LP Internal Bleeding Tity

39
LAPORAN PENDAHULUAN INTERNAL BLEEDING Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin Tanggal 29 Juni - 11 Juli 2015 Oleh : TITY RIEZKA RIANTHI , S. Kep NIM. I1B110214 1

description

laporan pendahuluan internal bleeding

Transcript of LP Internal Bleeding Tity

Page 1: LP Internal Bleeding Tity

LAPORAN PENDAHULUAN

INTERNAL BLEEDING

Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin

Tanggal 29 Juni - 11 Juli 2015

Oleh :

TITY RIEZKA RIANTHI , S. Kep NIM. I1B110214

PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2015

1

Page 2: LP Internal Bleeding Tity

LEMBAR PENGESAHAN

INTERNAL BLEEDING

Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin

Tanggal 29 Juni - 11 Juli 2015

Oleh :

TITY RIEZKA RIANTHI , S. Kep NIM. I1B110214

Banjarbaru, 22 Juli 2015

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Abdurahman Wahid , S.Kep,Ns., M. Kep Aisyahtul RY , S.Kep .,Ns

Page 3: LP Internal Bleeding Tity

A. DEFINISI

Pendarahan internal (internal yang juga disebut perdarahan ) adalah

kehilangan darah yang terjadi dari sistem vaskular ke dalam rongga atau

ruang tubuh. Hal ini berpotensi dapat menyebabkan kematian dan serangan

jantung jika pengobatan medis yang tepat tidak diterima dengan cepat.

B. PENYEBAB

1. Trauma

Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau

dengan penetrasi trauma.

2. Kondisi Patalogis dan Penyakit

Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat

menyebabkan perdarahan internal, pembuluh darah

pecah akibat tekanan darah tinggi, varises osofagus,

tukak lambung. Penyakit lainnya seperti hepatoma, kanker

hati, trombositopenia, kehamilan ektopik, kista ovarium,

defisiensi vitamin K, hemophilia, dan malaria.

3. Iatrogenik

Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat

komplikasi setelah operasi bedah dan perawatan medis,

beberapa efek obat juga dapat menyebabkan perdarahan

internal seperti obat antikoogulan, dan antiplatelet yang

digunakan untuk pengobatan jantung koroner.

C. TANDA DAN GEJALA

1. Memar

2. Terdapat nyeri tekan pada area trauma

3. Muntah ataupun batuk darah

4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah

terang

D. Perdarahan Intra Abdomen

1. Pengertian

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada

abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh

3

Page 4: LP Internal Bleeding Tity

pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma

tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh

tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di

bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera

pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa

perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena

setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras

sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan

mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma

tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-

45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang

paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah

pankreas dan ureter.

2. Klasifikasi

KLASIFIKASI

Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama

perdarahan

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala

utama adalah peritonitis

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ

seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon

sigmoid.

Ruptur Hati

Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun

trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi,

sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma

tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa

VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen

kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak

sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum

Page 5: LP Internal Bleeding Tity

(± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul

abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika

keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang

hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau

pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk

melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada

lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu.

Ruptur Limpa

Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi

trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang

membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak

tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami

perlukaan.

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena

perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya

fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa

sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada

bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua

setelah terjadi trauma.

Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena

trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri

tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar

dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada

jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari

biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung.

b. Organ Retroperitoneal

Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta,

dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis

berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,

angiografi, dan intravenous pyelogram.

5

Page 6: LP Internal Bleeding Tity

E. Perdarahan Intrakranial

Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter

(jaringan fibrous penutup otak), diantara durameter dan arachnoid, atau

langsung dalam jaringan otak itu sendiri.

Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala :

1. Hematom epidural akut

Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga media

yang berjalan disepanjang region temporal. Cedera arteri sering

disebabkan oleh fraktur tengkorak linear di region temporal atau

parietal. Akibat dari cidera arteri (walaupun mungkin juga terjadi

perdarahan vena dari salah satu sinus durameter), perdarahan dan

peningkatan TIK dapat berlangsung dengan cepat sehingga kematian

dapat segera terjadi. Gejala hematoma epidural akut meliputi riwayat

trauma kepala dengan kehilangan kesadaran sesaat diikuti satu periode

dimana penderita sadar dan koheren. Setelah beberapa menit hingga

beberapa jam timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

(muntah, nyeri kepala, perubahan status kesadaran) kemudian menjadi

tidak sadar dan terjadi kelumpuhan kolateral dari tempat cedera kepala.

Sering terjadi dilatasi dan tidak ada respon terhadap cahaya dari pupil

pada sisi cedera kepala. Hal ini biasanya dengan cepat diikuti oleh

kematian.

2. Hematom Subdural Akut

Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara

durameter dan arachnoid yang berhubungan dengan cedera jaringan

otak dibawahnya. Karena perdarahan berasal dari vena, tekanan

intracranial meningkat lebih lambat dan baru terdiagnosa beberapa jam

atau hari setelah kejadian cedera. Tanda dan gejalanya meliputi : nyeri

kepala, fluktuasi tingkat kesadaran, dan tanda neurologis fokal

Page 7: LP Internal Bleeding Tity

(kelemahan satu sisi tubuh, penurunan reflex tondon dalam, bicara

yang tidak jelas dan melantur).

3. Perdarahan intraserebral

Merupakan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak.

Perdarahan intraserebral pada trauma terjadi akibat trauma tumpul atau

trauma tembus pada kepala. Disisi lain, pembedahan tidak banyak

menolong,. Tanda dan gejala tergantung lokasi kerusakan dan beratnya

cedera. Gejala yang muncul mirip dengan gejala pada stroke.

F. Perdarahan Intrathorak

Tauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding

thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Trauma thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan

kelainan pada organ-organ didalam toraks.

Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura.

Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim

paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011).

G. ETIOLOGI

Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti

luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar,

atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat

menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh

darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010)

penyebab hematothoraks antara lain :

1. Penetrasi pada dada

2. Trauma tumpul pada dada

3. Laserasi jaringan paru

4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal

5. Laserasi arteri mammaria interna

H. KLASIFIKASI

7

Page 8: LP Internal Bleeding Tity

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi

dalam 3 golongan, yaitu:

1. Hematothoraks ringan

Jumlah darah kurang dari 400 cc

Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto

thoraks

Perkusi pekak sampai iga IX

2. Hematothoraks sedang

Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc

15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks

Perkusi pekak sampai iga VI

3. Hematothoraks berat

Jumlah darah lebih dari 2000 cc

35% tertutup bayangan pada foto thoraks

Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 2 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

I. MANIFESTASI KLINIK

Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka

yang berdarah di dinding dada. Secara klinis pasien

menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis,

takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan

Page 9: LP Internal Bleeding Tity

darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan

curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik

namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien

dengan hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien

akan menunjukan symptom, diantaranya:

Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada

Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral

dingin

- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   TD ↓

- Kehilangan banyak darah   vasokonstriksi perifer  pewarnaan kulit

oleh darah berkurang

Tachycardia

- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   hipoksia   

kompensasi tubuh  takikardia

Dyspnea

- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura   

pengembangan paru terhambat  pertukaran udara tidak adekuat   

sesak napas.

- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura  pengembangan

paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat   kompensasi tubuh

takipneu dan peningkatan usaha bernapas  sesak napas.

Hypoxemia

- Hemotoraks  paru sulit mengembang  kerja paru terganggu

kadar O2 dalam darah ↓

Takipneu

- Akumulasi darah pada pleura   hambatan pernapasan   reaksi tubuh

meningkatkan usaha napas   takipneu.

- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   hipoksia   

kompensasi tubuh  takipneu.

Anemia

9

Page 10: LP Internal Bleeding Tity

Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.

- Akumulasi darah yang banyak   menekan struktur sekitar

mendorong trakea ke arah kontralateral.

Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).

Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena

- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan

masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura   

pertukaran udara tidak berjalan baik  suara napas berkurang atau

hilang.

Dullness pada perkusi (perkusi pekak)

- Akumulasi darah pada rongga pleura   suara pekak saat diperkusi

(Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).

Adanya krepitasi saat palpasi.

J. PATOFISIOLOGI

Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara

pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma

tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya

membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus

paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga

pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.

mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,

sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa

terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang

terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua

gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.

Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2

area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik

ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.

Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan

dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada

Page 11: LP Internal Bleeding Tity

seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik

yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan

menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan

tekanan darah).

Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang

buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000

mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau

lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari

kehilangan darah.

Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat

menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan

ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka

pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan

pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.

Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu

tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,

tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.

Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana

hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang

sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut

tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea

sering menjadi keluhan utama.

Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-

paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa

derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam

beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan

enzim pleura dimulai.

Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein

cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura.

Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara

ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke

11

Page 12: LP Internal Bleeding Tity

dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa

gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.

Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari

hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari

kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak

ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan

sepsis.

Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax

yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.

Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah

dari berkembang sepenuhnya.

Hemotoraks traumatik

trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan

darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.

Gambar 3. Skema Patofisiologi Trauma Toraks

Page 13: LP Internal Bleeding Tity

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar X dada

Menunjukkan akumulasi cairan pada

area pleura

Dapat menunjukkan penyimpangan

struktur mediastinal (jantung)

2. GDA

Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,

gangguan mekanik pernapasan, dan kemampuan

mengkompensasi

PaCO2 mungkin normal atau menurun

Saturasi oksigen biasanya menurun

3. Torasentesis

Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)

4. Full blood count

Hb menurun

Hematokrit menurun

L. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien,

menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan

udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemothoraks

adalah:

1. Resusitasi cairan

Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian

volume darah yang dilakukan bersamaan dengan

dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan

kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian

pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya.

Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam

penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan

dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD)

13

Page 14: LP Internal Bleeding Tity

2. Pemasangan chest tube

Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar

darah pada toraks dapat cepat keluar sehingga tidak

membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup

banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di

terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube

tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,

mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam

rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor

kehilangan darah selanjutnya.

WSD adalah suatu sistem drainase yang

menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk

mempertahankan tekanan negatif intrapleural.

M.Diagnosa Keperawatan Trauma

Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) :

1. Ketidakefektifan pola napas

2. Defisit volume cairan

3. Penurunan curah jantung

4. Nyeri akut

5. Gangguan mobilitas fisik

N. Manajemen ABC

1. Airway

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan

teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat

dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya

jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

Page 15: LP Internal Bleeding Tity

2. Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan

menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik

untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan

pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat

tidaknya pernapasan)

3. Sirkulasi

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-

sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak

ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio

kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali

kompresi dada dan 2 kali bantuan napas)

15

Page 16: LP Internal Bleeding Tity

O. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011)

No. Diagnosa NOC NIC Rasional

1. Ketidakefektifan

pola nafas

berhubungan dengan

Deformitas dinding

dada, nyeri,

gangguan

muskuloskeletal

Batasan

karakteritik

- Perubahan

kedalaman

pernapasan

- Dispneu

- Penurunan

kapasitas vital

- Pernapasan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x 24

jam diharapkan pola nafas

pasien efektif.

NOC

- Respiratory status:

ventilation

- respiratory status:

airway patency

- vital sign status

Kriteria hasil:

- Menunjukkan jalan nafas

yang paten (irama nafas,

frekuensi pernafasan

dalam rentang normal,

Airway management

1. Monitor respiratory rate,

kedalaman, kenyamanan

bernapas.

2. Tentukan jika penyebab,

apakah fisiologis atau

psikologis.

3. Baringkan pasien dalam

posisi yang nyaman, dalam

posisi duduk, dengan kepala

1. Ketika respiratory rate

meningkat lebih 30x/mnt,

dilanjutkan dengan

pengukuran fisiologis lain,

studi menunjukkan bahwa

perubahan fisiologis signifikan

terjadi

2. Studi menunjukkan penyebab

dispneu psikologis

berhubungan dengan

kecemasan, sedangkan dispneu

fisiologis berhubungan dengan

batuk, sputum, dan palpitasi

3. Penelitian menunjukkan duduk

tegak menghasilkan volume

tidal dan menit ventilasi lebih

tinggi daripada posisi duduk

Page 17: LP Internal Bleeding Tity

cuping hidung

- Penggunaan otot

aksesorius untuk

bernafas

- Takipnea

- Penurunan

tekanan ekspirasi

- Penurunan

tekanan inspirasi

tidak ada suara nafas

abnormal).

- Tanda-tanda vital dalam

rentang normal (tekanan

darah, nadi, pernafasan).

tempat tidur ditinggikan 60-

90 derajat.

4. Catat penggunaan otot nafas

tambahan yang digunakan,

retraksi, konfusi, atau

letargy.

5. Auskultasi suara napas,

catat penurunan dan

hilangnya suara nafas,

crackles atau wheezing

Kolaborasi

6. Monitor saturasi oksigen

secara berkesinambungan

dengan menggunakan pulse

oximetry.

7. Berikan oksigen sesuai

resep.

dengan kepala tempat tidur

<45%

4. Ada gejala yang menjadi

signal meningkatnya kesulitan

bernafas dan hipoksia

5. Suara nafas abnormal dapat

mengindikasikan patologi

respiratori yang berhubungan

dengan perubahan pola nafas

6. Saturasi oksigen kurang dari

90% mengindikasikan masalah

oksigenasi yang signifikan.

7. Pemberian oksigen dapat

mengatasi hipoksia

8. Mengawasi kemajuan

17

Page 18: LP Internal Bleeding Tity

8. Kaji seri foto thorak

9. Awasi GDA dan nadi

oksimetri, kaji

kapasitas

vital/pengukuran

volume tidal.

perbaikan

hemothorak/pneumotho

rak dan ekspansi paru.

Mengidentifikasi posisi

selang endotracheal

mempengaruhi inflasi

paru

9. Mengkaji status

pertukaran gas dan

ventilasi.

2. Penurunan

curah jantung

berhubungan

dengan

Perubahan

kontraktilitas,

perubahan

Setelah dilakukan

intervensi selama 1 x

24 jam penurunan

curah jatung teratasi

Tanda-tanda vital

dalam rentang

normal

1. Catat adanya tanda

dan gejala penurunan

curah jantung

2. Monitor status

pernapasan

1. Mengetahui status

kesehatan klien

sehingga dapat

menentukan intervensi

yang tepat

2. Status pernapasan yang

menandakan gagal

Page 19: LP Internal Bleeding Tity

afterload,

perubahan

irama.

Batasan

Karakteristik :

Perubahan

irama jantung

: Takikardi

Perubahan

Afterload :

kulit lembab,

penurunan

nadi perifer,

penurunan

resistensi

vaskular paru,

Tidak ada distensi

vena leher

AGD dalam batas

normal 3. Monitor balance

cairan

4. Atur periode latihan

dan istirahat untuk

menghindari

kelelahan

5. Monitor adanya

dyspnea dan takipnea

6. Monitor tekanan

darah, nadi, suhu, dan

jantung dapat

ditemukan secara dini

sehigga dapat dilakukan

intervensi dengan cepat

3. Volume cairan tubuh

yang kurang dapat

menyebabkan

penurunan curah

jantung

4. Aktivitas yang berlebih

dapat meningkatkan

kerja jantung

5. Dyspnea dan takipnea

mungkin terjadi karena

kurangnya oksigen yang

dibawa oleh darah

akibat penurunan curah

19

Page 20: LP Internal Bleeding Tity

dispnea.

Perubahan

kontraktilitas :

batuk,

dispnea

paroksismal

nokturnal

Perilaku :

Gelisah

RR

7.Monitor jumlah, bunyi,

dan irama jantung

8.Kaji kulit terhadap

pucat dan sianosis.

9.Tinggikan kaki,

hindari tekanan pada

bawah lutut.

jantung

6. Mengetahui

perkembangan kondisi

klien setelah dilakukan

intervesi

7. Jumlah, bunyi, dan

irama jantung

menunjukkan kerja

jantung dalam

memompa darah

8. Pucat menunjukkan

menurunnya perfusi

perifer sekunder

terhadap tidak

adekuatnya curah

jantung, vasokontriksi,

dan anemia. Sianosis

dapat terjadi sebagai

Page 21: LP Internal Bleeding Tity

10. Berikan oksigen

tambahan dengan

nasal kanula atau

masker sesuai

indikasi.

refraktori GJK.

9. Menurunkan stasis vena

dan dapat menurunkan

insiden thrombus atau

pembentukan embolus.

10. Meningkatkan

sediaan oksigen untuk

kebutuhan miokard

untuk melawan efek

hypoxia atau iskemia.

3. Nyeri akut

berhubungan

dengan agen

injury.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x 60 menit

pasien menunjukkan

penurunan nyeri,

Managemen Nyeri

1. Lakukan pengkajian

nyeri secara

komprehensif

termasuk lokasi,

1. Langkah pertama dalam

pengkajian nyeri untuk

menentukan jika klien

tidak dapat

21

Page 22: LP Internal Bleeding Tity

Batasan

Karakteristik:

Perubahan

selera makan

Perubahan

frekuensi

pernapasana,

jantung

Laporan

isyarat

Mengekspresi

kan perilaku

Melaporkan

nyeri secara

verbal

dibuktikan dengan

kriteria hasil:

- Tanda vital dalam

rentang normal

- Tidak mengalami

gangguan tidur dan

tampak tenang

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas

dan symbol

presipitasi

2. Observasi reaksi

nonverbal dari

ketidaknyamanan

3. Kontrol lingkungan

yang dapat

mempengaruhi nyeri

seperti suhu

ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

mendiskripsikan

nyerinya sendiri.

Tanyakan kepada klien

tentang intensitas

nyerinya kemudian

memilih symbol yang

sesuai dengan tingkatan

nyerinya.

2. Reaksi nonverbal dari

pasien seringkali

mengungkapkan nyeri

yang tidak bias

disampaikan secara

langsung.

3. Lingkungan yang tidak

kondusif juga

merupakan faktor yang

memperparah rasa nyeri

Page 23: LP Internal Bleeding Tity

4. Tingkatkan istirahat

5. Monitor vital sign

sebelum dan

sesudah pemberian

analgesik pertama

kali

6. Kolaborasi: Berikan

analgetik untuk

mengurangi nyeri

yang dirasakan .

4. Dengan beristirahat

perasaan nyeri yang

dialami pasien akan

lebih bias diminimalkan.

5. Dengan memonitor vital

sign sebelum dan

sesudah pemberian

analgesik dapat

diketahui seberapa

efektif analgesik bisa

mengurangi rasa nyeri

pasien. Karena nyeri

yang meningkat

dicerminkan oleh

perubahan vital sign di

luar batas normal.

6. Penatalaksanaan secara

23

Page 24: LP Internal Bleeding Tity

medis

4. Kekurangan

volume cairan

berhubungan

dengan

kehilangan

cairan secara

aktif.

Batasan

karakteristik:

Penurunan

status mental

Penurunan

tekanan dan

frekuensi

nadi

Penurunan

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

2x24 jam diharapkan

volume cairan klien

kembali seimbang.

- Keseimbangan

cairan

- Hidrasi

- Status nutrisi:

intake makanan dan

minuman

Kriteria Hasil:

- Tekanan darah,

nadi, suhu tubuh

dalam batas

normal.

- Tidak ada tanda-

Managemen Cairan

1. Kaji BB, penyakit yang

mendasari, dan

prosedur bedah yang

dijalani.

2. Monitor tanda

kehilangan cairan

pada pasien.

3. Monitor cairan yang

masuk dan keluar.

4. Berikan caiaran sesuai

kebutuhan dan yang

diprograrmkan

1. Informasi disediakan

untuk menjelaskan

penggantian cairan.

2. Memperlihatkan tingkat

kehilangan cairan pada

klien.

3. Untuk mengetahui

keseimbangan cairan

tubuh

4. Mencegah terjadinya

dehidrasi

Page 25: LP Internal Bleeding Tity

turgor kulit

Membran

mukosa

kering

Peningkatan

hematokrit

Peningkatan

suhu tubuh

Penurunan

berat badan

tanda dehidrasi,

elastisitas turgor

kulit baik,

membrane mukosa

lembab, tidak ada

ras haus yang

berlebihan.

25

Page 26: LP Internal Bleeding Tity

DAFTAR PUSTAKA

Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses

Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung

Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi

dan Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual:

Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3th

Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company

Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1,

EGC, Jakarta

Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik,

Edisi VI Vol.1. Jakarta: EGC

Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammdiyah Yogyakarta.

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=HEMATOTHORAX

Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes

Cape Peninsula University of Technology Faculty of Health &

Wellness Science. Paper 25.

http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25

Mancini. . 2011. Hemothoraks.

http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview

Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis

& NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction

Publishing, 2013.

Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.

Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.