LP Leukemia

14
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LEUKEMIA A. Definisi Leukemia Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan anemia,tombositopeni dan diakhiri dengan kematian. Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tu yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan menyingk jenis sel lain. (a) (b) Gambar 1. (a) Sel darah normal; (b) sel darah pada leukemia Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak ter dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematop leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati, dan kelenjar limfe. Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kan abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel ana abnormal. Sel!sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang un berkembang se"ara normal, sehingga tertimbun di sumsum tulang. #ada akhir sel!sel leukemik mengambil alih sumsum tulang, sehingga menurunkan kadar

description

laporan

Transcript of LP Leukemia

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LEUKEMIA

A. Definisi LeukemiaLeukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, tombositopeni dan diakhiri dengan kematian. Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Sel darah normal; (b) sel darah pada leukemia

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering mengivasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati, dan kelenjar limfe.Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga tertimbun di sumsum tulang. Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang, sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia.

B. EtiologiPenyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukemia-Lhymphoma Virus/ HLTV)2. Radiasi3. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.5. Kelainan kromoson, misalnya pada Down SindromLeukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan risiko terjadinya leukemia. Hasil penelitian Azhari dkk, 2010 benzena dan metabolitnya yang dihasilkan dari hasil proses pembakaran BBM dengan HOMC (High Octane Mogas Component) akan mencemari udara. Udara yang masuk ke dalam tubuh bisa menyebabkan munculnya berbagai macam dampak buruk bagi kesehatan. Dampak buruk yang paling sering dijumpai dan berbahaya akibat adanya pajanan benzena pada tubuh adalah leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya Sindroma Down dan Sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

C. Klasifikasi LeukemiaLeukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas:1. Leukemia akut. Sel-sel leukemia akut berdiferensiasi dengan buruk dan sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast). Leukemia akut berkembang dengan cepat dan jika tidak ditangani dapat berakibat fatal dalam beberapa bulan.2. Leukemia kronis. Sel-sel leukemia kronis biasanya berdiferensiasi dengan baik dan sel-sel yang dominan adalah sel matur.Berdasarkan turunan sel, leukemia dibedakan atas:1. Leukemia mieloid, meliputi granulositik, monositik, megakriositik dan eritrositik.2. Leukemia limfoid.Jenis leukemia antara lain:1. Leukemia Mielogenus Akut (CML)AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.2. Leukemia Mielogenus Kronis (CML)CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

3. Leukemia Limfositik Akut (ALL)ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.4. Leukemia Limfositik Kronis (CLL)CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mielogenus akut. Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi lebih dari 75% leukemia limfositik akut terjadi pada anak-anak dan bersifat fatal.

D. Manifestasi KlinisLeukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut. Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:1. Pilek tidak sembuh-sembuh, infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih.2. Pucat, lesu, dan rasa lelah akibat anemia.3. Demam dan anoreksia.4. Berat badan menurun karena aberkurangnya nafsu makan dan meningkatnya konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.5. Ptechiae, memar tanpa sebab, hal ini diakibatkan terjadinya trombositopenia dan gangguan koagulasi.6. Nyeri pada tulang dan persendian akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin meningkat, nyeri tulang berhubungan dengan lukemia biasanya bersifat progresif.7. Nyeri abdomen akibat tekanan yang meningkat karena adanya organomegali (hepar, slpen).8. Limphadenopathy, hepatosplenomegaly akibat infiltrasi sel leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.9. Abnormal WBC.

E. PatofisiologiProses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan hal-hal berikut:1. Penekanan hematopoiesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia.2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali.3. Metabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hipermetabolisme.

Faktor pencetus:1. Genetik2. Radiasi3. Obat-obatan4. Kelainan kromosom5. Infeksi virus6. Paparan bahan kimiaProliferasi sel kanker

Penyebaran ekstramodulerInfiltrasi sumsum tulangSel onkogen

Pertumbuhan berlebihanMelalui sirkulasi darahMelalui sistem limfatik

Kebutuhan nutrisi meningkat

Nodus limfePembesaran hati & limpa

Hipermetabolisme Limfadenopati Hepatosplenomegali

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhPeningkatan tekanan intra abdomenPenekanan ruang abdomen

Nyeri akut/ kronis

Sel normal digantikan oleh sel kanker

Ketidakseimbangan perfusi jaringan periferSuplai oksigen ke jaringan inadekuatDepresi produksi sumsum tulang

Risiko perdarahanAnemia Penurunan eritrosit

Kecenderungan perdarahanTrombositopeni Penurunan trombosit

Risiko infeksiPenurunan fungsi leukosit

Kelemahan tulangInfiltrasi periosteal

Tulang lemah dan lunak

Hambatan mobilitas fisikFraktur fisiologis

Gambar 3. Patofisiologi Leukemia

F. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan leukemia adalah:1. Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure). Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah dalam umlah yang memadai, yaitu berupa:- Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah merah terlalu sedikit)- Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih- Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.2. Infeksi. Leukosit yang diproduksi adalah abnormal, sehingga tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan yang dijalani juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.3. Hepatomegali (Pembesaran Hati). Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.4. Splenomegali (Pembesaran Limpa). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.5. Limpadenopati. Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.

G. Penatalaksanaan 1. Kemoterapi. Terdapat 3 fase penatalaksanaan kemoterapi, yaitu: a) Fase induksi : dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa di tegakan pada fase ini diberikan kortikosteroid (prednisone) vinaistim, dan L-asparagiginasi. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda berkurang dari 5%.b) Fase Profilaksis Sistem Saraf Pusat : pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortisone melalui intra thecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi iridiasi cranial hanya dilakukan pada pasien leukemia yang mengalami gangguan Sistem Saraf Pusat.c) Konsolidasi : pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh., secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Untuk memulai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang maka pengobatan dihentikan. Sementara atau dosis obat dikurangi.2. Antibiotik untuk mencegah infeksi3. Transfusi sel darah merah dan trombosit untuk mengatasi anemia dan mencegah perdarahan4. Pencangkokan sumsum tulang dapat berhasil mengobati penyakit. Produk darah dan antibiotik spektrum luas diberikan selama prosedur transplantasi sumsum tulang untuk melawan dan mencegah infeksi5. Imunoterapi, termasuk dengan interferon dan sitokin lain, digunakan untuk memperbaiki hasil6. Terapi yang dijelaskan di atas dapat menimbulkan gejala, yaitu peningkatan depresi sumsum tulang lebih lanjut, mual, dan muntah. Mual dan muntah dapat dikendalikan atau diturunkan dengan intervensi farmakologik dan perilaku.7. Antosianin (zat kimia yang diketahui bersifat antioksidan dan melindungi hati) yang diisolasi dari tanaman Hibiscus sabdariffa yang tengah diteliti sebagai agens kemopreventif dengan cara menyebabkan apoptosis (mematikan) sel kanker pada sel leukemia promielisitik manusia.

H. Pemeriksaan Penunjang1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal atau meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml Retikulosit : jumlahnya biasanya rendah Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm) SDP: mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur PTT: memanjang LDH: mungkin meningkat Asam urat serum : mungkin meningkat2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia dan peningkatan kadar bilirubin.3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC.4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi.5. Foto thoraks: pasien dengan ALL, jalur sel T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto thoraks. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.6. Pemerikasaan penunjang diagnostik spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang, biopsi trephine, penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL dengan AML secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik pada AML. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML. Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dari AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi prognosis.7. Leukemia granulositik kronik (LGK). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis lebih dari 50.000/mm3, pergeseran ke kiri pada hitung jenis, trombositemia, kromosom Philadelphia, kadar fosfatase alkali leukosit rendah atau sama sekali tidak ada, kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah. Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariositdan aktivitas granulopoesis.8. Leukemia mieloblastik akut (LMA). Pemeriksaan penanda imunologik dengan memakai antibodi monoklonal menyokong penegakan diagnosa LMA.9. Leukemia limfositik kronik. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, pada sumsum tulang didapatkan infiltrasi merata oleh limfosit kecil, yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. 10. Leukemia limfoblastik akut. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit netrofil seringkali rendah, demikian pula kadar Hb dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel blas yang dominan.

I. Asuhan Keperwatan1. Pengkajian SistemData SubyektifData Obyektif

AktivitasLesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hariKontraksi otot lemahKlien ingin tidur terus dan tampak bingung

SirkulasiBerdebarTachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.

EliminasiDiare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas, Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan output urine.Perianal absess, hematuri.

Rasa nyamanNyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri sendiri.

Rasa amanMerasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman.Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.Dpresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung.Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,

Makan dan minumKehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).

SeksualitasPerubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.

NeurosensoriPenurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasaPeningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.

RespirasiNafas pendek, Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.

BelajarRiwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfenikol, terkena paparan radiasi, riwayat pengobatan dengan kemotherapi. Riwayat keluarga yang menderita keganasan.

2. Diagnosa Keperawatana) Nyeri akut/ kronis b.d agen injuri fisik (infiltrasi leukosit jaringan sistemik/ organomegali (hepatosplenomegali)).b) Risiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh.c) Risiko perdarahan b.d penurunan jumlah trombositd) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan proliferative gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapie) Kerusakan jaringan integritas kulit b.d efek toksik kemoterapi, radioterapi, imobilitasf) Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal (tulang lemah dan lunak sehingga terjadi fraktur fisiologis)g) Ketidakefektifan perfusi aringan perifer b.d anemia (suplai oksigen ke jaringan inadekuat).3. Rencana TindakanDiagnosa keperawatan: Nyeri akut/ kronis b.d agen injuri fisik (infiltrasi leukosit jaringan sistemik (hepatosplenomegali)).Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang (rentang skala nyeri 1-10).NOC: Tingkat nyeri, kontrol nyeri.Kriteria hasil:a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeric) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.NIC label: Manajemen nyeri1. Lakukan pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi. Pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi penting untuk menentukan penyebab utama nyeri dan pengobatan yang efektif. 2. Kaji adanya nyeri secara rutin, biasanya dilakukan pada pemeriksaan TTV dan selama aktivitas dan istirahat. Pengkajian nyeri merupakan tanda-tanda vital fisiologis yang penting dan nyeri termasuk dalam kelima tanda-tanda vital. Nyeri akut sebaiknya dikaji saat istirahat (penting untuk kenyamanan) dan selama bergerak (penting untuk fungsi dan menurunkan risiko terjadinya kardiopulmonari dan tromboembolitik pada klien).3. Minta klien untuk menjelaskan pengalaman nyeri sebelumnya, keefektifan intervensi manajemen nyeri, respon pengobatan analgetik termasuk efek samping, dan informasi yang dibutuhkan. Memperoleh riwayat nyeri individu membantu untuk mengidentifikasi faktor potensial yang mungkin mempengaruhi keinginan pasien untuk melaporkan nyeri, seperti intensitas nyeri, respon klien terhadap nyeri, cemas, farmakokinetik dari analgesik. Regimen manajemen nyeri harus secara individu kepada klien dan mempertimbangkan kondisi medis, psikologis dan fisiologis, usia, respon sebelumnya terhadap analgesik.4. Manajemen nyeri akut dengan pendekatan multimodal. Multimodal analgesik mengkombinasikan dua atau lebih pengobatan, metode). Manfaat dari pendekatan ini adalah dosis efektif terendah dari setiap obat bisa diberikan, hasilnya efek samping dapat diminimalkan seperti terjadinya oversedasi dan depresi respirasi.5. Jelaskan pada klien mengenai pendekatan manajemen nyeri, termasuk intervensi farmakologi dan nonfarmakologi. Salah satu langkah penting untuk meningkatkan kemampuan kontrol nyeri adalah klien memahami nyeri secara alami dengan baik, pengobatannya dan peran klien dalam mengontrol nyeri.6. Kaji ekpresi nonverbal. Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri. 7. Jaga lingkungan agar tetap tenang. Meningkatkan kesempatan istirahat sehingga dapat membantu memulihkan atau meningkatkan energi.8. Bantu klien untuk mendapatkan posisi nyaman. Membantu klien dari rasa tidak nyaman serta mengurangi respon nyeri.9. Lakukan perubahan posisi secara periodik. Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.

Daftar Pustaka

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Anonimous. 2012. Leukemia-Acute Lymphocytic (Adult). USA: America Cancer Society.

Azhari AN, Eky PDP, Nanda P. 2010. Leukemia Sebagai Dampak Penggantian Timbal dengan High Octane Mogas Component dalam Bahan Bakar Minyak di Indonesia. Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi; Volume 1: 50-61.

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.

Corwin EJ. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Mansjoer A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Rofinda ZD. 2012. Kelainan Hemostasis pada Leukimia. Jurnal Kesehatan Andalas; 1 (2): 68-74.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.