAAN BATAS DESA, SAFIK MENJELASKAN, SECARA TEKNIS SEPERTINYA TIDAK MENEMUKAN PERMASALAHAN YANG BERARTI. NAMUN SECARA SO-SIAL, SAFIK MENGAKUI BAHWA TIDAK MUDAH MENGAJAK SEMUA ELEMEN MASYARAKAT UNTUK DUDUK BERSAMA DAN MEMUTUSKAN BATAS-BATAS WILAYAH MEREKA

31Desember, 2013

Page 32: Majalah Compact Edisi 4

Green Prosperity

P royek Green Prosperity (GP) atau Kemakmuran Hijau yang diselenggarakan MCA­Indonesia menyita perhatian yang sangat

besar. Betapa tidak, selain diharapkan dapat menemukan solusi pertumbuhan ekonomi, proyek ini sekaligus mendukung komitmen pemerintah dalam penggunaan karbon yang rendah dan berkelanjutan (atau pembangunan berkelanjutan yang rendah karbon).

Tak pelak, upaya sosialisasi tentang tujuan, mekanisme pelaksanaan, peran dan keterlibatan stakeholder dalam proyek GP itu menjadi suatu kebutuhan mendasar. Atas dasar itu, MCA­Indonesia menggelar Forum Komunikasi Kemakmuran Hijau dalam Millennium Challenge Forum &

Tak hanya menjadi ajang sosialisasi, forum komunikasi ini juga ajang akuntabilitas publik.

Forum Akuntabilitas Publik

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

32 Desember, 2013

Page 33: Majalah Compact Edisi 4

Expo (MCFE) di Jakarta pada 18­20 Oktober 2013.

Pada hari pertama forum digelar Seminar Nasional Kemakmuran Hijau. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana, Wakil Sekjen Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Yani Witjaksono, dan Kepala Pusat Kebijakan Energi ITB Retno Gumilang Dewi menjadi pembicara dalam semi­nar tersebut.

Pada hari kedua terdapat dua sesi seminar. Sesi pertama diisi pembicara: I.B.K Narayana dari Fraunhofer- Gesellschaft, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM Deendarlianto, Direktur Pusat Studi Internasional untuk Ekonomi & Keuangan Terapan IPB

Nunung Nuryartono, dan Tri Mum­puni dari IBEKA.

Sedangkan pada sesi kedua, seminar diisi pembicara dari DirGen Agriculture and Aqua Culture Indroyono Soesilo, Deputi Menteri bidang Daerah Khusus Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Suprayoga Hadi, dan Sekre­taris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja.

Banyak pendapat dan saran yang diberikan para pembicara seminar. Direktur Jenderal EBTKE Kemen­terian ESDM Rida Mulyana, misal­nya. Ia mendukung pembangunan roadmap renewable energy yang akan dijalankan MCA­Indonesia. “Kebutuhan akan roadmap memang dibutuhkan,” katanya. Sementara itu, Wakil Sekjen Ma sya rakat Energi

Terbarukan Indonesia (METI) Yani Witjaksono mengusulkan perencanaan pada Renewable Energy Bio Fuel.

Pada hari terakhir, Forum Komu­nikasi Proyek Kemakmuran Hijau ditutup dengan sosialiasi proyek GP MCA­Indonesia. J.W. Saputro, Direktur Eksekutif MCA-Indonesia menjelaskan secara umum proyek Kemakmuran Hijau dalam Program Compact. Direktur Green Prosperity MCA­Indonesia Budi Kuncoro men­jelaskan Proyek Kemakmuran Hijau: Tujuan, Program, dan Landscape Approach.

Dalam sesi yang sama, Associate Director PLUP Sigit Widodo yang menjelaskan perencanaan lahan secara partisipatif (PLUP), Associate Director Project and Oversight Fredderick Hol­loway memaparkan project pipeline proyek Kemakmuran Hijau dan khu­susnya untuk initiatif terkait energi ter­barukan, dan Associate Director Grant & Partnership GP MCA­Indonesia Tri Nugroho yang menjelaskan program logis dan skema hibah proyek Kemak­muran Hijau.

“Kerangka logis ini diharapkan akan memudahkan para stakeholder memahami apa yang akan dilakukan proyek GP,” ujar Tri, saat diwawanca­rai majalah Compact. Ia mengapresiasi penyelenggaraan Millenium Challenge Forum & Expo yang memungkinkan diadakannya Forum Komunikasi Kemakmuran Hijau, sebagai salah satu media sosialisasi program dan seka­ligus suatu bentuk akuntabilitas proyek kepada publik. Suatu forum penting yang selayaknya dikelola secara perio­dik di sepanjang pengelolaan MCA­In­donesia. n

DALAM KESEMPATAN ITU, IA JUGA MEMAPARKAN KEGIATAN-KEGIATAN GP UNTUK MENCAPAI TUJUAN MENGURAN-GI KEMISKINAN MELALUI PERTUMBU-HAN EKONOMI BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA LOGIS (LOGICAL FRAME-WORK).

Purwanta BS-Bappenas

33Desember, 2013

Page 34: Majalah Compact Edisi 4

Health & Nutrition

Insentif Merangsang Pemicuan

Pemberian insentif ini diharapkan dapat merangsang pemicuan sanitasi masyarakat lebih massive lagi.

Hani

bal H

amid

i-KPD

T

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

34 Desember, 2013

Page 35: Majalah Compact Edisi 4

Kualitas lingkungan yang buruk jelas ikut mempe­ngaruhi kesehatan dan gizi seseorang. Salah satu faktor

penyebab buruknya kualitas ling­kungan itu berasal dari masih adanya perilaku Buang Air Besar di Semba­rang tempat (BABS).

Merubah perilaku BABS memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, telah menca­nangkan kebijakan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

”Sanitasi yang buruk juga dapat menurunkan kualitas asupan gizi dan akan mengakibatkan anak pendek (stunting),” ujar Minarto, Director Community­based Health & Nutrition Project, MCA­Indonesia. Oleh karena itu, kata Minarto, MCA­Indonesia me lalui Community­based Health and Nutrition to Reduce Stunting Project juga menekankan perbaikan sanitasi.

Minarto menjelaskan, ada bebe­rapa kegiatan yang bisa dilaksanakan de ngan pembiayaan langsung. Namun khusus untuk kegiatan pemicuan sani­tasi ini, MCA­Indonesia akan melaku­kan pendekatan dengan memobilisasi masyarakat dalam pemicuan sanitasi.

Menurut Minarto, pendekatan mobilisasi masyarakat dalam pemi­cuan sanitasi yang sudah terbukti di lapangan itu diharapkan dapat memunculkan gerakan masyarakat yang lebih massive. Para petugas sani­tasi akan memberikan pendidikan, pelatihan, dan memotivasi masya­rakat yang masih memiliki perilaku BABS dan belum memiliki akses sanitasi.

”Jika masyarakat telah berhasil merubah perilaku BABS dan memiliki akses sanitasi sesuai dengan yang diharapkan, mereka akan kita berikan insentif. Pemberian insentif bukan dilakukan di depan, tapi di belakang untuk merangsang mereka agar lebih bersemangat melakukannya,” kata Minarto.

Para petugas sanitasi akan membe­

rikan laporan kepada MCA­Indone­sia, desa mana yang sudah melakukan pemicuan dan bebas BABS. ”Nah, desa­desa bebas BABS inilah yang akan kita berikan insentif,” jelasnya. Akan tetapi, kata Minarto, tim veri­fikator akan diterjunkan dulu ke lapangan untuk memverifikasi lapo­ran tersebut benar atau tidak.

Insentif berupa uang itu nantinya digunakan untuk memperbaiki kua­litas jamban­jamban yang mereka miliki. ”Daripada harus membangun jamban untuk seluruh keluarga di suatu desa, lebih baik dana yang ada digunakan sebagai insentif untuk merangsang agar mereka semangat lagi memperbaiki kualitas sanitasi mereka,” ujarnya.

Model pemberian insentif seperti itu memang bukanlah model baru di bidang kesehatan. Sudah banyak negara yang melakukan ini. Indone­sia sendiri juga sudah menggunakan pendekatan ini, misalnya saja, pro­

gram jaminan persalinan (Jamper­sal). Setiap bidan yang membantu persalinan diberikan insentif.

Namun, model pemberian insentif terkait pemicuan sanitasi justru kali ini dimunculkan. ”MCA­Indonesia boleh dibilang menjadi perintis pem­berian model insentif seperti ini,” kata Minarto.

Terkait dengan economic rate of return (ERR), jelas Minarto, investasi MCA­Indonesia dalam proyek Kese­hatan dan Gizi Berbasis Masya rakat untuk Me ngurangi Anak Pendek justru memiliki nilai yang paling tinggi.

Minarto juga mengharapkan pemerintah daerah nantinya dapat meneruskan model pemberian insen­tif dalam pemicuan sanitasi masyara­kat ini, sehingga keberlangsungannya dapat terjaga. Meskipun program MCA­Indonesia telah berakhir pada 2018 nanti.

n

TERKAIT DENGAN ECONOMIC RATE RETURN (ERR), JELAS MINARTO, INVESTASI MCA-INDONESIA DALAM PROYEK KESEHATAN DAN GIZI BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MENGURANGI ANAK PENDEK JUSTRU MEMILIKI NILAI YANG PALING TINGGI.

Purwanta BS-Bappenas

35Desember, 2013

Page 36: Majalah Compact Edisi 4

Health & Nutrition

T anggal 28 Oktober 2013 bukan hanya tanggal yang bermakna bagi Bangsa Indonesia karena Hari Sumpah Pemuda­nya.

Tanggal itu juga bermakna bagi Millennium Challenge Account­Indo­nesia (MCA­Indonesia) dan Kemen­terian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes). Loh, kok?

Iya, karena pada tanggal tersebut telah berlangsung penandatanganan Perjanjian Antar Lembaga (Implemen-ting Entity Agreement/IEA) antara MCA­Indonesia dan Kemenkes.

Di Balik Perjanjian 28 Oktober

Ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari perjanjian antara MCA-Indonesia dan Kemenkes ini.

Gamar Aryanto-MCAI

36 Desember, 2013

Page 37: Majalah Compact Edisi 4

”Perjanjian itu mengatur kese­pahaman kerjasama antara kedua lem­baga dalam menjalankan proyek Com-munity-based Health and Nutrition to Reduce Stunting dalam program Com­pact MCA­Indonesia,” ujar Minarto, Director Community­based Health & Nutrition Project MCA­Indonesia.

Dalam proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengu­rangi Anak Pendek itu nantinya akan terdapat tiga kegiatan besar yang akan dilakukan: Kegiatan Proyek Masyarakat, Kegiatan Sisi Suplai, dan Kegiatan Komunikasi, Manajemen Proyek, dan Evaluasi.

Menurut Minarto, perjanjian antara MCA-Indonesia dan Kemenkes fokus pada Kegiatan Sisi Suplai, dan Kegia­tan Komunikasi Manajemen Proyek dan Evaluasi. Kemenkes, kata Minarto, memiliki kapasitas dan sistem yang baik dalam dua kegiatan tersebut.

Pada Kegiatan Sisi Suplai, misalnya. Akan ada pemberian pelatihan guna peningkatan gizi, mengurangi risiko anak pendek, dan kegiatan intervensi lainnya serta memperbaiki kualitas dan akses terhadap layanan di bidang gizi dan sanitasi.

Kegiatan yang akan berlangsung di 11 Provinsi, 64 Kabupaten, dan 500 Kecamatan itu akan melatih sekitar 5.000 bidan desa, 1.000 petugas Pus­kesmas, dan 130 petugas kabupaten di bidang penyuluhan makanan bergizi untuk anak.

Begitu pula dengan Kegiatan Komunikasi Manajemen Proyek dan Evaluasi. Selama ini, kata Minarto, Kemenkes telah memiliki kapasitas dalam melakukan kegiatan komu­nikasi seperti kampanye dan meng­evaluasi program­program di bidang kesehatan.

”Secara substansi, kewenangan teknik Kegiatan Sisi Suplai dan Kegi­at an Komunikasi Manajemen Proyek dan Evaluasi tersebut akan berada di Kemenkes. Sementara MCA­Indone­sia berwenang mengawasi apa yang akan dikerjakan secara teknis dan memastikan administrasi yang dija­lankan sudah benar. Kita akan beker­jasama sesuai dengan prinsip­prinsip MCA­Indonesia yang ketat terkait isu transparansi dan akuntabilitas,” jelas Minarto.

Nah, melalui perjanjian tersebut, kata Minarto, baik Kemenkes maupun

MCA­Indonesia sudah memiliki pa ­yung hukum yang sah dalam melaku­kan kegiatan proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Me ­ngurangi Anak Pendek secara konkret. Salah satunya implementasi dalam waktu dekat ini, kedua belah pihak akan membentuk sekretariat nasional proyek di Kemenkes.

”Di dalam sekretariat nasional itu akan ada koordinator, spesialis trainin g, spesialis gizi, spesialis kesehatan keliling (kesling), dan sebagai nya. Tim ini akan membantu Kemenkes dan MCA­Indonesia untuk menjalankan proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masya rakat untuk Mengurangi Anak Pendek di jajaran Kemenkes,” papar Minarto.

Selain mengatur pembagian peran dan tanggung jawab, Minarto meng­harapkan kerjasama itu juga semakin meningkatkan kapasitas Kemenkes dalam menyelenggarakan program gizi dan kesehatan di Indonesia. ”Bagaimana mengorganisasi suatu pelatihan, perencanaan terpadu, monitoring dan evaluasi, komunikasi, dan sebagainya.”

n

"MELALUI PERJANJI-AN TERSEBUT, BAIK KEMENKES MAUPUN MCA-INDONESIA SUDAH MEMILIKI PAYUNG HUKUM YANG SAH DALAM MELAKU-KAN KEGIATAN PROYEK KESEHATAN DAN GIZI BERBASIS MASYAR-AKAT UNTUK MENGU-RANGI ANAK PENDEK SECARA KONKRET."

Gam

ar A

ryan

to-M

CAI

37Desember, 2013

Page 38: Majalah Compact Edisi 4

Event

M illennium Challenge A c c o u n t ­ I n d o n e s i a (MCA­Indonesia) men­gadakan sosialisasi

proyek Kemakmuran Hijau kepada 9 bupati/wakil bupati sebagai kandidat penerima proyek Kemakmuran Hijau MCA­Indonesia.

Acara yang diadakan pada 12 November 2013 di Jakarta itu di pimpin Wismana Hadisuryabrata, Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas selaku Sekretaris Majelis Wali Amanat MCA­Indonesia. Hadir pula Direk­tur Eksekutif MCA-Indonesia, J.W Saputro, Pejabat Pembuat Komitmen Sa tuan Kerja Pengelola Hibah MCC Hari Kristijo, dan Direktur Proyek Kemakmuran Hijau MCA­Indonesia,

Budi Kuncoro.“ P e m i l i h a n

k a b u p a t e n m e m p e r t i m ­bangkan faktor sosial ekonomi, lingkungan, dan inst i tusional . Untuk pemili­han kabupaten yang memenuhi syarat dilakukan district readiness assesment (DRA) dengan 20 indikator penilaian,” ujar Budi Kuncoro.

Menurut Budi, sejatinya MWA menyetujui 20 kabupaten untuk dija­dikan kandidat lokasi pelaksanaan proyek Kemakmuran Hijau. Namun pada tahap pertama ini, terpilih 10 kan­

didat kabupaten. Sisanya akan dilaku­kan pada pertengahan tahun 2014.

Pemilihan 20 kabupaten dibagi menjadi 2 tahap, sepuluh kabupaten dilaksanakan saat ini, 10 kabupaten lainnya akan dilakukan pertengahan tahun depan.

n

S ebanyak 29 pimpinan lem­baga/pemerintah daerah hadir menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) pem­

bentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Percontohan dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Penandata­ngan an disaksikan pula Ketua Majelis Wali Amanat MCA­Indonesia Lukita D. Tuwo dan JW. Saputro, Direktur Eksekutif MCA-Indonesia serta Kris­ten Bauer, The Charge d’ affaires of The US Embassy.

Acara yang digelar pada 14 Novem­ber 2013 di Jakarta itu merupakan langkah pertama LKPP dalam upaya mendorong, mengembangkan, dan memperkuat kapasitas ULP.

Setelah 3 tahun dilakukan pen­dampingan, 29 ULP Percontohan itu diharapkan dapat menjadi contoh ULP lain di Indonesia sebagai unit yang permanen, independen, pro­

fesional, dan berintegritas. Dalam kesempatan itu digelar pula workshop Pengembangan Peta Jalan Pengem­bangan ULP.

n

Sosialisasi Proyek Kemakmuran Hijau

Penandatanganan MOU ULP Percontohan

Purw

anta

BS-

Bapp

enas

Purwanta BS-Bappenas

38 Desember, 2013

Page 39: Majalah Compact Edisi 4
Page 40: Majalah Compact Edisi 4