Lp Epilepsi

29
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EPILEPSI a. Definisi Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang (1). Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel- sel (2). Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 1

Transcript of Lp Epilepsi

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN EPILEPSI

a. Definisi

Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau

sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi

otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik, atau

psikis yang abnormal. Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis

dengan serangan kejang spontan yang berulang (1).

Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan

kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang

berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara

sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf)

peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik,

sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya

muatan listrik abnormal sel-sel (2).

Gambar 1. Aktivitas Elektrik pada Epilepsi

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 1

b. Klasifikasi

Klasifikasi internasional terhadap kejang (3):

Kejang parsial (kejang yang dimuati setempat)

1. Kejang parsial sederhana (gejala,-gejala dasar,

umumnya tanpa gangguan kesadaran)

a. Dengan gejala-gejala motorik

b. Dengan gejala-gejala sensorik khusus atau

somatosensori

c. Dengan gejala-gejala otonomik

d. Bentuk-bentuk campuran

2. Kejang parsial kompleks (dengan gejala komplek,

umumnya dengan gangguan kesadaran)

a. Dengan hanya gangguan kesadaran

b. Dengan gejala-gejala kognitif

c. Dengan gejala-gejala afektif

d. Dengan gejala-gejala psikosensori

e. Dengan gejala-gejala psikomotor (automatis)

f. Bentuk-bentuk tambahan

3. Kejang parsial sekunder menyeluruh

Kejang umum (simetrik bilateral, tanpa awitan lokal)

a. Kejang tonik-klonik

b. Kejang tonik

c. Kejang klonik

d. Tidak ada kejang

e. Kejang atonik

f. Kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang luas)

g. Spasme kelumpuhan

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 2

Gambar 2. Fase Tonik dan Fase Klonik pada Epilepsi

Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma, antara lain:

Localization-related (focal, partial) epilepsies

1. Idiopatik

a. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

b. Childhood epilepsy with occipital paroxysm

2. Symptomatic

a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan

berdasarkan lokasi anatomi yang diperkirakan

berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan,

EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing.

b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang

umum sekunder berasal dari lobus frontal, parietal,

temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak

diketahui.

c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau

idiopatik

Epilepsi Umum

1. Idiopatik

a. Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal

convulsions

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 3

b. Benign myoclonic epilepsy in infancy

c. Childhood absence epilepsy

d. Juvenile absence epilepsy

e. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

f. Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

g. Other generalized idiopathic epilepsies

2. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

a. West’s syndrome (infantile spasms)

b. Lennox gastaut syndrome

c. Epilepsy with myoclonic astatic seizures

d. Epilepsy with myoclonic absences

3. Simtomatik

a. Etiologi non spesifik

b. Early myoclonic encephalopathy

c. Specific disease states presenting with seizures

c. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain (4):

1)      Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsi idiopatik

2)      Faktor herediter; adalah beberapa penyakit yang bersifat herediter yang

disertai bangkitan kejang seperti sklerotis tuberosa, neurofibromatosis,

angiomatosis ensefalotrigeminal. Fenilketonuria, hipoparatiroidisme,

hipoglikimia.

3)      Faktor genetic; pada kejang deman dan breath holding spells

4)      Kelainan congenital otak; atrofi, porensefasi, agenesis, korpus kalosum

5)      Gangguan metabolic; hipoglikimia, hipokalsemia, hiponatremia,

hipernatremia

6)      Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya

toksolakmosis

7)      Trauma; kontosio serebri, hematoma subraknoid, hematema subdural

8)      Neoplasma otakadan selaputnya

9)      Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 4

10)  Keracunan; timbal(Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air

11)  Lain-lain; penyakit darah , gangguan keseimbangan hormon, degenerasi

serebral, dan lain-lain 

d. Patofisiologi

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 5

Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll

Sistem sarafKetidakseimbangan aliran

listrik pada sel saraf

Epilepsi

AkimetisPetitmal Myolonik

Hilang tonus otot

Perubahan proses keluarga

Keadaaan lemah dan tidak sadar

Kontraksi tidak sadar yang mendadak

Hipoksia

Hambatan mobilitas fisikAktivitas kejang

Kerusakan memori

Jatuh

Perubahan status kesehatan

Resiko cedera

Ansietas

Isolasi sosial

Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan yang tepat

Ketidakefektifan koping keluarga

Psikomotor Kurang pengetahuan penatalaksanaan kejang

Penyakit kronik

Grandmal

Pengobatan, keperawatan terbatas

Gangguan perkembanganGangguan respiratoriGangguan neurologis

Hilang kesadaran Spasme otot pernapasan

HDR

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah

fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan

patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang

berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum

kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang

otak umumnya tidak memicu kejang (5)

Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena

biokimiawi, termasuk yang berikut (5):

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan

menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara

berlebihan.

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu

dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi

asam gama-aminobutirat (GABA).

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau

elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi

kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan

peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi

neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah

kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat

hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis

meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi

1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan

glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 6

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Obstruksi trakheobronkial

setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas

kejang (5).

Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti

histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan

struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan

fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus

kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter

fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin

(5).

e. Tanda dan gejala

Menurut Commusion of Classification andf Terminologi of the International

League against Epilepsi (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut:

1.   Sawan parsial (fokal,local)

a. Sawan parsial sederhana: sawan parsial dengan tetap kesadaran normal

-   Dengan gejala motorik

a)      Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh

saja

b)      Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan

menjalar meluas kebagian lain. Disebut juga epilepsi Jacksen

c)      Versif: sawan disertai gerakan memutar kapala, mata, tubuh

d)     Postural sawan disertaidengan lengat atau tungkai kaku dalam sikap

tertentu

e)      Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti

atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

- Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial: sawan disertai

halusinasi sederhana yang mengenai kalima panca indra dan bangkitan

yang disertai vertigo

a)      somatosensorik: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk

jarum

b)      visual: terlihat cahaya

c)      auditoris: terdengar sesuatu

d)     olfaktoris: terhidu sesuatu

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 7

e)      gustatoris: terkecap sesuatu

f)       disertai vertigo

- Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,

pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)

- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

a)      Disfasia: ganguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata

atau bagian kalimat

b)     Dismnesia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah

mengalami, mendengar, melihat,atau sebaliknya tidak pernah

mnegalami,mendangar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin

mendadak mengingat suatu peristiwa dimasa lalu, merasa seperti

melihat lagi.

c)      Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

d)     Afektif: merasa sangat senang, susah, marah, takut.

e)      Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau

lebih besar

f)       Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara,

musik melihat sesuatu fenomena tertentu dan lain-lain

b. Sawan parsial komplek

Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran: kesadaran mula-

mula baik kemudian baru menurun.

a. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti golongan

A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.

b. Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-geraka, perilaku

yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah-

ngunyah, menelan-nelan, wajah muka berubah seringkali seperti

ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang-megang kancing baju,

berjlan, mengembara tak menentu, berbicara dan lain-lain.

Dengan penurunan kesadaran sejak serangan: kesadaran menurun sejak

permulaan serangan.

a.    Hanya dengan penurunan kesadaran.

b.    Dengan automatisme.

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 8

Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,

tonik, klonik)

a. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

b. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjdi bangkitan umum.

c. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial komplek

selalu berkembang menjadi bangkitan umum.

2.      Sawan umum (konfulsif atau non konfulsif)

a.    Sawan Lena (Absance)

Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak

menbengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak

bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ - ½ menit dan biasanya

dijumpai pada anak.

1)      Hanya penurunan kesadaran.

2)      Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya

dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot  lainnya

bilateral.

3)      Dengan komponen atonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot leher,

lengan tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak lunglai.

4)      Dengan komponen tonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstrenitas,

leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi

melengkung ke belakang, lengan dapat mengentul atau mengendang.

5)      Dengan automatisme.

6)      Dengan komponen autonom.

2 hingga 6 dapat tersendiri atau kombinasi

Lena tak khas (atypical absence)

Dapat disertai:

1)      Gangguan tonus yang lebih jelas.

2)      Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

b.     Sawan Mioklonik

Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat

atau lemah sebagian otot atau semua otot, sekali atau berulang-ulang.

Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 9

c. Sawan klonik

Pada sawan ini  tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelonjot.

Dijumpai tertutama sekali pada anak.

d. Sawan tonik

Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku,

juga terdapat pada anak.

e. Sawan tonik-klonik

Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenala dengan

nama grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang

mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh

badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang

otot-otot seluruh badang. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan

nafas menjadi dlam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika

kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan nafas. Mungkin

pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien

tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih

rendah atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,

nyeri kepala.

f. Sawan atonik

Pada keadaan  ini otot-otot seluruh badan melemas sehingga pasien

terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini

terutama sekali dijumpai pada anak.

3.      Sawan tak tergolongkan

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata

yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil atau

pernafasan yang mendadak berhenti sementara.

Manifestasi klinis epilepsi adalah sebagai berikut (1) :

1. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis

kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa pada satu

individu yang sama.

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 10

2. Kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau motor

fokal

3. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran

4. Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, dengan periode perubahan

kesadaran hanya sangat singkat (detik)

5. Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu

dikaitkan dengan kehilangan kesadaran.

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis epilepsi, antara lain (1):

a. Elektroensefalogram (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum

pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal, antara lain:

Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua

hemisfer otak.

Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding

seharusnya misal gelombang delta.

Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,

misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan

gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu

mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile

mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG

nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik

mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku

majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).

b. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang

mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber

serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 11

dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis

yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang

penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus

epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini

sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk

melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan

computed tomography (CT Scan) maka magnetic resonance imaging (MRI) lebih

sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk

membandingkan hipocampus kanan dan kiri

g. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita

yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain

menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping

ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka

kesakitan dan kematian.

Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi

yakni (6):

1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah

dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu

pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai

tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.

2. Terapi dimulai dengan monoterapi

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap

samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol

bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis

terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.

5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan

tidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya:

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 12

1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga

pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.

2. Fenitoin :  Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan

klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen

3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABA , menurunkan

eksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.

4. Valporat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang

konduktan kalsium (T) dan kalium.

5. Levetiracetam : Tidak diketahui

6. Gabapetin :  Modulasi kalsium channel tipe N

7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent

8. Okskarbazepin :  Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,

modulasi aktivitas chanel.

9. Topiramat :  Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated

chloride, modulasi efek reseptor GABA.

10. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi

glutamate.

Gambar 4. Pertolongan Pertama pada Epilepsi

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 13

Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat

dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian

sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang.

Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni

sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak

menghentikan OAE yakni (6):

1. Syarat umum yang meliputi :

Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan

pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas

bangkitan.

Gambaran EEG normal

Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap

bulan dalam jangka waktu 3-6bulan.

Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1

OAE yang bukan utama.

2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE

Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.

Epilepsi simtomatik

Gambaran EEG abnormal

Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.

Penggunaan OAE lebih dari 1

Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi

Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.

Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas

bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul

kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian

evaluasi.

h. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

Data fokus yang perlu dikaji, antara lain (3):

a.       Riwayat Kesehatan

1)      Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan

pengkajian

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 14

2)      Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien

saat masuk RS (apa yang terjadi selama serangan )

3)      Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi,

pada usia berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan,

adakah faktor presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat

sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi atau makan

obat-obat tertentu/alkoholik)

4)      Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama

diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain

baik bersifat genetik maupun tidak

5)      Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi

apakah disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung

berdebar, adakah aura yang mendahului serangan baik sensori,

auditorik, olfaktorik

b.      Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum

Pemeriksaan Persistem

a)      Sistem Persepsi dan Sensori

Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot

sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan

muka berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi,

berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah

pada satu posisi/keduanya

b)      Sistem Persyarafan

Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan

kesadaran / lena? Disertai komponen motorik seperti kejang

tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan

tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai?

Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit

kepala, gangguan bicara, hemiplegi sementara, ingatkah

pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah

serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 15

kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memer, luka

gores)

c)      Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas

yang dalam)

d)      Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung

e)      Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea

f)       Sistem Integumen: adakah memar, luka gores

g)      Sistem Reproduksi

h)      Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin

c.       Pola Fungsi Kesehatan

1)      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien,

keamanan lingkungan sekitar

2)      Pola Aktivitas dan Latihan

Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko

cidera pada saat serangan)

3)      Pola Nutrisi Metabolisme

Pasca serangan biasanya pasien mengalami nansea

4)      Pola Eliminasi

Saat serangan dapat terjadi inkontinensia urin dan atau feses

5)      Pola Tidur dan Istirahat

Salah satu faktor presipitasi adalah kurangnya istirahat/tidur

6)      Pola kognitif dan Perseptual

Adakah gangguan orientasi, pasien merasa dirinya berubah

7)      Persepsi diri atau konsep diri

Pentingnya pemahaman dengan berobat teratur dapat terbebas dari sawan

8)      Pola toleransi dan koping stress

Adakah stress dan gangguan emosi

9)      Pola sexual reproduksi

10)  Pola hubungan dan peran

11)  Pola nilai dan kenyakinan

i. Diagnosa Keperawatan

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 16

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi

adalah (1):

1. Ansietas b.d kemungkinan yang terjadi selama kejang

2. Kerusakan memori b.d gangguan neurologis

3. Resiko cedera

4. Ketidakmampuan koping keluarga b.d stress akibat epilepsi

5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

6. Hambatan mobilitas fisik

7. Harga diri rendah situasional

8. Isolasi sosial b.d gangguan kesehatan

j. Rencana Keperawatan (7,8)

Dx.1. Ansietas b.d kemungkinan yang terjadi selama kejang

NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat kecemasan

klien/keluarga dapat berkurang.

- Kontrol kecemasan diri

- Tingkat kecemasan

- Koping

Kriteria Hasil:

- Klien/keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala

kecemasan

- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk

mengontrol kecemasan

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas

menunjukkan berkurangnya kecemasan.

NIC

Rencana intervensi yang akan dilakukan:

Penurunan Kecemasan

1. Kaji tingkat kecemasan klien dan reaksi fisik terhadap kecemasan (misalnya

takikardi, takipnea, dan ekspresi nonverbal dari kecemasan).

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 17

R/ kecemasan merupakan faktor risiko pada penyakit jantung seseorang.

2. Gunakan empati untuk menginterpretasikan gejala kecemasan secara normal.

R/ interaksi perawat dengan klien termasuk kualitas hidup mereka. Berikan

dukungan sosial dan psikologi depat menurunkan gejala dan masalah terkait

kecemasan.

3. Jelaskan semua aktivitas, prosedur, dan isu tentang klien; gunakan cara

nonmedis, ketenangan, dan bicara lembut.

R/ komunikasi efektif dari perawat kepada klien atau keluarganya dapat

membantu dalam menurunkan tingkat kecemasan

4. Berikan pilihan tentang harapan sebelum dan selama prosedur medis yang

berbahaya

R/ penggunaan music, story-telling, dan distraksi dapat membantu

menurunkan kecemasan.

5. Berikan sentuhan terapeutik dan tehnik sentuhan penyembuhan

R/ sentuhan penyembuhan (healing touch) mungkin dapat digunakan sebagai

intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan.

6. Berikan pijatan untuk menurunkan kecemasan

R/ pijatan dan aromaterapi signifikan dalam menurunkan kecemasan.

Dx.2. Resiko cedera b.d kejang (epilepsy), disfungsi sensorik

NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tidak terjadi cedera

pada klien.

- Kontrol risiko

Kriteria Hasil:

- Klien terbebas dari cidera

- Klien menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

- Msmpu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury

- Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC

Rencana intervensi yang akan dilakukan:

Environment Management (manajemen lingkungan)

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 18

1. Identifikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya

cedera

R/ barang- barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang

2. Pantau status neurologis setiap 8 jam

R/ mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan hasil yang

diharapkan.

3. Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada

pasien saat terjadi kejang

R/ mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang

tidak terkontrol

4. Pasang penghalang tempat tidur pasien

R/ penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau jatuh

5. Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar

R/ area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada

pasien

6. Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah

saat terjadi kejang.

R/ lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar

7. Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang

tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai

permulaan terjadinya kejang.

R/ sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan

sebelum terjadinya kejang berkelanjutan

8. Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter

R/ mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat

mengurangi suplai oksigen ke otak

9. Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan

selama pasien kejang

R/ melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 19

k. Daftar Pustaka

1. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan

Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013

2. Gofir A dan Wibowo S. Obat Antiepilepsi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press,

2006.

3. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC, 2002.

4. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

5. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit

Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2005.

6. Oktaviana F. Epilepsi. Medicinus Scientific Journal of

Pharmaceutical Development and Medical application Vol.

2,No.4 Edisi November - Desember 2008.

7. Moorhead, Sue, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth

Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

8. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth

Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi 20