Lp Kejang Demam Sebagian Askep
description
Transcript of Lp Kejang Demam Sebagian Askep
TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan Kasus
1. Konsep Dasar Kejang Demam
a. Pengertian
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstra
kranium (Mansjoer, 2000).
Menurut Consensus Statemen of febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya
terjadi pada umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan
dengan demam, tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kajang
demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering
dijumpai pada anak terutama pada golongan anak umur 6 bulan
samapai 4 tahun ( Ngastiah, 1997).
Kejang merupakan gangguan pada fungsi otak normal sebagai
akibat dari aliran elektrik yang abnormal, yang dapat menyebabkan
hilang kesadaran, gerak tubuh tidak terkendali, perubahan perilaku
dan perubahan system otonom (Mary E. Muscari, 2005).
b. Patofisiologi
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya kejangdemam.
Riwayat kejang keluarga dan adanya kelaianan pada masa prenatal
maupun perinatal serta kelaian neurologist dapat menjadi
pendukung terjadinya kejang demam. Disamping itu faktor lain
yang menjadi pencetus terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan
anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang
tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
1
pusat kisalnya tosilitis, otitis media akut, infeksi saluran pernafasan
atau bronchitis (Ngastiyah, 2005).
Adanya infeksi diluar susunan saraf pusat menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu tubuh. Karena adanya peningkatan suhu tubuh
akan menimbulkan perubahan metabolisme didalam tubuh,
sehingga kebutuhan glukosa dan oksigen akan meningkat yang
akhirnya terjadi perbedaan potensial sel neuron (terganggunya
keseimbangan membran neuron). Dalam keadaan normal,
membrane neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya kecuali ion klorida (Cl‾ ), akibatnya konsentrasi (K+) dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi (Na +) rendah. Sedangkan di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini,
diperlukan energi dengan bantuan enzim Na-K ATP- ase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane
ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler, adanya rangsangan yang dating mendadak misalnya
mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan
patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1° C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tersebut akibat terjadinya lepas muatan listrik.
2
Lepas muatan listrik ini, demikian besarnya sehingga meluas
keseluruh sel maupun membrane sekitarnya dengan bantuan bahan
yang disebut “ Neurotransmiter ” dan terjadi kejang ( Suraatmaja,
2000).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya menjadi
hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat yang akhirnya menjadi
hipoksemia. Hiperkapnea, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktivitas
otot selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu serangan kejang
klonik bilateral, mata terbalik ke atas, kekakuan, kelemahan,
gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal. Umumya kejang berlangsung
kurang dari 6 menit, kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15
menit, kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis
todd), bila suhu 38° C atau lebih. Adapun komplikasi yang
diakibatkan adalah terjadinya kerusakan sel otak dan kelumpuhan.
Serangan kejang berulang dan terus menerus dapat mengakibatkan
epilepsi dan terjadi retardasi mental.
c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Bayi-bayi yang berumur kurang dari 6 bulan, gejala
meningitis tidak jelas sehingga fungsi lumbal harus dilakukan dan
juga duanjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Electroencefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai
prognostic. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
3
kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang di
kemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk
pasien kejang demam sederhana, serta pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
d. Penatalaksanaan medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin dengan obat utama
diazepam secara IV atau jika tidak ada diazepam maka
digunakan ferobarbital secara IM.
2) Pengobatan penunjang yaitu dengan cara membuka
pakaian yang ketat, miringkan posisi kepala untuk mencegah
aspirasi lambung, bebaskan jalan nafas untuk menjamin
kebutuhan oksigen, penghisap lender, cairan IV terus
dimonitoring untuk kelainan metabolisme dan elektrolit, bila
terjadi peningkatan TIK jangn diberikan cairan dengan kadar
natrium tinggi, berikan kortiosteroid (glukokortikoid) untuk
mencegah edema.
3) Pengobatan profilaksis dibagi menjadi dua yaitu :
profilaksis intermiten untuk mencegah kejang berulang
(contohnya: campuran anti konvulsan dan antipiretika),
profilaksis jangka panjang untuk menjamin terdapatnya dosis
terpiutik yang stabil dan cukup di dalam darah pasien
(contohnya : perobarbital, sodium valproat / asam valproat,
Epilin, Depakene ).
4) Mencari dan mengobati penyebab yang umumnya
disebabkan oleh infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Obat yang biasa digunakan adalah antibiotik yang
adekuat.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kejang Demam
a. Pengkajian
4
Pengakjian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan .
Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien,
informasi yang didapat dari klien ( sumber data primer) , data yang
didapat dari orang lain (data sekunder) , dan catatan kesehatan
klien. Informasi atau laboratorium , tes diagnostik, keluarga dan
orang terdekat atau anggota tim kesehatan merupakan pengkajian
data dasar ( Aziz, 2004). Data umum yang biasanya dikajipada
pasien kejang demam meliputi riwayat penyakit , riwayat kejang .
lama serangan , pola serangan (tipe , kharakteristik), frekuensi
kejang , keadaan sebelum , selama dan sesudah kejang, adanya
penyakit lain misal tosilofaringitis, otitis dan lain-lain, riwayat
kehamilan yang meliputi ada tidaknya gangguan selama
kehamilan, riwayat persalinan (perdarahan ante atau post partum),
serta keadaan neonatal (kejang asfiksia), dan riwayat penyakit
keluarga.
Data umum yang dimaksud adalah data yang sering muncul
meliputi data subyektif seperti pasien mengatakan badannya panas,
pasien mengatakan mual-muntah, pasien mengatakan sulit bernafas
, pasien mengatakan tidak nyaman atau gerah. Data obyektif : suhu
tubuh meningkat, badan panas , membran mukosa atau kulit
kering, perubahan tonus otot, gerakan involunter atau kontraksi
sekelompok otot, penurunan kesadaran, pernafasan stridor, gelisah,
tampak cemas, agitasi, serta saliva keluar berlebih. Pemeriksaan
fisik yang fokus dikaji adalah kepala meliputi ada atau tidaknya
tanda-tanda makro atau mikrosefali, dan kenaikan tekanan
intrakranial. Pada wajah ada tidaknya fasialis , trismus ,
epistotonus. Pada telinga ada tidaknya tanda-tanda infeksi seperti
nyeri, keluarnya cairan dari telinga, riwayat otitis media akut
( OMA) dan pembengkakan. Pada hidung ada tidaknya nafas
cuping hidung , keluarnya sekret yang berlebih. Pada mulut
meliputi ada tidaknya tanda-tanda sardonicus dan sianosis
5
sedangkan pada tenggorokan meliputi ada tidaknya tanda-tanda
infeksi atau peradangan pada tonsil , dan hiperemis.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan
status atau masalah kesehatan aktual maupun potensial dengan
tujuan untuk mengidentifikasi baik berdasarkan respon klien
terhadap penyakit , faktor –faktor yang berkontribusi, atau
penyebab adanya masalah dan kemampuan klien untuk mencegah
dan menghilangkan masalah.( Gaffar, 1999).
Berdasarkan Carpenito (1998) dan Doenges (1999), diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada pasien kejang demam
adalah:
1) Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu
sekunder terhadap infeksi.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan oral.
4) Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan
hipertermi.
5) Risiko terhadap cidera berhungan dengan gerakan tonik atau
klonik sekunder akibat kejang.
6) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret.
7) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
c. Perencanaan
Perencanaan adalah bagian fase pengorganisasian dalam proses
perawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan
6
masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi
masalah pasien.
1) Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang
mengancam kehidupan pasien yaitu :
a) Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi
suhu sekunder terhadap infeksi.
b) Resiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan
hipertermi.
c) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
e) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan oral.
f) Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik
atau klonik sekunder akibat kejang.
h) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
2) Rencana Perawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi
suhu sekunder terhadap infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh normal : 36 -37°C
Intervensi :
(1) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Vital sign adalah salah satu pengukuran
untuk mengetahui status kesehatan salah
satu satunya suhu, dalam mengetahui
peningkatan suhu tubuh.
(2) Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas , suhu lingkungan , yang akan
mempergaruhi panas atau dinginya tubuh.
7
(3) Berikan kompres air hangat bila panas lebih dari 38ºC
Rasional : kompres air hangat membantu penghilangan
panas dengan cara konduksi.
(4) Anjurkan menggunakan pakaian yang tipis dan
menyerap keringat.
Rasional : Pakaian yang tipis membantu penguapan
suhu lebih lancar
(5) Anjurkan pasien banyak minum ± 1300 cc / hari
Rasional : saat demam , kebutuhan akan cairan
meningkat sehingga air sangat berperan
untuk meyeimbangkan cairan dan elektrolit.
(6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
Rasional : menurunkan panas pada pusat hipotalamus
dan sebagai profilaksis.
b) Resiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan
hipertermi.
Tujuan : Kejang berulang tidak terjadi
Intervensi :
(1) Observasi faktor pencetus kejang dan dokumentasikan
karakteristiknya (awitan, durasi, kejadian prakejang
dan pasca kejang).
Rasional : Untuk mengetahui kejang secara dini dan
jika ada kelainan akibat kejang.
(2) Anjurkan memakai pakaian yang tipis , longgar dan
menyerap keringat.
Rasional : Pakaian tipis dan menyerap keringat akan
memperlancar proses konveksi sehingga
mempermudah pengeluaran suhu tubuh.
(3) Berikan kompres hangat
8
Rasional : Dengan kompres hangat dapat merangsang
pusat panas pada hipotalamus sehingga
meyebabkan vasokontriksi.
(4) Observasi kejang dan tanda-tanda vital terutama suhu
setiap 4 jam.
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan
tindakan yang akan dilakukan.
(5) Identifikasi tanda awal kejang
Rasional: mengetahui tanda awal kejang akan
mempermudah antisipasi dan
pencegahan terhadap serangan kejang.
(6) Beri ekstra cairan (air. Susu, seri buah )
Rasional : saat demam, kebutuhan akan cairan
meningkat sehingga air sangat
berperan dalam meyeimbangankan cairan
dan elektrolit.
(7) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik dan antibiotik
Rasional : menurunkan panas pada pusat hipotalamus ,
dan sebagai profilaksis.
c) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan
pengumpulan sekret
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Intervensi :
(1) Lakukan suction
Rasional : Untuk mengeluarkan cairan atau sekret
yang ada dalam saluran pernafasan.
(2) Setelah kejang berikan posisi miring bila tidak
memungkinkan, angkat dagu pasien ke atas dan ke
depan dengan kepala mendongak ke belakang.
Rasional: Untuk mencegah bila terjadi aspirasi isi
lambung tidak menutupi jalan nafas.
9
(3) Atur tempat tidur dibagian kepala , ditinggikan ± 45º
Rasional : kepala lebih tinggi akan memudahkan
pasien dalam bernafas.
(4) Berikan tongue spatel antara gigi dan lidah.
Rasional : untuk mencegah lidah jatuh kebelakang
yang dapat menutupi jalan nafas.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
(1) Pantau masukan dan pengeluaran makanan setiap hari.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan akan
defisiensi nutrisi.
(2) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan,
serta faktor-faktor yang menghambat bila makan.
Rasional : memungkinkan pemilihan jenis makanan
yang cocok sehingga mudah dicerna.
(3) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi serta mengidentifikasi
malnutrisi khususnya berat badan
kurang dari normal.
(4) Anjurkan makan dalam keadaan hangat
Rasional : Makanan yang hangat dapat meningkatkan
nafsu makan.
(5) Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: Porsi kecil diberikan agar lambung tidak
terasa penuh dan asupan makanan
diharapkan lebih banyak dan mengurangi
rasa mual.
(6) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat kepada
keluarga
10
Rasional : Diharapakan keluarga sadar akan
pentingnya kebutuhan pasien.
(7) Tingkatkan kenyamanan lingkungan yang santai
termasuk sosialisasi saat makan.
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang
terdekat dapat meningkatkan
pemasukan dan menormalkan fungsi
makan.
(8) Libatkan orang terdekat untuk memotivasi dalam hal
makan
Rasional : Orang terdekat akan lebih mudah
dipercaya.
(9) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan kalori atau
nutrisi tergantung pada usia , berat badan,
ukuran tubuh serta keadaan penyakit
sekarang.
e) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan oral.
Tujuan: Cairan pasien adekuat
Intervensi :
(1) Observasi tanda – Tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Kekurangan atau perpindahan cairan
menurunkan tekanan darah ,
mengurangi frekuensi denyut nadi.
(2) Catat perkembangan turgor kulit, hidrasi, membran
mukosa
Rasional : kekurangan cairan juga dapat diidentifikasi
dengan penurunan turgor kulit,
membran mukosa kering.
11
(3) Ukur atau hitung masukan , pengeluaran dan
keseimbangan cairan
Rasional: memberikan informasi tentang status
cairan umum, kecenderungan
keseimbangan cairan dan menunjukkan
terjadi defisit.
(4) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional: Salah satu cara untuk memenuhi
keseimbangan cairan tubuh ialah
dengan cara pemberian melalui parenteral.
f) Risiko terhadapa cidera berhubungan dengan gerakan tonik
atau klonik sekunder akibat kejang.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
Intervensi :
(1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan
tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang.
(2) Tinggallah bersama klien selam fase kejang
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien.
(3) Beri tongue spatel antara gigi dan lidah
Rasional : Menurunkan risiko trauma pada mulut.
(4) Setelah kejang , berikan klien posisi miring , bila
tidak memungkinkanangkat dagunya keatas dan
kedepan dengan kepala mendongak ke belakang.
Rasional : Mencegah penutupan jalan nafas.
(5) Kendurkan pakaian pasien
Rasional : mengurangi tekanan pada jalan nafas.
(6) Catat tipe dan frekuensi kejang
Rasional : membantu enurunkan lokasi area serebral
yang terganggu.
12
(7) Catat tanda-tanda vital setelah fase kejang
Rasional: mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal.
h) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit
anaknya
Intervensi :
(1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauhmana pengetahuan yang
dimiliki oleh keluarga dan
kebenaran informasi yang didapat.
(2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang demam
Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami
dapat membantu menambah wawasan
kelaurga.
(3) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
Rasional: Keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan
keperawatan.
(4) Berikan Health Education (HE) tentang cara
menolong anak kejang dan mencegah kejang demam.
Rasional: Keluarga mengetahui cara menolong anak
kejang dan mencegah kejang demam.
d. Pelaksanaan
Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang
diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksaan
rencana perawatan , pemenuhan criteria hasil dari tindakan
keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi.
13
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dariproses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati
dengan criteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
Adapun evaluasi keperawatan yang diharapakan sesuai dengan tujuan
adalah sebagai berikut:
1) Suhu tubuh normal : 36 – 37 °C
2) Nutrisi pasien terpenuhi
3) Cairan pasien adekuat
4) Kejang tidak terjadi
5) Cedera tidak terjadi
6) Bersihan jalan nafas efektif
7) Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami
gangguan
8) Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
14
B. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 7 Juni 2008 pukul 11.00 wita dengan
tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medis pasien
di ruang Arjuna RSUD Sanjiwani Gianyar.
a. Pengumpulan data
1. Identitas
a) Anak
Nama : KA
TTL/Umur : 24 Desember 2004/ 3 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
b) Orang tua Ayah Ibu
Nama : MG ML
Umur : 34 th 40 th
Pendidikan : SD SD
Pekerjaan : Petani Petani
Agama : Hindu Hindu
Alamat : Desa Petulu Desa Petulu
Ubud, Gianyar Ubud, Gianyar
15
2. Kedudukan Anak dalam Keluarga
Tabel 1
Kedudukan Anak dalam Keluarga
No Nama(Inisial) Umur
Keadaan SekarangKetSehat Sakit Mati
1 LP 11 th √ -
2 MD 1 hari √ Prematur
3 KA 3 th, 6 bln √ KDS
3. Alasan Dirawat
a) Keluhan utama
1) Keluhan sakit saat masuk
rumah sakit (7 Juni 2008 pukul 00.40 wita) pasien
dikeluhakan badannya panas disertai kejang.
2) Keluhan saat pengkajian (7
Juni 2008 pukul 11.00 wita) ibu pasien mengeluhkan
anaknya panas.
b) Riwayat penyakit
Pasien dikeluhkan mengalami panas kemarin pagi pada pukul
09.00 wita, kemudian orang tua pasien sempat mengajak
berobat ke bidan terdekat dan hanya diberika syrup (Trimeta
dan Flutop C). Panas badan pasien sempat turun, kemudian
pada malam hari pukul 23.00 wita panas pasien kambuh
kembali dan ibu pasien sempat memberikan sirup tapi panas
16
tidak turun. Sehingga pukul 00.15 wita pasien mengalami
kejang dimana kaki pasien menghentak-hentak serta mata
mendelik ke atas. Orang tua pasien langsung mengajak
anaknya ke RSUD Sanjiwani Gianyar, selam perjalanan ke
rumah sakit pasien masih kejang. Kejang terjadi 1 kali selama
± 10 menit. Pasien diterima di IRD RSUD Sanjiwani Gianyar
pukul 00.40 wita dengan hasil pemeriksaan di IRD didapatkan
suhu 39,8° C, nadi : 102 x/menit dan pasien mendapat therapy
amoxan 3x400 mg, stesolid sirup 3x1 cth, novalgin 3x1 cc dan
dipasang IVFD Dex 5 ½ NS : 10 tts/menit. Selanjutnya oleh
dokter pasien dianjurkan rawat inap untuk mandapatkan
perawatan lebih lanjut, hingga pasien di bawa ke ruang Arjuna
RSUD Sanjiwani Gianyar dan diterima pukul 01.00 wita.
Selama dirawat di ruang Arjuna, keadaan pasien baik, tetapi
panas pasien masih naik turun. Orang tua pasien mengatakan
anaknya pernah mengalami kejang yang pertama kali kurang
lebih 6 bulan yang lalu dan pasien dirawat di ruang Arjuna.
Diagnosa medis : Kejang Demam Sederhana.
Therapy tanggal 7 Juni 2008
1) IVFD Dex 5 ½ NS 10 tts/menit
2) Amoxan 3x400 mg
3) Stesolid sirup 3x1 cth
4) Novalgin 3x1 cc
17
4. Riwayat Anak
a) Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan selam hamil ia rajin memeriksakan kehamilan
ke dokter dan bidan. Ibu mengatakn sudah mendapat imunasasi
tetanus (Tetanus Toxoid) sebanyak 2 kali selama hamil, serta
diberi obat penambah darah atau tablet besi. Selam hamil, ibu
tidak mengalami keluhan tentang kandungannya seperti
perdarahan atau infeksi.
b) Riwayat persalinan
Ibu mengatakan bahwa persalinannya dilakukan secara spontan
pada umur kehamilan 32 minggu di RSUD Sanjiwani Gianyar.
Bayi langsung menangis tanpa kelainan bawaan, tetapi berat
badan waktu lahhir 1.100 gram. Karena bayi lahir prematur
maka bayi langsung dibawa ke ruang perinatologi untuk
mendapat perawatan. Bayi mendapat perawatan selama ± 3
minggu.
5. Riwayat Nutrisi
Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya lahir sudah
diinkubator dan diberikan susu formula. Setelah selesai
diinkubator, pasien langsung diberi Asi eksklusif sampai umur 6
18
bulan. Kemudian pasien diberikan PASI ynag berupa bubur SUN
dan biskuit Milna.
6. Status Imunisasi
Saat pengkajian ibu mengatakan anaknya sudayh mendapatkan
imunisasi yang lengkap yaitu imunisasi BCG 1 kali, imunisasi
DPT 3 kali, imunisasi hepatitis B 3 kali, imunisasi polio 4 kali serta
imunisasi campak umur 9 bulan.
7. Penyakit yang Pernah Diderita
Ibu mengatakan anaknya menderita kejang kurang lebih 6 bulan
yang laluyang didahului oleh panas tinggi.
8. Riwayat penyakit keturunan/keluarga
Ibu mengatakan di dalam keluarga, baik dari keluarga ibu atupun
bapak tidak ada yang menderita penyakityang sama dengan pasien
serta penyakit menular lainnya seperti : TBC, asam, epilepsy.
9. Pertumbuhan dan perkembangan Anak
Ibu mengatakan anaknya belum bisa berdiri bahkan berjalan,
anaknya hanya bias duduk. Saat anak berumur 10 bulan, ibu
mengatakan anaknya hanya bias mengucapkan kata-kata, pasien
sudah tumbuh gigi sejak usia 6 bulan dan gigi tumbuh lengkap. Ibu
mengatakan saat ini anaknya sedang menjalani fisioterapi di RSUD
Sanjiwani Gianyar. Saat dilakukan tes pertumbuhan perkembangan
19
anak, didapatkan pada tes personal social : anak sudah bisa
menggunakan sendok atau garpu, minum dari cangkir, bermain
bola dengan pemeriksa, dan bertepuk tangan. Dalam tes adaptif-
motorik halus : anak telah dapat mengambil dan memindahkan
gelas plastik, serta memegang gelas plastik dengan jari tangan.
Dalam tes bahasa: anak telah dapat berbicara dua sampai enam
kata, bicara sebagian dimengerti, dapat menyebutkan satu gambar,
serta menyebut dan menunjukkan bagian badan. Tetapi dalam tes
motorik kasar : anak belum dapat berdiri sendiri, membungkuk
kemudian berdiri, berjalan dengan baik, berjalan mundur, berlari
kecil, memendang bola kedepan dan melompat.
10. Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual
a) Biologis
1) Bernafas
Orang tua pasien mengatakan sebelum sakit anaknya tidak
mengalami gangguan dalam bernafas, baik saat menarik
nafas taupun mengeluarkan nafas. Saat kejang, ibu
mengatakan anaknya sempat mengalami gangguan dalam
bernafas. Sedangkan saat pengkajian anak tidak mengalami
gangguan dalam menarik maupun mengeluarkan nafas.
2) Makan dan Minum
Makan : ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya
biasa makan 3 kali sehari dengan komposisi nasi,
20
sayur, lauk terkadang juga makan buah-buahan.
Saat pengkajian ibu pasien mengatakan bahwa
nafsu makan anaknya menurun setelah terjadinya
kejang dan anaknya hanya menghabiskan sarapan
pagi ¼ porsi, serta pasien makan 2 potong biskuit
regal. Mual muntah tidak terjadi dan pasien
tampak masih lemas.
Minum : ibu pasien mengatakan bahwa sebelum sakit
anaknya biasa minum air putih 3-4 gelas (± 600-
800cc), disela-sela bermain dan sehabis makan
pasien diberikan susu formula 3 kali dalam sehari.
Saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya
minum ± 350 cc air putih dan 200cc susu pada
pagi hari sehabis kejang (pukul 06.00 – 11.00
wita) serta anaknya sudah mau menetek.
3) Eleminasi
BAB: Ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya biasa
buang air besar 1 kali sehari dengan konsistensi
lembek dan bu khas feses. Saat pengkajian ibu
mengatakan anaknya sudah buang air besar 1 kali
dengan konsistensi lembek dan bau khas feses.
BAK: Ibu pasien mengatakan anaknya sebelum sakit biasa
kencing 4-5 kali sehari dengan warna kuning jernih
21
dan bu pesing. Saat pengkajian, ibu mengatakan
anaknya sudah kencing 2 kali setelah terjadinya
kejang.
4) Gerak dan Aktivitas
Ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya biasa
bermain dengan teman sebayanya, tetapi anaknya hanya
duduk bermain menggunakan sepeda bundar, anaknya
cukup aktif, anaknya menggerakkan kaki dan tangannya
serta tertawa dan menjerit bila diajak bermain. Saat
pengkajian ibu mengatakan anaknya hanya digendong dan
masih lemah.
5) Istirahat dan Tidur
Ibu mengatakan anaknya biasa tidur pukul 20.30 wita dan
bangun pagi ± pukul 06.00 wita, serta pasien rutin tidur
siang 1- 2 jam. Saat sakit dan saat pengkajian ibu
mengatakan anaknya tidur pukul 21.00 wita dan bangun
pukul 06.00 wita serta pasien dapat tidur siang sekitar 1
jam.
6) Pengaturan suhu tubuh
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anaknya tidak
mengalami panas, saat pengkajian ibu mengatakan panas
anaknya naik turun dan dahinya masih teraba panas.
7) Kebersihan diri
22
Ibu mengatakan sebelum sakit anaknya biasa mandi atau
dilap dengan air hangat 2 kali sehari, keramas 2 kali
seminggu dengan menggunakan shampo, serta mengganti
pakaian setiap hari sehabis mandi. Saat pengkajian ibu
mengatakan anaknya hanya dilap dan diganti pakaiannya.
b) Psikologis
1) Rasa aman
Orang tua mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya,
ibu takut jika terjadi kejang lagi dan ibu masih tetap
bertanya-tanya tentang keadaan anaknya.
2) Rasa nyaman
Ibu mengatakan semenjak sakit anaknya selalu rewel, tetapi
bila digendong anaknya mau diam.
c) Sosial
1) Sosial anak
Pasien adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara dan pasien
sangat disayangi oleh keluarganya. Ibu mengatakan selalu
menunggui anaknya di rumah sakit, kadang pasien
ditunggui oleh nenek dan bibinya. Saat di rumag sakit
pasien tampak bergaul dengan orang tuanya, kadang pasien
rewel saat dikunjungi oleh dokter maupun perawat.
2) Bermain
23
Ibu pasien mengatakan anaknya biasa bermain dengan
teman-temannya. Saat pengkajian ibu mengatakan anaknya
hanya diam dan beristirahat.
3) Rekreasi
Ibu mengatakan sebelum sakit biasanya anaknya sering
diajak jalan-jalan ke pantai. Saat pengkajian ibu
mengatakan anaknya hanya beristirahat.
d) Spiritual
Pasien beragama Hindu, ibu mengatakan anaknya sering diajak
sembahyang pada hari-hari tertentu.
11. Pengetahuan orang tua tentang kesehatan
a) Pengetahuan tentang kesehatan
Ibu mengetahui keadaan anaknya yang sering sakit. Jika
anaknya sakit ibu berusaha memberi perawatan sederhana yang
bias dilakukan di rumah, bila kondisi anaknya tidak berubahibu
membawa anaknya berobat ke puskesmas atau ke dokter
praktek dan rumah sakit.
b) Perawatan anak
Ibu mengatakan jika anaknya sakit panas, ibu hanya merawat
anaknya di rumah dengan memberikan kompres hangat pada
daerah ketiak dan mengajak ke Puskesmas. Jika kondisinya
24
tidak berubah biasnya ibu langsung membawa anaknya
berobat ke dokter praktek.
c) Pengetahuan tentang nutrisi
Ibu mengatakan tahu tentang cara pemberian makanan, jenis
minuman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak.
12. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1) Kebersihan anak : kebersihan
cukup
2) Keadaan kulit : Turgor
kulit elastis, sianosis tidak ada
3) Kesadaran :
compos mentis
b) Ukuran-ukuran
1) Berat badan sebelum sakit
: 10 kg
2) Berat badan saat pengkajian
: 9,8 kg
25
3) Tinggi badan
: 104 cm
4) Lingkar lengan : 15 cm
c) Gejala cardinal
1) Suhu : 38,3° C
2) Respirasi : 30 x/menit
3) Nadi :100 x/menit
d) Keadaan fisik
1) Kepala : Kebersihan cukup,
ubun-ubun datar, benjolan tidak ada
2) Mata : Bentuk simetris,
konjungtiva merah muda, sclera putih, pupil
isokor, pergerakan bola mata baik.
3) Hidung : Bentuk
simetris, mukosa kering, secret tidak ada,
nafas cuping hidung tidak ada.
4) Telinga : Serumen tidak
ada, benjolan tidak ada, anak berespon
terhadap suara, keluarnya cairan purulen tidak
ada
5) Mulut : Mukosa bibir
lembab, pembesaran tonsil tidak ada, lidah
bersih, lesi tidak ada.
26
6) Leher : Pembesaran
vena jugularis dan tiroid tidak ada, lesi tidak
ada
7) Dada : Pergerakan
dada simetris, retraksi otot dada tidak ada
8) Abdomen : Distensi dan
asites tidak ada, bising usus 12 x/menit
9) Ekstremitas
Atas : tangan kiri terpasang IVFD Dex 5 ½ NS 10
tetes/menit, tangan kanan beregrak bebas, sianosis
tidak ada, edema tidak ada
Bawah : Kedua kaki bergerak bebas dan terkoordinasi,
edema dan sianosis tidak ada.
Kekuatan otot :
555 555222 222
10) Genetalia : Vagina tampak
bersih
11) Anus : Lubang anus
ada, anus tampak bersih
13. Pemeriksaan penunjang
Tanggal 7 Juni 2008.
27
Hasil Batas Normal
WBC 17,8 k/ul 4,60-10,2 k/ul
RBC 4,23 m/ul 3,80-6,50 m/ul
HGB 11,1 g/dl 11,5-18,0 g/dl
HCT 33,3 % 37,0-51,0 %
MCV 78,7 fl 8,0-1 00 fl
MCH 26,2 cg 27,0-32,0 cg
MCHC 33,3 g/dl 31,0-36,0 g/dl
PLT 279 k/ul 150-400 k/ul
MMPV 9,8 fl 7,80-11,0 fl
PCT 0,13 % 0,19-0,36 %
b. Analisa Data
TABEL 2
ANALISA DATA KEPERAWATAN PASIEN K.A
DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA DI RUANG ARJUNA
28
RSUD SANJIWANI GIANYAR TANGGAL 7 – 10 JUNI 2008
No Data Subyektif Data Obyektif Kesimpulan(1) (2) (3) (4)1 Ibu mengatakan
panas anaknya naik turun dan dahi masih teraba panas
Pasien teraba panasSuhu : 38,3° CWBC : 17,8 K/ULR : 30 x/menitN : 100 x/menit
Hipertermi
2 Ibu mengatakan panas anaknya naik turun dan dahi masih teraba panas. Ibu mengatakan anaknya pernah mengalami kejang ± 6 bulan yang lalu
Pasien teraba panasSuhu : 38,3° CWBC : 17,8 K/ULR : 30 x/menitN : 100 x/menitDari catatan medis pasien pernah mengalami kejang ± 6 bulan yang lalu
Resiko terjadi kejang berulang
3 Ibu mengatakan nafsu makan anaknya menurun setalah terjadi kejang. Ibu mengatakan anaknya hanya menghabiskan sarapan ¼ porsi dari menu yang disediakan, serta anaknya makan biscuit regal 2 potong.
Pasien makan hanya ¼ porsi dari menu yang disediakan.Mual muntah tidak terjadiBerat badan sebelum sakit 10 kgBerat badan saat pengkajian 9,8 kg
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4 Ibu mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya. Ibu mengatakan takut jika anaknya kejang lagi.
Ibu tampak bertanya-tanya tentang keadaan dan perawatan anaknya
Ansietas orang tua
c. Rumusan Masalah
1) Hipertermi
2) Resiko terjadinya kejang berulang
29
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4) Ansietas orang tua
d. Analisa masalah
1) P : Hipertermi
E : Ketidak efektifan regulasi suhu sekunder terhadap infeksi
S : Ibu mengatakan panas anaknya naik turun serta dahi masih teraba
panas suhu 38,3° C, WBC 17,8 K/UL, R : 30x/menit, N: 100x/menit.
Proses terjadi :
Karena adanya infeksi yang mengenai di luar susunan saraf pusat
sehingga antigen dan antibody akan bereaksi, dimana kompensasi
tubuh terhadap infeksi yaitu kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan
cepat.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Terjadi hiperpirexia yang menyebabkan kejang berulang.
2) P : Resiko terjadinya kejang berulang
Faktor resiko : Hipertermi
Proses terjadi :
Karena terjadinya peningkatan suhu tubuh menyebabkan
meningkatnya metabolisme basal dimana kenaikan suhu 1° C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20 %. Hal ini dapat mengubah keseimbangan
sel neuron sehingga dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion-
ion di dalam dan di luar sel. Sel ini mengakibatkan ketidakseimbangan
30
potensial membran karena lepas muatan listrik sehingga menimbulkan
kejang.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Kejang berulang akan terjadi.
3) P : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
E : Intake yang tidak adekuat
S : Ibu mengatakan nafsu makan anaknya menurun setelah terjadi kejang,
anak makan ¼ porsi dan makan biskuit regal 2 potong, mual muntah
tidak terjadi, BB sebelum sakit 10 kg, BB saat pengkajian 9,8 kg.
Proses terjadi :
Karena adanya anoreksia yang menyebabkan tidak adekuatnya yang
nutrisi masuk ke tubuh, sehingga menyebabkan pemenuhan nutrisi
pasien berkurang.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Menyebabkan malnutrisi.
4) P : Ansietas
E : Kurang pengetahuan tentang kesehatan anak
S : Ibu mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya, Ibu mengatakan
takut jika anaknya kejang lagi, tampak ibu bertanya-tanya tentang
keadaan dan perawatan anaknya.
Proses terjadi :
31
Karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang prognosis ,
pengobatan dan perawatan yang dilakukan pada anaknya, sehingga
menimbulkan kecemasan pada orang tua.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Keluarga tidak kooperatif dalam pengobatan yang akan diberikan pada
anaknya.
e. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan Ketidakefektifan regulasi suhu sekunder
terhadap infeksi ditandai dengan Ibu mengatakan panas anaknya naik
turun serta dahi masih teraba panas suhu 38,3° C, WBC 17,8 K/UL, R :
30x/menit, N: 100x/menit.
2) Resiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat ditandai dengan ibu mengatakan nafsu makan anaknya
menurun setelah terjadi kejang, anak makan ¼ porsi dan makan biskuit
regal 2 potong, mual muntah tidak terjadi, BB sebelum sakit 10 kg, BB
saat pengkajian 9,8 kg.
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua tentang
kesehatan anak ditandai dengan ibu mengatakan khawatir dengan keadaan
anaknya, ibu mengatakan takut jika anaknya kejang lagi, tampak ibu
bertanya-tanya tentang keadaan dan perawatan anaknya.
2. Perencanaan
a. Prioritas Diagnosa keperawatan
32
Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang paling
mengancam kehidupan pasien yaitu :
1) Hipertermi berhubungan dengan Ketidak efektifan regulasi suhu sekunder
terhadap infeksi ditandai dengan Ibu mengatakan panas anaknya naik
turun serta dahi masih teraba panas suhu 38,3° C, WBC 17,8 K/UL, R :
30x/menit, N: 100x/menit.
2) Resiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat ditandai dengan ibu mengatakan nafsu makan anaknya
menurun setelah terjadi kejang, anak makan ¼ porsi dan makan biskuit
regal 2 potong, mual muntah tidak terjadi, BB sebelum sakit 10 kg, BB
saat pengkajian 9,8 kg.
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua tentang
kesehatan anak ditandai dengan ibu mengatakan khawatir dengan keadaan
anaknya, ibu mengatakan takut jika anaknya kejang lagi, tampak ibu
bertanya-tanya tentang keadaan dan perawatan anaknya.
33
34