LP Nifas Patologis

68
LAPORAN PENDAHULUAN “NIFAS PATOLOGIS” Untuk memenuhi tugas Ruang 8 RSSA Malang Oleh: Anggi Yuwita 105070203111003

description

Nifas Patologis

Transcript of LP Nifas Patologis

Page 1: LP Nifas Patologis

LAPORAN PENDAHULUAN

“NIFAS PATOLOGIS”

Untuk memenuhi tugas Ruang 8 RSSA Malang

Oleh:Anggi Yuwita

105070203111003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2014

Page 2: LP Nifas Patologis

KONSEP NIFAS1. DEFINISI

Masa nifas atau masa yang disebut juga masa post partum atau

puerperium adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung

selama enam minggu (Suherni, 2008).

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ

kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih dari enam

minggu (Saleha, 2009).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta

sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal

masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010). Ada

4 masalah utama yaitu: perdarahan post partum, infeksi masa nifas,

tromboemboli, depresi pasca persalinan. Hal yang sama diungkapkan oleh

Saifuddin (2008), nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Pada masa ini

terjadi perubahan-perubahan fisiologi, yaitu:

a. Perubahan fisik

b. Involusi uterus dan pengeluaran lokhea

c. Laktasi atau pengeluaran air susu ibu

d. Perubahan sistem tubuh lainnya

e. Perubahan psikologi

2. KLASIFIKASI MASA NIFASNifas dapat dibagi dalam 3 periode :

a. Puerperium dini yaitu masa pemulihan dimana dimana ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

b. Puerperium intermedial adalah pemulihan menyeluruh alat-alat genitalia

yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi.

3. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA MASA NIFASa. Proses Adaptasi Fisik

Page 3: LP Nifas Patologis

Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami

perubahan secara progresif. Semua perubahan pada ibu postpartum perlu

dimonitor oleh perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi.

Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Sistem Respirasi

Penggunaan obat-obat anestesi umum selama proses

pembedahan menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman

dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret

pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara

tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal.

Sedangkan peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien

terhadap adanya nyeri.

2) Sistem Cardiovaskuler

Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler

banyak mengalami perubahan antara lain :

a) Cardiak Output

Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi

(50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi

denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan,

kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik

dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang

merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan

resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena.

Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat

pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan

secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri.

b) Volume dan Konsentrasi Darah

Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan

plasma dari pada sel darah. Selama persalinan erithropoesis

meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya

akan kembali stabil pada hari keempat postpartum. Jumlah leukosit

meningkat pada early postpartum hingga nilainya mencapai

30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 %

dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi.

Page 4: LP Nifas Patologis

Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml.

Pada klien postpartum dengan seksio sesarea kehilangan darah

biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc).

3) Sistem Gastrointestinal

Pada klien dengan postpartum seksio sesarea biasanya

mengalami penurunan tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal

dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung

atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang

digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada

pengosongan usus. Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari.

Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau

merasa mual karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya

klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta

gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu

puasa sebelumnya.

4) Sistem Reproduksi

a) Payudara

Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan

berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone

berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang

sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari

pertama postpartum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan.

Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan nyeri

ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi.

Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada

payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan

suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik,

saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.

b) Involusi Uterus

Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan

retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit

pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta.

Proses involusi uterus terjadi secara progressive dan teratur yaitu 1-2

cm setiap hari dari 24 jam pertama postpartum sampai akhir minggu

pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada minggu

Page 5: LP Nifas Patologis

keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang

lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba

pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus

bertambah dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada uterus terjadi

setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam post operasi.

Isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang

secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikelurkan oleh hipofise.

Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusi

uteri akan lebih sempurna (Mochtar, 1998)

(Sumber: Mochtar, 1998)

c) Endometrium

Dalam dua hari postpartum desidua yang tertinggal dan

berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik

dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang

bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan

merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses

regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium

pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga.

d) Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum

Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat

peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila sebelumnya

dilakukan partus percobaan serviks akan mengalami peregangan dan

kembali normal sama seperti postpartum normal. Pada klien dengan

seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.

e) Lochea

Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama

luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea

merupakan pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara

Page 6: LP Nifas Patologis

mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, sel-sel epitel dan

bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi

berdasarkan warna dan kandungannya yaitu:

Lochea Rubra

Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga postpartum. Warna

merah terdiri dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut

lanugo, sisa mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban.

Lochea Serosa

Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan

dengan warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan

kesembilan postpartum.

Lochea Alba

Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel

leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10

sampai minggu ke 2-6 postpartum (Cuningham, 1995).

Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika

pengeluaran lochea berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan,

lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri yang berlebihan, terdapat

sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan terjadi infeksi

intra uterin.

5) Sistem Endokrin

Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid,

pembengkakan kelenjar getah bening dan kaji juga pengeluaran ASI dan

kontraksi uterus.

6) Sistem Perkemihan

Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat

terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga

pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang

folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan

demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK,

sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang

keluar, jumlahnya dan baunya.

7) Sistem Persarafan

Sistem persarafan pada klien postpartum biasanya tidak

mengalami gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian

Page 7: LP Nifas Patologis

anestesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural dapat

menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas bawah.

Klien dengan anestesia spinal perlu tidur flat selama 24 jam pertama.

8) Sistem Integumen

Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah

persalinan akibat dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin,

namun pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara

keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap.

Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan

seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan

hormon progesteron yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut

tampak rontok.

9) Sistem Muskuloskletal

Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini

menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa postpartum,

terutama menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus

abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur

dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali

pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24

jam pertama setelah persalinan, pada klien postpartum dengan seksio

sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula

penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.

b. Proses Adaptasi PsikisMenurut Suherni (2008), proses adaptasi psikologi pada seorang ibu

sudah dimulai sejak hamil. Wanita hamil akan mengalami perubahan

psikologis yang nyata sehingga memerlukan adaptasi. Perubahan mood

seperti sering menangis, lekas marah, dan sering sedih atau cepat berubah

menjadi senang merupakan manifestasi dari emosi yang labil. Proses

adaptasi berbeda-beda antara satu ibu dengan ibu yang lain. Perubahan

peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Tanggung

jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta

perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami

fase-fase sebagai berikut :

1) Fase taking in

Page 8: LP Nifas Patologis

Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini

berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan.

Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu

akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari

awal sampai akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri.

Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules,

nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang

tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat

untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti

mudah tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi

pasif. Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan

yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik.

2) Fase taking hold

Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan

dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai

perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang

marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan

moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi

petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk

memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang

diperlukan ibu nifas. Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat bayi,

cara menyusu yang benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas,

memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi,

istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.

3) Fase letting go

Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan

peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu

sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu

memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk

memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya

sudah meningkat pada fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam

menjalani peran barunya. Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada

fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam

memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga

Page 9: LP Nifas Patologis

masih terus diperlukan oleh ibu. Suami dan keluarga dapat membantu

merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak

telalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup, sehingga

mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.

PATOLOGI NIFASMeskipun banyak patologi yang dapat terjadi selama masa nifas, hanya

sedikit yang merupakan ancaman serius bagi jiwa.Selama ini perdarahan

pascapersalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya

persediaan darah dan sistem rujukan dalam dua dekade terakhir maka infeksi

menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu

(Sastrawinata et al., 2004).

PERDARAHAN POST PARTUM1. DEFINISI

Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml

melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III yang

disebabkan karena perdarahan pasca persalinan, placenta previa, solutio

placenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur uteri yang merupakan

penyebab ¼ kematian ibu (Anggraeni, 2010). HPP biasanya kehilangan darah

lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Dongoes, 2001).

2. KLASIFIKASIKlasifikasi klinis perdarahan postpartum menurut Manuaba (2008) dan

Lowdermilk (2005), antara lain:

Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang

terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan

postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,

robekan jalan lahir dan inversio uteri. Perdarahan ini terjadi dalam 24 jam

setelah anak lahir dan jumlahnya lebih dari 500 ml.

Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang

terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder

disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa

plasenta yang tertinggal. Perdarahan ini terjadi setelah 24 jam, biasanya

pada hari ke 5 sampai hari ke 15 post partum. Perdarahan post partum

Page 10: LP Nifas Patologis

sekunder tidak mengancam jiwa seperti perdarahan primer, karena biasanya

perdarahannya tidak banyak.

Menurut waktu terjadinya, perdarahan post partum dibagi menjadi 2

bagian:

Perdarahan post partum primer (early post partum hemorrhage)

Perdarahan ini terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan jumlahnya lebih

dari 500 ml.

Perdarahan post partum sekunder (late post partum hemorrhage)

Perdarahan ini terjadi setelah 24 jam, biasanya pada hari ke 5 sampai hari

ke 15 post partum. Perdarahan post partum sekunder tidak mengancam jiwa

seperti perdarahan primer, karena biasanya perdarahannya tidak banyak.

(Lowdermilk, 2005).

3. ETIOLOGIMenurut Anggraeni (2010) penyebab perdarahan post partum adalah

sebagai berikut:

a. Atonia uteri

Pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik, dan

ini merupakan sebab utama dari perdarahan postpartum. Uterus yang

sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda atau kehamilan dengan janin

besar), partus lama dan pemberian narkosis dan merupakan predisposisi

untuk terjadinya atonia uteri.

b. Laserasi jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan

atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi

baik biasanya disebabkan oleh robekan cerviks atau vagina.

c. Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan servik, sehingga servik

seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.

Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke

segmen bawah uterus. Apabila placenta sudah lahir lengkap dan uterus

sudah berkontraksi baik. Namun, perdarahan masih belum

berhenti dikarenakan adanya robekan melintang atau miring pada bagian

atas vagina.

d. Fistula

Page 11: LP Nifas Patologis

Fistula akibat pembedahan vagina makin lama makin jarang karena

tindakkan vagina yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan

seksio sesaria. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada

vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh

perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan servik menjalar

ketempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar

melalui vagina.

e. Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perinium umumnya

terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir

terlalucepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin

melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkumferensia suboksipito bregmatika.

f. Retensio Placenta

Retensio Placenta adalah belum lahirnya placenta 30 menit setelah

anak lahir. Tidak semua retensio placenta menyebabkan terjadinya

perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka placenta dilepaskan secara

manual lebih dulu.

g. Tertinggalnya Sisa Placenta

Suatu waktu bagian dari placenta (satu atau lebih lobus) tertinggal,

maka uterus tidak berkontraksi dengan baik dan keaadaan ini dapat

menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan

tidak ada perdarahan dengan sisa placenta.

h. Inversio Uterus

Uterus dikatakan megalami inversi jika bagian dalam menjadi diluar saat

melahirkan placenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan

berjalannya waktu, lingkaran kontriksi sekitar uterus yang terinversi akan

mengecil dan uterus akan terisi darah.

i. Hematoma

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang

mengalami laserarasi atau atau pada daerah perineum.

4. FAKTOR RESIKORiwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya

merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya perdarahan postpartum

Page 12: LP Nifas Patologis

sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan

penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat

menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum (Smith, 2004 dan Lauren,

2007), yaitu:

a. Faktor Resiko Antenatal Umur

Meningkatnya usia ibu merupakan factor independen terjadinya PPH.

Jumlah perdarahan pada usia lebih tua lebih besar pada persalinan

sesar disbanding persalinan pervaginam.

BMI

Perempuan obese akan memiliki komplikasi intrapartum dan post

partum lebih besar. BMI lebih dari 30 dikaitkan dengan perdarahan yang

lebih banyak.

Paritas

Paritas sering dikaitkan dengan resiko perdarahan postpartum. Namun

hingga sekarang, berbagai laporan studi tidak bisa membuktikan bahwa

multiparitas berhubungan dengan PPH. Studi yang meloprkan hubungan

tersebut juga gagal untuk mengendalikan factor pengganggu lain seperti

usia ibu.

Penyakit Medis

Beberapa penyakit yang diderita ibu selama kehamilan berhubungan

erat dengan PPH. Diantaranya adalah DM tipe II, penyakit jaringan

konektif, penyakit darah seperti Von Willebrand dan Hemofilia.

Kehamilan Post-term

Penelitian menunjukkan hubungan antara kehamilan post-term dengan

terjadinya PPH.

Janin Besar

Ibu yang mengandung janin lebih dari 4kg memiliki kemungkinan besar

untuk mengalami PPH. Hal ini diperkuat oleh beberapa penelitian di

mancanegara.

Kehamilan Kembar

Page 13: LP Nifas Patologis

Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa ibu yang hamil kembar

memiliki 3-4x kemungkinan untuk mengalami PPH.

Fibroid

Fibroid membuat ibu mempunyai resiko mengalami PPH. Namun

demikian resiko terjadinya PPH lebih tinggi pada persalinan sesar

dibandingkan persalinan pervaginam.

b. Faktor Resiko Intrapartum Induksi Persalinan

Metaanalisis menunjukkan bahwa induksi persalinan yang berkaitan

dengan perdarahan post-partum. Resiko terjadinya perdarahan adalah

1,5 hingga 1,7 kali dibandingkan tanpa induksi. Induksi yang telah diteliti

meningkatkan perdarahan post-partum adalah induksi yang

menggunakan medikamentosa. Sejauh ini data yang akurat tentang

resiko berbagai jenis metode induksi belum lengkap sehingga tidak

dapat disimpulkan secara definitif.

Durasi Persalinan

Lama kala I lebih dari 20 jam pada nulipara atau 14 jam pada multipara

memiliki 1-1,6 kali resiko perdarahan disbanding lama persalinan yang

lebih singkat. Kala II memiliki resiko 2,5 kali lebih besar bila berlangsung

lebih dari 3 jam. Dengan demikian persalinan dengan kala II lama perlu

mengantisipasi lebih awal akan terjadinya PPH. Pada umur kehamilan

berapapun, perdarahan semakin meningkat bila durasi kala III

meningkat dengan puncaknya 40 menit. Resiko relatifnya berkisar

antara 2,1 hingga 6,2 dan semakin tinggi bila kala III berlangsung

semakin lama. Titik potong PPH terjadi pada lama kala tiga lebih daari

18 menit.

Analgesia

Studi retrospektif menunjukkan bahwa penggunaan anestesi epidural

berkaitan dengan perdarahan intrapartum, sedangkan perdarahan post

partum meningkat resikonya menjadi 1,6 kali. Namun demikian bila

diperlukan operasi sesar maka analgesia regional menimbulkan

perdarahan lebih kecil dibandingkan anesthesia umum

Metode Persalinan

Penelitian menunjukkan ada perbedaan resiko perdarahan pada

persalinan pervaginam operatif dan juga persalinan sesar. Kesimpulan

Page 14: LP Nifas Patologis

tentang ini belum definitif mengingat berbagai faktor perlu

diperhitungkan untuk menilai hubungan ini.

Episiotomi

Episiotomi jelas menimbulkan perdarahan lebih banyak dibanding ruptur

spontan. Namun selain itu ternyata episiotomi juga meningkatkan resiko

PPH 2-4,6 kali. Pada uji klinik terkendali terakhir ditunjukkan juga bahwa

episiotomi yang dilakukan pada saat kepala sudah crowning tidak

memberikan perbedaan signifikan terhadap terjadinya PPH.

5. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala Penyulit Diagnosa

- Uterus tidak berkontraksi dan lembek

- Perdarahan segera setelah anak lahir

(Perdarahan Pascapersalinan Primer

atau P3)

- Syok

- Bekuan darah pada serviks

atau posisi terlentang

menghambat aliran darah

keluar

Atonia uteri

- Perdarahan segera (P3)

- Darah segar yang mengalir segera

setelah bayi lahir (P3)

- Uterus kontraksi baik

- Plasenta lengkap

- Pucat

- Menggigil

- Lemah

Robekan jalan

lahir

- Plasenta belum lahir setelah 30 menit

- Perdarahan segera (P3)

- Uterus kontraksi baik

- Tali pusat putus akibat

traksi berlebihan

- Inversio uteri akibat tarikan

- Perdarahan lanjutan

Retensio

plasenta

- Plasenta atau sebagian selaput

(mengandung pembuluh darah) tidak

lengkap

- Perdarahan segera (P3)

Uterus berkontraksi tetapi

tinggi fundus tidak berkurang

Tertinggalnya

sebagian

plasenta

- Uterus tidak teraba

- Lumen vagina terisi massa

- Tampak tali pusat (jika plasenta belum

lahir)

- Perdarahan segera (P3)

- Nyeri sedikit atau berat

- Syok neurogenik

- Pucat dan limbung

Inversio uteri

- Sub-involusi uterus - Anemia - Perdarahan

Page 15: LP Nifas Patologis

- Nyeri tekan perut bawah

- Perdarahan lebih dari 24 jam setelah

persalinan. Perdarahan sekunder atau

P2S.

- Perdarahan bervariasi (ringan atau

berat, terus menerus atau tidak teratur)

dan berbau (jika disertai infeksi)

- Demam terlambat

- Endometriti

s atau sisa

plasenta

(terinfeksi

atau tidak)

- Perdarahan segera (P3) (Perdarahan

intraabdominal dan atau vaginum)

- Nyeri perut berat

- Syok

- Nyeri tekan perut

- Denyut nadi ibu cepat

Robekan

dinding uterus

(ruptura uteri)

6. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal.

Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil

kehamilan yang buruk.

Pemeriksaan golongan darah harus dilakukan sejak periode antenatal .

Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan

dan waktu pembekuan.

b. Pemeriksaan radiologi

Onset perdarahan post paitum biasanya sangat cepat. Dengan

diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa teijadi sebelum

pemeriksaan Iaboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan

pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya

gumpalan darah dan retensi sisa plasenta.

USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien

dengan resiko tinggi yang memiliki fektor predisposisi terjadinya

perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG

dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis

plasenta akreta dan variannya. (Smith, 2004)

7. KOMPLIKASIMenurut Manuaba (2008) komplikasi perdarahan post partum adalah

sebagai berikut :

a. Memudahkan terjadinya :

1) Anemia yang berkelanjutan

Page 16: LP Nifas Patologis

2) Infeksi puerperium

b. Terjadinya nekrosis hipofisis anterior

1) Menurunnya berat badan

2) Penurunan fungsi seksual

3) Turunnya metabolisme hipotensi

4) Amenorea sekunder

5) Memudarnya tanda-tanda sekunder

8. PENATALAKSANAANa. Penatalaksanaan Umum

Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal

Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman

Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila

dihadapkan dengan masalah dan komplikasi

Atasi syok jika terjadi syok

Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan

pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500

cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).

Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan

robekan jalan lahir

Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.

Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk

Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan

lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

b. Penatalaksanaan Khusus

1) Atonia uteri

Kenali dan tegakan kerja atonia uteri

Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,

lakukan pengurutan uterus

Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir

Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan

Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui

dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah

telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang

Page 17: LP Nifas Patologis

kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali

berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan.

Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak

tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina

untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.

Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan

ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan

kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus

dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,

penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi,

denyut arteri femoralis.

2) Retensio plasenta dengan separasi parsial

Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil.

Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi

tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.

Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan

40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per

rektal.

Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual

plasenta secara hati-hati dan halus.

Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.

Lakukan transfusi darah bila diperlukan.

Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1

g supp/oral).

3) Plasenta inkaserata

Tentukan diagnosis kerja

Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks

yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk

menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus

oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan

kontraksi uterus yang mungkin timbul.

Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk

melahirkan plasenta.

Page 18: LP Nifas Patologis

Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta

tampak jelas.

Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan

speculum

Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak

jelas.

Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi

berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk

memegang klem tersebut.

Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral

Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum

jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

4) Ruptur uteri

Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit

dan siapkan laparatomi.

Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas

pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit

rujukan.

Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan

memungkinkan, lakukan operasi uterus.

Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien

mengkwatirkan lakukan histerektomi.

Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen.

Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

5) Sisa plasenta

Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta

setelah dilahirkan.

Berikan antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis.

Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan

bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh

instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.

Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari

selama 10 hari.

6) Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina

Page 19: LP Nifas Patologis

Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber

perdarahan.

Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic.

Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan

benang yang dapat diserap.

Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal

Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi

lapis dengan bantuan busi pada rektum.

7) Robekan serviks

Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan

mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala

bayi.

Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi

perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan

kanan porsio.

Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga

perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi

lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan

dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga

semua robekan dapat dijahit.

Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus

uteri dan perdarahan paska tindakan.

Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda

infeksi.

Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah

8 gr% berikan transfusi darah

9. ASUHAN KEPERAWATANa. Pengkajian

1) Identitas

Sering terjadi pada ibu dengan riwayat multiparitas pada usia dibawah

20 tahun dan diatas 35 tahun.

2) Keluhan Utama

Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat dingin,

kesulitan bernafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.

Page 20: LP Nifas Patologis

3) Riwayat – riwayat

Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia,

riwayat preeklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi

pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam

jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah,

haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas

dingin, dan mual.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita

hipertensi, penyakit jantung, dan preeklampsia, penyakit keturunan

hemopilia dan penyakit menular.

4) Pola fungsi kesehatan

Pola Nutrisi dan metabolise: nafsu makan menurun 

Pola eliminasi: penurunan BAK, konstipasi

Pola kebutuhan cairan dan elektrolit: Dehidrasi

Pola Aktivitas : kelemahan, malaise umum, kehilangan produktifitas,

kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak 

Pola integritas ego: cemas dan ketakutan

5) Pemeriksaan Fisik

Status Kesehatan umum

Keadaan umum lemah, nyeri kepala dan abdomen, gelisah dan

cemas. Sementara kesadaran menurun sampai apatis. Tanda-tanda

vital terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi), takikardi,

peningkatan suhu dan takipnea.

Kepala

Nyeri kepala, muka pucat, mukosa bibir kering, gangguan

penglihatan atau mata berkunang-kunang, berkeringat dingin.

Dada : takipnea dan takikardi, kesulitan bernafas.

Abdomen : fundus uteri lembek, tidak ada kontraksi uterus.

Genitalia

Keluar darah dari vagina, lochea dalam jumlah lebih dari 500cc, dan

terdapat robekan serviks.

Page 21: LP Nifas Patologis

Ekstermitas : keluar keringat dingin, lemah, malaise, CRT > 3 detik.

6) Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan jumlah darah lengkap ditemukan penurunan Hb

(<10 mg%), penurunan kadar Ht (normal 37% - 41%) dan

peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP).

Pada Urinalisis ditemukan kerusakan kandung kemih

Pada Sonografi ditemukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan1) Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) b.d kehilangan vaskular

berlebihan

Tujuan : setelah tindakan keperatawan selama 3x24 jam diharapakan

dapat mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Kriteria Hasil Mendemostrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang

dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat,

sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara

individual

Perdarahan yang keluar 200 ml

Intervensi

INTREVENSI RASIONAL

1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan

persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-

faktor penyebab atau pemberat pada

situasi hemoragi (mis : laserasi, fragmen

plasenta tertahan, sepsis).

2. Mulai infus 1 atau 2 I.V dari cairan isotonik

atau elektrolit dengan kateter 18G atau

melalui jalur vena sentral. Berikan darah

lengkap atau produk darah (mis: plasma,

kriopresipitat, trombosit)sesuai indikasi.

3. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :

Oksitosin, metilergononovin meleat,

prostagladin F2alfa.

1. Membantu dalam membuat rencana

perawatan yang tepat dan

memberikan kesempatan untuk

mencegah atau membatasi terjadinya

komplikasi.

2. Perlu untuk infus cepat atau multipel

dari cairan atau produk darah untuk

meningkatkan volume sirkulasi dan

mencegah pembukuan.

3. Meningkatkan kntraktilitas dari uterus

yang menonjol dan miometrium,

menutup sinus vena yang terpajan, dan

mengingkatkan hemoragi pada adanya

atoni.

Page 22: LP Nifas Patologis

4. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi

perdarahan, timbang dan hitung

pembalut, simpan bekuan dan jaringan

untuk dievaluasi oleh dokter.

5. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai

indikasi :

Hb dan Ht

4. Perkiraan kehilangan darah, arterial

versus vena, dan adanya bekuan-

bekuan membantu membuat diagnosa

banding dan menentukan kebutuhan

penggantian.

5. Membantu dalam menentukan jumlah

kehilangan darah. Setiap ml darah

membawa 0,5 mgHb.

2) Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan suplai

oksigen ke jaringan akibat perdarahan post partum

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

perfusi jaringan perifer klien adekuat

Kriteria Hasil Mendemonstrasikan perfusi adekuat, aktivitas dalam batas normal

serta tes nonstres reaktif (NST)

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

1. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan setelah

kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi

dan berat badan.

2. Pantau tanda vital: catat derajat dan

durasi episode hipo volemik.

3. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya

perubahan perilaku.

4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.

5. Pasang jalan napas; penghisap sesuai

indikasi.

1. Nilai bandingan membantu

menentukan beratnya kehilangan

darah. Status yang ada sebelumnya

dari ksehatan yang buruk

meningkatkan luasnya cidera dari

kekurangan oksigen.

2. Luasnya keterlibatan hipoofisis dapat

dihubungkan dengan derajat dan

durasi hipotensi.

3. Perubahan sensorium adalah indikator

dini dari hipoksia.

4. Maksimalkan ketersediaan oksigen

untuk transpor sirkulasi ke jaringan.

5. Memudahkan pemberian oksigen.

3) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan

pada status kesehatan atau kematian, transmisi/penularan antar pribadi,

respon fisiologis (pelepasan katekolamin).

Page 23: LP Nifas Patologis

Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat

mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan

perasaan cemas berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil Klien mengatakan tidak cemas/ ketakutan klien berkurang

Ekspresi wajah rileks dan tenang

Mengungkapkan pengetahuan tentang kondisinya saat ini

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

1. Evaluasi respon psikologis serta

persepsi klien terhadap kejadian

hemoragi pasca partum. Klarifikasi

kesalahan konsep.

2. Evaluasi respons fisiologis pada

hemoragi pascapartum; mis., takikardi,

takipnea, gelisah, atau iritabilitas.

Sampaikan sikap tenang, empati dan

mendukung.

3. Berikan infofmasi tentang modalitas

tindakan dan keefektivan intervensi.

4. Bantu klien dalam mengidentivikasi

perasaan ansietas; berikan

kesempatan pada klien untuk

mengungkapkan perasaan.

1. Membantu dalam membentuk rencana

perawatan. Persepsi klien tentang

kejadian mungkin menyimpang,

memperberat ansietasnya.

2. Meskipun perubahan pada tanda vital

mungkin karena respons fisiologis, ini

dapat diperberat atau dikomplikasi oleh

faktor-faktor psikologis.

3. Dapat membantu klien mempertahankan

kontrol emosional dalam berespons

terhadap perubahan status fisiologis.

Membantu dalam menurunkan transmisi

ansietas antar pribadi.

4. Informasi akurat dapat menurunkan

ansietas dan ketakutan yang diakibatkan

oleh ketidaktahuan.

INFEKSI NIFAS1. DEFINISI

Menurut Krisnadi (2005), infeksi nifas adalah infeksi jalan lahir pasca 2.

persalinan,biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam nifas

juga disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas.

Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas juga dapat disebabkan oleh pielitis,

infeksi jalan pernafasan, malaria, dan tifus.

Page 24: LP Nifas Patologis

Infeksi peurperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh

masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan

dan nifas (Prawiroharjo,2005). Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus

genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat

selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan,

dengan mengecualikan 24 jam pertama. Istilah infeksi nifas mencakup semua

peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat

genital pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas adalah infeksi luka jalan

lahir pascapersalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta.

Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas maka demam

dalam nifas merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam nifas

sering juga disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian nifas

(Sastrawinata, 2004).

2. KLASIFIKASIa. Infeksi Payudara

Mastitis

Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.

Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses

payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).

Abses Payudara

Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi

apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat

infeksi.

b. Infeksi ParinealMasuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi

liang senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan

mengeluarkan nanah. Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan

tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.

c. Infeksi Uterus Endometritis (Lapisan dalam rahim)

Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari

rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks

atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Infeksi

pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi

pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah

Page 25: LP Nifas Patologis

lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar,

setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran

yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di

dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim,

vagina atau vulva.

Miometritis (infeksi otot rahim)

Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah

tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,

perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen

Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).

Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.

Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan

demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum,

seperti muntah.

Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat

juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis

pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis

pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan

menyebabkan peritonitis.

Tromboflebitis

Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai

pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada

periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah

meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas

bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan

dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan

penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian

bawah (Adele Pillitteri, 2007).

3. BENTUK INFEKSIBentuk infeksi kala nifas bervariasi dari yang bersifat lokal sampai terjadi

sepsis dan kematian puerperium. Bentuk infeksi dalam Manuaba (2008),

Krisnadi (2005), dan Joseph & Nugroho (2010) dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a. Bentuk infeksi lokal

Page 26: LP Nifas Patologis

1) Infeksi pada luka episiotomi

2) Infeksi pada vagina

3) Infeksi pada serviks yang luka

4) Infeksi pada endometrium

b. Bentuk infeksi general (menyebar)

1) Parametritis

2) Peritonitis

3) Septikekemia dan piemia

4) Tromboflebitis

5) Salpingitis

Penyebaran infeksi kala nifas menurut Manuaba (2008) dan Joseph &

Nugroho(2010) dapat meliputi:

a. Berkelanjutan-perkontinuitatum

b. Melalui pembuluh darah

c. Melalui pembuluh limfa

d. Penyebaran melalui bekas implantasi plasenta

Sedangkan dalam Krisnadi (2005), secara ikhtisar cara penjalaran infeksi

alat kandungan sebagai berikut:

a. Penjalaran pada permukaan

1) Endometritis

2) Salpingitis

3) Pelveoperitonitis

4) Peritonitis umum

b. Penjalaran ke lapisan yang lebih dalam

1) Endometritis

2) Miometritis

3) Perimetritis

4) Peritonitis

c. Penjalaran melalui pembuluh getah bening

1) Limfangitis

2) Perlimfangitis

3) Parametritis

4) Perimetritis

d. Penjalaran melalui pembuluh darah balik

1) Flebitissepsis

Page 27: LP Nifas Patologis

2) Perifleblitis

3) Parametritis

4. ETIOLOGIMikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar

(eksogen) atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme

endogen lebih sering menyebabkan infeksi. Mikroorganisme yang tersering

menjadi penyebab adalah golongan streptokokus, basil koli, dan stafilokokus.

Mikroorganisme eksogen antara lain Clostridium welchii, Gonococcus,

Salmonella typhii, atau Clostridium tetani.

5. FAKTOR PREDISPOSISI Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar.

Tindakan operasi persalinan.

Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.

Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam.

Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan

antepartum dan postpartum (menurunkan daya tahan ibu), anemia pada saat

kehamilan, malnutrisi, kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.

Trauma persalinan memberikan porte d’entree dan jaringan nekrotik

merupakan media yang subur bagi mikroorganisme.

6. PATOFISIOLOGI Terjadinya infeksi kala nifas adalah sebagai berikut:

Manipulasi penolong terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang

dipakai kurang steril.

Infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial).

Hubungan seks menjelang persalinan.

Sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama terlantar, ketuban pecah

lebih dari enam jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh (fokal infeksi).

Trauma persalinan, infeksi nosokomial

Daerah bekas insersio plasenta

Kuman tumbuh dalam tubuh wanita (serviks,vulva,perineum) lokhea

berbau busuk

Page 28: LP Nifas Patologis

Infeksi Postpartum

7. MANIFESTASI KLINISGambaran klinis infeksi nifas dapat dalam bentuk (Manuaba, 2008):

a. Infeksi lokal

1) Pembengkakan luka episiotomy

2) Terjadi penanahan

3) Perubahan warna lokal

4) Pengeluaran lokea bercampur nanah

5) Mobilitas terbatas karena rasa nyeri

6) Temperatur badan dapat meningkat

b. Infeksi umum

1) Tampak sakit dan lemah

2) Temperatur meningkat di atas 39°C

3) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat

4) Pernafasan dapat meningkta dan terasa sesak

5) Kesadaran gelisah sampai menurun dan koma

6) Terjadi gangguan involusi uterus

7) Lokea berbau dan bernanah serta kotor

Infeksi Payudara Nyeri payudara, gatal-gatal, demam.

Benjolan pada payudara

Demam tinggiMerangsang sel-sel disekitar luka

Takikardi

Peningkatan suhu tubuh

Merangsang pegeluaran

mediator kimia

Anoreksia

Mual, muntah

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Nyeri

Page 29: LP Nifas Patologis

Pembengkakan salah satu payudara

Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan

teraba hangat

Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung

nanah)

Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan

payudara yang terkena

Bendungan ASI Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara

penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak

kemerahan.

ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang

terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu

teregang menjadi rata.

ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk

menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan

hilang dalam 24 jam.

Abses Payudara Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.

Payudara yang tegang dan padat kemerahan.

Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.

Adanya pus/nanah.

Infeksi Parineal Nyeri pada luka.

Luka pada perineal yang mengeras.

Demam.

Keluar pus / cairan.

Kemerahan.

Berbau busuk.

Infeksi Uterus Endometritis (Lapisan dalam rahim)

Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi,

sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan

Page 30: LP Nifas Patologis

kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas

menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena

luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang

berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh,

gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang

jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan

suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.

Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis

yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-

kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti

meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),

salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat

terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga

terjadi abses pada tuba atau indung telur.

Miometritis (Infeksi Otot Rahim)Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi

postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan

bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari

endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang

dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium

menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel

radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis

dan kadang-kadang dapat terjadi abses. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim)

Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.

Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan

demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum,

seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :

a. Endometritis dengan 3 cara yaitu :

- Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis

- Lymphogen

- Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis

b. Dari robekan serviks

c. Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD)

Peritonitis

Page 31: LP Nifas Patologis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi

dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan

sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada

sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan

menyebabkan peritonitis. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis

umum, terbatas pada daerah pelvis.

Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum.

Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.

Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang

biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan

kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau

kandung kencing.

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan

merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat

dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka

penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata

cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies

hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

TromboflebitisTomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah

disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi

pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah

meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas

bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan

dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan

penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian

bawah (Adele Pillitteri, 2007).

8. PENATALAKSANAANa. Pencegahan Infeksi Postpartum :

1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus

pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.

2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga

persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan

trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan

penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus

Page 32: LP Nifas Patologis

steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang

tepat.

3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat

pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat

yang berada dalam masa nifas.

b. Penanganan Umum

1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses

persalinan) yang dapat  berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam

masa nifas.

2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami

infeksi nifas.

3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi

yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.

4) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan

gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan

dengan segera.

5) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari

ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi

oral/IV secukupnya.

c. Pengobatan Secara Umum

1) Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina, luka operasi dan

darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat

dalam pengobatan.,

2) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika

spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.

3) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau

transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi

yang dijumpai.

9. ASUHAN KEPERAWATANa. Pengkajian

1) Identitas

a) Identitas klien terdiri dari : nama, umur, agama, suku/bangsa,

pendidikan, pekerjaan, golongan darah, diagnosa medis, status

marital, alamat.

Page 33: LP Nifas Patologis

b) Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, suku/bangsa,

pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien,

alamat.

2) Status Kesehatan

a) Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya

klien akan mengeluh nyeri pada daerah luka.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien.

Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri

berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-

iris/disayat-sayat, skala nyeri bervariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan

dengan PQRST.

c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu

Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu ada apakah pernah

mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obat-

obatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Dikaji apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti

diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan

riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.

3) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien

masih lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis,

tanda-tanda vital biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil

dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold. BB biasanya

mendekati BB sebelum hamil.

a) Sistem Respirasi

Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap

nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan

secret akibat anesthesi.

b) Sistem Kardiovaskuler

Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami

penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg

Page 34: LP Nifas Patologis

diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan

evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi terhadap penurunan sehingga

kurang dari 50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji

apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah operasi,

kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada

tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post

partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis

perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya

tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada kaki.

c) Sistem Saraf

Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai

bawah pada klien dengan spinal anesthesi.

d) Sistem Pencernaan

Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut

biasanya kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi

umum, fungsi menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa

kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal tidak perlu

puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran

cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus.

e) Sistem Urinaria

Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji

keadaan blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien,

kecuali terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine.

f) Sistem Reproduksi

Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah

hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI

sudah keluar.

Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada

bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus,

perasaan mulas adalah normal karena proses involusi. Tinggi

fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah

1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan

umbilical.

Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya

lochea berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea

Page 35: LP Nifas Patologis

rubra). Kaji pengetahua klien tentang cara membersihkannya,

berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.

g) Sistem Integumen

Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien

belum melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada

hyperpigmentasi, kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi,

balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari

ke tiga.

h) Sistem Muskuloskletal

Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien

kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan

pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih

lemah, terutama karena klien dipuasakan pada saat operasi.

Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji

apakah ada diastasis rektus abdominalis.

i) Sistem Endokrin

Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada

post partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan

progesterone sehingga hormone prolaktin meningkatyang

menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormon oksitosin yang

merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi

peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara

bila bay tidak segera diteteki.

j) Pola Aktivitas sehari-hari

Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum hamil, selama hamil,

selama dirawat di rumah sakit. Dalam mengkaji pola aktivitas sehari-

hari pasien perlu ditanyakan tentang nutrisi, eliminasi, pola tidur dan

istrahat dan personal hygiene.

k) Aspek Psikososial

Pola pikir dan persepsi

Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon ibu

mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien tentang kondisi

Page 36: LP Nifas Patologis

setelah melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan hal apa yang

perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan

klien tentang laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi.

Persepsi diri

Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus

kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang dari rumah sakit untuk

merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam merawat bayi

di rumah.

Konsep diri

Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga diri dan

ideal diri klien setelah menjalani seksio sesarea.

Hubungan komunikasi

Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi, kebiasaan

bahasa dan adat yang dianut.

Kebiasaan seksual

Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum, terutama

setelah seksio sesarea. Biasanya dapat dilakukan setelah

melewatiperiode nifas (40 hari).

Sistem nilai dan kpercayaan

Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap sumber

kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah klien suka

menjalankan ibadah selama sakit.

4) Pemeriksaan penunjang

Klien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin,

hematokrit dan leukosit.

5) Terapi biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.

b. Diagnosa dan Intervensi1) Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains,

distensi kandung kemih.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 hari,

rasa nyeri berkurang atau hilang

Krieria evaluasi Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24 x/menit),

Tidak meringis,

Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.

Page 37: LP Nifas Patologis

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan skala nyeri dan intensitas

nyeri, pantua tekanan darah, nadi dan

pernafasan setiap 4 jam.

2. Anjurkan klien untuk menggunakan

teknik relaksasi dan nafas dalam serta

teknik distraksi (untuk nyeri ringan dan

sedang).

3. Anjurkan posisi tidur miring.

4. Berikan obat analgetik sesuai order

1. Untuk mengenal indikasi kemajuan

atau penyimpangan dari hasil yang

diharapkan.

2. Relaksasi dan nafas dalam dapat

mengurangi ketegangan otot dan

menghambat rangsang nyeri serta

menambah pemasukan oksigen.

Distraksi mengganggu stimulus nyeri

tetapi tidak mengubah intensitas nyeri,

paling baik untuk periode pendek.

3. Mempermudah pengeluaran gas

4. Analgetik bersifat menghambat

reseptor nyeri, sehingga persepsi nyeri

berkurang/hilang

2) Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan

infeksi nasokomial.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3 hari setelah

proses persalinan, infeksi tidak terjadi

Kriteria evaluasi Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80 x/menit, suhu tidak

lebih dari 38 0C),

Insisi kering

Lochea tidak berbau busuk

Uterus tidak lembek

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

1. Lakukan perawatan luka dengan teknik

aseptic dan anti septic.

2. Observasi adanya tanda-tanda infeksi

pada daerah luka : dolor, kalor, rubor

dan function laesa.

3. Berikan antibiotic sesuai order dan

1. Meminimalkan dan mencegah

kontaminasi dan atau masuknya

mikroorganisme.

2. Akan memudahkan intervensi lebih dini

dan intervensi selanjutnya.

3. Antibiotik bersifat bakterisida dan

Page 38: LP Nifas Patologis

kolaborasi untuk pemeriksaan leukosit.

4. Anjurkan untuk makan makanan tinggi

protein, vitamin C dan zat besi.

adanya leukositosis merupakan salah

satu tanda infeksi.

4. Protein dan viatamin C dibutuhkan

untuk pertumbuhan jaringan dan zat

besi untuk pembentukan hemoglobin.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan

medis.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 hari

nutrisi terpenuhi

Kriteria Evaluasi : Nafsu makan bertambah

Asupan nutrisi adequate

Intervensi

Intervensi Rasional

1. Berikan dan jaga keseimbangan cairan

dan elektrolit dengan pemberian infuse

2. Buatkan makanan secara bertahap dari

cair , lunak dan makanan bila bising

usus sudah normal

3. Anjurkan makan sedikit-sedikit tapi

sering.

1. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bila

lewat oral belum memungkinkan atau

bising usus sangat lemah.

2. Bising usus normal antara 6-12

x/menit, makanan baru dapat dicerna.

3. Untuk menghindari mual, sehingga

intake adequate.

POSTPARTUM BLUES1. DEFINISI

Postpartum blues sering dikenal dengan baby blues. Kondisi ini

mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan. Ibu yang mengalami

babyblues ini seringkali menangis secara terus menerus tanpa sebab yang

pasti dan mengalami kecemasan. Keadaan ini berlangsung pada minggu

pertama setelah melahirkan. Meskipun pengalaman ini tidak menyenangkan,

namun biasanya kondisi ini akan kembali normal setelah 2 minggu tanpa

penanganan khusus. Jadi yang dibutuhkan adalah menentramkan dan

membantu ibu baru ini mengasuh bayi dan melakukan pekerjaan rumah.

2. GEJALA

Page 39: LP Nifas Patologis

Gejala postpartum blues (Novak dan Broom, 1999, dalam Rahmandani,

2007) yaitu suatu keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah

tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya dengan kata

lain, ciri-ciri postpartum blues menurut Young dan Ehrhardt (Strong dan

Devault, 1989, dalam Rahmandani, 2007) diantaranya:

a. Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit

diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang

mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa.

b. Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,

ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap

lingkungan tempat bersalin.

c. Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena

suasana hati yang terus berubah-ubah.

d. Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang

baru dilahirkannya.

3. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP Menurut Rahmandani (2007) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

terjadinya postpartum blues dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Faktor Biologis

Faktor Hormonal, yaitu terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon

dalam tubuh ibu pasca persalinan secara tiba-tiba dalam jumlah yang

besar, yaitu progesteron, estrogen, kelenjar tiroid, endorfin, estradiol,

cortisol, dan prolaktin yang menimbulkan reaksi afektif tertentu.

Faktor Kelelahan Fisik, yaitu kelelahan fisik akibat proses persalinan yang

baru dilaluinya, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau faktor fisik lain

yang dapat menurunkan stamina ibu.

Faktor Kesehatan, seperti sejarah premenstrual syndrome.

b. Faktor Psikologis

1) Faktor Kepribadian, yaitu:

Wanita yang menilai dirinya lebih maskulin.

Wanita perfeksionis dengan pengharapan yang tidak realistis dan

selalu berusaha menyenangkan orang lain.

Ibu dengan harga diri yang rendah.

Wanita yang mudah mengalami kecemasan, ketakutan akan tugas dan

terjadinya depresi selama kehamilan.

Page 40: LP Nifas Patologis

2) Karakteristik lain individu, yaitu:

Ibu primipara (melahirkan anak pertama).

Ibu yang berusia remaja.

c. Faktor Sosial

1) Respon terhadap kehamilan dan persalinan, yaitu:

Kehamilan yang tidak diinginkan.

Perasaan bingung antara penerimaan dan penolakan terhadap peran

baru sebagai ibu.

Tidak ada pengalaman dalam pengasuhan anak.

2) Kenyataan persalinan yang tidak sesuai dengan harapan, yaitu:

Kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak

mampu atau khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu.

Perasaan kecewa dengan keadaan fisik dirinya juga bayinya.

3) Keadaan sosial ekonomi, yaitu:

Wanita yang harus kembali bekerja setelah melahirkan.

Keadaan sosial ekonomi yang tidak mendukung.

4) Dukungan sosial, yaitu:

Ketegangan dalam hubungan pernikahan dan keluarga.

Penyesuaian sosial yang buruk.

Kurangnya dukungan dari suami dan orang-orang sekitar.

Wanita yang tidak bersuami.

POSTPARTUM DEPRESSION1. DEFINISI

Postpartum depression merupakan kondisi yang lebih serius dari

babyblues dan mempengaruhi satu dari 10 ibu baru. Individu yang sebelumnya

telah memiliki depresi akan meningkatkan resiko postpartum depression

sebesar 30%. Ibu dengan postpartum depression akan mengalami perasaan

sedih dan emosi yang meningkat atau merasa tertekan, menjadi sensitif, lelah,

perasaan bersalah, cemas, dan ketidakmampuan untuk merawat diri dan

merawat bayi.

2. PENYEBAB Menurut Rosenberg, et al (2003), faktor biologis yang menjadi penyebab

DPM meliputi:

Depresi dan kecemasan selama kehamilan

Page 41: LP Nifas Patologis

Memiliki sejarah keluarga yang depresi

Mengalami babyblues yang tidak teratasi selama 2 minggu

Mengalami premenstrual syndrome yang cukup parah

Disfungsi kelenjar tiroid

Masalah kesuburan

Pernah mengalami keguguran/aborsi

Menurut Rosenberg, et al (2003), faktor psikologis yang menjadi

penyebab DPM meliputi:

Distress psikologis, seperti kritik terhadap diri sendiri dan pemikiran tentang

bunuh diri

Stress yang berhubungan dengan peran sebagai ibu, seperti memikirkan

bayi, stress pengasuhan bayi, perasaan tidak adekuat menjadi orang tua

Sejarah masa kecil ibu, seperti kekerasan fisik emosi/seksual pada masa

kecil, kehidupan keluarga yang tidak harmonis/tidak memuaskan, kehamilan

yang tidak diharapkan, dan stress selama kehamilan dan kelahiran bayi

Kebahagiaan/ketidakbahagiaan pernikahan juga merupakan factor

psikologis yang dapat menyebabkan DPM. Jika pernikahan tidak bahagia

atau hubungan dengan pasangan kurang bahagia seperti gangguan

hubungan dengan suami selama periode kehamilan, komunikasi terhambat,

kurangnya afeksi, perbedaan niali atau ketidaksesuaian keinginan, maka

terdapat kecenderungan ibu mengalami DPM.

3. TANDA DAN GEJALAGejala postpartum depression meliputi rentang gejala ringan hingga

parah yang muncul secara mendadak atau bertahap, sejak beberapa hari

setelah melahirkan bahkan hingga setahun setelah melahirkan. Gejala

postpartum depression/Depresi Pasca Melahirkan/DPM antara lain:

Sikap mudah tersinggung

Perasaan sedih

Hilang harapan

Tidak berdaya

Mood swings

Ingin menyakiti orang lain (termasuk bayinya, diri sendiri, ataupun suami)

Kurang peduli terhadap bayinya sendiri atau sebaliknya

Kurang mampu merawat diri sendiri

Enggan melakukan aktivitas yang menyenangkan

Page 42: LP Nifas Patologis

Motivasi menurun

Enggan bersosialisasi

Sulit mengambil keputusan

Sedangkan gejala fisik yang biasanya muncul antara lain:

Cepat merasa lelah

Mengalami gangguan tidur dan selera makan

Sakit kepala atau dada

Sesak nafas

Mual muntah

Jantung berdebar cepat

(National Mental Health Association, 2003)

4. UPAYA MENGATASI Menurut National Mental Health Association (2003) upaya mengatasi

depresi pasca melahirkan dapat dilakukan dengan cara (a) menghindari ibu dari

perubahan besar dalam kehidupannya, (b) menyarankan ibu untuk mengikuti

aktivitas kebugaran jasmani, (c) membantu ibu dalam mempersiapkan

makanan bergizi dan seimbang, (d) membantu ibu membuat janji pertemuan

dengan tenaga medis. Hikmah (2004) mengemukakan bahwa penanggulangan

yang dapat diberikan untuk ibu dan memperbaiki hubungan ibu-bayi, serta

kepada bayinya adalah: (a) relaksasi sederhana, seperti relaksasi olahraga,

renang, senam, dsb. (b) terapi kognitif, yaitu merubah pikiran-pikirang negatif

yang mempengaruhi kondisi ibu dan menghilangkannya. Membantu

pemecahan masalah dengan mengarahkan atau memberi alternatif pemecahan

terhadap permasalahan yang tengah dialami. (c) komunikasi, yaitu melatih

penderita untuk memperbaiki komunikasinya dengan suami dan anggota

keluarganya lainnya. (d) melakukan humor agar membuat penderita lebih

nyaman. (e) bila gangguan yang diderita cukup berat dan ibu tidak menyusui,

dapat diberi obat antidepresan.

POSTPARTUM PSYCHOSIS1. DEFINISI

Kondisi ini merupakan bentuk postpartum depression yang parah dan

membutuhkan penanganan medis segera. Kondisi ini jarang terjadi, dan

mempengaruhi 1 dari 1000 perempuan yang melahirkan. Gejalanya muncul

secara cepat lelah setelah melahirkan dan berlangsung antara beberapa

Page 43: LP Nifas Patologis

minggu hingga beberapa bulan. Gejalanya meliputi: agitasi yang amat kuat,

perilaku yang menunjukkan kebingungan, perasaan hilang harapan dan malu,

insomnia, paranoia, delusi, halusinasi, hiperaktif, bicara cepat, dan mania.

Secara sistematis, Symptoms of Postpartum Ilness from Cleveland Clinic

(2004) and National Mental Health Association (2003) menyimpulkan beberapa

tanda gejala dalam ketiga jenis depresi post partum sebagai berikut:

Baby blues Postpartum DepressionPostpartum Psychosis

Gejala fisik Kurang tidur

Hilang tenaga

Hilang nafsu makan

atau sangat bernafsu

untuk makan

Merasa lelah setelah

bangun tidur

Cepat lelah

Gangguan tidur

Selera makan menurun

Sakit kepala

Sakit dada

Jantung berdebar-debar

Sesak nafas

Mual muntah

Menolak makan

Tidak mampu

menghentikan

aktifitas

Kebingungan

akan kelebihan

energi

Gejala

emosional

Cemas dan khawatir

berlebihan

Bingung

Mencemaskan

kondisi fisik secara

berlebihan

Tidak percaya diri

Sedih

Perasaan diabaikan

Mudah tersinggung

Hilang harapan

Merasa tidak berdaya

Mood swings

Perasaan tidak adekuat

sebagai ibu

Hilang minat

Pemikiran bunuh diri

Ingin menyakiti orang lain

(termasuk bayi, diri

sendiri, dan suami)

Perasaan bersalah

Sangat bingung

Hilang ingatan

Tidak koheren

Halusinasi

Gejala

perilaku

Sering menangis

Hiperaktif atau

senang berlebihan

Terlalu sensitive

Perasaan mudah

tersinggung

Tidak peduli terhadap

Panik

Kurang mampu merawat

diri sendiri

Enggan melakukan

aktivitas menyenangkan

Motivasi menurun

Enggan bersosialisasi

Curiga

Tidak rasional

Preokupasi

terhadap hal-hal

kecil

Page 44: LP Nifas Patologis

bayi Tidak peduli pada bayi

Terlalu peduli terhadap

perkembangan bayi

Sulit mengendalikan

perasaan

Sulit mengambil

keputusan

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PSIKIS POSTPARTUMa. Pengkajian

Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak (2005) dapat

dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.

Pengkajiannya meliputi ;

1) Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical

record dan lain-lain

2) Dampak pengalaman melahirkan

Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti

akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

3) Citra diri ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas

ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa

nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang

tua.

4) Interaksi Orang tua – Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi

interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran

anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif.

5) Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua

terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan

mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya.

6) Struktur dan fungsi keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues

ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita

Page 45: LP Nifas Patologis

terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya

dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain.

7) Sedangkan pengkajian dasar data klien menurut Doenges (2001) adalah :

Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.

Sirkulasi Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.

Integritas Ego

Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat

kira-kira 3 hari setelah kelahiran).

Eliminasi

Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.

Makanan/cairan

Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.

Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3

sampai ke-5 pascapartum.

Seksualitas

Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun

kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari

ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada

posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas

(misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama,

berlanjut pada susu matur, biasa.

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan1) Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan

psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan,

proses persalinan dan kelahiran melelahkan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam klien

mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang

diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru,

Kriteria Hasil Melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.

Melaporkan peningkatan kualitas tidur

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

Page 46: LP Nifas Patologis

Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan

untuk istirahat.

Persalinan atau kelahiran yang lama dan

sulit, khususnya bila ini terjadi malam,

meningkatkan tingkat kelelahan.

Kaji faktor-faktor, yang mempengaruhi

istirahat.

Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan

relaksasi dan menurunkan rangsang.

Berikan informasi tentang kebutuhan

untuk tidur/istirahat setelah kembali ke

rumah.

Rencana yang kreatif yang membolehkan

untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur

siang membantu untuk memenuhi kebutuhan

tubuh.

Berikan informasi tentang efek-efek

kelelahan dan ansietas pada suplai

ASI.

Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian

psikologis, suplai ASI, dan penurunan refleks

secara psikologis.

      Kaji lingkungan rumah, bantuan

dirumah, dan adanya sibling dan

anggota keluarga lain.

Multipara dengan anak di rumah memerlukan

tidur lebih banyak dirumah sakit untuk

mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi

kebutuhannya.

2) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi,

tidak mengenal sumber – sumber.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam klien

mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis,

kebutuhan individu,

Kriteria Hasil Melakukan aktivitas/prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan

untuk tindakan.

Klien mengungkapkan perasaannya pada perawat tentang tindakan yang

di programkan

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

Pastikan persepsi klien tentang

persalinan dan kelahiran, lama

persalinan, dan tingkat kelelahan klien

Terhadap hubungan antara lama persalinan

dan kemampuan untuk melakukan tanggung

jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan

diri/perawatan bayi.

Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk Periode pascanatal dapat merupakan

Page 47: LP Nifas Patologis

belajar. pengalaman positif bila penyuluhan yang

tepat untuk membantu pertumbuhan ibu,

maturasi, dan kompetensi.

Berikan informasi tentang perawatan

diri, termasuk perawatan perineal dan

higiene, perubahan fisiologis.

Membantu mencegah infeksi, mempercepat

pemulihan dan penyembuhan, dan berperan

pada adaptasi yang positif dari perubahan

fisik dan emosional.

Dorong dan beri kesempatan pada

pasien untuk bertanya dan menyatakan

masalah

Member perasaan terbuka dan memberikan

informasi yang membentu mengatasi

masalah

Dorong keluarga atau orang terdekat

untuk berpartisipasi dalam pemberian

asuhan

Keterlibatan keluarga meningkatkan

perasaan berbagi dan menguatkan perasaan

guna meningkatkan rasa nyaman pasien

3) Ketidakefektifan koping individual berhubungan dengan krisis maturasional

dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang

tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan

sistem pendukung, persepsi tidak realistis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam koping

individual klien efektif

Kriteria Hasil Mengungkapkan ansietas dan respon emosional

Mampu mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping

pribadi

Mampu mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL

Kaji respon emosional klien selama

pranatal dan dan periode intrapartum

dan persepsi klien tentang

penampilannya selama persalinan.

Terhadap hubungan langsung antara

penerimaan yang positif akan peran feminin

dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi

yang positif terhadap kelahiran anak,

menjadi ibu, dan menyusui.

Anjurkan klien / pasangan berdiskusi

tentang persepsi pengalaman kelahiran.

Membantu klien / pasangan bekerja melalui

proses dan memperjelas realitas dari

Page 48: LP Nifas Patologis

pengalaman fantasi.

Kaji terhadap gejala depresi

(" perasaan sedih " pascapartum) pada

hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum

(misalnya ; ansietas, menangis,

kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan

depresi ringan atau berat).

Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami

depresi sementara atau perasaan emosi

kecewa setelah melahirkan.

Evaluasi kemampuan koping masa lalu

klien, latar belakang budaya, sistem

pendukung, dan rencana untuk bantuan

domestik pada saat pulang.

Membantu dalam mengkaji kemampuan

klien untuk mengatasi stres.

      Berikan dukungan emosional dan

bimbingan antisipasi untuk membantu

klien mempelajari peran baru dan

strategi untuk koping terhadap bayi baru

lahir.

Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan

secara insting tetapi harus dipelajari.

Anjurkan pengungkapan rasa bersalah,

kegagalan pribadi, atau keragu – raguan

tentang kemampuan menjadi orang tua

Membantu pasangan mengevaluasi

kekuatan dan area masalah secara realistis

dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan

profesional yang tepat.

Kolaborasi dalam merujuk

klien/pasangan pada kelompok

pendukungan menjadi orang tua,

pelayanan sosial, kelompok komunitas,

atau pelayanan perawat berkunjung.

: Kira – kira 40 % wanita dengan depresi

pascapartum ringan mempunyai gejala –

gejala yang menetap sampai 1 tahun dan

dapat memerlukan evaluasi lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni,  Yetti,  2010.  Asuhan  Kebidanan  Masa  Nifas. Yogyakarta : Pustaka

Rihanna.

Doengoes, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi Edisi 2. Jakarta :

EGC.

FKUI. 2002. Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal

Cetakan 1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Page 49: LP Nifas Patologis

Joseph, H. K dan Nugroho. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri

(Obsgyn).Yogayakarta : Nuha Medika.

Krisnadi, Sofie. 2005. Obstetri Patologi ilmu kesehatan Reproduksi Edisi 2 FK

Universitas Padjadjaran. Jakarta : EGC.

Lowdermilk, Perry. Bobak. 2005. Maternity Nuring Fifth Edition. Philadelpia : Mosby

Year Book.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta : EGC.

Smith, J. R., Brerman, B. G., Postpartum Hemorrhage, [online]. 2004. Available

from: URL: http//www.emedicine.com

Manuaba, IBG. 2008. Ilmu Kebidanan : Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

POGI- JNPKKR. 2005. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal dan Emergensi

Dasar. Jakarta : Depkes RI.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Saifuddin AB, rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi.

Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &

Suddarth, Edisi 8.EGC : Jakarta.