Lp Peritonitis

22
A. Definisi 1. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. ( Santosa, Budi. 2005) 2. Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman, dkk) 3. Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut ( Andra) 4. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam. B. Etiologi 1. Infeksi bakteri Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

description

essay

Transcript of Lp Peritonitis

A. Definisi

1. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda umum inflamasi. ( Santosa, Budi. 2005)2. Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman, dkk)

3. Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut ( Andra)

4. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.

B. Etiologi

1. Infeksi bakteri

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

Appendiksitis yang meradang dan perforasi

Tukak peptik (lambung / dudenum)

Tukak thypoid

Tukak pada tumor

2. Secara langsung dari luar.

Operasi yang tidak steril

Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa

Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur hati

Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.D. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.

Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakterigram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).Pathway Keperawatan

Infeksi Bakteri, virus, Trauma Appendiksitis Konsumsi diit rendah serat

cacing/ parasit abdomen

Obstruksi lumen peritonium

Fekalit dalam lumen

Ruptur

peritonium Perforasi Mukosa Terbendung Konstipasi

Sekresi mukus terus menerus

Tekanan intra sekal

Tekanan intra luminal Respon inflamasi Sumbatan fungsional dan pertumbuhan kuman kolon

Aliran limfe terhambat

Oedema, ulserasi mukosa

Peritonitis

Pre OperasiPeradangan PeritoniumPeningkatan Peristaltik Proses infeksi Konsumsi diit

mendadak rendah serat

Proses penyakit

Anoreksia, mual,Kemungkinan distensi abdomen

muntahruptur

Post Operasi

Pembedahan/LaparatomyPembatasan, paska operasi (puasa)

Kelemahan fisik

E. Komplikasi

1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.

2. Abses peritoneal

3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.

4. Sepsis

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Test laboratorium

Leukositosis

Hematokrit meningkat

Asidosis metabolik 2. X. Ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

Usus halus dan usus besar dilatasi.

Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

G. Penatalaksanaan Medis

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERITONITISA. PENGKAJIAN

1. Pengkajian

a. BiodataNama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.

b. Riwayat kesehatan

Kaji keluhan utama

Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam, sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek, keadaan umum lemah.

Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak

Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti pasien

c. Pemeriksaan fisik Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi

Inspeksi :- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher- Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa, - Genetalia : Tidak ada perubahan

Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung, nyeri

Auskultasi : peristaltic usus menurun

Perkusi abdomen : hipersonor

2. Pengkajian primera. Airway

Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas berupa secret, lidah jatuh atau benda asing

b. BreathingKaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.c. Circulation

Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien.

d. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah :

A: Awakening

V: Respon Bicara

P: Respon Nyeri

U: Tidak Ada Nyeri

e. Exposure

Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:

Pre Operasi

I.Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

II.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

III.Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

IV.Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.

V.Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

Post Operasi

I.Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik

II.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

III.Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

IV.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. INTERVENSI KEPERAWATANIntervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:

Pre Operasi

Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

NOC : Level nyeri, kriteria hasil:

1. Nyeri berkurang

2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah

3. Kegelisahan atau keteganganotot

4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

NIC : Penatalaksanaan nyeri

1.Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya

2.Observasi ketidaknyamanan non verbal

3.Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru

4.Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

5.Anjurkan pasien untuk istirahat

6.Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.

7.Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.

NOC : Status Gizi, kriteria hasil:

1.Mempertahankan berat badan.

2.Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.

3.Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.

4.Turgor kulit baik.

NIC : Pengelolaan Nutrisi

1.Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

2.Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.

3.Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.

4.Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.

5.pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal 370 C

NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:

1.Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan

2.Suhu tubuh dalam batas normal

3.Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan

4.Perubahan warna kulit tidak ada

NIC : Fever Treatment

1.Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan

2.Pantau warna kulit dan suhu

4.Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian.

4.Berikan cairan intravena

Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi.

NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:

1.Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan

2.Mengeluarkan feses tanpa bantuan.

3.Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.

NIC : Penatalaksanaan defekasi

1.Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.

2.Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.

3.Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,aktivitas dan latihan.

4.Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.

5.Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.

Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari gejala peritonitis.

NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:

1.Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.

2.Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.

3.Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan pemantauan.

NIC : Pengendalian Infeksi

1.Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya apendiks.

2.Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.

3.Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.

4.Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.

5.Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi

Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

NOC : Level nyeri, kriteria hasil:

1. Nyeri berkurang

2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah

3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

NIC: Penatalaksanaan nyeri

1.Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.

2.Observasi ketidaknyamanan non verbal

3.Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru

4.Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

5.Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.

7.Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

NOC : Fluid balance, kriteria hasil:

1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3.Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,

4.Tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC : Fluid Management

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2.Monitor vital sign dan status hidrasi

3.Monitor status nutrisi

4.Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.

5.Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.

6. Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka bedah.

NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:

1.Bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2.Higiene pribadi yang adekuat.

3.Mengikuti prosedur dan pemantauan.

NIC: Pengendalian Infeksi

1.Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).

2.Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi.

3.Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.

4.Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set ganti balut yang steril.

5.Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.

NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:

1.Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR

2.Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.

NIC : Management Energi

1.Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas

2.Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan

3.Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi

4.Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas

5.Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.

6.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Andra. 2007. Peritonitis Pedih dan Sulit Diobati. www.majalah-farmacia.com. 2 Desember 2007.

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year Book Inc.

Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku Kedokteran. Jakarta : ECG.

Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.

Nyeri

Konstipasi

Resiko infeksi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Hipetermi

Nyeri

Resiko infeksi

Resiko kekurangan volume cairan

Intoleransi aktivitas

Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.