LP Sirosis Hepatis

53
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS DI RUANG ANTURIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN) Stase Keperawatan Medikal Bedah oleh Aditya Wahyu Kurniawan, S. Kep NIM 112311101049

description

bjbjbj

Transcript of LP Sirosis Hepatis

Page 1: LP Sirosis Hepatis

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS DI RUANG ANTURIUM

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Aditya Wahyu Kurniawan, S. KepNIM 112311101049

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2016

Page 2: LP Sirosis Hepatis

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN SIROSIS

HEPATIS DI RUANG ANTURIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBEROleh : Aditya Wahyu Kurniawan, S. Kep.

1. Kasus

Sirosis Hepatis

2. Proses Terjadinya Masalah

a. Anatomi Fisiologi

Anatomi Hati

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau

kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar

kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh

dengan fungsi yang sangat kompleks (Amiruddin, 2006). Hepar menempati

daerah hipokondrium dextra tetapi lobus sinistra dari hepar meluas sampai ke

epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan

bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas costa dextra. Batas atas

hepar berada sejajar dengan spatium intercostalis V dextra dan batas

bawahnya menyerong ke atas dari costa IX dextra ke costa VIII sinistra.

Hepar secara anatomis hepar terdiri dari lobus dextra yang berukuran lebih

besar dan lobus sinistra yang berukuran lebih kecil. Lobus dextra dan sinistra

dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Pada daerah antara ligamentum

falciforme dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus

quadratus dan lobus caudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan

ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hepar sendiri terbagi lagi

dalam 8 segmen berdasarkan aliran cabang pembuluh darah dan saluran

empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen (Putz & Pabst, 2006).

Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada

permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa

ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di

bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula

Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ , bagian paling tebal kapsula

ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta,

Page 3: LP Sirosis Hepatis

arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar

tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya

duktus hepatica (Amiruddin, 2006).

Gambar 1 Anatomi hati

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri

hepatika keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar,

darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu

dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica

mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang

terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan

20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 %

sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal

dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati

oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus

yang berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular

Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari

saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari

Page 4: LP Sirosis Hepatis

sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-

pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang

membentik lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam

vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena

hepatika. Pembuluh-pembuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan

darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri

hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga

ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini

menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang

berdekatan, dan banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar,

paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.

Gambar 2 Pembuluh darah hati

Hepar terdiri bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar,

sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah

yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya

endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen

vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri

Page 5: LP Sirosis Hepatis

hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan

pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan

didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus.

Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai

banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi

saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu.

Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan

desmosom yang saling bertautan dengan di sebelahnya (Junqueira, 1997).

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari

hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat

dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian

penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito,

liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat

membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor

penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel

Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar (Junqueira, 1997).

Gambar 3 Struktur hati

Page 6: LP Sirosis Hepatis

Fisiologi Hati

Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang

kompleks (Ganong, 2002). Hepar juga merupakan organ venosa yang

mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat

volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat

kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan

besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling

memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang

lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh

lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi

metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah sebagai berikut (Guyton &

Hall, 2004).

1. Metabolisme karbohidrat

Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi sebagai

berikut:

Menyimpan glikogen dalam jumlah besar

Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa

Glukoneogenesis

Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara

metabolisme karbohidrat

Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah

normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil

kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian

mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah

rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.

Metabolisme lemak

Fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain :

Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang

lain

Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein

Page 7: LP Sirosis Hepatis

Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat

Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80%

kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu

yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut

dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.

Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein.

Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur

intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel.

Metabolisme protein.

Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah

sebagai berikut :

Deaminasi asam amino

Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh,

dikeluarkan lewat urin dan feses

Pembentukan protein plasma (protrombin, fibrinogen, faktor

pembekuan V,VI,IX dan X)

Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari

asam amino, termasuk mensintesis albumin dan globulin

Diantara fungsi hepar yang penting adalah kemampuan hepar untuk

membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain

yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto

yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang

akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa

tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk

menggantikan oksigen keto.

Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai

kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama

diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan

pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin

A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara

normal

Page 8: LP Sirosis Hepatis

Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung

sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung

dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu,

bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan

dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di

dalam sel hepar sampai diperlukan.

Metabolisme steroid, yaitu terkait inaktivasi dan sekresi aldosteron,

glukokortikoid, estrogen, progesterone, dan testosteron.

Detoksikasi sehingga toxin yang masuk ke tubuh dapat disekresi lewat

ginjal.

Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang

rendah. Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid

hepar setiap menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari

arteri hepatika dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27

persen dari sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena porta yang mengalir

ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam vena

hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0

mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid

hepar normalnya sangat rendah namun memiliki aliran darah yang tinggi.

Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh

jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh

darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses ini

terjadi pada sirosis hepatis. Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh

suatu gumpalan besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang

utamanya. Bila sistem porta tiba-tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus

dan limpa melalui system aliran darah porta hepar ke sirkulasi sistemik

menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal (Guyton & Hall,

2004).

Page 9: LP Sirosis Hepatis

b. Definisi sirosis hati

Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronis yang

menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif,

ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus

regeneratif. Sirosis hepatis ditandai oleh proses keradangan difus menahun

pada hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan ikat difus

(fibrosis) di mana seluruh kerangka hati menjadi rusak disertai dengan

bentukan-bentukan regenerasi nodul (Mansjoer, 2001). Sirosis hepatis

merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar

yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar

fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-

sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik - (sel mast), regenerasi sel dan jaringan

parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar

kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi,

2008).

c. Etiologi sirosis hati

Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari sirosis

hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan

penyebab yang tidak diketahui (10-20%). Selain itu penyebab hepatitis adalah

sebagai berikut (Sudoyo, 2007):

Penyakit infeksi

Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan sirosis adalah bruselosis,

ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis, dan hepatitis virus (hepatitis

B, C, D, sitomegalovirus)

Penyakit keturunan dan metabolik

Penyakit keturunan dan metabolik yang dapat menyebabkan sirosis

adalah defisiensi α1 antitrypsin, sindrom fanconi, galaktosemia, penyakit

gaucher, penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi

fluktosa herediter, dan penyakit Wilson

Obat dan toksin

Page 10: LP Sirosis Hepatis

Obat atau toksin yang dapat menyebabkan sirosis adalah alkohol,

amiodaron, arsenic, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non

alkoholik, sirosis bilier primer, dan kolangitis sklerosis primer

Malnutrisi

Kekurangan asupan nutrisi terutama protein akan menyebabkan

timbulnya sirosis hati. Hal tersebut dikarenakan asupan beberapa asam

amino seperti metionin yang berfungsi untuk mencegah perlemakan hati

dan sirosis hati kurang sehingga menyebabkan pencegahan perlemakan

hati menjadi tidak optimal.

d. Klasifikasi sirosis hati

Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu:

(Sutadi, 2003)

Pembeda Klasifikasi berdasar morfologiMikronodular Makronodular Campuran

Ukuran Nodul < 3 mm.

> 3 mm.

Gabungan (ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm)

Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas (Sutadi, 2003):

1. Sirosis Hepatis Kompensata

Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini

belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan

pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis Hepatis Dekompensata

Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-

gejala sudah jelas, misalnya asites, edema dan ikterus.

Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:

Sirosis Laennec

Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada

hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di

dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik

langsung terhadap hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah

gangguan metabolik yang mencakup pembentukan trigliserida secara

berlebihan, menurunnya pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya

Page 11: LP Sirosis Hepatis

oksidasi asam lemak (Price & Wilson, 2005). Sirosis alkohol memiliki tiga

stadium:

1. Perlemakan hati alkoholik

2. Hepatitis alkoholik

3. Sirosis alkoholik

Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal

terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus.

Nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati

mengganti sel yang rusak. Pada stadium akhir sirosis, hati akan menciut,

keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang menyebabkan

terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih

beresiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoselular) (Price &

Wilson, 2005).

Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati,

sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan

banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim hati normal, biasanya

mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak nodul (Price & Wilson,

2005).

Sirosis biliaris

Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.

Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan

kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati

membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu

menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis

biliaris: primer (statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan

gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati)

(Price & Wilson, 2005).

e. Tanda gejala sirosis hepatis

Page 12: LP Sirosis Hepatis

Stadium awal sirosis hepatis yaitu stadium kompensata, sering tanpa gejala

sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan

kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain sehingga kebetulan

memeriksakan faal hepar. Keluhan subjektif baru timbul bila sudah ada

kerusakan sel-sel hati, umumnya berupa (Konthen, 2008):

Penurunan nafsu makan dan berat badan

Mual

Perasaaan perut kembung

Perasaan mudah lelah dan lemah, kelemahan otot terjadi akibat kekurangan

protein dan adanya cairan dalam otot.

Kegagalan parenkim hati ditandai dengan protein yang rendah, gangguan

mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormonal

(eritemapalmaris, spider nevi, ginekomastia, atrofi testis, dan gangguan

siklus haid)

Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, terjadi pada proses

aktif dan sewaktu-waktu dapat jatuh ke koma hepatikum jika tidak dirawat

intensif.

Hipertensi portal (tekanan sistem portal > 10 mmHg), ditandai

splenomegali, ascites, dan kolateral. Penderita akan dirawat inap karena

adanya penyulit seperti perdarahan saluran cerna atas akibat pecahnya

varises esophagus, asites yang hebat, serta ikterus yang dalam.

Tabel 2.2 Gejala Kegagalan Fungsi Hepar & Hipertensi Portal

Kegagalan Fungsi Hepar Hipertensi Portal- Ikterus- Spider naevi- Ginekomastia- Hipoalbumin dan

malnutrisi kalori protein- Bulu ketiak rontok- Ascites- Eritema Palmaris- “white nail”

- Varises esophagus/cardia- Splenomegali- Pelebaran vena kolateral- Ascites- Haemoroid- Caput medusa

Page 13: LP Sirosis Hepatis

Gambar 4 Tanda gejala sirosis hati

Page 14: LP Sirosis Hepatis

Gambar 6 Tanda gejala sirosis hepatis

f. Patofisiologi sirosis hepatis

Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis

pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi

alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek

toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan

menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan

terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis

pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat

kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari

nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan

hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus

intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga

macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan

fungsi hati.

Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam

hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan

aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan

menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal

(esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal meningkatkan

tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan

berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume

darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron

Page 15: LP Sirosis Hepatis

dan ADH meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium

dan air, dapat menyebabkan edema.

Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin

(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi

metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah

(hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi

energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin

menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma

protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan,

penurunan konversi ammonia sehingga ureum dalam darah menigkat yang akan

mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang

akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan

produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat

diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin

menurunkan sintesis vitamin A,B,B12 dalam hati yang akan menurunkan

produksi sel darah merah.

g. Komplikasi sirosis hepatis

Komplikasi sirosis hepatis adalah sebagai berikut:

Varises Esofagus

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal

terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena

kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini

terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering

menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis

(muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang

hitam) (Price & Wilson, 2005).

Peritonitis bacterial spontan

Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga

abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen

Page 16: LP Sirosis Hepatis

juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan

bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga

abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka

timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti

infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat

timbul demam dan nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).

Sindrom hepatorenal

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang

mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal

terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum,

kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal (Sudoyo, 2007).

Ensefalopati hepatikum

Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja

bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena

terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang

merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu

metabolisme otak (Price & Wilson, 2005).

Tabel 2 Pembagian stadium ensefalopati hepatikum

Stadium Manifestasi Klinis0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya

ingat, konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.1 Gangguan pola tidur2 Letargi 3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.

Karsinoma hepatoselular

Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati

merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala

yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun

drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan

atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh

dan melena (Wijayakusuma, 2008).

Page 17: LP Sirosis Hepatis

h. Pemeriksaan penunjang sirosis hepatis

Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis

antara lain (Setiawan, 2007):

a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase)

dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin

aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat

dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak mengenyampingkan

adanya sirosis hepatis

b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis

primer dan sirosis bilier primer.

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP.

Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi

karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan

bocornya GGT dari hepatosit.

d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan

meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen

bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya

menginduksi immunoglobulin.

f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan

akibat sirosis

g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan

hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :

a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi

porta

Page 18: LP Sirosis Hepatis

b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk

melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena

porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien

sirosis. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.

Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan

irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,

yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati

tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

c. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan

jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang

besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya

tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

Tabel 3 Diagnosis Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Hasil yang mungkin didapat

1. Anamnesis Lesu, BB turun, anoreksia-dispepsia,

nyeri perut, sebah, ikterus (BAK coklat

dan mata kuning), perdarahan gusi,

perut membuncit, libido menurun,

konsumsi alkohol, riwayat kesehatan

yang lalu (sakit kuning, dll), riwayat

muntah darah dan feses kehitaman.

2. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum & nutrisi

- Tanda gagal fungsi hati

- Tanda hipertensi portal

3. Pemeriksaan Laboratorium

Darah Tepi

Kimia Darah

Anemia, leukopenia, trombositopenia,

PPT

Bilirubin, transaminase (hasil

bervariasi), alkaline fosfatase, albumin-

Page 19: LP Sirosis Hepatis

Serologi

globulin, elektroforesis protein serum,

elektrolit (K, Na, dll) bila ada ascites

- HBsAg dan anti HCV

- α FP

4. Endoskopi saluran cerna atas Varises, gastropati

5. USG/CT scan Ukuran hati, kondisi v. Porta,

splenomegali, ascites,dll

6. Laparoskopi Gambaran makroskopik visualisasi

langsung hepar

7. Biopsi hati Dilakukan bila koagulasi

memungkinkan dan diagnosis masih

belum pasti

i. Penatalaksanaan sirosis hepatis

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk

mengurangi progresifitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa

menambah kerusakan hati, serta pencegahan dan penanganan komplikasi.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk

mengurangi progresi kerusakan hati. Bila tidak terdapat koma hepatikum,

berikan diet yang mengandung protein 1gr/kgBB dan kalori sebanyak 2000-

3000 kkal/hari (Nurdjanah, 2006).

1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang

hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat

menghambat kolagenik

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai

konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Page 20: LP Sirosis Hepatis

Pada penyakit hati non alkoholik, menurunkan berat badan akan

mencegah terjadinya sirosis

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi

utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama

satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU,

3x1 minggu selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin

merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan

dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-

1000 mg/hari selama 6 bulan

Diberikan antifibrotik, dalam hal ini lebih mengarah untuk keradangan dan

tidak terhadap fibrosis. Diberikan Interferon untuk mengurangi aktivitas

sel stelata, kolkisin untuk antiradang dan cegah pembentukan kolagen,

metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.

2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites

Tirah baring

Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari

Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa

dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau

1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton

tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari

(dosis max.160 mg/hari)

Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti

dengan pemberian albumin.

Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)9

Diberikan antibiotik golongan cephalosporin generasi III seperti

cefotaxime secara parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima hari/evaluasi

cairan ascites ulang. Pengobatan selanjutnya berdasar hasil kultur dan

tes kepekaan antibiotik cairan ascites. Obat pilihan yang sering dipakai:

- Ceftriaxone

Page 21: LP Sirosis Hepatis

- Kombinasi amoksisilin-as. Klavulamat

- Ciprofloxacin

Sedangkan untuk profilaksis terhadap PBS ulang (terutama jika

albumin < 1g/dl):

- Norfloksasin 400 mg/hari, jangka panjang

- Ciprofloxacin 750 mg/1x/minggu

- Cotrimoxazole 2x2 gr/5 hari/minggu

Varises Esofagus

Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta

(propanolol)

Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin,

diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

Ensefalopati Hepatik

Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia

Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia

Diet rendah protein 0,5 gr/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya

asam amino rantai cabang

Sindrom Hepatorenal

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh

karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama

berupa hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan

restriksi cairan yang berlebihan.

Pada sirosis hepatis yang berat dapat dilakukan transplantasi hepar

j. Prognosis

Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah

faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit

lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai

prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi

konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status

nutrisi. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

Page 22: LP Sirosis Hepatis

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C

berturut-turut 100%, 80%, dan 45% (Nurdjanah, 2006).

Tabel 2.5 Klasifikasi Child - Pug

Page 23: LP Sirosis Hepatis

3. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Fokus

Anamnesa

a. Data demografi

Dapat dilakukan pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, alamat, pekerjaan, dan status perkawinan

b. Keluhan utama

Pada umumnya pada klien sirosis hepatis, klien mengatakan nyeri

pada perut, terjadi pembesaran hati, perut bengkak, terjadi pendarahan

pada ikterus, berat badan menurun sejak sebulan terakhir, dan tidak

mampu beraktivitas

c. Riwayat penyakit dahulu

Pada umumnya klien sirosis memiliki riwayat penyakit yang dapat

mengganggu fungsi hati seperti hepatitis (A,B,C, dan D), bruselosis,

ekinokokus, skistosomiasis, dan toksoplasmosis

d. Riwayat penyakit keluarga

Umumnya dapat ditemukan keluarga yang mengalami penyakit

gaucher, penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi

fluktosa herediter, dan penyakit Wilson.

e. Riwayat konsumsi obat-obatan

Dapat ditemukan konsumsi zat hepatotoksik yaitu alkohol, amiodaron,

dan arsenic

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda gejala sebagai berikut:

a. Aktivitas : rasa cepat lelah, kelemahan, kehabisan tenaga karena asupan

makanan kurang dan juga ketidakseimbangan elektrolit tubuh, letargi,

penurunan masa otot/tonus

b. Sirkulasi : riwayat gagal ginjal kronik, CHF, distensi vena abdomen,

hipertensi/hipotensi, disritmia jantung

Page 24: LP Sirosis Hepatis

c. Eliminasi : flatus, melena (feses berwarna hitam), urin pekat berwarna

seperti teh, oliguria akibat retensi natrium dan air, distensi abdomen,

penurunan/tidak ada bising usus.

d. Nutrisi : anoreksia, mual, muntah, berat badan menurun, asupan alkohol,

malnutrisi.

e. Cairan dan elektrolit : defisit volume cairan, muntah, perdarahan, kulit

kering, turgor kulit buruk, kelebihan volume cairan akibat retensi natrium

dan air (asites dan edema).

f. Neurosensori : sadar, gelisah, disorientasi, letargi, stupor, koma, perubahan

mental, berbicara perlahan.

g. Kenyamanan : rasa kurang enak pada abdomen, gatal-gatal pada seluruh

tubuh (pruritus), rasa nyeri pada daerah hepar, ikterik, nyeri tekan pada

daerah hepar (kuadran kanan atas) atau pembesaran hepar, dilatasi vena-

vena periumbilikus (kaput medusae)

h. Pernafasan : dispnea, takipnea, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru

terbatas karena asites

i. Keamanan : pruritus, deman, jaundice, ekimosis, peteki, spider angioma,

palmar eritema.

j. Seksualitas : gangguan menstruasi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya

rambut dada dan aksila pada laki-laki, impotensi, infertil.

k. Penyuluhan/pembelajaran : riwayat kontak dengan zat toksik, pajanan

dengan obat-obatan yang berpotensial menyebabkan hepatoksik, kebiasaan

mengkonsumsi alkohol, pola sekarang dan masa lampau (durasi dan

jumlah

Selain itu dapat muncul tanda-tanda yang dapat dtemukan pada saat dilakukan

pemeriksaan yaitu seperti pada gambar

Page 25: LP Sirosis Hepatis

Gambar 7 Tanda gejala sirosis hepatis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis

antara lain :

a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase)

dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin

aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat

dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak mengenyampingkan

adanya sirosis hepatis

b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis

primer dan sirosis bilier primer.

Page 26: LP Sirosis Hepatis

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP.

Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi

karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan

bocornya GGT dari hepatosit.

d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan

meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen

bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya

menginduksi immunoglobulin.

f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan

akibat sirosis

g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan

hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :

a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi

porta

b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk

melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena

porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien

sirosis. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.

Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan

irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,

yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati

tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

c. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan

jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang

besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya

tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

Page 27: LP Sirosis Hepatis

d. Pemeriksaan Cairan Asites

Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat dijumpai tanda-

tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan

eksudat. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain

pemeriksaan mikroskopis; kultur cairan, dan pemeriksaan kadar protein,

amilase dan lipase

Selain itu juga dapat ditemukan hasil pemeriksaan sebagai berikut

Pemeriksaan Hasil PemeriksaanBiopsi hati Billirubin serum Bilirubin terkonjugasi Bilirubin tak terkonjugasi Urobilinogen urin Urobilinogen fekal Albumin serum Globulin (Ig A dan Ig G) Natrium serum

SGOT dan SGPT Alkali fosfatase GGT (Gamma-glutamil transpeptidase) Nitrogen urea darah (BUN) Kadar ammonia darah Darah lengkap

Masa protombin/ PT APPT Esofagoskopi Ultrasonografi (USG)

Mendeteksi infiltrat, fibrosis kerusakan jaringan hati. Meningkat karena gangguan seluler etidakmampuan hati mengkonjugasi atau obstruksi billier. Meningkat pada penyakit hepatoselular dan obstruksi bilier Meningkat pada penyakit hepatoselular dan emolisis eritrosit Menurun pada obstruksi bilier dan meningkat pada penyakit hepatoselular Tidak ada sterkobilin pada obstruksi bilier dan meningkat pada hemolisis eritrosit Menurun karena penurunan sintesis Meningkat, peningkatan sintesis Menurun, ketidakmampuan ekskresi air bebas pada asites Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim. Meningkat karena penurunan ekskresi Meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik. Menurun pada penyakit hepatoselular berat dengan obstruksi sirkulasi portal Meningkat pada penyakit hepatoselular berat dengan obstruksi sirkulasi portal Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan, kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defesiensi besi, leukopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.

Memanjang (penurunan sintesis protombin)

Dapat menunjukan varises esofagus Memeriksa sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas adanya massa. Dapat melihat asites,

Page 28: LP Sirosis Hepatis

Angiografi

splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran venaporta serta skrining adanya karsinoma hati. Untuk melihat sirkulasi portal, mendeteksi tumor/kista

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terganggunya mekanisme

pengaturan (penurunan plasma protein).

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru

akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan inadequate diet; ketidakmampuan menyerap nutrisi; ketidakmampuan

mencerna makanan; faktor psikologis.

4. Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi hati

(sirosis, hepatitis) dan adanya perubahan faktor pembekuan darah (penurunan

produksi prothrombin; fibrinogen; trombosit, gangguan metabolisme vitamin

K dan pelepasan tromboplastin).

5. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan

peningkatan kadar ammonia

6. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan PENUMPUKAN

garam empedu di bawah kulit

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh

akibat penyakit yang dialami

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi penyakit yang dialami

9. Ansietas berhubungan dengan respon fisiologis terhadap penyakit

Page 29: LP Sirosis Hepatis

c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional1 Kelebihan volume cairan

berhubungan dengan terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma protein).

Volume cairan tubuh klien akan seimbang dalam 2 x 24 jam setelah perawatan dan terapi diberikan

Keseimbangan cairanIndikator:1. Asites tidak ada2. Edema perifer

tidak ada3. Distensi

pembuluh darah leher tidak ada

Manajemen cairan 1. Pantau tanda-tanda vital

klien2. Pantau hasil laboratorium

yang relevan dengan retensi cairan (penurunan hemtokrit, peningkatan osmolalitas urin)

3. Kaji lokasi dan keberadaan edema

4. Catat pemberian diuretik sesuai resep

5. Pertahankan pencatatan intake dan output secara akurat

6. Batasi intake cairan 7. Kolaborasikan dengan tim

media lain jika tanda dan gejala dari kelebihan volume cairan menetap atau bertambah buruk

1. memantau TTV untuk mengetahui adanya perubahan yang abnormal akibat retensi cairan pada klien

2. memantau status hemodinamika untuk mengidentifikasi kondisi klien

3. hasil laboratorium dipantau guna mengetahui adanya nilai abnormal beserta kemungkinan komplikasi yang akan timbul

4. mengkaji edema untuk mengetahui perjalanan dan karakteristik penyakit

5. diuretik digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam tubuh

6. intake dan output dipantau untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh klien

7. pembatasan intake cairan untuk mengatasi asites

Page 30: LP Sirosis Hepatis

8. kolaborasi tindakan medis jika kondisi klien memburuk akibat retensi cairan

2 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadequate diet; ketidakmampuan menyerap nutrisi; ketidakmampuan mencerna makanan; faktor psikologis.

Intake nutrisi klien akan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan tubuh klien dalam 3 x 24 jam setelah perawatan

Status nutrisi: intake zat nutrisi Indikator:1. asupan kalori

adekuat2. asupan protein

adekuat3. asupan

karbohidrat adekuat

4. asupan mineral dan vitamin adekuat

Terapi nutrisi1. Kaji status nutrisi klien

secara lengkap2. Hitung kebutuhan kalori

harian3. Anjurkan klien untuk

mengonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi protein

4. Beri klien dan keluarga contoh diet tertulis yang sesuai dengan kondisi klien

5. Bantu klien memilih makanan yang halus dan lunak

6. Pantaukesesuaian diet dengan kebutuhan nutrisi harian klien

7. Kolaborasikan dengan ahli gizi terkait jumlah kalori

1. Status nutrisi dipantau guna mengetahui keseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi klien

2. Mengetahui apakah nutrisi dapat diserap secara adekuat atau tidak dan apakah kebutuhan kalori klien terpenuhi

3. Diet TKTP penting untuk memulihkan kondisi klien

4. Pemasangan NGT jika pemberian nutrisi enteral tidak dapat dilakukan

5. Contoh diet dapat membantu keluarga memilih makanan yang tepat bagi klien

6. Makanan halus dan lunak untuk menghindari perlukaan pada

Page 31: LP Sirosis Hepatis

dan tipe zat gizi (nutrient) sesuai dengan kebutuhan klien.

saluran pencernaan7. Kesesuaian diet sangat penting

untuk menjamin keberhasil terapi nutrisi pada klien.

8. Kolaborasi digunakan untuk memilih tipe makanan yang sesuai dengan kebutuhan klien.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks

Pola nafas menjadi efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

NOC: Respiratory statusIndikator:1. Frekuensi

pernafasan dalam rentang normal

2. Kedalaman pernafasan dalam rentang normal

NIC: Airway Management1. Kaji fungsi pernapasan,

catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan tanda vital

2. Kaji pengembangan dada dan posisi trakea

3. Auskultasi bunyi napas

4. Identifikasi etiologi/faktor pencetus (kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik)

5. Pertahankan posisi nyaman (biasanya dengan

1. Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia.

2. Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat pada tension pneumothorax.

3. Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area kolaps

4. Pemahaman penyebab kolaps paru penting untuk memilih tindakan terapeutik lainnya.

5. Meningkatkan inspirasi minimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sehat

Page 32: LP Sirosis Hepatis

meninggikan kepala tempat tidur).

6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

6. Pemberian obat untuk mengurangi mengurangi keluhan klien

4 Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi hati (sirosis, hepatitis); kelainan gastrointestinal (polip, tukak lambung, varises); perubahan faktor pembekuan darah (penurunan produksi prothrombin; fibrinogen; gangguan metabolism vitamin K dan pelepasan tromboplastin).

Perdarahan pada klien dapat dihindari

Keparahan kehilangan darah Indikator:1. kehilangan darah

secara nyata tidak ada

2. hematemesis tidak ada

3. kulit dan membran mukosa tampak pucat tidak ada

4. keluar darah dari anus atau melena tidak ada

Pencegahan perdarahan 1. Pantau TTV klien2. Pantau tingkat risiko

terjadinya perdarahan pada klien

3. Catat hemoglobin dan hematokrit klien secara rutin

4. Lindungi klien dari trauma yang menyebabkan perdarahan seperti kondisi konstipasi

5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan makanan kaya vitamin K

6. Kolaborasi dengan tim medis lain terkait pemberian obat sesuai indikasi

1. memantau TTV untuk mengetahui adanya perubahan yang abnormalakibat retensi cairan pada klien

2. untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat sebab tertentu

3. untuk mengetahui adanya defisit hemoglobin akibat perdarahan

4. melindungi klien dari trauma agar perdarahan dapat dicegah

5. status koagulasi dipantau untuk mengetahui adanya abnormalitas dalam darah klien

6. mencegah terjadinya perdarahan hemoroid

7. vitamin K berguna dalam proses pembekuan darah

Page 33: LP Sirosis Hepatis

8. pemberian obat dilakukan untuk mencegah komplikasi akibat perdarahan maupun untuk mencegah terjadinya perdarahan yang besar.

Page 34: LP Sirosis Hepatis

d. Discharge Planning

Perawat memberikan edukasi kepada pasien sirosis hepatis, sebagai berikut

(CCHCS, 2012):

- Menganjurkan pasien makan makanan rendah garam dan rendah lemak,

- Olahraga secara teratur,

- Menghindari atau berhenti mengkonsumsi alkohol,

- Minum obat secara teratur sesuai dengan resep yang diberikan,

- Menghindari valsava maneuver seperti; mengejan dan mengangkat barang

berat,

- Menggunakan sikat gigi yang halus untuk mencegah perdarahan gusi,

- Menciptakan lingkungan yang aman di rumah,

- Memberikan informasi terkait kondisi yang mengharuskan pasien dibawa

ke pelayanan kesehatan, yaitu muntah darah, urin sedikit, gangguan

berpikir, BAB hitam, peningkatan berat badan lebih dari 2,5 kg, penurunan

berat badan yang tidak disengaja lebih dari 5 kg.

Page 35: LP Sirosis Hepatis

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fisiologi dan Biokimia

Hati Edisi 4. Jakarta:Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran UI

Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri

Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Guyton & Hall. 2004. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Junqueira, L.C.,et all. 1997. Histologi Dasar. Jakarta: EGC

Konthen, P.G. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Penyakit

Dalam. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo

Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta:

Nurdjanah, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sirosis hati Edisi 4. Pusat

Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC

Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan,

Panggul, Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. Jakarta: EGC

Setiawan, P.B., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo: Surabaya

Sudoyo, A. W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen ilmu

penyakit dalam FKUI

Sutadi, S.M. 2003. Sirosis hati. USU digital library. Medan : Fakultas Kedokteran

Bagian Ilmu Penyakit Dalam USU

Wijayakusuma, H. 2008. Tumpas Hepatitis Dengan Ramuan Herbal. Jakarta:

Pustaka Bunda.