Lp Sindrom Geriatric

22
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN “Geriatric Sindrom” untuk memenuhi tugas mata kuliah Clinical Study (CS) 2 di Departemen Gerontik Puskesmas Bareng Disusun oleh: Disusun oleh : Nama : Atikatsani Latifah NIM : 115070200111023 Kelompok : 3A /Reguler1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

sindrom geriartrik

Transcript of Lp Sindrom Geriatric

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Geriatric Sindrom

untuk memenuhi tugas mata kuliah Clinical Study (CS) 2 di Departemen Gerontik Puskesmas Bareng

Disusun oleh:

Disusun oleh :

Nama : Atikatsani Latifah NIM : 115070200111023

Kelompok : 3A /Reguler1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Malang

20151. KONSEP LANSIA

1.1 Pengertian LansiaUsia lanjut adalah bagian akhir dari perkembangan hidup manusia. Menurut teori Erikson bahwa usia lanjut merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir (ke delapan). Tercapainya integritas yang utuh merupakan perkembangan psikososial lansia (Keliat, et al, 2006 dalam Syerniah, 2010).

Pada tahap ini lansia dikatakan berada pada tahap integritas ego versus keputusasaan dan mempunyai tugas perkembangan menerima tanggung jawab diri dan kehidupan (Videback, 2008; Lahey, 2002). Lansia dikatakan dapat mencapai integritas ego apabila si lansia merasakan kepuasan atas keberhasilan yang telah dicapai pada seluruh tahap kehidupan dari masa anak-anak sampai usia dewasa. Kepuasan ini dimanifestasikan dalam bentuk konsep diri yang positif dan sikap posistif terhadap kehidupan. Perilaku lansia yang mencapai integritas diri adalah mempunyai harga diri tinggi, menilai kehidupan berarti, memandang ssesuatu hal secara keseluruhan (tuntutan dan makna hidup), menerima nilai dan keunikan orang lain serta menrima datangnya kematian (Keliat, 2006). Pada lansia yang kecewa terhadap kehidupannya akan merasakan keputusasaan sehingga muncul perilaku dan sikap yang tidak menghargai terhadap diri sendiri atau orang lain. Perilaku yang putus asa ditujukan dengan memandang rendah atau menghina atau mencela orang lain, merasakan kehidupan selama ini tidak berarti, merasakan kehilangan dan masih ingin berbuat banyak tetapi takut tidak punya waktu lagi (Keliat, 2006). Lansia yang gagal mencapai integritas ego ini akan mempunyai resiko untuk mengalami masalah psikososial keputusasaan yang merupakan salah satu tanda depresi.

Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60+ tahun (WHO, 2010 dalam Syerniah, 2010). Menurut UU RI no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia juga menyebutkan lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang dimaksud lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas atau lebih.Batasan Usia Lanjut Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun.

Lanjut usia (elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun.

Lanjut usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

Usia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia di atas 90 tahun.

(WHO, dalam Nugroho, 2000, dalam Syerniah, 2010)

2.1 Teori Proses Menuaa. Teori Biologi

Proses menua dilihat sebagai suatu kejadian dimulai dari molekul, sel, bahkan sistem. Menurut Hayflick (1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006, dalam Syerniah, 2010) perubahan biologis ini akan menurunkan fungsi suatu organisme yang mengarah pada kegagalan yang komplit termasuk kegagalan organ atau sistem organ (Syerniah, 2010).Perubahan sistem orgam akan mengakibatkan penurunan fungsi tubuh sehingga seorang lansia rentan untuk mengalami penyakit fisik yang berkaitan dengan fungsi organ tersebut. Penyakit fisik yang sering dialami oleh lansia adalah hipertensi, penyakit jantung, gagal jantung, osteoporosis, diabetes mellitus, katarak, dan presbiakusis (Nugroho, 2006). Perubahan biologis pada lansia dapat mencetuskan masalah psikososial depresi.Teori biologi ini dibagi dalam dua bagian utama, yaitu teori stochastic dan teori nonstochastic (Meiner dan Lueckenotte, 2006; Ebersole, et al., 2005, dalam Syerniah, 2010).

Teori stochastic mencakup error teori, teori radikal bebas, teori rantai silang dan teori pemakaian dan rusak.

Teori stochastic1. Error teori

Dalam error teori sel yang tua akan mengalami perubahan secara alami pada asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA) (Black dan Hawks, 2005 dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006). Pada DNA terjadi kesalahan transkrip yang mengakibatkan kesalahan dalam reproduksi enzim atau protein dan bersifat menetap. Akbatnya terjadi kerusakan pada aktivitas sel sehingga sistem tidak dapat berfungsi secara optimal (Syerniah, 2010).Perubahan sel ini bersamaan dengan proses menua. Proses penuaan dan kematian organisme dapat disebakan oleh kejadian ini (Sonneborn, 1979, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Ebersole, et al., 2005). Berdasarkan prinsip error teori ini lansia mengalami kerusakan pada sistem organ yang akan mempengaruhi aktivitas kehidupannya. Lansia menjadi ketergantungan dengan orang lain dalam perawatan dirinya karena adanya penurunan fungsi organ tersebut. ketergantungan lansia dengan orang lain dalam pemenuhan kebutuhan dirinya ini merupakan stressor psikologis dan lansia dapat mengalami ketidakberdayaan dan keputusasaan dalam Syerniah, 20102. Teori radikal bebas

Radikal bebas merupakan dasar dari aktivitas metabolisme dalam tubuh dan dapat meningkat akibat polusi lingkungan seperti ozon, pestisida, dan radiasi. Radikal jika tidak dinetralisis oleh aktivitas enzim atau antioksidan alami dapat menyerang molekul lain di dalam membran sel. Hal ini akan menurunkan funngsi membran sel dan akhirnya merusak membran sel sehingga sel menjadi mati (Haflick, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006). Teori ini memberikan kejelasan bahwa kerusakan bahkan kematian sel pada individu dapat disebabkan oleh radikal bebas yang berdampak pada kerusakan organ dan mengakibatkan penurunan fungsi fisik sehingga aktivitas fisik lansia terbatas. Keterbatasan fisik dapat menimbulkan keputusasaan, ketidakberdayaan dan mengisoloasi diri dari orang lain (Syerniah, 2010).3. Teori rantai silang (cross linkage theory)

Bahwa dikatakan protein dalam proses menua mengalami peningkatan penyilangan (pertautan) atau saling mengikat dan akan menghambat proses metabolisme yang akan mengganggu sirkulasi nutrisi dan produk sisa di antara kompartemen intra sel dan ekstra sel (Meiner dan Lueckenotte, 2006; Matteson dan McConnel, 1998). Akibat proses ini adalah ikatan kolagen semakin kuat tetapi transportasi nutrisi dan pengeluaran produk sisa metabolisme dari sel menurun sehingga menurunkan fungsi strukturnya. Perubahan ini tampak pada kulit dimana kulit kehilangan kekenyalan dan elastisitasnya (Bjorkstein, 1976; Hayflick, 1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006). Teori rantai silang ini juga menjelaskan bahwa sistem imun menjadi kurang efisien sehingga mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat merubah ikatan rantai silang. Lansia menjadi rentan mengalami penyakit infeksi. Kondisi psikologis ini merupakan fenomena yang sering ditemukan pada masalah keperawatan harga diri rendah, keputusasaan, dan isolasi sosial yang meruapakn tanda depresi lansia (Syerniah, 2010).4. Teori pemakaian dan rusak

Sel yang digunakan dalam waktu lama secara terus menerus akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena kelelahan dan tidak mengalami peremajaan. Proses menua dalam teori ini merupakan suatu proses yang diprogram yang mempunyai resiko untuk mengalami stress atau akumulasi injuri atau trauma yang pada akhirnya akan mempercepat kematian (Haflick, 1996 dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006). Beberapa gangguan yang dialami oleh lansia adalah kehilangan gigi, penurunan fungsi indera penglihatan, pendengaran, dan pegecap, penurunan fungsi sel otak dan penurunaan kekuatan otot pernafasan (Nugroho, 2006, dalam Syerniah, 2010).Teori nonstochasticAda teori program dan teori imunitas

1. Teori diprogram

Hayflick dan Moorehead (1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006) menyatakan bahwa pembelahan sel normal dibatasi oleh waktu yang mengartikan bahwa harapan hidup setiap orang telah diprogramkan. Pembatasan kerja sel ini tampak pada penurunan fungsi hormon khususnya hormon reproduksi. Pada wanita penurunan sekresi estrogen dan progesterone mengakibatkan wanita mengalami menopause (Meiner dan Lueckenotte, 2006; Fortinash dan Worret, 2004; Matteson dan McConnel, 1998, dalam Syerniah, 2010).2. Teori imunitas

Proses menua menurunkan pertahanan tubuh terhadap kuman patogen. Hal ini ditandai dengan meningkatnya insiden penyakit infeksi dan produksi autoantibodi yang mengarah pada penyakit autoimun (Meiner dan Lueckenotte, 2006; Fortinash dan Worret, 2004; Matteson dan McConnel, 1998, dalam Syerniah, 2010).b. Teori psikologis

Menurut Birren dan Cunningham (1985, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006) mekanisme adaptasi lansia adalah memori, kemampuan belajar, perasaan, fungsi intelektual dan motivasi untuk melakukan atau tidak melakukan aktivitas. Pada aspek psikologis proses menua tidak hanya terjadi perubahan pada perilaku tetapi juga aspek perkembangan yang berhubungan dengan kehidupan dewasa tua (Syerniah, 2010).1. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia Maslow

Motivasi individu digambarkan sebagai suatu hirarki kebutuhan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan semua individu yang ditujukan sebagai partisipasi aktif dalam hidup dan kerja keras untuk aktualisasi diri (Crason dan Arnold, 1996 dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006). Lansia juga mempunyai kebutuhan dasar yang akan memotivasi lansia untuk melakukan aktivitas. Pada lansia yang mengalami perasaan putus asa dan tidak mempunyai harapan akan menurunkan motivasi lansia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lansia akan mejadi lamban dalam beraktivitas bahkan dapat menjadi apatis (Syerniah, 2010).2. Teori individualism oleh Carl Jung

Jung (1960, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006) mengemukakan suatu teori perkembangan kepribadian melalui kehidupan usia anak, remaja, dan remaja akhir, usia pertengahan dan usia tua. Kepribadian individu merupakan komponen dari ego, keadaan individu yang tidak disadari dan kumpulan keadaan yang tidak disadari. Kepribadian seseorang dilihat sebagai sesuatu yang diorientasikan pada lingkungan eksternal atau pengalaman internal yang bersifat subjektif. Keseimbangan antara dua kekuatan ini harus ada pada setiap individu dan merupakan hal yang penting bagi kesehatan mental. Dengan menurunnnya tanggung jawab dan tuntuatan dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering terjadi pada lansia, maka orang akan menjadi lebih introvert (Jung, dalam Stanley, Blair dan Beare, 2005). Lansia yang sehat mental mempunyai pandangan positif tentang diri sendiri dan nilai-nilai yang dimilikinya, tanpa melihat kepada keterbatasan fisik yang dialaminya maupun kehilangan yang telah dialami. Masa lalu dipandang positif dan memberikan kepuasan bagi dirinya dan kehidupannya. Lansia yang tidak mempunyai pandangan positif tentang perubahan yang dialaminya pada masa tua akan merasa putus asa dan meminimalkan interaksi dengan orang lain. Perasaan putus asa dan menghindari kontak sosial merupakan gejala depresi lansia (Syerniah, 2010).3. Teori delapan tingkatan hidup menurut Erikson

Tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas Stanley, Blaire, dan Blair, 2005) Pada lansia yang tidak mampu mencapai integritas ini akan mengalami rasa penyesalan atau putus asa. Tugas perkembangan merupakan aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai masa tua yang sukses. Setiap individu mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan setiap tahapan dengan sukses. (Meiner dan Lueckenotte, 2006, dalam (Syerniah, 2010).4. Ekspansi peck teori Erikson

Peck (1998) Tahapan delapan tugas perkembangan erikson, yaitu ego versus keputusasaan menjadi tiga tahapan, yaitu perbedaan ego versus preokupasi peran kerja, trancedence tubuh versus preokupasi tubuh dan transcendence ego versus preokupasi ego (Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan Beare, 2005, dalam Syerniah, 2010).Pada tahapan perbedaan ego versus preokupasi peranan kerja, tugas lansia adalah mencapai identitas dan perasaan berharga dari sumber lain selain dari peran kerjanya. Akibat pension dan penghentian bekerja telah menurunkan perasaan nilai (harga) diri lansia. Sebaliknya lansia dengan perbedaan ego yang baik dapat menggantikan peranan kerjanya dengan aktivitas dan peran baru sebagai sumber utama untuk harga dirinya (Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan Beare, 2005, dalam (Syerniah, 2010).Tahapan kedua; transcendence tubuh versus preokupasi tubuh mengarah pada pandangan bahwa kesenangan dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik. Tugas lansia pada tahap ini melalui interksi interpersonal dan aktivitas psikososial lansia dapat mencapai esejahteraan meskipun mengalami kemunduran fisik (Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan Beare, 2005, dalam (Syerniah, 2010).Tahap ketiga; transcendence ego versus preokupasi ego melibatkan penerimaan tentang kematian individu. Hal ini melibatkan secara aktif bagi setiap individu bahwa kematian adalah sesuatu yang telah ditetapkan dan akan mencapai transcendence ego (Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan Beare, 2005, dalam (Syerniah, 2010).).Berdasarkan teori ini lansia dapat mencapai kesejahteraan melalui interksi dengan orang lain ataupun aktivitas psikososial yang baru meskipun mengalami perubahan fisik yang menurunkan kemampuan fungsi tubuhnya (Syerniah, 2010).2. KONSEP SINDROM GERIATRISindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan. Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusuu yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degenerative. Karakteristik kedua adalah daya cadang faali menurun karena menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita pasien. Karakteristik berikutnya adalah penurunan status fungsionall yang merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penurunan status fungsional menyebabkan pasien geriatri berada pada kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain (Setiati, 2013).Masalah yang paling dijumpai pada pasien geriatri adalah sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi, instabilitas, inkontinensia, insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan penglihatan, gangguan intelektual, kolon irritable, impecunity, dan impotensi (Setiati, 2013).Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Imobilisasi menyebabkan komplikasi lain yang lebih besar pada pasien usia lanjut bila tidak ditangani dengan baik. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang (Setiati, 2013).Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Prevalensi inkontinensia urin di Indonesia pada pasien geriatri yang dirawat mencapai 28,3%. Masalah inkontinensia urin umumnya dapat diatasi dengan baik jika dipahami pendekatan klinis dan pengelolaannya (Setiati, 2013).Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit mempertahankan kondisi tidur (Setiati, 2013).

Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap sebagai bagian dari proses menua (Setiati, 2013). Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena infeksi (Setiati, 2013).Gangguan penglihatan dan pendengaranjuga sering dianggap sebagai hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada pasien geriatri yang dirawat di Indonesia mencapai 24,8%. Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status fungsional, fungsi sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas (Setiati, 2013).Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang muncul sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga tampilan gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada pasien geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit kardiovaskular. Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat menjadi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistic (Setiati, 2013).Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk: The 13 i yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi), Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection(infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati et al.., 2006). Pada pasien ditemukan adanya keadaan imobilisasi, instabilitas dan jatuh, gangguan intelektual yaitu demensia, inkontinensia urin dan alvi, infeksi, malnutrisi dan gangguan pendengaran.

Delirium

Salah satu karekteristik pasien geriatri adalah tanda dan gejala penyakit yang tidak khas sesuai organ/sistem tubuh yang sakit (akut confusional state). Faktor penyebanya antara lain adalah stroke, tumor otak, pneumonia, ISK, dehidrasi, diare, hiperglikemia, hipoksia, dan putus obat. Gejala-gejala yang tampak berupa kurang perhatian, gelisah, gangguan pola tidur, murung, perubahan kesadaran, disorientasi, halusinasi, sulit konsentrasi, sangat mudah lupa, hipoaktif, dan hiperaktif (Tamher dan Noorkasiani, 2009).Jatuh

Jatuh akan menyebakan cedera jaringan lunak bahkan fraktur pangkal pha atau pergelangan tangan. Keadaan tersebut dapat menyebakan nyeri dan imobilisasi dengan segala akibatnya (Tamher dan Noorkasiani, 2009).Faktor resikonya dibagi menjadi dua, yaitu: Faktor internal dan eksternal.

Faktor Internal, meliputi:

Gangguan penglihatan.

Gangguan adaptasi gelap.

Infeksi telinga.

Obat golongan aminoglikosida

Vertigo

Pengapuran vertebra servikal.

Gangguan liran darah otak: artritis (arthrosis lutut)

Neuropati perifer.

Lemah otot tungkai.

Hipotensi postural.

Pneumonia.

Penyakit sistemik, seperti infeksi, gagal jantung, dehidrasi, diabetes, dan hipoglikemia.

Faktor eksternal, meliputi:

Turun tangga.

Benda-benda yang harus dilangkahi.

Lantai licin.

Alas kaki kurang pas.

Kain/celana terlalu panjang.

Tali sepatu.

Tempat tidur terlalu tinggi/terlalu rendah.

Kursi terlalu redah.

Kursi roda tidak terkunci.

Penerangan kurang.

WC jauh dari kamar.

Letak WC terlalu rendah.

(Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Inkontinensia Urine

Imobilisasi

Lansia yang terus-menerus berada di tempat tidur akan berakibat terjadinya atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta pneumonia (Tamher dan Noorkasiani, 2009).Faktor resikonya dapat berupa osteoarthritis, gangguan pengihatan, fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot, vertigo, keterbatasan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi, hipotiroid, dan sesak nafas (Tamher dan Noorkasiani, 2009).Depresi/demensia

Depresi, yaitu keadaan jiwa yang tertekan dan penurunan fungsi kognitif hingga berpotensi menimbulkan berbagai kendala.

Faktor resiko depresi

1. Kehilangan orang yang dicintai.

2. Sikap pesimistik.

3. Kecenderungan berasumsi negativf terhadap suatu pengalaman yang mengecewakan.

4. Kehilangan integritas pribadi.

5. Penyakit degenerative kronik, tanpa dukungan sosial yang adekuat.

(Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Depresi dapat disebakan oleh berbagai faktor biologis, psikologis maupun sosial. Faktor yang dapat mengakibatkan depresi adalah:

1. Genetic

2. Stress; kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan pekerjaan, perpisahan atau perceraian, kematian.

3. Kesehatan yang buruk; individu dengan penyakit kronis seperti individu dengan penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker atau gagal ginjal kronik.

4. Obat-obatan; pengobatan dalam jangka waktu lama seperi obat nti HTN, obat tidur, dll.

5. Depresi post partu,

6. Ketidakseimbangan hormonal

7. Penyalahgunaan zat seperi alkohol, merokok atau penggunaan obat-obatan berkontribusi terjadinya depresi dan kecemasan.

8. Karakter kepribadian; harga diri rendah, perasaan bersalah yang berlebihan, perasaan tidak berdaya, ketidakmampuan mengatasi tekanan hidup atau pandangan yang negative tentang kehidupan dapat membuat seseorang tertekan.

(Indians Women Health, 2009).

Pada lansia menurut Blazer (1993, dalam Miller, 2004) depresi disebabkan oleh faktor biologi, psikologi, dan kognitif. Segal, et al., (2009) menyatakan bahwa penyebab dan faktor resiko yang berkontribusi terjadinya depresi pada lansia adalah:

a. Kesepian dan isolasi, hidup sendiri, berkurangnya lingkungan sosial karena kematian atau tinggal di tempat penampungan (panti), menurunnya mobilitas fisik akibat penyakit atau kehilangan motivasi untuk beraktivitas.

b. Penurunan perasaan tujuan; perasaan tidak mempunyai tujuan karena kehilangan identitas akibat pension atau keterbatasan aktivitas fisik.

c. Masalah kesehatan; penyakit dan ketidakmampuan, nyeri kronik atau nyeri hebat, penurunan kemampuan kognitif, kerusakan anggota tubuh akibat pembedahan atau penyakit.

d. Pengobatan; beberapa obat dapat mencetuskan atau membangkitkan depresi.

e. Ketakutan; takut akan kematian dan sekarat (dying), cemas yang berlebihan terhadap masalah finansial dan masalah kesehatan.

f. Kesedihan yang baru terjadi; kematian teman, anggota keluarga, binatang kesayangan, hilangnya pasangan atau mitra.

Tanda dan gejala depresi menurut World Health Organization berdasarkan ICD 10 bahwa seseorang yang mengalami depresi terdapat 2 dari 3 gejala inti depresi, yaitu suasana hati (mood) rendah (merasa tertekan, tidak bahagia, menyedihkan atau sedih), kelelahan (perasaan melelahkan atau mempunyai energy sedikit) dan anhedonia (tidak ada minat atau kesenangan dalam berbagai hal) dan gejala ini sering ditemukan dalam sehari-hari atau hampir setiap hari dan sedikitnya dua minggu (World Health Organization, 2009).Demensia

Karaketristik demensia

1. Gangguan daya ingat jangka pendek dan panjang.

2. Gangguan proses berpikir abstrak, misalnya tidak dapat memahami arti suatu konsep/kata.

3. Gangguandalam penilaian, misalnya tidak mampu mengatasi masalah dalam pekerjaan, hubungan interpersonal, dan hubungan keluarga.

4. Afasia (gangguan berbahasa), apraksia (gangguan aktivitas motoric), agnosia (gangguan identifikasi objek).

5. Perubahan kepribadian.

6. Aktivitas sosial terganggu.

7. Tidak dalam keadaan delirium.

(Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Dekubitus

Faktor resiko decubitus adalah imobilisasi, inkontinesia, malnutrisi, hipoalbuminemia, gangguan kesadaran, kulit kering, dan demam (Tamher dan Noorkasiani, 2009).Gizi Buruk/kurang

Kekebalan tubuh sangat ditentukan oleh keadaan gizi. Demikian pula dengan mobilitas, kemampuan beraktivitas sehari-hari, dan penyembuhan penyakit (Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Jenis keluhan pada lansia menurut pendekatan sistemik

SistemKeluhan yang khas

RespirasiSesak nafas yang progresif, batuk yang menetap

KardiovaskularOrtopnea, edema, angina, klaudikasio, palpitasi, pusing, sinkop.

GastroinstestinalSulit mengunyah, sulit menelan, nyeri perut, perubahan defekasi.

GenitourinariaPolyuria, urgensi, nokturia tak lampias, intermitten, perlu usaha untuk pengosongan, inkontinensia, hematuria, perdarahan pervaginam.

MusculoskeletalNyeri lokal/difus, lumpuh/lemah lokal/difus, gangguan sensitivitas.

NeurologisGangguan penglihatan (sementara/progresif)

PsikologisDepresi, ansietas, agitasi, paranoid, pikun, kebingungan

Konsep Baru Proses Menua

Setiap individu pasti mengharapkan usia panjang dengan kondisi sehat, sejahtera dan akhirnya meninggal dengan tenang dan damai. Konsep menua saat ini tidak hanya berfokus pada pencapaian individu dalam kesuksesan finansial, status kesehatan atau partisipasi sosial. Setiap individu juga diharapkan dapat memerkaya kapasitas diri dalam berinteraksi dengan lingkungan dan mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan seiring tuntutan zaman. Komponen usia panjang yang perlu disesuaikan antara lain: pembenahan kebiasaan dan gaya hidup dengan makanan sehat dan latihan fisik, intervensi, farmakologis yang dapat memerpanjang usia, dan kemampuan adaptasi terhadap kemajuan zaman. Setua apapun seseorang harus mampu bertahan hidup dengan mandiri dan menikmati masa tua dengan nyaman sepanjang individu tersebut mampu merespons dengan baik setiap perubahan dan mau beradaptasi (Setiati, 2013).Tujuan pemberian asuhan keperawatan pada lansia adalah sebagai berikut.

1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan melalui jalan perawatan dan pencegahan.

2. Membantu mempertahankan serta memperbesar semangat hidup klien.

3. Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit.

4. Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan proses kepeawatan.

5. Melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan upaya promotif, preventif, dan rehabilitative.

6. Membantu lansia menghadapi kematian dengan damai dan dalam lingkungan yang nyaman.

(Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain: gangguan nutrisi kurang/lebih, gangguan persepsi sensorik : pendengaran, penglihatan, kurangnya perawatan diri, intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur, perubahan pola eliminasi, gangguan mobilitas fisik, resiko cedera, isolasi sosial: menarik diri, harga diri rendah, cemas, reaksi berduka, marah serta penolakan terhadap proses penuaan. Diagnosis keperawatan pada lansia secara individu: gangguan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan. Diagnosis keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan sensori persepsi: penglihatan pada ibu S di keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat lansia dengan katarak. Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia di panti: resiko cedera pada kelompok lansia di panti X yang berhubungan dengan penurunan penglihatan ditandai dengan 80% lansia di panti X mengatakan tidak dapat melihat jauh, 20% lansia di panti X pernah jatuh di selokan karena tidak melihat jalan dengan jelas, 80% lansia di panti X tampak lensa matanya keruh (Tamher dan Noorkasiani, 2009).DAFTAR PUSTAKA

Setiati, S. 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, fraility dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia. Jurnal Kedokteran Indonesia, 2013; (1) 3: 234-242.

Syarniah. 2010. Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscene terhadap Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.

Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Won, C.W., Yoo, H.J., Yu, S.H., Kim, C.O., Dumlao, L.C.I., Dewiasty, E., et al. 2013. List of Geriatric syndromes in the Asian Pasific geriatric Societies. Journal European Medicine, 2013; 2013 (4): 335-338.