Luka Tusuk Abdomen

25
BAB I PENDAHULUAN Luka tusuk (vulnus functum) adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau, paku dan benda tajam lainnya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen. 1 Benda tajam merupakan benda yang permukaannya mampu mengiris sehingga kontinuitas jaringan hilang. Kekerasan akibat benda tajam menyebabkan luka iris, luka tusuk atau luka bacok. Luka tusuk adalah luka yang diakibatkan oleh benda tajam atau benda runcing yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau kurang lebih tegak lurus. Luka tusuk merupakan luka terbuka dengan luka lebih dalam dari panjang luka. Tepi luka biasanya rata dengan sudut lukayang runcing pada sisi tajam benda penyebab luka tusuk. 1,2 Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah 5

Transcript of Luka Tusuk Abdomen

BAB I

PENDAHULUAN

Luka tusuk (vulnus functum) adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam

seperti pisau, paku dan benda tajam lainnya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak

keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat

berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.1

Benda tajam merupakan benda yang permukaannya mampu mengiris

sehingga kontinuitas jaringan hilang. Kekerasan akibat benda tajam menyebabkan

luka iris, luka tusuk atau luka bacok. Luka tusuk adalah luka yang diakibatkan oleh

benda tajam atau benda runcing yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau

kurang lebih tegak lurus. Luka tusuk merupakan luka terbuka dengan luka lebih

dalam dari panjang luka. Tepi luka biasanya rata dengan sudut lukayang runcing pada

sisi tajam benda penyebab luka tusuk.1,2

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar

rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum

organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ

berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan

mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan

peradangan atau infeksi. Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi

dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/

penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.2

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Abdomen

a. Anatomi Luar dari Abdomen3

1. Abdomen Depan

Definisi abdomen depan adalah bidang yang bagian superiornya dibatasi

oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua ligamentum

inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua linea aksilaris anterior.

2. Pinggang

Ini merupakan daerah yang berada diantara linea aksilaris anterior dan linea

aksilaris posterior, dari sela iga ke-6 diatas, ke bawah sampai crista iliaca. Di

lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang tebal, berlainan dengan dinding

otot yang lebih tipis dibagian depan, menjadi pelindung terutama terhadap

lukas tusuk.

3. Punggung

Daerah ini berada dibelakang dari linea aksilaris posterior, dari ujung

bawah scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, disini otot-

otot punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap trauma tajam.

b. Anatomi Dalam dari Abdomen3

1. Rongga Peritoneal

Rongga peritoneal terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah. Rongga

peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang

mencakup diafragma, hepar, lien, gaster dan colon transversum. Bagian ini

juga disebut komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada saat diafragma

naik sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga

maupun luka tusuk tembus dibawah garis intermammaria bisa mencederai

6

organ dalam abdomen. Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian

colon ascendens dan colon descendens, colon sigmoid dan pada wanita, organ

reproduksi internal.

2. Rongga Intraperitoneal

Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang dinding

peritoneum yang melapisi abdomen dan didalamnya terdapat aorta

abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari duodenum, pankreas,

ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon ascendens dan colon

descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada

organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari

jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa dan juga cedera disini pada awalnya

tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Disamping itu,

rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya pada

diagnostic peritoneal lavage (DPL).4

3. Rongga Pelvis

Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya

merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah

dari rongga retroperitoneal. Terdapat didalamnya rectum, vesica urinaria,

pembuluh-pembuluh iliaca dan pada wanita, organ reproduksi internal.

Sebagaimana halnya bagian thoracoabdominal, pemeriksaan organ-organ

pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang diatasnya.

c. Otot Penyusun Dinding Abdomen4

Otot penyusun dinding abdomen bagian depan/ventral (dari dalam ke luar)

1. M. rectus abdominis (kiri-kanan linea mediana)

- Tersusun memanjang daricostae 5-7 ke symphisis pubis

- Dibungkus vagina m. recti abdominis

- Fungsi : Menarik dada saat ekspirasi, mengangkat pelvis,  antefleksi

columna vertebralis, membantu rotasi rongga dada

7

2. M. transversus abdominis

3. M. obliquus internus abdominis

4. M. obliquus eksternus abdominis

Otot penyusun dinding abdomen bagian belakang/dorsal (dari dalam ke luar)

1. M. psoas major dan m psoas minor

2. M. quadratus lumborum

3. M. erector trunci

4. M. latissimus dorsi

Gambar 2.1. Otot Penyusun Dinding Abdomen

d. Fascia3,4

1. Linea Alba adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh jaringan ikat kasar dari proc.

xiphoideus ke symphisis os pubis diantara kedua mm rectiabdominis.

2. Linea Semi lunaris adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh tendo m.

Obliquus dan m. transversus, dimulai dari cartilago costae berakhir ke bawah umbilikus di

kiri dan kanan linea alba.

3. Fascia: (dari luar)

a. superfisial abdominis (ventral)

8

b. superfisial dorsi (dorsal)

c. transversa abdominis (dalam)

d. Dalam fascia transversa abdominis = peritoneum parietale

Gambar 2.2. Fascia

e. Vaskularisasi4

1. Aorta abdominalis masuk ke rongga perut setinggi v thoracalis XII berakhir

setinggi lumbalis IV = bercabang menjadi arteri iliaca communis.

2. A iliaca communis

a) a. iliaca externa yang kemudian bercabang menjadi a epigastrica inferior dan a

circumflexa ilium profunda dan setelah masuk lakuna vasorum menjadi a

femoralis.

b) a. hypogastrica bercabang menjadi a iliolumbalis.

3. Cabang aorta abdominal = arteri lumbalis.

4. a. femoralis bercabang menjadi a epigastrica superficialis dan a circum-

flexa ilium superficialis

f. Inervasi4

Dinding abdomen :

a. Nervus intercostalis 7 s/d 12

9

1. Kulit dinding perut

2. Peritoneum parietale

3. Muscle: transversus abdominis, obliquus internus dan externus abdominis, rectus

abdominis.

b. Nervus lumbalis

1. Kulit sampai di daerah gluteus medial.

2. Muscle: quadratuus lumborum, psoas major dan minor, iliohypogastricus dan

ilioinguinalis.

g. Peritoneum4

1. Differensiasi dari mesoderm

2. Membungkus organ-organ dalam abdomen kecuali ginjal dan pankreas (ekornya saja

yang masuk peritoneum)

3. Bagian saluran pencernaan yang terletak di luar peritoneum =

a. Duodenum

b. Colon ascenden dan descenden

4. Saluran pencernaan yang terletak di dalam peritoneum =

a. Jejunum dan ileum

b. Colon transversum

c. Colon sigmoideum dan caecum

5. Digantung oleh jaringan ikat yang dinamakan mesocolon(colon) dan mesenterium

(usus halus).

2.2. Trauma Abdomen

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka ataupun cedera. Trauma

abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara

diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.5

10

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

a. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi

Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,

kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan

lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

b. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga

abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen

yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan

metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002), yaitu:6

a. Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada

dinding abdomen.

b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

c. Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,

atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

2.3. Klasifikasi Trauma Tembus Abdomen

Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:7

a. Trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium)

1. Luka Tusuk

2. Luka Tembak

b. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul)

11

2.4. Definisi Luka Tusuk Abdomen

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk ke

dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit,

misalnya luka tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor

yaitu :

a. Lokasi anatomi injury.

b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan

untuk menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar

rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum

organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ

berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan

mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan

peradangan atau infeksi.

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul

dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma perut

merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya

dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan

dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.1,8

2.5. Patofisiologi Luka Tusuk Abdomen

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan akan terjadi

pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda

iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran

klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-

tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam

trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi

abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut

pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat

12

leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal

perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan

bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.1,3

Trauma tajam atau tusukan benda tajam memberi jejas pada kutis dan subkutis,

bila lebih dalam akan melibatkan otot abdomen, dan tusukan lebih dalam akan

menembus peritoneum dan mampu mencederai organ intraperitoneal atau mungkin

langsung mencederai organ retroperitoneal bila trauma berasal dari arah belakang.

Sangat jarang ditemui trauma tajam yang menembus dari muka sampai belakang

dinding abdomen atau sebaliknya.

Trauma tajam dinding abdomen akan menimbulkan perdarahan in situ, bila

trauma menembus peritoneum, mungkin terdapat polas omentum.

Trauma tajam dapat dengan mudah mencederai hepar, mesenterium dan

mesokolon, gaster, pancreas atau buli-buli, namun karena sifat mobilitasnya, jarang

mencederai usus halus, kolon, limpa dan ginjal.

Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau,

atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung

dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat,

berupa tanda-tanda peritonitis.

Luka tusuk akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun

terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma

(20%) dan colon (15%).1,3,8

2.6. Manifestasi Klinis

a. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh

kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik.9

b. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.

c. Respon stres simpatis.

d. Perdarahan dan pembekuan darah.

e. Kontaminasi bakteri dan kematian sel.

13

2.7. Penilaian Luka Tusuk Abdomen

a. Anamnesis1,2,9

Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus

diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan, jarak dari

pelaku, jumlah tikaman dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat

kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai

hebatnya maupun lokasi dari setiap nyeri abdominalnya dan apakah ada nyeri alih.

b. Pemeriksaan Fisik1,2,9

1. Inspeksi

Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian depan

dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti bagaimanakah

laserasinya, liang tusukannya, adakah benda asing yang menancap, dan

apakah ada omentum ataupun bagian usus yang keluar.

2. Evaluasi Luka Tusuk

Luka tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30%

kasus mengalami cedera intraperitoneal. Bila ada kecurigaan bahwa luka

tusuk yang terjadi sifatnya superficial dan nampaknya tidak menembus

lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli bedah yang berpengalaman

akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk

menentukan kedalamannya. Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk

diabdomen depan tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien

seperti ini menjadi kurang produktif.

Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka diikuti

sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien

mengalami risiko lebih besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli

bedah menganggap ini sudah indikasi untuk melaksanakan laparatomi.

Setiap apsien yang sulit kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak

kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunka yang mengaburkan

penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang atauapun untuk laparatomi.

14

3. Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam

Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidka memerlukan

pemeriksaan screening x-ray. Pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau

dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang

normal, rontgen foto thorak tegak bermanfaat untuk menyingkirkan

kemungkinan hemo atau pneumothorak, ataupun untuk dokumentasi adanya

udara bebas intraperitoneal.

2.8. Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauna Tajam

a. Cedera thorax bagian bawah

Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada diafragma

dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorak

foto berulang, thoracoskopi ataupun laparoskopi ataupun pemeriksaan CT scan.

Dengan pemeriksaan diataspun kita masih bisa menemukan adanya hernia

diafragma sebelah kiri karena luka tusuk thoracoabdominal, sehingga untuk

luka seperti ini opsi lain diperlukan yaitu eksplorasi bedah.1,2

b. Eksplorasi lokal luka

55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami

hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi omentum maupun usus halus. Untuk

pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk pasien selebihnya,

sesudah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum sesudah melakukan

eksplorasi lokal luka, setengahnya juga akan mengalami laparotomi.

Laparotomi ini merupakan salah satu opsi yang relevan untuk semua pasien ini.

Untuk pasien yang relatif asimptomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi

diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam

24 jam, DPL maupun laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik

serial membutuhkan sumber daya manusia yang besar, tetapi dengan ketajaman

sebesar 94%. Dengan DPL bisa diperoleh diagnosa lebih dini pada pasien yang

asimptomatik dan ketajaman mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis sel

15

seperti pada trauma tumpul. Laparoskopi diagnostik bisa mengkonfirmasi

ataupun menyingkirkan tembusnya peritoneum, tetapi kurang bermakna untuk

mengenali cedera tertentu.1,2,6

2.9. Penatalaksanaan

Sesuai Advanced Trauma Life Support, penanganan yang penting untuk trauma

tajam pada abdomen, yaitu :1

a. Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan.

b. Menentukan mekanisme trauma.

c. Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala.

d. Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan

dengan cepat.

e. Tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun

retroperitoneal yang tersembunyi.

f. Segera menentukan bila diperlukan operasi.

Gambar 2.3. Manajemen Trauma Tembus

16

2.10. Penanganan Pre Hospital dan Hospital

a. Pre Hospital

1.  Airway

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan

teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,

periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan

napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.10

2.    Breathing

Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan

menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk

memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan

status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).10

3.    Circulation

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-

sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak

ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio

kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi

dada dan 2 kali bantuan napas).10

Penetrasi (trauma tajam)

1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)

tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.

2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan

kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga

tidak memperparah luka.

3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak

dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang

keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.

4.    Imobilisasi pasien.

5.    Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.

17

6.    Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka.

7.    Kirim ke rumah sakit.     

b.   Hospital

Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli

bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk

menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka

masuk dan luka keluar yang berdekatan.10

1. Skrinning pemeriksaan rontgen.

Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo

atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium.

Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru

atau adanya udara retroperitoneum.

2. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning

Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.

2.11. Komplikasi

Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau,

atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung

dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat,

berupa tanda-tanda peritonitis, Syok juga akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan

resusitasi secepat mungkin serta infeksi.11

18

BAB III

KESIMPULAN

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk ke

dalam jaringan tubuh, misalnya luka tusuk pisau. Semua pasien luka tusuk abdomen

dan sekitarnya yang mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi organ

memerlukan laparotomi segera. Pasien luka tusuk abdomen depan dengan gejala yang

ringan, bila eksplorasi lokal menunjukkan tembusnya peritoneum, dievaluasi dengan

pemeriksaan fisik diagnostik berulang, walaupun laparotomi merupakan opsi yang

dapat dipertanggungjawabkan. Semua pasien luka tusuk pinggang ataupun punggung

yang asimptomatik dengan luka yang tidak pasti superficial, sebaiknya dievaluasi

dengan pemeriksaan fisik serial ataupun CT dengan kontras. Juga disini pilihan

laparotomi merupakan opsi yang dapat diterima.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For

Doctors. 7th ed. IKABI.

2. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta :

FKUI.

3. Sjamsuhidayat. 2006. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

4. Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.

5. Dudley, H. A. F. 2002. Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta :

UGM Press.

6. Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 26

Maret 2013 dari http://www.docstoc.com/docs/30321684/Blunt-Abdominal-

Trauma-Evaluation.

7. Hoff. W S., Holevar M., Nagy K. K., Patterson L.,  Young .J S., Arrillaga A.,

Najarian M. P.,  Valenziano C. P. 2007. PRACTICE MANAGEMENT

GUIDELINES FOR THE EVALUATION. Coatesville : Eastern Association

for the Surgery of Trauma.

8. King M., Bewes P. 2008. Bedah Primer Trauma. Jakarta : EGC..

9. Srivathsan. 2009 Abdominal Trauma. Scribd. Scribd. Diakses pada  02 April

2013 dari http://www.scribd.com/doc/15565439/Abdominal-Trauma-

10. Agung, I. G. N. 2010 Anatomi Abdomen. Catatan Radiograf. Diakses pada 02

April 2013 dari http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/anatomi-

abdomen.html.

11. Anonim. 2008 Kegawatdaruratan Sistem Pencernaan pada Trauma Abdomen.

Diakses pada 8 Februari 2011 dari

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/kegawatdaruratan.pdf. .

20