LP Kasus Intrakranial

31
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. PERDARAHAN INTRAKRANIAL 1. Definisi Perdarahan intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak yang bisa terjadi di dalam atau di sekeliling otak. Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemoragik dan dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain. (Suzanne C Smeltzer,, 2002) Perdarahan intrakranial neonatus adalah perdarahan patologis dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. (Wiknjosastro H, 2010) 2. Klasifikasi berdasarkan lokasi perdarahan Perdarahan yang paling bermakna terjadi setelah lahir pada bayi kurang bulan, namun demikian perdarahan intrakranial pada bayi cukup bulan juga mungkin terjadi. Perdarahan intrakranial tersebut antara lain: a. Perdarahan Subdural

Transcript of LP Kasus Intrakranial

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PERDARAHAN INTRAKRANIAL

1. Definisi

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak

yang bisa terjadi di dalam atau di sekeliling otak.

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan

otak merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemoragik dan

dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti

kapitis,tumor otak dan lain-lain. (Suzanne C Smeltzer,, 2002)

Perdarahan intrakranial neonatus adalah perdarahan patologis dalam

rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu.

(Wiknjosastro H, 2010)

2. Klasifikasi berdasarkan lokasi perdarahan

Perdarahan yang paling bermakna terjadi setelah lahir pada bayi

kurang bulan, namun demikian perdarahan intrakranial pada bayi cukup

bulan juga mungkin terjadi. Perdarahan intrakranial tersebut antara lain:

a. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural hampir selalu disebabkan trauma kepala

pada bayi baru lahir cukup bulan. Beberapa faktor merupakan

predisposisi terjadinya trauma yaitu ukuran kepala yang relatif besar

dibandingkan jalan lahir, rigiditas jalan lahir, persalinan terlalu cepat

atau terlalu lama, dan persalinan sulit misalnya letak sungsang atau

ekstraksi vakum maupun forseps.

Gejala klinis

Gejala klinis perdarahan subdural menggambarkan adanya

gejala kehilangan darah seperti pucat, gawat nafas, ikterus akibat

hemolisis atau menunjukkan gejala peninggian tekanan intrakranial

seperti iritabel, kejang, letargi, tangis melengking, hipotonia, ubun-

ubun menonjol, atau sutura melebar.

Diagnosis

Diagnosis perdarahan subdural didasarkan pada riwayat

kelahiran bayi disertai gambaran klinis yang ditemukan. Bila dalam

riwayat kelahiran ditemukan adanya kesukaran lahir dan pada bayi

ditemukan kejang fokal, kelemahan otot fokal, ubun-ubun menonjol,

sutura melebar, maka mungkin sekali bayi mengalami perdarahan

subdural.

b. Perdarahan subaraknoid primer

Perdarahan subaraknoid primer sebagian besar terjadi akibat

trauma lahir, sebagian lain diduga terjadi akibat proses hipoksia

janin akhibat asfiksia. Perdarahan ini umumnya ditemukan pada bayi

prematur. Perdarahan subaraknoid primer merupakan perdarahan

dalam rongga subaraknoid yang bukan merupakan akibat sekunder

dari perluasan perdarahan subdural, intraventrikular, atau

intraserebelar. Perdarahan umumnya terjadi akibat ruptur pada

jembatan vena dalam rongga subaraknoid atau akibat ruptur

pembuluh darah kecil di daerah leptomeningeal. Timbunan darah

umumnya terkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan fosa

posterior.

Gejala klinis

Gejala klinis berupa tanda kehilangan darah dan gangguan

fungsi neurologik. Gambaran yang timbul berupa perdarahan yang

umumnya kecil saja dan tidak sampai menimbulkan keadaan yang

buruk, sedangkan gejala neurologik berupa iritabilitas dan kejang.

Diagnosis

Didasarkan pada riwayat kelahiran yang sukar, dengan

ditemukan adanya riwayat kejang. Hasil pemeriksaan cairan

serebrospinal menunjukkan adanya perdarahan dan kenaikan kadar

protein. Pemeriksaan ultrasonografi kurang peka untuk menegakkan

diagnosis perdarahan subaraknoid. Darah yang terlihat di rongga

subaraknoid mungkin saja berasal dari sumber perdarahan

intrakranial lain. Pungsi lumbal dapat menunjukkan adanya sel darah

merah.

c. Perdarahan intraserebelar

Perdarahan intraserebelar relatif jarang terjadi, lebih sering

dijumpai pada bayi kurang bulan dibandingkan dengan bayi cukup

bulan. Secara klinis perdarahan ini sukar ditemukan, walaupun

dengan sarana penunjang alat penatahan kepala, umumnya

ditemukan pada pemeriksan autopsi. Angka kejadian pada bayi

kurang bulan dengan masa gestasi kurang dari 32 minggu atau berat

lahir kurang dari 1500 g berkisar antara 15-25%. Angka kejadian

pada pemeriksaan autopsi ini terlihat lebih tinggi bila dibandingkan

dengan hasil pemeriksaan klinis dengan penatahan kepala.

Diagnosis

Diagnosis perdarahan ini berdasarkan gambaran klinis serta

riwayat kesukaran pada kelahiran letak sungsang, tarikan forsep,

atau keduanya, dan adanya riwayat hipoksia. Gejala dapat timbul

pada hari pertama atau kedua setelah lahir, bahkan setelah umur tiga

minggu. Gejala neurologik yang dijumpai umumnya berupa gejala

kompresi batang otak, terutama serangan apnea atau iregularitas

pernapasan. Kadang disertai bradikardi, obstruksi aliran cairan

serebrospinal disertai kenaikan tekanan intrakranial, ubun-ubun

menonjol, dan sutura melebar. Pada pemeriksaan USG kepada

terlihat pembesaran ventrikel.

d. Perdarahan periventrikular-intraventrikular (PPV-IV)

Matriks germinal subependimal merupakan daerah dengan

vaskularisasi tinggi karena berbatasan dengan daerah ventrikel otak

yang ada sampai kira-kira usia kehamilan 35 minggu. Jenis

perdarahan ini merupakan salah satu perdarahan intrakranial yang

sering ditemukan pada bayi kurang bulan. Kejadian PPV-IV pada

bayi cukup bulan lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan bayi

prematur atau kurang bulan. Pada bayi cukup bulan, perdarahan yang

terjadi sebagian besar berasal dari perdarahan pleksus koroid, hanya

sebagian kecil berasal dari matriks germinal subependimal.

Faktor resiko

Faktor intravaskular, terdiri atas fluktuasi aliran darah

serebral, peningkatan aliran darah serebral, peninggian tekanan

vena serebral, penurunan aliran darah serebral yang diikuti perfusi,

kelainan sistem pembekuan, dan kelainan trombosit.

Faktor vaskular, terdiri atas kelemahan integritas vaskular

dan kerentanan kapiler matriks terhadap trauma hipoksik-iskemik.

Faktor ekstravaskuler terdiri atas kelemahan sistem

penyangga vaskular, aktifitas fibrinolitik pada bayi premature, dan

penurunan tekanan jaringan ekstravaskular.

Gejala klinis

Tergantung dari berat ringannya perdarahan, gejala klinis

PPV-IV yang timbul dapat dibagi dalam tiga kumpulan gejala atau

sindrom, yaitu :

Sindrom perburukan katastrofik, pada keadaan ini terlihat

perburukan terjadi cepat yang ditandai antara lain dengan penurunan

kesadaran menjadi sopor atau koma, gangguan respirasi, kejang

tonik umum, posisi deserebrasi, refleks cahaya negatif, reflek

vestibular negatif, ubun-ubun besar menonjol, hipotensi, bradikardia,

asidosis metabolic dan kelainan homeostasis.

Sindrom perburukan saltatorik, terlihat gejala penurunan

kesadaran, gerakan berkurang, hipotonia, perubahan gerak dan bola

mata serta dapat disertai gangguan nafas. Perburukan klinis dapat

bertahap dalam beberapa hari.

Gambaran klinis tenang, pada kejadian ini secara klinis tidak

dijumpai kelainan neurologik yang berarti walaupun gambaran

radiologik-ultrasonografi menunjukkan adanya PPV-IV.

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan kemampuan untuk mengenal

kemungkinan terjadinya PPV-IV, yaitu dengan cara mengenal kasus

risiko untuk timbulnya perdarahan. Risiko tersebut antara lain adalah

bayi kurang bulan, bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram,

persalinan sulit, dan nilai Apgar rendah. Bila tidak ada sarana USG,

maka dapat dilakukan pungsi lumbal yang menunjukkan cairan

serebrospinal yang berwarna xantokrom. Pemeriksaan USG secara

serial akan dapat mengetahui awal terjadinya perdarahan, sekaligus

untuk memantau perkembangan proses perdarahan.

3. Etiologi

a. Trauma kelahiran

1. partus biasa

pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan serta disproporsi

antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi molase yang

dapat memicu terjadinya perdarahan.

2. partus buatan (ekstraksi vakum, forsep, cunam)

Pada penggunaan ekstraksi vakum, terjadi kompresi negatif pada

kepala bayi di daerah fronto oksipital dan mengakibatkan

pemanjangan diameter fronto oksipital dari kepala bayi.

Akibatnya, terjadi renggangan yang berlebihan dengan tendensi

laserasi tentorium atau falks serebri, rupturnya vena Galen, sinus

strait, sinus sagitalis inferior, sobeknya ateri - vena meningia

media dan vena superfisial serebri serta rupturnya bridging veins

di subaraknoid. Ruptur pada salah satu pembuluh darah ini akan

mengakibatkan perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial

sering terjadi apabila lamanya teraksi lebih dari 10 menit 12 dan

frekuensi lepasnya cup ekstraktor sebanyak lima kali atau lebih.

b. Bukan trauma kelahiran

Pada umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan. Faktor dasar

ialah prematuritas dan yang lain merupakan faktor pencetus

perdarahan intrakranial seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat

timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang-kejang,

kelainan jantung bawaan, hipotermin serta

hiperosmolalitas/hipernatremia. Ada pula perdarahan intrakranial

yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan

darah.

4. Manifestasi klinik

Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada

neonatus yang mengalami perdarahan intrakranial.

a. Muntah

b. Sakit kepala

c. Diplopia

d. Papil edema

e. Pembesaran lingkar kepala

f. Ubun ubun besar membonjol

g. Trias Cushing :bradikardi, hipertensi, pernafasan ireguler.

h. Herniasi otak

5. Insidensi dan prognosis

Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi perdarahan

intrakranial neonatus. Bayi yang premature dan persalinan lama

menunjukan insiden perdarahan intracranial lebih sering terjadi. Angka

kematian perdarahan intrakranial pada bayi prematur 5 kali lebih tinggi

daripada bayi cukup bulan. Prognosis perdarahan intrakranial neonatus

bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, cepatnya penegakan

diagnosa yang tepat dan penanganan medis. perdarahan intrakranial dapat

meningkatkan tekanan intrakranial dan kompresi batang otak jika tidak

segera mendapat pertolongan hingga neonatus dapat meninggal hanya

dalam beberapa jam. Pada neonatus yang bertahan hidup beberapa

dijumpai dengan, palpsi serebral spastik, retardasi mental, spastik

hemiplegia, atau hidrosefalus.

6. Patofisiologi

Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/

robekan pembuluh - pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada

perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor penyebabnya

ialah prematuritas pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih

embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan

pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok kelok, kadang - kadang

membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada

faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi

pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.

Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau

vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan

ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural

merupakan jenis perdarahan intrakranial yang banyak dijumpai pada bayi

cukup bulan. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena

kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada

duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada bayi cukup bulan

daripada bayi kurang bulan sebab pada bayi kurang bulan vena-vena

superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat

jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan

membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau

vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat

timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala -

gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang

obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.

Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga

subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya

perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor.

Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi

dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada

trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan).

Dari semua jenis perdarahan intrakranial, perdarahan

periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan

mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75-90% perdarahan

periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal

matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan

intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena.

Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah

otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur.

Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan

intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena

hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang

berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan

darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.

Perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan

otak. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung

terhadap jaringan otak sekitarnya.Volume perdarahan menyebabkan

tekanan dalam otak meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi

jaringan otak serta drainage pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah

ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena efek mekanik

langsung, menyebabkan iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga terjadi

kerusakan sel-sel otak. Volume perdarahan merupakan hal yang paling

menentukan dari hasil. Akhirnya hal lain yang paling menentukan yaitu

status neurologis dan volume darah didalam ventrikel.

B. PATHWAY

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan

intraventrikuler/periventrikuler. Pada pemeriksaan likuor dapat

dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar

protein meninggi, kadar glukosa menurun. Bila cairan likuor berwarna

merah/santokrom berarti terdapat beberapa ribu sel darah merah/mm3

maka dianjurkan CT scan untuk mengetahui lokasi dan luasnya

perdarahan.

2. Pemeriksaan darah dapat ditemukan tanda-tanda anemi

posthemoragik, analisa gas darah, gangguan pembekuan darah karena

rendahnya fibrinogen, trombosit, atau antitrombin terutama pada

perdarahan intrakranial neonatus non traumatik. Namun faktor-faktor

ini akan menjadi normal bila keadaan bayi membaik.

3. Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya

fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit

kepala dan molase.

4. Pemeriksaan ultrasonograf (USG) kerap kali digunakan untuk

menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut:

- Derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial

- Derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub ependimal

- Derajat II : perdarahan intraventrikuler

- Derajat III: perdarahan intraventikuler hingga terjadi dilatasi

ventrikel

- Derajat IV: perdarahan intraventrikuler hingga terjadi dilatasi

ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak

5. Pemeriksaan computerized tomography (CT scan) dapat digunakan

untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan intrakranial pada

semua jenis perdarahan intrakranial neonatus. Pada CT Scan

tampak daerah hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena

extravasasi serum dari hematome tersebut. Sementara itu MRI dapat

digunakan untuk menentukan umur perdarahan dan akhibat

perdarahan terhadap proses melinisasi otak.

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik

maupun penunjang untuk mendapatkan data secara lengkap atas keadaan

klien.

1. Identitas

Identitas sangat diperlukan dalam dokumentasi, karena sebelum

melakukan segala bentuk tindakan medis termasuk tindakan

keperawatan perlu dipastikan kembali identitas klien agar tidak terjadi

kesalahan. Karena klien adalah neonatus maka identitas orang tua atau

penanggungjawab juga perlu dicantumkan.

2. Riwayat Keperawatan

a. Keluhan utama.

b. Riwayat penyakit sekarang

c. Riwayat persalinan sekarang.

riwayat penyakit menular seksual, riwayat perawatan antenatal,

riwayat persalinan seperti ada/tidaknya ketuban pecah dini, partus

lama atau sangat cepat (partus presipitatus).

d. Riwayat persalinan dahulu.

e. Riwayat kesehatan keluarga.

f. Riwayat kesehatan lingkungan.

g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

h. Imunisasi.

3. Pengkajian fisik

a. Kesadaran dan keadaan umum

Adanya gangguan kesadaran antara lain apati, somnolen, sopor

atau bahkan koma. Biasanya neonatus tidak mau minum,

menangis lemah dan merintih (cephalic cry).

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah

adalah 3. Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat dibagi atas:

- Cedera kepala ringan (mild head injury) GCS 14-15

- Cedera kepala sedang (moderate head injury) GCS 9-13

- Cedera kepala berat (severe head injury) GCS ≤ 8

Respons Mata ≥ 1 tahun 0-1 tahun

4

3

2

1

Membuka mata dengan spontan

Membuka mata oleh perintah

Membuka mata oleh nyeri

Tidak membuka mata

Membuka mata dengan spontan

Membuka mata oleh perintah

Membuka mata oleh nyeri

Tidak membuka mata

Respons Motorik ≥ 1 tahun 0-1 tahun

6

5

4

3

2

1

Mengikuti perintah

Melokalisasi nyeri

Menghindari nyeri

Fleksi abnormal (decortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada respons

Belum dapat dinilai

Melokalisasi nyeri

Menghindari nyeri

Fleksi abnormal (decortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada respons

Respons Verbal 2-5 tahun 0-2 tahun5

4

3

2

1

Menyebutkan kata-kata yang sesuai

Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai

Menangis dan menjerit

Mengeluarkan suara lemah

Tidak ada respons

Menangis kuat

Menangis lemah

Kadang-kadang menangis/ menjerit lemah

Mengeluarkan suara lemah

Tidak ada respons

b. Tanda-tanda vital

Nadi fluktuatif dapat teraba lambat maupun cepat, serta kadang

disertai dengan hipotermi.

c. Head to toes

- Kulit

Turgor elastis, hiper/hipopigmentasi tidak ada, kulit pucat,

ikterus, tumor dan oedema tidak ditemukan.

- Kepala

Bentuk kepala relatif simertis, sutura belum menutup. Bentuk

tulang kepala cenderung melebar pipih pada tulng parietal (ship

shape). Teraba cephalhematoma dan atau caput succadeum,

moulage relatif. Fontanel tegang dan menonjol karena

peningkatan tekanan intrakranial

- Mata

Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi.

Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-

kadang ditemukan perdarahan pada retina, nistagmus, dan

eksoftalmus.

- Hidung

Simetris, bersih, mungkin terlihat ada pernafasan cuping hidung.

- Telinga :

Simetris, bersih, tidak ada tanda radang telinga/mastoid.

Membrana timphani utuh.

- Mulut :

Bibir tidak cyanosis, mukosa mulut lembab, bibir tremor tidak

ditemukan, tonsil tidak membesar. Suara tangisan lemah namun

melengking. Gejala gerakan lidah menjulur keluar di sekitar

bibir biasanya menunjukkan perdarahan yang luas dengan

kerusakan pada korteks.

- Leher :

Tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid dan kelenjar

submandibular. Tidak ditemukan distensi vena jugularis.

- Thorax :

Inspeksi : Lingkar dada tidak membesar, bentuk simetris

Palpasi : Gerak dada simetris, taktil fremitus simetris.

Perkusi : Tidak ditemukan pekak abnormal

Auskultasi : Suara napas lapang paru vesikuler tanpa wheezing

dan ronchii. Suara jantung S1S2 tanpa split/ suara

jantung tambahan.

- Abdomen :

Inspeksi : tidak ada lesi, massa dan distensi vena abdominal

Auskultasi : bising usus terdengar

Palpasi : teraba supel

Perkusi : terdengar timpani, tidak ditemukan pekak

abnormal

- Ekstremitas

Bentuk simetris tanpa ada lesi/bekas lesi, tidak ditemukan

deformitas, krepitasi. Akral mungkin teraba dingin namun tidak

ada oedema pada ektremitas.

- Genital

Labia mayora sudah menutupi labia minora, simetris, tidak

terdapat pembesaran abnormal, tidak terdapat fimosis.

- Anus

Lubang anus ada, posisi simetris

- Refleks :

Reflek Moro: Reflek memeluk saat bayi dikejutkan dengan tangan

Sucking reflek: Reflek menghisap pada bayi

Grasping reflek: Reflek memegang pada bayi

Rooting reflek: Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi

4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

Pemeriksaan laboratorium seperti likuor dan darah rutin perlu

dilakukan untuk menunjang penetapan diagnosis dan intervensi

keperawatan yang tepat.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN KOLABORASI

1. Pembatasan tindakan untuk mencegah cedera yang lebih parah.

2. Perawatan neonatus dalam ikubator dengan suhu ±33℃ untuk

mencegah hipotermi

3. Pemberian terapi O2 agar bayi tidak mengalami asfiksia dan hipoksia.

Serta menjaga patensi jalan napas apalagi jika neonatus dalam keadaan

koma maka diposisikan lateral untuk mencegah aspirasi serta

penyumbatan laring oleh lidah dan kepala ditinggikan untuk

mengurangi tekanan vena cerebral.

4. Observasi tingkat kesadaran, reaksi dan besarnya pupil, aktivitas

motorik, frekuensi pernapasan, denyut nadi, suhu tubuh dan diuresis.

Diuresis kurang dari 1ml/kg BB/jam menunjukkan penurunan fungsi

ginjal sementara diuresis lebih dari nilai tersebut menunjukkan fungsi

ginjal tidak mengalami gangguan.

5. Pemberian cairan parenteral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan

elektrolit neonatus berupa larutan glukosa 5-10%, NaCl 0.9%, atau

glukosa 5% dan Nabik 1.5% dengan perbandingan 4:1.

6. Pemberian terapi obat sesuai dosis yang dianjurkan

- Kortikosteroid seperti dexametason untuk anti inflamasi dan

immuneregulator

- Antibiotik berupa cephalosporin seperti ceftriaxone atau

aminoglikosida seperti gentamicin untuk mencegah infeksi

patogen maupun bakteri gram positif atau negatif

- Valium atau luminal bila ada kejang, dosis pemberian valium 0.3-

0.5mg/kgBB jika dalam 15 menit kejang belum berhenti ulangi

dosis yang sama, jika kejang berhenti berikan luminal

10mg/kgBB. 4 jam kemudian berikan luminal 8mg/kgBB/12jam

dalam 2 hari, selanjutnya 4mg/kgBB/12jam.

7. Prosedur pungsi lumbal dilakukan untuk menurunkan tekanan

intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran

likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.

8. Tindakan bedah darurat

- Penatalaksanaan perdarahan subdural tindakan explorative

burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan durameter,

evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam

fisiologik.

- Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid umumnya bersifat

simptomatik, misalnya pengobatan terhadap kejang atau

gangguan nafas. Selanjutnya perlu dilakukan observasi terhadap

kadar darah tepi dan sistem kardiovaskular serta kemungkinan

terjadinya hiperbilirubinemia. Selain itu perlu diawasi terhadap

kemungkinan terjadinya komplikasi hidrosefalus.

- Penatalaksanaan perdarahan intrasereberal umumnya sulit

dilakukan karena tidak mudah menegakkan diagnosis dini

perdarahan intraserebelar. Tindakan intervensi bedah hanya

dilakukan pada bayi cukup bulan bila dengan pengobatan

konservatif keadaan neurologik bayi tetap tidak menunjukkan

perbaikan. Pada bayi kurang bulan tindakan bedah akan

menghadapi masalah lebih sulit.

- Penatalaksanaan PPV-IV sering dilakukan shunt antara ventrikel

lateral dan atrium kanan karena sering terjadi obstruksi cairan

likuor.

F. DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.

Jakarta: EGC.

Markum, AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Jakarta:

Gaya baru.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan

gangguan sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ed. I. Jakarta: PP

IDAI

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medical Bedah Brunner & Suddarth Ed. 8. Jakarta : EGC.

Snel, Ricard S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.

Jakarta : EGC

Tarwoto, Wartonah, Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal

Bedah : Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Vol 2. Jakarta :

EGC

Wiknjosastro H. 2010. Perdarahan pada neonatus, dalam Buku Ajar Ilmu

Kebidanan dan Kandungan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Yayasan

bina pustaka sarwonohardjo.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Ed 4.

Jakarta: EGC

daerah trauma

G. PATHWAY

daerah trauma

vasodilatasiPerubahan cairan intra dan ekstra sel

trauma jaringan serebral

Sutura belum menutup sempurna

cephalohematoma

trauma jaringan lunak

trauma kepala

Partus lama

Deselerasi kepala

Persalinan dengan tindakan

Gangguan perfusi jaringan

serebral

BAB III

PEMBAHASAN

A. ANALISA

Perdarahan intrakranial merupakan suatu kondisi yang

menyebabkan ketidakmampuan yang berat pada penderita dan

mempunyai tingkat mortality yang tinggi bila tidak dilakukan

penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Penyebab utama dari perdarahan

intrakranial pada neonatus adalah trauma. Faktro predisposisi yang dapat

meningkatkan kejadian perdarahan intrakranial diantaranya bayi

premature, presipitatus, persalinan sulit atau persalinan lama dimana

terjadi molase yang begitu kuat pada kepala, persalinan dengan alat

(vakum atau forcep), disproporsi cepalopelvik, presentasi abnormal.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa setiap jenis

perdarahan intrakranial memiliki karakteristik dan tanda gejala khas

masing-masing. Meskipin demikian secara fisiologis ruang di dalam

tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan jenis apapun akan

menyebabkan bertambahnya tekanan intrakranial. Hingga akhirnya

perdarahan tersebut akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak dan

menyebabkan kompresi batang otak. Maka dari itu tindakan dekompresi

dan evakuasi hematoma adalah penanganan yang paling efektif untuk

mengurangi massa abnormal dalam rongga intrakranial sehingga

memungkinkan terjadinya perbaikan.

Pada kasus ini bayi Y mengalami perdarahan intrakranial dengan

tanda-tanda kepala mengalami pembesaran, kepala teraba lunak, fontanel

menonjol, sutura belum menutup dan melebar, selain itu pernapasan juga

melambat, kulit pucat dan kesadaran letargis yang muncul pada hari

kedua post natal. Riwayat persalinan lama sehingga harus dilakukan

ekstraksi vakum kemungkinan besar menjadi penyebab terjadinya

perdarahan intrakranial pada klien, mengingat faktor-faktor lain yang

menyebabkan perdarahan intrakranial seperti gangguan pembekuan

darah, syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kelainan jantung bawaan,

kelahiran preterm, bayi dengan berat badan lahir rendah, persalinan sulit

maupun apgar score rendah ternyata tidak ditemukan pada klien.

Berdasarkan pemeriksaan darah ditemukan kadar hemoglobin,

hematokrit, eritrosit yang berada dibawah rentang nilai normal,

disamping itu jumlah leukosit darah di atas rentang nilai normal. Hal ini

dapat diartikan klien mengalami anemia posthemoragik dan berisiko

terjadi infeksi. Maka dari itu dilakukan transfusi darah PRC (package red

cell) yang sebagian besar mengandung eritrosit namun masih

mengandung sedikit leukosit dan trombosit untuk mencegah kegawatan

karena anemia. Selain itu tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah

pemberian terapi obat antara lain: antibiotik (ceftriaxon, gentamicin);

koagulasia (phytomenadione, transamin); antikonvulsi (phenobarbital);

cerebral activator (soholin); diuretik (lasix, furosemide), terapi oksigen

melalui nasal kanul sebanyak 1 liter, terapi cairan parenteral NaCl atau

D5, dan fototerapi 2x 6jam jika didapati ikterus pada klien.

Tindakan keperawatan yang diterapakan pada bayi Y antara lain

pemantauan tanda-tanda vital (nadi, suhu, dan pernapasan), monitor

intake dan output cairan, penilaian kesadaran, modifikasi lingkungan

yang aman dan nyaman (inkubator bersuhu 33.0℃), menjaga sterilitas

prosedur invasif, dan seterusnya. Semua tindakan tersebut bertujuan

untuk memaksimalkan perfusi serebral, pengaturan fungsi secara

optimal/ mengembalikan ke fungsi normal, mencegah komplikasi seperti

cedera dan infeksi, serta pemberian informasi tentang proses penyakit,

prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi kepada keluarga.

Pemeriksaan penunjang CT scan dan MRI seharusnya

dilakukan agar diagnosa perdarahan intrakranial yang lebih spesifik pada

lokasi perdarahan, akan tetapi sarana ini tidak tersedia sehingga

seharusnya klien dirujuk ke fasilitas pengobatan yang lebih memadahi.

Meskipun telah dilakukan motivasi kepada keluarga agar klien

mendapatkan penanganan yang lebih lanjut namun keluarga menolak

karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan. Sehingga perawatan

klien saat ini difokuskan agar tidak terjadi komplikasi dan cedera.

B. EVALUASI

Tindakan keperawatan terhadap By Y dengan perdarahan

intrakranial telah dilakukan selama 3x24 jam. Dalam perjalanannya tidak

semua masalah keperawatan yang ada pada klien dapat diatasi dengan

tuntas. Bahkan ada komplikasi yang muncul yaitu peningkatan bilirubin

(hiperbilirubinemia) sehingga memerlukan tindakan kolaborasi berupa

fototerapi semenjak klien terlihat ikterik. Meskipun demikian setelah

dilakukan fototerapi masalah dapat teratasi setelah dilakukan fototerapi

selama 2 kali 6 jam dalam kurun waktu 2 hari. Pemantauan juga harus

selalu dilakukan mengingat kondisi klien yang masih belum stabil dan bisa

terjadi komplikasi sewaktu-waktu.

Saat melakukan tindakan keperawatan pada klien juga harus

memperhatikan faktor keamanan, mengingat klien mengalami trauma pada

kepala sehingga klien tidak boleh diangkat-angkat dan berhati-hati. Selain

itu sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan klien juga harus

mencuci tangan agar tidak terjadi infeksi nosokomial.