Mahasisw

12
1 PENGARUH AKTIVITAS ORGANISASI TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Departemen Luar Negeri, BEM FK UNS ABSTRAK Kurikulum pendidikan di Indonesia hanya berdasarkan pada hardskill yang berhubungan dengan tingkat IQ (Intelegent Quotient), sehingga cenderung menciptakan lulusan yang hanya mahir secara teori. Golemann (1995) menyatakan bahwa kesuksesan lulusan perguruan tinggi ditentukan oleh IQ sebesar 20% sedangkan EQ (Emotional Quotient) sebesar 80%. 1 Dengan demikian EQ berperan penting bagi pengembangan softskill mahasiswa. Keterlibatan aktif mahasiswa dalam organisasi mampu meningkatkan kemampuan softskill yang ditunjukkan melalui peningkatan EQ. Mahasiswi sebagai calon ibu memiliki peranan penting dalam pola asuh anak. Ada keterkaitan EQ anak dengan pengalaman organisasi dan pendidikan orang tua mereka. Sehingga, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aktivitas organisasi terhadap EQ mahasiswi FK UNS. Penelitian ini bersifat observational analitik dengan pendekatan case control dan menggunakan teknik complex random sampling. Penelitian ini dilakukan di FK UNS dengan subjek penelitian mahasiswi semester III, V, dan VII. Besar sampel pada penelitian diperoleh berdasarkan rumus 2 dengan δ (standar deviasi EQ subjek penelitian) = 8, σ (perkiraan perbedaan rerata antara subjek dengan control) = 18, α (batas kepercayaan) = 0,05. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 107 orang pada tiap kelompok. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Wong and Law Emotional Intelligence Scale. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t tidak berpasangan. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan rerata antara kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi dengan mahasiswi yang tidak aktif berorganisasi. Rata-rata skor EQ pada kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi sebesar 61,18, sedangkan pada kelompok mahasiswi yang tidak aktif berorganisasi sebesar 56,58. Hasil uji t 2-tailed menunjukkan signifikansi sebesar 0,000, sehingga nilai signifikansi untuk uji t 1-tailed sebesar 0.000. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara skor EQ pada kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi dengan yang tidak aktif berorganisasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara aktivitas organisasi terhadap kecerdasan emosional pada mahasiswi FK UNS (p= 0,000).

description

ggga

Transcript of Mahasisw

  • 1

    PENGARUH AKTIVITAS ORGANISASI TERHADAP KECERDASAN

    EMOSIONAL MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

    SEBELAS MARET SURAKARTA

    Departemen Luar Negeri, BEM FK UNS

    ABSTRAK

    Kurikulum pendidikan di Indonesia hanya berdasarkan pada hardskill yang

    berhubungan dengan tingkat IQ (Intelegent Quotient), sehingga cenderung

    menciptakan lulusan yang hanya mahir secara teori. Golemann (1995) menyatakan

    bahwa kesuksesan lulusan perguruan tinggi ditentukan oleh IQ sebesar 20%

    sedangkan EQ (Emotional Quotient) sebesar 80%.1 Dengan demikian EQ berperan

    penting bagi pengembangan softskill mahasiswa. Keterlibatan aktif mahasiswa dalam

    organisasi mampu meningkatkan kemampuan softskill yang ditunjukkan melalui

    peningkatan EQ. Mahasiswi sebagai calon ibu memiliki peranan penting dalam pola

    asuh anak. Ada keterkaitan EQ anak dengan pengalaman organisasi dan pendidikan

    orang tua mereka. Sehingga, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

    aktivitas organisasi terhadap EQ mahasiswi FK UNS.

    Penelitian ini bersifat observational analitik dengan pendekatan case control

    dan menggunakan teknik complex random sampling. Penelitian ini dilakukan di FK

    UNS dengan subjek penelitian mahasiswi semester III, V, dan VII. Besar sampel pada

    penelitian diperoleh berdasarkan rumus2 dengan (standar deviasi EQ subjek

    penelitian) = 8, (perkiraan perbedaan rerata antara subjek dengan control) = 18,

    (batas kepercayaan) = 0,05. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 107 orang pada tiap

    kelompok. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Wong and Law Emotional

    Intelligence Scale. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t

    tidak berpasangan.

    Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan rerata antara

    kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi dengan mahasiswi yang tidak aktif

    berorganisasi. Rata-rata skor EQ pada kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi

    sebesar 61,18, sedangkan pada kelompok mahasiswi yang tidak aktif berorganisasi

    sebesar 56,58. Hasil uji t 2-tailed menunjukkan signifikansi sebesar 0,000, sehingga

    nilai signifikansi untuk uji t 1-tailed sebesar 0.000. Dengan demikian, terdapat

    perbedaan yang sangat signifikan antara skor EQ pada kelompok mahasiswi yang

    aktif berorganisasi dengan yang tidak aktif berorganisasi.

    Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara

    aktivitas organisasi terhadap kecerdasan emosional pada mahasiswi FK UNS (p=

    0,000).

  • 2

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Kurikulum pendidikan di Indonesia hanya berdasarkan pada hardskill yang

    berhubungan dengan tingkat IQ (Intelegent Quotient). Kurikulum tersebut cenderung

    menciptakan lulusan yang hanya mahir secara teori. Golemann menyatakan

    bahwasannya kesuksesan lulusan perguruan tinggi ditentukan oleh IQ (Intelegent

    Quotient) sebesar 20% sedangkan EQ Emotional Quotient) sebesar 80%.1 Dengan

    demikian EQ berperan penting bagi pengembangan softskill mahasiswa.

    Helmi dalam bukunya yang berjudul Model Mahasiswa yang Berdaya Saing

    menyatakan bahwa mahasiswa harus memiliki lima kemampuan dasar yaitu IQ

    (Intelegent Quotient), EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual Quotient), IT

    (Information and Technology) dan english skill, maka seorang mahasiswa

    seharusnya memenuhi kelima aspek tersebut.3

    Organisasi berperan penting dalam pengembangan softskill mahasiswa.

    Keterlibatan aktif mahasiswa dalam organisasi mampu meningkatkan kemampuan

    softskill. Kemampuan softskill ini ditunjukkan melalui peningkatan kecerdasan

    emosional (Emotional Quotient, EQ). Aktifitas mahasiswa dalam berorganisasi

    sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosional.4 Pengembangan

    EQ mahasiswa juga dapat dilakukan melalui kegiatan intra maupun ekstra kampus.

    Sebagai contoh, keterlibatan mahasiswa dalam organisasi intra kampus dapat

    mengasah kemampuan bersosialisasi dan kemudian dapat meningkatkan kecerdasan

    secara emosional.

    Beberapa studi tentang EQ menyatakan bahwa EQ mempengaruhi kualitas kerja

    seseorang. EQ terbukti mempunyai dampak pada kualitas leadership seseorang dalam

    organisasi,5,6

    manajemen, dan pendidikan leadership. EQ terbukti dibutuhkan dalam

    job performance, interpersonal relationships, dan problem solving.

    Mahasiswi sebagai calon ibu memiliki peranan penting dalam polah asuh anak.

    Pola asuh anak yang baik akan meningkatkan kecerdasan emosional anak tersebut.

    Ada keterkaitan emotional quotient seorang anak dengan pengalaman organisasi dan

    pendidikan orang tua mereka. Harod dan Scheer (2005) mengatakan bahwa tingkat

    EQ remaja yang tinggi mempunyai korelasi yang signifikan dengan pengalaman

    organisasi dan tingkat pendidikan kedua orang tua. Semakin tinggi pengetahuan

    orang tua akan EQ maka semakin tinggi EQ anak (remaja) tersebut. Faktanya, budaya

    dan norma yang berlaku dalam masyarakat mempengaruhi pola asuh orang tua yang

    mengarah pada pengembangan EQ anak.6,7

    Berdasarkan beberapa studi di atas, kedua orang tua terutama ibu seharusnya

    memiliki EQ yang tinggi sehingga generasi muda kita memiliki EQ dan kualitas kerja

  • 3

    yang tinggi. Subjek penelitian ini adalah mahasiswi semester III, V, dan VII yang

    seharusnya dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu yang baik. Maka penulis tertarik

    untuk meneliti Pengaruh Aktivitas Organisasi terhadap Kecerdasan Emosional pada

    Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    Landasan Teori

    Kecerdasan Emosi

    Konsep kecerdasan emosi berdasarkan Aristoteles adalah those who possess the

    rare skill to be angry with the right person, to the right degree, at the right time, for

    the right purpose and the right way, are at en adventegous in any domain of life.8

    Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu mengendalikan

    emosi pada setiap kondisi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwasannya EQ

    (Emotional Qoutient) lebih penting daripada IQ (Intellegent Quotient) dalam dunia

    bisnis dan karier seseorang.1,9

    Terdapat dua pendekatan perihal model EQ dan skalanya. Pertama, semuanya

    adalah model kemampuan, skill yang lebih berfokus pada hubungan antara emosi dan

    kecerdasan.10

    Model pertama diterapkan oleh Mayer dan Salovey, sedangkan model

    kedua diterapkan oleh BarOn dan Golemann. Model kedua merupakan model

    campuran yang mencakup struktur kemampuan mental, eksistensi dan perlengkapan.

    Konsep EQ lebih awal diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer namun lebih

    dipopulerkan oleh Golemann. Salovey dan Mayer mendefinisikan EQ sebagai

    kemampuan individu untuk memahami kemampuan diri sendiri dan lingkungan

    perihal emosi dan perasaan, membedakan dan menggunakan pengetahuan yang

    dimiliki dalam proses dan kegiatan pembuatan keputusan.10

    Golemann memiliki

    pendekatan lebih popular perihal EQ. Golemann mendefinisikan EQ pada empat

    faktor yakni self awareness, self management, social awareness dan social skills.1

    Self awareness didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengetahui segala yang

    dirasakan secara pribadi, mengevaluasi skill sesuai dengan kenyataan, dan memiliki

    kepercayaan diri. Self menegement didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatur

    perasaan menjadi lebih baik dalam setiap aktifitas, memelihara sikap positif terhadap

    tujuan pribadi. Social awareness didefinisikan sebagai perasaan empati kepada orang

    lain, menerima segala sudut pandang lingkungan, dan beradaptasi pada beragam

    kharakteristik orang. Social skills didefinisikan sebagai kemampuan mengatur

    perasaan dalam hubungan interpersonal, dan memahami jaringan sosial serta

    berinteraksi secara pantas.11

  • 4

    Wong and Law dalam Davies et al. (2008)12

    menggunakan empat dimensi

    Emotional Intelligence (EI) antara lain:

    1. Appraisal and expression of emotion in oneself Hal ini berhubungan pada kemampuan individu untuk memahami emosinya

    secara mendalam dan mengekspresikan emosi secara alamiah. seseorang yang

    memiliki kemampuan yang bagus pada poin ini, akan mengetahui dan

    memahami emosinya lebih baik daripada sebagian besar orang.

    2. Appraisal and recognition of emotion in others Hal ini berhubungan dengan kemampuan individu untuk merasa dan

    memahami emosi orang-orang di sekitarnya. seseorang yang memiliki rerata

    skor tinggi pada poin ini akan lebih sensitif pada emosi orang lain sebaik pula

    untuk memprediksikan respon emosi orang lain.

    3. Regulation of emotion in oneself Hal ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatur

    emosinya, mampu memulihkan stress psikologis lebih cepat. Seseorang yang

    memiliki rerata skor tinggi pada poin ini akan mampu kembali normal dari

    kekecewaan yang telah melanda kehidupannya.

    4. Use of emotion to facilitate performance Hal ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menggunakan

    emosinya sebagai aktifitas konstruktif dan kinerja diri. Seseorang yang

    memiliki rerata skor tinggi pada poin ini akan mampu memotivasi diri untuk

    melakukan hal-hal terbaik secara berkelanjutan.

    Kecerdasan Emosi dan Mahasiswi

    Penelitian telah membuktikan bahwa EQ lebih berpengaruh daripada IQ dalam

    kehidupan dan pendidikan.1,10

    Banyak penelitian menemukan bahwa Emotional

    Intelligence penting dalam proses pembelajaran dalam kelas, dalam melaksanakan

    tugas-tugas kognitif, dalam dunia kerja, serta meningkatkan performa dalam

    interview. Selain itu, riset membuktikan bahwa skill kecerdasan emosional

    merupakan hal penting dan mungkin merupakan critical factor dari prestasi pelajar,

    daya ingat dan kesehatan . Riset interdisipliner yang luas menemukan bahwa

    kecerdasan emosional lebih prediktif terhadap kesuksesan akademis dan karir

    seseorang dibandingkan IQ. Berbagai penemuan ini seharusnya menjadi dasar untuk

    memasukkan program pengembangan keterampilan emosional dalam program

    pendidikan sekolah dan perguruan tinggi.7

    Aktivitas Organisasi

    Kram dalam Chernis (2001) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

    efektivitas organisasi terhadap perkembangan Kecerdasan Emosional. Boyatzis et al.

    menyatakan bahwa individu dalam setiap organisasi akan memahami nilai-nilai

    organisasi yang berpengaruh terhadap perkembangan Kecerdasan Emosional.

    Kecerdasan emosi, seperti dinyatakan Goleman (1995) dalam bukunya, muncul

  • 5

    tertama melalui hubungan dengan orang lain. Pada saat yang sama, kecerdasan emosi

    pun berpengaruh pada kualitas hubungan. Menurut Kram dan Chernis, baik hubungan

    yang terbentuk secara formal maupun yang terbentuk secara natural dalam organisasi

    berkontribusi terhadap kecerdasan emosional.4 Mahasiswa yang merupakan leader

    memiliki skor EQ lebih tinggi dibandingkan anggota dalam organisasi kampus.

    Selain itu, didapatkan pula perbedaan yang signifikan antara jenis organisasi dengan

    skor EQ.13

    Hubungan Tingkat EQ Orang Tua dengan EQ Anak

    Ada keterkaitan emotional quotient anak dengan pengalaman organisasi dan

    pendidikan orang tua. Harod dan Scheer (2005) mengatakan bahwa tingkat EQ

    remaja yang tinggi mempunyai korelasi yang signifikan dengan pengalaman

    organisasi dan tingkat pendidikan kedua orang tua. Semakin tinggi pengetahuan

    orang tua akan EQ maka semakin tinggi EQ anak (remaja) tersebut. Faktanya, budaya

    dan norma yang berlaku dalam masyarakat mempengaruhi pola didik orang tua yang

    mengarah pada pengembangan EQ anak.7

    Pola didik orang tua berdampak besar terhadap perkembangan EQ anaknya.

    Orang tua (ibu dan bapak) dengan tingkat EQ yang baik telah terbukti dapat

    mempengaruhi kemampuan anaknya dalah hal kontrol diri, kemampuan sosialisasi,

    problem solving skills, optimisme, dan strategi. Ibu sebagai orang tua yang lebih

    dekat pada anaknya harus dapat mendidik anak mereka dengan baik supaya memiliki

    kecerdasan IQ, SQ, dan terutama EQ karena kecerdasan emosional mempengaruhi

    kesuksesan seseorang.1 Penelitian Alegre menunjukkan bahwa waktu yang digunakan

    seorang ibu untuk memberikan pendidikan dan berinteraksi dengan anak mereka

    berkorelasi dengan kemampuan anak dalam beradaptasi, bersosialisasi, dan

    interpersonal intelligence yang merupakan salah satu ranah EQ. Akan tetapi

    sebaliknya dengan ayah, hanya beberapa aspek dalam EQ yang bisa diajarkan kepada

    anaknya saat interaksi. Berdasarkan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa pola

    asuh ibu memang sangat penting dalam perkembangan EQ anak.

    TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui Pengaruh Aktivitas Organisasi terhadap Kecerdasan Emosional

    pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini bersifat observational analitik dengan pendekatan case control.

    Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi semester III, V dan VII Fakultas

    Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kriteria inklusi pada penelitian ini

  • 6

    adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta semester

    III, V dan VII, aktif dalam kegiatan organisasi intra dan atau ekstra kampus. Kriteria

    eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

    Sebelas Maret Surakarta semester III, V dan VII yang memiliki pekerjaan part time.

    Hal ini dikarenakan pekerjaan part time mampu meningkatkan kecerdasan emosional

    mahasiswi.

    Teknik sampel yang dipakai adalah complex random sampling. Besar sampel

    pada penelitian diperoleh berdasarkan rumus2 dengan (standar deviasi kecerdasan

    emosional pada subjek penelitian) = 8, (perkiraan perbedaan rerata antara subjek

    dengan control) = 18, (batas kepercayaan) = 0,05. Jumlah sampel yang diperoleh

    adalah 107 orang pada tiap kelompok. Digunakan kuesioner penelitian sebagai

    pengendali variabel luar dan kuesioner Wong and Law Emotional Intelligence Scale.

    Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t tidak

    berpasangan.

    Desain Penelitian

    Gambar 1. Desain Penelitian

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sampel Penelitian ini diperoleh dari Mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS yang

    berada dalam tingkat semester tiga, lima dan tujuh. Penelitian dilakukan pada tanggal

    7 September 2009 hingga 14 September 2009. Total Sampel yang disebar sebanyak

    107. Data tersebut kemudian dikelompokkan berdasar keaktifan organisasi dan

    dihubungkan dengan skor Emotional Quotient (EQ).

    Mahasiswi FK UNS semester III, V, VII

    Aktif Organisasi

    (107)

    Tidak Aktif Organisasi

    (107)

    Tes EQ (Emotional Quotient)

    Wong and Law Emotional Intelligence Scale

    Analisis Uji t tidak berpasangan

  • 7

    Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data Tests of Normality

    AKTIVITAS_ORG Kolmogorov-Smirnov(a)

    Statistic Df Sig.

    SKOR_EQ AKTIF .075 107 .171

    TIDAK AKTIF

    .083 107 .066

    a Lilliefors Significance Correction

    Pada tabel 1 menunjukkan bahwa signifikansi hampir semua kelompok memiliki

    p> 0,05. Pada Uji Kolmogorov-Sminov, Kelompok mahasiswi yang aktif organisasi

    memiliki signifikansi sebesar 0,171. Sedangkan mahasiswi yang tidak aktif organisasi

    memiliki signifikansi sebesar 0,66. Nilai kedua Uji tersebut memiliki nilai

    signifikansi >0,05 sehingga data masing-masing kelompok berdistribusi normal.

    Dengan demikian, uji t tidak berpasangan dapat dilakukan.

    Tabel 2. Hasil Perbandingan Rerata Masing-masing Kelompok Group Statistics

    AKTIVITAS_ORG N Rerata Std. Deviation

    Std. Error Rerata

    SKOR_EQ AKTIF 107 61.18 6.677 .645

    TIDAK AKTIF 107 56.58 5.261 .509

    Gambar 2. Perbandingan Rerata SKOR EQ Masing-masing Kelompok

    Data tersebut kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan Uji t tidak

    berpasangan, hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan subjek yang berbeda.

    Pada tabel 2 dan gambar 2, terlihat perbedaan rerata antara kelompok mahasiswi yang

  • 8

    aktif berorganisasi dengan mahasiswi yang tidak aktif berorganisasi. Rata-rata Skor

    EQ pada kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi sebesar 61,18. Sedangkan

    Rata-rata Skor EQ pada kelompok mahasiswi yang tidak aktif berorganisasi sebesar

    56,58. Hasil Uji t 2-tailed menunjukkan signifikansi sebesar 0,000 sehingga nilai

    signifikansi untuk Uji t 1-tailed sebesar 0.000. Dengan demikian, terdapat perbedaan

    yang sangat signifikan antara skor EQ pada kelompok mahasiswi yang aktif

    berorganisasi dengan yang tidak aktif berorganisasi.

    Tabel 3. Hasil Uji t Independent Samples Test

    Levene's Test for

    Equality of Variances t-test for Equality of Reratas

    F Sig. t df

    Sig. (2-

    tailed) Rerata

    Difference Std. Error Difference

    95% Confidence

    Interval of the Difference

    Lower Upper

    SKOR_EQ Equal variances assumed

    3.402 .067 5.595 212 .000 4.598 .822 2.978 6.218

    Equal variances not assumed

    5.595 201.004 .000 4.598 .822 2.978 6.219

    Gambar 3. Perbandingan Dimensi EQ Berdasarkan Wong and Law Emotional

    Intelligence Scale12

    Keterangan :

    1 : Appraisal and expression of emotion in oneself

    2 : Appraisal and recognition of emotion in others

    3 : Regulation of emotion in oneself

    4 : Use of emotion to facilitate performance

  • 9

    Gambar 2 memperlihatkan bahwa kelompok mahasiswi yang aktif berorganisasi

    memiliki skor lebih tinggi untuk masing-masing dimensi Emotional Quotient (EQ)

    dibandingkan dengan kelompok mahasiswi yang tidak aktif berorganisasi. Hal ini

    terlihat terutama pada dimensi ke tiga yakni Regulation of emotion in oneself sebesar

    1,28. Sedangkan perbedaan rerata untuk dimensi ke satu, dua dan empat adalah

    berturut-turut 1,08; 0,97 dan 0,79.

    PEMBAHASAN

    Sumber daya manusia merupakan modal terpenting dan berharga bagi suatu

    bangsa. Untuk mencetak sumber daya manusia sebagai generasi penerus bangsa yang

    sehat, cerdas, dan berkualitas, sangat diperlukan peran wanita. Wanita yang sehat

    akan mampu untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya, melahirkan bayi

    yang sehat, merawat keluarganya dengan baik dan menyumbang lebih banyak lagi

    bagi masyarakat. Oleh karena itu, perhatian terhadap peningkatan derajat kesehatan

    dan kualitas individu wanita harus dilakukan untuk mendukung pembangunan bangsa

    saat ini dan di masa yang akan datang.

    Pola didik terhadap anak tidak lepas dari kualitas pendidik terutama wanita yang

    melahirkan anak, mengasuh, dan membesarkan anak itu sampai beranjak dewasa. Hal

    ini dipengaruhi dengan beberapa aspek kecerdasan termasuk IQ (Intelegent Quotient)

    sebesar 20% sedangkan EQ (Emotional Quotient) sebesar 80%.1

    Teori yang dinyatakan oleh Goleman (1995) mengenai empat aspek dalam EQ

    yaitu self awareness, self management, social awareness, dan social skills

    menunjukkan adanya keterkaitan antara EQ dengan pola asuh anak. Bagaimana

    seorang ibu menunjukkan self awareness-nya terhadap anak dapat dilihat dari

    kemampuan mengetahui segala yang dirasakan secara pribadi, mengevaluasi skill

    sesuai dengan kenyataan, dan kepercayaan diri. Dengan adanya self awareness ini,

    seorang anak akan melihat ibu sebagai seseorang yang percaya diri dan kuat dalam

    menghadapi kenyataan hidup. Dalam aspek self management, seorang ibu

    mempunyai kemampuan untuk mengatur perasaan menjadi lebih baik dalam setiap

    aktivitas dan memelihara sikap positif terhadap tujuan pribadi. Seorang ibu yang

    baik akan mengajarkan anaknya bagaimana menunjukkan empati kepada orang lain.

    Hal ini tercermin dalam social awareness yang dimilikinya. Seorang anak akan

    belajar bagaimana berinteraksi dan mengendalikan perasaan saat bersama dengan

    orang lain dalam hubungan interpersonal dari seorang ibu yang aktif dalam kegiatan

    sosial dengan penerapan social skills yang dimilikinya.11

    Peningkatan empat aspek dalam EQ dapat dilakukan mulai dari masa kecil

    seorang anak sampai usia dewasa, terutama pada waktu menjadi mahasiswa karena

    perguruan tinggi merupakan titik utama perkembangan pendidikan. Mengembangkan

    EQ dapat membantu mahasiswa dalam beradaptasi dengan tuntutan lingkungan

  • 10

    kampus dan untuk mahasiswi EQ dapat mengembangkan kemampuannya dalam

    mempersiapkan diri menjadi seorang ibu yang nantinya bertanggung jawab pada

    pengasuhan anak.

    Peningkatan EQ seorang mahasiswa dapat dilakukan melalui keaktifannya dalam

    hal berorganisasi. Berdasar pada studi yang dilakukan oleh Chernis (2001), baik

    hubungan yang terbentuk secara formal maupun yang terbentuk secara alamiah dalam

    sebuah organisasi berkontribusi terhadap kecerdasan emosional.4

    Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat

    signifikan antara skor EQ pada mahasiswi yang aktif berorganisasi dengan yang tidak

    aktif berorganisasi. Nilai p yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 0.000

    sebagaimana nilai p

  • 11

    3. Helmi AF. 2004. Model Mahasiswa yang Berdaya Saing. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

    4. Chernis C. 2001. The Emotionally Intellegent Workplace.

    5. McDowelle JO and Bell ED. 1997. Emotional intelligence and educational leadership at East Carolina University. Paper presented at the meeting of the

    Annual Meeting of the National Council for Professors of Educational

    Administration. North Carolina.

    6. Sung HY. n.d. Teachers Perspectives on Change in Student Population and the Need for Emotional Intelligence in Education.

    7. Sung HY. (2007). The influence of culture on parenting practices of East Asian families and the impact on emotional intelligence of older adolescents.

    Dissertation Abstract International, 68(3-A), 877.

    8. Offermann LR, Bayley JL, Vasiopolous NL, Seal C and Seass M. 2004. The Relative Contribution of Emotional Competence and Cognitive Ability to

    Individual and Team Performance. Human Perform 17, 2, 219-243, pp: 221.

    9. Cooper RK and Sawaf A. 1997. Escecutive EQ: Emotional Intellegent in Leadership and Organization. New York : Grossett/Puttnam.

    10. Salovey P and Meyer JD. 1990. Emotional Intellegence. Imagination, Cognition, and Personality, 9: 185-211.

    11. Rapisarda BA. 2002. The Impact of Emotional Intelligent on Work Team Cohesiveness and Performance. Intl. J. Org. Anal. 10 (4): 363-379

    12. Law KS, Song LJ, and Wong C. 2004. The Construct and Criterion of Emotional Intelligence and Its Potential Utility for Management Studies. Journal of Applied

    Psychology. 2004, Vol. 89, No. 3, 483496

    13. Bar-On R. 1997. The Emotional Intellegence Inventory (EQ-i) : Technical Manual. Toronto Canada : Multy Health System.

  • 12