Mahasiswa Kampus Dan Politik

138
1 Mahasiswa, Kampus dan Politik Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto Survei ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir pada Jurusan Sosiologi FISIP UNSOED Purwokerto untuk meraih gelar Strata 1 (S1). Pada tanggal 31 Agustus hasil survei sudah diuji di depan pembimbing dan outsider dan kemudian disahkan pada tanggal 14 September 2009. Populasi survei ini adalah mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) dengan cluster sampling pada empat fakultas: FISIP, FE, Faperta dan Fapet. Sampel fakultas didistribusikan secara proporsional dan responden dirandom berdasar interval 10. Hasil survei ini dapat digeneralisasi pada level populasi. 2009 Firdaus Putra A., S. Sos. Sosiologi FISIP UNSOED 9/20/2009

description

Survei tentang PEMIRA BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

Transcript of Mahasiswa Kampus Dan Politik

Page 1: Mahasiswa Kampus Dan Politik

1

Mahasiswa, Kampus

dan Politik Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED

Purwokerto Survei ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir pada Jurusan Sosiologi

FISIP UNSOED Purwokerto untuk meraih gelar Strata 1 (S1). Pada tanggal 31

Agustus hasil survei sudah diuji di depan pembimbing dan outsider dan

kemudian disahkan pada tanggal 14 September 2009. Populasi survei ini adalah

mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) dengan cluster sampling

pada empat fakultas: FISIP, FE, Faperta dan Fapet. Sampel fakultas

didistribusikan secara proporsional dan responden dirandom berdasar interval

10. Hasil survei ini dapat digeneralisasi pada level populasi.

2009

Firdaus Putra A., S. Sos. Sosiologi FISIP UNSOED

9/20/2009

Page 2: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

“Berkaryalah,

sekecil apapun itu”

Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

2

Page 3: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

3

Firdos Putra Aditama

Untuk bapak dan ibu – Moh. Nashir & Supriyati,

Wahyuningsih dan para aktivis kampus

Page 4: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

4

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Firdos Putra Aditama

NIM : F1A 003074

Alamat : Ds. Surobayan 005/002 Kec. Wonopringgro Kab. Pekalongan

Judul : “Mahasiswa, Kampus dan Politik: Survei tentang Partisipasi Mahasiswa

dalam Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto”

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sejauh

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Purwokerto, 14 September 2009

Firdos Putra A.

F1A 003074

Disclaim: Format halaman publikasi penelitian ini tidak sama dengan edisi

cetaknya (skripsi). Namun seluruh isi tidak mengalami perubahan. Saya merasa

tidak perlu mengikutsertakan lembar lampiran (28 halaman yang terdiri dari

banyak tabel) karena khawatir akan memperberat volume file.

Page 5: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

5

LEMBAR PENGESAHAN

MAHASISWA, KAMPUS DAN POLITIK

(Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira BEM

tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto)

Oleh:

Firdos Putra A.

F1A 003074

Diterima dan disahkan pada tanggal 14 September 2009

Tim Penguji

1. Pembimbing I

Drs. Dalhar Shodiq, M.Si. tanda tangan

NIP.19551023 198403 1 001

2. Pembimbing II

Haryadi, S.Sos., M.A. tanda tangan

NIP.19751005 200212 1 002

3. Outsider

Nanang Martono, S.Sos., M.Si. tanda tangan

NIP.19810330 200501 1 002

Mengetahui

Dekan FISIP UNSOED

tanda tangan dan stempel

Drs. Muslihudin, M.Si.

NIP.19630414 198901 1 001

Page 6: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih, Allah SWT, yang telah

memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Tujuan

penelitian ini adalah guna memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya pembuatan skripsi ini tidak

lepas dari bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih kepada:

1. Bapak Dalhar Shodiq, M.Si., sebagai pembimbing pertama yang secara detail

mengoreksi dari awal hingga akhir.

2. Bapak Haryadi, MA., sebagai pembimbing kedua yang dengan sabar mau

meluluskan perubahan judul dari pertama hingga ketiga.

3. Bapak Nanang Martono, M.Si., sebagai outsider dan juga yang membantu

penulis menggunakan SPSS dan melayani berbagai pertanyaan kuantitatif.

4. Bapak Masrukin, M.Si., dan Bapak Joko Santoso, M.Si., selaku Kajur dan

Mantan Kajur sebelumnya, atas dukungan akademiknya.

5. Ibu Mintarti, M.Si., dan Bapak Haryadi, MA., selaku Sekjur dan Mantan Sekjur

sebelumnya, atas dukungan akademiknya.

6. Seluruh staf pengajar jurusan Sosiologi FISIP UNSOED.

7. Seluruh staf Bagian Pendidikan (Bapendik) FISIP UNSOED.

8. Seluruh staf perpustakan FISIP UNSOED.

9. Jajaran Dekanat, mulai dari Dekan sampai Pembantu Dekan, terimakasih atas

berbagai dukungan dalam bidang akademik atau non-akademik.

10. Enumerator di FISIP Dwi Prayitno, Fak. Ekonomi, seperti Affan, Zainul,

Master, dan awak LPM MEMI lainnya. Di Fak. Pertanian ada Hanang, Feri dan

lainnya. Di Fak. Peternakan ada Wahyuningsih yang dibantu teman Fak.

Peternakan juga.

11. Kepada Jajang Yanuar sebagai informan. Juga pada Auriza, Aulia el Hakim,

Suherdiyanto, Susana Agustin, Chaerudin Affan, Devi Ratnasari, Ias Pramesti,

Iqbal Khudafi, Candra Silfina dan Rangga Fak. Pertanian yang sudah share

panjang-lebar terkait kepolitikan Fak. Pertanian dengan adanya partai

mahasiswa.

12. Kepada Faturi, Acep, Mas Dadan dan khususnya Mas Nanang yang telah

mengajarkan secara intensif metode survei dan juga penggunaan program

SPSS.

13. Komunitas Sisoka (Si Anak, Solidaritas dan KMPA), yang meskipun penulis

bukan anggota mereka, penulis merasa dekat dan at home di tengah-tengah

mereka.

14. Kepada teman-teman WE-Press, LS Profetika dan Lingkar Maya yang selama

ini berdialektika bersama.

Page 7: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

7

15. Kepada teman-teman aktivis ekstra kampus, mulai FMN, IMM, HMI MPO,

HMI DIPO, PMII, PMKRI, GMNI, LMND, KAMMI dan Gema Pembebasandi

Purwokerto yang selama ini berproses bersama dengan warna-warni

agreement and disagreement.

16. Kepada teman-teman kos “Shopos Ashram” yang pernah penulis provokasi

untuk membangun “Gerakan Anak Kos Ramah Lingkungan” melalui daur

ulang sampah plastik, yang meski gagal, terimakasih atas kebersamaan,

kekeluargaan dan kepercayaanya.

17. Kepada KOPKUN yang bolak-balik penulis repoti. Juga kepada Kang Suroto

terimakasih atas dukungannya.

18. Kepada para dosen kritis-progresif terimakasih atas diskusi dan

partisipasinya—di beberapa forum yang penulis gelar—sebagai pembicara/

fasilitator yang tidak dibayar.

19. Kepada Taqi, Gery, Bagus, Diaz, Tito, Nyaman, Yogi, Dimas, Didik, Fadli, Anto,

Bambang, Edi, Lastri, Ambar, Efi, Tino, Alvin, Iko, Andi, Yahya, Syamsudin,

Sandra, Sari, Uwin, Dimas Alit, Hanang, Andi, Tyo, Feri, Putra dan lainnya,

sebagai teman bermain dan juga teman diskusi.

Tidak lupa kepada perseorangan atau lembaga yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, kepada mereka penulis haturkan terimakasih yang

mendalam. Kepada sidang pembaca, selamat menikmati hasil penelitian ini!

Purwokerto, 14 September 2009

P e n u l i s

Page 8: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

8

DAFTAR ISI

MOTO 2

PERSEMBAHAN 3

PERNYATAAN 4

PENGESAHAN 5

KATA PENGANTAR 6

DAFTAR ISI 8

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM 10

DAFTAR ISTILAH 12

RINGKASAN 13

SUMMARY 14

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 15

1.2. Rumusan Masalah 25

1.3. Pembatasan Masalah 25

1.4. Tujuan Penelitian 25

1.5. Manfaat Penelitian 25

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktural Fungsional 26

2.2. Partisipasi Politik 27

2.3. Persepsi Mahasiswa 29

2.4. Ekspektasi Mahasiswa 31

2.5. Penelitian Terdahulu 32

2.6. Hipotesis Penelitian 37

III. METODE DAN ANALISA DATA

3.1. Lokasi, Populasi dan Sasaran Penelitian 38

3.2. Metode, Jenis dan Variabel Penelitian 39

3.3. Teknik Pengambilan Sampel 39

3.4. Metode Pengumpulan dan Jenis Data 42

3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 43

3.6. Definisi Konsep dan Operasional Variabel 45

3.7. Analisis Kuantitatif 47

3.8. Analisis Kualitatif 48

3.9. Penerimaan Hipotesis dan Taraf Signifikansi 48

Page 9: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah 49

4.2. Deskripi Umum tentang Organisasi Kampus 51

4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 54

4.4. Karakteristik Responden 55

4.5. Karakteristik Informan 58

4.6. Analisis Distribusi Frekuensi 60

4.7. Analisis Tabulasi Silang 79

4.8. Analisis Korelasi Tau Kendall 98

4.9. Analisis Kualitatif 100

4.10. Penerimaan Hipotesis 102

V. REFLEKSI

5.1. Publik yang Gamang 103

5.2. Pemira Setengah Hati 108

5.3. BEM Nyaris Tanpa Tangan-Kaki 116

5.4. Tipologi-tipologi 119

5.5. Revitalisasi Sistem Politik Kampus 127

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan 133

6.2. Saran 135

DAFTAR PUSTAKA 136

TENTANG PENULIS 138

Page 10: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

10

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

Halaman

Tabel 1 Tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira BEM 10

Tabel 2 Distribusi sampel fakultas 27

Tabel 3 Hasil uji validitas instrumen 40

Tabel 4 Deskripsi paska uji validitas 40

Diagram 5 Karakteristik responden berdasar fakultas 41

Diagram 6 Karakteristik responden berdasar organisasi 42

Tabel 7 Karakteristik responden berdasar angkatan 43

Tabel 8 Karakteristik responden berdasar jenis kelamin 43

Tabel 9 Karakteristik informan 44

Tabel 10 Pengetahuan responden terhadap fungsi BEM 46

Tabel 11 Persepsi responden terhadap kinerja BEM 48

Tabel 12 Pengetahuan responden tentang pengurus BEM 49

Tabel 13 Persepsi responden tentang manfaat BEM 50

Tabel 14 Persepsi responden tentang keterserapan

aspirasi mahasiswa

50

Tabel 15 Persepsi responden terhadap pelaksanaan Pemira 51

Tabel 16 Persepsi responden terhadap Pemira dan kuliah 52

Tabel 17 Persepsi responden terhadap materi kampanye calon 53

Tabel 18 Persepsi responden terhadap media kampanye calon 53

Tabel 19 Persepsi responden terhadap visi-misi calon 55

Tabel 20 Persepsi responden terhadap efektivitas sosialisasi KPR 56

Tabel 21 Penggunaan hak pilih responden 57

Tabel 22 Persepsi responden terhadap tentang

perlunya menggunakan hak pilih

57

Tabel 23 Asal motivasi responden saat memilih 58

Tabel 24 Efikasi politik responden tentang penggunaan hak pilih

dan perubahan keadaan kampus

60

Tabel 25 Efikasi politik responden terhadap BEM

dan perubahan kampus

60

Diagram 26 Macam-macam perubahan di kampus yang

diharapkan responden

61

Tabel 27 Ekspektasi responden terhadap BEM 62

Diagram 28 Macam-macam harapan responden terhadap BEM 62

Tabel 29 Rasa memiliki responden terhadap BEM 63

Tabel 30 TS. Persepsi responden terhadap kinerja

BEM berdasar fakultas

65

Tabel 31 TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi

mahasiswa berdasar fakultas

67

Tabel 32 TS. Penggunaan hak pilih responden berdasar fakultas 68

Tabel 33 TS. Persepsi responden terhadap materi 69

Page 11: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

11

kampanye calon berdasar fakultas

Tabel 34 TS. Persepsi responden terhadap media

kampanye calon berdasar fakultas

70

Tabel 35 TS. Persepsi responden terhadap visi-misi

calon berdasar fakultas

71

Tabel 36 TS. Persepsi responden tentang Pemira

dan kuliah berdasar fakultas

72

Tabel 37 TS. Persepsi responden tentang perlunya

menggunakan hak pilih berdasar fakultas

73

Tabel 38 TS. Efikasi politik responden terhadap BEM

dan perubahan di kampus berdasar fakultas

74

Tabel 39 TS. Ekspektasi responden terhadap BEM berdasar fakultas 75

Tabel 40 TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak

pilih dan perubahan di kampus berdasar fakultas

76

Tabel 41 TS. Persepsi responden tentang kinerja

BEM berdasar organisasi

77

Tabel 42 TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi

mahasiswa berdasar organisasi

78

Tabel 43 TS. Penggunaan hak pilih responden berdasar organisasi 79

Tabel 44 TS. Persepsi responden tentang perlunya

penggunaan hak pilih berdasar organisasi

79

Tabel 45 TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak

pilih dan perubahan di kampus berdasar organisasi

80

Tabel 46 TS. Ekspektasi responden terhadap

BEM berdasar organisasi

81

Tabel 47 TS. Efikasi politik responden terhadap BEM

dan perubahan di kampus

81

Tabel 48 Analisis korelasi Kendall Tau 84

Diagram 49 Tipe pemilih 108

Tabel 50 Analisis SWOT sistem politik kampus 113

Page 12: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

12

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

BEM : Badan Eksekutif Mahasiswa

BKK : Badan Koordinasi Kemahasiswaan

Depolitisasi : Proses politik dimana masyarakat tidak dilibatkan secara aktif.

Masyarakat hanya menjadi massa mengambang.

DLM : Dewan Legislatif Mahasiswa

Efikasi Politik : Dampak yang diharapkan dari aktivitas politik

Ekspektasi : Harapan terhadap suatu obyek

FE : Fakultas Ekonomi

FISIP : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Faperta : Fakultas Pertanian

Fapet : Fakultas Peternakan

HMJ : Himpunan Mahasiswa Jurusan

HMPS : Himpunan Mahasiswa Program Studi

KBM/KM : Keluarga Besar Mahasiswa/ Keluarga Mahasiswa

KPR : Komisi Pemilihan Raya

LPM : Lembaga Pers Mahasiswa

MUSMA : Musyawarah Mahasiswa

Musang : Musyawarah Anggota

Motivasi : Dorongan termasuk didalamnya adalah harapan

NKK : Normalisasi Kehidupan Kampus

Pemira : Pemilihan Raya

Presiden : Presiden (Ketua) BEM

UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa

UNSOED : Universitas Jenderal Soedirman

Page 13: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

13

RINGKASAN

Mahasiswa, kampus dan politik merupakan tiga entitas yang dapat saling

berkelindan. Di kampus, mahasiswa tidak hanya mengisi aktivitas dengan belajar.

Mahasiswa dengan berbagai peran sosialnya dapat melakukan aktivitas-aktivitas

sosial-politik. Aktivitas ini sekurang-kurangnya dapat dilihat pada fenomena

pemerintahan mahasiswa sebagai wujud dari politik kampus.

Secara historis, pemerintahan mahasiswa bermula dari sejarah Senat

Mahasiswa, Dewan Mahasiswa dan kemudian wujud yang paling terkini adalah

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM). BEM

merupakan lembaga mahasiswa yang mempunyai fungsi pemberdayaan, kontrol

dan advokasi bagi mahasiswa. DLM adalah lembaga mahasiswa yang mempunyai

fungsi legislasi dan kontrol terhadap BEM.

BEM dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih satu tahun sekali melalui

Pemilihan Raya (Pemira). Fungsi Pemira selain untuk memilih ketua BEM juga

berfungsi sebagai media partisipasi mahasiswa pada sistem politik kampus.

Tinggi-rendahnya partisipasi mahasiswa dalam Pemira dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Penelitian ini menyelidiki faktor persepsi dan ekspektasi mahasiswa yang

diduga berpengaruh pada partisipasi mereka dalam Pemira.

Penelitian ini dilaksanakan di empat fakultas di UNSOED Purwokerto

dengan menggunakan metode survei. Teknik sampel yang digunakan adalah

teknik kelompok yang membagi delapan fakultas di UNSOED menjadi dua:

fakultas eksakta dan sosial. Pada setiap kelompok diambil dua fakultas.

Kemudian sampel diacak dan disebarkan ke fakultas secara proporsional. Survei

dilakukan kepada 261 responden yang nama-namanya sudah ditentukan melalui

kerangka sampel dengan interval 10.

Hasil survei memperlihatkan bahwa persepsi dan ekspektasi

mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam Pemira. Artinya hipotesis kerja (Hk)

penelitian ini diterima. Meski demikian, hasil penelitian ini menemukan bahwa

korelasi persepsi dan ekspektasi dengan partisipasi rendah. Hal ini disebabkan

pengaruh beberapa variabel komponen terhadap variabel partisipasi mahasiswa.

Diterimanya hipotesis kerja berarti bahwa hasil penelitian ini dapat digeneralisasi

pada tingkat populasi.

Di bagian akhir, peneliti menyarankan revitalisasi sistem politik kampus

dengan menyempurnakan Pemira dengan sistem partai. Selain itu, peneliti juga

menyarankan untuk membatasi pemilih dalam Pemira hanya pada empat

angkatan terakhir. Dua rekomendasi itu dapat meningkatkan partisipasi baik

secara kuantitatif dan kualitatif. Pada akhirnya, politik kampus akan dinamis dan

demokratis.

Kata kunci: Mahasiswa, Persepsi, Ekspektasi, Partisipasi Politik, Pemira, BEM.

Page 14: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

14

SUMMARY

Politic, campus and student are three correlated entities. At campus,

student is not only taking their time by study. Student with their varied social

roles can do political and social activities. The activity, at least, can be seen in the

phenomenon of student government as form the campus politic.

Historically, the student government has started from the Student

Senate, Student Board and than the recent form are Student Executive

Institution (BEM) and Student Legislative Board (DLM). BEM is the organisation

with the empowerement, advocacy and control function for student. And DLM is

the organisation with the control and legislation function of BEM.

BEM is led by president who is elected yearly by the General Election

(Pemira). Beside to elect the BEM president candidate, Pemira is a medium for

student participation at political campus system. The up and down of student

participation at Pemira is influenced by many factors. This research investigates

the influence of expectation and perception for their participation at Pemira.

This research conducted at four faculties of UNSOED Purwokerto with

survey method. The research used cluster sampling technique by grouping eight

faculties into two: social and natural sciences. In each gorup researcher chose

two faculties. And than sample be randomized and distribute to faculty

proportionally. Survey has been conducted to 261 respondent determined by

with sampling frame with ten intervals.

The result shows that expectation and perception have influenced over

student participation at Pemira. That means that the working hypothesis of

research are acceptable. Although, the correlation is low. It was caused by

influence of some component variables to student participation variable. The

acceptable of working hypothesis means that the result could be generalized on

population level.

In the end, researcher suggesting the revitalization of campus politic

system to complete Pemira with party system. Beside of it, researcher is

suggesting also to limit of Pemira voter of only four late generations. Both of

suggestions can increase student participation at quantitative and qualitative

dimension. Lastly, campus politic will democratic and dynamic.

Keywords: Student, Perception, Expectation, Political Participation, Pemira, BEM.

Page 15: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah mencatat sampai hari ini peran mahasiswa masih diharapkan

dalam rangka mengusung perubahan sosial. Posisi dan peran serta berbagai

kelebihan lainnya membuat mahasiswa menjadi salah satu agen perubah (agent

of change). Berbagai kelebihan itu seperti penguasaan basis intelektual yang

memungkinkan mahasiswa melakukan berbagai terobosan pemikiran. Sebagian

mahasiswa berasal dari status sosial-ekonomi menengah-atas. Posisi stratifikasi

yang demikian secara tidak langsung merupakan fasilitas-fasilitas yang bisa

dimanfaatkan untuk mendukung agenda perubahan. Selain itu, dengan berbagai

penguasaan sarana teknologi, mahasiswa cukup mahir dalam mencari,

mengembangkan dan mengelola jejaring dengan agen perubah lainnya.

Peran mahasiswa dalam panggung sejarah Indonesia tidak bisa dipandang

sebelah mata. Pada tahun 1966, mahasiswa yang terorganisir mampu

menggulingkan rezim Soekarno (Orde Lama). Otoritarianisme negara berupa

pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup dapat ditolak. Secara

umum peran mahasiswa kala itu dapat dilihat pada film Gie, yang

menggambarkan bagaimana mahasiswa selalu kritis terhadap kuasa (negara) 1

.

1 Dalam film Soe Hok Gie, sutradara Riri Riza, diproduksi oleh Miles Film rilis pada 14 Juli 2005.

Page 16: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

16

Hal senada kembali terulang pada tahun 1998 dengan tumbangnya rezim

Soeharto (Orde Baru), yang mengantarkan Indonesia pada Orde Reformasi.

Mahasiswa memulai gerakan pada tahun 1997 dan klimaksnya pada bulan Mei

1998, berkat mahasiswa dan atas desakan tokoh-tokoh masyarakat Soeharto

mengundurkan diri sebagai presiden.

Reformasi bergulir, meski demikian tanpa menafikan berbagai silang

sengketa keterkaitan militer, agen intelejen asing, dan berbagai teori konspirasi

yang berkembang, mahasiswa tetap merupakan kelompok potensial dalam

menggulirkan perubahan sosial-politik. Aksi-aksi strategis yang dilakukannya

merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh kelompok penekan lainnya. Suara

mahasiswa, sekurang-kurangnya merupakan representasi dari suara masyarakat

umum. Suara mahasiswa bukan perpanjangan tangan kepentingan kelompok

tertentu, seperti: partai politik, organisasi massa atau negara. Suara mahasiswa

berangkat dari basis moral-intelektual yang senantiasa berpihak pada nilai-nilai

kemanusiaan-kemasyarakatan.

Tindakan atau aksi strategis seperti di atas tentu saja tidak bisa disterilkan

dari anasir sosial-politik kampus. Kampus merupakan kawah candradimuka,

tempat mahasiswa menempa ilmu dan berbagai kecakapan lainnya. Kampus juga

merupakan tempat untuk berkembangnya perdebatan berbagai masalah atau

diskusi pemikiran. Mimbar akademis yang sifatnya terbuka serta bebas

merupakan wahana bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri serta

merefleksikan dirinya. Selain itu dengan berbagai aktivitas, melalui Unit Kegiatan

Page 17: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

17

Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Badan Eksekutif

Mahasiwa (BEM), Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) dan berbagai organisasi

lainnya, kemampuan analisis, kepemimpinan, pengorganisasian, manajerial dan

kecakapannya lainnya terasah dan tertempa dengan optimal.

Fungsi kampus dalam konteks ini sebagai “wadah pembiakan” tidak bisa

dilepaskan dari konteks posisi dan peran mahasiswa sebagai agen perubah.

Dialektika dalam berbagai aktivitas kampus merupakan rahim yang sudah dan

akan selalu melahirkan aktivis-aktivis—demikian label untuk mahasiswa

organisatoris dan kritis—yang dengan berbagai basis nilainya masing-masing,

melakukan usaha kritisisme serta resistensi terhadap jejaring kuasa yang ada.

Kampus dengan berbagai dinamikanya menyediakan raw material bagi olah pikir

dan olah aksi mahasiswa sebagai salah satu entitas terbesar di dalamnya.

Posisi dan peran mahasiswa pada titik itu tidak hanya sebagai peserta

didik yang menjalankan ritual harian (proses belajar), melainkan entitas sipil yang

secara utuh mempunyai hak-hak sipil sebagaimana warga lainnya. Dinamika

mahasiswa di dalam kampus sangat berbeda jauh dengan dinamika siswa di

sekolah. Dinamika mahasiswa di kampus lebih dekat ke arah bangun relasi warga

sipil yang sadar terhadap hak-hak sosial-politiknya. Pada titik yang lain, dosen

serta birokrasi kampus, merupakan warga sipil lain yang dalam struktur lembaga

pendidikan berperan sebagai fasilitator pendidikan. Oleh karenanya, aktivitas

mahasiswa di kampus bukan sekedar menyerap ilmu pengetahuan dari bangku

Page 18: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

18

kuliah. Namun juga berperan dalam berbagai aktivitas-aktivitas yang bernuansa

sosial-politik.

Aktivitas-aktivitas sosial-politik ini merupakan turunan dari kesadaran

hak-hak sebagai warga negara atau peserta didik dalam lingkup perguruan tinggi.

Pada konteks ini, lahirlah terminologi politik kampus2. Secara umum politik

kampus bisa didefiniskan melalui, politik (policy); yakni aktivitas-aktivitas dalam

rangka mewujudkan kebijakan publik3, kampus; merupakan locus dimana

aktivitas itu lahir dari, oleh, dan untuk semua masyarakat kampus. Politik kampus

merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka

mewujudkan kebijakan publik sesuai dengan nilai-nilai luhur demokrasi.

Pada konteks itu, politik kampus merupakan upaya atau keterlibatan

mahasiswa dalam rangka merumuskan, menentukan dan mengontrol berbagai

macam kebijakan yang ada di kampus. Politik kampus berkonotasi positif sebagai

perjuangan untuk terpenuhinya hak-hak demokratik mahasiswa dalam konteks

dirinya sebagai peserta didik dan warga negara.

Fokus politik kampus merupakan segala kebijakan yang digulirkan oleh

lembaga mahasiswa itu sendiri (internal) atau oleh birokrasi kampus, seperti

jurusan, fakultas atau universitas (eksternal). Politik kampus dalam konteks

internal dapat dilihat pada entitas pemerintahan mahasiswa. Untuk lebih

2 Sepengetahuan penulis, setelah mencari dari berbagai sumber, belum ada definisi yang tuntas terkait terminologi “politik kampus”. Dalam konteks ini, penulis merasa perlu untuk mendefinisikan—meski secara kasar—terminologi tersebut dalam rangka mengoperasionalkan penelitian ini. 3 Dalam Miriam Budiarjdo hal. 12.

Page 19: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

19

memamah lembut konsep politik kampus dan pemerintahan mahasiswa, perlu

kiranya menengok sejarah lembaga mahasiswa.

Dalam sejarah lembaga mahasiswa mewujud pada konsep student

goverment atau pemerintahan mahasiswa4. Konsep itu lahir dari dialektika

panjang dengan berbagai konstelasi politik yang mengiringinya. Pemerintahan

mahasiswa lahir dari kebutuhan mahasiswa untuk mengaspirasikan,

menyalurkan dan menuntut hak-hak politik.

Basis keberadaan pemerintahan mahasiswa adalah mahasiswa secara

keseluruhan, sehingga partisipasi mahasiswa dalam politik kampus menjadi

niscaya. Partisipasi politik dalam konteks ini merupakan keikutsertaan atau

keterlibatan mahasiswa dalam agenda-agenda politik, seperti Pemilihan Raya

(Pemira), penandatanganan petisi, audiensi dengan birokrasi kampus,

menghadiri kongres atau musyawarah mahasiswa (Musma), aksi massa dan lain

sebagainya, yang bertujuan untuk merealisasikan hak-hak politik mahasiswa.

Partisipasi mahasiswa juga menandakan seberapa membasisnya

pemerintahan mahasiswa yang ada. Selain itu, partisipasi mahasiswa merupakan

proses aspirasi, agregasi, serta aktualisasi kepentingan-kepentingan mahasiswa

yang kemudian menjadi input bagi sistem pemerintahan mahasiswa. Tujuan

pemerintahan mahasiswa sejatinya merupakan penyerapan serta kristalisasi

harapan, keinginan, kehendak basis konstituen. Partisipasi mahasiswa searah

dengan bangun logika demokrasi, dari, oleh dan untuk kita (baca: mahasiswa).

4 Untuk mengetahui sejarah pemerintahan mahasiswa, lebih lanjut lihat di www.wikipedia.co.id dengan kata kunci “sejarah dewan mahasiswa”.

Page 20: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

20

Input berupa aspirasi, harapan dan sebagainya merupakan kehendak dari

konstituen. Input politik tersebut kemudian diolah secara bersama oleh

pemerintahan mahasiswa. Selanjutnya, realisasi visi, misi, tujuan serta program-

program kerja merupakan hasil atau ouput yang dapat dipetik untuk kepentingan

bersama, baik pemerintahan mahasiswa dan mahasiswa pada umumnya.

Pada mulanya, format pemerintahan mahasiswa berbentuk Dewan

Mahasiwa. Bentuk organisasi ini berakhir pada tahun 1978-an ketika pemerintah

memberangus aksi kritis para mahasiswa dan berujung pada pembekuan Dewan

Mahasiswa. Kegiatan politik di dalam kampus juga secara resmi dilarang.

Kebijakan pemberangusan hak-hak politik ini dikenal dengan istilah Normalisasi

Kehidupan Kampus (NKK) dan dibentuklah Badan Koordinasi Kemahasiswaan

(BKK). Pembekuan ini terjadi pada masa Daoed Joesoef menjadi Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan.5

Kemudian pada 1990-an, lahirlah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi

(SMPT), selanjutnya disingkat menjadi Senat Mahasiswa di bawah kepemimpinan

Fuad Hasan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Senat Mahasiswa

merupakan kumpulan para ketua-ketua Lembaga Kemahasiswaan yang ada:

Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas, Ketua Umum BPM dan Ketua Umum

Unit Kegiatan Mahasiswa. Model seperti ini di beberapa perguruan tinggi

5 Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT. Lihat, www.wikipedia.com dengan kata kunci “NKK/BKK”.

Page 21: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

21

kemudian ditolak, dan dipelopori oleh UGM, Senat Mahasiswa berubah menjadi

pemerintahan mahasiswa (student government).6

Perubahan Senat Mahasiswa menjadi pemerintahan mahasiswa dapat

dilihat dari adanya: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang menjalankan fungsi-

fungsi eksekutif. Di sisi lain, Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) yang

menjalankan kerja-kerja legislasi dan kontrol. BEM dan DLM dipimpin oleh

seorang presiden atau ketua. Presiden BEM dipilih melalui Pemilihan Raya

(Pemira) setiap tahun sekali. Di akhir masa pemerintahan, DLM melaksanakan

Musyawarah Mahasiswa (Musma) atau Konggres Mahasiswa yang fungsinya

meminta pertanggungjawaban Presiden BEM serta membahas dan menetapkan

berbagai permasalahan kelembagaan mahasiswa.

Di sisi lain, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) secara struktural berada di

bawah BEM. UKM dengan logika ini nampak sebagai “departemen-departemen

negara” yang merealisasikan program-program BEM.7 Kemudian Himpunan

Mahasiswa Jurusan (HMJ), merupakan lembaga-lembaga yang mendudukkan

wakilnya di DLM.8 Berbeda dengan HMJ, yang ketuanya dipilih melalui Pemira

Jurusan, ketua UKM dipilih dalam forum Musyawarah Anggota (Musang) oleh

anggota UKM yang bersangkutan.

6 Lihat, www.wikipedia.com dengan kata kunci “Senat Mahasiswa”. Senat Mahasiswa disahkan melalui SK Mendikbud No. 0457/U/1990. 7 Namun pada kenyataannya, hubungan BEM dan UKM lebih nampak sebagai mitra yang secara struktural sebatas koordinasi. 8 Namun hal ini tidak berlaku umum, di beberapa fakultas HMJ tak ubahnya seperti UKM yang secara struktural berada di bawah BEM. Meski demikian, pada kenyataannya, kerja-kerja HMJ tidak terlalu terikat oleh kerja-kerja BEM.

Page 22: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

22

Meskipun tidak ada petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis yang

dikeluarkan oleh otoritas tertentu, format pemerintahan mahasiswa seperti di

atas lazim digunakan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Format

pemerintahan itu juga menurun pada sistem suksesi kepemimpinan berupa

Musma dan Pemira. Hal tersebut juga berlaku di Universitas Jenderal Soedirman

(UNSOED) yang terletak di Purwokerto.

Baik di UNSOED atau perguruan tinggi lainnya, Pemira dilaksanakan

setahun sekali sesuai dengan periode kerja atau masa bakti Presiden BEM. Pada

umumnya, Pemira tidak berbeda jauh dengan Pemilu nasional. Untuk

menyelenggarakan Pemira, DLM akan membentuk Komisi Pemilihan Raya (KPR)

yang tak ubahnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia. Tahap-tahap pada

Pemira nyaris sama dengan Pemilu nasional. Ada tahap penjaringan calon, masa

kampanye, debat kandidat, masa tenang dan masa pencoblosan.

Di UNSOED, selain fakultas Pertanian (Faperta), fakultas lainnya tidak

menggunakan sistem kepartaian (baca: partai mahasiswa) sebagai wadah resmi

untuk mengajukan calon tertentu. AD/ART Keluarga Besar Mahasiswa (KBM)

fakultas seperti ISIP, Hukum, Ekonomi, MIPA, Kesmas, dan sebagainya tidak

menyaratkan adanya partai politik. Calon bisa perseorangan atau diajukan

komunitas tertentu.

Meski demikian pada masa kampanye masing-masing calon akan

membentuk tim sukses yang membantu dan mendukung calon bersangkutan.

Page 23: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

23

Dana dan perlengkapan lainnya mereka peroleh dari donasi individu yang lebih

dikenal dengan istilah “bantingan”.

Pada tahap akhirnya, mahasiswa akan menyalurkan hak pilihnya di bilik-

bilik pemungutan suara. Bilik suara ini biasanya terletak di beberapa tempat di

kampus yang mudah dijangkau mahasiswa kebanyakan. Bilik suara dijaga oleh

petugas KPR yang akan melayani mahasiswa mulai dari mendaftar dan mengecek

nama, memberi kertas suara dan seterusnya. Berbagai perlengkapan untuk

pemungutan suara dan lainnya tergantung pada kesiapan KPR. KPR sendiri

memperoleh dana penyelenggaraan dari pihak fakultas berupa dana kegiatan

kemahasiswaan.

Setelah selesai melakukan pemungutan suara, kertas suara langsung

dihitung disaksikan masing-masing saksi dari calon yang bersangkutan. Esoknya,

Presiden BEM terpilih bisa langsung diumumkan berikut jumlah seluruh suara

yang masuk, jumlah suara pesaingnya dan jumlah suara yang rusak. Tabel di

bawah ini menunjukan tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira BEM pada

beberapa fakultas di UNSOED, sebagai berikut;

Page 24: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

24

Tabel 1 | Tingkat Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira BEM

No Fakultas Mahasiswa

Aktif

Pemira 2006/2007 Pemira 2007/2008

Suara % Suara %

1. ISIP 2000 700an 35 600an 30

2. Ekonomi 7000 1200an 17 1800an 25

3. Pertanian 2500 700an 28 800an 32

4. Peternakan 900 400an 44 470an 52

5. Hukum 2000 400an 20 450an 22

Data: diolah dari berbagai sumber9

Data di atas memperlihatkan perbedaan, baik kenaikan atau penurunan,

tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira di beberapa fakultas di UNSOED.

Selain menunjukan kenaikan atau penurunan, secara tidak langsung data

tersebut menunjukan seberapa banyak mahasiswa yang menggunakan hak pilih

dan mahasiswa yang tidak menggunakannya. Artinya, data tersebut menunjukan

bahwa kecenderungan mahasiswa dalam menggunakan hak pilih dipengaruhi

oleh faktor-faktor tertentu sehingga tingkat partisipasi terlihat berubah-ubah.

Pada titik itu, berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa

dalam menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih perlu dikaji dan diteliti.

Pengkajian dan penelitian tersebut pada gilirannya dapat mengetahui faktor-

faktor apa saja yang secara signifikan mempengaruhi partisipasi mahasiswa pada

Pemira BEM tingkat fakultas di UNSOED.

9 Data diperoleh dari Ketua KPR atau Presiden BEM fakultas yang bersangkutan. Kondisi lembaga mahasiswa di lima fakultas di atas relatif tidak berubah setelah adanya kebijakan merger fakultas di UNSOED. Berbeda dengan itu, Fakultas Kedokteran, MIPA, Teknik, Kelautan dan Perairan, Kesmas, Farmasi dan sebagainya mengalami merger pada level akademik namun belum termerger pada level lembaga mahasiswa.

Page 25: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

25

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, peneliti perlu merumuskan

permasalahan agar penelitian ini berjalan dalam kerangka yang runtut dan logis,

yakni “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam

Pemira tingkat fakultas di UNSOED?”

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah partisipasi mahasiswa dalam Pemira

BEM tingkat fakultas pada dua faktor yang mempengaruhinya;

1. Persepsi mahasiswa terhadap BEM dan Pemira.

2. Motivasi atau ekspektasi terhadap BEM dan Pemira.

D. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

mahasiswa dalam Pemira fakultas di lingkungan UNSOED.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara; (a). teoritis yakni memperluas

cakrawala disiplin Sosiologi Politik dalam lanskap lokal (mikro). (b). Secara

praktis, penelitian ini dapat memberi gambaran dan masukan bagi para

aktivis kampus tentang masalah partisipasi mahasiswa yang menurun tajam

dibanding jumlah seluruh mahasiswa (aktif) di kampus tertentu.

Page 26: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

26

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Struktural Fungsional

Pada kajian Sosiologi terdapat tiga paradigma, yakni paradigma fakta

sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial. Penelitian ini menggunakan paradigma

fakta sosial. Fakta sosial (social facties) merupakan sesuatu (thing) yang berbeda

dengan dunia ide. Fakta sosial menurut Durkheim mempunyai sifat eksternal,

umum dan memaksa. Eksternal, umum dan memaksa artinya bahwa fakta

tersebut berada di luar individu dan berlaku secara umum bagi kelompok

individu (masyarakat) dan bersifat memaksa10

.

Durkheim merinci fakta sosial menjadi dua macam: pertama fakta sosial

yang berbentuk material, yaitu barang atau sesuatu yang dapat disimak,

ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini merupakan

bagian dari dunia nyata (external world). Contoh fakta sosial material adalah

arsitektur dan sebagainya. Kedua, fakta sosial nonmaterial, yaitu sesuatu yang

dianggap nyata (external). Fakta sosial ini merupakan fenomena yang bersifat

intersubyektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contoh

fakta sosial nonmaterial seperti nilai, norma dan sebagainya11

.

Pada konteks ini, partisipasi mahasiswa dalam politik kampus termasuk

dalam fakta sosial yang bersifat nonmaterial. Fenomena tersebut (Pemira)

10 Dalam Lawang hal. 177-178. 11 Dalam Ritzer hal 14.

Page 27: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

27

merupakan sesuatu yang berada di luar individu, yang bersifat umum

(intersubyektif) dan memaksa (menuntut kelompok individu untuk berpartisipasi

di dalamnya).

Di dalam paradigma fakta sosial sendiri terdapat empat macam teori;

teori struktural fungsional, konflik, sosiologi makro, dan sistem. Penelitian ini

akan menggunakan teori struktural fungsional. Teori ini menekankan kepada

keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam

masyarakat. Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang

terdiri dari bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam

keseimbangan12

. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa

perubahan pada bagian yang lain. Asumsi dasarnya bahwa setiap struktur dalam

sistem sosial bersifat fungsional terhadap yang lain. Bilamana tidak, maka

dengan sendirinya sistem itu akan hancur.

B. Partisipasi Politik

Miriam Budiardjo13

mengemukakan bahwa partisipasi politik merupakan

kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam

kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara

langsung atau tidak mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan

umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai atau kelompok

12 Ibid. 13 Dalam Miriam Budiardjo, hal. 1-7.

Page 28: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

28

kepentingan, dan sebagainya. Lebih khusus Norman H. Nie dan Sidney Verba14

,

menyatakan bahwa partsisipasi politik merupakan kegiatan pribadi warga negara

yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi

pejabat-pejabat negara atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.

Partisipasi politik dibedakan menjadi dua, aktif dan pasif. Partisipasi aktif

mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan

umu, mengajukan alternatif kebijakan, mengkritik kebijakan, membayar pajak,

ikut serta dalam pemilihan pimpinan pemerintahan dan sebagainya. Di sisi lain,

partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan menaati peraturan, menerima dan

melaksanakan keputusan atau kebijakan pemerintah15

.

Partisipasi politik berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi partisipasi

yang bersifat sukarela (otonom) dan partisipasi atas desakan orang lain

(dimobilisasi). Nelsom membedakannya dengan dua sifat, yaitu autonomous

participation (partisipasi otonom) dan mobilized participation (partisipasi yang

dimobilisasikan)16

.

Pemberian suara dalam kegiatan pemilihan umum merupakan bentuk

partisipasi politik yang terbiasa, yang seringkali lebih luas daripada bentuk

partisipasi politik lainnya. Berbeda dengan itu, kegiatan seperti demonstrasi,

penandatanganan petisi, konfrontasi, pemogokan dan serangkaian tindakan

kekerasan merupakan bentuk partisipasi politik nonkonvensional17

.

14 Ibid. 15 Dalam Sudijono Sastraoatmodjo hal. 74. 16 Ibid. hal. 77. 17 Ibid. hal. 80.

Page 29: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

29

Sebagaimana dinyatakan Miriam Budiardjo, banyaknya partisipasi

masyarakat umumnya dianggap lebih baik18

. Pada titik ini, tingkat partisipasi

menjadi indikator bahwa warga negara memahami, mengikuti, dan bahkan

terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang

rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena

diartikan bahwa banyak warga negara tidak menaruh perhatian terhadap

masalah negara. Selain itu, ada kekhawatiran dengan rendahnya tingkat

partisipasi ini, pimpinan negara dianggap kurang tanggap atau tidak responsif

terhadap aspirasi warganya.

C. Persepsi Mahasiswa

Persepsi merupakan akar dari opini. Persepsi adalah pengalaman tentang

objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi

dan menafsirkan pesan. Selain itu ada pula yang mengartikan persepsi sebagai

proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra. Proses persepsi

yang didahului proses pengindraan yang berlangsung ketika individu menerima

stimulus dari alat indra19

.

Persepsi lebih kompleks dan luas kalau dibandingkan dengan

penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan

seleksi, penyusunan dan penafsiran. Walaupun persepsi sangat tergantung pada

proses pengindraan, proses kognitif barangkali bisa menyaring,

18 Dalam Miriam Budiarjdo hal. 23 19 Dalam Bimo Walgito hal. 87-88.

Page 30: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

30

menyederhanakan atau mengubah secara sempurna data tersebut. Jika

informasi berasal dari stimuli yang telah diketahui oleh seseorang maka

informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi seseorang

mengorganisasikan persepsinya. Hasil pengorganisasian persepsinya mengenai

suatu informasi berupa pengertian tentang sesuatu objek tersebut.

Persepsi dalam kajian politik merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku politik seseorang. Persepsi termasuk faktor ketiga yaitu

struktur kepribadian yang tercermin pada sikap individu. Salah satu hal untuk

memahami struktur kepribadian dengan cara melihat penilaian seseorang

terhadap suatu obyek yang didasarkan pada minat dan kebutuhan orang

tersebut terhadap obyek itu20

. Pada titik inilah persepsi individu menjadi salah

satu faktor penting yang mempengaruhi partisipasi politiknya.

Persepsi individu (baca: mahasiswa) terhadap: BEM, Pemira, pengurus

dan sebagainya merupakan input berupa informasi atau data. Input tersebut

akan disaring dan diseleksi oleh yang bersangkutan sesuai dengan latar belakang

individu. Setelah individu melakukan seleksi atau penilaian, maka individu

tersebut akan mendisposisi sikapnya sesuai dengan pengetahuan subyektif yang

diyakininya untuk memilih atau tidak dalam Pemira.

20 Dalam Sugijono Sastroatmodjo hal. 14.

Page 31: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

31

D. Motivasi atau Ekspektasi Mahasiswa

Motivasi merupakan suatu aspek penting yang menyangkut sikap hidup

manusia. Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan-kebutuhan atau

motivasi yang ada dalam dirinya. Di dalam diri individu terdapat sesuatu yang

menentukan perilaku, yang bekerja dengan cara-cara tertentu untuk

mempengaruhi perilaku tersebut. Penentu perilaku ini yang disebut sebagai

motivasi. Untuk dapat memhami tingkah laku manusia atau masyarakat maka

langkah awal yang perlu dilakukan adalah mencoba mengerti tentang batasan-

batasan atau pengertian motivasi.

Menurut Kartini Kartono21

motivasi berasal dari kata motivus yang berarti

sebab, alasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau

ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia.

Masalah motivasi berkaitan dengan kebutuhan yang akan dicapai manusia.

Gerungan mendefinisikan motivasi manusia sebagai dorongan, keinginan, hasrat

dan tenaga penggerak lainnya yang bersal dari dalam diri manusia tersebut

untuk melaksanakan sesuatu22

. Motif-motif itu memberi arah dan tujuan kepada

tindakan atau tingkah laku manusia. Motivasi merupakan sesuatu yang ada

dalam diri manusia yang menggerakan dan membangkitkan individu untuk

melakukan sesuatu.

Motivasi yang didasari oleh harapan-harapan tertentu terhadap suatu

keadaan merupakan faktor yang akan mempengaruhi partisipasi mahasiswa.

21 Dalam Kartini Kartono hal. 157. 22 Dalam Gerungan hal. 141.

Page 32: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

32

Motivasi atau ekspektasi dalam kajian Politik lebih dikenal sebagai political

efficacy yakni sebuah harapan akan dampak dari suatu aktivitas politik23

.

Harapan individu (baca: mahasiswa) terhadap perubahan di kampus

dengan berlangsungnya Pemira dan dengan keberadaan BEM akan mendorong

individu tersebut untuk menggunakan hak pilihnya. Pada titik itu individu

menganggap bahwa tindakannya berupa pemberian suara mempunyai dampak

yang nyata bagi perubahan kampus melalui Pemira dan BEM.

E. Penelitian Terdahulu

Muhammad Bawono24

telah melakukan penelitian dalam rangka

menyusun tesis dengan tema “Persepsi dan Perilaku Pemilih terhadap Partisipasi

Politik dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004 di Kabupaten Nganjuk”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa persepsi pemilih terhadap Pemilu Legislatif 2004

adalah untuk memilih partai politik dan wakil rakyat secara langsung, yang

dianggap mampu mewakili suara kebutuhan masyarakat yang telah memilihnya.

Sikap pemilih secara umum menyatakan setuju dengan Pemilu Legislatif,

sedangkan sebagian tidak setuju. Tanggapan masyarakat secara umum

menyatakan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004 sudah berjalan baik dan

lancar, meskipun sistemnya rumit dan membingungkan. Perilaku Pemilih

dalam menggunakan hak pilih sesuai dengan hati nurani. Sebagian pemilih tidak

menggunakan hak pilih karena tidak diberi tahu dan tidak mau tahu, tidak

23 Dalam Miriam Budiarjdo hal. 3. 24 Dalam http://pasca.uns.ac.id

Page 33: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

33

terdaftar sebagai pemilih, bersikap pasif, tidak memahami manfaat Pemilu.

Pemilih mencoblos partai dan calon karena mengikuti karena pertimbangan

ikatan emosional pribadi, organisasi keagamaan, daerah asal calon, kultur atau

budaya. Sebagian masyarakat pemilih hanya memilih partai karena lebih

mempercayai partai.

Partisipasi politik masyarakat pemilih pada penyelenggaraan Pemilu

rendah. Sebagian pemilih terlibat karena ingin membantu kelancaran Pemilu.

Kampanye hanya diikuti kelompok simpatisan, anggota, pengurus partai politik

dan para calon. Masyarakat secara umum tidak terlibat dalam kampanye karena

merasa tidak berkepentingan langsung. Masyarakat sebagian besar telah

menggunakan hak pilih karena sebagai warga negara yang baik, ingin

menyalurkan aspirasi politik, mengenal program partai dan calon.

Klasifikasi pemilih yang terdiri atas latar belakang jenis pekerjaan,

pendidikan, dan usia berpengaruh langsung terhadap persepsi, perilaku pemilih

dan partisipasi politik lebih dominan. Faktor terpenting adalah kesadaran

perilaku pemilih dalam bersikap dan berpartisipasi politik. Hubungan persepsi,

perilaku pemilih dan partisipasi politik saling terkait, semakin baik persepsi

terhadap Pemilu maka perilaku pemilih semakin baik dalam partisipasi

politiknya.

Selain itu, Himawan Indrajat25

telah melakukan penelitian dengan judul

“Persepsi dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada Langsung 2005 di

25 Skripsi pada Jurusan Ilmu Politik UNSOED tahun 2005.

Page 34: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

34

Kabupaten Purbalingga”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa, pertama,

persepsi pemilih pemula terhadap Pilkada Langsung cenderung positif, karena

pemilih pemula berpendapat Pilkada Langsung telah berjalan lancar dan juga

mencerminkan kebebasan menentukan pilihan, adapun persepsi pengetahuan

calon bupati dan wabup mereka mengetahuinya dari kampanye, spanduk,

selebaran, brosur dan stiker serta ada yang mengetahui dari keluarganya. Kedua,

pada partisipasi politik pemula cenderung positif yaitu menggunakan hak

pilihnya dan ada juga yang ikut kampanye, tetapi partisipasi yang dilakukan

pemilih pemula bersifat semu karena dipengaruhi keluarga, pemuka agama,

kelompok pergaulan atau teman dan dipengaruhi pemberian uang transportasi

oleh calon tertentu.

Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pemilih pada

Pilkada Langsung, pertama, pengaruh faktor lingkungan sosial politik tak

langsung (sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa), kebanyakan

pemilih pemula dipengaruhi oleh sistem politik dan ekonomi karena mereka

percaya dengan Pilkada Langsung dapat mendorong kesejahteraan rakyat; kedua

pengaruh lingkungan sosial politik langsung (keluarga, agama, sekolah dan

kelompok pergaulan) pengaruh keluarga yang paling mempengaruhi pemilih

pemula dalam berpartisipasi politik; ketiga, faktor struktur kepribadian pemilih

pemula lebih mendukung calon bupati yang lama untuk memimpin Purbalingga

kembali, walaupun ada yang mendukung calon bupati yang pernah memimpin

kabupaten lain, tetapi harapan semua pemilih pemula sama terhadap Bupati

Page 35: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

35

terpilih agar lebih memajukan Purbalingga; keempat pengaruh faktor lingkungan

sosial politik berupa situasi keadaan lingkungan pemilih pemula, kebanyakan

pemilih pemula memilih tetap akan menggunakan hak pilihnya bila cuaca tidak

mendukung dan terdapat ancaman karena merupakan kewajiban warga negara

untuk menggunakan hak pilih mereka.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Kamsiyah26

dengan judul “Persepsi

dan Perilaku Memilih Masyarkat dalam Pemilu Legislatif 2004 di Desa Wangon

Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas”. Selain itu juga dilakukan oleh Elisa

Sofiawati27

mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNSOED juga dengan judul “Persepsi

dan Partisipasi Anggota Organisasi Forum Betawi Rembug (FBR) terhadap Calon

Walikota dan Wakil Walikota dalam Pilkada 2005 di Kota Depok”. Kamsiyah dan

Elisa dalam penelitiannya sama-sama menemukan bahwa persepsi mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap partisipasi masyarakat dalam Pemilu Legislatif atau

Pilkada di dua kota tersebut.

Dari empat penelitian baik tingkat skripsi atau tesis dengan masalah

“persepsi dan partisipasi” berujung pada kesimpulan bahwa ketika persepsi

masyarakat terhadap Pemilu atau Pilkada, maka berpengaruh terhadap

partisipasi mereka dalam Pemilu atau Pilkada tersebut. Kesimpulan mereka

berempat, meski tidak dinyatakan secara tegas dalam bentuk pengujian

hipotesis, namun menyiratkan bahwa variabel persepsi berhubungan dengan

variabel partisipasi politik masyarakat.

26 Skripsi pada Jurusan Ilmu Politik UNSOED tahun 2004. 27 Skripsi pada Jurusan Ilmu Politik UNSOED tahun 2005.

Page 36: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

36

Selain itu, kesimpulan Himawan pada poin ketiga juga memberikan

gambaran bahwa efikasi politik atau ekspektasi (motivasi) juga menyebabkan

seseorang berpartisipasi dalam Pilkada Langsung 2005. Efikasi politik yang positif,

seperti “tetapi harapan semua pemilih pemula sama terhadap Bupati terpilih

agar lebih memajukan Kabupaten Purbalingga” telah mempengaruhi pemilih

pemula untuk berpartisipasi pada Pilkada di Kabupaten Purbalingga.

Perbedaan penelitian-penelitian tersebut di atas dengan penelitian ini

adalah pada dimensi metode, dimana penelitian di atas menggunakan metode

kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan survei. Selain itu pada dimensi

obyek penelitian, dimana penelitian di atas berada pada level masyarakat yang

lebih heterogen, sedangkan penelitian ini pada level mahasiswa yang relatif

homogen.

Implikasi lebih jauh bahwa penelitian di atas memberikan kerangka yang

lebih jelas bagaimana korelasi antara persepsi dan ekspektasi masyarakat dalam

menggunakan hak pilihnya saat Pilpres atau Pileg. Kontekstualisasi dalam

penelitian ini adalah korelasi antara persepsi dan ekspektasi mahasiswa dengan

partisipasi mereka di Pemira BEM tingkat fakultas di UNSOED. Kemudian posisi

penelitian ini bersifat mendukung kesimpulan penelitian-penelitian sebelumnya

yang tersebut di atas bahwa persepsi dan ekspektasi mempengaruhi partisipasi

seseorang dalam sebuah peristiwa politik tertentu.

Page 37: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

37

F. Hipotesis Penelitian

a. Model Verbal - Hipotesis Kerja (Hk)

Hipotesis Kerja (Hk) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

o Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dengan partisipasi

mahasiswa dalam Pemira tingkat fakultas di UNSOED.

o Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi/ekspektasi dengan

partisipasi mahasiswa dalam Pemira tingkat fakultas di UNSOED.

b. Model Geometrikal

X1

X2

Y

Page 38: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

38

BAB III

METODE PENELITIAN DAN ANALISA DATA

A. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di empat fakultas: Ekonomi, ISIP, Pertanian

dan Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto.

2. Populasi

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa di tujuh fakultas di UNSOED:

Ekonomi, Hukum, ISIP, Pertanian, Peternakan, Sains-Teknik dan Kedokteran.

3. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah mahasiswa tiga angkatan terakhir yakni

angkatan 2006, 2007 dan 2008. Alasan dipilihnya mahasiswa tiga angkatan

terakhir karena frekuensi kehadiran mahasiswa tersebut di kampus masih tinggi

dibanding angkatan di atasnya yang sudah mulai mengerjakan tugas akhir

(skripsi). Hal ini berangkat dari asumsi bahwa dengan frekuensi kehadiran yang

tinggi, mahasiswa bersangkutan akan lebih mengetahui seluk-beluk politik

kampus.

Page 39: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

39

4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian survei yaitu

penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok28

.

5. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kerangka penelitian eksplanatif

(explanatory research). Penelitian ini bermaksud menguji hubungan

antarvariabel yang dihipotesiskan29

. Hipotesis itu sendiri menggambarkan

hubungan antara dua atau lebih variabel. Hipotesis bertujuan untuk mengetahui

apakah suatu variabel berasosiasi atau tidak dengan variabel yang lain.

6. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah: 1). Persepsi mahasiswa terhadap

BEM dan Pemira sebagai variabel X1; 2). Motivasi/Ekspektasi mahasiswa

terhadap BEM dan Pemira sebagai variabel X2; 3). Partisipasi mahasiswa dalam

Pemira BEM sebagai variabel Y.

7. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yakni

cluster sampling. Teknik ini merupakan metode yang digunakan untuk memilih

sampel berupa kelompok dari beberapa kelompok (groups atau cluster) yang

pada setiap kelompoknya terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (elements).30

28 Dalam Singarimbun hal. 3. 29 Dalam Faisal hal. 21. 30 Dalam Sugiarto, hal. 90.

Page 40: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

40

Pada halaman yang sama Sugiarto menjelaskan bahwa kelompok-kelompok

tersebut dapat dipilih baik menggunakan metode acak sederhana atau acak

sistematis dengan pengacakan pada kelompok pertamanya saja.

Berangkat dari cara berpikir itu, pada tahap awal peneliti melakukan

pengacakan dengan cara membagi populasi (UNSOED) ke dalam dua kelompok

besar, yakni fakultas eksakta dan noneksakta (sosial). Jumlah keseluruhan

fakultas di UNSOED ada delepan.31

Kedelapan fakultas itu yakni Sainstek,

Pertanian, Peternakan, FKIK, Biologi32

, termasuk dalam fakultas eksakta, dan

sisanya yakni Ekonomi, Hukum dan ISIP termasuk dalam fakultas noneksakta

(sosial). Kemudian dari dua kelompok itu peneliti acak menggunakan cara

tertentu,33

terpilihlah Fakultas Pertanian dan Peternakan dari kelompok fakultas

eksakta sedang ISIP dan Ekonomi dari kelompok fakultas noneksakta (sosial).

Pada tahap selanjutnya, melalui pra-survei peneliti mendata nama, NIM,

angkatan, dan jurusan pada fakultas yang telah ditentukan di atas. Nama-nama

mahasiswa tersebut kemudian diacak menggunakan cara interval. Pengacakan

menggunakan interval 10. Kemudian, sampel didistribusikan secara merata pada

setiap angkatan. Cara ini dilakukan dengan alasan kemudahan dan nama-nama

yang ada teracak secara sempurna. Cara ini juga mempunyai kelebihan karena

31 Dalam www.unsoed.ac.id. 32 Mengingat mahasiswa Fakultas Biologi tidak mempunyai lembaga BEM, maka Fak. Biologi dikeluarkan dari proses pengacakan. 33 Peneliti membuat lintingan (seperti arisan) kemudian mengocoknya dan menghasilkan empat dari tujuh fakultas eksakta dan noneksakta. Fak. Biologi tidak disertakan karena tidak mempunyai BEM.

Page 41: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

41

peneliti hanya akan memperhatikan tahun angkatan sehingga kecenderungan

partisipasi mahasiswa masing-masing tahun angkatan bisa terbaca dengan baik.

Penentuan sampel penelitian ini menggunakan rumus yang

dikembangkan Isaac dan Michael34

. Isaac dan Michael telah menghitung kisaran

sampel dari populasi yang berbeda. Perhitungan mereka tertuang dalam tabel

yang secara rinci menyajikan berbagai kemungkinan besaran sampel sesuai

dengan pilihan tingkat kesalahan (sampling error). Penelitian ini menggunakan

tingkat kesalahan 5% dengan populasi 6682 mahasiswa (dibulatkan menjadi

7000), sehingga sampel dalam penelitian ini sebesar 261 mahasiswa seperti yang

tertera pada tabel olahan Isaac dan Michael35

.

Kemudian jumlah keseluruhan sampel itu akan didistribusikan ke tiap fakultas

dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

ds : Distribusi sampel

ns : Nominal sampel

P : Populasi

Setelah dihitung dengan menggunakan dua rumus di atas, maka distribusi

sampel per fakultas dapat dilihat seperti pada tabel di bawah:

Tabel 2 | Distribusi Sampel Fakultas

No. Fakultas Jumlah Populasi Distribusi Sampel

1. ISIP 965 mahasiswa 37.7 (38)

2. Ekonomi 3734 mahasiswa 145.8 (146)

3. Pertanian 1501 mahasiswa 58,6 (58)

4. Peternakan 482 mahasiswa 18,8 (19)

Total Populasi 6682 mahasiswa 261 responden

Sumber: Bapendik FISIP, Ekonomi, Pertanian dan Peternakan

34 Dalam Sugiyono hal. 70-71. 35 Ibid.

ns ds = X Σ Mhsw Fak P

Page 42: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

42

8. Metode Pengumpulan Data

a. Kuesioner

Kuesioner merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden atau

memperoleh informasi yang sebenarnya berkenaan dengan pandangan,

sikap, dan perasaan responden terhadap BEM dan Pemira.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

mengajukan atau mengadakan tanya-jawab dengan informan sesuai dengan

permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan wawancara informal

guna mendapatkan data yang rinci, mendalam dan benar-benar digali dari

kejujuran informan guna mendukung dan melengkapi data dalam penelitian

ini. Peneliti dengan menggunakan wawancara berharap bisa mengungkap

latar belakang yang sebenarnya terkait masalah partisipasi mahasiswa.

c. Observasi

Observasi ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan pada

lokasi penelitian untuk melengkapi data dan informasi yang menunjang bagi

masalah penelitian. Observasi yang dilakukan bersifat participant

observation, dimana peneliti tidak memberitahukan maksudnya pada

kelompok yang diselidikinya36

. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini

36 Lihat Ritzer, hal. 63

Page 43: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

43

seperti mengamati praktek Pemira BEM, kepolitikan kampus, aktivitas BEM

dan aktivitas UKM/ HMJ.

d. Dokumentasi

Pemanfaatan dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data atau

memperkuat kesimpulan dalam penelitian. Dokumen dalam penelitian ini

berupa dokumen dari KPR atau BEM fakultas, internet untuk mengakses

masalah pemerintahan mahasiswa, karya-karya ilmiah berupa skripsi atau

tesis dan buku-buku yang relevan dengan topik penelitian ini.

9. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1). Data primer,

merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui alat bantu kuesioner

dan/atau wawancara dan observasi. 2). Data sekunder, merupakan data yang

diperoleh dari dokumen dari KPR atau BEM fakultas, internet untuk mengakses

masalah pemerintahan mahasiswa, karya-karya ilmiah berupa skripsi atau tesis

dan buku-buku yang relevan dengan topik penelitian ini.

10. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat ukur itu mengukur apa yang

ingin diukur. Penggunaan kuesioner dalam pengumpulan data harus mampu

mengukur apa yang ingin diukur, dan belum tentu data yang terkumpul tersebut

adalah data yang valid sehingga pengujian validitas sangat diperlukan37

.

37 Singarimbun, hal. 124.

Page 44: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

44

Validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas

konstruk (construct validity). Validitas konstruk ini dapat diuji dengan cara:

1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur.

2. Melakukan uji coba skala pengukuran tersebut kepada sejumlah

responden.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban untuk sekedar ilustrasi.

4. Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total

dengan menggunakan rumus product moment, sebagai berikut38

:

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan

dengan angka kritik tabel korelasi nilai r pada n-2, α =0,05. Dalam penelitian ini

syarat minimum r = 0,138 adalah diambil dari nilai r product moment dengan

taraf kesalahan 5% atau taraf signifikansi 95%.

Jika rhitung > rtabel, maka instrumen valid.

Jika rhitung < rtabel, maka instrumen tidak valid.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk menguji reliabilitas data

digunakan teknik Alpha Cronbach yaitu metode untuk mencari reliabilitas alat

ukur dari satu kali pengukuran, dengan rumus39

:

Keterangan:

rhitung = Nilai reliabilitas

∑Si = Jumlah varian skor tiap-tiap item

St = Varian total

K = Jumlah item

38 Ibid., hal 137. 39 Riduwan, hal. 125.

r hitung = ��∑�����∑��.�∑��

√�∑����∑�����∑����∑����

rhitung = ������� 1 �

∑���� �

Page 45: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

45

Hasil dari rhitung kemudian dikorelasikan dengan nilai tabel r product

moment dengan dk = n-1, level signifikansi 95% atau α = 0,05 maka apabila:

rhitung > rtabel berarti reliabel;

rhitung < rtabel berarti tidak reliabel.

Penghitungan validitas dan reliabilitas pada instrumen penelitian

dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 10.

11. Definisi Konsep dan Operasional Variabel

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana caranya mengukur variabel. Tiga variabel di atas akan didefinisikan

sebagaimana di bawah:

1. Variabel Persepsi Mahasiswa (X1)

Persepsi mahasiswa diartikan sebagai pandangan serta penilaian

mahasiswa terhadap BEM dan Pemira. Variabel ini dapat diukur dengan

indikator-indikator sebagai berikut;

a. Persepsi terhadap BEM

1. Pengetahuan terhadap BEM

2. Pandangan terhadap kinerja BEM

b. Persepsi terhadap Pemira

1. Pengetahuan terhadap Pemira

2. Pandangan terhadap sistem Pemira

3. Pandangan terhadap media-materi kampanye calon

4. Pandangan terhadap visi, misi, program calon

Page 46: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

46

5. Pandangan terhadap pelaksanaan Pemira

6. Pandangan terhadap urgensi Pemira

2. Variabel Motivasi/ekspektasi Mahasiswa (X2)

Motivasi/ Ekpektasi diartikan sebagai faktor yang mendorong atau

sesuatu yang diinginkan/ diharapkan terhadap adanya BEM dan Pemira.

Variabel ini dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut;

a. Motivasi/Ekspektasi terhadap Pemira

1. Ekspektasi politik pada Pemira

b. Motivasi/Ekspektasi terhadap BEM

1. Ekspektasi politik terhadap BEM

3. Variabel Partisipasi Mahasiswa dalam Pemira (Y)

Partisipasi politik mahasiswa dalam konteks ini dimaknai sebagai

penggunaan hak pilih saat berlangsungnya Pemira. Hal ini diukur dengan

indikator penggunaan hak pilih saat Pemira pada tahun tertentu.

Page 47: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

47

B. Metode Analisa Data

1. Analisis Kuantitatif

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis statistik. Alat

analisis yang digunakan berupa distribusi frekuensi, analisis tabulasi silang, dan

analisis korelasi (Kendall Tau).

a. Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi adalah suatu susunan data dimana data dibagi

dalam beberapa kelompok yang sedemikian rupa sehingga setiap data dari

obyek penelitian termasuk dalam salah satu kelompok atau kategori.

Distribusi frekuensi bertujuan untuk mendapatkan deskripsi karakteristik

reponden atas dasar analisa satu variabel tertentu. Kemudian untuk

menentukan klasifikasi yang paling baik untuk tabulasi silang40

.

b. Analisis Tabulasi Silang

Analisis tabulasi silang merupakan model analisis yang digunakan

untuk melihat kecenderungan arah hubungan antarvariabel dan mempunyai

kemampuan untuk mengungkapkan hubungan yang hendak diteliti41

.

c. Analisis Korelasi Kendall Tau

Korelasi Kendall Tau digunakan untuk mencari hubungan dan menguji

hipotesis antara dua variabel atau lebih, bila datanya berbentuk ordinal atau

40 Dalam Singarimbun hal. 266. 41 Dalam Singarimbun hal. 273.

Page 48: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

48

rangking. Teknik ini digunakan untuk menganalisis sampel yang jumlah

anggotanya lebih dari 10. Rumus yang digunakan sebagai berikut42

;

t : Koefisien korelasi Kendall Tau (-1<0<1)

H : Jumlah rangking atas

L : Jumlah rangking bawah

N : Jumlah anggota sampel

2. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif ini digunakan untuk melengkapi analisis kuantitatif dan

mengungkapkan pemahaman peneliti tentang fenomena yang diteliti43

. Dengan

demikian diharapkan dapat menjelaskan dan mempertajam hasil analisis

kuantitatif yang sederhana tersebut.

3. Kriteria Penerimaan Hipotesis dan Taraf Signifikansi

Kriteria untuk menerima atau menolak hipotesis formulasinya adalah jika

koefisien signifikansi hitung < koefisien signifikansi tabel, maka Ho ditolak dan Hk

diterima. Taraf signifikansi yang digunakan dalam pengujian hipotesis sebesar 5%

dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Derajat kepercayaan itu artinya

apabila peneliti menerima hipotesis berarti mengambil resiko salah dengan

keputusan sebesar 5% dan benar sekurang-kurangnya 95%.

42 Dalam Sugiyono hal. 117. 43 Dalam Muhadjir hal. 4.

ΣΑ−ΣΒ t = N(H – L) 2

Page 49: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Wilayah

Sekitar tahun 1960, lembaga pendidikan yang ada di daerah Banyumas

baru sampai pada tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) umum atau

kejuruan. Padahal hasrat dan minat masyarakat untuk mencapai pendidikan yang

lebih tinggi semakin meningkat. Pada waktu itu, para lulusan SMTA yang akan

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi terpaksan harus mencari ke luar

Banyumas. Hal tersebut tentunya hanya terjangkau bagi keluarga yang sanggup

membiayai putra-putrinya.

Kondisi tersebut lantas menimbulkan usaha para pimpinan masyarakat,

baik formal maupun informal, untuk mendirikan universitas di daerah Banyumas.

Sejarah babad alas ini bisa disimak selengkap pada “Buku Pedoman UNSOED”

yang dicetak dan dibagikan kepada setiap mahasiswa baru44

.

Sebagian besar kampus UNSOED terletak di Kelurahan Karangwangkal

dan Grendeng. Sebagian yang lain, berada di Sokaraja (Kampus Kedokteran),

Kalibakal (Kampus Bahasa) dan perkembangan terkini, UNSOED memindahkan

Kampus Teknik ke Kabupaten Purbalingga. Kampus-kampus yang terletak di

kawasan Karangwangkal seperti Kampus D3 Bahasa Inggris, Pertanian,

44 Hal. 1-3 cetakan tahun 2007. Sayangnya perkembangan serta deskripsi wilayah terkini belum terilis dalam www.unsoed.ac.id sebagai media online yang seharusnya lebih up to date.

Page 50: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

50

Peternakan, Biologi, Saintek dan Kesmas, sedangkan kampus ISIP, Ekonomi dan

Hukum terletak di kawasan Grendeng.

Pada sisi lain, sebagian besar mahasiswa lebih sering menyebut kampus-

kampus yang berada di kawasan Karangwangkal dengan sebutan “Kampus

Belakang”. Sebaliknya, kampus-kampus yang berada di kawasan Grendeng—

seperti ISIP, Ekonomi dan Hukum—sebagai “Kampus Depan”. Nampaknya

penyebutan “Depan-Belakang” mengandung bias, seperti yang terungkap pada

tulisan Kun Indah Kumalasari45

, seorang mahasiswi Fapet. Sebagai mahasiswa

dari “kampus belakang” ia merasa tidak nyaman karena “belakang” berasosiasi

dengan sesuatu yang jorok, kotor dan semacamnya. Asosiasi kata “belakang”

seperti pada frasa, “mau ke belakang” atau “di belakang” yang berarti “kamar

mandi” atau “dapur”.

Secara faktual, kampus-kampus yang berada di kawasan Karangwangkal

sebagian besar adalah kampus eksak yang berada “di belakang” kantor

administrasi UNSOED dan Rektorat. Di sisi lain, kampus-kampus sosial berada di

depan atau sejajar dengan kantor administrasi UNSOED dan Rektorat.

Penyebutan “depan-belakang” kemungkinan berasal dari letak kampus

berbanding dengan letak kantor administrasi dan Rektor serta di depan jalan

utama yakni Jl. HR. Boenyamin – Purwokerto.

45 Lihat di www.we-press.com

Page 51: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

51

2. Deskripsi Umum tentang Organisasi Kampus

Setiap fakultas di UNSOED mempunyai organisasi mahasiswa seperti: Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM) merupakan lembaga yang bertujuan untuk

menampung dan mengaktualisasikan bakat-minat mahasiswa. Variasi UKM

terletak pada perbedaan pengembangan bakat-minat mahasiswa, misal: UKM

Pers Mahasiswa, UKM Olahraga, UKM Kerohanian, UKM Teater, UKM Musik,

UKM Pecinta Alam dan sebagainya. Variasi UKM di masing-masing fakultas bisa

berbeda tergantung pada kebutuhan dan aspirasi bakat-minat mahasiswa

fakultas bersangkutan.

Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan/atau Himpunan Mahasiswa

Program Studi (HMPS) merupakan lembaga mahasiswa yang berbasis penalaran

keilmuan pada bidangnya masing-masing. Selain itu, HMJ dan/atau HMPS juga

bertujuan untuk menyatukan mahasiswa-mahasiswa jurusan dalam satu payung.

HMJ dan/atau HMPS signifikan dalam proses penerimaan mahasiswa baru yang

dengan kegiatan “Malam Keakraban” (Makrab) hubungan harmonis antara

mahasiswa lama dengan yang baru diusahakan sedemikian rupa.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Lembaga Mahasiswa

(DLM) merupakan lembaga yang bertujuan untuk menampung dan

mengaktualisasikan aspirasi mahasiswa dan hak-hak politik lainnya dalam

konteks akademik atau non-akademik. BEM merupakan lembaga eksekutif yang

secara umum menggarap: pemberdayaan, kontrol kebijakan dan advokasi.

Sedangkan DLM, merupakan lembaga legislatif yang berfungsi sebagai perumus

Page 52: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

52

kebijakan dan kontrol terhadap BEM. Di UNSOED hanya ada satu fakultas yang

tidak mempunyai BEM/DLM, yakni fakultas Biologi.

Secara struktural, sebagian besar UKM dan HMJ/HMPS fakultas berada di

bawah BEM. UKM dan HMJ/HMPS berfungsi sebagai departemen-departemen

BEM dalam rangka melaksanakan program kerjanya. Pada konteks itu, UMK dan

HMJ/HMPS mengajukan dana ke BEM yang akan disetujui atau tidak oleh BEM.

Meski demikian, melalui observasi hubungan antara UKM dan HMJ/HMPS

dengan BEM kurang harmonis46

. Keharmonisan mereka seringkali hanya terjadi

pada saat rapat anggaran saat UKM dan HMJ/HMPS mengajukan sejumlah

proposal kegiatan. Selebihnya, koordinasi atau komunikasi intensif jarang

dilakukan di luar tindakan insidental seperti rapat koordinasi penyikapan isu atau

kebijakan tertentu.

Selain empat lembaga inti itu, di beberapa fakultas juga terdapat forum

diskusi yang secara struktural berada di luar struktur BEM. Forum diskusi

mahasiswa semacam ini biasanya lahir dari asosiasi sukarela individu yang

menaruh minat atau perhatian yang sama pada masalah, isu atau bidang

tertentu. Meski secara struktural berada di luar BEM, forum diskusi mahasiswa

diketahui dan diakui adanya, misalnya mereka senantiasa diundang dalam

kegiatan-kegiatan BEM.

Keempat lembaga di atas ditambah forum diskusi merupakan lembaga

intrakampus dalam terminologi NKK/BKK. Di sisi lain, dinamika kehidupan

46 Analisis ketidakharmonisan itu peneliti kupas lebih lanjut pada Bab VI Refleksi.

Page 53: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

53

fakultas di UNSOED tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lembaga ekstrakampus

seperti: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Front Mahasiswa Nasional (FMN),

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Pergerakan Mahasiswa

Islam Indonesia (PMII), Gerakan Nasional Mahasiswa Indonesia (GMNI), Gerakan

Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan), Ikatan Mahasiswa

Muhammadiyah (IMM), Liga Mahasiswa Nasional Demokratik (LMND) dan

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Selain lembaga

ekstrakampus nasional itu, ada juga ruang-ruang kreatif lainnya yang

membentang luas pada tema, isu atau bidang tertentu, misal komunitas film,

kajian sosial-agama, kajian politik, kajian lingkungan hidup dan sebagainya.

Adanya berbagai lembaga mahasiswa seperti di atas, kegiatan mahasiswa

di UNSOED semakin dinamis. Ujungnya dinamisasi itu mempersubur daya dan

sikap kritis mahasiswa, kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan berbagai

kemampuan-kemampuan lainnya yang mendukung bagi mahasiswa di setiap

fakultas. Pada sisi lain, hubungan antarlembaga di atas acap kali terjadi benturan

atau konflik—baik interntar-internal, internal-ekstra atau ekstra-ekstra—yang

sampai pada titik tertentu juga mendinamiskan kegiatan mahasiswa.

Page 54: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

54

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Tabel 3. Hasil uji validitas instrumen

No. Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan

p1 cannot be computed 0.181 Tidak valid

p2 .389 0.181 Valid

p3 .278 0.181 Valid

p4 .578 0.181 Valid

p5 .641 0.181 Valid

p6 .585 0.181 Valid

p7 cannot be computed 0.181 Tidak valid

p8 cannot be computed 0.181 Tidak valid

p10 .259 0.181 Valid

p11 .575 0.181 Valid

p12 .503 0.181 Valid

p13 .625 0.181 Valid

p14 .355 0.181 Valid

p15 .144 0.138 Valid

p16 .506 0.181 Valid

p17 .408 0.181 Valid

p18 .347 0.181 Valid

p19 .652 0.181 Valid

P19a .637 0.181 Valid

p20 .507 0.181 Valid

p21 .794 0.181 Valid

p22 .431 0.181 Valid

Sumber: olahan data primer, 2009

Tabel 4. Deskripsi paska uji validitas

Item

Pengukuran

Item

diajukan

Item

gugur

Item hasil

validasi

Item

terpakai

Persepsi (X1) 15 3 12 12

Ekspektasi (X2) 7 0 7 7

Pertanyaan p1-p16 merupakan variabel persepsi (X1). Pertanyaan p17-

p22 merupakan variabel ekspektasi (X2). Pertanyaan nomor 1, 7 dan 8

dikeluarkan dari proses analisis karena tidak ditemukan variasi nilai sehingga

tidak berpengaruh pada penghitungan atau analisis statistik berikutnya. SPSS

versi 10 memberikan penjelasan “cannot be computed because at least one of

Page 55: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

55

the variables is constant”. Variabel Y tidak dilakukan uji validitas karena terdiri

hanya dari satu item pertanyaan, yakni pertanyaan nomor 9.

Uji reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach pada seluruh item

pertanyaan menghasilkan rhitung sebesar 0,6643. Angka ini berarti reliabel karena

rhitung > rtabel (0,6643 > 0,138).

4. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian (survei) ini terkategorikan

menjadi empat, yakni berdasar fakultas, angkatan, jenis kelamin dan afiliasi

organisasi. Lebih jelasnya seperti pada diagram di bawah ini:

a. Berdasarkan Fakultas

Diagram 5. Karakteristik responden berdasar Fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Karakteristik responden penelitian ini berdasarkan fakultas terbagi

menjadi empat: FE dengan jumlah 146 responden (55,9%), FISIP dengan jumlah

isip ekonomi

pertanian peternakan

Fakultas:

Percent

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

38 146 58 19

hasil olahan data primer

Page 56: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

56

38 responden (14,6%), Faperta berjumlah 58 responden (22,2%) dan Fapet

berjumlah 19 responden (7,3%). Persentase tersebut diambil secara proporsional

berdasarkan jumlah mahasiswa fakultas masing-masing.

Pada sisi lain, karakteristik responden berdasarkan fakultas ini bisa

digolongkan menjadi dua: fakultas eksakta yakni Faperta dan Fapet, serta

fakultas noneksakta yakni FE dan FISIP. Penggolongan ini berfungsi untuk

mengetahui apakah terdapat korelasi antara latar belakang keilmuan dengan

persepsi, ekspektasi dan partisipasi mereka dalam Pemira BEM.

b. Berdasarkan Organisasi

Diagram 6. Karakteristik responden berdasar Organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

Karakteristik responden berdasarkan organisasi seperti yang terlihat pada

diagram di samping yakni tidak adanya perbedaan jumlah yang tajam antara

mahasiswa yang berorganisasi (intra dan/atau ekstra) dengan yang tidak

berorganisasi. Jika hanya dibuat menjadi dua kategori besar, maka akan

intra

ekstra

non organisasi

Organisasi:

Percent

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

125 8 128

Page 57: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

57

diperoleh persentase bahwa 49% (128 orang) responden adalah non-organisasi

(tidak berorganisasi) dan sisanya 51% (133 orang) adalah berorganisasi pada

tingkatan intra atau ekstrakampus.

Karakteristik semacam ini sangat membantu peneliti untuk membaca

apakah ada perbedaan yang signifikan antara responden yang berorganisasi

dengan yang tidak berorganisasi. Selain itu, peneliti juga bisa mengetahui

perbedaan—jika ada—antara responden yang berorganisasi intrakampus (UKM,

HMJ/HMPS, BEM atau DLM) dengan yang berorganisasi ekstrakampus (FMN,

HMI, KAMMI, PMII, IMM, GMNI, PMKRI dan lainnya) pada masalah persepsi,

motivasi dan partisipasi mereka.

c. Berdasar Angkatan dan Jenis Kelamin

Tabel 7. Karakteristik responden berdasar angkatan

Sumber: olahan data primer, 2009

Tabel 8. Karakteristik responden berdasar jenis kelamin

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 7 dan 8 dapat dilihat bagaimana karakteristik responden

berdasarkan angkatan dan jenis kelamin. Karakteristik responden berdasarkan

102 39.1

159 60.9

261 100.0

perempuan

laki-laki

Total

Frequency Percent

86 33.0

87 33.3

88 33.7

261 100.0

2006

2007

2008

Total

Frequency Percent

Page 58: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

58

angkatan terdistribusi secara proporsional yakni 86 responden untuk angkatan

2006, 87 untuk angkatan 2007 dan 88 untuk angkatan 88. Selanjutnya

karakteristik berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat 102 responden berjenis

kelamin perempuan dan 159 berjenis kelamin laki-laki. Meskipun karakteristik

berdasarkan angkatan dan jenis kelamin tidak akan peneliti gunakan sebagai

dasar analisis, namun dengan menyajikan dua karakteristik itu peneliti dapat

memperlihatkan bahwa responden penelitian ini tidak berasal pada angkatan

atau jenis kelamin tertentu saja.

5. Karakteristik Informan

Tabel 9. Karakteristik informan

No. Nama dan Fakultas No.Kues. L/P Usia Keterangan

1. Jajang Januar – FE - L 22 th Koord. Pemira 2007

2. Aulia el Hakim – FISIP - L 20 th Pimlit. Solidaritas

3. Suherdiyanto – Fapet - L 19 th PU. Husbandri

4. Chaerudin Affan – FE - L 19 th PU. MEMI

5. Rangga Rizky A – Faperta - L 23 th Mantan Pres. BEM

6. Ias Pramesti – FE 146 P 18 th Tidak berorganisasi

7. Susana agustin – FISIP 32 P 18 th Tidak berorganisasi

8. Devi Ratnasari – Faperta 200 P 21 th Tidak berorganisasi

9. Auriza – Fapet 247 L 21 th Tidak berorganisasi

10. Iqbal A. Khudafi – FISIP 22 L 20th Tidak berorganisasi

11. Candra Silfiana – Faperta 185 P 21th Tidak berorganisasi

11. Heru Haryadi – FISIP 02 L 19th Aktivis ekstra kampus

Sumber: olahan data primer dan observasi lapangan

Informan di atas dipilih dalam proses wawancara untuk mendalami lebih

lanjut temuan survei lapangan. Lebih detailnya sebagai berikut, Jajang Yanuar

dipilih karena yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Koordinator Pemira

di FE yang saat itu menggunakan mekanisme “masuk ke kelas-kelas” yang hanya

Page 59: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

59

didukung oleh lima orang panitia. Dramatisnya, tingkat partisipasi mahasiswa

pada Pemira itu mencapai 1200an suara.

Aulia el Hakim, Suherdiyanto dan Chaerudin Affan dipilih karena yang

bersangkutan merupakan pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) di

kampusnya masing-masing, yang tentunya sering melakukan reportase lapangan

serta berbagai analisis politik kampus.

Rangga dipilih dalam wawancara ini karena kapasitasnya sebagai Mantan

Presiden BEM Faperta 2007. Hanya memilih Rangga bukan mantan presiden BEM

fakultas lainnya karena Faperta yang pertama kali menerapkan sistem Pemira

dengan partai, yakni semenjak tahun 2004. Selain itu, Rangga diperlukan untuk

menjelaskan lebih jauh bagaimana dinamika politik kampus dengan adanya

partai mahasiswa di sana.

Ias Pramesti, Susana Agustin, Devi Ratnasari, Auriza, Iqbal Khudafi dan

Candra Silfiana dalam wawancara ini untuk menggambarkan bagaimana

pandangan-pandangan mahasiswa yang tidak berorganisasi terhadap Pemira dan

BEM. Heru Hariyadi dipilih dalam wawancara ini karena kapasitasnya sebagai

aktivis ekstrakampus dari organisasi mahasiswa tertentu di Purwokerto47

. Di

organisasi tersebut Heru terdaftar dan aktif sebagai anggota.

47 Nama ormas tersebut peneliti rahasiakan dikhawatirkan akan memancing sentimen ideologi tertentu.

Page 60: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

60

B. Pembahasan

1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang digunakan berupa distribusi frekuensi, analisis

tabulasi silang, dan analisis korelasi (Kendall Tau). Analisis ini berfungsi untuk

menjabarkan data kuantitatif yang sudah diolah dengan bantuan program SPSS.

a. Analisis Distribusi Frekuensi (DF)

Analisis distribusi frekuensi bertujuan untuk mengetahui kecenderungan

umum persepsi, ekspektasi dan partisipasi mereka dalam Pemira BEM. Detail

analisis berikutnya dapat dilihat pada analisis tabulasi silang sebagai penjabaran

lebih lanjut dari analisis distribusi frekuensi.

Tabel 10. Pengetahuan responden terhadap fungsi BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Seluruh (100%) responden mengetahui BEM48

, sehingga peneliti merasa

tidak perlu menjelaskan hal tersebut secara panjang lebar, selain bahwa

keberadaan BEM sudah sangat dikenal oleh mahasiswa di empat fakultas. Justru

yang menarik adalah, adanya 25,3% atau seperempat jumlah responden yang

48 Lihat Hal. Lampiran

66 25.3

195 74.7

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 61: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

61

masih tidak mengetahui fungsi BEM. Fakta ini menjadi ironis karena BEM

dianggap sebagai student government atau pemerintahan mahasiswa.

Fungsi BEM yang belum sepenuhnya dimengerti oleh mahasiswa pada

gilirannya bisa melahirkan salah pemahaman atau jurang pengetahuan yang

akan mengurangi efektivitas serta produktivitas lembaga tersebut. Saat

wawancara Ias, dan Auriza mengatakan bahwa fungsi BEM yang mereka ketahui

adalah sebagai lembaga yang menyerap aspirasi. Berbeda dengan Ias dan Auriza,

Devi mengatakan bahwa fungsi BEM selain menyerap aspirasi mahasiswa adalah

untuk mengelola UKM/HMJ. Selain itu, Susana mengatakan bahwa fungsi BEM

menurutnya adalah untuk menyerap aspirasi mahasiswa dan menyelenggarakan

berbagai kegiatan yang dibutuhkan mahasiswa49

.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa responden kurang

mengetahui fungsi BEM secara menyeluruh. Fungsi yang lebih diketahui

responden adalah BEM sebagai lembaga aspirator yang merupakan turunan dari

fungsi pemberdayaan. Secara normatif, BEM mempunyai fungsi dalam tiga hal:

sebagai lembaga pemberdayaan yang kemudian diturunkan ke UKM/HMJ,

sebagai lembaga advokasi mahasiswa pada masalah akademik/non-akademik,

dan sebagai lembaga pengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh fakultas atau

universitas baik kebijakan akademik/non-akademik.

Penyerapan aspirasi mahasiswa seperti yang disampaikan oleh informan

di atas hanya merupakan turunan dari fungsi pemberdayaan mahasiswa. Artinya

49 Wawancara pada 3 September 2009 di kampus FISIP.

Page 62: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

62

pemahaman terhadap dua fungsi lainnya, yakni advokasi dan pengontrol

kebijakan, kurang dipahami oleh mahasiswa. Kekurangtahuan mahasiswa

terhadap fungsi BEM berarti mengurangi kemampuan yang bersangkutan untuk

memanfaatkan BEM, misalnya sebagai lembaga yang bisa mengadvokasi

(membantu) dirinya saat mempunyai masalah akademik/non-akademik,

misalkan pencekalan Kartu Hasil Studi (KHS) dan sebagainya.

Tabel 11. Persepsi responden terhadap kinerja BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 11 di atas, pandangan responden terhadap kinerja BEM

terlihat bahwa sebagian besar responden mengatakan BEM cukup baik (65,5%).

Hanya 5% responden yang menilai bagus dan sisanya, 29,5% menilai kinerja BEM

selama ini belum seperti yang mereka harapkan. Penilaian responden terhadap

BEM didasarkan pada bagaimana BEM merealisasikan program kerjanya sesuai

dengan visi-misi yang dijanjikan saat Pemira. Hal ini seperti apa yang

diungkapkan oleh Ias Pramesti melalui wawancara, ia mengatakan50

,

“Ya harusnya mereka bisa kerja seperti yang mereka janjikan pas

kampanye dulu. Dulu kan BEM triak-triak soal pendidikan komersil.

Sampai sekarang saja masalah POM belum selesai. Saya bayar POM lima

juta rupiah. Itu kan berat”.

50 Wawancara pada 3 September 2009

77 29.5

171 65.5

13 5.0

261 100.0

kurang

cukup

bagus

Total

Frequency Percent

Page 63: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

63

Kinerja BEM secara fisik bisa dilihat dengan berbagai kegiatan yang

diselenggarakan, misal seminar, diskusi dan sebagainya. Selain itu, program

advokasi bagi mahasiswa yang mengalami masalah akademik/non-akademik.

Bisa juga dilihat kontrol BEM terhadap suatu kebijakan dalam bentuk audiensi

dengan pihak birokrasi kampus, aksi massa, penggalangan petisi dan sebagainya.

Tabel 12. Pengetahuan responden tentang pengurus BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Hampir 80% (78,5%) responden mengatakan mengetahui siapa presiden

atau pengurus BEM di fakultasnya masing-masing. Namun, ada 21,5% persen

yang mengatakan tidak mengetahui siapa presiden atau pengurus BEM. Menurut

Iqbal51

, dirinya tidak mengetahui siapa ketua/pengurus BEM karena jarang di

kampus. Ia mengatakan, “Jujur saja mas, aku jarang di kampus. Kalau kekampus

ya pas kuliah saja. Setelah selesai ya pulang. Jadi tidak tahu masalah begituan”.

Sosialisasi pengurus (individu) BEM bisa lebih santai dan spontan,

berbeda dengan menyosialisasikan masalah fungsi BEM yang tentu saja serius.

Seorang pengurus BEM tidak perlu mengatakan secara langsung “Saya adalah

pengurus BEM”, namun pada titik-titik tertentu ia secara spontan ia bisa

mengatakan kepada temannya melalui SMS atau tatap muka, “Maaf nanti

malam saya ada rapat BEM, jadi tidak bisa datang”. Poin dari analisis ini adalah

51 Wawancara melalui ponsel pada 10 September 2009.

56 21.5

205 78.5

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Page 64: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

64

bahwa proses sosialisasi itu bisa berjalan sangat luwes dan luas apalagi ditambah

dengan berbagai proses aktif BEM untuk melakukan pencitraan diri secara

langsung atau tidak melalui berbagai kegiatan mahasiswa di kampus.

Tabel 13. Persepsi responden tetang manfaat BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Tabel 14. Persepsi responden tetang

keterserapan aspirasi mahasiswa

Sumber: olahan data primer, 2009

Sebanyak 76,2% responden atau 199 orang mengatakan bahwa BEM

bermanfaat bagi mahasiswa. Sebaliknya, hanya 23,8% mengatakan tidak

bermanfaat. Pada titik ini, responden memandang BEM penuh dengan

optimisme. Namun pandangan optimis tersebut kemudian berubah ketika

responden ditanya apakah selama ini BEM sudah menyerap aspirasi mahasiwa,

60,9% (159 orang) mengatakan tidak dan sisanya 39,1% mengatakan sudah

menyerap aspirasi mahasiswa. Fakta ini menunjukan bahwa secara umum BEM

bermanfaat bagi mahasiswa, misalnya dengan berbagai kegiatan yang

diselenggarakan BEM seperti yang diungkapkan oleh Auriza dan Susana. Namun,

kemanfaatan tersebut tidak sejalan dengan harapan publik. Artinya, bisa terjadi

62 23.8

199 76.2

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

159 60.9

102 39.1

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 65: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

65

bahwa berbagai kegiatan BEM selama ini tidak sesuai dengan harapan mereka.

Proses keterlibatan tersebut hanya berada pada level normatif, semacam

kewajiban yang mendisposisi individu, bukan sebuah bentuk keterlibatan yang

sepenuh hati.

Tabel 15. Persepsi responden terhadap

pelaksanaan Pemira

Sumber: olahan data primer, 2009

Seluruh responden mengetahui Pemira dan fungsinya, yakni sebagai

ajang untuk memilih presiden BEM. Selanjutnya data ini peneliti reduksi dari

proses analisis karena tidak mengandung persoalan berarti.

Pada tabel 15 di atas terlihat bagaimana pandangan responden (calon

pemilih) terhadap pelaksanaan Pemira. Sebanyak 52,5% responden mengatakan

bahwa pelaksanaan Pemira mudah sedangkan 47,5% mengatakan tidak.

Kemudahan ini terletak pada mekanisme pencoblosan kertas suara. Devi

mengatakan bahwa pencoblosan kertas suara lebih mudah daripada PEMILU,

karena biasanya calon hanya berjumlah dua sampai tiga orang dengan ukuran

kertas suara yang kecil52

. Di sisi lain, ketidakmudahan Pemira terletak pada

masalah letak TPS yang kurang strategis, misalnya TPS yang dibagi berdasarkan

52 Wawancara melalui Facebook karena yang bersangkutan sedang berada di rumah (Pekalongan) pada 3 September 2009.

124 47.5

137 52.5

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 66: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

66

masing-masing jurusan padahal kuliah sering berpindah ruang53

. Selain itu, Ias

mengatakan bahwa kesulitan Pemira terletak pada TPS yang jauh jaraknya dari

ruang kuliahnya.

Tabel 16. Persepsi responden terhadap

Pemira dan kuliah

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada sisi lain, 84,3% responden menyatakan bahwa pelaksanaan Pemira

tidak mengganggu perkuliahan. Artinya sistem Pemira yang sudah berjalan

cenderung bisa diterima mahasiswa.

Meski demikian, ada sebagian kecil responden (15,7%) yang merasa

terganggu dengan pelaksanaan Pemira. Menurut Candra54

tahap kampanye

dalam Pemira menggangu kegiatan belajar. Ia mengatakan, “Pas kampanye

mereka kan ngomongnya make megaphone dan kenceng banget”. Devi

menambahkan bahwa selain tahap kampanye seperti yang dikatakan Candra,

tahap pemungutan suara juga mengganggu karena TPS berada dekat dengan

kelas dan panitia juga menggunakan pengeras suara.

Meski mengganggu, Devi menambahkan bahwa hal tersebut bisa

ditoleransi mengingat Pemira hanya dilaksanakan satu tahun sekali. Devi

53 Wawancara dengan Auriza pada 9 Agustus 2009. 54 Wawancara melalui ponsel pada 9 September 2009.

220 84.3

41 15.7

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 67: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

67

menganalogikan dengan ramainya masa kampanye PEMILU lima tahunan yang

sampai membuat jalan raya macet.

Tabel 17. Persepsi responden

terhadap materi kampanye calon

Sumber: olahan data primer, 2009

Tabel 18. Persepsi responden

terhadap media kampanye calon

Sumber: olahan data primer, 2009

Pemira sebagai proses pemilihan Presiden BEM tidak bisa dilepaskan dari

proses komunikasi dan marketing politik. Pada saat Pemira, masing-masing calon

atau kandidat akan berupaya memperoleh perhatian dan simpati publik yang

terkonversi menjadi suara (vote) bagi kandidat tertentu.

Pada proses ini, seringkali tampilan (appearance) lebih menentukan

daripada kemampuan (performance). Oleh karenanya, persoalan materi dan

media kampanye sebagai salah satu alat untuk mendapatkan suara perlu

diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Materi dan media kampanye kandidat

termasuk bagian dari bagaimana mengemas isu, visi-misi dan lain sebagainya

162 62.1

99 37.9

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

172 65.9

89 34.1

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Persepsi Responden

terhadap Media Kampanye Calon

Sumber: hasil olahan data primer Sumber: hasil olahan data primer

Page 68: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

68

dalam sebuah kemasan (media) tertentu, misalnya: pamflet, stiker, spanduk,

baliho dan lain sebagainya55

.

Pada tabel 17 dan 18 di atas responden mengatakan bahwa materi (kata/

kalimat, warna, foto, desain, dll.) dan media kampanye (pamflet, stiker, spanduk,

baliho, dll.) tidak menarik, yakni sebesar 65,9% dan 62,1%. Hal tersebut karena

berbagai media dan materi kampanye yang ada kurang bisa mengikat kesan

sehingga dilupakan begitu saja oleh mahasiswa.

Lebih lanjut, Ias menyatakan seharusnya media dan materi kampanye

calon seperti kampanye di PEMILU seperti spanduk yang besar dan banyak. Hal

itu akan lebih menarik dengan menambah berbagai slogan, katanya, “Misal

kayak JK: Lebih Cepat, Lebih Baik. Itu kan enak didengar. Atau kayak Tukul:

katrok, ndeso, kutu kupret dan lainnya. Slogan kayak gitu gampang diingat”.

Berbeda dengan itu, Devi menyatakan harusnya media kampanye lebih ramai

seperti pentas musik, sehingga menarik sebagian besar mahasiswa. Susana

berpendapat lain bahwa menurutnya seharusnya si calon itu melakukan

kampanye keliling kampus agar mahasiswa bisa melihatnya secara langsung

bukan melalui tim suksesnya.

55 Firmanzah, Hal. 166

Page 69: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

69

Tabel 19. Persepsi responden

terhadap visi-misi calon

Sumber: olahan data primer, 2009

Selain masalah appearance dan performance, content (isi) juga perlu

diperhatikan. Tabel 19 di atas mengungkapkan bahwa 55,9% responden

mengatakan bahwa visi-misi calon presiden tidak mewakili mahasiswa yang nota

benenya adalah calon pemilih (konstituen). Angka ini mengindikasikan adanya

kesenjangan antara idealisme calon dengan idealisme konstituen. Bisa saja

terjadi, apa yang dianggap ideal oleh calon tertentu, tidak sesuai dengan harapan

konstituennya. Kesenjangan idealisme ini seperti perbedaan cara pandang BEM

dan mahasiswa pada masalah Semester Pendek (SP) atau Kuliah Akhir Tahun

(KAT). BEM memandang bahwa SP/KAT merupakan bentuk instanisasi

pendidikan, sedangkan mahasiswa menganggap hal tersebut sesuai dengan

kebutuhan dan lebih efisien daripada mengulang mata kuliah tersebut pada

semester berikutnya.

Kesenjangan semacam ini biasanya akan terkomunikasikan lebih lanjut

pada tahap Debat Kandidat Presiden BEM, saat itu calon menyampaikan visi-

misinya dan konstituen akan menanggapi, menyangkal dan mengkritik presentasi

calon tersebut. Selain itu, kesenjangan ini bisa juga diatasi dengan cara

melakukan poling atau survei terlebih dulu terhadap konstituen dan kemudian

146 55.9

115 44.1

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Page 70: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

70

mengkontekstualisasikan dengan visi-misi calon yang bersangkutan. Pada proses

ini, calon berikut tim suksesnya berperan sebagai interpretator dan artikulator

keinginan konstituen.

Tabel 20. Persepsi responden

terhadap efektivitas sosialisasi KPR

Sumber: olahan data primer, 2009

Selain calon, kerja KPR tidak bisa dinafikan sebagai komisi penyelenggara

Pemira. Pada tabel 20 di atas dapat dilihat bahwa 76,2% responden mengatakan

KPR tidak efektif dalam melakukan sosialisasi Pemira. Proses sosialisasi ini tentu

saja sangat penting bagi partisipasi mahasiswa di Pemira. Semakin maksimal

sosialisasi, maka semakin tinggi mahasiswa mengetahui adanya agenda Pemira

dan diharapkan partisipasi mahasiswa juga semakin meningkat.

Proses sosialisasi yang biasa dilakukan KPR-KPR fakultas yakni melalui

media pamflet, spanduk, dan poster. Menurut peneliti, sosialisasi sebenarnya

bisa juga ditambah melalui pesan singkat (SMS) dengan catatan tersedianya

database nomor ponsel mahasiswa. Bisa juga menggunakan saran Ias56

dengan

slogan/jargon yang menarik dan tidak klise. Materi sosialisasi KPR cenderung

klise, misalnya “Mari Kita Sukseskan Pemira FISIP untuk Menegakan Demokrasi

Kampus”. Materi sosialisasi dengan bahasa baku dan klise semacam itu bisa

56 Wawancara pada 3 September 2009.

199 76.2

62 23.8

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 71: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

71

dikemas dengan cara lain, misalnya, “Katrok dan ndeso lo kalo ga nyoblos di

Pemira!” dan sebagainya.

Tabel 21. Penggunaan Hak Pilih Responden

Sumber: olahan data primer, 2009

Tabel 22. Persepsi responden tentang perlunya

menggunakan hak pilih

Sumber: olahan data primer, 2009

Rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa, seperti pada Tabel 157

dapat

dipengaruhi oleh ketidakefektifan KPR dalam melakukan sosialisasi. Hal ini bisa

dibuktikan dengan melihat bahwa responden yang menggunakan hak pilih

sebesar 57,5% berbanding terbalik dengan pandangan mereka tentang

pentingnya menggunakan hak pilih sebesar 84,3%. Artinya ada kesenjangan yang

nyata antara idealitas tentang penggunaan hak pilih dengan realitas yang terjadi.

Ias, Susana dan Candra merasa perlu menggunakan hak pilih karena

mereka menganggap bahwa suaranya mempengaruhi siapa yang terpilih menjadi

Presiden BEM yang kemudian akan mempengaruhi perubahan kampus di masa

57 Lihat hal 8 pada Bab I Pendahuluan.

41 15.7

220 84.3 261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

111 42.5

150 57.5 261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Sumber: hasil olahan data primer

Page 72: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

72

mendatang58

. Pada sisi lain, Iqbal merasa tidak perlu menggunakan hak pilih

karena menurutnya dalam demokrasi memilih itu adalah hak, bukan kewajiban59

.

Selain Iqbal, Auriza mengatakan bahwa dirinya tidak menggunakan hak pilih

karena tidak mengenal calon pada Pemira BEM 2007. Hal ini berbeda pada saat

Pemira BEM sebelumnya ia menggunakan hak pilih karena mengenal si calon.

Tabel 23. Asal motivasi responden saat memilih

Sumber: olahan data primer, 2009

Meski terkesan menyederhanakan, dari diagram di atas dapat diketahui

bahwa kesadaran politik sebagian besar mahasiswa cukup baik. Hal ini

ditunjukan dengan 75,9% responden mengatakan ketika memilih mereka lebih

karena keinginan sendiri daripada karena dorongan luar seperti: teman atau

lembaga. Diagram itu memperlihatkan bahwa dorongan dari dalam diri lebih

kuat di banding dorongan dari luar, yakni 75,9% berbanding 24,1%.

Data tersebut secara tidak langsung sebenarnya membantah anggapan

para aktivis atau pegiat kampus selama ini yang menengarai bahwa kesadaran

berpolitik mahasiswa kurang bagus. Ada dua jenis partisipasi, autonom

participation dan mobilized participation, dengan melihat data di atas dapat

58 Wawancara pada 3 dan 10 September 2009. 59 Wawancara pada melalui ponsel 10 September 2009.

63 24.1

198 75.9

261 100.0

dari luar

dari dalam

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 73: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

73

dinyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa cenderung otonom daripada

dimobilisasi.

Ias menyatakan bahwa saat menggunakan hak pilih dirinya diajak oleh

teman kelas, sebagai berikut:

“Aku nyoblos saat itu ya karena diajak teman. Aku gak tahu siapa

calonnya. Cuma kan pas saat itu di ekonomi calonnya cuma satu, ya aku

pilih saja dia. Aslinya se aku ga tahu siapa dia selain pernah liat pas

OSPEK”.

Meski sama-sama tidak berorganisasi, Susana menggunakan hak pilih saat

karena dorongan dari dirinya sendiri. Ia menceritakan sebagai berikut:

“Saat itu kan ada dua Pemira ya, DLM sama BEM. Nah Susan itu gak

nyoblos yang BEM karena tidak tahu siapa Masduki-Simon. Susan nyoblos

cuma yang DLM, Mas Wicak. Baru setelah Mas Simon menang, Susan

kenal dia karena pernah ngobrol langsung”.

Senada dengan Susana, Devi menggunakan hak pilih karena dorongan

dari sendiri. Meski sulit dibedakan secara tegas, idealnya partisipasi politik

individu seperti yang dilakukan Susana atau Devi yang berdasarkan dorongan diri

sendiri. Susana lebih memilih golput pada Pemira BEM daripada memilih calon

yang tidak dikenalinya.

Page 74: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

74

Tabel 24. Persepsi responden tentang

penggunaan hak pilih dan perubahan keadaan kampus

Sumber: olahan data primer, 2009

Efikasi politik adalah harapan akan dampak dari sebuah aktivitas politik

yang dalam konteks ini menggunakan hak pilih saat Pemira terhadap perubahan

keadaan kampus. Meski beda tipis, namun 55,2% responden mengatakan bahwa

dengan menggunakan hak pilih saat Pemira bisa merubah keadaan kampus

menjadi lebih baik. Dengan kata lain, Pemira dapat merubah keadaan kampus,

dalam konteks Pemira sebagai jembatan bagi terbentuknya BEM dan selanjutnya

BEM (baca: presiden) terpilih akan memulai upaya perubahaan keadaan kampus

agar lebih baik. Persentase yang beda tipis pada ekspektasi responden terhadap

Pemira, terjelaskan pada ekspektasi mereka terhadap BEM.

Tabel 25. Persepsi responden terhadap BEM

dan perubahan kampus

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 25 di atas dapat dilihat kegamangan responden, yakni 54,4%

mengatakan bahwa BEM tidak membawa perubahan di kampus. Hal ini bisa

dijelaskan dengan analisis waktu, bahwa saat menggunakan hak pilih, responden

142 54.4

119 45.6

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

64 24.5

197 75.5

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Sumber: hasil olahan data primer

Page 75: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

75

mempunyai harapan yang begitu besar terhadap BEM yang akan datang. Namun

responden melihat masa sebelumnya untuk mengetahui kinerja BEM apakah

mempengaruhi perubahan kampus atau tidak.

Diagram 26. Macam-macam perubahan di kampus

yang diharapkan responden

Sumber: olahan data primer, 2009

Perubahan-perubahan yang diharapkan responden dapat dilihat tabel 26

sebagai mana di atas. Mahasiswa lebih kritis dan dinamis—termasuk di dalamnya

perlu diperbanyak kegiatan mahasiswa—sebesar 21,5%; 2). Perbaikan sarana

dan prasarana sebesar 15,7%; 3). Transparansi dan kebijakan anggaran yang pro

mahasiswa—termasuk di dalamnya penolakan terhadap POM—sebesar 13,8%;

4). Perbaikan birokrasi dan pelayan akademik dan non-akademik sebesar 12,6%;

5). Iklim akademik yang lebih baik dan dosen yang profesional sebesar 5,7%,

sedangkan sisanya sebanyak 30,7% mengatakan tidak mempunyai harapan

terhadap perubahan di kampusnya.

0 Tidak berharap 1 Perbaikan sarana 2 Iklim akademik 3 Transparansi anggaran 4 Perbaikan birokrasi 5 Mahasiswa lebih kritis

Keterangan:

Percent0.0

10.0

20.0

30.0

30,7 15,7 5,7 13,8 12,6 21,5

Page 76: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

76

Tabel 27. Ekspektasi responden terhadap BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 27, terlihat 75,5% responden masih berharap terhadap BEM.

BEM masih dipandang dengan penuh optimisme, sebagai lembaga yang bisa

mewadahi berbagai aspirasi dan kebutuhan mereka. Ini merupakan potensi yang

sangat luar biasa bagi BEM dalam rangka mengelola perubahan yang strategis.

Diagram 28. Macam-macam harapan

responden terhadap BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Tingginya harapan ini tergambar secara detail seperti pada tabel 28.

Berbagai macam harapan terhadap BEM seperti: 1). BEM semakin aspiratif

sebesar 41,8%; 2). BEM meningkatkan kinerjanya sebesar 17,2%; 3). BEM aktif

mengadvokasi mahasiswa sebesar 7,7%; 4). BEM lebih kreatif—termasuk di

0 Tidak berharap

1 Kinerja ditingkatkan 2 Aspiratif 3 Kreatif 4 Advokatif 5 Kritis

Keterangan:

Percent

10.00

20.00

30.00

40.00

24,5 17,2 41,8 6,1 7,7 2,7

64 24.5

197 75.5

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Sumber: hasil olahan data primer

Page 77: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

77

dalamnya lebih membumi dengan berbagai pendekatan, komunikasi dan

propaganda yang lebih kreatif—sebesar 6,1%; 5). BEM lebih kritis, sebanyak 2,7%

dan sisanya 24,5% mengatakan tidak mempunyai harapan terhadap BEM.

Semakin besar persentase pada poin tertentu, maka mengindikasikan

bahwa poin tersebut selama ini kurang tergarap oleh BEM. Misalnya, poin BEM

lebih aspiratif sejalan dengan tabel 14 yang cenderung mengatakan bahwa BEM

tidak aspiratif.

Tabel 29. Rasa memiliki responden terhadap BEM

Sumber: olahan data primer, 2009

Sebagai pemerintahan mahasiswa yang harus senantiasa membumi,

menyerap serta mengartikulasikan aspirasi mahasiswa, nampaknya diagram di

samping akan menjadi peringatan (warning) bagi BEM agar senantiasa berefleksi

dan mengevaluasi kinerjanya selama ini. Diagram di atas memperlihatkan bahwa

61,7% responden mengatakan tidak merasa memiliki BEM. Artinya, sebagian

besar mahasiswa merasa tidak memiliki BEM. Hal ini merupakan persoalan serius

yang dapat menghambat kerja BEM.

Devi mengungkapkan bahwa dirinya merasa tidak mengenal BEM karena

ia tidak merasa dekat dengan BEM, ia mengatakan, “Ga mas… gimana mau

ngrasa miliki wong dekat saja tidak kok”. Pernyataan Devi menyiratkan bahwa

161 61.7

100 38.3

261 100.0

tidak

ya

Total

Frequency Percent

Sumber: hasil olahan data primer

Page 78: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

78

kedekatan merupakan syarat bagi lahirnya rasa memiliki (sense of

belongengness) mahasiswa terhadap BEM. Kedekatan semacam ini bisa

dibangun melalui sosialisasi yang intensif. Selain Devi, Iqbal juga merasa tidak

dekat dengan BEM. Namun alasan Iqbal berbeda dengan Devi, dia mengatakan,

“Aku se gak munafik mas, aku gak pernah mikiri masalah kampus. Jadi ya sama

sekali gak ngrasa tuh miliki BEM”. Selain Iqbal, dalam wawancara Ias

mengatakan bahwa dirinya tidak merasa memiliki BEM karena ia bukan

mahasiswa yang suka berorganisasi. Ia juga menerangkan, “Seandainya saya

berorganisasi mungkin ya akan merasa memiliki mas”.

Page 79: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

79

b. Analisis Tabulasi Silang (TS)

Analisis tabulasi silang ini lebih bersifat menjelaskan secara rinci berdasar

fakultas dan organisasi tentang persepsi, motivasi dan partisipasi responden.

Pada bagian ini, peneliti juga merasa perlu memilih hanya beberapa variabel

berdasar indikator yang telah ditetapkan di Bab III.

a. Tabulasi Silang (TS) berdasar Fakultas

Selain sebagai tempat belajar, dalam konteks ini kampus merupakan

wahana sosialisasi politik mahasiswa. Analisis tabulasi silang berdasar fakultas

akan memperlihatkan sosialisasi politik pada fakultas apa yang lebih baik

daripada fakultas yang lain.

Tabel 30. TS. Persepsi responden terhadap kinerja BEM berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 30 dapat dilihat bahwa kinerja BEM Faperta lebih baik

daripada tiga fakultas lainnya dengan cara membandingkan persentase

pandangan responden pada standar nilai “kurang” dan “cukup”. Pada tiga

fakultas lainnya, tidak ada perbedaan yang signifikan pada dua standar nilai itu.

Namun, pada Faperta terlihat mencolok yakni 17,2% responden menjawab

36.8% 55.3% 7.9% 100.0%

31.5% 65.1% 3.4% 100.0%

17.2% 74.1% 8.6% 100.0%

36.8% 63.2% 100.0%

isip ekonomi pertanian peternakan

nim/fakultas

kurang cukup bagus

menurut sdr bagaimana kinerja bem selamaini

Total

Page 80: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

80

“kurang” dan 74,1% menjawab “cukup”. Selain itu, persentase pada standar nilai

“bagus” pada Faperta juga paling besar dibanding yang lain, sebesar 8,6%.

Nampaknya, perlu ditinjau lebih lanjut apakah kinerja BEM Faperta lebih

baik daripada tiga fakultas yang lain berhubungan dengan sistem Pemira mereka

yang mengadopsi sistem kepartaian atau sekedar masalah good management.

Wawancara dengan Rangga – Mantan Presiden BEM 200760

, peneliti

menemukan bahwa kinerja BEM Faperta yang lebih baik daripada yang lain

berhubungan dengan sistem partai. Adanya sistem partai membuat kinerja BEM

semakin dinamis mengingat ia senantiasa dikontrol. Partai mahasiswa di Faperta

juga melakukan tradisi oposisi yang kadang sampai dengan cara-cara

nonkonvensional, seperti menyegel sekretariat BEM, mencoret-coret pintu

sekretariat, dan tindakan lainnya. Adanya oposisi semacam ini, BEM menjadi

senantiasa terevaluasi dan akhirnya selalu berusaha berbenah diri.

Pada fakultas lain, tidak ditemukan sistem partai, sehingga tradisi oposisi

berjalan tersendat-sendat yang pada gilirannya justru menghantam balik BEM

melalui pembusukan struktur61

. Pembusukan struktur yakni ketika mahasiswa

(kultur) acuh tak acuh terhadap BEM, mahasiswa tidak mengkritik dan juga tidak

mengapresiasi, sehingga BEM tidak pernah tahu penilaian mahasiswa terhadap

kinerjanya selama ini.

60 Wawancara dilaksanakan pada 25 Agustus 2009 di Faperta. 61 Konsep/istilah pembusukan struktur sering digunakan oleh para aktivis untuk menyatakan suatu kondisi yakni saat mahasiswa tidak memedulikan BEM. Mahasiswa tidak mengkritik dan juga tidak mengapresiasinya. Mahasiswa acuh tak acuh terhadap BEM. Istilah ini diperoleh melalui observasi lapangan.

Page 81: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

81

R. Andriadi Achmad – Kepala Departemen LITBANG BEM Fakultas Sastra

Universitas Andalas 05/06 menuliskan, bahwa keberadaan Parma dalam sistem

politik kampus memiliki andil untuk memberikan pembelajaran politik bagi

mahasiswa, mewujudkan demokratisasi kampus, meningkatkan daya partisipasi

mahasiswa dalam pemilu dan menguatkan legitimasi keberadaan lembaga

mahasiswa62

. Adanya partai mahasiswa membuat pembusukan struktur menjadi

terantisipasi yang pada gilirannya semakin memperkuat kinerja BEM dengan

dukungan atau tradisi oposisi.

Tabel 31. TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi mahasiswa berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 31 di atas terlihat bahwa tingkat keterserapan aspirasi

mahasiswa masih cukup jauh dari harapan. Padahal kinerja BEM akan sangat

bergantung pada bagaimana mereka menyerap aspirasi mahasiswa. Di antara

keempat fakultas, BEM Fapet terlihat paling tidak aspiratif. Hal tersebut sesuai

dengan pandangan Auriza (Mahasiswa Fapet 2006) yang mengungkapkan bahwa

BEM jarang memperhatikan mahasiswa pada umumnya. Pada tabel di atas

62 http://yuliku.wordpress.com/2007/04/13/ partai-mahasiswa-katalisator-politik-kampus-yang-mandul/

60.5% 39.5% 100.0%

59.6% 40.4% 100.0%

58.6% 41.4% 100.0%

78.9% 21.1% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

menurut sdr apakah bem sudah menyerap aspirasi

mahasiswa

Total

Page 82: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

82

tingkat keterserapan aspirasi Faperta mencapai 41,4% responden, menyusul

berikutnya 40,4% responden FE dan 39,5% FISIP.

Masih minimnya penyerapan aspirasi mahasiswa oleh BEM bisa berakibat

BEM tidak peka terhadap realitas kampus serta berbagai keinginan dan

kebutuhan mahasiswa. Selain itu, aspirasi bak amunisi bagi kerja-kerja BEM yang

seharusnya berdasarkan aspirasi yang berkembang di tingkatan mahasiswa.

Penyerapan aspirasi mahasiswa oleh BEM bisa melalui cara-cara formal

seperti poling, public hearing atau public sharing. Bisa juga melalui cara non-

formal dalam perjumpaan keseharian antara pengurus BEM dengan mahasiswa

dalam konteks pertemanan.

Tabel 32. TS. Penggunaan Hak Pilih Responden berdasar Fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 32 di atas, tingkat partisipasi yang paling bagus terlihat pada

FE dengan 61% responden menggunakan hak pilih pada Pemira sebelumnya.

Persentase ini paling besar dan berbeda cukup signifikan dibanding tiga fakultas

lainnya.

42.1% 57.9% 100.0%

39.0% 61.0% 100.0%

48.3% 51.7% 100.0%

52.6% 47.4% 100.0%

isip ekonomi

pertanian

peternakan

nim/

fakultas

tidak ya

apakah sdr menggunakan

hak pilih dalam Pemira

tahun lalu

Total

Page 83: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

83

Data tersebut sesuai dengan fakta bahwa tingkat partisipasi mahasiswa

FE senantiasa naik secara signifikan. Misal, pada tahun 2007 tingkat partisipasi

mencapi 1200an suara sedang pada tahun berikutnya mencapai 1800an suara.

Meski partisipasi mahasiswa di FE paling tinggi di antara fakultas lainnya,

namun perlu diperhatikan pada kenyataannya partisipasi tersebut belum

mencapai 50% mahasiswa dari aktif fakultas tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat

dibandingkan antara Tabel 1 tentang tingkat partisipasi mahasiswa di Pemira

fakultas (halaman 8) dengan Tabel 2 tentang distribusi sampel dengan data yang

diambil dari Bapendik masing-masing fakultas (halaman 28).

Pada Tabel 1 tingkat partisipasi mahasiswa FE mencapai 1800an suara. Di

sisi lain, data mahasiswa aktif tiga angkatan (2006, 2007 dan 2008) terakhir

mencapai 3734 mahasiswa. Perlu diperhatikan bahwa partisipasi dalam Pemira

tidak hanya dibatasi pada tiga angkatan terakhir melainkan seluruh angkatan

selama yang bersangkutan masih terdaftar sebagai mahasiswa di FE. Artinya,

jumlah seluruh mahasiswa aktif di FE lebih dari 3734.

Tabel 33. TS. Persepsi responden tentang materi kampanye calon berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

60.5% 39.5% 100.0%

66.4% 33.6% 100.0%

60.3% 39.7% 100.0%

89.5% 10.5% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/ fakultas

tidak ya

menurut sdr apakah materi

kampanye kandidat menarik

Total

Page 84: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

84

Tabel 34. TS. Persepsi responden tentang media kampanye calon berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada 33 dan 34 di atas hanya Fapet saja yang terlihat mencolok dengan

89.5% responden mengatakan bahwa materi kampanye seperti kalimat, gambar,

warna dan simbol tidak menarik. Di sisi lain, tiga fakultas lainnya berada pada

persentase yang hampir sama, 60-66,4%.

Selain itu 78,9% responden Fapet mengatakan bahwa media kampanye

calon presiden BEM tidak menarik. Media kampanye yang mereka gunakan saat

Pemira seperti pamflet, poster dan bendera kecil. Di lain sisi, FISIP nampaknya

lebih bagus daripada tiga fakultas lainnya dengan 44,7% mengatakan bahwa

media kampanye menarik, persentase tersebut paling tinggi di antara fakultas

lainnya. Media kampanye tersebut selain pamflet, poster, bendera kecil ada juga

dengan cara memarkir motor secara berjajar yang dilakukan pendukung calon

tertentu dan menutup plat nomornya dengan kertas yang bertuliskan nomor

pasangan tertentu.

55.3% 44.7% 100.0% 62.3% 37.7% 100.0% 60.3% 39.7% 100.0% 78.9% 21.1% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

menurut sdr apakah mediakampanye kandidat

menarik

Total

Page 85: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

85

Tabel 35. TS. Persepsi responden tentang visi-misi calon berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 35 di atas, Faperta terlihat lebih baik dibanding tiga fakultas

lainnya. 56,9% responden mengatakan bahwa visi-misi dan program calon sudah

mewakili aspirasi mereka. Hal ini menyiratkan bahwa proses komunikasi politik

antara calon dengan konstituen berjalan baik saat calon mampu mengetahui apa

yang dikehendaki konstituen. Pandangan responden FISIP mencapai 44,7% yang

mengatakan bahwa visi-misi dan program sudah mewakili aspirasi mahasiswa. FE

sebesar 41,1% dan paling rendah di antara ketiga fakultas lainnya adalah Fapet

dengan persentase sebesar 26,3%.

Kampanye calon presiden BEM yang diturunkan dalam wujud materi,

media serta visi-misi dan program merupakan kesatuan antara isi dan bagaimana

pengemasannya. Pada marketing politic pesan politik merupakan hal yang sangat

penting. Pengemasan berperan dalam rangka mengarahkan cara mahasiswa

memaknainya63

.

63 Firmanzah, Hal. 259.

55.3% 44.7% 100.0%

58.9% 41.1% 100.0%

43.1% 56.9% 100.0%

73.7% 26.3% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

menurut sdr apakahvisi,misi dan program

kandidat mewakili aspirasi

Total

Page 86: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

86

Tabel 36. TS. Persepsi responden tentang Pemira dan Kuliah berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 36 di atas dapat dilihat tidak ada perbedaan mencolok pada

persepsi responden empat fakultas konteks pelaksanaan Pemira dan kuliah.

Responden FISIP dan Ekonomi mengatakan bahwa proses Pemira tidak

menganggu kuliah sebesar 86,8% dan 84,2%. Pada Faperta dan Peternakan

persepsi itu mencapai 81% dan 89,5%. Hal ini menyiratkan bahwa tidak ada

perbedaan antara pelaksanaan Pemira dan kuliah di fakultas eksakta (Pertanian

dan Peternakan) dengan fakultas sosial (ISIP dan Ekonomi).

Pelaksanaan Pemira yang mudah dan tidak mengganggu aktivitas

akademik mahasiswa akan semakin membuka peluang bagi partisipasi

mahasiswa. Pemira BEM seharusnya dimodifikasi sedemikian rupa agar lebih

mudah, sederhana dan akhirnya aksesibel terhadap seluruh calon pemilih di

fakultas masing-masing.

86.8% 13.2% 100.0%

84.2% 15.8% 100.0%

81.0% 19.0% 100.0%

89.5% 10.5% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

adakah proses atau tahapPemira yang mengganggu

kegiatan perkuliahan

Total

Page 87: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

87

Tabel 37. TS. Persepsi responden tentang perlunya menggunakan hak pilih berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 37 di atas terlihat bahwa mahasiswa Fapet sangat optimis

dengan 94,7% responden mengatakan perlu menggunakan hak pilih dalam

Pemira. Pada FE dan Faperta persepsi tersebut relatif sama. Di sisi lain,

nampaknya mahasiswa FISIP justru rendah dibanding tiga fakultas lainnya,

71,1%. Meski demikian, secara umum persepsi responden di empat fakultas itu

cenderung optimistik memandang perlunya menggunakan hak pilih.

Kondisi di FISIP bisa terjadi lantaran proses sosialisasi politik yang lebih

intensif di antara lainnya. Pada konteks ini, diduga mahasiswa cenderung kritis

memaknai penggunaan hak pilih. Proses kritisisme tersebut mereka peroleh dari

mata kuliah dan/ atau dinamika FISIP yang tidak jauh dengan persoalan politik.

Hal tersebut dimungkinkan sebagai bentuk kejenuhan politik responden

FISIP yang lebih rendah persepsinya daripada yang lain. Kejenuhan politik dalam

konteks ini juga bisa dipengaruhi dinamika politik negara yang senantiasa

berkonotasi dengan sesuatu yang buruk atau licik. Jadi ada semacam pandangan

umum terhadap makna politik dan akhirnya juga merembes ke pemaknaan yang

lebih khusus, politik kampus.

28.9% 71.1% 100.0%

14.4% 85.6% 100.0%

13.8% 86.2% 100.0%

5.3% 94.7% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

perlukan sdr menggunakanhak pilih dalam Pemira

Total

Page 88: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

88

Tabel 38. TS. Efikasi Politik responden tentang BEM dan

perubahan di kampus berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 38 di atas tidak ada perbedaan yang mencolok antara

keempat fakultas. Namun bisa digambarkan bahwa pandangan responden FE

(51,4%) paralel dengan pandangan responden Faperta (53,2%) dan pandangan

responden FISIP (63,2%) paralel dengan pandangan responden Fapet (63,2%)

yang mengatakan bahwa mereka tidak merasa BEM membawa perubahan di

kampus.

Pada umumnya efikasi politik di empat fakultas tersebut cenderung

rendah dan tidak mencapai 50%. Hal ini karena BEM tidak mampu merealisasi

harapan mahasiswa dengan berbagai program kerjanya. Oleh karenanya,

mahasiswa cenderung menilai bahwa apa yang dilakukan BEM selama ini tidak

secara signifikan merubah keadaan kampus.

Perubahan yang diharapkan mahasiswa selengkapnya bisa dilihat pada

diagram 26 tentang harapan perubahan di kampus. Hal ini juga berfungsi sebagai

input bagi BEM dalam mengarahkan kinerjanya dalam konteks kontrol kebijakan

dan lembaga advokasi mahasiswa.

63.2% 36.8% 100.0%

51.4% 48.6% 100.0%

53.4% 46.6% 100.0%

63.2% 36.8% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

apakah sdr merasa bemmembawa perubahan di

kampus

Total

Page 89: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

89

Tabel 39. TS. Ekspektasi responden terhadap BEM berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Harapan mahasiswa di empat fakultas cenderung baik. Hal ini terlihat dari

tabel di atas yakni tingkat ekspektasi mahasiswa terhadap BEM di atas 65%.

Tercatat 65,8% reponden FISIP, kemudian FE, Pertanian dan Peternakan sebesar

78,9%. Meski pandangan reponden pada empat fakultas cenderung optimis,

yang menarik adalah bahwa persentase FISIP paling rendah dibanding tiga

fakultas lainnya. Hal tersebut paralel dengan tabel sebelumnya yang

memperlihatkan responden FISIP lebih rendah dalam memandang penggunaan

hak pilih pada Pemira.

Pada konteks ini, diduga mahasiswa cenderung kritis memaknai

penggunaan hak pilih. Proses kritisisme tersebut mereka peroleh dari mata

kuliah dan/ atau dinamika FISIP yang tidak jauh dengan persoalan politik.

34.2% 65.8% 100.0%

23.3% 76.7% 100.0%

22.4% 77.6% 100.0%

21.1% 78.9% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

apakah sdr mempunyaiharapan terhadap bem

Total

Page 90: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

90

Tabel 40. TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak pilih dan

perubahan kampus berdasar fakultas

Sumber: olahan data primer, 2009

Efikasi politik terkait Pemira dan perubahan kampus cukup tinggi. Pada

tabel di atas terlihat bahwa 50-63% responden di FE, Pertanian dan Peternakan

cenderung berharap bahwa penggunaan hak pilih di Pemira akan mempengaruhi

perubahan kampus. Berbeda dengan itu, responden FISIP cenderung rendah

dibanding lainnya, 39,5%.

Alasan yang sama terkait intensifnya sosialisasi politik peneliti duga

menjadi penyebab mengapa responden FISIP lebih rendah persepsinya daripada

yang lain. Selain itu, hal ini bisa juga ditambah dengan kinerja BEM yang belum

mampu membuktikan dirinya sebagai lembaga handal dalam melakukan kerja-

kerja pemberdayaan, kontrol kebijakan dan advokasi.

60.5% 39.5% 100.0%

39.7% 60.3% 100.0%

50.0% 50.0% 100.0%

36.8% 63.2% 100.0%

isip

ekonomi

pertanian

peternakan

nim/fakultas

tidak ya

apakah sdr merasa dengan

menggunakan hak pilihdalam Pemira keadaankampus akan berubah

Total

Page 91: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

91

b. Tabulasi Silang (TS) berdasar Organisasi

Organisasi intrakampus yang dimaksud dalam konteks ini adalah UKM,

HMJ, BEM dan DLM. Untuk lebih mudahnya, peneliti akan menggunakan istilah

“aktivis intrakampus” untuk menyebut mahasiswa yang berorganisasi

intrakampus. Di sisi lain, pneliti akan menggunakan istilah “aktivis ekstrakampus”

untuk menyebut mahasiswa yang berorganisasi ekstrakampus.

Tabel 41. TS. Persepsi reseponden tentang kinerja BEM berdasar organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 41, responden aktivis ekstrakampus lebih banyak menilai

kinerja BEM masih jauh dari harapan, sebesar 25%. Berbeda dengan itu, aktivis

intrakampus menilai bahwa kinerja BEM sudah cukup baik sebesar 68,8% dan

tidak berbeda jauh dengan mahasiswa yang tidak berorganisasi sebesar 64,8%.

25.6% 68.8% 5.6% 100.0%

62.5% 25.0% 12.5% 100.0%

31.3% 64.8% 3.9% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

kurang cukup bagus

menurut sdr bagaimana kinerja bem selamaini

Total

Page 92: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

92

Tabel 42. TS. Persepsi responden tentang keterserapan aspirasi mahasiswa berdasar organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

Sebagian besar responden berdasar organisasi menyatakan bahwa BEM

belum aspiratif. Hal ini terlihat dari data di atas yakni responden aktivis

intrakampus yang menyatakan BEM belum aspiratif sebesar 57,6%, kemudian

responden aktivis ekstrakampus 62,5% dan responden yang tidak berorganisasi

mencapai 64,1%. Perbedaan mencolok terlihat pada aktivis intrakampus yang

persepsinya cenderung optimis. Peneliti mengamati bahwa hal ini terjadi karena

aktivis intrakampus sering berkomunikasi dan berkoordinasi dengan BEM melalui

UKM/ HMJ64

. Proses komunikasi dan koordinasi yang intensif membuat aspirasi

mereka lebih cepat diserap oleh BEM daripada aktivis ekstrakampus atau

mahasiswa yang tidak berorganisasi.

Aspirasi mahasiswa yang tidak berorganisasi atau aktivis ekstrakampus

diserap BEM melalui kegiatan public sharring. Meskipun BEM sudah

menjadwalkan, namun pada kenyataannya kegiatan ini lebih sering diadakan

64 Melalui observasi lapangan bisa dilihat bahwa UKM dan HMJ lebih intensif dalam berkomunikasi dan berkoordinasi dengan BEM misalnya pada rapat anggaran dana triwulan—tergantung kesepakatan di antara mereka—atau caturwulan. Selain itu juga pada forum-forum komunikasi lainnya seperti di FE.

57.6% 42.4% 100.0%

62.5% 37.5% 100.0%

64.1% 35.9% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

tidak ya

menurut sdr apakah bemsudah menyerap aspirasi

mahasiswa

Total

Page 93: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

93

secara insidental saat menyikapi isu tertentu, misalnya public sharring POM yang

diadakan BEM Faperta dengan Dekanat.

Tabel 43. TS. Penggunaan hak pilih responden berdasar organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

Partisipasi responden aktivis intrakampus nampaknya lebih positif

dengan 62,4% mengatakan bahwa yang bersangkutan menggunakan hak pilih

dalam Pemira tahun lalu. Di sisi lain, aktivis ekstrakampus terlihat gamang, 50%

di antara mereka menggunakan hak pilih, dan 50% sisanya tidak. Partisipasi

responden yang tidak beroganisasi mencapai 53,1% dengan menggunakan hak

pilih pada Pemira tahun lalu.

Tabel 44. TS. Persepsi responden tentang perlunya penggunaan hak pilih berdasar organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

10.4% 89.6% 100.0%

62.5% 37.5% 100.0%

18.0% 82.0% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

tidak ya

perlukan sdr menggunakan hak pilih dalam Pemira

Total

37.6% 62.4% 100.0%

50.0% 50.0% 100.0%

46.9% 53.1% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

tidak ya

apakah sdr menggunakanhak pilih dalam Pemira

tahun lalu

Total

Page 94: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

94

Pada tabel 44 di atas responden aktivis ekstrakampus berpandangan

lebih negatif daripada aktivis intrakampus atau mahasiswa yang tidak

berorganisasi. Persentase itu sebesar 62,5% yang menyatakan bahwa mereka

merasa tidak perlu menggunakan hak pilih dalam Pemira. Di sisi lain, aktivis

intrakampus dan mahasiswa yang tidak berorganisasi sama-sama cenderung

berpandangan positif.

Tabel 45. TS. Efikasi politik responden tentang penggunaan hak

pilih dan perubahan kampus berdasar organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

Efikasi politik bahwa menggunakan hak pilih dalam Pemira akan merubah

keadaan kampus terlihat kuat pada responden aktivis intrakampus di banding

mahasiswa yang tidak berorganisasi lebih-lebih aktivis esktra kampus. Hal

tersebut dapat dilihat pada tabel 45 sebagaimana di atas.

39.2% 60.8% 100.0%

87.5% 12.5% 100.0%

47.7% 52.3% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

tidak ya

apakah sdr merasa dengan menggunakan hak pilihdalam Pemira keadaankampus akan berubah

Total

Page 95: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

95

Tabel 46. TS. Ekspektasi responden terhadap BEM berdasar organisasi

Sumber: olahan data primer, 2009

Pada tabel 46 di atas memperlihatkan bahwa responden aktivis ekstra

cukup pesimis untuk berharap kepada BEM, hanya 37,5%. Berbeda dengan itu,

aktivis intrakampus dan mahasiswa yang tidak berorganisasi mempunyai

ekspektasi yang sangat tinggi 71-81%. Meski demikian, ekspektasi aktivis intra

tetap lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak berorganisasi.

Tabel 47. TS. Persepsi responden tentang BEM yang membawa perubahan di kampus

Sumber: olahan data primer, 2009

Pesimisme kembali muncul pada aktivis ekstrakampus. Di sisi lain, aktivis

intrakampus dan mahasiswa yang tidak berorganisasi terlihat gamang dengan

47.2% 52.8% 100.0%

87.5% 12.5% 100.0%

59.4% 40.6% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

tidak ya

apakah sdr merasa bem membawa perubahan di

kampus

Total

18.4% 81.6% 100.0%

62.5% 37.5% 100.0%

28.1% 71.9% 100.0%

intra

ekstra

non organisasi

organisasi

tidak ya

apakah sdr mempunyaiharapan terhadap bem

Total

Page 96: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

96

persentase 52,8% dan 40,6%. Artinya, kurang-lebih separoh lainnya masih

mempunyai optimisme bahwa BEM membawa perubahan di kampus.

Perlu diperhatikan bahwa persepsi dan ekspektasi aktivis ekstrakampus

terlihat berbeda dengan aktivis intra atau responden yang tak berorganisasi.

Pada tabel 17, 19, 20, 21, 22 dan 23 persepsi dan ekspektasi mereka terhadap

Pemira dan/atau BEM cenderung negatif/pesimistik. Hal ini karena sosialisasi

politik yang diterima oleh aktivis ekstrakampus lebih intensif daripada aktivis

intrakampus atau mahasiswa yang tidak berorganisasi.

Sosialisasi para aktivis ekstrakampus ini melalui pendidikan politik dalam

kurikulum perkaderan organisasinya65

. Pendidikan politik tersebut melengkapi

mahasiswa yang bersangkutan dengan berbagai pisau analisis, ideologi dan nilai-

nilai lainnya yang akan digunakan anggota tersebut dalam melihat, membaca

dan memetakan realitas.

Pada sisi lain, aktivis ekstrakampus merasa bahwa keberadaan BEM tidak

signifikan dalam agenda perjuangan politik mahasiswa. Heru Haryadi seorang

aktivis ekstrakampus menyatakan sebagai berikut66

:

“Ya aku pesimis karena BEM yang telah terpilih jarang terbuka terhadap

ormas. Soal masalah mahasiswa, BEM hanya melakukan tindakan yang

reaksioner dan tidak berkelanjutan, malah tertutup agenda yang tidak

ada hubungannya sama mahasiswa. Ya secara garis besar kurang

berpihak sama mahasiswa”.

Kritik Heru di atas tidak berbeda jauh dengan pandangan Affan dan

Hakim yang masih menempatkan BEM sebagai lembaga yang masih bisa

65 Dalam Nasikun hal. 102-103 66 Wawancara dilakukan melalui ponsel pada 4 September 2009.

Page 97: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

97

diharapkan sebagai pemimpin (leader) hanya saja saat ini kinerjanya masih jauh

dari harapan. Berbeda dengan Affan dan Hakim, Heru menyinggung masalah

hubungan BEM dengan organisasi ekstrakampus yang menurutnya BEM tidak

terbuka kepada mereka. Perbedaan ini berangkat dari sosialisasi politik yang

diterima Affan dan Hakim berbeda dengan Heru, yakni antara sosialisasi politik

intrakampus dengan ekstrakampus sehingga membuat keduanya berpandangan

lain.

Pada masalah Pemira, Heru mengatakan sebagai berikut:

“Lha soal Pemira hanya sebatas ajang umbar janji dan formalitas belaka.

Buat saya, seharusnya BEM adalah sebagai pembantu mahasiswa dalam

mendapatkan hak demokratik mahasiswa. Percuma saja ada Pemira

kalau BEM terpilih kurang berpihak dan malah mementingkan golongan

tertentu”.

Persepsi yang pesimistik terhadap Pemira tersebut kemudian membuat

dirinya tidak menggunakan hak pilih pada Pemira 2008/2009 di FISIP. Meski

demikian, Heru masih memiliki harapan terhadap BEM yakni BEM harus progresif

dan mengerti keinginan sebagian besar mahasiswa serta lebih responsif. Artinya,

hubungan antara dirinya sebagai aktivis ekstrakampus dengan BEM tidak bersifat

antagonistik. Justru dengan adanya harapan tersebut aktivis ekstrakampus

melegitimasi keberadaan BEM.

Page 98: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

98

c. Analisis Korelasi Kendall Tau

Tabel 48. Analisis korelasi kendall tau

Sumber: olahan data primer, 2009

Untuk menganalisis korelasi Kendall Tau peneliti menggunakan program

SPSS versi 10. Pada tabel 48 di atas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan

positif antara variabel X1 dan X2 dengan Y. Hal ini dapat dilihat pada tabel 48

yakni 0,000 < 0,05 yang berarti signifikan karena harga signifikansi X1 dan X2

mendekati nol. Artinya penelitian ini sudah membuktikan bahwa terdapat

korelasi antara persepsi dan ekspektasi terhadap partisipasi mahasiswa dalam

Pemira BEM tingkat fakultas. Selain itu, hasil penelitian ini juga terbukti bisa

digeneralisasi pada tingkat populasi67

.

Di sisi lain, hubungan antara variabel X1 dan X2 dengan Y terlihat rendah.

Hal ini terungkap dengan cara membandingkan dari harga rhitung dengan rtabel

yakni harga X1 dan X2 sebesar 0,224 dan 0,236 yang termasuk dalam interval

67 Lihat output SPSS selengkapnya pada Lampiran.

1.000 .384 ** .224 **

. .000 .000

261 261 261

.384 ** 1.000 .236 **

.000 . .000

261 261 261

.224 ** .236 ** 1.000

.000 .000 .

261 261 261

X1

X2

penggunaaan hakpilih (Y)

Kendall's tau_b

X1 X2penggunaan

hak pilih

Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).**.

Page 99: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

99

koefisien 0,20 – 0,399 yang berarti rendah. Hal ini berarti bahwa variabel

persepsi dan ekspektasi hanya menyumbangkan 0,224 dan 0,236 dari seluruh

faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa dalam menggunakan

hak pilih68

.

Rendahnya korelasi antara variabel persepsi dengan partisipasi

dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Tingginya persepsi

responden yang menyatakan bahwa BEM tidak aspiratif (60,9%). 2). Masih

tingginya persepsi responden yang menyatakan bahwa Pemira tidak mudah

(47,5%). 3). Materi dan media kampanye calon yang dianggap responden tidak

menarik (60,9% dan 62,1%). 4). Masih tingginya persepsi responden yang

menyatakan bahwa visi-misi calon tidak mewakili aspirasi mahasiswa (56,9%). 5).

Persepsi responden terhadap sosialisasi Pemira oleh KPR yang cenderung buruk

(76,2%). Lima variabel komponen tersebut mempengaruhi pandangan responden

sehingga meskipun mereka memandang bahwa BEM bermanfaat bagi

mahasiswa (76,2%) dan menggunakan hak pilih adalah penting (75,9%), tidak

serta-merta mempengaruhi mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.

Pada sisi lain, korelasi antara variabel ekpektasi dengan partisipasi rendah

dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Responden

menganggap bahwa menggunakan hak pilih dalam Pemira tidak akan merubah

kampus (44,8%). 2). Responden menganggap bahwa BEM tidak membahwa

perubahan di kampus (54,4%). 3). Responden tidak merasa memiliki BEM

68 Interval koefisien bisa dilihat pada Sugiyono, Hal. 183.

Page 100: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

100

(61,7%). Tiga variabel komponen tersebut mempengaruhi ekspektasi responden

terhadap Pemira sehingga meskipun ekspektasi terhadap BEM sangat tinggi

(75,5%) dan dorongan memilih dari diri sendiri (75,9%), tidak serta-merta

mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.

2. Analisis Kualitatif

Partisipasi mahasiswa dalam Pemira merupakan fakta sosial. Ciri dari

fakta sosial adalah sifatnya yang eksternal, umum dan memaksa. Partisipasi

mahasiswa mencukupi ciri tersebut, karena partisipasi mahasiswa bersifat di luar

individu yang merupakan turunan dari sistem politik kampus. Selain itu,

partisipasi mahasiswa bersifat umum, yakni berlaku bagi seluruh

individu/mahasiswa pada fakultasnya masing-masing. Terakhir, partispasi

mahasiswa bersifat memaksa individu untuk melibatkan dirinya dalam sebuah

peritiwa politik (suksesi BEM). Daya paksa/koersif ini berasal dari ikatan

administratif mahasiswa dengan institusi pendidikan/fakultas.

Daya paksa ini terekam dalam wawancara dengan Auriza yang

menyatakan, “Kan mahasiswa harus nyoblos, tidak boleh golput”. Pernyataan

Auriza menyiratkan ada sesuatu yang mewajibkan dirinya untuk ikut Pemira.

Sesuatu itu adalah nilai tentang kampus yang lebih baik. Perlu diperhatikan,

bahwa nilai merupakan salah satu fakta sosial yang bersifat nonmaterial.

Durkheim69

menjelaskan bahwa untuk menganalisis sebuah fakta sosial

69 Dalam Lawang hal. 177-178 dan dalam Ritzer hal. 17.

Page 101: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

101

diperlukan analisis terhadap fakta sosial lainnya. Nilai ideal tentang kampus

dalam konteks ini merupakan sebuah fakta sosial yang pada gilirannya

melahirkan fakta sosial lainnya berupa partisipasi mahasiswa dalam Pemira.

Susana agustin mengatakan bahwa dirinya berpartisipasi dalam Pemira agar

kampusnya bisa bersaing dengan kampus lain dalam konteks dinamika kegiatan

mahasiswa. Nilai-nilai yang secara tidak langsung diterima individu tersebut

kemudian mendisposisi yang bersangkutan agar menggunakan hak pilih dalam

Pemira.

Pada konteks lain, partisipasi mahasiswa sejalan dengan teori struktur

fungsional yang menyatakan bahwa setiap elemen/subsistem menyumbangkan

perannya ke arah ekuilibrium/keseimbangan. Keseimbangan dalam konteks ini

adalah sebuah keteraturan sosial (order) yang lebih khusus lagi berupa lestarinya

sistem pemerintahan mahasiswa.

Elemen-elemen dalam konteks politik kampus adalah BEM sebagai

pemerintahan mahasiswa yang menjalankan peran/fungsi eksekutif. UKM

merupakan departemen BEM yang mendukung kerja-kerja BEM sebagai

pemimpinnya. HMJ jika berada dibawah BEM berperan sama dengan UKM,

namun jika berada dibawah DLM, maka HMJ berfungsi sebagai lembaga yang

mendelegasikan wakil-wakilnya di lembaga legislatif70

. DLM sebagai lembaga

legislator yang merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan tertentu yang

70 Di beberapa kampus ada yang menempatkan HMJ secara struktural berada di bawah BEM ada juga yang menempatkannya di bawah DLM. Perbedaan ini tergantung pada rasionalitas kepolitikan kampus masing-masing. Bahkan pada tahun 2008/2009 dengan alasan tertentu HMJ di FISIP dilepaskan dari struktur pemerintahan mahasiswa (tidak berada di bawah BEM dan DLM).

Page 102: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

102

salah satunya adalah pelaksanaan Pemira. KPR merupakan lembaga operasional

yang bertanggungjawab kepada DLM dalam konteks penyelenggaraan Pemira.

Mahasiswa merupakan konstituen yang berperan sebagai pemilih calon presiden

BEM tertentu dalam ajang Pemira. Partai mahasiswa dan/atau organisasi

mahasiswa ekstra kampus merupakan kelompok kepentingan dan penekan yang

melakukan kiritik/oposisi dan/atau dukungan terhadap BEM yang dengan

sendirinya melegitimasi sistem tersebut.

3. Penerimaan Hipotesis dan Taraf Signifikansi

Mengacu pada hasil analisis korelasi Kendall Tau di bagian sebelumnya

dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Hk diterima karena koefisien signifikansi

hitung < koefisien signifikansi tabel (0,000 < 0,05). Taraf signifikansi dalam

pengujian hipotesis sebesar 5% dengan derajat kepercayaan sebesar 95%.

Derajat kepercayaan pada kisaran itu artinya apabila peneliti menerima hipotesis

berarti mengambil resiko salah dengan keputusan sebesar 5% dan benar

sekurang-kurangnya 95%.

Page 103: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

103

BAB V

REFLEKSI

A. Publik yang Gamang

Analisis sederhana pada sajian data di Bab IV memperlihatkan sampai

batas tertentu bahwa publik (baca: mahasiswa) mengalami kegamangan. Satu

sisi, publik memandang dan menilai BEM sebagai lembaga yang begitu

mempesona, sedang pada sisi lain ternyata BEM tidak mampu menampung dan

mengartikulasikan aspirasi publik. Kegamangan publik ini terlihat jelas yakni

76,2% responden mengatakan bahwa BEM memberi manfaat bagi mahasiswa,

namun pada sisi lain, responden menilai (60,9%) BEM tidak aspiratif.

Fakta tersebut ditemukan pada empat fakultas, bukan hanya FISIP atau

Pertanian saja, melainkan juga FE dan Peternakan. Artinya, pertama, state of

mind publik pada empat fakultas tersebut relatif sama atau tidak ada perbedaan

mencolok, meski beda disiplin keilmuan (eksakta dan sosial). Hal ini menunjukan

bahwa proses sosialisasi politik yang berjalan melalui proses imitasi daripada

antisipatoris. Proses sosialisasi imitasi ini dapat dilakukan secara sadar melalui

usaha meniru preferensi sosial, kultural dan sebagainya kemudian

menjadikannya sebagai bagian integral dari kepribadian mereka, yakni

kepribadian seorang mahasiswa yang juga anggota dari sebuah pemerintahan

mahasiswa71

.

71 Nasikun, Hal. 101.

Page 104: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

104

Kedua, keadaan BEM satu fakultas tidak berbeda dengan fakultas lain

yang sama-sama mengalami krisis sebagai lembaga aspirator dan artikulator.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa Faperta lebih terlihat baik daripada BEM

fakultas lainnya. Analisis lebih lanjut pada bagian berikutnya.

Pada konteks lain, kegamangan publik masih terlihat jelas pada tingginya

ekspektasi terhadap BEM (75,5%), namun lebih dari 50% responden menganggap

BEM tidak membawa perubahan di kampus (54,4%). Artinya, tiga dari empat

mahasiswa berharap kepada BEM, pada sisi lain dua di antaranya bimbang,

apakah BEM bisa melakukan perubahan atau dalam konteks ini, memenuhi

harapannya atau tidak.

Kegamangan publik tentu saja bukan kabar baik. Kegamangan publik jika

tidak disikapi dengan serius akan berubah menjadi mosi tidak percaya yang pada

gilirannya menghantam balik BEM secara telak. Kegamangan merupakan sikap di

antara “ya” dan “tidak”, sikap tersebut akan semakin tinggi atau rendah

tergantung pada faktor-faktor lain yang melingkupinya.

Kegamangan publik sebenarnya bukan hanya sebatas potensi, namun

aktual dan terlihat jelas pada momentum Pemira dengan 42,5% mahasiswa tidak

menggunakan hak pilihnya. Padahal, publik menganggap bahwa menggunakan

hak pilih dalam Pemira merupakan sesuatu yang penting. Hal ini terlihat dari

pandangan awal mereka yang menembus angka 84,3% yang berarti delapan dari

sepuluh mahasiswa menganggap perlu menggunakan hak pilih. Fakta ini

diperkuat dengan data tentang rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa dalam

Page 105: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

105

Pemira yang belum mencapai 50% dari jumlah mahasiswa aktif (tiga angkatan

terakhir)72

.

Perlu diperhatikan juga, bahwa kegamangan itu tidak hanya terjadi pada

publik yang relatif jauh dengan BEM, yakni mahasiswa yang tidak berorganisasi,

namun juga pada publik yang relatif dekat dengan BEM, anggota UKM atau

HMJ/HMPS. Sebesar 64,1% responden yang tidak berorganisasi dan 57,6%

aktivis intrakampus menyatakan bahwa BEM tidak aspiratif. Prosentase tersebut

tentu saja sangat besar, misal dari 4000 mahasiswa FE (tiga angkatan terakhir)

10-15% merupakan anggota organisasi, artinya ada sebanyak 400-600

mahasiswa dan separohnya sebanyak 200-300 mahasiswa berpandangan negatif.

Selebihnya, ada 3400-3600 mahasiswa yang tidak berorganisasi dimana lebih

dari separohnya, sebanyak 2160, yang pesimis. Selain itu, misal pada tahun 2008

tingkat partisipasi Pemira di kampus yang sama mencapai 1800, masih ada 45%-

nya yang berpandangan cenderung pesimistik.

Mengapa publik gamang? Tentu saja kegamangan tersebut bukan

sesuatu yang bersifat moody, melainkan variabel yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor, misal: kinerja BEM, kedekatan BEM dengan akar rumput, progresifitas

BEM dan sebagainya. Pada titik ini, kegamangan publik merupakan akibat

sistematis dari kesalahan, kecacatan, ketakmampuan, atau kekurangan BEM

sebagai lembaga yang memerintah.

72 Lihat Tabel 1 Bab Pendahuluan.

Page 106: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

106

Meski demikian, publik yang gamang lebih baik daripada publik yang

sama sekali tidak percaya. Mengingat berada di antara “ya” dan “tidak”,

pandangan publik sangat mungkin berubah menjadi “ya” atau sebaliknya. Hal ini

tentu saja tergantung pada BEM apakah mampu meyakinkan dan membuktikan

diri bahwa dirinya pantas diharapkan atau tidak di depan publik. Dengan

berbagai cara dan pendekatan, BEM bisa membangun kembali kepercayaan

publik, sekurang-kurangnya sampai 70% mahasiswa menyatakan bahwa BEM

aspiratif. Idealitas BEM memberi manfaat bagi mahasiswa dengan demikian

bukan sekedar omong kosong atau mitos. Pada gilirannya, BEM menjadi lembaga

yang strategis guna mengartikulasikan aktivitas serta berbagai hak-hak politik

mahasiswa.

Tiga dari empat mahasiswa menunjukan tingginya harapan kepada BEM.

Hal tersebut terkonfirmasi pada variasi berbagai harapan yang mereka isi pada

lembar kuesioner (pada pertanyaan terbuka no. 19a). Menempati harapan yang

paling sering muncul adalah BEM yang aspiratif sebanyak 41,8% atau 109

responden. BEM yang aspiratif adalah BEM yang mengerti kebutuhan

mahasiswa, dalam konteks akademik pun non-akademik.

Pada kasus tertentu, Chaerudin Affan (PU LPM MeMI) menyampaikan

bahwa pada kasus POM FE terlihat tidak konsisten. Ia mengatakan sebagai

berikut:

“Posisi BEM terhadap POM itu tidak jelas. Kalau memang BEM sebagai

leader mengapa BEM tidak mengeluarkan sikap untuk melarang

Page 107: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

107

penggunaan uang POM. Justru Bahkan BEM masih memfasilitasi

UKM/HMJ mengakses dana tersebut”73

.

Ambiguitas posisi BEM ini bisa menjadi salah satu faktor yang

mempertinggi derajat kegamangan publik, sekurang-kurangnya bagi mahasiswa

yang berorganisasi intrakampus. Meski demikian, ambiguitas sikap BEM ini

secara nyata bertentangan dengan pandangan publik (mahasiswa yang

berorganisasi atau tidak) dimana 79,4% responden mengatakan keberatan atas

penarikan dana POM74

. Ambiguitas sikap seperti itu membuat BEM nampak tidak

tegas di mata publik.

Kesenjangan antara sikap politik BEM dan keinginan publik sebenarnya

bisa dijembatani dengan berbagai cara, misal melalui public hearing/sharring,

poling guna menyerap aspirasi publik, focus group discussion dengan beberapa

simpul kelompok pertemanan mahasiswa dan juga tidak salah melalui

pendekatan informal di luar forum-forum resmi lainnya. Berbagai pilihan cara

tersebut, akan menggambarkan dan memetakan berbagai keinginan, pandangan

dan sikap publik.

Selain itu, tidak menutup kemungkinan BEM perlu melakukan proses

penyerapan penilaian publik terhadap dirinya, misal melalui poling terbatas yang

dilaksanakan pertigabulanan. Input dua atau tiga kali poling dengan fokus yang

sama itu, bisa digunakan untuk membaca tren derajat kepercayaan publik dan

menguji sebarapa dekat serta baiknya citra BEM di mata publik.

73 Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2009 di Rumah Makan Wong Solo Pabuaran – Purwokerto. 74 Data hasil poling Centra Peduli UNSOED (CPU) dengan 800 responden yang dilaksanakan pada delapan fakultas di UNSOED pada angkatan 2006, 2007 dan 2008. Sampel didistribusikan secara merata dimana setiap fakultas diambil 100 mahasiswa.

Page 108: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

108

B. Pemira Setengah Hati

Masih rendahnya partisipasi publik dalam Pemira (57,5%) menunjukan

rendahnya derajat legitimasi kepemimpinan BEM secara moral-kultural.

Serendah apapun partisipasi publik dalam Pemira, secara legal-formal BEM tetap

legitimit karena presiden yang bersangkutan terpilih melalui tahapan-tahapan

tertentu yang dijamin dengan aturan tertentu (AD/ART). Tingginya partisipasi

publik dalam Pemira merupakan keniscayaan dalam konteks demokrasi

prosedural.

Hal tersebut sesuai dengan AD/ART pemerintahan mahasiswa yang

menyatakan bahwa pucuk pimpinan dipilih melalui proses pemilihan umum

(baca: Pemira), bukan melalui musyawarah mufakat atau aklamasi. Artinya,

sampai saat ini pemerintahan mahasiswa masih seiya-sekata dengan logika

demokrasi prosedural. Oleh karenanya, secara konsisten dan prinsipil tingginya

partisipasi publik harus menjadi agenda yang digarap dengan serius agar tidak

menyalahi logika tersebut. Bilamana tidak, maka demokrasi yang diterapkan

pemerintahan mahasiswa, sekedar demokrasi prosedural yang setengah hati.

Pada konteks ini, secara umum ada empat aktor yang berkepentingan

dalam sebuah Pemira: 1). Calon beserta tim suksesnya; 2). Penyelenggara

Pemira, yakni KPR; 3). Publik sebagai konstituen yang akan memilih calon

tersebut; 4). Kelompok-kelompok tertentu yang mengawasi jalannya Pemira.

Data menunjukan 84,3% responden menilai bahwa menggunakan hak

pilih dalam Pemira masih dianggap penting. Optimisme ini senada dengan

Page 109: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

109

dorongan saat menggunakan hak pilih, yakni 75,9% responden mengatakan lebih

didorong oleh keinginan pribadi daripada pihak lain. Artinya, kultur demokrasi

kampus masih terlihat menunjang atau mendukung bagi jalannya sebuah sistem

demokrasi prosedural.

Kesiapan kultur (baca: publik) nampaknya tidak sejalan dengan kesiapan

struktur pelaksana demokrasi. Pada konteks ini, calon beserta tim sukses dan

KPR bertanggungjawab terhadap suksesnya Pemira mulai dari tahap: penjaringan

bakal calon, penetapan calon, masa kampanye, pencoblosan dan penghitungan

kertas suara.

Pengalaman Pemira di FISIP merupakan ironisme yang harus dikaji

dengan serius. Pada tahun 2007, tingkat partisipasi publik mencapai 700an suara,

namun pada tahun berikutnya, partisipasi tersebut lebih rendah menjadi 600an

suara. Pada sisi yang lain, pengalaman Pemira FE perlu dijadikan acuan yakni

pada tahun 2006/2007 tingkat partisipasi dari 600an suara meningkat menjadi

1200an dan kembali naik secara dramatis pada tahun berikutnya menjadi 1800an

suara.

Pemira meskipun sekedar persoalan teknis, namun suka tidak suka,

Pemira merupakan salah satu indikator keberhasilan demokrasi (prosedural)

pemerintahan mahasiswa. Semakin tinggi tingkat partisipasi, maka semakin

berhasil demokrasi pemerintahan mahasiswa. Pada konteks ini, hukum dialektika

materi berlaku, yakni dari kuantitas menuju kualitas, bukan sebaliknya. Artinya

dalam proses Pemira ini sebanyak-banyak pemilih harus diusahakan, kemudian

Page 110: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

110

secara berangsur, berkesinambungan dan/atau berbarengan mengusahakan

kualitas pemilih dengan berbagai cara.

Peneliti memandang bahwa dalam konteks penyelenggaraan Pemira, ada

beberapa poin yang harus diperhatikan75

:

1. Sistem atau mekanisme Pemira

2. Kuantitas dan militansi KPR

3. Kecukupan finansial penyelenggaraan

4. Kreativitas tim sukses

5. Dokumentasi Pemira

Pada poin pertama, J. Prihatmoko menyatakan mengingat strategisnya

Pemilu—dalam konteks ini berarti Pemira—maka sistem pemilihan harus tepat

dan favorable. Artinya, bahwa tidak ada sistem pemilihan yang ideal untuk setiap

tempat dan kondisi. Sistem pemilihan harus bersifat kontekstual dengan

berbagai pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif, dan praktis76

.

Ketepatan dan kemudahan pelaksanaan Pemira—baik dari sudut pandang

penyelenggara dan pemilih—merupakan faktor yang secara bersama-sama

menentukan partisipasi publik. Semakin praktis dan aksesibel sistem itu, maka

partisipasi akan semakin baik.

Pilihan berbagai sistem Pemira ini bisa berbeda dari satu fakultas dengan

yang lain. Misal, Faperta sampai hari ini menggunakan sistem kepartaian dengan

tingkat partisipasi 690 pemilih pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 812

pemilih pada tahun 2008. Atau pada fakultas lainnya, pada tahun 2007 tingkat

75 Observasi lapangan dilakukan selama peneliti studi, mengingat peneliti juga aktif berkecimpung dalam politik kampus. Sehingga dalam penelitian ini, posisi peneliti lebih sebagai participant as observer. 76 Lihat selengkapnya, Joko J. Prihatmoko, hal. 19-20.

Page 111: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

111

partisipasi mencapai 1200an pemilih dengan sistem “Go to class” di FE yang

tahun sebelumnya hanya 600an suara. Pada tahun berikutnya, KPR kembali ke

sistem konvensional (menggunakan bilik TPS) dengan diimbangi cara-cara

tertentu77

, sehingga membuat tingkat partisipasi kembali naik menjadi 1800an

suara.

Poinnya adalah, bagaimanapun sistem Pemira tersebut yang jelas dia

harus bisa meningkatkan partisipasi publik. Nampaknya FISIP, Peternakan

dan/atau fakultas lainnya perlu belajar dari Pemira FE atau Pertanian. Seperti

tersebut di atas, partisipasi di FISIP justru semakin rendah, sedangkan Fapet naik

namun tidak signifikan, yakni dari 400 pemilih pada tahun 2007 menjadi 470

pada tahun 2008.

Poin kedua, semudah dan seaksesibel apapun sistem Pemira tidak akan

optimal tanpa dukungan kuantitas dan militansi panitia penyelenggaranya dalam

hal ini adalah KPR. Jumlah panitia penyelenggara sangat menentukan karena

logika demokrasi prosedural menekankan seberapa banyaknya jumlah pemilih.

Banyaknya panitia penyelenggara dan dengan tata kelola serta militansi yang

tinggi, akan sebanding dengan semakin luasnya jaring guna menyerap suara

sebanyak-banyaknya. Hal ini tentu bukan perkara yang mudah, mengingat

banyak-sedikitnya panitia tergantung kepada sikap kesukarelaan individu guna

menyediakan waktu, energi serta pikirannya bagi kepentingan publik.

77 Cara-cara ini berupa pengadaan doorprize (undian) berhadiah satu buah flashdisk, pemindahan tanda tangan mata kuliah tertentu di TPS dan sebagainya.

Page 112: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

112

Pengalaman FE bisa menjadi salah satu referensi yang berharga. Pada

Pemira tahun 2007 tingkat partisipasi naik secara dramatis, hanya dibutuhkan

lima orang panitia yang berhasil menjaring 1200an suara pemilih. Jumlah yang

sangat minim tersebut menjadi optimal dengan perubahan mekanisme Pemira

dari konvensional menjadi “Go to class”. Teknisnya, Jajang Y. Habib (Koordinator

Penyelenggara Pemira) menjelaskan sebagai berikut78

:

1. Tim penyelenggara Pemira (Komisi 3) membuat data base mahasiswa FE

dengan klasifikasi berdasar jurusan, angkatan, dan mata kuliah aktif.

2. Tim akan membuat data base mahasiswa tiga angkatan terakhir (2005-

2007), karena dianggap mahasiswa pada tiga angkatan tersebut masih

banyak mengambil mata kuliah.

3. Tim menyediakan data base dalam bentuk hard copy dan soft copy yang

fungsinya untuk mengecek dan menjaga keakuratan data serta

penyimpangan, misal, pencoblosan ganda.

4. Tim masuk ke kelas setelah dosen selesai mengajar.

5. Tim mengondisikan kelas yang cukup riuh karena selesai kuliah.

6. Tim mengkomunikasikan maksud dan tujuan kehadirannya di kelas

tersebut.

7. Tim menyediakan empat tempat pencoblosan berupa bangku kuliah

yang dialasi busa sterofoam.

8. Tim menyediakan dua buah kotak suara.

9. Tim memanggil satu per satu nama mahasiswa yang tercatat dalam kelas

yang mengambil mata kuliah tersebut.

10. Pencoblosan dilaksanakan di depan kelas, yang diawasi oleh Panwas

yang terdiri dari wakil dari masing-masing calon.

Meski minimal, dengan militansi dan strategi tertentu angka partisipasi

meningkat secara dramatis. Berangkat dari penjelasan teknis di atas bisa disusun

asumsi, jika pada tahun 2007 anggota panitia lebih banyak, maka jumlah

partisipasi bisa lebih dari 1200an pemilih. Hal ini menurut Jajang karena saat itu

78 Wawancara pra-penelitian pada tanggal 27 November 2008 di kediamannya.

Page 113: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

113

panitia harus membagi menjadi dua tim untuk menyisir (masuk) kelas karena

hanya berjumlah lima orang.

Poin ketiga, masalah finansial atau keuangan sangat krusial dalam rangka

mencukupi berbagai kebutuhan teknis atau infrastruktur berupa: media

sosialisasi, kertas suara, bilik suara dan sebagainya (mungkin juga bisa

ditambahkan doorprize). Seringkali dukungan finansial tersebut minim, ditambah

biasanya alokasi dana Pemira disatukan dengan alokasi dana MUSMA. Akibatnya,

dengan alokasi yang minimum dan terbagi itu, tahap sosialisasi Pemira kurang

tergarap dengan baik. Hal ini kemudian terkonfirmasi ketika 76,2% mahasiswa

mengatakan bahwa sosialisasi Pemira oleh KPR tidak efektif.

Minimumnya alokasi dana ini sebenarnya bisa diatasi melalui politik

pendanaan yang menempatkan Pemira sebagai proses pertanggungjawaban

generasi. Politik pendanaan ini seharusnya bisa dibicarakan dengan UKM, HMJ,

BEM-DLM dalam konteks agenda bersama, bukan semata agenda BEM-DLM.

81,6% UKM/HMJ (mahasiswa berorganisasi intrakampus) berharap kepada BEM.

Selain itu, faktanya UKM/HMJ lah yang lebih banyak dan paling sering mengakses

BEM daripada, misalnya, mahasiswa yang tidak berorganisasi/ yang berorganisasi

ekstrakampus. Hal ini menjadi sangat relevan ketika politik pendanaan Pemira

menjadi agenda bersama dalam rangka meningkatkan partisipasi publik.

Poin keempat, mengingat Pemira merupakan sarana dalam rangka

memobilisasi suara publik, maka kreativitas tim sukses merupakan keharusan.

Meski variabel ini secara mandiri tidak deterministik, namun 65,9% dan 62,1%

Page 114: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

114

publik menilai bahwa materi dan media kampanye tidak menarik. Hal ini menjadi

peringatan keras bagi calon berikut tim suksesnya bahwa kemampuan mereka

dalam marketing politic amatlah buruk.

Sampai batas tertentu, pencitraan dibutuhkan. Pemira bukanlah ajang

demokrasi deliberatif yang membuat publik memilih calon hanya karena

kapasitas intelektual dan kemampuan manajerial. Lebih dari itu, publik juga akan

melihat bagaimana penampakan luarnya (appearance) terkait masalah

pengemasan isu, pilihan media dan lain sebagainya.

Premis yang bisa disusun bahwa semakin menarik materi dan media

kampanye calon, maka semakin besar peluang bersimpati dan semakin tinggi

elektabilitas yang bersangkutan dipilih. Selain persoalan elektabilitas calon yang

bersangkutan, kreativitas materi dan media kampanye juga akan membantu

proses sosialisasi Pemira di tingkatan grass root. Publik akan tertarik dengan

sesuatu “yang beda” kemudian mencari tahu informasi dan mendekatinya.

Ironisnya, materi dan media kampanye dari tahun ke tahun tetap saja masih

dinilai tidak menarik79

. Sesuatu yang beda itu bisa saja seperti yang dibayangkan

oleh Susana yakni ketika calon presiden berkampanye dengan cara keliling

kampus sembari membagi selebaran, orasi dan sebagainya80

.

Kelima, proses pendokumentasian seluruh tahap Pemira adalah penting

bagi proses evaluasi dan studi komparasi dari tahun ke tahun atau antarfakultas.

Ironisnya, yang sering terjadi adalah proses dokumentasi semacam itu tidak

79 Lihat Tabel 18 dan 19 pada hal. 72. 80 Hasil wawancara pada 3 September 2009

Page 115: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

115

pernah sedemikian rapi sehingga beberapa data tercecer dan hilang karena

kecerobohan (human error). Hal ini peneliti jumpai di FE, ISIP dan Peternakan

yang tidak bisa menunjukan data valid/otentik dokumentasi Pemira tahun

sebelumnya.

Selain itu, sungguh sangat disayangkan tidak ada satu KPR pun di empat

fakultas yang mendokumentasikan berapa angka/jumlah golput pada setiap

Pemira. Angka golput merupakan jumlah mahasiswa yang tidak menggunakan

hak pilihnya karena berbagai sebab (politis, administratif atau persoalan teknis

lainnya). Angka golput dalam Pemira bisa ditentukan dari target jumlah pemilih

potensial (misal tiga-empat angkatan terakhir) kemudian dikurangi dengan

jumlah kertas suara yang masuk.

Misalnya, pada tahun 2008 tingkat partisipasi di FE mencapai 1800an,

sedang jumlah mahasiswa aktif 4000an81

, maka ada 2200 mahasiswa yang

golput. Sedang pada tahun yang sama, ada 300-400 mahasiswa yang Golput di

FISIP dan seterusnya. Dokumentasi ini diperlukan untuk mengetahui tren

partisipasi publik yang dalam konteks lain bisa mencerminkan derajat

kepercayaan publik pada pemerintahannya. Cara yang paling aman adalah

dengan mempublikasikan dokumentasi itu di website BEM, yang selain aman

(kecil kemungkinan karena human error data tersebut hilang) data itu bisa

diakses oleh publik seluas-luasnya.

81 Lihat Tabel 1 dan 2 hal. 10 dan 28.

Page 116: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

116

Selain masalah kendala teknis di atas, juga perlu diperhatikan adanya

kelompok-kelompok tertentu (formal atau non-formal/ independen) yang

mengawasi jalannya Pemira. Kelompok pengawas seperti itu diperlukan agar

Pemira (khususnya KPR dan calon) tetap on the track sehingga tidak

meninggalkan melakukan penyimpangan atau cacat konstitusi yang bisa

menggugat legitimasi hasil Pemira.

C. Bem Nyaris Tanpa Tangan-Kaki

Merupakan sesuatu yang ironis sebuah pemerintah namun tidak memiliki

kaki dan tangan. Secara struktural tangan BEM adalah UKM dan HMJ. Mereka

merupakan departemen-departemen yang menafsirkan dan merealisasikan

narasi besar BEM pada masa bakti tertentu. Di sisi lain kaki BEM adalah

mahasiswa sebagai basis konstituen. Namun kenyataan itu tak selalu indah,

61,7% responden mengatakan tidak merasa memiliki BEM. Artinya enam dari

sepuluh mahasiswa merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan BEM.

Mahasiswa merasa BEM tidak membumi. Pandangan seperti ini tak hanya

terjadi di FE yang terjaring pada pertanyaan terbuka, namun juga pada Fapet,

ISIP dan Pertanian. Mereka menilai selama ini BEM justru sibuk dengan dirinya

sendiri, paling jauh dengan UKM/HMJ sebagai komunitas besarnya. Auriza

(mahasiswa Peternakan) mengatakan, “Aku tidak merasa memiliki BEM. Mereka

sibuk ya dengan kelompoknya sendiri”82

.

82 Hasil FGD pada 9 Agutus 2009.

Page 117: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

117

Bagi mahasiswa yang tidak berorganisasi seperti Auriza, ada-tidaknya

BEM tidak berpengaruh bagi dirinya. Meski tidak sampai antipati, namun Auriza

menyayangkan sikap BEM yang elitis tersebut. Ia mengatakan seharusnya BEM

memasyarakat kepada mahasiswa seperti dirinya.

Ironisnya, hal tersebut dibenarkan oleh Suherdiyanto (PU LPM Husbandri)

yang mengisahkan bahwa suatu ketika saat BEM menyebarkan angket

(kuesioner), temannya tidak respek (tidak antusias) sama sekali dengan

kuesioner itu. Ia mengatakan, “Pas BEM menyebar kuesioner, teman kelasku

malah bilang, apa sih BEM!”. Persoalan ini menjadi pelik, mengingat bisa jadi

angket yang dimaksud dalam rangka menjaring aspirasi mahasiswa, namun

mahasiswa sendiri justru mencibir.

Elitisme BEM, sebenarnya sudah terjadi cukup lama. Persoalan kultural

ini, misal di FISIP sudah ada semenjak peneliti di awal kuliah (tahun 2003). Saat

itu, pintu sekretariat BEM terdapat coretan dengan cat warna merah yang

berbunyi “Badan Eksklusif Mahasiswa” yang merupakan plesetan dari Badan

Eksekutif Mahasiswa. Eksklusifitas semacam ini pada gilirannya membuat BEM

terlihat elitis bagi mahasiswa kebanyakan. Jadilah ia, pemerintah yang nyaris

tanpa kaki.

Selain nyaris tanpa kaki, BEM ternyata nyaris tanpa tangan. Di beberapa

kampus, seperti Peternakan dan ISIP, hubungan antara BEM dengan UKM/HMJ

tidak terlalu harmonis pada kurun waktu tertentu. Ketidakharmonisan hubungan

itu digambarkan oleh Suherdiyanto bahwa BEM saat ini sedang dikucilkan oleh

Page 118: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

118

UKM-UKM di Fapet. Padahal, UKM senantiasa melakukan rapat kerja (khususnya

rapat anggaran dengan BEM) setiap tiga bulan sekali atau rentang waktu

tertentu yang ditetapkan bersama. Jika demikian, relasi BEM dengan UKM lebih

bersifat instrumentalis, yakni UKM membutuhkan BEM sekedar untuk

mencairkan dana kegiatan mahasiswa.

Fakta di atas diperkuat oleh data bahwa 52,8% responden yang

berorganisasi intra (UKM/HMJ) tidak merasa memiliki BEM atau dengan kata

lain, mereka tidak merasa memiliki hubungan emosional dengan BEM. Pola relasi

semacam ini tentu saja kurang/ tidak sehat bagi sebuah pemerintahan, dimana

departemen-departemen yang secara struktural berada di bawahnya justru

cenderung tidak merasa memiliki hubungan emosional dan mengucilkan

keberadaannya.

Di sisi lain, Aulia el Hakim (Pimlit LPM Solidaritas) membaca bahwa

persoalan ketiadaan sense of belongengness (rasa memiliki) ini lebih disebabkan

karena BEM masa sebelumnya yang membuat publik kehilangan harapan, atau

dalam bahasa lain dia menyebut dengan “hopeless”. Pada konteks ini, secara

kultural sebenarnya BEM miskin legitimasi. Prosentase itu membesar pada

mahasiswa yang tidak berorganisasi, 68,8% daripada mahasiswa yang

berorganisasi intrakampus, 52,8%. Artinya ada tujuh dari sepuluh mahasiswa

seperti Auriza yang tidak merasa memiliki BEM. Di lain pihak, ada separoh dari

sepuluh mahasiswa seperti Aulia el Hakim dan Suherdiyanto yang merasa tidak

memiliki BEM.

Page 119: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

119

Miskin legitimasi secara kultural ini bisa berubah menjadi proses

deligitimasi lembaga kalau saja ada yang memantik dan memobilisasinya.

Poinnya adalah BEM berada pada kondisi yang rentan atau rapuh. Kerentanan ini

tidak pernah terungkap karena tidak adanya lembaga yang melakukan pemetaan

terhadap pandangan publik. Hal ini dibenarkan oleh LPM Solidaritas, LPM MeMI

dan LPM Husbandri dimana mereka belum pernah membuat pemetaan serupa

secara serius, sehingga bak luka yang menyerang punggungnya, ketiadaan

cermin itu membuat luka semakin menganga lebar.

D. Tipologi-Tipologi

a. Karakteristik Pemilih

Pada kajian politik dikenal adanya tipologi masyarakat pemilih. Tipologi ini

sangat dibutuhkan untuk memahami perilaku pemilih dan memberikan

gambaran yang lebih komprehensif tentang cara mereka menentukan

pilihannya. Menurut Firmanzah ada beberapa tipologi masyarakat pemilih,

sebagai berikut83

:

1. Pemilih Rasional

Pemilih ini memiliki orientasi tinggi pada “policy problem-solving” dan

berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih pertama ini lebih

mengutamakan kemampuan calon dalam program kerjanya.

2. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada

kemampuan calon dengan tingginya orientasi mereka pada hal-hal yang

bersifat ideologis. Pemilih jenis ini menjadikan nilai ideologis sebagai

pijakan untuk menentukan kepada siapa dia berpihak dan selanjutnya

akan mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan.

83 Hal. 134.

Page 120: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

120

3. Pemilih Tradisional

Pemilih tradisional memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak

melihat kemampuan calon. Pemilih tradisional lebih mengutamakan

kedekatan asal-usul, agama, ideologi dan lain sebagainya dibanding

kemampuan si calon.

4. Pemilih Skeptis

Merupakan pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi

pada kelompok tertentu dan juga rendah dalam orientasi terhadap

kemampuan si calon. Pemilih ini tidak meletakan visi-misi-program

sebagai dasar yang menentukan saat memilih, melainkan lebih secara

acak (random).

5. Pemilih Pragmatis

Pemilih tipe pragmatis tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi

pada kelompok tertentu juga pada si calon. Keterlibatan mereka hanya

sejauh keterlibatan itu menguntungkan atau mengakomodir

kepentingannya.

Pada konteks Pemira, tipologi di atas bisa digunakan untuk membaca

kemungkinan karakteristik mahasiswa pemilih. Berdasar wawancara dan

observasi, dengan bantuan klasifikasi di atas, peneliti membuat klasifikasi pemilih

dalam Pemira sebagai berikut:

Pertama (A), sebagian besar mahasiswa yang berorganisasi intrakampus

lebih mendekati tipe pemilih rasional mengingat yang bersangkutan

“dibesarkan” dalam budaya organisasi yang terbiasa dengan berbagai

perumusan kebijakan dan sebagainya. Orientasi kemampuan diri calon dalam

masalah-masalah keorganisasian lebih diperhatikan daripada misalnya

background ideologi calon tersebut. Sebagian lainnya lebih bertipe kritis yakni

selain memperhatikan masalah keroganisasian dan manajemen, yang

bersangkutan juga memperhatikan kaitan background ideologi calon tersebut.

Page 121: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

121

Kedua (B), mahasiswa yang berorganisasi ekstrakampus lebih bersifat

tradisional. Aktivis ekstrakampus dalam menentukan pilihan awal mula yang

mereka pandang adalah “warna” calon tersebut. Mereka lebih baik tidak memilih

(golput) daripada memilih calon dengan “warna” yang lain apalagi ketika warna

tersebut bertentangan dengan “warna” dirinya. Meski demikian, tidak menutup

kemungkinan ada sebagian di antara mereka yang bersifat kritis yang tidak

semata melihat “warna” melainkan juga kemampuan manajerial dan organisasi.

Ketiga (C), mahasiswa yang tidak berorganisasi sebagian besar lebih

bersifat rasional. Mereka awal-mulanya memperhatikan visi-misi-program dan

lain sebagainya, meski sepintas dan tidak seketat mahasiswa yang berorganisasi

intrakampus. Referensi tersebut mereka olah dengan cara mendiskusikannya

(dalam istilah sehari-hari lebih mudah disebut “nggosip”) bersama teman

sepermainan untuk menimbang dan menentukan pilihan. Teman sepermainan

atau kelompok pertemanan ini sangat signifikan fungsinya sebagai agen

sosialisasi politik. Kelompok pertemanan berfungsi sebagai figur-figur referensi.

Individu menerima pandangan-pandangan dari teman dekat mereka, karena

mereka menghormati mereka atau kerena mereka ingin menjadi seperti teman-

teman mereka84

. Klasifikasi mahasiswa pemilih itu sebagai berikut bisa dilihat

dalam bentuk diagram sebagai berikut:

84 Nasikun, Hal. 109.

Page 122: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

122

Diagram 49 | Tipe pemilih

b. Sistem Pemira

Seperti penjelasan bagian sebelumnya, pemerintahan mahasiswa lebih

menggunakan logika demokrasi prosedural. Pada konteks ini, salah satu indikator

keberhasilan adalah tinggi-rendahnya partisipasi publik. Sehingga pilihan sistem

Pemira harus berujung pada cita-cita mempertinggi keterlibatan publik dalam

pengambilan kebijakan, dalam konteks ini adalah memilih seorang pemimpin.

Melalui observasi dan analisis dokumen, sistem Pemira bisa digolongkan

menjadi dua, yakni:

1. Pemira tanpa Partai

Sistem Pemira tanpa partai ini seperti yang dipraktekan pada FE/ ISIP.

Dimana sebagian besar konstituen bersifat floating mass dan sebagian

yang lain berafiliasi pada UKM/HMJ atau organisasi ekstrakampus.

Sistem ini memposisikan massa sebatas floating mass. Proses sosialisasi

dan pendidikan politik kampus bagi mahasiswa tidak terwadahi. Selain

itu, proses rekruitmen politik saat Pemira cenderung terjadi secara

spontan bukan dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Pada dimensi lain,

Pemira tanpa partai tidak melengkapi sistem politik dengan oposisi yang

senantiasa mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.

2. Pemira dengan Partai

Sistem Pemira dengan partai sudah dipraktekan Faperta beberapa tahun

yang lalu. Dalam sistem ini proses sosialisasi dan pendidikan politik

berjalan optimal yang dikerjakan oleh partai. Proses rekruitmen politik

bisa dipertanggungjawabkan melalui proses pengorganisasian dan

perkaderan. Pada sisi lain, budaya oposisi politik akan mendinamiskan

politik kampus dan senantiasa menjadi early warning bagi sistem politik

yang sedang berjalan.

Di beberapa kampus, kecuali Faperta, sistem Pemira yang digunakan

adalah Pemira tanpa partai. Misal, FE dan ISIP. Kekurangan dan kelebihan dua

Rasional

Kriti

s

Pemilih A

Tradisional

Kriti

s

Pemilih B

Rasional

Ske

ptis

Pemilih C

Page 123: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

123

sistem tersebut pada demokrasi kampus akan dibicarakan pada bagian

selanjutnya.

c. Perspektif Politik

Dalam konteks partisipasi politik ada pemerintah yang begitu antusias

terhadap partisipasi publik, ada yang setengah hati ada juga yang

membungkamnya. Dengan melihat bagaimana mereka merespon aspirasi atau

partisipasi publik, maka akan terlihat pendekatan politik yang BEM gunakan.

Pada konteks yang lebih luas/umum Mohtar Mas’oed dan Nasikun

mengklasifikannya sebagai berikut85

:

1. Perspektif Strukturalis-Fungsionalis

Partisipasi politik merupakan sarana yang dipakai oleh warga negara dan

kelompok kepentingan untuk mendukung sistem politik. Sebagai imbalan

terhadap dukungan warga negara, sistem politik memberikan

kepemimpinan yang bertanggungjawab dan memenuhi tuntutan-

tuntutannya.

2. Perspektif Konflik

Yang paling aktif berpartisipasi adalah mereka yang paling beruntung

dalam masyarakat. Tuntutan dari masyarakat terhadap sistem politik

tidak ditanggapi secara seimbang. Ada yang ditanggapi dengan sungguh-

sungguh, ada yang tidak.

3. Perspektif Kelas

Bentuk-bentuk partisipasi konvensional bisa tidak efektif karena hanya

akan mendukung kelas berkuasa. Sehingga bentuk-bentuk non-

konvensional mungkin diperlukan (revolusi, pengambilalihan kekuasan,

dll.)

4. Perspektif Elitis

Mayoritas masyarakat bersifat pasif dan diam. Mereka sekedar

dimanipulasi/ dimobilisasi oleh kaum elit. Para elit yang memerintah

tidak selalu tanggap terhadap tuntutan masyarakat.

5. Perspektif Pluralis

85 Hal. 15.

Page 124: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

124

Para pemilih dan kelompok kepentingan mempengaruhi proses

pembuatan keputusan melalui cara-cara pemilihan, menjadi anggota

kelompok kepentingan dan sebagainya. Pada tipe ini sistem politik selalu

tanggap terhadap tuntutan warganya.

Dari lima klasifikasi di atas, peneliti menganggap bahwa secara sadar atau

tidak, BEM telah menggunakan perspektif elitis dalam menjalankan

pemerintahannya. Karena perspektif ini, aspirasi mahasiswa tidak diperhatikan

dan pada sisi lain, partisipasi mahasiswa dalam Pemira sekedar basis legitimasi

formal. Selebihnya, paska Pemira publik tidak akan terperhatikan sebagaimana

sebelum pra Pemira yang begitu berapi-api.

Analisis tersebut hanya tepat dengan menganulir keberadaan organisasi

ekstrakampus. Namun bilamana organisasi ekstrakampus dihitung dalam proses

politik kampus, maka perspektif konflik lebih mendekati pembacaan terhadap

realitas. Perspektif ini menjelaskan bahwa siapa yang paling aktif berpartisipasi

maka merekalah yang paling beruntung dalam rangka mengakses sumber daya

kampus. Pada gilirannya, aspirasi mahasiswa tidak ditanggapi secara seimbang

dan hanya agenda-agenda tertentu saja yang lebih sesuai dengan garis

ideologinya yang lebih diprioritaskan.

Kemungkinan dua perspektif itulah yang digunakan BEM fakultas sebagai

political frame saat ia menjabat. Meski demikian, yang bersangkutan belum

tentu sadar terhadap pilihan perspektif yang digunakannya. Hanya saja, melalui

refleksi terhadap realitas, perspektif politik itu bisa terbaca dengan jelas.

Page 125: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

125

d. Budaya Politik

Budaya politik mengacu pada pembatasan konteks kehidupan yang lebih

terbatas, yakni kehidupan politik. Budaya politik merupakan konteks dimana

persepsi, sikap, serta aktivitas-aktivitas lahir. Dalam kajian ini Verba secara jelas

memberikan definisi dari budaya politik. Menurutnya, sebagaimana dikutip

Mochtar Masoed86

, budaya politik menunjuk pada sistem kepercayaan-

kepercayaan tentang pola-pola interaksi politik dan institusi-institusi politik, akan

tetapi pada apa yang diyakini orang tentang kejadian-kejadian tersebut.

Kepercayaan-kepercayaan yang dimaksud mencakup berbagai hal, seperti

kepercayaan empirik mengenai situasi politik, keyakinan mengenai tujuan atau

nilai yang harus dihayati dalam kehidupan politik. Almond dan Verba

mengklasifikasikan kebudayaan politik menjadi tiga macam;

1. Parokhialisme, ciri paling penting dari kebudayaan parokhial adalah

spesialisasi peranan-peranan politik. Kebudayaan politik parokhial

merupakan fenomena umum yang biasa ditemukan di dalam masyarakat-

masyarakat yang belum berkembang, dimana spesialisasi politik sangat

minimal. Di dalam kebudayaan demikian, individu sadar akan adanya

suatu rezim politik pusat. Akan tetapi, perasaan-perasaannya terhadap

rezim bersifat tidak menentu atau negatif. Sementara itu, individu

tersebut belum mampu menginternalisasikan dirinya dengan norma-

norma untuk mengendalikan hubungan antara dirinya dengan rezim atau

pusat kekuasaan.

2. Kebudayaan politik subyek ditandai dengan tingginya orientasi terhadap

suatu sistem politik tertentu. Subyek individual menyadari adanya

otoritas kuasa yang memiliki spesialisasi, ia bahkan secara afektif

mengorientasikan diri kepadanya, ia memiliki kebanggaan terhadapnya

atau sebaliknya tidak menyukainya, dan ia menilainya sebagai otoritas

yang absah atau tidak absah.

3. Partisipan, merupakan kebudayaan politik dimana masyarakat secara

eksplisit cenderung mengorientasikan diri mereka kepada sistem sebagai

86 Dalam Mochtar Mas’oed dan Nasikun, hal. 74-82.

Page 126: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

126

pusat kuasa. Di dalam kebudayaan politik demikian, anggota masyarakat

mengorientasikan diri mereka kepada suatu peranan “aktivis”, sekalipun

penerimaan atas peranan tersebut dapat bervariasi diantara menerima

atau menolak.

Berdasarkan analisis di bagian “Publik yang Gamang” dapat disimpulkan

bahwa budaya politik yang muncul saat ini merupakan budaya politik

parokhialisme. Budaya politik ini ditandai dengan cara pandang publik yang tidak

menentu dan belum adanya orientasi politik yang jelas terhadap struktur.

Idealnya, budaya politik subyek ini bisa tertransformasi ke arah budaya

politik subyek atau bahkan partisipan yakni ketika publik secara eksplisit

cenderung mengorientasikan diri mereka kepada sistem sebagai pusat kuasa.

Selain itu transformasi budaya politik tersebut harus semakin membuka peluang

agar publik semakin terlibat dalam sistem politik kampus.

Page 127: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

127

E. Revitalisasi Sistem Politik Kampus

Berangkat dari refleksi permasalahan di bagian sebelumnya, dengan

bantuan analisis SWOT akan terpetakan kekuatan (strengths), kelemahan

(weaknesses), kesempatan (opportunities) serta ancaman (threats) yang ada

pada sistem politik kampus pada umumnya. Sebagain analisis SWOT di bagian

bawah diambil dari data survei dan sebagian lainnya hasil observasi peneliti,

sebagai berikut:

Tabel 50. Analisis SWOT sistem politik kampus

Dimensi Kultur/ Publik Struktur/ Aktor

Strengths 1.Pemilih cenderung rasional

2. Citra BEM terkait kinerja

cukup baik (65,5%)

3.Partisipasi dalam Pemira

cukup baik (57,5%)

1. Wewenang budgeting dana

kegiatan mahasiswa

2. Membawahi UKM dan HMJ

3. Akses sumber daya kampus

Weaknesses 1.Persepsi BEM tidak aspiratif

cukup tinggi (60,9%)

2.Sebagian besar floating mass

3.Sense of belongengness

terhadap BEM rendah (31,2%)

1.BEM kurang harmonis dengan

UKM/HMJ

2.Ambiguitas political will

3.Sense of belongengness

terhadap BEM cukup rendah

(47,2%)

4.Pembusukan struktur karena

ketiadaan oposisi

Opportunities 1.Persepsi kemanfaatan BEM

sangat baik (76,2%)

2.Ekspektasi terhadap BEM

sangat baik (75%)

3.Persepsi tentang perlunya

menggunakan hak pilih dalam

Pemira sangat tinggi (84,3%)

1.Sistem telah membudaya dan

ditunjang oleh infrastruktur

2.Figur pemimpin masih

dipandang publik

Threats 1.Gaya hidup yang melenakan

2.Paradigma study oriented

1.Prasangka dan pertarungan

ideologi tidak terbuka dan

cenderung ditutup-tutupi

2. Sektarianisme UKM/ HMJ

Analisis SWOT di atas memperlihatkan kecenderungan keberterimaan

struktur politik (BEM dan Pemira) oleh kultur/ publik. Kelemahan yang paling

Page 128: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

128

nyata terlihat pada keterserapan aspirasi publik yang masih sangat rendah.

Kelemahan lainnya adalah persoalan sense of belongengness kultur terhadap

BEM. Kelemahan tersebut bisa ditambal dengan cara BEM menunjukan kerja

nyata yang didasarkan pada aspirasi mahasiswa. Ancaman atau hambatan

seperti gaya hidup yang melenakan serta paradigma study oriented87

merupakan

permasalahan klasik yang tidak perlu diperdebatkan panjang-lebar, melainkan

dicari perumusan solusinya.

Pada dimensi struktur/aktor masih memperlihatkan kapasitas yang prima.

Pada dimensi ini hanya ada beberapa celah seperti pembusukan struktur88

karena ketiadaan oposisi yang mengontrol kinerja BEM selama masih menjabat

dan konflik ideologi yang laten namun secara pasti menggerogoti struktur.

Berdasarkan pengalaman Faperta dan beberapa universitas lainnya89

,

peneliti merekomendasikan menggunakan sistem Pemira dengan kepartaian.

Secara teoritik, sistem ini akan lebih memungkinkan tingkat partisipasi publik

meningkat karena masing-masing partai akan melakukan proses mobilisasi dan

pengorganisasian daripada sekedar tim sukses yang hanya muncul menjelang

Pemira sebagai kaki-tangan calon presiden. Secara kalkulatif, adanya partai

mahasiswa lebih mendukung bagi keberhasilan demokrasi kampus dalam

konteks prosedural/ kuantitatif.

87 Paradigma study oriented adalah pandangan bahwa kuliah hanya sekedar belajar dalam rangka

memperoleh nilai setinggi-tingginya untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Istilah tersebut juga sering disebut dengan IP minded yang bisa ditemukan melalui observasi lapangan. 88 Istilah pembusukan struktur digali dari observasi lapangan, yakni ketika BEM tidak memperoleh apresiasi (afirmasi) ataupun oposisi (negasi) dari mahasiswa. Sikap mahasiswa secara umum adalah acuh tak acuh. 89 UI, ITS, UIN Sunan Kalijaga, UNPAS, UNHAS, dan lain-lainnya yang bisa dengan mudah ditemukan melalui google dengan kata kunci “partai mahasiswa” atau “Pemira partai mahasiswa”.

Page 129: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

129

Selain itu, secara kualitatif adanya partai mahasiswa akan semakin

mengikat publik secara kuat, misal dengan adanya sistem keanggotaan dan Kartu

Tanda Anggota (KTA). Dampaknya, budaya subyek bisa ditransformasi menjadi

kebudayaan politik partisipan90

.

Pada dimensi struktur politik, adanya partai mahasiswa akan mengurangi

kemungkinan pembusukan struktur karena ketiadaan oposisi. Sistem partai

mahasiswa sangat membuka peluang bagi lahirnya tradisi oposisi yang sehat dan

terbuka. Berbeda dengan itu, oposisi politik yang tidak terwadahi seringkali

tercecer di ruang-ruang UKM dan HMJ yang mengganggu harmoni relasi BEM

dengan UKM/HMJ bersangkutan. Rangga – Mantan Presiden BEM Faperta

menjelaskan, sebagai berikut:

“Kalau di sini oposisi itu sudah menjadi tradisi. Bentuknya malah bisa

macam-macam, pernah sampai ada yang nyegel sekre BEM, ada juga

yang mengencingi, membakar, mencorat-coret. Dinamis sekali lah”91

.

Partai mahasiswa secara nyata bisa melakukan kontrol terhadap BEM

beserta UKM/HMJ mengingat partai mahasiswa memiliki basis konstituen yang

riil. Berbeda dengan itu praktik di FE serta ISIP tak ubahnya masa Orde Baru

dengan depolitisasi publik. Peluang transformasi budaya politik dari

parokhialisme menuju subyek atau partisipan didukung oleh karakter pemilih

yang sebagian besar cenderung rasional.

Partai mahasiswa juga akan mentransformasi konflik politik-ideologi yang

berkembang di beberapa fakultas tertentu menjadi lebih terbuka dan adil.

90 Hasil wawancara dengan Rangga pada 25 Agustus 2009 di FE 91 Wawancara pada 25 Agustus 2009 di FE.

Page 130: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

130

Keterbukaan konflik itu pada gilirannya akan mendinamiskan politik kampus

karena konflik yang ada dikelola dengan baik daripada ditutup-tutupi. Berbeda

dengan sebelumnya, perspektif elit menempatkan konflik politik-ideologi hanya

sebagai menu santapan mereka saja yang kemudian secara sadar atau tidak

publik ditinggalkan dalam proses tersebut.

Selain menyempurnakan Pemira dengan sistem kepartaian, perlu juga

diperhatikan keterukuran (measurement) partisipasi mahasiswa dalam Pemira.

Keterukuran partisipasi ini mencakup tiga hal, sebagai berikut:

1. Daftar pemilih tetap pada saat Pemira dilaksanakan.

2. Jumlah mahasiswa yang menggunakan hak pilih.

3. Jumlah mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilih.

Tiga poin tersebut dapat diukur secara pasti melalui penyusunan Daftar

Pemilih Tetap (DPT) yang nama-namanya bisa diambil dari Bapendik masing-

masing fakultas. Agar derajat keterukuran tersebut bisa dipertanggungjawabkan

secara pasti, maka peneliti merekomendasikan pembatasan pemilih tetap.

Peneliti berpendapat bahwa tingkat partisipasi akan lebih mungkin diukur secara

pasti dengan cara membatasi pemilih hanya pada empat angkatan terakhir.

Misalnya, jika Pemira dilaksanakan pada tahun 2009, maka empat angkatan

terakhir tersebut adalah angkatan 2009, 2008, 2007 dan 2006. Tujuan

pembatasan adalah dalam rangka mereduksi beberapa angkatan di atasnya

(2005, 2004, 2003 dan 2002) yang peneliti anggap bukan pemilih strategis.

Angkatan 2005, 2004, 2003 dan seterusnya meskipun masih menyisakan

Page 131: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

131

sebagian mahasiswa aktif namun mereka tergolong bukan konstituen strategis.

Hal ini dikarenakan mahasiswa pada angkatan tersebut biasanya sudah

mengkonsentrasikan diri menyusun tugas akhir (skripsi).

Meski demikian, perlu dicatat dengan seksama, bahwa pemerintahan

mahasiswa tetap menjamin hak-hak sosial-politik mahasiswa angkatan-angkatan

tersebut (2005, 2004, 2003 dan seterusnya). Pemerintahan mahasiswa tetap

harus turun tangan misalnya saat ada mahasiswa angkatan 2005 yang terkena

masalah akademik atau nonakademik lainnya. Logika seperti ini sama dengan

pembatasan pemilih pada Pemilu nasional yang tidak menyertakan anak-anak,

remaja di bawah usia tujuh belas tahun, narapidana dengan masa tahanan lebih

dari lima tahun dan faktor lainnya sebagai pemilih tetap dalam Pemilu. Meskipun

mereka bukan pemilih, namun hak-hak sosial-ekonomi-politik tetap dijamin oleh

negara.

Dengan pembatasan pemilih tersebut maka tingkat partisipasi akan

terbaca dan terpetakan dengan jelas. Pada gilirannya, derajat legitimitas

pemerintahan mahasiswa dapat terlihat jelas, sehingga hal ini akan menutup

peluang konflik paska Pemira yang mempersoalkan legitimitas presiden terpilih

yang ironisnya tanpa disertai data yang pasti.

Implikasi lebih jauh dari sekedar keterukuran partisipasi mahasiswa

dalam Pemira, bahwa kerja pemerintahan mahasiswa sekurang-kurangnya

optimal pada empat angkatan terakhir. Meski demikian, hal ini tidak melupakan

Page 132: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

132

fakta masih adanya beberapa angkatan di atasnya yang tetap harus dijamin hak-

haknya.

Penyempurnaan Pemira dengan sistem kepartaian pada akhirnya akan

mentransformasi perspektif elit/konflik ke arah menjadi perspektif pluralis

dimana para pemilih dan kelompok kepentingan mempengaruhi proses

pembuatan kebijakan lembaga kemahasiswaan. Pada sisi lain, transformasi

dalam dimensi kualitatif tersebut akan semakin teguh dengan mengupayakan

keterukuran tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira. Akhirnya, dialektika

kualitatif dan kuantitatif tersebut akan semakin mendinamiskan kehidupan

politik kampus semakin aksesibel, responsif dan demokratis.

Page 133: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

133

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian pada Bab IV diketahui bahwa terdapat hubungan antara

variabel X1 (persepsi) dan X2 (ekspektasi) dengan Y (partisipasi). Hal ini dapat

dilihat dari koesifien signifikansi hitung < koesifien signifikansi tabel (0,000 <

0,05), yang berarti signifikan karena harga signifikansi X1 dan X2 mendekati nol.

Selanjutnya dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Hk

diterima dengan pengujian hipotesis sebesar 5% dengan derajat kepercayaan

sebesar 95%.. Artinya hasil penelitian ini bisa digeneralisasi pada tingkat

populasi.

Di sisi lain, hubungan antara variabel X1 dan X2 dengan Y terbukti

rendah. Hal ini terungkap dengan cara membandingkan antara harga rhitung

dengan rtabel dimana X1 dan X2 sebesar 0,224 dan 0,236 yang termasuk dalam

interval koefisien 0,20 – 0,399 yang berarti rendah.

Rendahnya korelasi antara variabel persepsi dengan partisipasi

dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Tingginya persepsi

responden yang menyatakan bahwa BEM tidak aspiratif (60,9%). 2). Masih

tingginya persepsi responden yang menyatakan bahwa Pemira tidak mudah

(47,5%). 3). Materi dan media kampanye calon yang dianggap responden tidak

Page 134: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

134

menarik (60,9% dan 62,1%). 4). Masih tingginya persepsi responden yang

menyatakan bahwa visi-misi calon tidak mewakili aspirasi mahasiswa (56,9%). 5).

Persepsi responden terhadap sosialisasi Pemira oleh KPR yang cenderung buruk

(76,2%). Lima variabel komponen tersebut mempengaruhi pandangan responden

sehingga meskipun mereka memandang bahwa BEM bermanfaat bagi

mahasiswa (76,2%) dan menggunakan hak pilih adalah penting (75,9%), tidak

serta-merta mempengaruhi mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.

Pada sisi lain, korelasi antara variabel ekpektasi dengan partisipasi rendah

dipengaruhi oleh variabel komponen sebagai berikut: 1). Responden

menganggap bahwa menggunakan hak pilih dalam Pemira tidak akan merubah

kampus (44,8%). 2). Responden menganggap bahwa BEM tidak membahwa

perubahan di kampus (54,4%). 3). Responden tidak merasa memiliki BEM

(61,7%). Tiga variabel komponen tersebut mempengaruhi ekspektasi responden

terhadap Pemira sehingga meskipun ekspektasi terhadap BEM sangat tinggi

(75,5%) dan dorongan memilih dari diri sendiri (75,9%), tidak serta-merta

mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam Pemira.

Page 135: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

135

B. Saran

Setelah merefleksikan hasil penelitian, peneliti menyarankan adanya

revitalisasi sistem politik kampus dari sistem Pemira tanpa partai menjadi sistem

Pemira dengan partai. Selain itu, peneliti juga menyarankan adanya pembatasan

pemilih dalam Pemira agar tingkat partisipasi terukur secara pasti.

Seperti ulasan pada Bab V, secara teoritik sistem Pemira dengan partai

lebih membuka peluang bagi keberhasilan demokrasi prosedural-kuantitatif yang

ditandai dengan tingginya tingkat partisipasi dan secara kualitatif akan

mencerdaskan publik melalui proses dialektika politik. Hal ini didukung bahwa

sebagian besar pemilih bersifat rasional-kritis pada mahasiswa yang

berorganisasi intrakampus dan rasional-skeptis pada mahasiswa yang tidak

berorganisasi ekstrakampus. Dan pada mahasiswa yang berorganisasi

ekstrakampus cenderung tradisional-kritis. Pada sisi lain, perspektif BEM lebih

dekat ke arah elit atau konflik, yang idealnya berubah ke arah pluralis. Sedang

budaya politik publik secara umum adalah parokhial yang cenderung gamang

terhadap orientasi politiknya terhadap struktur. Idealnya budaya politik ini bisa

tertransformasi ke arah subyek atau partisipan.

Page 136: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

136

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Sejarah Dewan Mahasiswa” dalam www.wikipedia.co.id diakses pada

12 Maret 2009.

Bawono, Muhammad. 2008. “Persepsi dan Perilaku Pemilih Terhadap Partisipasi

Politik Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004 di Kabupaten Nganjuk”

dalam www.pasca.uns.ac.id diakses pada 15 April 2009.

Budiardjo, Miriam. 1983. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia: Jakarta.

_________. 1998. Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai.Yayasan

Obor Indonesia: Jakarta.

Faisal, Sanapiah. 2003. Format-format Penelitian Sosial. Raja Grafindo Persada:

Jakarta.

Firmanzah. 2007. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Yayasan

Obor Indonesia: Jakarta.

Gerungan. 1986. Psikologi Sosial. PT Eresco: Bandung

Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius: Yogyakarta.

Indrajat, Himawan. 2005. “Persepsi dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam

Pilkada Langsung 2005 di Kabupaten Purbalingga”. Skripsi. Ilmu Politik

FISIP UNSOED Purwokerto.

Kamsiyah. 2004. “Persepsi dan Perilaku Memilih Masyarkat dalam Pemilu

Legislatif 2004 di Desa Wangon Kec. Wangon Kab. Banyumas”. Skripsi.

Ilmu Politik FISIP UNSOED Purwokerto.

Kartono, Kartini. 1991. Psikologi Sosial untuk Manajemen. Rajawali Pers: Jakarta.

Kpu-Unhas. “Tentang Partai Mahasiswa” dalam http://kpu-

unhas.blogspot.com/2006/02/tentang-partai-mahasiswa.html diakses

pada 16 Agustus 2009.

Lawang, Robert MZ. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Rajawali Pers:

Jakarta.

Masoed, Mochtar dan Nasikun. 1987. Sosiologi Politik. PAU Studi Sosial UGM:

Yogyakarta.

Page 137: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

137

Prihatmoko, Joko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. LP2I:

Semarang.

Raillon, Francois. 1984. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. LP3ES: Jakarta.

Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Penerbit Alfabeta: Bandung.

Ritzer, George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.

Diterjemahkan oleh Alimandan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Rahardi, Dicky. “Analisis S.W.O.T.” dalam www.dickyrahardi.com diakses pada 16

Agustus 2009.

Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press: Semarang.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta.

Sofiawati, Elisa. 2005. “Persepsi dan Partisipasi Anggota Organisasi Forum Betawi

Rembug (FBR) terhadap Calon Walikota dan Wakil Walikota dalam Pilkada

2005 di Kota Depok”. Skripsi. Ilmu Politik FISIP UNSOED Purwokerto.

Sugiarto, dkk. 2001. Teknik Sampling. Gramedia: Jakarta.

Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung.

_________. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.

Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Gramedia Widiasarana

Indonesia: Jakarta.

Walgito, Bimo. 1983. Psikologi Sosial. Yayasan Penerbit fakultas Psikologi UGM:

Yogyakarta.

Yuli. “Partai Mahasiswa: Katalisator Politik Kampus yang Mandul” dalam

http://yuliku.wordpress.com/2007/04/13/partai-mahasiswa-katalisator-

politik-kampus-yang-mandul diakses pada 16 Agustus 2009.

Zainun, Buchari. 1981. Manajemen dan Motivasi. Balai Aksara: Jakarta

Page 138: Mahasiswa Kampus Dan Politik

� Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

Tentang Penulis

UNSOED.

Kemudian pada tahun 2004 bersama beberapa teman penulis mendirikan

Lingkar Studi (LS) Profetika. Lingkar studi yang

agama ini merupakan organisasi pertama dimana penulis berafiliasi. Kemudian

pada tahun 2008 mendirikan

semacam sekolah menulis yang dikelola dengan bangun organisasi koperasi

pekerja (worker co’op). Pada tahun

profit yang bergerak di bidang pelatihan internet

perawatan situs. Setelah melalui perenungan intelektual, pada tahun yang sama

penulis mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi Kampus UNSOED (

Pada awal tahun 2009 penulis memperoleh

dari Ashoka Indonesia –

memenangkan Kompetisi Blog Kapanlagi.com sebesar lima juta rupiah.

Selain mengikuti berbagai pelatihan

“History of Thought” di

“Agamawan Merespon Kemiskinan” di Al

“Youngchangemaker” di Ashoka Indonesia dan lain

penulis sering diundang mengisi diskusi atau pelatihan yang diselenggarakan

oleh teman-teman mahasiswa.

Penulis menyelesaikan studi pada 31 Agustus dengan IPK 3,79 dan

diwisuda pada bulan Desember 2009 dengan lama studi 5,5 tahun.

Korespondensi lebih lanjut bisa m

blog: www.firdausputra.co.cc

Tambahan, skripsi ini bisa didownload melalui

pada menu “MyResearch”

Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

� Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

Tentang Penulis Penulis dibesarkan di Kota Batik,

Pekalongan. Lahir pada 31 Maret 1985. Masa SD

sampai SMP penulis habiskan di Pekalongan. Sedang

SMA di MA. HM. Tribakti Kediri Jawa Timur sembari

nyantri di HM. Putra Lirboyo. Karena alasan

tertentu, pada tahun ketiga, penulis pindah ke MAN

1 Pekalongan. Kemudian melanjutkan studi di

Jurusan Sosiologi FISIP UNSOED.

Saat mahasiswa penulis cukup aktif di

beberapa kegiatan. Pada tahun 2004 dan 2005,

penulis dipercaya sebagai Dewan Presididum KBM

FISIP UNSOED. Selain itu, pada tahun 2006, penulis

menerima penghargaan sebagai Mahasiswa

Berprestasi (Mapres) I se-FISIP dan Mapres III se

Kemudian pada tahun 2004 bersama beberapa teman penulis mendirikan

Lingkar Studi (LS) Profetika. Lingkar studi yang concern pada masalah s

agama ini merupakan organisasi pertama dimana penulis berafiliasi. Kemudian

pada tahun 2008 mendirikan Writing and Empowering Press (WE

semacam sekolah menulis yang dikelola dengan bangun organisasi koperasi

). Pada tahun 2009 mendirikan Lingkar Maya, organisasi

profit yang bergerak di bidang pelatihan internet-blog, pembuatan dan

perawatan situs. Setelah melalui perenungan intelektual, pada tahun yang sama

penulis mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi Kampus UNSOED (

Pada awal tahun 2009 penulis memperoleh Youngchangemaker Award

– Bandung. Dan berita menggembirakan lainnya, penulis

memenangkan Kompetisi Blog Kapanlagi.com sebesar lima juta rupiah.

Selain mengikuti berbagai pelatihan—seperti “Anti Korupsi” di FISIP UI Jakarta,

di SATUNAMA Yogyakarta, “Islam Liberal” di JIL Jakarta,

“Agamawan Merespon Kemiskinan” di Al-Maun Institute dan

“Youngchangemaker” di Ashoka Indonesia dan lain-lainnya—mulai tahun 2007

ering diundang mengisi diskusi atau pelatihan yang diselenggarakan

teman mahasiswa.

Penulis menyelesaikan studi pada 31 Agustus dengan IPK 3,79 dan

diwisuda pada bulan Desember 2009 dengan lama studi 5,5 tahun.

Korespondensi lebih lanjut bisa melalui email/FB: [email protected]

www.firdausputra.co.cc dan ponsel: +6285647788101.

Tambahan, skripsi ini bisa didownload melalui www.firdausputra.co.cc

“MyResearch”.

Mahasiswa, Kampus dan Politik | Survei tentang Partisipasi Mahasiswa dalam

Pemira BEM tingkat Fakultas di UNSOED Purwokerto

138

Penulis dibesarkan di Kota Batik,

Pekalongan. Lahir pada 31 Maret 1985. Masa SD

sampai SMP penulis habiskan di Pekalongan. Sedang

SMA di MA. HM. Tribakti Kediri Jawa Timur sembari

di HM. Putra Lirboyo. Karena alasan

ulis pindah ke MAN

1 Pekalongan. Kemudian melanjutkan studi di

Saat mahasiswa penulis cukup aktif di

beberapa kegiatan. Pada tahun 2004 dan 2005,

penulis dipercaya sebagai Dewan Presididum KBM

tahun 2006, penulis

menerima penghargaan sebagai Mahasiswa

FISIP dan Mapres III se-

Kemudian pada tahun 2004 bersama beberapa teman penulis mendirikan

pada masalah sosial-

agama ini merupakan organisasi pertama dimana penulis berafiliasi. Kemudian

(WE-Press),

semacam sekolah menulis yang dikelola dengan bangun organisasi koperasi

2009 mendirikan Lingkar Maya, organisasi

blog, pembuatan dan

perawatan situs. Setelah melalui perenungan intelektual, pada tahun yang sama

penulis mendaftarkan diri sebagai anggota Koperasi Kampus UNSOED (KOPKUN).

Youngchangemaker Award

Bandung. Dan berita menggembirakan lainnya, penulis

memenangkan Kompetisi Blog Kapanlagi.com sebesar lima juta rupiah.

rti “Anti Korupsi” di FISIP UI Jakarta,

SATUNAMA Yogyakarta, “Islam Liberal” di JIL Jakarta,

Maun Institute dan

mulai tahun 2007

ering diundang mengisi diskusi atau pelatihan yang diselenggarakan

Penulis menyelesaikan studi pada 31 Agustus dengan IPK 3,79 dan

diwisuda pada bulan Desember 2009 dengan lama studi 5,5 tahun.

[email protected] atau

www.firdausputra.co.cc