Lp Prilaku Kekerasan
-
Upload
diyah-rahmawati -
Category
Documents
-
view
124 -
download
1
description
Transcript of Lp Prilaku Kekerasan
LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA PAKEM
YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
MAYANG HUSAG
3213047
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN V
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2013
Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta
Telp (0274) 434200
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA PAKEM
YOGYAKARTA
Telah disetujui Pada:
Hari :
Tanggal :
Mahasiswa
( Mayang Husag)
Pembimbing Akademik Pembingbing Klinik
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN ( MARAH / AMUK)
A. Pengertian
1. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart Sundeen, 2006).
Respon marah ini bisa bermacam-macam, tergantung kepribadian
seseorang. Bagi yang mempunyai tenaga atau kekuataan, maka ia bisa
mengekspresikan kemarahannya. Namun apabila seseorang tidak
mempunyai kekuatan untuk marah maka akan diekspresikan dengan diam.
2. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart
dan Sundeen, 2006).
3. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lai, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati dan Hartono, dalam Direja 2011).
4. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, dalam Direja 2011).
5. Perilaku kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan.
B. Situasi-Situasi yang Menyebabkan Marah
1. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
2. Menyinggung harga diri.
3. Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan
C. Penyebab Perilaku Kekerasan
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya
misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak,
lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.Kebutuhan akan status dan
prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
D. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor
predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami
oleh individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli
mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiser.
Beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
(Yosep, 2009):
a. Teori biologic
1) Neurologic factor, beragam komponen dari system syaraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif. System limbic sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya prilaku bermusuhan dan
respon agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi potensi prilaku agresif. Menurut riset Kazoo
Murakami (2007), dalam gen manusia terdapat dormant (potensi
agresif yang sedang tidur) dan akan bangun jika terstimulasi oleh
factor eksternal. Menurut penelitia genetic tipe kario XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni prilaku tindak criminal serta
orang-orang yang terlibat prilaku hukum agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkadian), memegang peranan pada
individu. Menurut penelitan, jam-jam tertentu manusia mengalami
peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti
menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan
sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry Faktor (factor biokimia tubuh) neurotransmitter di
otak (epinephrine, noripinephrin, dopamine, asetilkolin dan
serotonin) sangat berperan dalam menyampaikan informasi melalui
persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
mengancam atau membahayakan akan di hantar melalui implus
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
implus neurotransmitter dan meresponnya melalui serabut an
hormonefferent. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan serebrospinal
vertebra dapat menjadi factor predisposisi terjadi perilaku agresif.
5) Brain Area Disorder ganguan pada system limbic dan lobus
temoral, sindrom otak orgaik, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensefpalitis, epilepsy di temukan sagat berpengaruh terhadap
prilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologik
1) Teori psikoanalisa. Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi
oleh riwayat tumbuh kembang seseorang . teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidak puasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cendrung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
ketidak percayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah . perilaku agresif dan tindak
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidak berdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
2) Imitation, modeling,and imfomation processing theory; Menurut
teori ini prilaku kekerasan biasa berkembang dalam lingkungan
yang mentolerir kekerasan . adanya contoh, model dan prilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan
individu meniru prilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa
anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif (makin keras pukulannya akan diberi
coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward positif juga (makin baik
belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berprilaku sesuai
dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning theory. Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya . ia mengamati
bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.
c. Teori sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah , rebutan uang
receh, sesaji atau kotoran kerbau dikeraton, serta ritual-ritual yang
cendrung mengarah kepada kemusrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Control masyarakat
yang rendah dan kecendrungan menerima perilaku kekerasan sebagai
cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan factor
predisposisi terjadinya prilaku kekerasan . hal ini dipicu juga dengan
maraknya demonstrasi , film-film kekerasan , mistik ,tahayul, dan
perdukunan dalam tayangan televise.
d. Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas
merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai
kerusakan agar manusia menyesal. Semua bentuk kekerasan adalah
bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ
vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi
bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi
tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).
E. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klie, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain, kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, dan percaya diri kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan
penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan.
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak
berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan
mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik)
(Budiana Keliat, 2004).
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan menurut Yosep
(2009), sering kali berkaitan dengan;
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian massal, dan sebagainya
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahakan masalah cendrung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d. Ketidak siapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidak mampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa
e. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat atau
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau frustasi terhap perkembangan
kelurga.
F. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
( Budiana Keliat, 1999)
G. Rentang Respon Marah
1. Assertif
Marah yang terus terang dan dapat mengemukakan alasan, seseorang pada
tahap ini bisa mengemukakan kemarahannya/rasa ketidak setujuannya,
tanpa menyinggung perasaan lawan bicara.
2. Frustasi
Suatu proses yang menyebabkan terhambatnya pecnapaian tujuan. Disini
marah yang sebetulnya ingin diekspresikan dan kita punya kekuatan untuk
mengekspresikan kemarahan tersebut, tapi kita masih mempertimbangkan
untung ruginya jika kita marah. Umumnya terjadi pada orang yang status
sosialnya dibawah orang yang menjadi sumber kemarahan tadi. Pada
tingkat ini kemampuan marah ada tetapi tidak terungkap karena adanya
pertimbangan tertentu.
3. Pasif
Perilaku yang merasa tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya
sehingga kemarahan tersebut hanya bisa dipendam.
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Agresif Pasif Amuk
Perilaku Kekerasan/amuk
4. Agresif
Suatu perilaku yang menyertai rasa marah. Marah yang diekspresikan tapi
masih ada pertimbangan-pertimbangan sehingga kemarahan masih bisa
dikontrol.
5. Amuk/Marah
Rasa marah yang diekspresikan dengan kehilangan kontrol. Marah ini
sangat tidak dianjurkan karena bersifat destruktif dan tidak dapat
menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah baru.
H. Akibat dari perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.
I. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan
melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan
menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif
sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
J. Patoflowdiagram
K. Fungsi positif marah
Fungsi energi marah akan mengeluarkan banyak energi, baik marah
yang dipendam maupun yang diungkapkan
Fungsi ekspresi
Self promotional function dengan marah menunjukkan bahwa
seseorang yang marah mempunyai wibawa, ingin dihargai dan mempunyai
kemampuan.
Fungsi defensif Untuk melindungi diri
Potentialling function saat marah dapat mengembangkan diri,
memunculkan diri
L. Tanda dan Gejala Marah
Menurut Direja (2011), tanda gejala perilaku kekerasan meliputi;
1. Aspek biologis/fisik
Tekanan darah meningkat, tachicardi, wajah merah, pupil melebar,
ketegangan otot, rahang terkatup, postur tubuh kaku dan tangan dikepal,
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postue tubuh kaku.
2. Aspek Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Aspek Emosional
Merasa tidak nyaman, tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, sakit hati, mengalahkan dan
menuntut.
Menarik perhatian: bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
4. Aspek Intelektual
a. Peran panca indera: menerima respon,
b. Gangguan panca indera: penyimpangan persepsi, mendominasi, bawel,
cerewet, sarkasme, berdebat dan meremehkan, Menarik diri,
pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sendirian.
5. Aspek social
Interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya. Ungkapan marah
dipengaruhi oleh latar belakang budaya, bolos, melarikan diri, dan
melakukan penyimpangan social.
6. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
7. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai-nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah
individu. Hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma yang dimiliki
menimbulkan kemarahan, misalnya: ada tetangga yang kumpul kebo,
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
M. Cara-Cara Mengendalikan Marah
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengendalikan marah antara
lain :
1. Kenali kemarahan.
2. Ketahui penyebab.
3. Memikirkan akibat.
4. Mengedalikan marah.
N. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
a. Medis
1) Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
2) Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
3) Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
4) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
Penatalaksanaan keperawatan
1) Psikoterapeutik
2) Lingkungan terapieutik
3) Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
4) Pendidikan kesehatan
Penatalaksanaan Yang Sehat Untuk Mengontrol Marah
1. Secara fisik : Tarik nafas panjang dan dalam jika sedang
kesal/jengkel.
2. Secara verbal : Katakan bahwa anda sedang
kesal/tersinggung/marah,saya marah karena ibu tidak memenuhi keinginan
saya.
3. Secara sosial : Menyalurkan marah dengan kegiatan bermanfaat mis :
olah raga,curhat dengan keluarga,teman,guru dll.
4. Secara spiritual : Istighfar,wudlu,berdoa kepada Tuhan agar diberi
kesabaran,Sholat dan lain-lain.
O. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a) Menyerang atau menghindar (fight of flight).
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
b) Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga
untuk pengembangan diri klien.
c) Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
d) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan
P. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan
Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Q. Perencanaan Pulang
Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan
dirumah. Untuk itu semua rumah sakit perlu membuat perencanaan pulang.
Perencanaan pulang dilakukan sesegera mungkin setelah klien dirawat dan
diintegrasikan didalam proses keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien
pulang.
Tujuan perencanaan pulang:
a. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
b. Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.
c. Klien tidak terisolasi sosial
d. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).
R. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan/amuk.
2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga
diri rendah.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e) Beri rasa aman dan sikap empati.
f) Lakukan kontak singkat tapi sering.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai ?"
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan :
a) Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
b) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/
tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah
yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku
kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang
telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien :
Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien
pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek
samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter
jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep
diri : harga diri rendah
1. Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya; Salam terapeutik, Perkenalan
diri, Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai, Jelaskan tujuan pertemuan, Ciptakan lingkungan
yang tenang, Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan
topik pembicaraan ).
b) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c) Utamakan memberi pujian yang realistis.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
a) Diskusikan bersama klien kemampuan yang
masih dapat digunakan selama sakit
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
d. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian,
bantuan total ).
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh
klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
a) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 2006.
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC, 2005
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 2005.
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2006.