Lp Fraktur

download Lp Fraktur

of 33

description

fraktur

Transcript of Lp Fraktur

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

I. KONSEP DASAR PENYAKITA. PengertianFraktur adalah diskontinuitas jaringan struktural pada tulang. (Sylvia Anderson Price). Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 2006 : 1183)Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)

B. EtiologiMenurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :a. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.b. Fraktur PatologikDalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :1. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.2. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.3. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.c. Secara spontanDisebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

C. PatofisiologiFraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma. Baik itu karena trauma langsung, misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terjadi pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri. Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri.

Proses penyembuhan fraktur :Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitik (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani.

D. Klasifikasi1. Berdasarkan sifat fraktura. Fraktur tertutupApabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luarb. Fraktur terbukaApabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur a. Fraktur komplit Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi normal)b. Fraktur inkomplit Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.Misal : - Hair line fraktur, Green stick: fraktur dimana salah satu isi tulang patah sedang sis yang lain membengkok. 3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme traumaa. Fraktur Transversal :Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsungb. Fraktur Oblik:Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma langsungc. Fraktur Spiral:Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasid. Fraktur Kompresi:Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)e. Fraktur komunitif :Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmenf. Fraktur Depresi:Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)g. Fraktur Patologik:Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).h. Fraktur avulsi:Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

E. Gejala Klinis1. Nyeri terus menerus2. Hilangnya fungsi, bagian yang terluka tidak dapat digerakkan 3. Krepitus / Krepitasi, teraba derik tulang akibat gesekan antar fragmen tulang4. Bengkak dan perubahan warna lokal akibat trauma dan perdarahan5. Deformitas (kelainan bentuk) 6. Peningkatan temperatur lokal 7. Pergerakan abnormal 8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar)

F. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan laboratoriuma. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.c. Enzim otot kreatin kinase,laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amino transfer (AST),aldolase yang menimgkat pada tahap penyembuhan tulang.2. Pemeriksaan diagnostika. Pemeriksaan rontgen (Sinar X) : untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau truma.b. Scan tulang, CT Scan,IURI: untuk memperlihatkan fraktur dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan. c. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vascular di curigai.d. Hitung darah lengkap : peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.3. Pemeriksaan lainyaa. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

G. Penataksanaan MedisPenatalaksanaan pembedahan.1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal fixation) 3. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk).Pada prinsipnya penatalaksanaan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.1. Rekognisi Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri. 2. Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktura. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.b. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ; Mempertahankan reduksi dan imobilisasi Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan Memantau status neurologi. Mengontrol kecemasan dan nyeri Latihan isometrik dan setting otot Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari Kembali keaktivitas secara bertahap.Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur : Imobilisasi fragmen tulang. Kontak frgmen tulang minimal. Asupan darah yang memadai. Nutrisi yang baik. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik. Potensial listrik pada patahan tulang.

3. RetensiSetelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.4. RehabilitasiMerupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah5. Proses Penyembuhan Tulanga. Stadium Pembentukan HematomaHematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 2 x 24 jam.b. Stadium ProliferasiSel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi. c.Stadium Pembentukan KallusOsteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi. d.Stadium Konsolidasi Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.e.Stadium RemodellingLapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.

H. Komplikasi fraktura. Komplikasi awal1) SyokSyok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak.2) Sindom emboli lemakSetelah terjadi fraktur femur, dapat terjadi emboli lemak khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi sebagai respon terhadap hipoksia, akibat penyumbatan emboli lemak di otak.3) Sindrom kompertemenSindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat, atau peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam, berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa pembengkakan dan keras.b. Komplikasi lambat1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuanPenyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik atau distraksi fragmen tulang. Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuanujung-ujung patahan tulang.2) Nekrosis avaskuler tulangNekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati, dapat terjadi setelah fraktur khususnya pada kolum femoris. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorbsi dan diganti dengan tulang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. 3) Reaksi terhadap alat fiksasi internaAlat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator utama telah terjadi masalah. Masalah tersebut meliputi pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, alat yang cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan inflamasi lokal, respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian1. Anamnesa a. Identitas KlienInformasi identitas sangat membantu menyusun riwayat pada tempatnya. Informasi tersebut meliputi nama, almat, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan dan asal etnik individu. Dengan maksud untuk memperoleh profil pasien yang lebih lengkap dan membina saling percaya. (Smeltzer, 2002, 84). Mengajukan pertanyaan mengenai pekerjaannya sekarang dapat mengungkap mengenai status ekonomi dan latar belakang pendidikannya. Alamat berhubungan dengan untuk mengidentifikasi bahaya lingkungan seperti isolasi, perlindungan yang tak adekuat. Agama erat hubungannya dengan tingkat pemahaman atau pendarahan keberadaannya daa dapat mengarahakan bagaimana seseorang menghadapi kesakitan. (Smeltzer, 2002: 87-88).

b. Keluhan UtamaPada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.c. Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain d. Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang e. Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup SehatPada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.2. Pola Nutrisi dan MetabolismePada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.3. Pola EliminasiUntuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)4. Pola Tidur dan IstirahatSemua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur 5. Pola AktivitasKarena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).6. Pola Hubungan dan PeranKlien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap 7. Pola Persepsi dan Konsep DiriDampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) 8. Pola Sensori dan KognitifPada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur 9. Pola Reproduksi SeksualDampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya 10. Pola Penanggulangan StressPada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif 11. Pola Tata Nilai dan KeyakinanUntuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien 2. Pemeriksaan FisikDibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). 1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamina) Sistem IntegumenTerdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.b) KepalaTidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepalac) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.d) MukaWajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.e) MataTidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)f) TelingaTes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.g) HidungTidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.h) Mulut dan FaringTak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.i) ThoraksTak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.j) Paru(1) Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru(2) Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.(3) Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.(4) Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.k) Jantung(1) InspeksiTidak tampak iktus jantung.(2) PalpasiNadi meningkat, iktus tidak teraba.(3) Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.l) Abdomen(1) InspeksiBentuk datar, simetris, tidak ada hernia.(2) PalpasiTugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.(3) PerkusiSuara thympani, ada pantulan gelombang cairan.(4) Auskultasi Peristaltik usus normal 20 kali/menit m) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

Keadaan LokalHarus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:1) Look (inspeksi)Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).b) Cape au lait spot (birth mark).c) Fistulae. d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

B. Diagnosa Keperawatan1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.Kerusakan integritas kulit2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).Risiko infeksi3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.7. Ansietas berhubungan dengan perubahan ancaman pada status peran dan perubahan psikologis8. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan banyak darah

C. Intervensi Keperawatan DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.NOC Pain Level, Pain control,Comfort levelKriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

NICPain Management Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kurangi faktor presipitasi nyeri Ajarkan tentang teknik non farmakologi Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).NOC :Joint Movement : ActiveMobility LevelSelf care : ADLsTransfer performanceKriteria Hasil :Klien meningkat dalam aktivitas fisikMengerti tujuan dari peningkatan mobilitasMemverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindahMemperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

Latihan Kekuatan Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin Latihan untuk ambulasi Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.Latihan mobilisasi dengan kursi roda Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya. Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi rodaLatihan Keseimbangan Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari. Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar Ajarkan pada klien/ keluarga untuk memperhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)NOC :Tissue Integrity : Skin and Mucous MembranesKriteria Hasil : Integritas kulit yang baik bisa dipertahanka Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

NIC : Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan padaa tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)NOC :Immune StatusRisk controlKriteria Hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehatNIC :Infection Control (Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perluInfection Protection (proteksi terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit menular Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Inspeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluaga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif

DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang adaNOC :Kowlwdge : disease processKowledge : health BehaviorKriteria Hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnyaNIC :Teaching : disease Process Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Defisit perawatan diriBerhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, kerusakan neuromuskular, nyeri, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.

NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs)Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Defisit perawatan diri teratas dengan kriteria hasil: Klien terbebas dari bau badan Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC :Self Care assistane : ADLs1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.1. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.1. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.1. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.1. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.1. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.1. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.1. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)INTERVENSI (NIC)

AnsietasBerhubungan dengan : ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status ekonomi, fungsi peran, status peran, konsep diri)NOC : Anxiety self-control Anxiety level CopingSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . ansietas teratasi dengan kriteria hasil: Klien mampu mengungkapkan kecemasannya Mengetahui dan mengungkapkan teknik untuk mengontrol cemas Vital sign dalam batas normalEkspresi nonverbal menunjukkan berkurangnya kecemasanNIC : Gunakan pendekatan yang menegangkan Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami persfektif pasien selama situasi stres Dorong keluarga untuk menemani pasien Lakukan neck rub Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien untuk mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan ketakutan Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Risiko SyokFaktor Risiko Hipotensi Hipovolemi Hipoksemia Hipoksia Infeksi Sepsis Sindrom respon inflamasi sistemikNOC: Syok prevention Syok managementSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Syok tidak terjadi dengan kriteria hasil: Nadi dalam batas yang normal Irama jantung dalam batas yang normal Frekuensi nafas dalam batas yang normal Irama pernafasan dalam batas yang normal Natrium serum dbn Kalium serum dbn Klorida serum dbn Kalsium serum dbn Magnesium serum dbn PH darah serum dbnHidrasi, indikator: Mata cekung tidak ditemukan Demam tidak ditemukan TD dbnNIC :Syok Prevention monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi, perifer, dan kapiler refill. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan. Monitor suhu dan pernafasan. Monitor input dan output. Pantau nilai laboratorium: HB, HT, AGD, dan elektrolit. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai. Monitor tanda dan gejala asites. Monitor tanda awal syok Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas Berikan cairan iv atau oral yang tepat Berikan vasodilator yang tepat Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala adanya syok Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syokSyok Management Monitor fungsi neurologis Monitor fungsi renal (e.g. BUN dan Cr level) Monitor tekanan nadi Monitor status cairan input output Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan Monitor EKG Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah Menggambar gas darah arteri dan memonitor jaringan oksigenasi Memantau tren dalam parameter hemodinamik Memantau faktor penentu pengiriman jalur oksigen Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan/atau tonometri lambung Memonitor gejala gagal pernafasan Monitor nilai laboratorium Masukkan dan memelihara besarnya kobosanan akses IV

DAFTAR PUSTAKA

A. Price, Sylvia. 2006. PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Arif, Mansoer, et all.2000. Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta

Long, Barbara C.1996.Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3.Jakarta:EGC

Keliat, Budi Anna.1994. Proses Perawatan.Jakarta:EGC

NANDA NIC-NOC.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC-NOC.Jakarta: EGC

Reksoprodjo, Soelarto.1995.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.Jakarta: FKUI/RSCM, Binarupa AksaraSmeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC