MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN - …journal.ustjogja.ac.id/download/rosidah_01.pdf · Seluruh...
Embed Size (px)
Transcript of MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN - …journal.ustjogja.ac.id/download/rosidah_01.pdf · Seluruh...

i
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
ISBN 978-602-17617-3-1

ii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan Juni 2013 Editor: Joko Sarjono, S.E., Restu Febriantura, A.Md.
ISBN 978-602-17617-3-1
Surakarta: Fairuz Media, 2013 129 halaman
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
PEMBERDAYAAN GURU DALAM
MENYONGSONG KURIKULUM 2013
Perum, Soditan Permai Ngadirejo No. 11. A, Gumpang,
Kartasura, Sukoharjo 57161
Telp.: 08164274703 Email: [email protected]
Magister Manajemen Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan Surakarta 57102
Telp. 0271 730772, 717417 Ext 159
Website: pasca.ums.ac.id
Copyright © 2013
© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG – UNDANG

iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Pendidikan Program Studi Magister Manajemen
Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013
sesuai rencana. Seluruh makalah yang terdapat dalam prosiding ini telah
dipresentasikan dalam kegiatan seminar pada tanggal 25 Juni 2013 di Ruang
Seminar Program Pascasarjana UMS.
Seminar Nasional Manajemen Pendidikan yang diselenggarakan oleh
Program Studi Magister Manajemen Pendidikan mengambil tema Pemberdayaan
Guru dalam Menyongsong Kurikulum 2013. Untuk itu dalam seminar nasional
ini disajikan satu makalah utama, yaitu “Dampak Pengembangan Pembelajaran
Matematika Kontekstual Berbasis Lesson Study ” oleh Prof. Dr. Sutama, M.Pd
dari UMS. Selain makalah utama tersebut, dalam seminar ini juga disampaikan
makalah hasil-hasil penelitian dari para dosen maupun guru yang berkaitan
dengan bidang pendidikan.
Akhirnya, semoga prosiding ini dapat bermanfaat sebagai media
penyebaran hasil-hasil kajian dan penelitian bidang pendidikan dan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Surakarta, Juni 2013
Tim Editor

iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Penerbit ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Makalah Utama:
DAMPAK PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
KONTEKSTUAL BERBASIS LESSON STUDY
Sutama, Haryoto, Sabar Narimo (1-13)
Makalah Paralel:
KEBIJAKAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK-ANAK MISKIN
Yetty Sarjono dan Suyatmini (14-33)
SISTEM PENILAIAN BERKELANJUTAN UNTUK MENGEMBANGKAN
POTENSI PESERTA DIDIK
Sumardi (34-48)
PENANAMAN KARAKTER INTI ANTIKORUPSI DALAM
PEMBELAJARAN DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Rosidah Aliim Hidayat (49-66)
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL DI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Sri Budiyati, Sutama, Sabar Narimo (67-79)
EKSPERIMENTASI MODEL THINK PAIR SHARE DAN MODEL TWO
STAY TWO STRAY DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DITINJAU DARI INTELEGENSI SISWA KELAS VIII SMP
Lailatul Muniroh (80-90)
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN USIA DINI UNTUK
MENINGKATKAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU
Farida Yuliati (91-102)
PEMBELAJARAN KOOPERATIF-NUMBERED HEADS TOGETHER DAPAT
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA
MTs
Sunarto (103-110)

v
PEMBERDAYAAN GURU DALAM MENYONGSONG KURIKULUM 2013
Nuryaningsih (111-123)
PEMBERDAYAAN GURU DALAM RANGKA PEN INGKATAN MUTU
PENDIDIKAN
Muzayin (123-129)

49
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
PENANAMAN KARAKTER INTI ANTIKORUPSI DALAM
PEMBELAJARAN
DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Oleh
Rosidah Aliim Hidayat
Pendidikan Guru Sekolah Dasar UST
Jl. Batikan,Tuntungan UH III/1043 Umbulharjo Telp.(0274) 7009648
Yogyakarta 55167
Abstrak
Pendidikan anak usia dini sebagai wahana pendidikan tidak hanya digunakan
untuk mencerdaskan anak (hanya mencerdaskan otak anak), tetapi dapat digunakan
juga untuk membentuk kepribadian anak. Pembentukan kepribadian mengarahkan
perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai. Pembelajaran yang memuat nilai-nilai
mewujudkan disiplin organisasi belajar. Hal ini berarti bahwa dalam implementasi
pembelajaran nilai berdampak pada kedisiplinan belajar anak. Secara tidak langsung
juga akan berdampak pada prestasi akademiknya. Penanaman nilai ada baiknya
dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi
masing-masing materi maupun sekolah. Bertolak dari nilai esensial, sederhana, dan
mudah dilaksanakan serta berlatar keprihatinan setiap hari ada pemberitaan tentang
kasus korupsi, kiranya tidak terlalu berlebihan untuk penanaman karakter inti
antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD. Hasil kajian teoritik ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai pijakan dalam penanaman nilai-nilai antikorupsi bagi anak. Selain
itu, pembelajaran yang dirancang dapat digunakan oleh institusi pendidikan sebagai
panduan implementasi pembelajaran berbasis nilai-nilai karakter secara lebih luas.
Peserta didik generasi anti korupsi dengan karakter yang menjunjung tinggi nilai-nilai
tanggung jawab, kejujuran, dan disiplin, bukan hanya disebabkan oleh model
pembelajaran yang baik tetapi juga ditentukan oleh seorang pendidik yang memahami
cara peserta didik belajar. Setiap peserta didik memiliki gaya yang berbeda-beda
dalam belajar, maka menjadi kebutuhan pendidik dapat memahaminya.
Kata Kunci: disiplin, jujur, tanggung jawab, usia dini
Pendahuluan
Anak usia dini merupakan anak yang baru berkembang. Mereka mengalami
proses perkembangan, baik perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional
maupun bahasa. Oleh karena itu anak usia dini dapat dikatakan sebagai usia emas.

50
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
Hal tersebut sesuai dengan pepatah “belajar masih kecil ibarat mengukir di atas batu,
sedangkan belajar ketika sudah dewasa seperti mengukir di atas kertas”. Pepatah
tersebut mempunyai makna bahwa mendidik anak pada waktu masih kecil hasilnya
akan terbawa hingga waktu yang lama.
Pendidikan anak usia dini sebagai wahana pendidikan tidak hanya digunakan
untuk mencerdaskan anak (hanya mencerdaskan otak anak), tetapi dapat digunakan
juga untuk membentuk kepribadian anak. Pembentukan kepribadian mengarahkan
perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai. Menurut Sutama (2011a), bahwa
pembelajaran yang memuat nilai-nilai mewujudkan disiplin organisasi belajar. Hal ini
berarti bahwa dalam implementasi pembelajaran nilai berdampak pada kedisiplinan
belajar anak. Secara tidak langsung juga akan berdampak pada prestasi akademik
anak.
Berkaitan dengan pentingnya pembelajaran nilai, telah diidentifikasi nilai
pembentuk karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional, yaitu (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja
keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat
kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)
bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli
lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab (Samani dan Hariyanto,
2011: 9). Sedangkan menurut Sutama (2011a: 15), nilai karakter antikorupsi yang
harus dipraktekkan setiap hari, yaitu tanggung jawab, kejujuran, disiplin (merupakan
nilai inti bagi peserta didik), sederhana, kerja keras, mandiri (merupakan etos/gaya
hidup yang harus dimiliki peserta didik), adil, berani, dan peduli (merupakan sikap
terhadap orang lain).
Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, dalam penanaman ada baiknya
dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi
masing-masing materi maupun sekolah. Bertolak dari nilai esensial, sederhana, dan
mudah dilaksanakan serta berlatar keprihatinan setiap hari ada pemberitaan tentang

51
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
kasus korupsi, kiranya tidak terlalu berlebihan untuk penanaman karakter inti
antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD.
Bertolak dari pemikiran di atas, seyogyanya pendidik PAUD mengubah
strategi pembelajarannya yang konvensional menjadi progresif, guna pembentukan
perilaku antikorupsi. Strategi pembelajaran yang progresif diarahkan pada
keterbukaan dan kepekaan terhadap orang lain (Joyce dan Marsha Weil, 1996).
Keterbukaan dan kepekaan terhadap orang lain, diharapkan dapat membentuk dan
mengembangkan nilai-nilai luhur antikorupsi pada anak. Dengan demikian, proses
pembelajaran dapat memberikan kesempatan anak memperoleh sejumlah pengalaman
belajar secara langsung (real learning), bermakna (meaningfull) dan konstruktif.
Pertanyaan yang perlu segera diatasi yaitu: Bagaimana konsep nilai inti
antikorupsi dalam pendidikan karakter di PAUD? Bagaimana implementasi nilai inti
antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD?
Secara umum, kajian teoritik ini bertujuan menghasilkan suatu strategi
pembelajaran yang mendukung pendidikan karakter antikorupsi dan meningkatkan
mutu proses serta output pembelajaran di PAUD. Secara khusus, tujuan kajian
teoritik ini, yaitu mendiskripsikan: konsep nilai inti antikorupsi dalam pendidikan
karakter, dan implementasi nilai inti antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD.
Hasil kajian teoritik ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pijakan dalam
penanaman nilai-nilai antikorupsi bagi anak. Selain itu, pembelajaran yang dirancang
dapat digunakan oleh institusi pendidikan sebagai panduan implementasi
pembelajaran berbasis nilai-nilai karakter secara lebih luas.
Konsep Nilai Inti Antikorupsi dalam Pendidikan Karakter
Karakter merupakan sesuatu yang sangat penting bagi tercapainya tujuan
hidup. Karakter sebagai dorongan pilihan untuk menentukan yang tarbaik dalam
hidup. Menurut Sutama (2011c) setiap dorongan pilihan itu harus dilandasi oleh pilar
karakter, yaitu Fathonah, Siddiq, Tabligh, dan Amanah. Fathonah, yaitu olah pikir
yang memuat aspek nilai Bervisi, Cerdas, Kreatif, dan Terbuka. Siddiq, yaitu olah

52
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
hati yang memuat aspek nilai Jujur, Ikhlas, Religius, dan Adil. Tabligh, yaitu olah
rasa-karsa yang memuat aspek nilai Peduli, Demokratis, Gotong royong, dan Suka
membatu. Amanah, yaitu olah raga yang memuat aspek nilai Gigih, Kerja Keras,
Disiplin, Bersih, Bertanggungjawab.
Lebih lanjut Sutama (2011c) menyatakan bahwa Ari Ginanjar Agustian dalam
teorinya ESQ menyampaikan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya
akan merujuk sifat-sifat mulia Allah, yaitu al-Asma’ al-Husna’. Sifat-sifat dan nama-
nama mulia Allah merupakan sumber inspirasi setiap karakter positif yang
dirumuskan siapa saja. Sekian banyak karakter yang bisa diteladani dari nama-nama
Allah itu, yaitu jujur, tanggung jawab, disiplin, visioner, adil, peduli, dan kerja sama.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional
(Balitbang Kemendiknas) menerjemahkan karakter menjadi 18 nilai Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa (PBKB), seperti telah disajikan pada pendahuluan di
atas. PBKB dalam wujud 18 karakter tersebut masih ditambah 16 nilai Pendidikan
Kewirausahaan (PKWU), yaitu jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, inovatif, mandiri,
tanggung jawab, kerja keras, kepemimpinan, ulet, berani, menanggung resiko,
komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, dan menghargai prestasi.
Menurut Fauzi (2011) bahwa pendidikan karakter bergerak dari knowing
menuju doing atau acting. Salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku
baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing)
adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat
dari pemikiran ini maka kesuksesan pendidikan karakter sangat bergantung pada ada
tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan
karakter.
Moral Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu kesadaran
moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan

53
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
pengenalan diri (self knowledge). Keenam unsur ini adalah komponen-komponen
yang harus diajarkan kepada peserta didik untuk mengisi ranah kognitif mereka.
Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta
didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-
bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri,
percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati
(humility).
Setelah dua aspek tadi terwujud, maka Moral Acting sebagai outcome akan
dengan mudah muncul dari para anak. Namun, bahwa karakter merupakan tabiat
yang langsung disetir dari otak, maka ketiga tahapan tadi perlu disuguhkan kepada
anak melalui cara-cara yang logis, rasional dan demokratis. Sehingga perilaku yang
muncul benar-benar sebuah karakter bukan topeng.
Lebih lanjut Fauzi (2011) merangkum identifikasi karakter dari Indonesia
Heritage Foundation dan Character Counts di Amerika. Indonesia Heritage
Foundation merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan
karakter. Kesembilan karakter tersebut, yaitu cinta kepada Allah dan semesta beserta
isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang,
peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah,
keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan
persatuan. Character Counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter-
karakter yang menjadi pilar, yaitu dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan
perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring),
kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage), tekun
(diligence) dan integritas.
Berdasarkan uraian di atas pendidikan karakter memiliki esensi dan makna
yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Semuanya ditujukan
untuk membentuk pribadi supaya menjadi manusia yang baik atau warga Negara
yang baik.

54
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
Pendidikan karakter tanpa identifikasi karakter hanya akan menjadi sebuah
perjalanan tanpa akhir. Organisasi manapun yang menaruh perhatian terhadap
pendidikan karakter, selalu dan seharusnya mampu mengidentifikasi karakter dasar
yang akan menjadi pilar perilaku individu anggota organisasi tersebut. Sutama
(2011d) mengidentifikasi karakter antikorupsi menjadi tiga aspek, yaitu nilai inti
antikorupsi, nilai etos/gaya hidup, dan nilai sikap terhadap orang lain.
Nilai inti antikorupsi terdiri dari tiga nilai, yaitu (1) tanggung jawab, (2)
disiplin, dan (3) jujur. Nilai tanggung jawab dengan indikator (a) melaksanakan dan
menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, (b) menepati janji, dan (c) bersedia
menerima akibat dari perbuatannya. Nilai disiplin dengan indikator (a) taat pada
peraturan dan (b) tepat waktu. Nilai jujur dengan indikator (a) dapat dipercaya dan
(b) berkata dan bertindak benar.
Nilai etos/gaya hidup terdiri dari tiga nilai, yaitu (1) sederhana, (2) kerja
keras, dan (3) mandiri. Nilai sederhana dengan indikator (a) hemat, (b) bersyukur,
(c) rajin menabung; dan (d) rendah hati. Nilai kerja keras dengan indikator (a)
pantang menyerah, (b) tekun; dan (c) sungguh-sungguh. Nilai mandiri dengan
indikator (a) mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, (b) mampu mengatasi
masalah, (c) percaya pada kemampuan diri sendiri, dan (d) mampu mengatur dirinya
sendiri.
Nilai sikap terhadap orang lain terdiri dari tiga nilai, yaitu (1) adil, (2) berani,
dan (3) peduli. Nilai adil dengan indikator (a) melaksanakan hak dan kewajiban
seimbang, (b) tidak pilih kasih/memihak, dan (c) rukun dan damai. Nilai berani
dengan indikator (a) mau mencoba hal-hal yang baru, (b) mau mengemukakan
pendapat, (c) mampu mengendalikan rasa takut, dan (d) mau menghadapi tantangan.
Nilai peduli dengan indikator (a) bisa bekerja sama, (b) mau berbagi, dan (c)
menghargai/menghormati hak orang lain.
Pendidikan antikorupsi harus dipandang penting sebagai bagian utuh dari
pendidikan karakter. Dengan melakukan pendidikan antikorupsi sejak dini,
diharapkan dapat mengubah karakter bangsa Indonesia yang terlanjur kental dengan

55
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
aroma korupsi, kolusi, dan nepotisme di berbagai birokrasi dan layanan masyarakat.
Karakter antikorupsi terutama untuk nilai inti antikorupsi memegang peran sangat
vital dalam membangun sikap dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kejujuran
yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Sutama (2011e) mengatakan, karakter inti
antikorupsi bisa ditanamkan dan dikembangkan melalui pembelajaran di tengah pola
pendidikan yang abstrak. Dimana sistem pembelajaran yang tidak terkait dengan
kehidupan siswa dan masih bertumpu pada buku, diubah lebih kontekstual dan
berbasis interaksi sosial. Dengan demikian, diharapkan dapat menghasilkan generasi
antikorupsi dan berkarakter serta berbudi pekerti luhur.
Implementasi Karakter Inti Antikorupsi dalam Pembelajaran di PAUD
Pembelajaran merupakan kegiatan pendidikan (sekolah atau kurikulum) yang
dapat membantu anak mengembangkan berbagai potensi perkembangan yang
dipergunakan untuk beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan. Oleh karena itu,
kegiatan pendidikan seharusnya dirancang menggunakan lingkungan sekitar dengan
berbagai variasi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan, khususnya anak usia
dini. Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting
bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau di
lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Tim PLPG Rayon 24 Universitas Negeri
Makasar, 2011). Pandangan ini mempertegas bahwa sekolah (kurikulum:
pembelajaran yang dilaksanakan) harus mampu membantu anak usia dini
mengelaborasi dan mengeksplorasi lingkungan sebagai sumber belajar. Kegiatan
pendidikan seperti ini sekaligus sebagai upaya memenuhi kebutuhan anak usia dini
dalam masa-masa bermain, bereksplorasi dan bereksperimen.
Prinsip-prinsip pembelajaran di PAUD meliputi: a) Belajar, bermain,
bernyanyi. Dalam hal ini pembelajaran disusun dengan mengembangkan esensi
bermain, b) Bersifat pengalaman. Pembelajaran hendaknya menekankan pada proses
mengenalkan anak dengan berbagai benda, fenomena alam, dan fenomena sosial.

56
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
Fenomena tersebut akan mendorong anak tertarik terhadap berbagai persoalan,
sehingga ia ingin belajar lebih lanjut, c) Belajar dari benda konkrit. Pada usia dini
anak dalam tahap sensori motorik hingga pra operasional dan anak belajar terbaik
dari benda nyata, d) Belajar terpadu. Pembelajaran tidak berdasar mata pelajaran
melainkan terpadu dengan berdasar tema tertentu (tematik). Tema dasar dipilih dari
kejadian keseharian yang dialami, contoh: tanggungjawab, disiplin, dll. Tema dasar
dapat dikembangkan menjadi sub tema, tema tanggungjawab dikembangkan menjadi
tanggungjawab di rumah, di sekolah, dan lingkungan sekitar.
Penanaman karakter inti antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD
menekankan kepada hubungan antarmanusia dan menghargai adanya perbedaan
individu baik dalam kemampuan maupun pangalaman. PAUD merupakan anak yang
sedang mengembangkan potensinya. Anak dipandang sebagai makhluk yang
berkembang. Oleh karena itu PAUD dilaksanakan sesuai dengan kehidupan yang
manusiawi dan mampu menumbuhkembangkan kreativitas anak, supaya dapat
bermanfaat dewasanya kelak. Di sini pendapat pribadi dihargai dan ditekankan. Anak
mempunyai hak individu untuk melindungi dan mengembangkan diri dan
pengalamannya sesuai dengan potensinya.
Kemampuan mengerjakan tugas-tugas di PAUD adalah bersifat individu.
Setiap anak berbeda antara satu dengan lain dalam penguasaan materi yang diberikan
pendidik. Anak dianggap mempunyai kesiapan mental dan kemampuan yang
berbeda-beda dalam mempelajari materi di PAUD. Oleh karena itu, setiap individu
memerlukan kesempatan, perlakuan, dan fasilitas yang berbeda-beda dalam
mempelajari materi di PAUD.
Implementasi karakter inti antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD
memadukan KSVA, yaitu unsur pengetahuan (Knowledge), Keterampilan (Skill), Nilai
(Value), dan Perilaku (Attitude) yang selalu menjujung tinggi nilai-nilai luhur.
Berkaitan dengan unsur pengetahuan, anak mengetahui, memahami, menganalisis,
mengetahui perbedaan, dan membangun pengertian. Berkaitan dengan unsur skill,
anak menunjukan ekspresi diri melalui keterampilan mendengarkan, membaca,
berdiskusi, bertanya, mendemontrasikan, dan melaporkan. Berkaitan dengan unsur

57
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
nilai, anak menunjukan kesadaran dan konsisten dalam sikap dan perilaku sebagai
pelajar yang menjunjung tinggi nilai inti antikorupsi, yaitu tanggung jawab,
kejujuran, dan disiplin dalam masyarakat dan menciptakan masyarakat antikorupsi.
Berkaitan dengan unsur perilaku, anak terbiasa dan spontan mengekspresikan nilai
inti antikorupsi, yaitu tanggung jawab, kejujuran, dan disiplin dalam perilaku sehari-
hari di kelas, di rumah, dan dimana saja.
Pada tataran pelaksanaan pembelajarannya diperlukan model yang sesuai
dengan karakteristik pembelajaran di PAUD. Berkaitan dengan model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran di PAUD, dalam pembelajaran dikenal
istilah (1) model pembelajaran, (2) pendekatan pembelajaran, (3) strategi
pembelajaran, (4) metode pembelajaran, (5) teknik pembelajaran, dan (6) taktik
pembelajaran. Istilah-istilah tersebut kebenyakan praktisi pendidikan sulit untuk
membedakannya. Berikut ini dipaparkan istilah-istilah tersebut yang dirangkum dari
pendapat Sudrajat (2008).
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran dari awal
sampai akhir, yang disajikan secara khas oleh pendidik. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode,
teknik, dan taktik pembelajaran. Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan
prinsip-prinsip pendidikan, teori-teori psikologi, sosiologis, psikiatri, atau analisis
sistem. Joyce dan Marsha Weil (1996: 13-20) mempelajari model pembelajaran
berdasarkan teori belajar dan dikelompokan menjadi empat model pembelajaran,
yaitu: (1) model interaksi sosial, (2) model pemrosesan informasi, (3) model personal,
dan (4) model modifikasi tingkah laku.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak proses
pembelajaran, yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru

58
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
(teacher centered approach). Pendekatan yang berpusat pada siswa menurunkan
strategi pembelajaran inquiry dan discovery serta pembelajaran induktif. Pendekatan
yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran
deduktif, atau pembelajaran ekspositori.
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Dalam strategi pembelajaran termuat makna perencanaan, yaitu
(1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan
profil perilaku dan pribadi peserta didik; (2) mempertimbangkan dan memilih sistem
pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif; (3) mempertimbangkan dan
menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran; dan (4)
menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) exposition-discovery learning dan (2) group-
individual learning (Rowntree dalam Sutama, 2011b).
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan strategi/rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah, (2) demonstrasi, (3) diskusi, dan (4)
simulasi.
Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan pendidik
dalam mengimplementasikan metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode
diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang peserta didiknya
tergolong aktif dengan kelas yang peserta didiknya tergolong pasif. Dalam hal ini,
pendidik dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Taktik pembelajaran merupakan gaya pendidik dalam melaksanakan teknik
pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua pendidik
sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan berbeda dalam taktik

59
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
yang digunakannya. Dalam penyajiannya, pendidik yang satu cenderung banyak
diselingi dengan humor karena memiliki sense of humor yang tinggi, sementara guru
yang satunya lagi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia
memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing pendidik, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman, dan tipe kepribadian pendidik yang bersangkutan. Melalui taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus seni.
Berangkat dari uraian tersebut, agar pembelajaran di PAUD dalam
menanamkan nilai inti antikorupsi dapat dilaksanakan secara profesional, seorang
pendidik dituntut memahami hakekat pembelajaran di PAUD dan memliki
keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model, pendekatan,
strategi, metode, teknik, dan taktik maupun desain pembelajaran yang efektif, kreatif
dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam kurikulum PAUD. Selain itu,
sebelum menentukan pilihan strategi yang dianggap sesuai dengan karakteristik
peserta didik, pendidik perlu memperhatikan (1) tujuan yang akan dicapai, (2) materi
dan bahan pembelajaran, dan (3) aktivitas, individualitas, dan integritas peserta didik.
Penanaman karakter inti antikorupsi dalam pembelajaran di PAUD,
dilaksanakan dengan model interaksi sosial dan personal-humanistik. Manusia
diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Hal ini
berimplikasi, ada saatnya seseorang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, tetapi disisi lain tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan dengan
pihak lain. Perpaduan ke-dua model tersebut berorientasi kepada aktivitas dan
pengalaman anak. Melalui model ini diharapkan dapat mengembangkan peserta didik
menjadi subjek yang aktif dan mampu mengembangkan seluruh potensinya, sesuai
karakteristik anak sebagai makluk yang unik.
Pendekatannya dikembangkan dari pendekatan pembelajaran berpusat pada
siswa (student centered approach). Pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa,
menurunkan strategi inquiry dan induktif dalam koridor kontekstual. Strategi inquiry
dan induktif dikembangkan dengan kombinasi metode (1) mendengarkan, (2) diskusi,

60
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
(3) komunikasi, dan (4) pemecahan masalah. Teknik dan taktik dikembangkan
dengan pemanfaatan media dan sumber belajar.
Kegiatan mendengarkan dapat dilakukan dengan cara mendengarkan
pendapat teman dan membiasakan anak mengeluarkan kata-kata secara lisan dengan
menggunakan bahasa yang dikuasainya. Tugas pendidik adalah meluruskan persepsi
yang belum tepat ketika anak berpendapat, tetapi bukan menyalahkan pendapat anak.
Untuk kegiatan berdiskusi dapat dilakukan dengan langkah-langkaha berfikir,
berpasangan dan berbagi. Kegiatan berkomunikasi dapat dilakukan dengan Bercakap-
cakap. Peran pendidik mendorong anak mengemukakan gagasannya sendiri,
mengkomunikasikan, serta mengembangkan gagasan tersebut secara luas kepada
orang lain yaitu teman-teman/pendidikinya. Dan kegiatan pemecahan masalah, anak-
anak disuruh merencanakan, meramalkan, mengamati hasil tindakan, merumuskan
kesimpulan dari hasil-hasil tindakannya. Peran pendidik dalam hal ini sebagai
fasilitator. (Tim PLPG Rayon 24 Universitas Negeri Makasar, 2011)
Pengembangan materi pembelajaran di PAUD dalam menanamkan dan
mengembangkan nilai inti antikorupsi yang menyangkut isi, yaitu ilmiah, relevan,
memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh. Ilmiah, mencakup
keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam materi ajar matematika,
harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Relevan, cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan peyajian dalam materi ajar di PAUD
disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual, sosial, emosional, dan spiritual
anak.
Materi ajar memadai, artinya bahwa materi ajar cukup menunjang pencapaian
kompetensi yang diharapkan. Materi ajar harus memuat prinsip aktual dan
kontekstual. Prinsip ini mencakup indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi,
seni mutakhir dalam kehidupan nyata. Pengembangan materi ajar harus fleksibel
disesuaikan dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Menyeluruh

61
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
maksudnya, pengembangan materi ajar harus dapat menunjang pencapaian kognitif,
skill dan sikap.
Pengembangan materi pembelajaran di PAUD dalam menanamkan nilai inti
antikorupsi yang menyangkut tata urutan, yaitu sistematis dan konsisten.
Pengembangan materi ajar menggunakan kompetensi awal sebagai dasar kompetensi
pembelajaran selanjutnya. Hal ini dilakukan jika topik antarkompetensi awal dengan
kompetensi selanjutnya saling berkesinambungan. Keajegan antara standar dan
kompetensi sangat diperlukan dalam pengembangan materi ajar. Agar materi ajar
sistematis dan konsisten dengan standar dan kompetensi serta indikator yang ada
dalam silbus, pendidik dituntut mengembangkan bahan ajar berupa lembar portofolio.
Pengembangan pengelolaan pembelajaran di PAUD dalam menanamkan
karakter inti antikorupsi juga memperhatikan penyajian materi ajar, dimulai dari yang
konkrit menuju yang abstrak, dimulai dari yang sederhana menuju yang kompleks,
dan pembelajaran bermakna. Konsep-konsep materi tersusun secara hirarkis,
terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai
pada konsep yang paling kompleks. Bermakna, yaitu pembelajaran yang
mengutamakan pemahaman konsep dan penerapannya dalam kehidupan anak. Hal ini
dituangkan dalam lembar portofolio yang disusun pendidik. Untuk memahami apa
yang dipelajari, anak harus melakukan kegiatan penanaman karakter inti antikorupsi,
seperti melatih tanggung jawab, anak diberikan tugas untuk menanam pohon (pohon
yang cepat tumbuh dan berbuah) dan merawatnya.
Menurut Clark dan Microslav Lovric (2008) belajar merupakan proses yang
bermakna, apabila pendidik berusaha melakukan kegiatan (1) memilih tugas-tugas
yang bermanfaat bagi anak dikemudian hari dan diberi langkah pengerjaannya,
sehingga memotivasi anak untuk meningkatkan keterampilan intelektualnya; (2)
memberi kesempatan kepada anak untuk mendalami proses dan hasil pengerjaan serta
penerapannya; (3) menciptakan suasana kelas yang mendorong dicapainya penemuan
dan pengembangan idea; (4) membantu pemahaman anak, dengan menggunakan alat-
alat teknologi dan sumber bahan ajar lain; (5) membantu anak untuk mencari

62
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
hubungan antara pengetahuan semula dengan pengetahuan baru; dan (6)
membimbing secara individual, kelompok, maupun klasikal.
Untuk mengetahui kebermaknaan pembelajaran di PAUD dalam menanamkan
karakter inti antikorupsi dilakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari
pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi
kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam menanamkan dan mengembangkan
karakter nilai inti antikorupsi. Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai
data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap
pengalaman belajar anak. Terkumpulnya berbagai data dan informasi yang lengkap
sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula
pemahaman pendidik terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap anak.
Melalui penilaian, pendidik dengan cermat akan mengetahui kemajuan,
kemunduran, dan kesulitan anak dalam belajar. Melalui penilaian, juga akan memiliki
kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan proses
bimbingan belajar untuk langkah selanjutnya. Mengingat gambaran tentang kemajuan
belajar anak diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka penilaian
pembelajaran di PAUD dalam menanamkan karakter anti korupsi tidak hanya
dilakukan diakhir program pembelajaran, tetapi secara integral dilakukan selama
proses pembelajaran. Dengan cara tersebut di atas, anak disiapkan untuk menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur dalam setiap sikap dan perilakunya dengan memadukan KSVA.
Agar tingkat keberhasilan (efektivitas) pengelolaan pembelajaran di PAUD
dalam menanamkan karakter inti antikorupsi dapat dicapai dengan baik, maka dalam
implementasinya perlu diperhatikan dan dihayati tiga prinsip yang dikemukakan oleh
Cronbach dan Snow (1979). Prinsip pertama, bahwa interaksi antara kemampuan dan
perlakuan pembelajaran berlangsung dalam pola yang kompleks, dan senantiasa
dipengaruhi oleh variabel tugas, jabatan dan situasi. Berarti, dalam
mengimplementasikan pembelajaran di PAUD dalam menanamkan karakter
antikorupsi perlu memperhatikan dan meminimalkan bias yang diperkirakan berasal
dari variabel-variabel tersebut. Prinsip kedua, bahwa lingkungan pembelajaran yang

63
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
terstruktur cocok bagi anak yang memiliki kemampuan rendah dan lingkungan
pembelajaran yang fleksibel lebih cocok untuk anak yang pandai. Prinsip ketiga,
bahwa anak yang rasa percaya dirinya kurang cenderung belajarnya akan lebih baik
dalam lingkungan terstruktur dan sebaliknya anak yang independent belajarnya akan
lebih baik dalam situasi fleksibel.
Selain tiga prinsip tersebut, proses pembelajaran di PAUD dalam
menanamkan karakter inti antikorupsi harus mempertimbangkan karakteristik-
karakteristik: (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan tidak
membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6)
menggunakan berbagai sumber, (7) anak aktif, (8) sharing dengan teman, (9) anak
kritis pendidik kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya
anak (tabel, diagram, proses pemecahan masalah), (11) laporan kepada orang tua
bukan hanya raport, tetapi juga hasil karya anak. Selain itu juga dapat menggunakan
peran aktif dari para wali anak supaya bersedia ikut mengisi dalam pembelajaran
anak di sekolah.
Desain pengelolaan pembelajaran di PAUD dalam menanamkan karakter inti
antikorupsi, secara umum dapat dilakukan melalui langkah-langkah: (1) sesuai
kemampuan awal anak, pemikiran anak dikembangkan untuk melakukan kegiatan
belajar lebih bermakna (mengubah paradigma belajar sebagai kewajiban menjadi
belajar sebagai kebutuhan), (2) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry
terbimbing untuk semua topik yang dipelajari, (3) mengembangkan sifat ingin tahu
anak dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan, (4) menciptakan masyarakat
belajar, seperti melalui kegiatan kelompok belajar (berdiskusi, tanyajawab, dan
pemecahan masalah), (5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa
melalui ilustrasi model bahkan media yang sebenarnya, (6) membiasakan anak untuk
melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan (apa yang
berhasil, apa yang belum berhasil, mengapa hal itu terjadi, dan selanjutnya
bagaimana), dan (7) melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan
yang sebenarnya pada setiap anak.

64
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
Evaluasi pembelajaran di PAUD untuk penanaman karakter inti antikorupsi
harus mengukur/mengamati unsur pengetahuan, keterampilan, nilai, dan perilaku
yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Karakter inti antikorupsi seperti
tersebut di atas diamati dari indikator-indikator yang disampaikan di bawah.
Karakter inti anti korupsi pada nilai tanggung jawab, dapat diamati dari
indikator (1) melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, (2)
menepati janji, dan (3) mau menerima akibat dari perbuatannya. Karakter inti
antikorupsi pada nilai disiplin, dapat diamati dari indikator (1) taat pada peraturan dan
(2) tepat waktu. Karakter inti antikorupsi pada nilai jujur, dapat diamati dari indikator
(1) dapat dipercaya dan (2) berkata dan bertindak benar.
Implementasi karakter anti korupsi dalam pembelajaran di PAUD
berimplikasi kepada fungsi pendidik sebagai fasilitator sebaik-baiknya agar peserta
didik dapat belajar secara optimal. Materi pembelajaran dipandang bukan untuk
diajarkan oleh pendidik, tetapi untuk dipelajari oleh peserta didik. Peserta didik
ditempatkan sebagai titik pusat pembelajaran.
Penutup
Peserta didik generasi anti korupsi dengan karakter yang menjujung tinggi
nilai-nilai tanggung jawab, kejujuran, dan disiplin, bukan hanya disebabkan oleh
model pembelajaran yang baik tetapi juga ditentukan oleh seorang pendidik yang
memahami cara peserta didik belajar. Setiap peserta didik memiliki gaya yang
berbeda-beda dalam belajar, maka menjadi kebutuhan pendidik dapat memahaminya.
Perkayalah dengan banyak menggali dan menemukan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan gaya belajar peserta didik. Semoga tulisan ini dapat membuka
wawasan rekan-rekan pendidik dalam menanamkan karakter generasi anti korupsi.
Daftar Pustaka

65
Rosidah Aliim Hidayat/ Penanaman Karakter Inti
Clark, Meganis dan Microslav Lovric. 2008. “Sugestion for a Theoritical Model for
Secondary Tertiary Transition in Mathematics”, Mathematics Education Research
Journal, Vol. 20, No. 2, 25-27.
Cronbach, L. & Snow, R. 1979. “Aptitude-Treatment Interaction”
http://web.cortland.edu/frieda/ID/IDtheories/12.html Diakses Rabu, 5 Maret 2009.
Fauzi, Ahmad. 2011. “Kunci Sukses Pendidikan Karakter di Sekolah”
http://literaturkarya.blogspot.com/2011/01/kunci-sukses-pendidikan-karakter-
di.html Firdaus, L.N., Gunawan Tabrani, dan Adiwirman. 2007. “Implementasi Pendekatan
Contextual-Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi di Kabupaten Bengkalis Privinsi Riau”. Makalah Simposium
Nasional 2007. Jakarta 26-27 Juli 2007. Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia
Joyce, B., & Marsha Weil. 1996. Models of Teaching. Needham Heights: Allyn & Bacon.
Puji Yanti Fauziyah. 2011. ”Model-model Pembelajaran dalam Penanaman Karakter Sejak
Dini”. Yogyakarta: UNY.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudrajat, Akhmad. 2008. “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-
pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ Diakses Rabu, 5
Maret 2009.
Sutama. 2011a. “Pengelolaan pembelajaran matematika untuk penanaman dan pengembangan
karakter antikorupsi” Prosiding Seminar Nasional Matematika, p.15-28, Juli 2011,
Kerjasama Program Studi Pendidikan Matematika dengan FKIP UMS.
Sutama. 2011b. Pengelolaan Pembelajaran Matematika Berbasis Aptitude Treatment
Interaction. Buku Pidato Pengukuhan Guru Besar. Ums, sabtu, 8 Januari 2011.
Sutama. 2011c. “Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Tema KIR”. Makalah,
Workshop KIR Siswa SMA Muhammadiyah Surakarta, 15 Desember 2011.
Sutama. 2011d. “Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Karakter
Bangsa”. Makalah, Workshop Desain Pembelajaran Berbasis Karakter Untuk Guru SD
dan SMP Kec. Pasarkliwon Surakarta, 11 Desember 2011.
Sutama (2011e). “Antikorupsi Perlu Masuk Mapel” Suara Merdeka, Rabu, 09 Nopember
2011. http://antikorupsijateng.wordpress.com/2011/11/09/antikorupsi-perlu-masuk-mapel/
Sutama. 2004. “Penerapan Task Involvement Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Siswa
Dalam Pemecahan Masalah Matemátika”. Laporan PTK. Dibiayai oleh Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, dengan Surat Perjanjian Nomor:
073/P4T/DPPM/HPTP,PHP/III/2004. Jkarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

66
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Pendidikan
Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 25 Juli 2013
Tim PLPG Rayon 24 Universitas Negeri Makasar. 2011. “Modul PLPG untuk
Pendidik PAUD”. Makasar: UNM-Press.
Walmsley, Angela L.E., dan Aaron Hickman.2007. ”Class Within a Class a Systematic
Approach to Teaching High School Mathematics Students With Special Needs”.
http://tindarticles.com/p/articles/mi_mDNVC/is_4_29/ai_n24248329 Diakses Rabu, 5 Maret
2009.
Zerpa, C., Ann Kajander, dan Christina Van Barneveld. 2009. ” Factors That Impact
Preservice Teachers’ Growth In Conceptual Mathematical Knowledge During A
Mathematics Methods Course”. International Electronic Journal Of Mathematics Education. Volume 4, Number 2, July 2009, 57-73.