LP Diabetes Insipidus

33
ASKEP GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN GANGGUAN ADRENAL DAN PTUITARY “DIABETES INSIPIDUS” OLEH : I KADEK AGUS ANGGRIAWAN 1202105032

Transcript of LP Diabetes Insipidus

Page 1: LP Diabetes Insipidus

ASKEP GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN GANGGUAN ADRENAL

DAN PTUITARY “DIABETES INSIPIDUS”

OLEH :

I KADEK AGUS ANGGRIAWAN

1202105032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2014

Page 2: LP Diabetes Insipidus

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan

produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan

ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan

rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih

yang sangat encer (poliuri).

Ada dua macam diabetes insipidus, yaitu:

1) Diabetes Insipidus Sentralis (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan

hormon antidiuretik yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis

atau penyimpanan.

2) Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), ialah diabetes insipidus yang tidak

responsif terhadap ADH eksogen (kadar ADH normal tetapi ginjal tidak

memberikan respon yang normal terhadap hormon ini).

B. Etiologi

Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:

a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik

total maupun parsial.

b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan

hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.

c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma

kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak,

operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.

d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat

berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik).

Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.

e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).

f. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti

phenitoin, alkohol, lithium carbonat.

g. Sarkoidosis atau tuberculosis.

h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke

otak).

Page 3: LP Diabetes Insipidus

i. Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala.

Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa

mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita.

Berdasarkan klasifikasi, penyebab diabetes insipidus antara lain:

1) Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu:

a. Tumor-tumor pada hipotalamus.

b. Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus

hipotalamik.

c. Trauma kepala.

d. Cedera operasi pada hipotalamus.

e. Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan

serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).

f. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya

akson pada traktus supraoptikohipofisealis.

g. Sintesis ADH terganggu.

h. Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.

i. Gagalnya pengeluaran ADH.

j. Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)

2) Diabetes insipidus Nefrogenik (DIN), secara fisiologis DIN dapat disebabkan

oleh:

a. Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:

- Penyakit ginjal kronik

- Penyakit ginjal polikistik

- Medullary cystic disease

- Pielonefritis

- Obstruksi ureteral

- Gagal ginjal lanjut

b. Gangguan elektrolit

- Hipokalemia

- Hiperkalsemia

c. Obat-obatan

- Litium

- Demoksiklin

Page 4: LP Diabetes Insipidus

- Asetoheksamid

- Tolazamid

- Glikurid

- Propoksifen

d. Penyakit sickle cell

e. Gangguan diet

- Intake air yang berlebihan

- Penurunan intake NaCl

- Penurunan intake protein

f. Lain-lain

- Multipel mieloma

- Amiloidosis

- Penyakit Sjogren’s

- Sarkoidosis

C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:

a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah

cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak.

Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat

jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200

mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air

kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika

kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi

yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.

b) Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam

hari. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain

kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada

mekanisme neurohypophyseal renal reflex.

c) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang

tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai

syok.

d) Gejala lain:

- Penurunan berat badan

Page 5: LP Diabetes Insipidus

- Nocturia

- Kelelahan

- Hipotensi

- Gizi kurang baik

- Gangguan emosional

- Enuresis

- Kulit kering

- Anoreksia

- Gangguan pertumbuhan

D. Patofisiologi

Vasopresin arginin (AVP) merupakan suatu hormone antidiuretik (ADH)

yang diproduksi di nucleus supraoptik dan paraventrikular hipotalamus bersama

dengan protein pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut

dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke

ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, tempat

penyimpanannya. AVP dan neurofisinnya ysng tidak aktif kemudian disekresikan

bila ada rangsang tertentu. Sekresi AVP diatur oleh rangsang yang meningkat pada

reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraselular

atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi AVP. AVP

kemudian terikat pada pada sebuah reseptor yaitu AVPR2, ditubulus ginjal melalui

pengaktifan adenilat siklase dan peningkatan turunan siklikadenosin monofosfat

(cAMP). Kerja ini, akhirnya meningkatkan permeabilitas epitel duktus kolingentes

ginjal terhadap air. Selain itu Vasopresin mengatur saluran air, melalui aquaporin

(AqP2), tempat air direabsorsi. Akibatnya, konsentrasi urine meningkat dan

osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan

dengan batas yang sempit yaitu antara 280 dan 296 mOsm/kg H2O. Dengan fungsi

ginjal yang normal, konsentrasi maksimal ginjal berkaitan dengan osmolalitas urin

yaitu 1200 mOsm/kg H2O.

Gangguan sekresi AVP termasuk diabetes insipidus (DI). Pada pasien DI,

gangguan ini dapat terjadi akibat destruksi nucleus hipotalamik yaitu tempat

Vasopresin di sintesis (DI sentral) atau sebagai akibat tidak responsivenya tuulus

ginjal terhadap Vasopresin (DI nefrogenik) walaupun kadar hormone ini sangat

tinggi.

Page 6: LP Diabetes Insipidus

Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan diabetes insipidus,

termasuk tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis yang meluas

ke luar tursika dan menghancurkan nucleus hipotalamik, trauma kepala, cedera

hipotalamus pada saat operasi, oklusi pembuluh darah intraserebral, dan penyakit-

penyakit granulomatosa. Pada banyak kasus, lesi tidak terdeteksi melalui

pemeriksaan radiologi yang ada. DI nefrogenik dapat diturunkan melalui mutasi

dalam reseptor vasopressin atau dalam AqP2, saluran air, dan keadaan ini muncul

pada anak-anak yang usianya kurang dari 2 tahun. Sedangkan pada orang dewasa,

DI nefrogenik timbul pada berbagai penyakit ginjal dan penyakit sistemik yang

juga menyerang ginjal, termasuk juga myeloma multiple. Anemia sel sabit,

hiperkalsemia, dan hipokalemia. Terapi litium untuk gangguan bipolar dapat juga

menyebabkan tidak adanya respon terhadap vasopressin.

Pasien dengan DI mengalami polidipsia dan poliuria dengan volume urine

antara 5 hingga 10 L/hari. Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini dapat

dikompensasi dengan minum banyak cairan. Bila pasien tidak mampu

mempertahankan masukan air minum, pasien akan mengalami dehidrasi , berat

badannya menurun, kulit dan membrane mukosa menjadi kering.Karena meminum

banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, pasien akan mengeluh penuh

pada perut dan anoreksia. Rasa haus dan buang air kecil akan berlangsung terus

pada malam hari sehingga pasien akan merasa terganggu tidurnya karena harus

sering buang air kecil pada malam hari.

E. Penatalaksanaan medis

Pengobatan Diabetes Insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang

ditimbulkan. Pada pasien DIS dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak

diperlukan terapi apa-apa selama gejala nocturia dan poliuria tidak mengganggu

tidur dan aktifitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus,

diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehidrasi.

Namun jika gejala itu sangat mengganggu kondisi pasien, dapat diberikan obat

Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.

Penatalaksanaan pada Diabetes Insipidus diberikan obat yang cara kerjanya

menyerupai ADH. Obat obatan yang paing sering digunakan adalah vasopresin

atau desmopressin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) bisa diberikan

Page 7: LP Diabetes Insipidus

sebagai obat semprot hidung (secara nasal spray) beberapa kali sehari untuk

mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Namun terlalu banyak

mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan, dan

gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang

akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.

Pada DIN yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti

(hormonal replacement). DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)

merupakan obat piihan utama untuk DIN.

Selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang

secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara :

a. Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.

b. Memacu pelepasan ADH endogen.

c. Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.

Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah :

a. Diuretic Tiazid

b. Klorpopamid

c. Kofibrat

d. Karbamazepin

Tujuan terapi adalah untuk menajmin penggantian cairan yang adekuat,

mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka

panjang), dan untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang

mendasari. Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.

Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu

preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami,

merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang

lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat

lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan

intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic

fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam

darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat,

observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.

Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu

vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak

dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum

Page 8: LP Diabetes Insipidus

digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan

kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal.

Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.

Mempertahankan cairan. Klofibrat, yang merupakan preparat hipolipidemik,

ternyata memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yang masih

sedikit mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamid dan preparat tiazida juga

digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua prepart ini bekerja

menguatkan kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus

diingatkan tentang efek hipoglikemik.

Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh

gangguan ginjal, terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam

yang ringan dan penyekat prostaglandin digunakan untuk mengobati bentuk

nefrogenik diabetes insipidus.

F. Pencegahan

Diabetes Insipidus diturunkan melalui gen yang mengatur hormon (defisiensi

arginin pada hormon AVP). Orang yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap

diabetes harus mulai mengambil tindakan pencegahan pada tahap awal sehingga

ketika penyakit diabetes tipe 2 (insipidus) mulai berkembang dalam diri mereka

tidak akan terlalu berdampak kuat dalam keseluruhan kehidupannya.

Jadi, bisa dikatakan untuk mencegah/ menurunkan faktor resiko DI:

1. Olahraga teratur

2. Tidur yang cukup dan hindari stress

3. Kurangi makanan manis

4. Pola makan sehat (utamakan sayur) dan minum air yang cukup.

5. Kurangi makanan mengandung garam-garaman

6. Hindari obesitas.

7. Hindari minum-minuman keras seperti alcohol.

8. Hindari terrjadinya cidera kepala berat yang dapat menyebabkan trauma kepala.

G. Komplikasi

1. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.

Dehidrasi dapat menyebabkan:

Mulut menjadi kering

Kelemahan otot

Tekanan darah rendah (hipotensi)

Page 9: LP Diabetes Insipidus

natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)

Sunken penampilan untuk mata Anda

Demam

Sakit kepala

Tingkat jantung cepat

Kehilangan Berat badan

2. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan

ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi

gagal jantung kongestif.

Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. 

Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan

kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh

Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:

Sakit kepala

Kelelahan

Lekas marah

Otot sakit

3. Intoksikasi air

Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat

menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi

natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Keadaan Umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran

kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

b. Tanda-tanda Vital

Meliputi pemeriksaan:

Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji

tekanan nadi, dan kondisi patologis.

Pulse rate

Respiratory rate

Suhu

Page 10: LP Diabetes Insipidus

c. Riwayat penyakit sebelumnya

Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayat trauma kepala,

pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi

kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit

yang sama.

d. Pengkajian Pola Gordon

1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan

mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.

Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.

2. pola nutrisi metabolic

nafsu makan klien menurun.

Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.

3. pola eliminasi

kaji frekuensi eliminasi urine klien

kaji karakteristik urine klien

klien mengalami poliuria (sering kencing)

klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).

4. pola aktivitas dan latihan

kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan

kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit

bergerak)

kaji penurunan kekuatan otot

5. pola tidur dan istirahat

kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami

kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola

tidur/istirahat klien.

6. pola kognitif/perceptual

kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan

masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

7. pola persepsi diri/konsep diri

kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami

sakit.

Kaji dampak sakit terhadap klien

Page 11: LP Diabetes Insipidus

Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan

latihan).

8. pola peran/hubungan

kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya

kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.

9. pola seksualitas/reproduksi

kaji dampak sakit terhadap seksualitas.

Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.

10. pola koping/toleransi stress

kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress

system pendukung dalam mengatasi stress

11. pola nilai/kepercayaan

klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap

ada kesempatan.

e. review of system

1. Pernafasan  B1 (Breath)

Inspeksi :  frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris,

penggunaan otot bantu napas tidak tampak.

Perkusi : sonor/redup.

Palpasi : gerakan thorak simetris

Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan

gangguan.

2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)

Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis

Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas

kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta

4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.

Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,

TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi

3. Persyarafan B3 ( Brain)

Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan

pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik

Page 12: LP Diabetes Insipidus

penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada

penilaian 5.

4. Perkemihan B4 (Bladder)

Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk

berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih

(frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).

5. Pencernaan B5 (Bowel)

Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien

menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare

terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang

menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan

metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut,

mual, muntah.

f. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan

pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan

yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit

kering.

2) Palpasi

Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia,

takipnea.

3) Auskultasi

Tekanan darah turun (hipotensi).

g. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang

Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni,

maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit yang

menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut:

1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test

Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal

akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine

akan menetap atau bertambah.

Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien

DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.

Page 13: LP Diabetes Insipidus

Kekurangan pada pengujuian ini adalah:

a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan

menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan

efek ADH.

b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak

dapat membedakan defect partial atau komplit.

2) Fluid deprivation

a. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan

pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi

penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang

BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine

pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur

osmolalitasnya.

b. Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.

c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau

setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.

d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam

keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua

sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta

disimpan dalam lemari es.

e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%

tergantung mana yang lebih dahulu.

3) Uji nikotin

Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi

vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena.

Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian

tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal :

292-293)

4) Uji vasopressin

Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji

coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan

pemberian infus larutan salin hipertonis.

Page 14: LP Diabetes Insipidus

B. Diagnosa

Kekurangan volume cairan berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine

yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone

diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering

berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.

Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas

tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi

ditandai dengan pengungkapan masalah.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri,

nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam

akibat ingin berkemih dan ingin minum.

Page 15: LP Diabetes Insipidus

C. Rencana Keperawatan

NoDiagnosa

keperawatanTujuan / Out come Intervensi Rasional

1 Kekurangan volume

cairan berhubungan

keluaran cairan aktif

haluaran urine yang

berlebihan sekunder

akibat diabetes

insipidus

(ketidakadekuatan

hormone diuretic)

ditandai dengan

haluaran urin berlebih

(4-30 liter/hari), klien

sering berkemih,

haus, kulit/membrane

mukosa kering,

penurunan berat

badan.

Setelah diberikan askep selama … x

24 jam, diharapkan kekurangan

volume cairan teratasi, dengan

kriteria hasil:

Fluid Balance

- TTV dalam batas normal/ not

compromised (skala 5). (Nadi:

bayi 120-160x/mnt, toddler 90-

140x/mnt, prasekolah 80-110

x/mnt, sekolah 75-100x/mnt,

remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-

40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt,

anak-anak 20-30 x/mnt, remaja

16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54

mmHg, toddler 95/65 mmHg,

sekolah 105-165 mmHg, remaja

110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh

36-37,5°C)

Fluid management

- Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya

jika ada perubahan

- Berikan cairan sesuai kebutuhan.

- Catat intake dan output cairan.

- Monitor dan Timbang berat badan

setiap hari.

- Monitor status hidrasi (suhu tubuh,

kelembaban membran mukosa, warna

kulit).

- Adanya perubahan TTV

menggambarkan status

dehidrasi klien. Hipovolemia

dapat dimanifestasikan oleh

hipotensi dan takikardia.

Perkiraan berat ringannya

hipovolemia dapat dibuat ketika

tekanan darah sistolik pasien

turun lebih dari 10 mmHg dari

posisi berbaring ke posisi

duduk/berdiri.

- Memenuhi kebutuhan cairan

dalam tubuh.

- Memberikan hasil pengkajian

yang terbaik dari status cairan

yang sedang berlangsung dan

selanjutnya dalam memberikan

Page 16: LP Diabetes Insipidus

- Intake dan output dalam 24 jam

seimbang .

- Kulit/membran mukosa klien

lembab .

- BB klien tetap/tidak terjadi

penurunan berat badan

- Turgor kulit pasien normal (<3

detik)

- Membran Mukosa klien tidak

tampak kering

cairan pengganti

- Mengetahui berapa cairan yang

hilang dalam tubuh

- Mengetahui tingkat dehidrasi.

2 Gangguan eliminasi

urine berhubungan

dengan penurunan

permeabilitas tubulus

ginjal, ditandai

dengan poliuri dan

nokturia.

Setelah diberikan askep selama … x

24 jam, diharapkan gangguan

eliminasi urin teratasi, dengan

kriteria hasil:

Urinary Elimination

- Karakteristik urine meliputi

warna, berat jenis, jumlah, bau

normal.

- Tidak terjadi nocturia.

- Pola eliminasi normal.

Urinary elimination management

- monitor dan kaji karakteristik urine

meliputi frekuensi, konsistensi, bau,

volume dan warna.

- Batasi pemberian cairan sesuai

kebutuhan.

- Catat waktu terakhir klien eliminasi

urin.

- Instruksikan klien/keluarga untuk

mencatat output urine klien.

- Mengetahui sejauh mana

perkembangan fungsi ginjal dan

untuk mengetahui normal atau

tidaknya urine klien.

- Mengurangi pengeluaran cairan

berupa urine terutama saat

malam hari.

- Mengidentifikasikan fungsi

kandung kemih, fungsi ginjal,

dan keseimbangan cairan.

Page 17: LP Diabetes Insipidus

- Pasien mampu mengosongkan

kandung kemihnya

3 Defisiensi

pengetahuan

berhubungan dengan

kurangnya paparan

informasi ditandai

dengan

pengungkapan

masalah.

Setelah diberikan askep selama … x

24 jam, diharapkan pengetahuan

klien bertambah dengan kriteria

hasil:

Knowledge:Disease Process

- Klien dan keluarga mengetahui

definisi diabetes insipidus.

- Klien dan keluarga mengetahui

factor penyebab diabetes

insipidus.

- Klien dan keluarga mengetahui

tanda dan gejala awal diabetes

insipidus.

- Klien dan keluarga mengetahui

terapi pengobatan yang diberikan

pada klien dengan penyakit

diabetes insipidus.

Teaching-disease process

- kaji pengetahuan awal klien mengenai

penyakitnya.

- Jelaskan patofisologi penyakitnya dan

bagaimana itu bisa berpengaruh

terhadap bentuk dan fungsi tubuh.

- Deskripsikan tanda dan gejala penyakit

yang diderita klien.

- Diskusikan terapi pengobatan yang

diberikan kepada klien.

- Diskusikan perubahan gaya hidup yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya

komplikasi dan atau mengontrol proses

penyakit tersebut.

- Mengetahui sejauh mana

pengetahuan klien tentang

penyakitnya.

- Klien mengetahui penyebab

perubahan fisiologis pada

tubuhnya.

- Klien dan keluarga dapat

mengetahui tanda dan gejala

penyakitnya sehingga dapat

mengetahui jikalau salah satu

keluarga klien mengalami

salah satu gejala dari penyakit

tersebut.

- Klien dan kelurga mengetahui

terapi yang dijalani untuk

penyembuhan penyakit

tersebut.

- Mencegah terjadinya

komplikasi dari penyakit

Page 18: LP Diabetes Insipidus

tersebut.

4 Gangguan pola tidur

berhubungan dengan

sering terbangun

akibat poliuri,

nokturia, dan

polidipsi, ditandai

dengan klien sering

terbangun waktu

malam akibat ingin

berkemih dan ingin

minum.

Setelah diberikan askep selama … x

24 jam, diharapkan pola tidur klien

terkontrol, dengan kriteria hasil:

Sleep

- TTV klien dalam batas normal

(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler

90-140x/mnt, prasekolah 80-110

x/mnt, sekolah 75-100x/mnt,

remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-

40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt,

anak-anak 20-30 x/mnt, remaja

16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54

mmHg, toddler 95/65 mmHg,

sekolah 105-165 mmHg, remaja

110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh

36-37,5°C)

- klien tidak sering terbangun di

malam hari akibat ingin berkemih

dan ingin minum.

Sleep Enhancement

- Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya

jika ada perubahan

- Jika berkemih malam mengganggu,

batasi asupan cairan waktu malam dan

berkemih sebelum tidur.

- Anjurkan keluarga klien untuk

memberi klien rutinitas relaksasi untuk

persiapan tidur.

- Terganggunya pola tidur klien

dapat mangakibatkan

meningkatnya risiko hipotensi

atau TTV dalam batas yang

tidak normal.

- Meningkatkan kenyamanan

tidur pasien dan mencegah

terbangun di malam hari akibat

ingin berkemih.

- Dapat membantu klien untuk

cepat tertidur dan membuat

tidur lebih nyenyak sehingga

meminimalkan risiko

terbangun di malam hari.

Page 19: LP Diabetes Insipidus

- klien tidak mengalami kesulitan

untuk tertidur/tetap tidur.

D. Evaluasi

No.

DxDiagnosa Keperawatan Evaluasi

1 Kekurangan volume cairan berhubungan keluaran cairan

aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat

diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic)

ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari),

klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa

kering, penurunan berat badan.

S : klien mengatakan tidak begitu sering berkemih dan tidak begitu sering

haus.

O :

- Kulit/membran mukosa klien lembab

- BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat badan

- TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt,

prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR:

bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-

19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165

mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C)

A : Tujuan tercapai sebagian

P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi

2 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan

permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan

nokturia.

S : klien mengatakan malam hari tidak sering berkemih.

O :

Page 20: LP Diabetes Insipidus

- Tidak terjadi poliuri.

- Tidak terjadi nocturia.

- Tidak sering berkemih.

A : tujuan tercapai sebagian

P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi

3 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.

S : klien dan keluarga mengatakan mengerti tentang penyakit diabetes

insipidus.

O :

- Klien dan keluarga mampu menjabarkan tanda dan gejala diabetes

insipidus.

- Klien dan keluarga mampu mendeskripsikan pengertian diabetes

insipidus.

- Klien mampu menjelaskan gaya hidup sehat yang harus dijalani untuk

mencegh terjadinya komplikasi.

A : Tujuan tercapai dan masalah teratasi

P : Lanjutkan health promotion pada keluarga

4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun

akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan

klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih

dan ingin minum.

S :

- klien mengatakan klien tidak sering terbangun di malam hari akibat ingin

berkemih dan ingin minum.

- klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami kesulitan untuk

Page 21: LP Diabetes Insipidus

tertidur/tetap tidur.

O :

- TTV klien dalam batas normal

(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt,

sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler

25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54

mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65

mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C).

A : tujuan tercapai sebagian.

P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi

3. Pendidikan kesehatan yang mungkin diberikan.

Ajarkan klien penerapan pola hidup yang sehat untuk menjaga kebugaran tubuh sekaligus untuk menjaga penyakit ini mengalami

komplikasi.

Anjurkan klien untuk makan makanan yang bergizi, minum air putih sesuai kebutuhan tubuh, dan berolahraga secara teratur setiap

hari.

Page 22: LP Diabetes Insipidus
Page 23: LP Diabetes Insipidus

Daftar Pustaka

Joanne McCloskey,dkk.2004.Nursing Intervention Classification (NIC).United States of

America:Mosby

Nanda Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.2012. Jakarta:EGC

Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of

America: Mosby

Suzanne dan Brenda.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth.Jakarta : EGC

Sylvia dan Lorraine.2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC