LP BPH BARU

29
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN BPH (BENIGNA PROSTAT HYPERTHROPI ) I. KONSEP DASAR PENGERTIAN Benigna prostat hypertropi adalah pertumbuhan kelenjar fibroadenomatosa majemuk dalam prostat ( Price, 1992 : ). A. Proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat ini secara progresif. Angka kejadian BPH sekitar 50% dialami oleh pria yang berusia lebih dari 50 tahun. ETIOLOGI Sebab dari BPH tidak diketahui. Tetapi ada teori yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. PATOFISIOLOGI Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya

Transcript of LP BPH BARU

Page 1: LP BPH BARU

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN BPH

(BENIGNA PROSTAT HYPERTHROPI )

I.KONSEP DASAR

PENGERTIAN

Benigna prostat hypertropi adalah pertumbuhan kelenjar fibroadenomatosa

majemuk dalam prostat ( Price, 1992 : ).

A. Proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat ini secara progresif. Angka

kejadian BPH sekitar 50% dialami oleh pria yang berusia lebih dari 50 tahun.

ETIOLOGI

Sebab dari BPH tidak diketahui. Tetapi ada teori yang menyatakan bahwa dengan

bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron estrogen,

karena produksi testosteron menurun dan konversi testosteron menjadi estrogen

pada jaringan adiposa di perifer.

PATOFISIOLOGI

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah

kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal

(1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat

dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,

zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat

(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan

keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.

Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung

pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan

dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.

Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel

kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar

Page 2: LP BPH BARU

prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya

perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan

patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh

kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan

kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem

parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis.

Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang

bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan

mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor

menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan

sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).

Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang

kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan

detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila

keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi

urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan

iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup

lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),

miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas

setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot

detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,

disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak

mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari

tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow

incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.

ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan

traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita

harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam

vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi

Page 3: LP BPH BARU

dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media

pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi

refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

PATHWAY BPH

Etimologi

Penuaan

Perubahan keseimbangan

testosterone + estrogen

Prod. Testosteron ↓

Mesenkim sinus

uragential

Kebangkitan /

reawakening

Berproliferasi

Post operasi

TURP. Prostatektomi

Trauma bekas

insisi

Folley cateter

Obstruksi oleh

jendolan darah

post OP MK : resiko

injury :

pendarahan

Penurunan

pertahanan

tubuh

MK : resiko

terjadi infeksi

MK : gangguan eliminasi

urin : retensi urin

Media pertumbuhan

kuman

BPH

Mitrotrouma : trauma,

ejakulasi, infeksi

↑ stimulasi sel stroma yang

dipengaruhi GH

Pre operasi

Terjadi kompresi utera

↑ resistensi leher V.U

dan daerah V.U

↑ ketebalan otot Dekstrusor

(fase kompensasi)Terbentuknya sakula/

trabekula

Kelemahan otot

Dekstrusor

↓ kemampuan

fungsi V.URefluk urin Hidronefrosis

Residu urin

berlebihan

Kerusakan

mukosa

urogenital

Penekanan

serabut-serabut

syaraf

Nyeri MK :

intoleransi

aktivitas

MK :

gangguan rasa

nyaman nyeri

Page 4: LP BPH BARU

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu

obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi

dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah,

rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy),

harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu

miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena

overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot

detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun

untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak

(urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4

stadium :

a) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai

habis.

Page 5: LP BPH BARU

b) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun

tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak

BAK atau disuria dan menjadi nocturia.

c) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

d) Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes

secara periodik (over flow inkontinen).

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan

ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun

dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine

terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

a. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

- Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.

- Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.

- Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.

- Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.

- Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.

b. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh

kencing dahulu kemudian dipasang kateter.

- Normal : Tidak ada sisa

- Grade I : sisa 0-50 cc

- Grade II : sisa 50-150 cc

Page 6: LP BPH BARU

- Grade III : sisa > 150 cc

- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan

semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak

mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan

apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.

Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah

keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria

menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan

sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH

tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

a. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan

pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti

alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera

terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.

Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk

pemakaian lama.

b. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan

biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

Page 7: LP BPH BARU

c. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai

dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan

terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

d. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita

dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian

terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan

pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan

obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah

dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada

BPH dapat dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan,

kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa

kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa

1) Mengharnbat adrenoreseptor α

2) Obat anti androgen

3) Penghambat enzim α -2 reduktase

4) Fisioterapi

c. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan

fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran

kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat

Page 8: LP BPH BARU

melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui

uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat

pada kandung kemih.

3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen

bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki

kandung kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi

diantara skrotum dan rektum.

5) Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula

seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada

abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung

kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang

disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang

melalui/pada ujung kateter.

2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy

(TULIP)

3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada

pasien dengan BPH adalah :

a. Laboratorium

Page 9: LP BPH BARU

1). Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi

saluran kemih.

2). Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus

menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang

diujikan.

b. Pencitraan

1). Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa

prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi

urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

2). IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa

hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar

prostat, penyakit pada buli-buli.

3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau

mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,

tumor.

4). Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra

parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum

ASUHAN KEPERAWATAN

(a) Non surgical

1. Pengkajian

Eliminasi

Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliaran urin ; tetesan,

Ragu-ragu berkemih, nokturia, disuria, hematuria.

Tanda : Massa padat dibawah abdomen bawah ( Distensi

Page 10: LP BPH BARU

Kandung kemih, nyeri tekan kandung kemih ).

Nyeri/ kenyamanan

(2) Gejala : Nyeri suprapubis, panggul,punggung bawah

Sirkulasi : Peninggian tekanan darah

Psikososial : Ekspresi takut akibat inkontinensia, gangguan

Seksualitas.

Pemeriksaan Diagnostik

2. Urinalisa : Warna kuning,coklat gelap,merah gelap atau terang

( berdarah ),PH 7 atau lebih.

Kultur urin :Ada staphylococcus Aureus,E.Colly,Proteus,

Pseudomonas.

BUN/Kreatinin : Meningkat pada gangguan ginjal

SDP : Lebih dari 11.000

Ultrasonografi transrektal dan suprapubic untuk mengetahui ukuran

prostat.

2. Diagnosa keperawatan

Retensi Urin ( Akut/kronik ) b.d. obstruksi mekanik; pembesaran prostat

; dekompensasi otot detrusor ; ketidakmampuan kandung kemih untuk

berkontraksi dengan adekuat.

Data pendukung :

Frekuensi,keragu-raguan, ketidakmampuan mengosongkan kandung

kemih dengan lengkap, inkontinensia/menetes.

Distensi kandung kemih,residu urin lebih dari 50 cc.

Hasil yang diharapkan :

Pasien menunjukan :

Peningkatan pola BAK

Tidak teraba distensi abdomen

Page 11: LP BPH BARU

Menunjukan residu setelah berkemih kurang dari 50 ml, tidak adanya

tetesan/kelebihan aliran.

Intervensi/tindakan:

1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam atau bila pasien tiba-tiba

merasa untuk berkemih.

R/ Meminimalkan terjadinya retensi urin yang berlebihan pada kandung

kemih.

2) Awasi dan catat waktu, jumlah setiap berkemih, perhatikan penurunan

haluaran urin.

R/ Untuk mengetahui kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal

3) Palpasi area supra pubik.

R/ Retensi urin dapat diketahui dengan palpasi daerah suprapubik, yaitu

teraba adanya masa pada daerah abdomen bawah.

4) Anjurkan pasien untuk mengintake cairan 3000 ml/hari ( 10 – 15 gelas

perhari.

R/ Peningkatan intake cairan dapat mempertahankan perfusi keginjal dan

kandung kemih dari pertumbuh bakter

5) Observasi tanda-tanda vital setiap jam.Awasi terjadinya hipertensi, edema

perifer, perubahan mental.Timbang berat badan setiap hari,ukur intake dan

output cairan setiap hari.

R/ Kehilangan fungsi ginjal menyebabkan penurunan eliminasi cairan dan

akumulasi sisa toksik ; dapat berlanjut pada terjadinya gagal ginjal

total.

6) Lakukan kompres hangat atau rendam duduk.

R/ Untuk meningkatkan relaksasi otot, menurunkan edema dan

merangsang untuk berkemih.

7) Tindakan kateterisasi menggunakan Kateter coude

R/ Mengurangi dan mencegah retensi urin. Kateter Coude diperlukan

karena ujungnya lengkung sehingga memudahkan masuknya selang

melalui uretra prostat.

8)Kolaborasi pemberian antispasmodik misalnya oksibutinin klorida

(Ditropan ).

R/ Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi

kateter.

Page 12: LP BPH BARU

9)Memberiakan antibiotik

R/ Untuk melawan infeksi.

10) Siapkan untuk drainase urin, misalnya sistostomy.

R/ untuk mengalirkan urin selama episode akut dengan azotemia.

11) Lakukan hipertermi transuretral ( pemanasan bagian sentral prostat

dengan memasukan elemen pemanas melalui uretra)

R/ Mengecilkan prostat ( 1 - 2 kali/ minggu )

Nyeri Akut b. d. irirtasi mukosa ; distensi kandung, kolik ginjal; infeksi

urinaria; terapi radiasi.

Data Pendukung :

Keluhan nyeri,penyempitan ureter; perubahan tonus otot, meringis, gelisah,

respon otonomik.

Kriteria evaluasi / hasil yang diharapkan :

Pasien akan :

Memberitahukan nyeri hilang/ terkontrol

Tampak rileks

Istirahat dengan tenang.

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri (0-10) 0

(tidak ada nyeri) 10 (nyeri yang paling hebat).

2. Jelaskan penyebab rasa sakit dan cara menguranginya

3. Kolaborasi terapi dengan pemberian Analgesik sesuai program.

4. Ajarkan teknik mengatasi rasa nyeri : napas dalam untuk menurunkan stress

dan membantu rilaks otot yang tegang

5. Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri

6. Ciptakan lingkungan yang tenang

Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d. pasca obstruksi

diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara

kronis ; Endokrin, ketidakseimbangan elektrolit ( disfungsi ginjal )

Data pendukung : ( Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dangejala-

gejala membuat diagnosa aktual ).

Page 13: LP BPH BARU

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :

Pasien akan mempertahankan hidrasi yang adekuat yang dibuktikan dengan

tanda-tanda vital dalam batas normal, pengisian kapiletr baik, dan membran

mukosa lembab.

Intervensi/ rencana tindakan :

1 Monitor pengeluaran urin tiap jam.

R/ Diuresis dapat meneyababkan kekurangan volume cairan, karena natrium

tidak cukup diabsorbsi dalam tubulus ginjal.

2 Monitor tanda-tanda vital : nadi, tekanan darah; evaluasi pengisian kapiler

danmembran mukosa oral

R/ untuk mendeteksi terjadinya hipovolemik.

3 Motivasi pasien untuk meningkatkan intake cairan peroral

R/ untuk mengimbangi cairan yang keluar akibat diuresis

4 Berikan posisi semi fowler kepaa pasien

R/ Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi.

5 Berikan cairan IV

R/ Menggantikan cairan yang hilang.

Ketakutan / ansietas b.d perubahan status kesehatan : kemungkinan

prosedur/ malignansi

Data pendukung :

Perut tegang

Hasil yang diharapkan :

Rasa takut dan tegang berkurang

Pasien tampak rileks

Intervensi :

1. Selalu bersama – sama dengan pasien bina hubungan saling percaya

R/ : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu

2. Berikan informasi tentang tanda / prosedur dan tes khusus seperti pemasangan

kateter, urin berdarah, iritasi pada kandung kemih.

R/ : Meningkatkan pemahaman pasien tentang tujuan dari apa yang dilakukan,

sehingga dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan

3. Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan peraaannya kepada orang

terdekat

Page 14: LP BPH BARU

R/ : mengurangi kecemasan

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

b.d kurang terpapar terhadap informasi, tidak mengenal sumber informasi

Data pendukung :

Pasien sering bertanya tentang penyakit, pasien tidak melakukan intervensi sesuai

instruksi.

Hasil yang diharapkan /Kriteria evaluasi :

1. Pasien akan memahami tentang proses penyakit

2. Pasien akan dapat mengidentifikasi tentang tanda dan gejala proses penyakit

3. Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Tindakan/Intervensi :

Pada pendidikan kesehatan.

Pendidikan Kesehatan

1. Berikan informasi tentang penyakit : pengertian,etiologi, tanda dan gejala

penyakit.

2. Berikan informasi kepada pasien bahwa penyakit ini tidak ditulakan

secara seksual/ atau melalui hubungan seksual.

3. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan berbumbu, kopi alkohol,

mengemudikan dalam waktu yang lama, karena dapat menyebabkan iritasi

dan meningkatkan produksi urin sehingga terjadi distensi otot bladder.`

4. Berikan latihan berkemih kepada pasien post pemasangan kateter.

5. Anjurkan kepada pasien untuk melakukan kunjungan ulang selama 6

bulan sampai 1 tahun.

SURGICAL:

(a) Prostatektomi

1. Pengertian

Prostatektomi adalah bedah reseksi pada bagian portio kelenjar prostat untuk

memperbaiki aliran urin yang mengalami retensi.

2. Jenis- jenis pembedahan prostat :

Page 15: LP BPH BARU

Transuretral Resection of the prostate ( TURP )

Jaringan prostat obstruktif dari lobus medial sekitar uretra diangkat .

Suprapubic/open Prostatectomy

Diindikasikan untuk massa lebih dari 60 gr. Penghambat jaringan prostat

diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih.

Retropubic prostatectomy

Massa jaringan prostat yang hipertropi ( Lokasi tinggi dibagian pelvis )

Diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung

kemih.

Perineal Prostatectomy

Massa pada prostat yang terletak dibawah pelvis diangkat melalui insisi

diantara skrotum dan rektum.

Asuhan Keperawatan :

1. Pengkajian

Data dasar dalam pengkajian pasien dengan prostatectomy :

Sirkulasi :

Gejala: Riwayat penyakit jantung, edema paru, penyakit vaskuler perifer

Integritas Ego :

Gejala: Cemas,takut,marah.

Tanda: Tidak dapat beristirahat,peningkatan ketegangan.

Makanan/Cairan :

Gejala: Insufisiensi pankreas / DM, malnutrisi, membran mukosa kering

Pernapasan:

Gejala : Infeksi, batuk kronis, merokok.

Keamanan :

Gejala : Alergi terhadap obat, makanan, plester ; defisiensi imun ; riwayat

penyakit hepatik

Tanda : Adanya tanda-tanda infeksi.

Page 16: LP BPH BARU

Pemeriksaan diagnostik :

Waktu koagulasi : adanya pemanjangan faktor koagulasi akan

mempengaruhi intraoperasi/pascaoperasi

EKG : Adanya keabnormalan pada hasil EKG

akan mempengaruhi dalam pemberian anastesi.

2. Diagnosa keperawatan

Perubahan eliminasi urin b.d. Obstruksi mekanikal : Bekuan

darah,edema ; Tekanan dan iritasi kateter/balon ; Hilang tonus

kandung kemih sehubungan dengan distensi berlebihan praoperasi.

(i) Data Pendukung :

Frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, retensi, kandung kemih

penuh,ketidaknyamanan suprapubik.

Hasil yang diharapkan :

Pasian akan memperbaiki pola berkemih yang normal tanpa retensi.

Pasien akan dapat mengontrol pola berkemih.

Tindakan/ Intervensi :

1. Kaji pengeluaran urin khususnya selama irigasi kandung kemih

R/ Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah, dan

spasme kandung kemih.

2. Perhatikan waktu, jumlah berkemih, setelah kateter dilepas. Perhatikan

keluhan rasa penuh kandung kemih; ketidakmampuan berkemih,

urgensi.

R/ Kateter biasanya dilepas 2 5 hari setelah pembedahan, tetapi keluhan

penuh pada bladder masih tetap terjadi karena adanya edema pada

uretra.

3. Motivasi pasien untuk berkemih jika ada keinginan untuk berkemih.

R/ Mencegah terjadinya retensi urin.

4. Anjurkan pasien untuk minum 3000 ml setiap hari. Batasi cairan pada

malam hari, setelah kateter dilepas.

R/ Mempertahankan hidrasi yang adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran

urin.

Page 17: LP BPH BARU

5. Instruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan

bokong, menghentikan dan memulai aliran urin.

R/ Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih/ sfingter,

meminimalkan inkontinensia.

6. Pertahankan irigasi kandung kemih secara kontinu sesuai indikasi pad

periode pasca operasi.

R/ Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk

mempertahankan aliran urin.

Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. area bedah vaskuler ;

kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan preoperasi

Data pendukung :

( Tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa

aktual )

Hasil yang diharapkan :

Mempertahankan hidrasi yang dekuat dengn tandavital stabil, ndi perifer

teraba , pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin

tetap serta tidak ada perdarahan aktif.

Tindakan/ Intervensi :

1. Observasi intake dan output

R/ Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian.

2. Observasi drainase kateter dan perhatikan perdarahan yang berlebihan/

berlanjut.

R/ dengan mengetahui adanya perdarahan dapat menentukan intervensi

yang diberikan sebagai evaluasi medik.

3. Observasi tanda-tanda vital

R/ Perubahan tanda-tanda vital akibat perdarahan dapat menunjukan

terjadinya syok hipovolemik.

4. Tingkatkan pemasukan cairan 3000 ml Perhari kecuali jika ada

R/ kontraindikasi membilas ginjal / kandung kemih dari bakteri dan

debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan / kelebihan

Page 18: LP BPH BARU

cairan bila tidak diawasi dengan ketat.

5. Observasi hasil laboratorium sesuai indikasi [ Hb,Ht,jumlah sel darah

merah.

R/Berguna dalam mengevaluasi kehilangan darah dan kebutuhan

penggantiannya.

Risiko tinggi terhadap infeksi b.d. prosedur invasif : alat selama

pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih yang sering ; trauma

jaringan, insisi bedah.

Data pendukung :

( tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala

membuat diagnosa aktual ).

Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi :

Pasien tidak menunjukan terjadinya tanda-tanda infeksi.

Tindakan/Intervensi :

- Berikan perawatan kateter secara teratur .

R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.

- Mengganti balutan dengan sering

R/ balutan yang basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media

untuk pertumbuhan bakteri

- Observasi tanda-tanda vital, tanda-tanda infeksI

- Pemberian antibiotik sesuai indikasi

R/ Untuk mencegah terjadinya infeksi.

Nyeri ( akut ) b.d. iritasi mukosa kandung kemih; refleks spasme otot

sehubungan dengan prosedur bedah dan/atau tekanan dari balon

kandung kemih.

Data pendukung :

Nyeri spasme kandung kemih

Wajah meringis,gelisah

Page 19: LP BPH BARU

Hasil yang diharapkan :

- Pasien akan melaporkan nyeri hilang / terkontrol

- Pasien akan menunjukan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas

teraupetik sesuai indikasi untuk situasi individu.

- Pasien akan tampak rileks, tidur/istirahat dengan tenang.

Tindakan / intervensi :

- Pertahankan posisi kateter. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan

bekuan.

R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan

risiko distensi/ spasme kandung kemih.

- Tingkatkan pemasukan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi.

R/ Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan secara

tetap ke mukosa kandung kemih.

- Berikan rendam duduk atau lampu penghangat

R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan

meningkatkan penyembuhan.

- Berikan antispamodik.

R/ Merilekskan otot polos, untuk menurunkan spasme.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

b.d. Kurang mengingat, salah interpretasi data ; kurang terpapar terhadap

informasi.

Data Pendukung :

Pasien selalu menanyakan tentang penyakitnya ; Tidak akurat mengikuti

instruksi.

Hasil yang diharapkan/ Kriteria evaluasi :

Pasien akan memahami tentang prosedur bedah dan pengobatan,

Pasien akan akan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Page 20: LP BPH BARU

Pendidikan Kesehatan

1. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake nutrisi; dorong pasien untuk

konsumsi buah-buahan,meningkatkan diet tinggi serat

2. Anjurkan kepada pasien untuk membatasi aktifitas misalnya menghindari

mengangkat beban berat, latihan keras, duduk yang terlalu lama, memanjat

tangga.

3. Motivasi latihan berkemih

4. Ajarkan tentang cara perawatan kateter

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

4. Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Editor, Irawati. S,

Edisi : 9, EGC ; Jakarta.

5. Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom

Shires dkk, EGC ; Jakarta.

6. Jong, Wim de, dan Syamsuhidayat R, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor :

R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.