LP Halusinasi
description
Transcript of LP Halusinasi
STASE KEPERAWATAN JIWA KLINIK
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA
Ny.T DI RUANG SEMBODRO RSJ GHRASIA YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH :
ANDI HARTONO
3215001
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VIII
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2015
Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta
Telp (0274) 434200
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Andi Hartono 3215001
Telah disetujui pada
Hari :
Tangggal :
Pembimbing Klinik Mahasiswa
(Ayunita P, S.ST) (Andi Hartono,.S.Kep)
Pembimbing Akademik Perceptor
(Rizqi Wahyu H, S.Kep,.Ns) (Hajar Rohmadi, S.Kep,.Ns)
2
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin,
2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health
Nursing, 1987).
B. Jenis- Jenis Halusinasi
Menurut Depkes (1983) halusinasi dapat terjadi pada seseorang dengan
gangguan otak (kerusakan otak, keracunan zat halusinogenik) atau gangguan
jiwa (psikosis atau histeria). Halusinasi yang sering didapatkan adalah :
a. Halusinasi dengar (akustik, auditirik). Individu itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek , menertawakan atau mengancam padahal tidak
ada suara disekitarnya.
3
b. Halusinasi lihat (visual),. Individu melihat pemandangan orang binatang
atau sesuatu yang tidak ada
c. Halusinasi bau/ hirup (olfaktori) halusinasi ini jarang didapatkan. Individu
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bungam bau
kemenyan, bau mayat yang tidak ada sumbernya.
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau/ hirup. Individu itu merasa (mengecap) suatu rasa dimulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinestetik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaan ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi haptik..
Sedangkan Stuart dan Sunden (1998) membagi jenis halusinasi seperti yang
tertulis dibawah ini :
a. Pendengaran/ auditori
Karakteristik, mendengar suara, paling sering suara oramg.suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
pasien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang
orang yang sedang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat
didengar yaitu pasien mendengar suara orang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu, kadang-kadang melakukan hal-hal yang berbahaya.
Perilaku pasien yang teramati, melirikkan mata kekiri dan ke kanan
seperti mencari apa atau siapa yang sedang berbicara, mendengarkan dengan
penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau kepada
benda mati seperti mebel,terlibat percakapan dengan benda mati atau
seseorang yang sedang tidak tampak, mengerak-gerakkan mulut seperti
sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b. Penglihatan/ visual
Karakteristik, stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambar geometrik, gambar karton, dan/ atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster
4
Perilaku pasien yang teramati, tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan
atau ditakuti oleh orang lain, benda lain atau stimulus yang tidak terlihat,
tiba-tiba berlari keruangan lain.
c. Penghidu/ olfaktori
Karakteristik, bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti
darah,urin, atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Halusinasi
penghidu khususnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
demensia.
Perilaku yang teramati, hidung yang dikerutkan seperti menghidu bau
yang sedang tidak enak, menghidu bau tubuh, menghidu bau udara ketika
sedang berjalan kearah orang lain, berespon terhadap bau dengan panik,
seperti menghidu bau api atau darah, melempar selimut atau menuang air
pada orang lain seakan sedang memadamkan api.
d. Pengecap/ gustatory
Karakteristik, merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan
seperti rasa darah,urin, atau feses.
Perilaku yang teramati, meludahkan makanan atau minuman,menolak
untuk makan, minum, atau minum obat,tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Peraba/ taktik
Karakteristik, mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat,merasakan sensasi listrik datang dari tanah,benda mati atau
orang lain.
Perilaku yang teramati,menampar diri sendiri seakan sedang
memadamkan api, melompat-lompat dilantai seperti menghindari nyeri atau
stimulus lain pada kaki.
f. Senestetik
Karakteristik, merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
venadan arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urin.
Perilaku yang teramati, memverbalisasi dan/ atau obsesi terhadap proses
tubuh, menolak untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan bagian tubuh
pasienyang diyakini klien tidak berfungsi.
5
C. Rentang respon halusinasi
Gejala psikosis menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak kognisi,
persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi yang juga saling berhubungan.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran
Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
Dengan pengalaman atau kurang Perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau tidak biasa Isolasi sosial
Berhubungan social Menarik diri
Gb 1. Rentang respons neurobiologis (Stuart & Sudden, 1998)
D. Faktor Predisposisi
Terjadinya gangguan orientasi realitas dipengaruhi oleh multi faktor baik
internal maupun eksternal yang terdiri dari :
1) Faktor perkembangan
Hambatan dalam perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor dimasyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau
kesepian, yang selnjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.
6
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan kecemasan berat yang berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan.
4) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realita. Dapat ditemukan atropi otak, pembesaran ventrikel perubahan besar
dalam bentuk sel kortikal dan limbik.
5) Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada pasien skizofrenia.
Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang anggota keluarga
nya ada yang menderita skizofrenia, dan akan lebih tinggi jika kedua orang
tua menderita skizofrenia.
E. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat besumber dari internal maupun eksternal, yang terdiri
dari :
1) Faktor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau diasingkan dari
kelompok.
2) Faktor biokimia
Berbagaipenelitian tentang dopamine . norepineprine, andolamin, zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkaembangnya
gangguan orientasi realitas.Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
7
Harga diri rendah
Sindrom defisitPerawatan diri :
Mandi / kebersihanBerpakaian / berhias
Resiko tinggi kekerasan
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan : proses pikir, efektif, persepsi, motorik, dan
sosial.
F. Pohon Masalah Halusinasi
Gambar pohon masalah berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran. Jika pernyataan pada pohon masalah diangkat
menjadi permasalahan dalam diagnosa keperawatan, maka seluruh pernyataan
dituliskan (Keliat,1998).
Pohon Masalah Halusinasi:Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
Akibat
Masalah utama
Penyebab
G. Fase- Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam empat
fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
8
Perubahan sensori-Perseptual: halusinasi
pengelihatanMasalah utama
Kerusakan interaksi
sosial :
menarik diri
Intoleransi aktivitas
Faktor pesdiposisi Faktor prespitasi
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya (dikutip dari
diktat Pelatiahan Nasional Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Dan
Komunikasi Terapeutik Kepera-watan).
Tabel 1.Fase-fase Halusinasi menurut Stuart ( 2007) antara lain yaitu:
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I : Comforting Ansietas Sedang Halusinasi menyenangkan
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Nonpsikotik
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai Menggerakakan bibir tanpa suara Pergerakan mata yang cepatRespon verbal yang lambat jika sedang asyikDiam dan asyik sendiri.
Fase II : CondemingAnsietas beratHalusinasi menjijikan
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Psikotik ringan
Meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.Rentang perhatian menyempit Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita
Fase III : ControlingAnsietas berat Pengalaman sensori menjadi biasa
Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusunasi tersebut. Isi dari halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhentiPsikotik
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikutiKesuksesan berhubungan dengan orang lainRentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.Ada tanda-tanda fisik ansietas berat: berkeringat, tremor,tidak mampu mematuhi perintah.
Fase IV : ConqueringPanikUmumnya menjadi
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari
Perilaku teror akibat panikPotensi kuat suicide atau homicideAktivitas fisik merefleksikan
9
melebur menjadi dalam halusinasinya
beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terpeutik.Psikotik Berat.
isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,agitasi, menarik diri atau katatoniaTidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek.Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
H. Tanda dan Gejala Halusinasi
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapattkan
duduk terpaku dengan pandangan mata arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau merangsang orang lain , gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya yaitu apa yang dilihat, didengar, atau
dirasakan (Depkes, 2005).
I. Akibat Yang Ditimbulkan
Pasien mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai atau
membahayakan diri dan orang lain serta lingkungan.
J. Proses terjadinya halusinasi
Sering beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah keutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan
dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orangyang
dicintai, tidak dapat mengendalikan dapat merupakan penyebab terjadinya
halusinasi. Ancaman terhadap harga diri dan keutuhan keluarga meningkatkan
kecemasan, kemampuan untuk kemisahkan dan mengatur persepsi, mengenal
perbedaan antar apa yang dipikirkan dengan perasaan diri menurun, sehingga
segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak efektif lagi. Hal
ini mengakibatkan lebih sukar lagi membedakan mana rangsangan yang berasal
dari pikirannya sendiri dan mana yang dari lingkungannya (Depkes,1983).
10
K. Penatalaksanaan Medis Halusinasi
Obat-obatan yang sering digunakan dalam penanganan gangguan jiwa menurut
Rasmun (2005) antara lain:
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi :
Untuk sidrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diari terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi,gangguan perasaan dan perilaku yang aneh dan tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Meknisme kerja
Memblokade dopamin pada reseptor pasca sinap diotak khususnya system
ekstra piramidal.
Efek samping:
1. Sedasi
2. Gangguan otonomi
(hipotensi,antikolinergik/parasimpatik,mulut kering,kesulitan dalam
miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung).
3. Gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindroma Parkinsontremor, bradikinesia rigiditas)
4. Gangguan endokrin (amenorrhea, ginekomastia).
5. Metabolik (jaundice).
6. Hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka panjang.
Kontra indikasi:
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS
depresan.
b. Haloperidol (HP)
Indikasi:
11
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja:
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada reseptor paska
sinaptik neuron diotak khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramidal.
Efek sampig:
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler mneninggi, gangguan
irama jatung)
kontra indikasi:
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
c. Trihexyphenidil (THP)
Indikasi:
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya rserpina dan fenotiazine.
Mekanisme kerja:
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresan trisiklik dan anti kolinergik
lainnya.
Efek samping:
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardi. Dilatasi, ginjal, retensi urin.
Kontra indikasi:
Hipersensitifitas terhadap trihexyphenidyl, glaucoma sudut sempit,psikosis
berat, psikoneurosis, hipertropi prostate, dan obstruksi saluran cerna.
Sedangkan Ingram (1993) menambahkan Trifluoperazin (stelazine)
dimana indikasi sama dengan chlorpromazine namun lebih kuat dan kurang
sedative. Efek samping pada dosis rekomendasi atau pada dosis yang lebih
tinggi, sering ada gejala ekstra piramidalis dan perlu diterapi.
12
L. Diagnosis Keperawatan Halusinasi
Menurut Maslim (2005)
a. Penentuannya mengikuti diagnosis multiaksial yang terdiri
dari lima aksis
Aksis I : Gangguan klinis
Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
Aksis II : Gangguan kepribadian
Retardasi mental
Aksis III : Kondisi medik umum
Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan
Aksis V : Penilaian fungsi secara global
Keterangan :
1. Antara aksis I, II, III tidak selalu harus
ada hubungan etiologi atau patogenesis.
2. Hubungan antara aksis I, II,III,dan
aksis IVdapat timbal balik dan saling mempengaruhi.
b. Tujuan dari diagnosis multiaksial:
1. Mencakup informasi yang
komprehensif ( gangguan jiwa kondisi medik umum, masalah psikososial
dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu
dalam :
a) Perencanaan terapi.
b) Meramalkan outcome atau prognosis.
2. Format yang mudah dan sistematik,
sehingga dapat membantu dalam :
a) Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis.
b) Menangkap kompleksitas situasi klinis.
c) Menggambarkan heterogenitas individual
dengan diagnosis klinis yang sama.
13
d) Memacu penggunan model biopsikososial
dalam klinis, pendidikan dan penelitian.
M. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Halusunasi
1. Pengertian
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu
perawat dalam melakukan praktik keperawatan., menyelesaikan masalah
keperawatan klien dan atau mmenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis
sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya proses keperawatan merupakan
salah satu teknik penyelesaian masalah/problem solving (Keliat, 1998).
Proses keperawatan bukan hanya sekedar pendekatan sistematik dan
terorganisir melalui enam langkah dalam mengenali masalah-masalah klien,
namun merupakan suatu metode pemecahan masalah (problem solving) baik
secara episodik maupun linier sehingga masalah dapat teridentifikasi dengan
baik dan tepat dengan cara pengkajian, kemudian dapat dirumuskan diagnosa
keperawatannya, dan cara pemecahan masalah, oleh karena itu proses
keperawatannya selalu diikuti dengan pemecahan masalah (Fortinash dalam
Nurjanah, 2004).
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa
merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak
dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik, memperlihatkan
gejala yang berbeda dan memperoleh muncul oleh berbagai penyebab. Kejadian
masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala
yang berbeda. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat
menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dari
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah
juga bervariasi (Keliat,1998)
14
2. Tahapan dalam proses keperawatan
Menurut Keliat (1998) tahap dari proses keperawatan meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula
berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor,
sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan
Sundeen), cara ini yang akan dicapai pada uraian berikut, cara pengkajian
lain berfokus pada 5 (lima) dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial,
dan spiritual.
Dalam diktat Pelatihan Nasional Asuhan Keperawatan Profesional jiwa
dan Komunikasi Terapeutik Keperawatan (2002) data pengkajian meliputi :
1) Faktor predisposisi
Terjadinya gangguan orientasi realitas dipengaruhi oleh multi faktor baik
internal maupun eksternal yang terdiri dari :
a) Faktor perkembangan
Hambatan dalam perkembangan akan menggangu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang
dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan
perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
b) Faktor sosisl budaya
15
Berbagai faktor dimasyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan kecemasan berat yang
berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realita. Dapat ditemukan atropi otak, pembesaran ventrikel
perubahan besar dalam bentuk sel kortikal dan limbik.
e) Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang
anggota keluarga nya ada yang menderita skizofrenia, dan akan lebih
tinggi jika kedua orang tua menderita skizofrenia.
2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat besumber dari internal maupun eksternal, yang
terdiri dari :
a) Faktor sosial budaya.
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau
diasingkan dari kelompok.
b) Faktor biokimia.
Berbagaipenelitian tentang dopamine . norepineprine, andolamin,
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas.
c) Faktor psikologis.
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
16
berkaembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan : proses pikir, efektif, persepsi,
motorik, dan sosial.
3) Sumber- sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pema-haman terhadap
gangguan otak terhadap perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal
intelegensia atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping
karena mereka biasa-nya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang
cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberi-
kan dukungan secara berkesinambungan.
4) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologist
termasuk :
a) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit
energi yang tertinggal untuk aktivitas hidup sehari-hari.
b) Proyeksi sebgai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi dan
c) Menarik diri: tidak mempercayai orang lain dan asik
dengan stimulus internal.
b. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan
halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi pendengaran.
17
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan isolasi sosial.
c. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain, dan
lingkungan berhubungan
dengan halusinasi
pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi
perilaku kekerasan
yang diarahkan
kepada diri sendiri,
orang lain dan
lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat
membina hubungan
saling percaya
KH : Ekspresi wajah
bersahabat, klien
nampak tenang, mau
berjabat tangan,
membalas salam,
mau duduk dekat
perawat.
TUK 2:
Klien dapat
mengenal
1.1 Bina hubungan
saling percaya
dengan klien dengan
menggunakan/
komunikasi
terapeutik yaitu sapa
klien dengan ramah,
baik secara verbal
maupun non verbal,
perkenalkan nama
perawat, tanyakan
nama lengkap klien
dan panggilan yang
disukai, jelaskan
tujuan pertemuan,
jujur dan menepati
janji, bersikap
empati dan
menerima klien apa
adanya.
1.2 Dorong klien
mengungkapkan
- Hubungan saling
percaya sebagai
dasar interaksi
perawat dan klien.
- Mengetahui
masalah yang
dialami oleh klien.
- Agar klien merasa
diperhatikan.
- Menghindari waktu
kosong yang dapat
menyebabkan
timbulnya
halusinasi.
- Halusinasi harus
kenal terlebih
dahulu agar
intervensi efektif
- Meningkatkan
realita klien dan
rasa percaya klien.
- Peran serta aktif
18
halusinasinya.
KH : klien dpat
menyebutkan waktu,
timbulnya
halusinasi,
mengidentifikasi
kapan frekuensi
situasu saat terjadi
halusinasi, dan
mengungkapkan
perasaanya saat
muncul halusinasi
TUK 3:
Klien dapat
mengontrol
halusinasi.
KH : Klien dapat
menyebutkan
tindakan yang dapat
dilakukan apabila
halusinasinya
timbul, klien dapat
menunjukkan cara
baru untuk
mengontrol
halusinasi
TUK 4:
Klien mendapat
sistem pendukung
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya. KH :
perasaannya.
1.3 Dengarkan
klien dengan penuh
perhatian dan
empati.
2.1 Adakan kontak
sering dan singkat.
2.2 Observasi segala
perilaku klien
verbal dan non
verbal yang
berhubungan
dengan halusinasi.
2.3 Terima halusinasi
klien sebagai hal
yang nyata bagi
klien, tapi tidak
nyata bagi perawat.
2.4 Diskusikan dengan
klien situasi yang
menimbulkan dan
tidak menimbulkan
situasi.
2.5 Diskusikan dengan
klien faktor
predisposisi
terjadinya
halusinasi.
1.1 Diskusikan dengan
klien tentang
tindakan yang
dilakukan bila
klien membantu
dalam melakukan
intervensi
keperawatan.
- Dengan
diketahuinya faktor
predisposisi
membantu dalam
mengontrol
halusinasi.
- Mengetahui
tindakan yang
dilakukan dalam
mengontrol
halusinasinya.
- Meningkatkan
pengetahuan klien
tentang cara
memutuskan
halusinasi.
- hasil diskusi sebagai
bukti dari perhatian
klien atas apa yg
dijelaskan.
- Meningkatkan harga
diri klien.
- Meningkatkan
pengetahuan klien
tentang fungsi obat
yang diminum agar
klien mau minum
obat secara teratur.
19
Klien mendapat
sistem pendukung
keluarga
TUK 5:
Klien dapat
memanfaatkan obat
dalam mengontrol
halusinanya.
KH : Keluarga dapat
membina hubungan
saling percaya
dengan perawat,
halusinasinya
timbul.
1.2 Berikan
reinforcement
positif atas
keberhasilan klien
menyebutkan
kembali cara
memutuskan
halusinasinya.
1.3 Diskusikan dengan
klien tentang cara
memutuskan
halusinasinya.
1.4 Dorong klien
menyebutkan
kembali cara
memutuskan
halusinasi.
1.5 Berikan
reinforcement
positif atas
keberhasilan klien
menyebutkan
kembali cara
memutuskan
halusinasinya.
1.1 Kaji kemampuan
keluarga tentang
tindakan yg
dilakukan dalam
merawat klien bila
- Mengetahui
tindakan yang
dilakukan oleh
keluarga dalam
merawat klien.
- Meningkatkan
pengetahuan
keluarga tentang
cara merawat klien.
20
halusinasinya
timbul.
1.2 Diskusikan juga
dengan keluarga
tentang cara
merawat klien yaitu
jangan biarkan
klien menyendiri,
selalu berinteraksi
dengan klien,
anjurkan kepada
klien untuk rajin
minum obat, setelah
pulang kontrol 1 x
dalam sebulan.
1.3 Diskusikan juga
dengan keluarga
tentang cara
merawat klien yaitu
jangan biarkan
klien menyendiri,
selalu berinteraksi
dengan klien,
anjurkan kepada
klien untuk rajin
minum obat, setelah
pulang kontrol 1 x
dalam sebulan
5.1 Diskusikan dengan
klien tentang obat
untuk mengontrol
halusinasinya.
21
Perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum:Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.Tujuan khusus:TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya. Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.TUK 2:Klien dapat mengenal penyebab menarik diri. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.TUK 3:Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain. Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.TUK 4:Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Klien dapat
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
2.1 Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
2.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan
- Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
- Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
- Agar klien merasa diperhatikan.
- Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
- Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya.
- Meningkatkan harga diri klien.
- Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
- Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
- Meningkatkan harga diri klien.
- Mencegah timbulnya halusinasi.
- Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan
22
menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.TUK 5 :Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.TUK 6:Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga. Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
penyebab menarik diri.
1.1 Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain
1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
5.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.3 Berikan reinforcement positif atas
dengan orang lain.- Meningkatkan harga
diri klien.- Untuk mengetahui
perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
- Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
- Meningkatkan harga diri klien.
- Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
- Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
- Agar klien merasa diperhatikan.
23
kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
6.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu).
Isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum:Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.2). Tujuan khusus:TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya. Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.TUK 2 :Klien dapat
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan
- Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
- Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
- Agar klien merasa diperhatikan.
- Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
- Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
- Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
24
mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki. Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.TUK 3:Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya. Klien dapat mengevaluasi dirinya.TUK 4:Klien dapat membuat rencana yang realistis. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.TUK 5:Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga. Keluarga memberi dukungan dan ujian.
menerima klien apa adanya.
1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
2.1 Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
2.2 Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.
3.1 Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
3.2 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
3.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya
3.4 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
4.1 Bantu klien merumuskan tujuan
- Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
- Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
- Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.
- Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.
- Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.
- Meningkatkan harga diri.
- Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
- Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
25
yang ingin di capai.Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
4.2 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
4.3 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.
5.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah.
5.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
5.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
Tujuan umum:Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.2). Tujuan khusus:TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya. Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan
- Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
- Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
- Agar klien merasa diperhatikan.
- Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
- Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
26
mau duduk dekat perawat.Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.TUK 3:Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.TUK 4:Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Klien selalu rapi dan bersih.TUK 5:Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
2.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
2.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
2.4 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman
- Meningkatkan harga diri klien.
- Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
- Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
- Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
- Memberikan kesegaran.
- Meningkatkan harga diri sendiri.
- Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien.
- Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien.
27
2.5 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
2.6 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri.
3.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
3.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
3.3 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
3.4 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
3.5 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Tim MPKP Keperawatan Jiwa RS. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, 2006,
Pelatihan Nasional Asuhan Keperawatan Profesional jiwa dan komunikasi
Terapeutik Keperawatan, Program Studi Ilmu Keperawatan, FKUI.
Brawijaya, Malang.
Komite Medik RS. Grhasia Propinsi DIY. 2005. Buku Standar Pelayanan Medik.
Yogyakarta.
Maramis, W.F., 1995, Catatan Umum Kedokteran Jiwa, Airlangga university Press,
Surabaya
Maslim, R., 2002, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ III,
Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Depkes RI, Jakarta.
Nurjannah, I, 2008, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa : Manajemen
Proses Keperawatan Dan Hubungan Terapeutik Perawat- Klien. Cetakan
Pertama, Penerbit Mocomedia, Yogyakarta.
Nursalam, 2008, Proses Keperawatan Konsep dan Praktik. Ed 1, Salemba Medika,
Jakarta
Rasmun, 2005, Keperawatan Kesehatah Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga, Ed.1, Fajar Interpratama, Jakarta.
Stuart,G.W. and Sundeen., 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Ed.III, EGC,
Jakarta.
29
30