Lp Fraktur Cruris

26
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CRURIS untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgikal di Ruang 19 Oleh: Isa Ariyanti 105070200131005 PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

description

Bedah

Transcript of Lp Fraktur Cruris

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CRURIS

untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgikal di Ruang 19

Oleh:

Isa Ariyanti105070200131005

PROGRAM PROFESI NERSJURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015Outline :1. Definisi2. Klasifikasi3. Etiologi4. Manifestasi Klinis5. Patofisiologi 6. Pemeriksaan Penunjang7. Penatalaksanaan8. Komplikasi9. Asuhan Keperawatan

DEFINISIFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges, 2002).Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008)KLASIFIKASI1. Berdasarkan garis fraktura. Fraktur komplitGaris patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulangb. Fraktur inkomplitGaris patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang Greenstick fracture: bila menegenai satu korteks dimana korteks tulangnya sebagian masih utuh juga periosteum akan segera sembuh dan segera mengalami remodeling kebentuk normal2. Fraktur menurut jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasia. Fraktur comminute: banyak fraktur/fragmen kecil tulang yang terlepasb. Fraktur segmental: bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan keadaan ini perlu terapi bedahc. Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.3. Fraktur menurut posisi fragmena. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang disebut juga dislokasi fragmen.4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luara. Fraktur terbuka (open fracture/compoun frakture)Fraktur terbuka karena integritas kulit robek/terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.Fraktur terbuka ini dibagi menjadi tiga berdasarkan tingkat keperahan: Derajat I: robekan kulit kurang dari 1 cm dengan kerusakan kulit/jaringan minimal. Derajat II: luka lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, fraktur merobek kulit dan otot. Derajat III: kerusakan/robekan lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan jaringan otot, saraf dan tendon, kontaminasi sangat besar dan harus segera diatasib. Fraktur tertutup (closed fracture/simple fracture)Frakture tidak kompkleks, integritas kulit masih utuh, tidak ada gambaran tulang yang keluar dari kulit.Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu : Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.5. Fraktur bentuk fragmen dan hubungan dengan mekanisme traumaa. Fraktur transversal (melintang), trauma langsungGaris fraktur tegak lurud, segmen tulang yang patah direposisi/direduksi kembali ketempat semula, segmen akan stabil dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.b. Fraktur oblique; trauma angulasiFraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.c. Fraktur spiral; trauma rotasiFraktur ini timbul akibat torsi pada ekstrimitas, menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.d. Fraktur kompresi; trauma axial flexi pada tulang spongiosaFraktur terjadi karena ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.e. Fraktur avulsi; taruma akibat tarikan (fraktur patela)Fraktur memisahkan suatu fragmen tulang tempat insersi tendon atau ligamen.6. Fraktur patologiTerjadi pada daerah yang menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya.

ETIOLOGI1. TraumaJika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. 2. Fraktur PatologisAdalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis.3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekananTulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.4. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.6. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran.

MANIFESTASI KLINIS1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.5. Echimosis : Ekstravasasi darah di dalam jaringan subkutan6. Tenderness7. Kehilangan sensasi (mati rasa, terjadi akibat rusaknya persarafan)8. Pergerakan abnormal9. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).

PATOFISIOLOGI

PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma2. Scan tulang ,tomograf, scan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak3. Anteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kratinin untuk klirens ginjal6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah , tranfusi multiple atau cidera hati.

PENATALAKSANAANMenurut Mansjoer (2002) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.1. Rekognisi (Pengenalan)Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.2. Reduksi (manipulasi reposisi)Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).3. Retensi (Immobilisasi)Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2002).Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).4. RehabilitasiMengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2002).Adapun tahap penyembuhan tulang, antara lain :1. Tahap pembentukan hematomDalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.2. Tahap proliferasiDalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.3. Tahap pembentukan kalusPertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus4. OsifikasiPembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

KOMPLIKASIKomplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain :1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.a. SyokSyok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.b. Sindrom Emboli LemakPada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.c. Sindroma KompartmentMerupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi dan cidera remuk).d. Kerusakan ArteriPecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

e. InfeksiSistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.f. Avaskuler NekrosisAvaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non union.a. MalunionMalunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.b. Delayed UnionDelayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.c. NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).

ASUHAN KEPERAWATANPengkajianPada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam meliputi :a. Riwayat Penyakit SekarangKaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.b. Riwayat Penyakit DahuluPada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.c. Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.d. Pola Kesehatan Fungsional1) Aktifitas/ IstirahatKeterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).2) Sirkulasia) Hipertensi ( kadang kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)b) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)c) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.d) Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.3) Neurosensoria) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme ototb) Kebas/ kesemutan (parestesia)c) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.d) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)4) Nyeri/ kenyamanana) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf.b) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)5) Keamanana) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warnab) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).6) Pola Hubungan dan PeranKlien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.7) Pola Persepsi dan Konsep DiriDampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.8) Pola Sensori dan KognitifDaya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.9) Pola Nilai dan KeyakinanKlien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.

Diagnosa Keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan / tahanan.4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau gibs pada ekstrimitas6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.Rencana Asuhan Keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi, stress, ansietas.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi dengan nyeri yang di alami.Kriteria Hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.Intervensi :a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.b. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala nyeri.c. Jelaskan pada klien penyebab nyeri.Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.d. Observasi tanda- tanda vital.Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien.e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.Kriteria Hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas normal atau dapat di toleransi.Intervensi :a. Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.c. Pantau peningkatan suhu tubuh.Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya proses peradangan.d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainya.f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.g. Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/ tahanan.Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal.Kriteria Hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan, mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat bantu 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan pengajaran 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.Intervensi :a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien.4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrolKriteria Hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi :a. Pantau tanda-tanda vitalRasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.b. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse, kateter, drainase luka, dll.Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.d. Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif): traksi atau gibs pada ekstrimitasTujuan : tidak terjadi defisit perawatan diriKriteria Hasil : tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut lembab, kulit utuhIntervensi :a. Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar. Merawat untuk kebutuhan dasar orang lain membantu mempertahanka harga diri.b. Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat menggunakannya secara tepat. Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik adalah sepesialis latihan yang membantu pasien dalam rehabilitasi mobilitas.6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuhKriteria Hasil : tanda-tanda mal nutrisi tidak adaIntervensi :a. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasienb. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama waktu makan Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.c. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering Rasional: untuk mengurangi rasa mual.d. Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi dan mual Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain yang dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet.e. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual.Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran 1. Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.Brunner and Suddarth. 2000.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC.Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 : Penerbit Buku Kedokteran : EGC.Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.Price S. A., at all. 2005. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Buku Kedokteran, EGC, Jakarta 2005.Price, Sylvia A. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Edisi 4. Jakarta: EGC.