Lupus Eritematous Discoid

27
LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID PENDAHULUAN Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-sistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai makula atau papul berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku karpet. [1,2] LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan klinis dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas. [1] Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang pertama kali dibuat pada tahun 1977. Lupus Eritematosus Diskoid merupakan bagian dari Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (LEKK). [3] Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh 1

description

Lupus Eritematous Discoid

Transcript of Lupus Eritematous Discoid

Page 1: Lupus Eritematous Discoid

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-sistemik

yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai makula atau papul berukuran 1-2

cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang permukaannya menjadi

hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk

koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel

rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti

karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku

karpet.[1,2]

LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus

Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa

adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan

klinis dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas.[1]

Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh

tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang

pertama kali dibuat pada tahun 1977. Lupus Eritematosus Diskoid merupakan bagian dari

Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (LEKK).[3]

Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang

akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada

penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit

yang terbentuk biasanya permanen.[2,3]

EPIDEMIOLOGI

Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus kutaneus. LED

dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45 tahun, dengan rata-rata umur

38 tahun. LED tidak biasa ditemukan pada anak, sehingga tidak ada data khusus mengenai

prevalensi kejadian LED. [2,4] Namun, jika dianamnesis dengan baik, LED pada anak

merupakan manifestasi klinis dari penyakit sistemik. [5]. Secara umum, LE pada neonatus

terjadi 1 dari 20.000 kelahiran bayi per tahun. [6]

Meskipun tidak ada observasi lebih lanjut mengenai predileksi LE pada ras, LE pada

anak lebih umum terjadi pada anak yang berkulit hitam, Amerika Latin, dan Asia (rasio 3:1

1

Page 2: Lupus Eritematous Discoid

berbanding dengan anak kulit putih). Perbandingan LE kutaneus pada anak perempuan dan

laki-laki adalah 3:1. Pada masa pra-pubertas, dilaporkan bahwa perbandingan penderita LE

kutaneus adalah antara 1:1 dan 3:1, sedangkan rasio untuk setelah pubertas (dewasa) adalah

sekitar 8:1 dan 10:1. [6] LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5 % dari

kasus LED dapat mengarah ke LES. [2,4]

ETIOLOGI

Penyebab pasti dari LED tidak diketahui secara pasti. Adapun faktor resiko dari

kejadian LED adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (paparan sinar matahari dan obat-

obatan) yang memicu suatu respon autoimunitas. Lupus mengakibatkan perubahan pada

regulasi sistem kekebalan sehingga tubuh menjadi sensitif terhadap jaringan selnya sendiri. [7]

Gambar 1. Bagan Faktor Resiko dan Kaitannya dengan Patogenesis Lupus Eritematosus [7]

Adanya riwayat keluarga dengan penyakit jaringan konektif apapun, merupakan

faktor resiko kuat untuk timbulnya LED. [8] Asumsi autoimunitas ini pertamakali ditemukan

dikemukakan dengan adanya gen major histocompatibility complex (MHC), khususnya alel

human lymphocyte antigen (HLA). Dilaporkan bahwa penderita LED mengalami peningkatan

bermakna dari de43HLA-B7,-B8,DR2, dan -DQA0102 serta penurunan HLA-A2 dengan

kombinasi dari HLA-DR3,HLA DQA 0102 dan HLA-B7 menyebabkan resiko relatif LED

yang paling maksimal. Frekuensi LED juga meningkat pada karier penyakit granulomatosa

2

Respon Kekebalan Abnormal

Kekurangan sel pengatur yang mengendalikan

autoreaktivitas

Autoantibody Immune complex

Perkembangan Penyakit, Penyebaran Epitope

Sel T-Pembantu Sel B

Sel-sel rusak memberi sinyal,merusak daya tahan, apoptosis

Kerusakan jaringan

Gen-gen rentan Faktor-faktor lingkungan, obat-obatan, zat-zat infektan

Page 3: Lupus Eritematous Discoid

kronik terpaut kromosom X yang berjenis kelamin wanita. Defisiensi genetik komplemen

seperti C2,C3,C4 dan C5 serta inhibitor esterase C1 juga dihubungkan dengan LED dan

LECS [1,9]

Ada bukti bahwa TNF merupakan faktor predisposisi untuk lupus, dalam hal ini gen

TNF-α (-308A). Parameter gen TNF-α-308A ini akan meningkat jika terkena paparan sinar

matahari (UVB). [8] Pada sel keratinosit yang dipajani sinar ultraviolet, antigen yang

seharusnya ada dalam inti dan sitoplasma sel akan keluar ke membran keratinosit sehingga

dapat diikat oleh antibody seperti anti-SSA, anti-SSB atau anti-RNP. Hal ini dapat mengawali

keseluruhan proses imunologis yang mendasari terbentuknya lesi pada LED.[9] Selain paparan

sinar matahari, faktor resiko lain adalah perokok. Suatu penelitian berbasis case-control

melaporkan bahwa perokok jauh lebih beresiko menderita LE daripada orang yang tidak

merokok dan bahwa kemungkinan hal ini disebabkan oleh suatu zat yang disebut amina

aromatik lupogenik yang ada dalam asap tembakau.[1]

Sejenis struktur tubuler berukuran diameter ± 20 nm dan sangat mirip dengan

paramiksovirus ditemukan pada sel endotel pembuluh darah, histiosit perivaskuler, atau

fibroblast dari lesi LED. Struktur tersebut akan berkurang jumlah dan ukurannya setelah

penggunaan klorokuin. Jika struktur tersebut adalah virus, kemungkinan struktur tersebut

dapat berperan sebagai presipitator LED. Penemuan antibodi RNA reovirus pada 42% pasien

juga menguatkan dugaan adanya peranan virus dalam perjalanan penyakit LED [10]

PATOGENESIS

Penyebab dan mekanisme pathogenesis yang mengakibatkan LE masih belum

diketahui sepenuhnya. Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari pathogenesis LES.

Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang menjelaskan empat tahapan

teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum adanya penampakan klinis dari penyakit ini.

Tahapan-tahapan tersebut adalah pewarisan gen yang menyebabkan penderita lebih mudah

terkena penyakit, induksi autoimunitas, perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:[1]

3

Pewarisan Gen/ Mutasi SomatikHLA dan Lainnya

Page 4: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 2: Patomekanisme Lupus Eritematosus [8]

Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi LE.

Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE dengan MHC

kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga dianggap berperan dalam

pathogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan komplemen dan tumor necroting factor

(TNF), gen yang memediasi apoptosis serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel

serta gen yang berperan dalam pembersihan kompleks imun. [1]

Tahap kedua dari pathogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan proses

autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang telah kehilangan

toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi autoreaktifitas tersebut

antatara lain: [1,3]

1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel stem, jika

dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan menggantikan

sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel muda yang tidak toleran

2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen dapat

memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen yang bereaki

silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan limfosit autoreaktif untuk

menimbulkan efek pada tolerogen.

3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan

kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi klonal

sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh antigen.

Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat menghilangkan

anergi dan mengawali proses autoreaktifas

Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari patomekanisme LE juga

dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas. Seperti dibahas sebelumnya, antigen

LE kebanyakan adalah antigen yang terdapat di dalam inti dan sitoplasma dari sel keratinosit

4

Sinar UV dan Lainnya Pembentukan AutoantibodiHilangnya toleransi terhadap komponen tubuh

Perluasan Proses AutoimunEkspansi Sel T

Pembentukan kompleks imunJejas immunologis

Page 5: Lupus Eritematous Discoid

yang terbebaskan ke membran sel akibat mekanisme tertentu. Uji laboratorium telah

membuktikan bahwa antigen tersebut dapat keluar akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu,

faktor lain yang dapat memicu lesi LED dan kemungkinan berhubungan dengan pembebasan

antigen dari inti dan sitoplasma keratinosit adalah trauma, infeksi, pajanan dingin, sinar-X

hingga bahan kimia.[9,10]

Setelah klon autoimun terbentuk, terjadi suatu mekanisme yang memperbanyak dan

memperluas klon yang bermasalah ini. Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya

melibatkan peningkatan respon autoimun yang dipicu antigen secara progresif. Pada tahap

ini, autoantibody dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda. Walaupun sangat banyak,

autoantibody LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target

utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm dan anti-RNP)

molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).[1]

Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara klinis dan

menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis. tahapan ini sebagian besar

diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun yang terbentuk yang

menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel secara langsung, aktivasi seluler,

opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi molekul target. [1]

GEJALA KLINIS

Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang paling umum

ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit kepala dan telinga, tetapi

persebarannya juga bisa lebih luas dan berlokalisasi simetrik. Walaupun begitu, lesi di bawah

leher sangat jarang ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak

(makula merah atau bercak meninggi), berbatas jelas, dengan sumbatan keratin pada folikel-

folikel rambut (follicular plugs). Bila lesi-lesi diatas rambut dan pipi berkonfluensi, dapat

membentuk seperti kupu-kupu (butterfly erythema). [11, 12]

Penyakit dapat meninggalkan sikatriks atrofi, kadang-kadng hipertrofik, bahkan

distorsi telinga atau hidung. Hdung dapat berbentuk seperti paruh kakatua. Bagian badan

yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih cepat beresidif daripada

bagian-bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa, yakni di mukosa oral dan vulva atau di

konjungtiva. Klinis nampak deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatrisasi. [12]

Varian klinis LED ialah : [12]

1. Lupus eritematosus tumidus

5

Page 6: Lupus Eritematous Discoid

Bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi, terlihat di muka, lutut, dan

tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erysipelas dan selulitis.

2. Lupus eritematosus profunda

Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan atas.

Kulit diatas nodus eritematosa, atrofik, atau berulserasi

3. Lupus hipotrofikus

Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, teridir atas plak yang

berindurasi dengansentrum yang atrofik.

4. Lupus pernio (chilblain lupus, Hutchinson)

Penyakit terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di daerah-daerah

yang tidak tertutp pakaian, memburuk pada hawa dingin.

Lesi primer LED adalah makula atau papul eritem asimetris tanpa gejala subjektif

dengan sisik ringan hingga sedang. biasanya berukuran 1-2 cm. Seiring dengan perjalanan

penyakit, sisik dapat menebal dan melengket, disertai hipopigmentasi di daerah inaktif

(tengah) dan hiperpigmentasi di batas aktif. Jika mengenai daerah berambut seperti kulit

kepala dan janggut, skar dengan alopesia permanen dapat terjadi. Lesi LED seringkali

tersebar mengikuti pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terpajan tetap dapat

terkena lesi.[2,4,13]

Setelah beberapa lama, lesi LED akan berubah menjadi pakat eritem berbatas tegas

yang titutupi oleh sisik yang meluas hingga ke folikel rambut. Jika sisik yang melekat

dilepaskan, jarum-jarum keratotik yang mirip dengan paku karpet dapat terlihat di bagian

bawah sisik (tanda paku karpet). Lesi meluas dengan eritem dan hiperpigmentasi di pinggir

dengan skar atrofi, telangiektasis dan hipopigmentasi di tengah. [14]

LED dapat dibedakan menjadi LED lokalisata yang mengenai wajah dan leher serta

LED generalisata yang mengenasi bagian atas dan bawah dari leher. Lesi LED di bawah

leher. [13,14]

6

Page 7: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 3: LED di wajah pasien[13]

Gambar 4: Skar dengan alopesia akibatLED[13]

Biasanya LED tidak menimbulkan gejala objektif pada pasien selain

ketidaknyamanan kosmetik akibat lesi dan skar. Kadang-kadang daerah yang terpengaruh

terasa gatal dan jika mengenai jari, terasa lembut dan nyeri tekan. LED juga tidak

mempengaruhi status kesehatan pasien secara umum. [15]

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. PEMERIKSAN HISTOPATOLOGIS [3]

Secara histologis, epidermis dan dermis penderita LED yang mengalami perubahan

sedangkan jaringan subkutannya tidak. Penampakan mikroskopis yang khas untuk LED

adalah hiperkeratosis dengan sumbatan folikel, penipisan dan pendataran epitel serta

degenerasi hidrofik lamina basalis.Selain itu, terdapat keratinosit apoptotik yang tersebar

(badan Civatte) pada lamina basalis. Pada lesi yang sudah lama, penebalan membrana basalis

terlihat jelas pada pewarnaan acid-Schiff. Pada jaringan dermis terdapat infiltrat limfositik

berbentuk perca atau likenoid disertai pengangkatan folikel pilosebaseus. Juga terdapat

penimbunan musin pada ruang interstisial dan udem, dan biasanya tidak dijumpai eosinofil

maupun neutrofil.

7

Page 8: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 5: Degenerasi hidrofik lamina basalis pada LED[3]

2. LUPUS BAND TEST (LBT) [1]

Imunoglobulin (IgA,IgG, IgM) dan komponen komplemen (C3,C4,Clz,properdin,

faktor B dan membrane attack complex C5b-C9) akan tertimbun menjadi susunan

menyerupai pita linear atau granuler pada taut dermo-epidermal dari kulit pasien LE sehingga

dapat diamati dengan uji direct immunofluorescence yang disebut Lupus Band Test (LBT).

Penelitian awal menyebutkan bahwa 90% lesi LED imunoreaktan sehingga positif

LBT tetapi penelitian terbaru menunjukkan angka yang lebih rendah. Lesi di kepala, leher

dan lengan lebih sering positif (80%) dari lesi di badan (20%). LBT nampaknya lebih sering

positif pada lesi yang lebih tua (>3 bulan).

Gambar 6. Pemeriksaan direct immunofluorescence pada biopsy kulit lesi LED.[1]

2. Tes lainnya

8

Page 9: Lupus Eritematous Discoid

Berikut adalah tabel yang menampilkan ringkasan hasil laboratorium untuk LED dengan perbandingan dengan LEKA dan LEKS :

Ciri penyakit LED LEKA LEKSANA + +++ ++Antibodi RO/SSA -dg imunodifusi - dg ELISA

0+

+++

++++++

Antibodi DNA antinatif +++ + 0Hipokomplementemia +++ + +

LEKA, lupus eritematosus kutaneus akut; LEKS, lupus eritematosus kutaneus subakut; ANA,antibodi antinuclear; ELISA, enzyme linked immunosorbent assay+++,sangat berhubungan; ++, agak berhubungan; +,berhubungan lemah; 0,negatif, tidak berhubungan

Tabel 2: Ringkasan hasil laboratorium LED dengan perbandingan LEKA dan LEKS. (dari Cutaneus Lupus Erythematosus). [3]

Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) oleh A.R.A (the American Rheumatism Association) : [12]

1. Eritema fasial (butterfly rash)2. Lesi diskoid, sikatrik hipotrofik3. Fotosensitivitas4. Ulserasi di mulut dan nasofaring5. Artritis (non erosif, mengenai 2 atau lebih sendi perifer)6. Serositis (pleuritis, perikarditis)7. Kelainan ginjal (proteinuria > 0.5g/sehari, cellular casts)8. Kelainan neurologic (kelelahan, psikosis)9. Kelaianan darah, yakni anemia hemolitik, leukopenia (<4000/ul) limfopenia atau

trombositopenia (<100.000/uL)10. Gangguan immunologic {[sel L.E., anti DNA, anti –Sm, (antibody terhadap antigen

anti otot polos) atau positif semu tes serologik untuk sifilis]}11. Antibodi antinuklear

Diagnosis LES ditegakkan jika paling sedikit ditemukan 4 diantara 11 manifestasi diatas. Manifestasi klinis LED dan LES hampir sama, namun penegakan diagnosis Lupus Eritematosus Diskoid (LED) tidak mutlak ditentukan menurut A.R.A (the American Rheumatism Association), seperti pada LES. Berikut perbedaan antara LED dan LES : [12]

L.E.D (Lupus eritematosus diskoid) L.E.S (Lupus eritematosus sistemik)- Insidens pada wanita lebih banyak - Wanita jauh lebih banyak daripada pria,

9

Page 10: Lupus Eritematous Discoid

daripada pria, usia biasanya lebih dari 30 tahun

- Kira-kira 5% berasosiasi dengan atau menjadi LES

- Lesi mukosa oral dan lingual jarang

- Gejala konstitusional jarang

- Kelainan laboratorik dan imunologik jarang

umumnya terbanyak sebelum usia 40 tahun (antara 20-30 tahun)

- Kira-kira 5% mempunyai lesi-lesi kulit LED

- Lesi mukosa lebih sering terutama pada LES akut

- Gejala konstitusional sering

- Kelainan laboratorik dan imunologik sering

DIAGNOSIS

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis, pemeriksaan

fisis serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis:

Pasien mungkin mengeluh gatal ringan atau nyeri sesekali dalam lesi, tetapi

kebanyakan pasien tanpa gejala. Sekitar 5% atau kurang pasien LED telah terlibat dalam

kelainan sistemik. Arthralgia atau arthritis mungkin terjadi. Jadi, anamnesis harus difokus

pada riwayat penyakit dan gejala LE yang berkaitan seperti fotosensitivitas, arthralgia atau

arthritis, alopesia areata serta fenomena Raynaud, aborsi spontan pneumonia, karditis serta

gangguan neurologis. Untuk mendukung diagnosis klinis, pemeriksaan histologis serta

imunohistokimia lesi kulit akan dilakukan.[13,16]

Pemeriksaan fisis (gejala klinis):

Lesi primer LED adalah papul eritematosa atau plak dengan gambaran sisik (lihat

gambar di bawah). Semakin lama lesi semakin aktif, sisik semakin menebal dan terjadi

perubahan pigmentasi dengan hipopigmentasi di daerah pusat lesi dan pada daerah perbatasan

tidak aktif dan hiperpigmentasi. [13,17]

Gambar 7: Bekas luka kronis lesi LED[13]

10

Page 11: Lupus Eritematous Discoid

Lesi menyebar sentrifugal dan dapat bergabung. Dengan bertambahnya usia lesi,

pelebaran bukaan folikular terjadi dengan plug keratinous, disebut folikel patulous (lihat

gambar di bawah). Resolusi lesi aktif mengakibatkan atrofi dan terjadinya jaringan parut.[13]

Gambar 8: Lesi LED dalam konka menunjukkan folikel dengan sumbatan [13]

Lesi awal mungkin sulit untuk dibedakan dengan lesi LEKS. Lesi LED seringkali

tersebar menurut pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terkena sinar matahari dapat

pula terkena. Kulit kepala seringkali terkena sehingga menghasilkan alopesia .[13]

Gambar 9: Jaringan parut meluas dengan alopesia[13]

Pasien dengan LED sering dibagi menjadi 2 kelompok: lokal dan generalisata. LED

lokal terjadi ketika hanya pada kepala dan leher, sedangkan LED generalisata terjadi ketika

daerah lain [13]

11

Page 12: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 10: lesi LE kronik pada tubuh pasien [13]

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Banding dari LED antara lain:

Dermatitis seboroik

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan akak kekuningan,

batasnya agak kurang tegas. Tempat predileksi pada daerah yang banyak kelenjat sebasea

seperti kepala, belakang telinga, supraorbital yaitu pada alis, dahi, glabela, lipatan nasolabial,

areola mame, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital.(1,12)

Gambar 11 : Dermatitis seboroik berupa eritema dan skuama berminyak pada lipatan nasolabial.(1)

Melasma

Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa macula yang

tidak merata berwarna cokla muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra

violet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. (1,12)

12

Page 13: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 12 : Gambaran makula berupa hiperpigmentasi pada daerah pipi, hidung dan atas bibir.(1)

Acne Rosacea

Merupakan peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustule,

telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo

kecuali bila dikombinasi dengan akne. (1,12)

Gambar 13 : Acne rosacea dengan gambaran eritema pada seluruh muka.(1)

Keratosis Aktinik

Gambaran klinis berupa bercak-bercak merah dan berskuama, yang secara khas

bertambah besar dan menyusut bersama dengan waktu, dapat timbul ratusan lesi pada orang-

orang yang sering terpapar sinar matahari. [19]

13

Page 14: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 14: Aktinik keratosis hipertrofik pada dorsum manus pasien[1]

Psoriasis

Gambaran utama psoriasis adalah, epidermis menajdi sangat menebal (akantosis).

Tidak terdapat stratum granulosum. Retensi nukleus pada stratum korneum (parakeratosis).

Akumulasi polimorf pada stratum korneum (mikroabses). Pelebaran pembuluh darah kapiler

pada dermis bahagian atas.[19]

Gambar 15: Psoriasis vulgaris yang meluas dari kulit kepala ke leher[1]

Liken Planus

Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi bentuknya. Bentuk yang

paling sering adalah adanya erupsi akut pada papula yang gatal. Gambaran klinis: lesi-lesi

kulitnya berpermukaan rata, mengkilat, dan poliglonal. Gambaran permukaannya tampak

seperti anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis, disebut sebagai “Wickham’s striae”

[19]

14

Page 15: Lupus Eritematous Discoid

Gambar 16: plakat berpuncak rata dengan Wickham’s striae pada ekstremitas penderita[1]

Lupus Ertitematosus Kutaneus Subakut

Terdapat lesi-lesi papuloskuamosa atau anular tanpa pembentukan jaringan parut,

terutama pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari. Mugkin juga didapatkan gejala

sistemik, walaupun biasanya ringan. [19]

Gambar 17: LEKS dengan lesi anular dengan pusat hipopigmentasi tanpa atrofi kulit pada punggung dan lengan

15

Page 16: Lupus Eritematous Discoid

PENATALAKSANAAN

A. PENCEGAHAN

Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,

mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk mencegah perkembangan

lesi lebih lanjut. [1]

Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh paparan sinar

ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid lupus harus mencakup

menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir surya. Pengobatan dimulai dengan

menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan

semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun cara yang digunakan

untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang tertutup, topi yang lebar. Selain itu

pasien disarankan untuk menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti

Hidroclorothiazid, tetrasklin, griseofulvin, dan piroxicam. Pasien juga disarankan untuk

melakukan follow-up setelah perawatan untuk memastikan ada atau tidak komplikasi.[1]

B. PENGOBATAN TOPIKAL

1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap air

[SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parsol dan mikronized titanium

dioksida. [1]

2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini

seperti triamsinolon asetonid 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal superpoten

kelas satu seperti klobetasol propinoat atau betametason diproprionat memberikan

hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2 kali sehari selama 2 minggu diikuti

dengan 2 minggu periode istirahat dapat meminimalkan komplikasi seperti atropi dan

telengiektasis. Salep lebih efektif daripada krim pada lesi hiperkeratosis. [1]

3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan glukokortikoid intralesi seperti suspensi

triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi tinggi

dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada lesi

hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan kortikosteroid

lokal, namun perlu berhati-hati menggunakan pengobatan ini pada pasien dengan

jumlah lesi cukup banyak. [1]

C. PENGOBATAN SISTEMIK

16

Page 17: Lupus Eritematous Discoid

Terapi dengan antimalaria adalah terapi yang baik digunakan secara tunggal atau

dalam kombinasi. Tiga preparat umum Yang biasa digunakan termasuk klorokuin,

hidroklorokuin, dan mepacrine. Sebaiknya hidroklorokuin dimulai dengan dosis 200 mg per

hari untuk dewasa dan, jika tidak ada efek samping gastrointestinal atau lainnya, dosis

ditingkatkan dua kali sehari tetapi tidak diberikan lebih dari 6,5 mg/ kg/ hari. Penting

ditekankan kepada pasien bahwa dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan

klinis. Pada beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin mungkin

lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi hydroxychloroquine atau

klorokuin sehingga dianjurkan penampahan mepacrine ke dalam regimen pengobatan. [20]

Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap

pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%, dengan

banyak laporan pasien yang dinyatakan sembuh sempurna. Adapun efek sampingnya ialah

efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil. Selain itu neuropati

sensorik dapat terjadi pada sekitar 25% dari padien yang mengkonsumsi obat ini.[1]

Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas [auranofin, mycochrysine] dan

clofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap kasus. [1]

Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi yang

sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan simtomatik

metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti azatioprin [imuran]

1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai glukokortikoid-sparing pada kasus lupus

eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat mofetil [25-45 mg/kg/hari oral] maerupakan analog

purin yang serupa dengan azatioprin. Metotreksat [7,5-25mg/kg oral sekali seminggu] efektif

untuk kasus berat yang refrakter. [1]

D. TERAPI BEDAH DAN KOSMETIK

LED dapat menimbulkan alopesia permanen, atropi kulit, dan perubahan pigmen.

Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan dermabrasi beresiko karena LED dapat

dipicu oleh trauma. Pemulihan dari skar atropi dengan Erbium : YAG atau laser karbon

dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya

sebaiknya dihindari. [1]

KOMPLIKASI

17

Page 18: Lupus Eritematous Discoid

Resiko perkembangan penyakit menjadi LES meningkat jika lesi menyebar dan

terdapat abnormalitas hasil pemeriksaan darah dan parameter serologis. Pengobatan dini

dapat mencegah terjadinya jaringan parut atau atrofi. Degenerasi malignan jarang terjadi.

Pencegahan tumbuhnya lesi baru dianjurkan pada daerah yang sering terekspos.[17]

PROGNOSIS .

Prognosis LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan

berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama pada musim

semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada

penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit

yang terbentuk biasanya permanen.[10,12,17]

DAFTAR PUSTAKA

1. Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff

K, Austen KF, Goldsmith LA, et al, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general

medicine. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2003: p.1678-93

2. Binnick AN, Habif TP. Connective tissue diseases. In: Habif TP, editor. Clinical

dermatology: A color guide to diagnosis and therapy, 3rd ed. St. Louis: Mosby-Year

Book Inc; 1996: p.587-625.

3. Kuhn A, Ruzicka T. Classification of cutaneous lupus erythematosus. In: Kuhn A,

Lehmann P, Ruzicka T, editors. Cutaneous lupus erythematosus, 4th ed. Berlin:

Heidelberg Springer-Verlag; 1995: p.53-7

4. Anonymous. AOCD: Discoid Lupus Erythematosus [online]. www.aocd.org. 2007.

5. Papadimitaki ED, Isenberg DA. Childood-and Adult-onset Lupus : an Update of

Similarities and Differences : Epidemiological & Clinical Features of SLE [online].

http://www.medscape.com/viewarticle/708057_2

18

Page 19: Lupus Eritematous Discoid

6. Callen JP. Neonatal and Pediatric Lupus Erythematosus [online].

http://emedicine.medscape.com/article/1006582-overview#a0156.

7. Osmola A, Namys J, Jagodzinski P, Prokop J. Genetic Background of Cutaneous Forms

of Lupus Erythematosus : Update on Current Evidence. J, Appl. Genet. 2004:45(1):77-

86

8. Wallace D. Discoid lupus erythematosus. In: The Lupus Book: A Guide for Patients and

Their Families, 4th ed. UK: Oxford University Press; 2010: p.231-245

9. Werth V. Current treatment of cutaneous lupus erythematosus. Dermatol online jour.

2001:7(1):2

10. Goodfield MJ ,Jones SK, Veale DJ. The connective tissue disease. In: Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of dermatology, 7th ed.

Massachusetts: Blackwell Publishing Company; 2004: p. 1646-793

11. Lee LA, Werth VP. L upus e rythematosus . In: Bolognia JL, Joseph LJ, Rapini RP.

Bolognia, editors. Dermatology, 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008: p.105-13

12. Djuanda S. Penyakit jaringan konektif. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5. Jakarta : Balai Penerbi FKUI; 2010 : p.264-272

13. Callen J.P. Lupus Erythematosus Discoid [online].www.emedicine.com.2007

14. Rai, VM, Balachandran, C. Disseminated Discoid Lupus. D ermatol online jour . 2006:12

(4):23

15. Anonymous. The British Association of Dermatologist [online].www.bad.org.uk. 2008

16. Sticherling M, Pellowski D. Lupus erythematosus. In: Hertl M, editor. Autoimmune

Diseases of the Skin Pathogenesis, Diagnosis, Management, 2nd ed. New York: Springer

Wien; 2008: p.183-229

17. Draper R. Discoid Lupus Erithematous [online].www.patient.co.uk. 2009

18. Thomas B. Cutaneous lupus erythematosus. In: Wolff K, Johnson RA, editors.

Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: Mc

Graw-Hill; 2007: p.376-87

19. Dellavelle R. Lupus erythematosus. In: Graham BR, Burns T, editors. Lecture Notes of

Dermatology, 8th ed. Jakarta: EMS; 2005: p.172-3

20. Panjwani, Suresh. Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. JABFM.

2009:22:206-13

21. Anonymous. Skinsite: Discoid Lupus Erythematosus [online]. www.skinsite.com. 2008

22. Casetty, C.T. Chronic Cutaneus Lupus Erythematosus. D ermatol online jour. 11(4):26

19

Page 20: Lupus Eritematous Discoid

23. Osman B, Badri T. Discoid Lupus Erythematosus in an infant.D ermatol online jour.

2005:11(3):38

20