Mahabharata 4 Tamat
-
Upload
hana-zawtum -
Category
Documents
-
view
88 -
download
8
description
Transcript of Mahabharata 4 Tamat
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
1/47
Mahabharata 4 (Tamat)
Mahabharata 4 (Tamat)
Bhismaparwa
Bhismaparwa konon merupakan bagian terpenting MahaBharata karena kitab keenam ini
mengandung kitab Bhagawad Gita. Dalam Bhismaparwa dikisahkan bagaimana kedua
pasukan, pasukan Korawa dan pasukan Pandawa berhadapan satu sama lain sebelum
Bharatayuddha dimulai. Lalu sang Arjuna dan kusirnya sang Kresna berada di antara kedua
pasukan. Arjuna pun bisa melihat bala tentara Korawa dan para Korawa, sepupunya sendiri.
Iapun menjadi sedih karena harus memerangi mereka. Walaupun mereka jahat, tetapi Arjuna
teringat bagaimana mereka pernah dididik bersama-sama sewaktu kecil dan sekarang
berhadapan satu sama lain sebagai musuh. Lalu Kresna memberi Arjuna sebuah wejangan.
Wejangannya ini disebut dengan nama Bhagawad Gita atau Gita Sang Bagawan, artinyaadalah nyanyian seorang suci.
Bhismaparwa diakhiri dengan dikalahkannya Bisma, kakek para Pandawa dan Korawa.
Bisma mempunyai sebuah kesaktian bahwa ia bisa meninggal pada waktu yang ditentukan
sendiri. Lalu ia memilih untuk tetap tidur terbentang saja pada tempat tidur panahnya(saratalpa) sampai perang Bharatayuddha selesai. Bisma terkena panah banyak sekali sampaiia terjatuh tetapi tubuhnya tidak menyentuh tanah, hanya ujung-ujung panahnya saja.
Divisi pasukan dan persenjataan
Setiap pihak memiliki jumlah pasukan yang besar. Pasukan tersebut dibagi-bagi ke dalamdivisi (akshauhini). Setiap divisi berjumlah 218.700 prajurit yang terdiri dari:
21.870 pasukan berkereta kuda
21.870 pasukan penunggang gajah
65.610 pasukan penunggang kuda
109.350 tentara biasa
Perbandingan jumlah mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan pandawa memiliki 7 divisi, total
pasukan=1.530.900 orang. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, total pasukan=2.405.700
orang. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam perang= 3.936.600 orang. Jumlah pasukan
yang terlibat dalam perang sangat banyak sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakangabungan dari divisi pasukan kerajaan lain di seluruh daratan India.
Senjata yang digunakan dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan primitif,
contohya: panah; tombak; pedang; golok; kapak-perang; gada; dan sebagainya. Para ksatria
terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama, Drona, dan Abimanyu, memilih senjata
panah karena sesuai dengan keahlian mereka. Bima dan Duryodana memilih senjata gada
untuk bertarung.
Formasi militer
Dalam setiap perang di zaman MahaBharata, formasi militer adalah hal yang penting. Denganformasi yang baik dan sempurna, maka musuh juga lebih mudah ditaklukkan. Ada beberapa
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
2/47
formasi, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Formasi militer
tersebut sebagai berikut:
Krauncha Vyuha (formasi bangau)
Chakra Vyuha (formasi cakram / melingkar)
Kurma Vyuha (formasi kura-kura)Makara Vyuha (formasi buaya)
Trisula Vyuha (formasi trisula)
Sarpa Vyuha (formasi ular)
Kamala atau Padma Vyuha (formasi teratai)
Aturan perang
Dua pemimpin tertinggi dari kedua belah pihak bertemu dan membuat peraturan tentangperlakuan yang etisDharmayuddhasebagai aturan perang. Peraturan tersebut sebagaiberikut:
Pertempuran harus dimulai setelah matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari
terbenam.
Pertempuran satu lawan satu; tidak boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
Dua ksatria boleh bertempur secara pribadi jika mereka memiliki senjata yang sama atau
menaiki kendaraan yang sama (kuda, gajah, atau kereta).Tidak boleh membunuh prajurit yang menyerahkan diri.
Seseorang yang menyerahkan diri harus menjadi tawanan perang.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata.
Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
Tidak boleh membunuh atau melukai seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit dari belakang.
Tidak boleh menyerang wanita.
Tidak boleh menyerang hewan yang tidak dianggap sebagai ancaman langsung.
Peraturan khusus yang dibuat untuk setiap senjata mesti diikuti. Sebagai contoh, dilarang
memukul bagian pinggang ke bawah pada saat bertarung menggunakan gada.
Bagaimanapun juga, para ksatria tidak boleh berjanji untuk berperang dengan curang.
Kebanyakan peraturan tersebut dilanggar sesekali oleh kedua belah pihak.
Ringkasan isi Kitab Bhismaparwa
Janamejaya bertanya, Bagaimanakah para pahlawan bangsa Kuru, Pandawa, danSomaka,beserta para rajanya yang berasal dari berbagai kerajaan itu mengatur pasukannya siap untuk
bertempur?
Mendengar pertanyaan tersebut, Wesampayana menguraikan dengan detail, kejadian-
kejadian yang sedang berlangsung di medan perang Kurukshetra.
Suasana di medan perang, Kurukshetra
Sebelum pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra. Para
Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja,Bahlika, Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit,
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
3/47
Kuntibhoja, dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut.
Bisma, Sang sesepuh Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar,
dan tampak seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik oleh empat
ekor kuda putih dan dikemudikan oleh Kresna, yang mengenakan jubah sutera kuning.
Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur.Pasukan Korawa terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi.
Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Vajra, formasi yang konon diciptakan
Dewa Indra. Pasukan Korawa jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan
formasinya lebih menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bisma, Aswatama,
Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan. Pasukan gajah merupakan tubuh
formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan berkuda merupakan sayapnya. Yudistira
sempat gemetar dan cemas melihat formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun
setelah mendapat penjelasan dari Arjuna, rasa percaya dirinya bangkit.
Setelah sepakat dengan formasi dan strategi masing-masing, pasukan kedua belah pihak
berbaris rapi. Para Raja dan ksatria gagah perkasa tampak siap untuk berperang. Duryodanaoptimis melihat pasukan Korawa memiliki para ksatria tangguh yang setara dengan Bima dan
Arjuna. Namun ada tokoh-tokoh lain yang setara dengan mereka seperti Yuyudana, Wirata,
dan Drupada yang ia anggap sebagai batu rintangan dalam mencapai kajayaan dalam
pertempuran. Ia juga optimis karena ksatria-ksatria yang sangat ahli di bidang militer, yaitu
Bisma, Karna, Kritawarma, Wikarna, Burisrawas, dan Kripa, ada di pihaknya. Selain itu Raja
agung seperti Yudhamanyu dan Uttamauja yang sangat perkasa juga turut berpartisipasi
dalam pertempuran sebagai penghancur bagi musuh-musuhnya. Bisma, dengan diikuti oleh
Para Raja dan ksatria dari kedua belah pihak meniup sangkala (terompet kerang) merekatanda pertempuran akan segera dimulai.
Turunnya Bhagawad Gita
Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang
menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik
dari pihak Korawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna meminta Kresna yang menjadi kusir
keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat
siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.
Di tengah medan pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan
kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna menjadi
lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka semua. Ia inginmengundurkan diri dari medan pertempuran.
Arjuna berkata, Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga dihadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota
badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering..Kita akan dikuasai dosa jika membunuhpenyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dretarastra
dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa keuntungannya bagi kita, dan
bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?
Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna
mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang menjadi kusir Arjuna, memberikanwejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia bisa membedakan mana yang benar dan
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
4/47
mana yang salah. Kresna juga menguraikan berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar
segala keraguan di hatinya sirna, sehingga ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu,
Kresna memperlihatkan wujud semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna
sebenarnya.
Wejangan suci yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad Gt,yang berarti Nyanyian Tuhan. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi kitabtersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena dianggap merupakan pokok-
pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.
Note: Klik ini untuk membaca Bhagavad Gita
Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau melanjutkan pertarungan karena sudah
mendapat wejangan suci dari Kresna, maka pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat
busur panahnya yang bernama Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan
kedua pihak bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur
dan genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni surga lainnya turut menyaksikan
pembantaian besar-besaran tersebut.
Pada saat-saat menjelang pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya,
meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan berjalan ke
arah pasukan Korawa. Seluruh pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa
mengikutinya dari belakang sambil bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanyaterus melangkah. Di saat semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena
mengetahui tujuan Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka
siap siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira.
Yudistira berjalan melangkah ke arah Bisma, kemudian dengan rasa bakti yang tulus ia
menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma, kakek yang sangat dihormatinya.
Yudistira berkata, Hamba datang untuk menghormat kepadamu, O paduka nan gagah takterkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan
paduka dalam hal ini, dan kami pun memohon doa restu paduka.
Bisma menjawab, Apabila engkau, O Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akanberlangsung ini engkau tidak datang kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunan
Bharata, agar menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan
kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran
ini? Pintalah suatu berkah dan restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan!
Atas restuku itu pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat
menjadi budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini
benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan kekayaannya, kaum Korawa telah
mengikat diriku
Setelah Yudistira mendapat doa restu dari Bisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa,
dan Salya. Semuanya memberikan doa restu yang sama seperti yang diucapkan Bisma, dan
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
5/47
mendoakan agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah mendapat doa restu darimereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap untuk memulai pertarungan.
Yuyutsu memihak Pandawa
Setelah tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang salingberhadapan, Yudistira berseru, Siapa pun juga yang memilih kami, mereka itulah yangkupilih menjadi sekutu kami!
Setelah berseru demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa
terdengar jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan pandangan lurus ke arah Pandawa,
Yuyutsu berseru, Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demikemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi putera Dretarastra, itu pun apabila
paduka raja berkenan menerima! Demikianlah, O paduka Raja nan suci!
Dengan gembira, Yudistira berseru, Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempurmenghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vsudewa (Kresna) maupunkami lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa,
berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya anda
sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sekaligus melanjutkan
pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur mereka! O putera mahkota nan gagah,
terimalah kami yang juga telah menerima dirimu itu! Duryodana yang kejam dan
berpengertian cutak itu segera akan menemui ajalnya!
Setelah mendengar jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan
bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira mengenakan
kembali baju zirahnya, kemudian berperang.
Pertempuran dimulai. Pihak Korawa dipimpin oleh Bisma, selama Bisma memimpin, karna
tidak menolak berada di bawah perintah Bhisma. Kedua belah pihak maju dengan senjata
lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju
menyerang para ksatria Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya.
Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri
mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di
hari pertama tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan
Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Saudara Utara yang bernama Sweta
berusaha keras menyerang Salya. Salya terdesak namun berhasil diselamatkan oleh
Kretawarma. Rukmarata putra Salya mencoba melindungi ayahnya. Namun ia segeratumbang tak sadarkan diri terkena senjata Sweta. Sementara itu menurut versi Kakawin
Bharatayuddha, Rukmarata tidak sekadar pingsan tetapi tewas di tangan Sweta. Utara
dikisahkan tewas di tangan Salya. Namun beberapa dalang mengisahkan pembunuh Utara
adalah Bisma. Kekalahan di hari pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri
Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.
Hari ke-2, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama.
Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa
berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan
Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah
pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelahmenyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
6/47
itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali.
Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun
serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu
dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda
melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat
kekalahan.
Hari ke-3, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang
dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara Duryodana
melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu
para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan
Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan
penyerangannya kepada Arjuna, namun banyak pasukan Korawa yang tak mampu
menandingi kekuatan Arjuna. Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk
menghancurkan tentara Gandara milik Sangkuni. Bisma yang terlibat duel sengit dengan
Arjuna, masih bertarung dengan setengah hati. Duryodana memarahi Bisma yang masih
segan untuk menghabisi Arjuna. Perkataan Duryodana membuat hati Bisma tersinggung,kemudian ia mengubah perasaanya.
Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bhishma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat
dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan segan untuk
melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, Akusudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri, lalu iamengambil chakra-nya dan berlari ke arah Bisma. Bisma menyerahkan dirinya kepada
Kresna dengan pasrah. Ia merasa beruntung jika gugur di tangan Kresna. Arjuna berlari
mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Arjuna memegang kaki Kresna.
Pada langkah yang kesepuluh, Kresna berhenti.
Arjuna berkata, O junjunganku, padamkanlah kemarahan ini. Paduka tempat kamiberlindung. Baiklah, hari ini hamba bersumpah, atas nama dan saudara-saudara hamba,
bahwa hamba tidak akan menarik diri dari sumpah yang hamba ucapkan. O Kesawa, O adik
Dewa Indra, atas perintah paduka, baiklah, hamba yang akan memusnahkan bangsa Kuru!
Mendengar sumpah tersebut, Kresna puas. Kemarahannya mereda, namun masih tetap
memegang senjata chakra. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan
membinasakan banyak pasukan Korawa.
Hari ke-4, merupakan hari dimana Bima menunjukkan kegagahannya. Bisma memerintahkanpasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang.
Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting
tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana
mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah
menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja
miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima
menyerang para ksatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia
dipanah dan tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat
marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan
Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada hari itu,
Duryodana kehilangan banyak saudara-saudaranya.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
7/47
Hari ke-5, Malam hari menjelang pertandingan Duryodana datang ke tenda Bhisma dan
bertanya mengapa setiap hari kekalahan demi kekalahan yang pihak mereka peroleh. Bisma
menjawab bahwa Ia telah melakukan yang terbaik yang dapat ia lakukan, menasehati dan
juga berperang untuk kejayaan Hastinapura, Sekarang belum terlambat untuk mencari
menawarkan perdamaian dan di muka bumi ini tidak ada yang mungkin menang melawan
Pandawa dibawah perlindungan Sang Narayana sendiri.
Keesokan harinya pembantaian terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga
membalas serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna
di sampingnya. Melihat Srikandi, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu,
Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran
dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawas dan kemudian Setyaki
kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi
Setyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh
ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.Pertumpahan darah yang sulit
dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari selama pertempuran berlangsung.
Hari ke-6, merupakan hari yang hebat. Pandawa menggunakan formasi Makara (Ikan)
sedangkan pihak korawa menggunakan fomasi Burung Bangau. Drona berhasil membunuh
banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar diukur. Formasi kedua belah pihak
pecah.
Hari ke-7, tidak berubah, semua berperang sebaik-baiknya, Aswatama menghajar Srikandi
namun tidak sampai terbunuh, dan banyak lagi yang terjadi, para ksatria hanya terluka tidak
ada yang meninggal kecuali para prajurit banyak yang tewas hari ini.
Hari ke-8, Korawa memakai Formasi Kura-kura sedangkan Pandawa memakai formasi 3gigi. Bima membunuh delapan putera Dretarastra. Putera ArjunaIrawanterbunuh olehpara Korawa. Gatotkaca mengamuk Duryodana juga demikian takut keselamatan Duryodana
terancam semua veteran2 kurawa mengeroyok Gatotkaca, Takut keselamatan Gatotkaca
terancam, pasukan pandawa melindungi Gatotkaca. Hari ini 16 Saudara Duryodana terbunuh.
Hari ke-9, Bisma menyerang pasukan Pandawa. Banyak laskar yang tercerai berai karena
serangan Bisma. Banyak yang melarikan diri atau menjauh dari Bisma, pendekar tua nan
sakti dari Wangsa Kuru. Kresna memacu kuda-kudanya agar berlari ke arah Bisma. Arjuna
dan Bisma terlibat dalam pertarungan sengit, namun Arjuna bertarung dengan setengah hati
sementara Bisma menyerangnya dengan bertubi-tubi. Melihat keadaan itu, sekali lagi Kresna
menjadi marah. Ia ingin mengakhiri riwayat Bisma dengan tangannya sendiri. Ia meloncatturun dari kereta Arjuna, dengan mata merah menyala tanda kemarahan memuncak, bergerak
berjalan menghampiri Bisma. Dengan senjata Chakra di tangan, Kresna membidik Bisma.
Bisma dengan pasrah tidak menghindarinya, namun semakin merasa bahagia jika gugur di
tangan Kresna. Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna
untuk menghentikan langkahnya.
Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, O Kesawa (Kresna), janganlahpaduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah
mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka
melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua
penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akanmembunuh kakek yang terhormat itu!
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
8/47
Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, tetapi dengan menahan
kemarahan ia naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali
pertarungannya sampai berakhirnya hari itu.
Malam harinya, Pandawa dan Kresna mendatangi kemah Bisma dan ia menyambut mereka
dengan ramah. Ketika Yudistira menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkanBisma yang sangat mereka hormati, Bisma menjawab:
ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telahmembuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka
yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang
kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang
takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang
wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu
menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang
mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung
Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa ingin mengalahkannya, mereka harus
menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta
Arjuna, karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna yang mampu mengalahkannya dalam
peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan
berperang, Arjuna harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman
kepada pernyataan tersebut, Kresna menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna
masih segan, namun ia menuntaskan tugas tersebut.
Hari ke-10, pasukan Pandawa dipelopori oleh Srikandi di garis depan. Srikandi menyerang
Bisma, namun ia tidak dihiraukan. Bisma hanya tertawa kepada Srikandi, karena ia tidak maumenyerang Srikandi yang berkepribadian seperti wanita. Melihat Bisma menghindari
Srikandi, Arjuna memanah Bisma berkali-kali. Puluhan panah menancap di tubuh Bisma.
Panah-panah tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, kemudian Bisma terjatuh dari
keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan panah yang
menancap di tubuhnya. Pasukan Pandawa bersorak. Tepat pada hari itu senja hari. Kedua
belah pihak menghentikan pertarungannya, mereka mengelilingi Bisma yang berbaring tidak
menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah. Bisma menyuruh para ksatria untuk
memberikannya bantal, Duryodana memberikan Bantal yang sangat indah namun tidak mau
ia terima. Kemudian ia menyuruh Arjuna memberikannya bantal. Arjuna menancapkan tiga
anak panah di bawah kepala Bisma sebagai bantal. Bisma merestui tindakan Arjuna. Namun
Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri Iamemilih hari kematian ketika garis balik matahari berada di utara.
Srikandi adalah salah satu puteri Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan
Panchala, Srikandi/ikhain, bentuk feminimnya adalah ikhain. Secara harfiah, kataikhandin atau ikhandini berarti memiliki rumbai-rumbai atau yang memiliki jambul. Iaseorang wanita, yang merupakan penitisan Dewi Amba yang merasa tersia-siakan hidupnya
oleh Bisma merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan
untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba
bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malamperkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
9/47
Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh
seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang
sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah
kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dankarena ia tidak ingin menyerang seorang wanita, ia menjatuhkan senjatanya. Maka dari itu,hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada
Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh
Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Versi Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan
Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya,
Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari
bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan
senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang
kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang
putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab
keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang
Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi
Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentaraKorawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai
kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati
terbunuh oleh Bisma.
________________________________________
Dronaparwa
Kitab Dronaparwa merupakan kitab ketujuh dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan
kisah diangkatnya Bagawan Drona sebagai panglima perang pasukan Korawa di Hari ke-11,
setelah Rsi Bhisma gugur di tangan Arjuna dan sejak di hari ke-11, Karna mulai berperangsehingga segera membangkitkan semangat para Korawa. Ia menyarankan agar Duryodana
memilih Drona sebagai pengganti Bisma, dengan alasan Drona merupakan guru bagi
sebagian besar sekutu Korawa. Dengan terpilihnya Drona maka persaingan antara para sekutu
Korawa memperebutkan jabatan panglima dapat dihindari.
Drona atau Dronacharya adalah guru para Korawa dan Pandawa. Ia merupakan ahli
mengembangkan seni pertempuran, termasuk dewstra. Arjuna adalah murid yangdisukainya. Kasih sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan
dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama.
Drona dilahirkan dalam keluarga brahmana (kaum pendeta Hindu). Ia merupakan putera daripendeta Bharadwaja, lahir di kota yang sekarang disebut Dehradun (modifikasi dari kata
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
10/47
dehra-dron, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan di dalam
rahim, namun di luar tubuh manusia, yakni dalam Droon (tong atau guci).
Bharadwaja pergi bersama rombongannya menuju Gangga untuk melakukan penyucian diri.
Di sana ia melihat bidadari yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai
nafsu, menyebabkannya mengeluarkan air mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya airmani tersebut ditampung dalam sebuah pot yang disebut drona, dan dari cairan tersebut
Drona lahir kemudian dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa
pernah berada di dalam rahim. Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan,
namun belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Kerajaan Panchala
bernama Drupada. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam
masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona
pada saat menjadi Raja Panchala.
Drona menikahi Krepi, adik Krepa, guru di keraton Hastinapura. Krepi dan Drona memiliki
putera bernama Aswatama.
Mengetahui bahwa Parasurama mau memberi pengetahuan yang dimilikinya kepada para
brahmana, Drona mendatanginya. Sayangnya pada saat Drona datang, Parasurama telah
memberikan segala miliknya kepada brahmana yang lain. Karena tersentuh oleh kesanggupan
hati Drona, Parasurama memutuskan untuk memberikan pengetahuannya tentang ilmu
peperangan kepada Drona.
Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada janji
yang diberikan oleh Drupada, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi,
karena mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai
temannya) dan menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah.
Drupada memberi penjelasan yang panjang dan sombong kepada Drona tentang masalah
kenapa ia tidak mau mengakui Drona. Drupada berkata, Persahabatan, adalah mungkin jikahanya terjadi antara dua orang dengan taraf hidup yang sama. Dia berkata bahwa sebagaianak-anak, adalah hal yang mungkin bagi dirinya untuk berteman dengan Drona, karena pada
masa itu mereka sama. Tetapi sekarang Drupada menjadi raja, sementara Drona berada dalam
kemiskinan. Dalam keadaan seperti ini, persahabatan adalah hal yang mustahil. Tetapi ia
berkata bahwa ia akan memuaskan hati Drona apabila Drona mau meminta sedekah
selayaknya para brahmana daripada mengaku sebagai seorang teman. Drupada menasihati
Drona supaya tidak memikirkan masalah itu lagi dan ingin ia hidup menurut jalannya sendiri.
Drona pergi membisu, namun di dalam hatinya ia bersumpah akan membalas dendam.
Drona pergi ke Hastinapura dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para
pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra. Pada suatu hari, ia melihat
banyak anak muda, yaitu para Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia
bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung,
menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara
mengambilnya kembali.
Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang
sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola
tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. PertamaDrona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
11/47
mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau
pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan
begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai. Perlahan-lahan Drona menarik bola
tersebut dengan tali.
Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantraWeda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada
bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu
kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan
kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.
Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia
kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan
mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona mendirikan sekolah di dekat kota,
dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk belajar di bawah
bimbingannya.
Satu diantara yang terhebat dan terkemuka adalah Ekalawya, yang merupakan seorang
pangeran muda dari suku Nishadha, mereka adalah kaum pemburu. Ekalawya datang mencari
Drona karena minta diajari. Drona menolak mengajarinya. Ekalawya kemudian memasuki
hutan, dan ia mulai belajar dan berlatih sendirian kemampuan luarbiasanya sehingga setara
bahkan melebihi Arjuna.
Ekalawya secara harfiah berarti ia yang memusatkan pikirannya kepada suatu ilmu/matapelajaran. Ekalawya Bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di dunia, lalu ia pergi keHastina ingin berguru kepada Bagawan Drona. Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu
panah lebih jauh, menuntun dirinya untuk datang ke Hastina dan berguru langsung padaDrona. Namun niatnya ditolak, Ini dikarenakan Drona melihat kemampuannya yang bisa
menandingi Arjuna, padahal keinginan dan janji Drona adalah menjadikan Arjuna sebagai
satu-satunya ksatria pemanah paling unggul di jagat raya. Ini menggambarkan sisi negatif
dari Drona, serta menunjukkan sikap pilih kasih Drona kepada murid-muridnya, dimana
Drona sangat menyayangi Arjuna melebihi murid-murid yang lainnya.
Penolakan sang guru tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu keprajuritan, ia
kemudian kembali masuk kehutan dan mulai belajar sendiri dan membuat patung Drona serta
memujanya dan menghormati sebagai seorang murid yang sedang menimba ilmu pada sang
guru. Berkat kegigihannya dalam berlatih, Ekalawya menjadi seorang prajurit yang gagah
dengan kecapakan yang luar biasa dalam ilmu memanah, yang sejajar bahkan lebih pandaidaripada Arjuna, murid kesayangan Drona. Suatu hari, ditengah hutan saat ia sedang berlatih
sendiri, ia mendengar suara anjing menggonggong, tanpa melihat Ekalawya melepaskan anak
panah yang tepat mengenai mulut anjing tersebut. Saat anjing tersebut ditemukan oleh para
Pandawa, mereka bertanya-tanya siapa orang yang mampu melakukan ini semua selain
Arjuna. Kemudian mereka melihat Ekalwya, yang memperkenalkan dirinya sebagai murid
dari Guru Drona.
Mendengar pengakuan Ekalawya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, bahwa ia tidak lagi
menjadi seorang prajurit terbaik, ksatria utama. Perasaan gundah Arjuna bisa dibaca oleh
Drona, yang juga mengingat akan janjinya pada Arjuna bahwa hanya Arjuna-lah murid yang
terbaik diantara semua muridnya. Kemudian Drona bersama Arjuna mengunjungi Ekalawya.Ekalawya dengan sigap menyembah pada sang guru. Namun ia malahan mendapat amarah
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
12/47
atas sikap Ekalawya yang tidak bermoral, mengaku sebagai murid Drona meskipun dahulu
sudah pernah ditolak untuk diangkat murid. Dalam kesempatan itu pula Drona meminta
Ekalwya untuk melakukan Dakshina, permintaan guru kepada muridnya sebagai tanda terima
kasih seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan. Drona meminta supaya ia
memotong ibu jarinya, yang tanpa ragu dilakukan oleh Ekalawya serta menyerahkan ibu jari
kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari pengorbanannya tersebut, iaakan kehilangan kemampuan dalam ilmu memanah. Ekalawya menghormati sang guru dan
menunjukkan Guru-bhakti. Namun tidak setimpal dengan apa yang didapatkannya yangakhirnya kehilangan kemampuan yang dipelajari dari Sang Guru. Drona lebihmementingkan dirinya dan rasa ego untuk menjadikan Arjuna sebagai prajurit utama dan
tetap yang terbaik.
Kematian Ekalawya termuat dalam Srimad Bhagawatam. Ekalawya bertempur untuk Raja
Jarasanda dalam peperangan melawan Sri Kresna dan Balarama, dan terbunuh dalam
pertempuran oleh pasukan Yadawa.
Versi Jawa
Dalam pewayangan Jawa, Ekalawya atau Ekalaya atau Ekalya (dalam cerita pedalangan
dikenal pula dengan nama Palgunadi) adalah Raja negara Paranggelung. Ekalayamempunyai isteri yang sangat cantik dan sangat setia bernama Dewi Anggraini, puteri
hapsari (bidadari) Warsiki.
Ekalaya seorang raja kesatria, yang selalu mendalami olah keprajuritan dan menekuni ilmu
perang. Ia sangat sakti dan sangat mahir mampergunakan senjata panah. Ia juga mempunyai
cincin pusaka bernama Mustika Ampal yang menyatu dengan ibu jari tangan kanannya.
Ekalaya berwatak jujur, setia, tekun dan tabah, sangat mencintai istrinya.
Ekalaya adalah seseorang yang gigih dalam menuntut ilmu. Suatu ketika Prabu Ekalaya
mendapatkan bisikan ghaib untuk mempelajari ilmu atau ajian Danurwenda yang kebetulan
hanya dimiliki oleh Resi Drona. Sedangkan Sang Resi sudah berjanji tidak akan mengajarkan
ilmu tersebut kepada orang lain melainkan kepada para Pandawa dan Korawa saja. Dengan
kegigihannya Prabu Ekalaya belajar sendiri dengan cara membuat patung Sang Resi dan
belajar dengan sungguh-sungguh sehingga berhasil menguasai ajian tersebut.
Istri Prabu Ekalaya sangat cantik jelita sehingga membuat Arjuna berhasrat padanya, Dewi
Anggraini mengadukan hal tersebut kepada suaminya sehingga terjadi perselisihan dengan
Arjuna. Prabu Ekalaya mempertahankan haknya sehingga bertarung dengan Arjuna yangmenyebabkan Arjuna sempat mati yang kemudian dihidupkan kembali oleh Prabu Batara Sri
Kresna
Dalam perselisihannya dengan Arjuna, Ekalaya ditipu untuk merelakan ibu jari tangan
kanannya dipotong oleh patung Resi Drona, yang mengakibatkan kematiaannya karenacincin Mustika Ampal lepas dari tubuhnya. Menjelang kematiaanya, Ekalaya berjanji akan
membalas kematiannya pada Resi Drona.
Dalam perang Bharatayuddha, kutuk dendam Ekalaya menjadi kenyataan. Arwahnya
menyatu dalam tubuh Arya Drestadyumena, kesatria Panchala, yang memenggal putus kepala
Resi Drona hingga menemui ajalnya.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
13/47
Karna yang ingin belajar di bawah bimbingan Drona juga ditolak dengan alasan bahwa Karna
tidak berasal dari kasta kesatria. Karena merasa terhina, Karna belajar kepada Parasurama
dengan menyamar sebagai brahmana.
Saat para Korawa dan Pandawa menyelesaikan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka
menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala dalam keadaan hidup-hidup.Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura untuk
menggempur Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa
angkatan perang. Arjuna menangkap Drupada dan membawanya ke hadapan Drona. Drona
mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan
kepada Drupada. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan upacara untuk memohon
anugerah seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi
Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna, yang kelak diperang Bharatayuddha akan membunuh
Drona dan Dropadi yang menikahi Pandawa.
Versi Jawa
Resi Drona berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi
kecakapan, kecerdikan, kepandaian dan kesaktiannnya luar baisa serta sangat mahir dalam
berperang. Karena kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan, Drona dipercaya
menjadi guru anak-anak Pandawa dan Kurawa. Ia mempunyai pusaka sakti berwujud keris
bernama Keris Cundamanik dan panah Sangkali (diberikan kepada Arjuna).
Bhagawan Drona atau Dorna (dibaca Durna) waktu mudanya bernama Bambang
Kumbayana, putera Resi Baratmadya dari Hargajembangan dengan Dewi Kumbini. Ia
mempunyai saudara seayah seibu bernama Arya Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Beliau
adalah guru dari para Korawa dan Pandawa. Murid kesayangannya adalah Arjuna. ResiDrona menikah dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji, raja negara Tempuru, dan
memperoleh seorang putra bernama Bambang Aswatama. Ia berhasil mendirikan padepokan
Sokalima setelah berhasil merebut hampir setengah wilayah negara Pancala dari kekuasaan
Prabu Drupada.
Dalam perjalanannya mencari Sucitra, ia tidak dapat menyeberang sungai dan ditolong oleh
seekor kuda terbang jelmaan Dewi Wilutama, yang dikutuk oleh dewa. Kutukan itu akan
berakhir bila ada seorang satria mencintainya dengan tulus. Karena pertolongannya, maka
sang Kumbayana menepati janjinya untuk mencintai kuda betina itu. Namun karena terbawa
nafsu, Kumbayana bersetubuh dengan kuda Wilutama hingga mengandung, dan kelak
melahirkan seorang putra berwajah tampan tetapi mempunyai kaki seperti kuda (bersepatukuda), yang kemudian diberi nama Bambang Aswatama.
Setelah bertemu Sucitra yang telah menjadi raja dan bergelar Prabu Drupada, ia tidak diakui
sebagai saudara seperguruannya. Kumbayana marah merasa dihina, kemudian balik
menghina Raja Drupada. Namun Mahapatih Gandamana (dulu adalah Patih di Hastinapura,
saat pemerintahan Pandu) menjadi murka sehingga terjadi peperangan yang tidak seimbang.
Meskipun Kumbayana sangat sakti ternyata kesaktiannya masih jauh di bawah Gandamana
yang memiliki Aji Bandung Bondowoso (ajian ini diturunkan pada murid tercintanya, Raden
Bratasena) yang memiliki kekuatan setara dengan seribu gajah.
Kumbayana menjadi bulan-bulanan sehingga wajahnya rusak. Namun dia tidak mati danditolong oleh Sangkuni yang bernasib sama (baca sempalan MahaBharata yang berjudul
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
14/47
Gandamana Luweng). Akhirnya ia diterima di Hastinapura dan dipercaya mendidik anak-
anak keturunan Bharata (Pandawa dan Korawa).
Dalam perang Bharatayuddha, Ia sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat
menentukan formasi perang.
Hari Ke-11, Duryodana mengangkat Drona sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa.
Karna dan Duryodana berencana untuk menangkap Yudistira hidup-hidup. Dalam kitab ini
diceritakan bahwa Drona ingin menangkap Yudistira hidup-hidup untuk membuat Duryodana
senang. Membunuh Yudistira di medan laga hanya membuat para Pandawa semakin marah,
sedangkan dengan adanya Yudistira para Pandawa mendapatkan strategi perang. Drona
membantu Karna dan Duryodana untuk menaklukkan Yudistira. Ia memanah busur Yudistira
hingga patah. Para Pandawa cemas karena Yudistira akan menjadi tawanan perang. Melihat
hal itu, Arjuna turun tangan dan menghujani Drona dengan panah dan menggagalkan rencana
Duryodana. Usaha tersebut tidak berhasil karena Arjuna selalu melindungi Yudistira.
Pasukan yang dikirim oleh Duryodana untuk membinasakan Arjuna selalu berhasil ditumpas
oleh para ksatria Pandawa seperti Bima dan Satyaki.
Hari Ke-12, Setelah menerima kegagalan, Drona yakin bahwa rencana untuk menaklukkan
Yudistira sulit diwujudkan selama Arjuna masih ada. Raja TrigartaSusharmabersamadengan 3 saudaranya dan 35 putera mereka berada di pihak Korawa dan mencoba untuk
membunuh Arjuna atau sebaliknya, mati di tangan Arjuna. Mereka turun ke medan laga pada
hari kedua belas dan langsung menyerbu Arjuna. Namun mereka tidak berhasil sehingga
gugur satu persatu. Semakin hari kekuatan para Pandawa semakin bertambah dan
memberikan pukulan yang besar kepada pasukan Korawa.
Untuk menghancurkan mereka, Duryodana mencoba memanggil Bhagadatta, RajaPragjyotisha. Bhagadatta merupakan putera dari Narakasura, raja jahat yang dibunuh oleh
Kresna beberapa tahun sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan mammoth, gajah yang
berukuran sangat besar sebagai kekuatan pasukannya. Bhagadatta merupakan ksatria terkuat
di antara seluruh pasukan penunggang gajah di dunia. Bhagadatta mencoba menyerang
Arjuna dengan ribuan gajahnya. Pertempuran terjadi dengan sangat sengit. Pada hari kedua
belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya Bhagadatta dan Susharma gugur di
tangan Arjuna.
Hari ke-13, pihak Korawa mengeluarkan tantangan dengan mengeluarkan formasi perang
melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut
karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi.
Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh
karena Pandawa sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun
mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan
tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara
keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam
formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan
mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi
tersebut.
Abimanyu adalah putera Arjuna dari istrinya yang bernama Subadra. Abimanyu terdiri daridua kata abhi (berani) dan manyu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata Abhimanyu
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
15/47
secara harfiah berarti ia yang memiliki sifat tak kenal takut atau yang bersifatkepahlawanan.
Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan
tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari
Arjuna. MahaBharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraanKresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara
mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur
maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari
formasi itu.
Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih
oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di
bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja
Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat
pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa
pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya. Ditetapkan bahwaAbimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam pertempuran besar di Kurukshetra Ia
baru berusia enam belas tahun dan merupakan kesatria termuda dari pihak Pandawa.
Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu
merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan
ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana
dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap
ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.
Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasitersebut. pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi,
namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar
mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal
sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa.
Di dalam formasi tersebut, Abimanyu bertarung sendirian. Ia dikepung oleh para ksatria
Korawa dan terdesak, sementara ksatria-ksatria Pandawa yang ingin menyelamatkan
Abimanyu dihadang oleh Jayadrata.
Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera
Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh,Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang
Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat Drona, Karna
menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan
kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana mencoba untuk
bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan
perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan
sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-
keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara
menghancurkan kepalanya dengan gada.
Arjuna terkejut dan pingsan setelah mendengar kematian Abimanyu. Atas penjelasan paraksatria Pandawa, Abimanyu dikurung dalam formasi Cakrawyuha dan dibunuh dengan
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
16/47
serangan serentak. Beberapa ksatria ingin membantu dan menyelamatkan Abimanyu, namun
dihadang oleh Jayadrata. Mendengar hal itu,
Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna terkejut dan Pingsan, Ia sangat sedih dan sakit
hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki
formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akanmembunuh Jayadrata pada keesokan harinya sebelum matahari tenggelam. Apabila tidak
berhasil maka ia akan membakar diri.
Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh
Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa
puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan
perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam
pertempuran.
Putera Abimanyu, yaitu Parikesit dari ibu bernama Uttara, lahir setelah kematiannya, dan
menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha, danmelanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai kesatria yang
terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia
yang masih sangat muda.
Versi Jawa
Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang
menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina.
Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan,
Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putraArjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa,
Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu:
Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni,
Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa
dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam
kandungan ia telah mendapat Wahyu Hidayat, yang mamp membuatnya mengerti dalamsegala hal. Setelah dewasa ia mendapat Wahyu Cakraningrat, suatu wahyu yang dapatmenurunkan raja-raja besar.
Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang,
hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapatajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari
kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat
mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu:
Dewi Siti Sundari, puteri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi;
Dewi Utari, puteri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan
berputera Parikesit.
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya
mendahului gugur, pada saat itu kesatria dari Pihak Pandawa yang berada dimedan laga dan
menguasai strategi perang hanya tiga orang yakni Bima, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkacamenyingkir karena Karna merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Bima dan Arjuna
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
17/47
dipancing oleh kesatria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka
tinggalah Abimanyu.
Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur formasi
perang, dia maju sendiri ketengah barisan Korawa dan terperangkap dalam formasi
mematikan yang disiapkan pasukan Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap,Korawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh
dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang = banyak sekali).
Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata di tubuhnya. Konon tragedi itu
merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari, bahwa dia masih belum
punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika
perang Bharatayuddha. Abimanyu berbohong karena ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti
Sundari.
Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak
membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putera mahkota Hastinapura
(Laksmanakumara putera Duryodana) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelahmenembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk
membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian
Abimanyu pun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria
Banakeling.
Kutipan di bawah ini diambil dari Kakawin Bharatayuddha, yang menceritakan pertempuran
terakhir Sang Abimanyu.
Sloka Terjemahan
Ngk Sang Dharmasut tgg mulati tingkahi glarira ntha Korawa, pan tan hana SangWrkodara Dhanajaya wnanga rummpakang glar. Nghing Sang Prthasutbhimanyumakusra rumusaka glar mah dwija, manggh wruh lingirng rusak mwang umasuk tuhu iwijili rddha tan tama
Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan
Arjuna tak ada padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna,
yaitu Abimanyu yang bersedia merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata
bahwa ia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu
bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.
Smpun mangkana ighra shasa masuk marawaa ri glar mah dwija. Sang Prthtmajara sra rumusuk sakksika linacaran panah, ira ngwyuha lilang tkap Sang Abhimanyutka ri kahanan Suyodhana. ang Hyang Droa Krppulih karaa Sang Kurupati malaymarnusi.
Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut
dengan dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut
dengan tembakan panah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
18/47
ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan balasan,
sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar lagi.
da tan dwlwang i atru akti mangaran Krtasuta sawatk Wrhadbala. MwangSatyarawa ra mnta kna tan panguili pinanah linacaran. Lwan wra wiesha putraKuruntha mati malara kokalan panah. Kyti ng Korawa wanga Lakshmanakumrangaranika kaish Suyodhana.
Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan
keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum
dapat menimbulkan kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang
berani juga gugur setelah ia tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga
Korawa, yaitu Laksmanakumara, yang disayangi Suyodhana.
Ngk ta krodha sakorawlana manah panahira lawan awa sarathi. Tan wktn tang awaktangan suku gigir aa wadana linaksha kinrpan. Mangkin Prthasutajwalmurk anyakramakapalaga punggling laras. Dhramk mangusir anggtm atn pjaha makiwulingSuyodhana.
Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya mereka
memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada,dan muka Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu makin semangat. Ia
memegang cakramnya dan dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan
ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari keharuman nama. Dengan hati yang penuh
dendam, ia gugur di tangan Suyodhana.
Ri pati Sang Abhimanyu ring rangga. Tnyuh araras kadi waling tahas mas. Hananangaraga klaning pajang lk. inaah alindi sahantimun ginintn.
Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat
bagaikan lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-
cabik, sehingga menjadi halus seperti mentimun.
Hari ke 14, Jayadrata adalah seorang raja di Kerajaan Sindhu. Dia menikahi Dursala, adik
perempuan Korawa bersaudara. Raja SindhuJayadratamemihak Duryodana dalamperang di Kurukshetra. Jayadrata merupakan tokoh penting di balik pembunuhan Abimanyu.
Jayadrata menghina Dropadi, istri para Pandawa, karena berusaha menculik dan
mengawininya. Setelah Arjuna memburu dan menangkapnya hidup-hidup, nyawanya
diselamatkan oleh Yudistira, dan ia dijadikan budak. Kemudian Bima mencukur rambutnyasehingga Jayadrata botak. Karena dendam terhadap perlakuan tersebut, Jayadrata melakukan
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
19/47
tapa ke hadapan Siwa. Ia memohon kekuatan untuk menaklukkan Pandawa, namun Siwa
mengatakan bahwa itu hal yang mustahilnamun ia menganugerahkan Jayadrata agarmampu mengalahkan seluruh Pandawa bersaudara pada hari pertamakecuali Arjuna. Maka,akhirnya Arjuna berhasil mengalahkan Jayadrata.
Atas kematian Abimanyu di hari ke 13, Arjuna akan berusaha membalas dendam danmenepati sumpahnya untuk membunuh Jayadrata sebelum matahari terbenam apabila ia tidak
berhasil ia akan membakar diri.
Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan
prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau
Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir
terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan
kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah
matahari sudah tenggelam. Jayadrata menjadi lega. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira
hari sudah malam dan sesuai aturan, mereka segera menghentikan peperangan dan mulai
beranjak untuk kembali ke kubu masing-masing padahal saat itu, kereta Arjuna sudah dekatdengan kereta Jayadrata.
Arjuna tertunduk lemas dan bersiap menunaikan sumpahnya sementara Jayadrata semakin
gembira dan pongahnya melihat itu semua. Tiba-tiba matahari muncul kembali. Ternyata hari
belum malam. Mereka semua terperanjat dan di saat itulah Kresna menyuruh Arjuna agar
menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat
busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari
sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk
membunuh Jayadrata.
Setelah perang berakhir, Arjuna bertarung dengan pasukan Sindhu ketika mereka menolak
untuk mengakui Yudistira sebagai Maharaja dunia. Ketika Dursala (satu-satunya anak
perempuan Korawa), istri Jayadrata, keluar untuk melindungi puteranya, yaitu raja muda
penerus tahta Sindhu, Arjuna menghentikan pertarungan.
Versi Jawa
Jayadrata adalah seorang ksatria yang sangat sakti dari pihak Korawa. Misteri menyelubungi
asal usulnya. Kisahnya bermula ketika Wrekudara lahir, ari-ari yang membungkusnya
dibuang. Pertapa tua, yaitu Bagawan Sapwani, secara kebetulan memungutnya,
mendoakannya, dan mengubahnya menjadi seorang bocah lelaki, yang tumbuh dewasadengan nama Jayadrata. Dari pandangan sekilas saja tampak jelas kemiripan kekerabatan
dengan Wrekudara dan putra Wrekudara, Raden Gatotkaca.
Ketika Jayadrata beranjak dewasa, ia dibujuk untuk datang ke Hastina oleh Sangkuni yang
cerdik, yang memandang perlu seorang sekutu yang seperti itu untuk melawan Pandawa. Di
sana Jayadrata diberi suatu kedudukan yang tinggi dan dikawinkan dengan saudara
perempuan Duryodana, Dewi Dursilawati. Hal ini mengikatnya dengan kuat pada pihak Kiri.
Dalam Perang Bharatayuddha, dialah yang membunuh ksatria muda Abimanyu, dan setelah
itu pada gilirannya ia dibunuh oleh Arjuna yang kehilangan anaknya. Karakter Jayadrata
adalah jujur, setia, dan terus terang bagaikan Gatotkaca di antara Korawa. Ia mahir
mempergunakan panah dan sangat ahli bermain gada. Oleh Resi Sapwani ia diberi pusakagada bernama Kyai Glinggang.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
20/47
Jayadrata nama sesungguhnya adalah Arya Tirtanata atau Bambang Sagara. Arya Tirtanata
kemudian dinobatkan sebagai raja negara Sindu, dan bergelar Prabu Sinduraja. Karena ingin
memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata pemerintahan dan tata kenegaraan, Prabu
Sinduraja pergi ke negara Hastina untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata. Untuk
menjaga kehormatan dan harga diri, ia menukar namanya dengan nama patihnya, Jayadrata.
Di negara Hastina Jayadrata bertemu dengan Keluarga Korawa, dan akhirnya diambilmenantu Prabu Dretarastra, dikawinkan dengan Dewi Dursilawati dan diangkat sebagai
Adipati Buanakeling. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama Arya
Wirata dan Arya Surata.
Gatotkaca, arti harfiahnya memiliki kepala seperti kendi putra Bimasena atau Wrekodaradari keluarga Pandawa. Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu gha(tt)am yang berarti buli-
buli atau kendi, dan utkacha yang berarti kepala. Nama ini diberikan kepadanya karenasewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi. Ibunya yang bernama
Hidimbi, seorang Gadis Mongol dari India Timur, ia dikisahkan memiliki kekuatan luar
biasa. Gatotkaca menikah dengan seorang wanita bernama Ahilawati. Dari perkawinan ini
lahir seorang putra bernmama Barbarika. Baik Gatotkaca ataupun Barbarika sama-samagugur dalam perang besar di Kurukshetra, namun di pihak yang berbeda.
Pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. dikisahkan bagaimana Gatotkaca gugur dalam perang
di Kurukshetra atau Baratayuda pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang
saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa, di mana Gatotkaca tentu saja berada di
pihak Pandawa.
Gatotkaca dikisahkan sebagai seorang raksasa memiliki kekuatan luar biasa terutama pada
malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan
untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawakembali ke perkemahan mereka.
Pertempuran pun berlanjut. Semakin malam kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Prajurit
Korawa semakin berkurang jumlahnya karena banyak yang mati di tangannya. Seorang
sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca
menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan
putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa
terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan.
Karna tampil dalam perang sebagai pendamping Drona. Pada hari ke-14 malam, perang tetap
terjadi sehingga melanggar aturan yang telah disepakati. Duryodana menderita luka parahsaat menghadapi Gatotkaca, putera Bimasena. Duryodana pemimpin Korawa merasa ngeri
melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka pemberian
Dewa Indra. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya akan dipergunakannya
untuk membunuh Arjuna saja. Namun karena terus didesak, Karna terpaksa melemparkan
pusakanya menembus dada Gatotkaca. Sesuai perjanjian dengan Indra, pusaka Konta pun
musnah hanya dalam sekali penggunaan.
Para Pandawa, terutama Bimasena terkejut menyaksikan kekalahan Gatotkaca. Bimasena
berteriak menyuruh Gatotkaca memperbesar ukuran tubuhnya, sebagaimana lazimnya ilmu
yang dimiliki kaum rakshasa. Dalam keadaan sekarat, Gatotkaca melaksanakan perintah
ayahnya. Tubuhnya membesar sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimparibuan prajurit Korawa.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
21/47
Dalam barisan Pandawa hanya Kresna yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia
gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat
dikatakan relatif aman.
Versi Jawa
Ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan
sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa
rakshasa. Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa
menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan otot kawat tulang besi. Namanyasewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa
dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk
mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang
sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata
Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Naradapun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata
Konta.
Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan
Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusakaKonta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar
Tetuka.
Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna
yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambahkekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan
pemilik senjata Konta.
Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang
musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama
Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan
sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.
Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga.
Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung
Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah.Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa.
Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya.
Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan
gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna
kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum
raksasa.
Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping
Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang
sejak saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
22/47
tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan
membunuh Kalapracona.
Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna. Ia berhasil menikahi
Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama
Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.
Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia
menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra
Abimanyu atau cucu Arjuna.
Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu
Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan
Jayasumpena.
Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya
adalah Arimbi putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan
Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian
digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba.
Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun
Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri
Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan,
Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal
di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadentabahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik Gatotkaca.
Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut takhta dari tangan
Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca
bertarung menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas bersama. Roh
keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak tangan Gatotkaca kiri dan
kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan mereka tersebut.
Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih
Prabakiswa.
Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda.
Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis
tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri.
Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama
Abimanyu putra Arjuna. Suatu hari Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata,
di mana ia mengaku masih perjaka. Padahal saat itu Abimanyu telah menikah dengan
Sitisundari putri Kresna.
Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar suaminya telah menikah lagi.
Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu untukmengajaknya pulang. Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
23/47
kerdil tapi berhati polos dan mulia. Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu
terpaksa bersumpah jika benar dirinya telah beristri selain Utari, maka kelak ia akan mati
dikeroyok musuh.
Kalabendana kemudian menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Namun
Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusanrumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu emosi, Gatotkaca sampai memukul kepala
Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu
tewas seketika.
Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa
pada hari ke-13. Esoknya pada hari ke-14 Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu
dengan cara memenggal kepala Jayadrata.
Duryudana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya tersebut. Ia memaksa Karna
menyerang perkemahan Pandawa malam itu juga. Karna pun terpaksa berangkat meskipun
hal itu melanggar peraturan perang.
Mendengar para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa pun mengirim
Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih kaarena Kotang Antrakusuma yang
ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang.
Pertempuran malam itu berlangsung mengerikan. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu
Korawa yang bernama Lembusa. Namun ia sendiri kehilangan kedua pamannya, yaitu
Brajalamadan dan Brajawikalpa yang tewas bersama musuh-musuh mereka, bernama
Lembusura dan Lembusana.
Gatotkaca akhirnya berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia pun
menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa
kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan
Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca.
Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah
Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari
kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu.
Gatotkaca pasrah terhadap keputusan dewata. Namun ia berpesan supaya mayatnya masih
bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju. Ia kemudian menusuk pusarGatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu pun musnah bersatu dengan sarungnya,
yaitu kayu Mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca.
Gatotkaca telah tewas seketika. Arwah Kalabendana kemudian melemparkan mayatnya ke
arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur
berkeping-keping tertimpa tubuh Gatotkaca yang meluncur kencang dari angkasa. Akibatnya,
pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang
berada di sekitarnya. Tidak terhitung banyaknya berapa jumlah mereka yang mati.
Hari ke 15, Sebelum perang, Begawan Drona pernah berkata, Hal yang membuatku lemasdan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulutseseorang yang kuakui kejujurannya.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
24/47
Dalam kitab Dronaparwa juga diceritakan tentang siasat Sri Kresna yang menyuruh agar
Bima membunuh gajah bernama Aswatama. Setelah gajah tersebut dibunuh, Bima berteriak
sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona menanyakan kebenaran ucapan tersebut
kepada Yudistira, dan Yudistira berkata bahwa Aswatama mati.
Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna memerintahkan Bhima untuk membunuhseekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima
berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati.
Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira
hanya berkata, Aswatama mati. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkatakepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya
ia berkata, naro va, kunjaro va entah gajah atau manusia). Gajah bernama Aswatamaitu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada
Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang
Bharatayuddha.
Benarlah, setelah mendengar hal tersebut, Drona kehilangan semangat berperang sehinggameletakkan senjatanya. Melihat hal itu, ia dipenggal oleh Drestadyumna. Setelah kematian
Drona, Aswatama, putera Bagawan Drona, hendak membalas dendam.
Versi Jawa
Resi Drona gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestadyumena, putera Prabu
Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Drona akibat dendam
Prabu Ekalaya, raja negara Parangggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh
Drestadyumena. Akan tetapi sebenarnya kejadian itu disebabkan oleh taktik perang yang
dilancarkan oleh pihak Pandawa dengan tipu muslihat karena kerepotan menghadapikesaktian dan kedigjayaan sang Resi.
________________________________________
Karnaparwa
Kitab Karnaparwa merupakan kitab kedelapan dari seri Astadasaparwa. Kitab ini
menceritakan kisah diangkatnya Karna sebagai panglima perang pasukan Korawa,
menggantikan Bagawan Drona yang telah gugur. Setelah Abimanyu dan Gatotkaca gugur,
Arjuna dan Bima mengamuk. Mereka banyak membantai pasukan Korawa. Dalam kitab ini
diceritakan bahwa Bima berhasil membunuh Dursasana dan merobek dadanya untukmeminum darahnya. Kemudian Bima membawa darah Dursasana kepada Dropadi. Dropadi
mengoleskan darah tersebut pada rambutnya, sebagai tanda bahwa dendamnya terbalas.
Kemattian Dursasana mengguncang perasaan Duryodana. Ia sangat sedih telah kehilangan
saudaranya yang tercinta tersebut. Semenjak itu ia bersumpah akan membunuh Bima.
Untuk mengimbangi Arjuna yang mempunyai Krisna sebagai kusir kereta maka Karna
meminta Salya bertindak sebagai kusir keretanya. Salya, Raja Madra, menjadi kusir kereta
Karna. Kemudian terjadi pertengkaran antara Salya dengan Karna.
Versi Jawa
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
25/47
Menurut cerita pedalangan Yogyakarta ia tewas dalam kisah Bratayuda babak 5 lakon
Timpalan / Burisrawa Gugur atau lakon Jambakan / Dursasana Gugur. Menurut tradisi Jawa
ia berkediaman di wilayah Banjarjungut, peninggalan mertuanya.
Pertengkaran yang terjadi karena Salya selaku mertua Karna merasa diperlakukan dengan
kurang sopan. Namun Karna berhasil menghibur kemarahan mertuanya itu denganmengatakan bahwa derajat Salya justru disejajarkan dengan Kresna yang menjadi kusir
Arjuna. Adapun Kresna merupakan raja agung, titisan Batara Wisnu.
Hari ke-16, Karna berhasil mengalahkan Yudistira, Bimasena, Nakula, dan Sadewa, namun
tidak sampai membunuh mereka sesuai janjinya di hadapan Kunti dulu. Karna kemudian
bertanding melawan Arjuna. Keduanya saling berusaha membunuh satu sama lain.
Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam
tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala
Arjuna.
Versi Jawa
Ketika Karna mengincer leher Arjuna menggunakan panah Badal Tulak, diam-diam Salya
memberi isyarat pada Kresna. Kresna pun menggerakkan keretanya sehingga panah Badal
Tulak meleset hanya mengenai rambut Arjuna.
Pertempuran tersebut akhirnya tertunda oleh terbenamnya matahari.
Hari ke-17, perang tanding antara Karna dan Arjuna dilanjutkan kembali. Setelah bertempur
dalam waktu yang cukup lama, akhirnya kutukan Parasurama menjadi kenyataan. Karna tiba-tiba lupa terhadap semua ilmu yang diajarkan gurunya tersebut. Kutukan kedua terjadi pula.
Salah satu roda kereta Karna tiba-tiba terbenam ke dalam lumpur. Ia pun turun ke tanah untuk
mendorong keretanya itu Ia minta Salya membantunya tapi kusir keretanya itu menolak untuk
mendorong dan membantunya. Karna turun tangan sendiria untuk mengangkat kembali
keretanya yang terperosok.
Arjuna membidiknya menggunakan panah Pasupati. Karena mematuhi etika peperangan,
Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Kresna
mendesak agar Arjuna segera membunuh Karna karena ini merupakan satu-satunya
kesempatan. Karna meminta Arjuna menaati peraturan karena saat itu dirinya sedang berada
di bawah kereta, dan dalam keadaan tanpa senjata.
Kresna membantah kata-kata Karna. Menurutnya, Karna lebih sering berbuat curang daripada
Arjuna dalam peperangan, seperti misalnya saat ia ikut serta mengeroyok Abimanyu, ataupun
membunuh Gatotkaca pada malam hari. Kresna kembali mendesak Arjuna untuk bertindak
dengan cepat. Arjuna pun melepaskan panah Pasupati yang segera melesat memenggal leher
Karna. Kutukan ketiga menjadi kenyataan, Karna tewas dalam keadaan lengah tanpa
memegang senjata.
Versi Jawa
Setelah kematian Karna, keris pusakanya yang bernama Kaladite melesat sendiri menyerangArjuna. Arjuna menangkisnya menggunakan keris Kalanadah. Kedua pusaka itu pun musnah
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
26/47
bersamaan. Arjuna kemudian mendekati mayat Karna untuk memberikan penghormatan
terakhir. Surtikanti datang ke medan perang dengan diantar oleh Adirata. Melihat suaminya
tewas, Surtikanti melakukan bela pati dengan menikam dadanya sendiri menggunakan keris.
Melihat menantunya tewas bunuh diri, Adirata marah dan berteriak menantang Arjuna.
Bimasena muncul menghardik Adirata. Adirata ketakutan dan melarikan diri, namun ia
terjatuh dan meninggal dunia.
________________________________________
Salyaparwa
Kitab Salyaparwa merupakan kitab kesembilan dari seri Astadasaparwa. Kitab ini
menceritakan kisah diangkatnya Salya sebagai panglima perang pasukan Korawa,
menggantikan Karna yang telah gugur. di tangan Arjuna pada hari ke-17, Salya pun diangkat
sebagai panglima baru pihak Korawa. Salya hanya memimpin selama setengah hari, karena
pada hari itu juga Salya gugur di tangan Yudistira. Salya adalah kakak ipar Pandu yang
terpaksa membantu Korawa karena tipu daya mereka.
Pada hari ke-18, ia diangkat sebagai panglima oleh Duryodana. Akhirnya ia pun tewas
terkena tombak Yudistira.
Naskah Bharatayuddha berbahasa Jawa Kuno mengisahkan bahwa Salya memakai senjata
bernama Rudrarohastra, sedangkan Yudistira memakai senjata bernama Kalimahosaddha.
Pusaka Yudistira yang berupa kitab itu dilemparkannya dan tiba-tiba berubah menjadi
tombak menembus dada Salya.
Kematian Salya diuraikan pula dalam Kakawin Bharatayuddha. Ketika ia diangkat sebagaipanglima, Aswatama yang menjadi saksi kematian Karna mengajukan keberatan karena
Salya telah berkhianat, yaitu diam-diam membantu Arjuna. Namun, Duryodana justru
menuduh Aswatama bersikap lancang dan segera mengusirnya.
Salya maju perang menggunakan senjata Rudrarohastra. Muncul raksasa-raksasa kerdil
namun sangat ganas yang jika dilukai justru bertambah banyak. Kresna mengutus Nakula
supaya meminta dibunuh Salya saat itu juga. Nakula pun berangkat dan akhirnya tiba di
hadapan Salya. Tentu saja Salya tidak tega membunuh keponakannya tersebut. Ia sadar kalau
itu semua hanyalah siasat Kresna. Salya pun dengan jujur mengatakan, Rudrarohastra hanya
bisa ditaklukkan dengan jiwa yang suci.
Kresna pun meminta Yudistira yang terkenal berhati suci untuk maju menghadapi Salya.
Rudrarohastra berhasil dilumpuhkannya. Ia kemudian melepaskan pusaka Kalimahosaddha
ke arah Salya. Pusaka berupa kitab itu kemudian berubah menjadi tombak yang melesat
menembus dada Salya.
Sementara itu menurut versi pewayangan Jawa, Rudrarohastra disebut dengan nama
Candabirawa. Salya mengerahkan ilmu Candabirawa berupa raksasa kerdil mengerikan, yang
jika dilukai jumlahnya justru bertambah banyak. Puntadewa maju mengheningkan cipta.
Candabirawa lumpuh seketika karena Puntadewa telah dirasuki arwah Resi Bagaspati, yaitu
pemilik asli ilmu tersebut. Bahkan, sejak itu Candabirawa justru berbalik mengabdi kepada
Yudistira. Selanjutnya, Puntadewa melepaskan Jamus Kalimasada yang melesat menghantamdada Salya. Salya pun tewas seketika.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat
27/47
Baik versi Bharatayuddha ataupun versi pewayangan Jawa mengisahkan setelah Salya tewas,
istrinya yaitu Setyawati datang menyusul ke medan pertempuran untuk melakukan bela pati.
Setyawati dan pembantunya yang bernama Sugandika kemudian bunuh diri menggunakan
keris.
Pada hari ke-18 ini juga Sangkuni bertempur melawan Sahadewa. Dengan mengandalkanilmu sihirnya, Sangkuni menciptakan banjir besar melanda dataran Kurukshetra. Sadewa
dengan susah payah akhirnya berhasil mangalahkan Sangkuni. Tokoh licik itu tewas terkena
pedang Sadewa. Menurut versi MahaBharata bagian kedelapan atau Salyaparwa, Sangkuni
tewas di tangan Sahadewa, yaitu Pandawa nomor lima. Pertempuran habis-habisan antara
keduanya terjadi pada hari ke-18. Sangkuni mengerahkan ilmu sihirnya sehingga tercipta
banjir besar yang menyapu daratan Kurukshetra, tempat perang berlangsung. Dengan penuh
perjuangan, Sahadewa akhirnya berhasil memenggal kepala Sangkuni. Riwayat tokoh licik
itu pun berakhir.
Versi Jawa
Menurut Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada zaman Kerajaan Kadiri tahun 1157,
Sangkuni bukan mati di tangan Sahadewa, melainkan di tangan Bimasena, Pandawa nomor
dua. Sangkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Tidak hanya itu, Bima
kemudian memotong-motong tubuh Sangkuni menjadi beberapa bagian.
Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal
karena pengaruh Minyak Tala bahkan sempat membuat Bima merasa putus asa.
Penasihat Pandawa selain Kresna, yaitu Semar muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan
Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena MinyakTala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan
Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima.
Ilmu kebal Sangkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni
tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.
Pada sore harinya Bima berhasil mengalahkan Duryudana, raja para Korawa. Dalam keadaan
sekarat, Duryudana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan
hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil
Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryudana. Duryudana yang sudah
kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranyaBanowati.
Akibat gigitan itu, Sangkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryudana. Ini
membuktikan bahwa pasangan sejati Duryudana sesungguhnya bukan istrinya, melainkan
pamannya yaitu Sangkuni yang senantiasa berjuang dengan berbagai cara untuk
membahagiakan para Korawa.
Diceritakan Duryodana yang ditinggal mati saudara dan sekutunya dan kini hanya ia
sendirian sebagai Korawa yang menyerang Pandawa. Semenjak seluruh saudaranya gugur
demi memihak dirinya, Duryodana menyesali segala perbuatannya dan berencana untuk
menghentikan peperangan.
-
5/21/2018 Mahabharata 4 Tamat