Lp Pneumonia
-
Upload
nssaraalfarsa -
Category
Documents
-
view
23 -
download
2
description
Transcript of Lp Pneumonia
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN PNEUMONIA
OLEH :
NI NYOMAN SRI WULANDARI
0802105029
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2012
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 0
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
a. Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006).
b. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan.
2006).
c. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan
beberapa alveoli terisi cairan dan sel-sel darah.
d. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
e. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi. (Price, 1995)
f. Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)
g. Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama
alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada anak – anak
2. EPIDEMIOLOGI
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan
serotipl sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia
lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus- ditemukan pada orang dewasa dan
anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
anak.
Pneumonia sangat rentan terhadap anak berumur di bawah dua bulan, berjenis
kelamin laki-laki, tingkat sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 1
pelayanan kesehatan masih kurang, adanya penyakit kronis pada anak, kurang gizi, berat
badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A.
Pneumonia juga merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian
utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan
pneumonia penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita. Berbagai
mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan bakteri. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya pneumonia antara lain adalah
defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GE, aspirasi, dll.
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di
negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di
seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir
300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. Menunjuk angka-angka di atas bisa
dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah
raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia
tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran
bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga
sebagai "pembunuh balita nomor satu".
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari
pneumonia antara lain :
1. Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bakterial
2. Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan.
Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70
% anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
3. Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5tahun,
mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien
antara umur 16 dan 19 tahun.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 2
5. Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada anak dan anak-anak kecil
6. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia
virus.
7. Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada anak dan
anak kecil.
8. Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di
rumah sakit.
3. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
Menurut (Smeltzer, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 3
2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2001 : 568-570).
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin
atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001 : 572). Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif
hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol,
stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang
menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan
aspirasi tersembunyi. ( Smeltzer, 2001 :637)
Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2005)
antara lain :
1. Status gizi anak
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 4
4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia
(Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 5
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru
tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali
pada strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392).
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 6
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 7
5. KLASIFIKASI
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
1) Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik antara
lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas lobus,
disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat lambat
dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh organisme
atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dgn
konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal yaitu
perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai konsolidasi
paru. Biasanya pada pasien penyakit kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia
pneumoniae.
Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu lobus atau lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 8
2) Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas :
a. Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H. influenza,
Klebsiella,dll
b. Non bacterial : tuberculosis, virus, fungi, dan parasit
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu
diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.
2. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada
saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk
melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi
oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi
yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat
pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 9
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa
demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada
awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk
bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya
didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,
malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan
nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan
– 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40
x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai
dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya
nafas cepat.
Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan secara
sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose
medis dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 10
lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat
penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :
Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
Terdapat stridor ( suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi )
2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan nafas cepat adalah :
Anak usia 2 – 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.
Anak Usia 1 – 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.
3. Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda – tanda atau penyakit sangat berat.
6. MANIFESTASI KLINIS
Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada
penderita pneumonia, yaitu :
1. Serangan akut dan membahayakan
2. Demam tinggi (pneumonia virus
bagian bawah)
3. Batuk
4. Reles (ronchi)
5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
7. Nyeri abdomen
Manifestasi klinis :
Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Gejala khas :
a. Sianosis pada mulut dan hidung.
b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
c. Gelisah, cepat lelah.
Batuk mula-mula kering produktif.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 11
Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
Manifestasi klinis pada anak
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar
dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi
nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi.
(Mansjoer,2000,hal 467 )
Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40
kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak
dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai
dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala
pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala
sianosis sentral dan tidak dapat minum.
Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin
tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemerikasaan Fisik pada anak
1. Inspeksi
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 12
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 13
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus
dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara
terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi
1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di
atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
Pemeriksaan imunologis
1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 14
Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru
atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak
gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia
difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang
terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya
penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian antibiotik
yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi hipoksemia
dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat pilihan untuk
penyakit ini adalah penisilin G. (patofisiologi page 806).
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
Terapi suportif yang bisa dilakukan, antara lain:
Berikan oksigen
Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 15
Tahapan fisioterapi
1. INHALASI
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat
terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah alat
terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis yaitu
anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan
masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan
pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu
dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi
lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup, karena
dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk
mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke sana.
2.PENGATURAN POSISI TUBUH
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi
tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke arah
cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan
dengan cara dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di mana letak
lendir berkumpul.
Caranya:
* Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen atau
dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-paru), atur
posisi anak.
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah
dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi anak dalam
keadaan tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih tinggi
agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak dengan
miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti memeluk
guling.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 16
3.PEMUKULAN/PERKUSI
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk pada
dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret
yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke
tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
* Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan
posisi
tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak cukup dilakukan
dengan menggunakan 3 jari.
* Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5 menit.
* Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya. Setelah
itu lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada dengan
menggunakan tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut saat
membangunkan anak dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
Observasi tanda vital
Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan, misalnya,
pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola napas.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
10. KOMPLIKASI
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 17
11. PROGNOSIS
Dengan pengobatan sebagian tipe dari pneumoni karena bakteri dapat diobati
dalam 1-2 minggu. Pneumoni karena virus mungkin berakhir lama, pneumonia karena
mikoplasma memerlukan 4-5 minggu. Hasil akhir dari episode pneumoni tergantung
dari bagaimana seseorang sakit, kapan dia didiagnosis pertama kali. (fransisca S. 2000)
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
DS :
• Pasien mengeluh sesak nafas
• Ibu pasien mengatakan pasien mengalami diare dan muntah sebanyak 3x selama
dirawat di rumah sakit
• Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan BB 2300gr, dan pasien lahir prematur
• Ibu pasien mengatakan ayah pasien merokok dan pasien tinggal di pemukiman padat
penduduk
• Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami batuk kering kemudian menjadi batuk
berdahak.
• Ibu pasien mengatakan pasien tidak eksklusif karena dia sibuk bekerja
DO :
• RR : 55X/ menit
• PCH (pernafasan cuping hidung) positif
• Pasien tampak rewel
• Pasien tampak lesu
• Pernafasan pasien tampak dangkal dan cepat
• Retraksi intercosta (IC) positif
• Tax : 390 C
• Pasien tampak tidak menyusu
• Tampak sianosis di sekitar area hidung dan mulut pasien
• Sekret (+), berwarna kuning kehijauan dan kental
• Mukosa bibir pasien tampak kering
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 18
• Turgor kulit pasien lambat
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler ditandai dengan
Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal,sianosis,nafas cuping hidung,dan
gelisah (rewel)
b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas normal, dan kulit terasa hangat.
c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai dengan
penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan peningkatan suhu tubuh.
d. Ketidakefektifan regimen terapeutik keluarga b.d. konflik keputusan ditandai dengan
ketidakefektifan aktifitas kluaraga untuk memenuhi tujuan kesehatan.
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 19
e. Resiko keterlambatan perkembangan b.d nutrisi yang tidak adekuat, dan prematuritas
Sri Wulandari | Laporan Pendahuluan pada Pasien Anak dengan Pneumonia 20
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan kreteria
hasil
Intervensi Rasional Evaluasi
1. Gangguan pertukaran
gas b.d. perubahan
membran aveolar-
kapiler ditandai dengan
Gas Darah Arteri
abnormal, PH artery
abnormal,sianosis,nafas
cuping hidung,dan
gelisah (rewel)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 4x 24 jam
diharapkan pertukaran
gas adekuat dengan
kreteria hasil :
NOC label
Respiratory status
RR normal (skla 5)
Ritme respiratory
normal (skala 5)
Kedalaman nafas
normal (skala 5)
Akumulasi sputum
tidak ada (skala 5)
Respiratory status :Gas
exchange
Tekanan parsial
NIC label
Respiratory Monitoring
1. Monitor laju ritme dari nafas
2. Monitor suara nafas tambahan
seperti snoring
3. Monitor peningkatan kelelahan
4. Monitor peningatan
kegelisahan, dan kekurangan
oksigen
5. Monitor sekresi dari sistem
pernafasan pasien
6. Berikan terapi perawatan
nebulizer sesuai kebutuhan
1. Untuk mengetahui status
pernapasan pasien
2. Untuk mengetahui apabila
adanya kelainan pada
saluran pernapasan
3. Utuk memantau keadaan
fisik pasien
4. Untuk memantau dan
mengurangi kecemasan dari
pasien
5. Untuk memantau adanya
sekret pada saluran napas
klien
6. Untuk mengencerkan dan
mempermudah sekret
keluar dari saluran
S : -
O : hasil nilai AGD
dalam batas normal :
Ph dalam batas
normal (7,35-
7,35)
PCO2 dalam
batas normal
(35-45)
HCO3 dalam
batas normal
(22-26)
SaO2 dalam
batas normal ≥
95 %
PO2 dalam
batas normal
karbondioksida
pada darah arteri
normal (skala 5)
pH arteri normal
(skala 5)
Tidak terjadi
sianosis (skala 5)
Oxigen therapy
7. Bersihkan skresi mulut hidung
dan trakea sesuai kebutuhan
8. Memeberikan terapi oksigen
sesuai kebutuhan
9. Monitor aliran oksigen
10. Monitor kerusakan kulit dari
gesekan dengan selang oksigen
pernapasan
7. Untuk mempermudah jalan
napas
8. Mengatasi terjadinya defisit
O2
9. memastikan kebutuhan
oksigen yang sesuai untuk
klien
10. mencegah terjadinya iritasi
pada kulit
(80-100 %)
A : Tujuan tercapai
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
2. Hipertermia b.d.
dehidrasi dan penyakit
ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh
diatas normal, dan kulit
terasa hangat.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 4x 24 jam
diharapkan suhu tubuh
pasien dalam batas
normal dengan kriteria
hasil :
NOC : Vital Signs
- Suhu tubuh dalam
batas normal (36-
NIC : Vital Signs Monitoring
1. Monitor TTV pasien (tekanan
darah, nadi, suhu, dan
pernapasan).
2. Monitor dan laporkan tanda dan
gejala hipertermi.
3. Kaji warna kulit, suhu,
kelembapan.
1. Untuk mengetahui kondisi
umum pasien.
2. Untuk memantau adanya
peningkatan suhu tubuh
pasien.
3. Untuk mengetahui adanya
tanda dan gejala
S : pasien
mengatakan
tubuhnya tidak
terasa panas lagi.
O : tubuh pasien
tidak teraba panas.
A : tujuan tercapai.
P : pertahankan
kondisi
37,50C) dengan
skala 5.
TTV dalam rentang
normal (tekanan darah,
nadi, pernapasan)
dengan skala 5.
4. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda vital.
NIC : Temperatur Regulation
5. Anjurkan penggunaan selimut
hangat untuk menyesuaikan
perubahan suhu tubuh.
6. Anjurkan asupan nutrisi dan
cairan adekuat.
NIC : Fever Treatment
7. Anjurkan pemberian kompres
hangat.
hipertermi.
4. Agar dapat mengontrol
perubahan TTV pasien.
5. Untuk membuat tubuh
merasa nyaman.
6. Untuk menghindari
terjadinya dehidrasi.
7. Untuk menurunkan panas
badan.
Setelah dilakukan
1. Untuk mengetahui status
hidrasi pasien
2. Untuk memastikan jumlah
cairan yang masuk dan
keluar
3. Untuk memenuhi kebutuhan S: ibu mengatakan
3. Kekurangan volume
cairan b.d. kehilangan
cairan keluarga aktif
ditandai dengan
penurunan turgor kulit,
memebran mukosa
kering, dan
peningkatan suhu
tubuh.
tindakan keperawatan
selama 4x 24 jam
diharapkan kebutuhan
volume cairan pasien
terpenuhi dengan
kriteria hasil :
Noc label:
Hydrasi:
- Turgor kulit
kembali normal
(skala 5)
- Membrane mukosa
tampak lembab
(skala 5)
- Intake cairan yang
adekuat (skala 5)
- Tidak terdapat
diare (skala 5)
Fluid balance:
- Nadi normal (skala
5)
NIC label: Fluid management
1. Monitoring status hidrasi
(kelembaban membrane mukosa,
nadi yang adekuat) secara tepat
2. Atur catatan intake dan
output cairan secara akurat
3. Beri cairan yang sesuai
Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan cairan
(hipertermi, infeksi, muntah dan
diare)
5. Monitoring tekanan darah,
nadi dan RR
cairan pasien
4. Untuk mengetahui factor
risiko ketidakseimbangan
cairan dan mencegah secara
dini factor tersebut
5. Komplikasi letal dapat
terjadi selama awal periode
pengobatan antimikroba.
Kurva suhu tubuh
memberikan indeks respon
pasien terhadap terapi.
Hipotensi yang terjadi dini
pada perjalanan penyakit
dapat mengindikasikan
hipoksia atau bakterimia.
Antipiretik diberikan dengan
kewaspadaan, karena
antipiretik dapat
mengakibatkan penurunan
suhu dan dengan demikian
mengganggu evalusasi kurva
bahwa anaknya
sudah tidak rewel
lagi, tidak demam
lagi, masih ada diare
O: turgor kulit
pasien sudah
membaik, intake dan
output cairan px
seimbang
A: tujuan tercapai
sebagian
P: lanjutkan
intervensi
- Intake dan output
cairan seimbang
dalam sehari(skala
5)
IV teraphy:
6. Lakukan 5 benar pemberian
terapi infuse (benar obat, dosis,
pasien, rute, frekuensi)
7. Monitoring tetesan dan
tempat IV selama pemberian
Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan gejala
diare
9. Ketahui penyebab diare
10. Evaluasi mengenai pengobatan
terhadap efek gastrointestinal
11. Instruksikan keluarga untuk
memantau warna, volume,
frekuensi dan konsistensi feses
12. Monitoring kulit dan perianal
pasien untuk mengethui adanya
suhu
6. Untuk memastikan terapi
diberikan secara benar
7. Untuk memastikan
pemberian terapi diberikan
secara tepat
8. Untuk mengetahui tanda dan
gejala diare
9. Untuk mengetahui apa factor
penyebab dari diare
10. Untuk mengetahui efek
obat terhadap
gastrointestinal
11. Untuk mengetahui
perubahan penyakit pasien
12. Untuk mengetahui
adanya iritasi dan perlukaan
pada kulit pasien
iritasi dan ulserasi
4. Ketidakefektifan
regimen terapeutik
keluarga b.d. konflik
keputusan ditandai
dengan
ketidakefektifan
aktifitas kluaraga untuk
memenuhi tujuan
kesehatan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 4x 24 jam
diharapkan regimen
terapeutik keluarga
efektif
NOC label :
Family participation in
professtional care
Partisipasi pada
rencana perawatan
(skala 5)
Partisipasi pada
penyediaan
perawatan
Evaluasi dari
efektifitas dari
perawatan
NIC label :
Family Involvement Promotion
1. Indentifikasi kemampuan
keterlibatan keluarga dalam
perawatan pasien
2. Identifikasi harapan keluarga
terhadap pasien
3. Ajak anggota keluarga dan
pasien untuk ikut dalam
perencanaan perawatan
mencakup hasil yang diharapkan
dan tindakan dari rencana
keperawatann
4. Identifikasi mekanisme koping
yang digunakan oleh keluarga
5. berikan informasi krusial pada
keluarga pasien tentang kondisi
pasien
1. untuk mengetahui seberapa
jauh tingkat pengetahuan
keluarga klien
2. untuk mengetahui tingkat
kepedulian keluarga
terhadap pasien
3. keterlibatan keluarga dalam
perawatan akan menambah
motifasi klien
4. mengetahui mekanisme
koping keluarga berkaitan
dengan pemberian asuhan
keperawatan
5. pemberian informasi yang
benar kepada keluarga
bertujuan untuk mengurangi
S : keluarga
mengatakan mau
ikut berpartisipasi
dalam penyediaan
keperawatan
O : keluarga tampak
mampu mengikuti
dan mendukung
proses keperawatan
pasien
A : Tujuan tercapai
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
kecemasan keluarga
terhadap pasien
Resiko keterlambatan
perkembangan b.d nutrisi
yang tidak adekuat, dan
prematuritas
Child development : 2
month
- anak tersenyum
(skala 5)
- refleks menggenggam
(skala 5)
- menampilkan
ketertarikan dalam
rangsang suara (skala 5)
- menampilkan
ketertarikan dalam
rangsangan visual
(skala 5)
- Berinteraksi dengan
gembira terutama
dengan tenaga (skala 5)
- Family functioning
(kekuatan dari system
keluarga untuk
NIC Label :
Developmental Care
1. Ciptakan hubungan terapeutik
dan mendukung dengan
keluarga
2. Ssediakan keluarga dengan
akurat, informasi yang actual
berkenaan dengan kondisi,
pengobatan dan kebutuhan anak
3. Iinformasikan keluarga tentang
pentingnya perkembangan dan
persoalan anaknya
4. Monitor stimulus (contohnya
cahaya, kegaduhan), lingkungan
1. teciptanya hubungan
yang terapeutik dan ssaling
mendukung dengan keluarga
bertujuan untuk
mempermudah perawat
dalam pemberian intervensi
2. agar keluarga
mengetahui apa saja yang
perlu dilakukan untuk
mendukung pemenuhan
kebutuhan dan kelancaran
tumbuh kembang anak
3. agar keluarga
mengetahui tentang
pentingnya menjaga
perkembangan anak
4. stimulus yang
S: -
O: terlihat
perkembangan anak
yang semakin
membaik dan sesuai
dengan umur anak
A: tujuan tercapai
P: pertahankan
kondisi pasien
mencapai kebutuhan
anggota keluarga
selama transisi
perkembangan mental)
- Meregulasi kebiasaan
anggota keluarga (skala
5)
anak dan kurani sebagaimana
mestinya
5. Sediakan tempat duduk yang
nyaman di area yang tenang
untuk menyusui
6. Gunakan gerakan yang lambat,
lemah lembut ketika
menggendong, menyusui dan
merawat anak
7. Pertimbangkan partisipasi
keluarga dalam menyusui
8. Dukung keinginan ibu untuk
menyusui
9. Sediakan stimulasi
menggunakan rekaman music
instrumental dan lain-lainnya
sebagaimana mestinya
berlebihan akan dapat
mengganggu perkembangan
anak
5. menyediakan tempat
yang nyaman untuk ibu
menyusui
6. Memberikan sentuhan
yang lembut untuk
mnciptakan kenyaman bagi
anak
7. Partisipasi keluarga
penting dalam menyusui
8. Pemberian ASI sangan
penting dalam pembentukan
anti body anak
9. Meningkatkan stimulasi
perkembangan si anak
DAFTAR PUSTAKA
Price, S. A 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth volume 1.Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta : EGC
Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification (NIC).Missouri : Mosby
Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : Mosby