Lupus Erythematosus Discoid

26
BAGIAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2011 UNIVERSITAS HASANUDDIN LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID DISUSUN OLEH : AIN NURSALLI BT. ZABUDIN C11107354 NUR HAZIERAH BT. MOHD RASHID C11107279 NUGRAHA T. PALIN C11107142 PEMBIMBING : Dr. MONALISA SUPERVISOR : Dr.A.M. ADAM sp.KK (K)

description

thax for my malaysian friends for this..semoga bermanfaat,,,

Transcript of Lupus Erythematosus Discoid

Page 1: Lupus Erythematosus Discoid

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2011UNIVERSITAS HASANUDDIN

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

DISUSUN OLEH :

AIN NURSALLI BT. ZABUDIN C11107354

NUR HAZIERAH BT. MOHD RASHID C11107279

NUGRAHA T. PALIN C11107142

PEMBIMBING :

Dr. MONALISA

SUPERVISOR :

Dr.A.M. ADAM sp.KK (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2011

Page 2: Lupus Erythematosus Discoid

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.................................................................................................................. i

Daftar Isi................................................................................................................................... ii

I. Pendahuluan................................................................................................................ 1

II. Insiden dan Epidemiologi............................................................................................ 2

III. Etiologi........................................................................................................................ 2

IV. Patogenesis...................................................................................................................3

V. Gambaran Klinis..........................................................................................................5

VI. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................6

VII. Diagnosis.....................................................................................................................8

VIII. Diagnosa Banding.......................................................................................................10

IX. Penatalaksanaan..........................................................................................................12

X. Komplikasi..................................................................................................................14

XI. Prognosis.....................................................................................................................14

Daftar pustaka.........................................................................................................................15

Lampiran Referensi

Page 3: Lupus Erythematosus Discoid

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : 1. Ain Nursalli Bt. Zabudin

2. Nur Hazierah Bt. Mohd Rashid

3. Nugraha T. Palin

Judul Refarat : Lupus Eritematosus Diskoid

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 19 Januari 2011

Supervisor, Pembimbing,

(Dr. A.M. ADAM sp.KK (K) (Dr. MONALISA )

Page 4: Lupus Erythematosus Discoid

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-sistemik

yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai makula atau papul berukuran 1-2

cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang permukaannya menjadi

hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk

koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel

rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti

karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku

karpet.[1,2]

LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus

Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa

adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan

klinis dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas. [1]

Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh

tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang

pertama kali dibuat pada tahun 1977: [3]

Lupus eritematosus kutaneus akut (LEKA)

Lupus eritematosus kutaneus subakut (LEKS)

Lupus eritematosus kutaneus kronik (LEKK)

Lupus eritematosus diskoid (LED)

Varian verukous/hipertrofik

Varian telangiektoid

Lupus eritematosus profundus

Lupus eritematosus Chilblain

Lupus eritematosus kutaneus intermitten

Lupus eritematosus tumidus

Lupus eritmatosus bullosa Lesi kulit bullosa spesifik LE Lesi kulit bullosa nonspesifik LE Kelainan kulit bullosa primer yang dihubungkan dengan LE

Tabel 1. Klasifikasi LE Kutaneus Dusseldorf[1]

EPIDEMIOLOGI

Page 5: Lupus Erythematosus Discoid

Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus kutaneus. LED

lebih sering menyerang ras afrika amerika dan lebih jarang pada ras kaukasia dan asia. LED

dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45 tahun, dengan rata-rata umur

38 tahun. LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5 % dari kasus LED

dapat mengarah ke LES. [2,4]

ETIOLOGI

Penyebab pasti dari LED tidak diketahui tetapi kebanyakan ahli menganggpnya

sebagai suatu bentuk autoimunitas. Asumsi ini pertamakali ditemukan dikemukakan dengan

adanya gen major histocompatibility complex (MHC), khususnya alel human lymphocyte

antigen (HLA). Dilaporkan bahwa penderita LED mengalami peningkatan bermakna dari

HLA-B7,-B8,DR2, dan -DQA0102 serta penurunan HLA-A2 dengan kombinasi dari HLA-

DR3,HLA DQA 0102 dan HLA-B7 menyebabkan resiko relatif LED yang paling maksimal.

Frekuensi LED juga meningkat pada karier penyakit granulomatosa kronik terpaut kromosom

X yang berjenis kelamin wanita. Defisiensi genetik komplemen seperti C2,C3,C4 dan C5

serta inhibitor esterase C1 juga dihubungkan dengan LED dan LECS [1,5]

Pada suatu percobaan ditemukan bahwa pada kultur keratinosit yang dipajani sinar

ultraviolet, antigen yang seharusnya ada dalam inti dan sitoplasma sel akan keluar ke

membran keratinosit sehingga dapat diikat oleh antibody seperti anti-SSA, anti-SSB atau

anti-RNP. Hal ini dapat mengawali keseluruhan proses imunologis yang mendasari

terbentuknya lesi pada LED.[5] Suatu penelitian berbasis case-control melaporkan bahwa

perokok jauh lebih beresiko menderita LE daripada orang yang tidak merokok dan bahwa

kemungkinan hal ini disebabkan oleh suatu zat yang disebut amina aromatik lupogenik yang

ada dalam asap tembakau.[1]

Sejenis struktur tubuler berukuran diameter ± 20 nm dan sangat mirip dengan

paramiksovirus ditemukan pada sel endotel pembuluh darah, histiosit perivaskuler, atau

fibroblast dari lesi LED. Struktur tersebut akan berkurang jumlah dan ukurannya setelah

penggunaan klorokuin. Jika struktur tersebut terbukti adalah virus, kemungkinan struktur

tersebut dapat berperan sebagai presipitator LED. Penemuan antibodi RNA reovirus pada

42% pasien juga menguatkan dugaan adanya peranan virus dalam perjalanan penyakit LED [6]

PATOGENESIS

Penyebab dan mekanisme pathogenesis yang mengakibatkan LE masih belum

diketahui sepenuhnya. Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari pathogenesis LES.

Page 6: Lupus Erythematosus Discoid

Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang menjelaskan empat tahapan

teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum adanya penampakan klinis dari penyakit ini.

Tahapan-tahapan tersebut adalah pewarisan gen yang menyebabkan penderita lebih mudah

terkena penyakit, induksi autoimunitas, perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:[1]

Gambar 1: Patomekanisme Lupus Eritematosus [1]

Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi LE.

Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE dengan MHC

kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga dianggap berperan dalam

pathogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan komplemen dan tumor necroting factor

(TNF), gen yang memediasi apoptosis serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel

serta gen yang berperan dalam pembersihan kompleks imun. [1]

Jejas imunologisPembentukan kompleks imun

Perluasan proses autoimunEkspansi sel T

Hilangnya toleransi terhadap komponen tubuh

Sinar UV dan lainnyaInduksi autoimunitas

Pembentukan autoantibodi

Pewarisan gen /

mutasi somatik

Page 7: Lupus Erythematosus Discoid

Tahap kedua dari pathogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan proses

autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang telah kehilangan

toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi autoreaktifitas tersebut

antatara lain: [1,3]

1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel stem, jika

dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan menggantikan

sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel muda yang tidak toleran

2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen dapat

memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen yang bereaki

silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan limfosit autoreaktif untuk

menimbulkan efek pada tolerogen.

3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan

kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi klonal

sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh antigen.

Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat menghilangkan

anergi dan mengawali proses autoreaktifas

Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari patomekanisme LE juga

dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas. Seperti dibahas sebelumnya, antigen

LE kebanyakan adalah antigen yang terdapat di dalam inti dan sitoplasma dari sel keratinosit

yang terbebaskan ke membran sel akibat mekanisme tertentu. Uji laboratorium telah

membuktikan bahwa antigen tersebut dapat keluar akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu,

faktor lain yang dapat memicu lesi LED dan kemungkinan berhubungan dengan pembebasan

antigen dari inti dan sitoplasma keratinosit adalah trauma, infeksi, pajanan dingin, sinar-X

hingga bahan kimia.[5,6]

Setelah klon autoimun terbentuk, terjadi suatu mekanisme yang memperbanyak dan

memperluas klon yang bermasalah ini. Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya

melibatkan peningkatan respon autoimun yang dipicu antigen secara progresif. Pada tahap

ini, autoantibody dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda. Walaupun sangat banyak,

autoantibody LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target

utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm dan anti-RNP)

molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).[1]

Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara klinis dan

menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis. tahapan ini sebagian besar

diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun yang terbentuk yang

Page 8: Lupus Erythematosus Discoid

menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel secara langsung, aktivasi seluler,

opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi molekul target. [1]

GEJALA KLINIS

Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang paling umum

ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit kepala dan telinga, tetapi

persebarannya juga bisa lebih luas. Walaupun begitu, lesi di bawah leher sangat jarang

ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher. Lesi juga kadang-kadang ditemukan di permukaan

mukosa, termasuk bibir, lapisan mukosa oral lain, mukosa hidung, konjungtiva dan mukosa

genital. [7]

Lesi primer LED adalah makula atau papul eritem asimetris tanpa gejala subjektif

dengan sisik ringan hingga sedang. biasanya berukuran 1-2 cm. Seiring dengan perjalanan

penyakit, sisik dapat menebal dan melengket, disertai hipopigmentasi di daerah inaktif

(tengah) dan hiperpigmentasi di batas aktif. Jika mengenai daerah berambut seperti kulit

kepala dan janggut, eskar dengan alopesia permanen dapat terjadi. Lesi LED seringkali

tersebar mengikuti pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terpajan tetap dapat

terkena lesi.[2,4,8]

Setelah beberapa lama, lesi LED akan berubah menjadi pakat eritem berbatas tegas

yang titutupi oleh sisik yang meluas hingga ke bukaan folikel rambut. Jika sisik yang melekat

dilepaskan, jarum-jarum keratotik yang mirip dengan paku karpet dapat terlihat di bagian

bawah sisik (tanda paku karpet). Lesi meluas dengan eritem dan hiperpigmentasi di pinggir

dengan eskar atrofi, telangiektasia dan hipopigmentasi di tengah. [9]

LED dapat dibedakan menjadi LED lokalisata yang mengenai wajah dan leher serta

LED generalisata yang mengenasi bagian atas dan bawah dari leher. Lesi LED di bawah

leher. [8,9]

Gambar 2 : LED di wajah pasien[8]

Page 9: Lupus Erythematosus Discoid

Gambar 3 : Eskar dengan alopesia akibatLED[8]

Biasanya LED tidak menimbulkan gejala objektif pada pasien selain

ketidaknyamanan kosmetik akibat lesi dan eskar. Kadang-kadang daerah yang terpengaruh

terasa gatal dan jika mengenai jari, terasa lembut dan nyeri tekan. LED juga tidak

mempengaruhi status kesehatan pasien secara umum. [10]

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. PEMERIKSAN HISTOPATOLOGIS [3]

Secara histologis, epidermis dan dermis penderita LEDlah yang mengalami perubahan

sedangkan jaringan subkutannya tidak. Penampakan mikroskopis yang khas untuk LED

adalah hiperkeratosis dengan sumbatan folikel, penipisan dan pendataran epitel serta

degenerasi hidrofik lamina basalis.Selain itu, terdapat keratinosit apoptotik yang tersebar

(badan Civatte) pada lamina basalis. Pada lesi yang sudah lama, penebalan membrana basalis

terlihat jelas pada pewarnaan acid-Schiff. Pada jaringan dermis terdapat infiltrat limfositik

berbentuk perca atau likenoid disertai pengangkatan folikel pilosebaseus. Juga terdapat

penimbunan musin pada ruang interstisial dan udem, dan biasanya tidak dijumpai eosinofil

maupun neutrofil.

Page 10: Lupus Erythematosus Discoid

Gambar 4. Degenerasi hidrofik lamina basalis pada LED[3]

2. LUPUS BAND TEST (LBT) [1]

Imunoglobulin (IgA,IgG, IgM) dan komponen komplemen (C3,C4,Clz,properdin,

faktor B dan membrane attack complex C5b-C9) akan tertimbun menjadi susunan

menyerupai pita linear atau granuler pada taut dermo-epidermal dari kulit pasien LE sehingga

dapat diamati dengan uji direct immunofluorescence yang disebut Lupus Band Test (LBT).

Penelitian awal menyebutkan bahwa 90% lesi LED imunoreaktan sehingga positif

LBT tetapi penelitian terbaru menunjukkan angka yang lebih rendah. Lesi di kepala, leher

dan lengan lebih sering positif (80%) dari lesi di badan (20%). LBT nampaknya lebih sering

positif pada lesi yang lebih tua (>3 bulan)

Gambar 5. Pemeriksaan direct immunofluorescence pada biopsy kulit lesi LED.[1]

2. Tes lainnya

Berikut adalah tabel yang menampilkan ringkasan hasil laboratorium untuk LED dengan perbandingan dengan LEKA dan LEKS :

Ciri penyakit LED LEKA LEKSANA + +++ ++Antibodi RO/SSA -dg imunodifusi - dg ELISA

0+

+++

++++++

Antibodi DNA antinatif +++ + 0Hipokomplementemia +++ + +

Page 11: Lupus Erythematosus Discoid

LEKA, lupus eritematosus kutaneus akut; LEKS, lupus eritematosus kutaneus subakut; ANA,antibodi antinuclear; ELISA, enzyme linked immunosorbent assay+++,sangat berhubungan; ++, agak berhubungan; +,berhubungan lemah; 0,negatif, tidak berhubungan

Tabel 2: Ringkasan hasil laboratorium LED dengan perbandingan LEKA dan LEKS. (dari Cutaneus Lupus Erythematosus). [3]

DIAGNOSIS

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis, pemeriksaan

fisis serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis:

Pasien mungkin mengeluh gatal ringan atau nyeri sesekali dalam lesi, tetapi

kebanyakan pasien tanpa gejala. Sekitar 5% atau kurang pasien LED telah terlibat dalam

kelainan sistemik. Arthralgia atau arthritis mungkin terjadi. Jadi, anamnesis harus difokus

pada riwayat penyakit dan gejala LE yang berkaitan seperti fotosensitivitas, arthralgia atau

arthritis, alopesia areata serta fenomena Raynaud, aborsi spontan pneumonia, karditis serta

gangguan neurologis. Untuk mendukung diagnosis klinis, pemeriksaan histologis serta

imunohistokimia lesi kulit akan dilakukan.[8,11]

Pemeriksaan fisis (gejala klinis):

Lesi primer LED adalah papul eritematosa atau plak dengan gambaran sisik (lihat

gambar di bawah). Semakin lama lesi semakin aktif, sisik semakin menebal dan terjadi

perubahan pigmentasi dengan hipopigmentasi di daerah pusat lesi dan pada daerah perbatasan

tidak aktif dan hiperpigmentasi. [8,12]

Gambar 6: Bekas luka kronis lesi LED[8]

Lesi menyebar sentrifugal dan dapat bergabung. Dengan bertambahnya usia lesi,

pelebaran bukaan folikular terjadi dengan plug keratinous, disebut folikel patulous (lihat

gambar di bawah). Resolusi lesi aktif mengakibatkan atrofi

dan terjadinya jaringan parut.[8]

Page 12: Lupus Erythematosus Discoid

Gambar 8: Lesi LED dalam konka menunjukkan folikel dengan sumbatan [8]

Lesi awal mungkin sulit untuk dibedakan dengan lesi LEKS. Lesi LED seringkali

tersebar menurut pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terkena sinar matahari dapat

pula terkena. Kulit kepala seringkali terkena sehingga menghasilkan alopesia .[8]

Gambar 9: Jaringan parut meluas dengan alopesia[8]

Pasien dengan LED sering dibagi menjadi 2 kelompok: lokal dan generalisata. LED

lokal terjadi ketika hanya pada kepala dan leher, sedangkan LED generalisata terjadi ketika

daerah lain [8]

Gambar 10: lesi LE kronik pada tubuh pasien [8]

DIAGNOSIS BANDING

Page 13: Lupus Erythematosus Discoid

Diagnosis Banding dari LED antara lain: [13]

Keratosis Aktinik

Gambaran klinis berupa bercak-bercak merah dan berskuama, yang secara khas

bertambah besar dan menyusut bersama dengan waktu, dapat timbul ratusan lesi pada orang-

orang yang sering terpapar sinar matahari. [14]

Gambar 11: Aktinik keratosis hipertrofik pada dorsum manus pasien[1]

Psoriasis

Gambaran utama psoriasis adalah, epidermis menajdi sangat menebal (akantosis).

Tidak terdapat stratum granulosum. Retensi nukleus pada stratum korneum (parakeratosis).

Akumulasi polimorf pada stratum korneum (mikroabses). Pelebaran pembuluh darah kapiler

pada dermis bahagian atas.[14]

Gambar 12: Psoriasis vulgaris yang meluas dari kulit kepala ke leher[1]

Li k en Planus

Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi bentuknya. Bentuk yang

paling sering adalah adanya erupsi akut pada papula yang gatal. Gambaran klinis: lesi-lesi

kulitnya berpermukaan rata, mengkilat, dan poliglonal. Gambaran permukaannya tampak

seperti anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis, disebut sebagai “Wickham’s striae”

[14]

Page 14: Lupus Erythematosus Discoid

Gambar 13: plakat berpuncak rata dengan Wickham’s striae pada ekstremitas penderita[1]

Lupus Ertitematosus Kutaneus Subakut

Terdapat lesi-lesi papuloskuamosa atau anular tanpa pembentukan jaringan parut,

terutama pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari. Mugkin juga didapatkan gejala

sistemik, walaupun biasanya ringan. [14]

Gambar 14: LEKS dengan lesi anular dengan pusat hipopigmentasi tanpa atrofi kulit pada punggung dan lengan

PENATALAKSANAAN

A. PENCEGAHAN

Page 15: Lupus Erythematosus Discoid

Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,

mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk mencegah perkembangan

lesi lebih lanjut. [1]

Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh paparan sinar

ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid lupus harus mencakup

menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir surya. Pengobatan dimulai dengan

menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan

semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun cara yang digunakan

untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang tertutup, topi yang lebar. Selain itu

pasien disarankan untuk menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti

Hidroclorothiazid, tetrasklin, griseofulvin, dan piroxicam.[1]

B. PENGOBATAN TOPIKAL

1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap air

[SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parsol dan mikronized titanium

dioksida. [1]

2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini

seperti triamsinolon asetonid 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal superpoten

kelas satu seperti klobetasol propinoat atau betametason diproprionat memberikan

hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2 kali sehari selama 2 minggu diikuti

dengan 2 minggu periode istirahat dapat meminimalkan komplikasi seperti atropi dan

telengiektasis. Salep lebih efektif daripada krim pada lesi hiperkeratosis. [1]

3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan glukokortikoid intralesi seperti suspensi

triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi tinggi

dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada lesi

hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan kortikosteroid

lokal, namun perlu berhati-hati menggunakan pengobatan ini pada pasien dengan

jumlah lesi cukup banyak. [1]

C. PENGOBATAN SISTEMIK

Terapi dengan antimalaria adalah terapi yang baik digunakan secara tunggal atau

dalam kombinasi. Tiga preparat umum Yang biasa digunakan termasuk klorokuin,

hidroklorokuin, dan mepacrine. Sebaiknya hidroklorokuin dimulai dengan dosis 200 mg per

hari untuk dewasa dan, jika tidak ada efek samping gastrointestinal atau lainnya, dosis

Page 16: Lupus Erythematosus Discoid

ditingkatkan dua kali sehari tetapi tidak diberikan lebih dari 6,5 mg/ kg/ hari. Penting

ditekankan kepada pasien bahwa dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan

klinis. Pada beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin mungkin

lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi hydroxychloroquine atau

klorokuin sehingga dianjurkan penampahan mepacrine ke dalam regimen pengobatan. [15]

Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap

pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%, dengan

banyak laporan pasien yang dinyatakan sembuh sempurna. Adapun efek sampingnya ialah

efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil. Selain itu neuropati

sensorik dapat terjadi pada sekitar 25% dari padien yang mengkonsumsi obat ini.[1]

Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas [auranofin, mycochrysine] dan

clofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap kasus. [1]

Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi yang

sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan simtomatik

metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti azatioprin [imuran]

1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai glukokortikoid-sparing pada kasus lupus

eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat mofetil [25-45 mg/kg/hari oral] maerupakan analog

purin yang serupa dengan azatioprin. Metotreksat [7,5-25mg/kg oral sekali seminggu] efektif

untuk kasus berat yang refrakter. [1]

D. TERAPI BEDAH DAN KOSMETIK

LED dapat menimbulkan alopesia permanen, atropi kulit, dan perubahan pigmen.

Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan dermabrasi beresiko karena LED dapat

dipicu oleh trauma. Pemulihan dari eskar atropi dengan Erbium : YAG atau laser karbon

dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya

sebaiknya dihindari. [1]

KOMPLIKASI

Resiko perkembangan penyakit menjadi LES meningkat jika lesi menyebar dan

terdapat abnormalitas hasil pemeriksaan darah dan parameter serologis. Pengobatan dini

dapat mencegah terjadinya jaringan parut atau atrofi. Degenerasi malignan jarang terjadi.

Pencegahan tumbuhnya lesi baru dianjurkan pada daerah yang sering terekspos.[12]

PROGNOSIS .

Page 17: Lupus Erythematosus Discoid

Prognosis LED umumnya baik.Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan

berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama pada musim

semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada

penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit

yang terbentuk biasanya permanen [6,8,12]

DAFTAR PUSTAKA

1. Cotsner, M.I., Sontheimer R.D. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ,

Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s dermatology in general

medicine. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill. p.1678-93

2. Habif, T.P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy, 3rd edition.

Chapter 17. St. Louis: Mosby-Year Book,Inc. 1996. p.587-625.

3. Kuhn A, Ruzicka T. Classification of Cutaneus Lupus Erythematosus. In: Kuhn A,

Lehmann P, Ruzicka T. Cutaneous Lupus Erythematosus. Heidelberg: Springer-Verlag

Berlin. 1995. p. 53-7

4. AOCD. Discoid Lupus Erythematosus. www.aocd.org. 2007.

5. Werth V. Current Treatment of Cutaneous Lupus Erythematosus. Dermatol online jour.

2001:7(1):2

6. Goodfield,M.J.D,Jones S.K.,D.J. Veale. The Connective Tissue Disease. In: Burns T.,

Breathnach S., Cox N., Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology, 7th ed.

Massachusetts: Blackwell Publishing Company. 2004. p. 1646-793

7. Bolognia J.L.,L.J. Joseph, Rapini R.P. Bolognia: Dermatology,2nd ed. New York: Mosby

Elsevier.2008. p.105-13

8. Callen J.P. Lupus Erythematosus Discoid.www.emedicine.com.2007

9. Rai, V.M., Balachandran, C. Disseminated Discoid Lupus. Dermatol online jour.

2006:12 (4):23

10. The British Association of Dermatologist. www.bad.org.uk. 2008

11. Michael Hertl (ed.) Autoimmune Diseases of the Skin Pathogenesis, Diagnosis,

Management, 2nd ed. New York: Springer Wien. 2008

Page 18: Lupus Erythematosus Discoid

12. Draper R. Discoid Lupus Erithematous www.patient.co.uk. 2009

13. Wolff K., Johnson, R.A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

6th ed. New York: Mc Graw-Hill. 2007. p.376-87

14. Graham-Brown,R. Burns T. Lecture Notes of Dermatology 8th ed. Jakarta:EMS. 2005.

p.172-3

15. Panjwani, Suresh. Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. JABFM.

2009;22:206-13

16. Skinsite. Discoid Lupus Erythematosus. www.skinsite.com. 2008

17. Casetty, C.T. Chronic Cutaneus Lupus Erythematosus. Dermatol online jour. 11(4):26

18. Ben Osman,A.Badri T. Discoid Lupus Erythematosus ini an infant.Dermatol online

jour.2005:11(3):38