LONTAR #9 LR

20

Transcript of LONTAR #9 LR

Page 1: LONTAR #9 LR

1LONTAR - #9 - 2014

B u l e t i n I n t e r n a l V E C O I n d o n e s i a #9Edisi Khusus

APM 2014

Foto: Anton Muhajir

BBeellaajjaarr ddaarriiKKeebbeerrhhaassii llaannPPeettaannii TTaannaahhPPaassuunnddaann

Page 2: LONTAR #9 LR

2 LONTAR - #9 - 2014

2 Dari Redaksi

3 Editorial

4 Kunjungan Lapangan

Mendapat Berkah Menjaga

Bumi

1 0 Galeri Foto

12 Agenda

16 Tradisi

1 8 Testimoni

1 9 Infografis

20 Poster

LONTAR (n) daun pohon lontar (Borassus

flabellifer) yang digunakan untuk menulis

cerita; (n) naskah kuno yang tertul is pada

daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR

bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus

kata benda (n). Lontar adalah media

informasi untuk menyampaikan informasi

tentang pertanian yang memperhatikan

ni lai-ni lai lokal, sesuatu yang terus VECO

Indonesia perjuangkan.

Tim Redaksi

Penanggung jawab : Rogier Eijkens

Redaksi : Anton Muhajir

Kontributor : Staf dan Mitra VECO

Indonesia

Layout : Syamsul "Isul" Arifin

Alamat Redaksi

VECO Indonesia

Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar

Telp: 0361 - 7808264, 727378,

Fax: 0361 - 723217

Email: [email protected],

[email protected]

Website www.vecoindonesia.org

Twitter @vecoindonesia

Redaksi menerima berita kegiatan, pro-

fil, maupun tips terkait praktik pertanian

berkelanjutan terutama yang terkait de-

ngan mitra VECO Indonesia di berbagai

daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email

ataupun pos ke alamat di atas.

2 LONTAR - #9 - 2014

Dari Redaksi Daftar Isi

Materi publikasi ini dicetak

menggunakan kertas daur

ulang 50 persen sebagai

komitmen VECO Indonesia

pada ekologi

Pembaca yang budiman. Tiap

tahun, VECO Indonesia melak-

sanakan pertemuan tahunan

mitra atau Annual PartnerMeeting

(APM). Kegiatan rutin ini di ikuti organisa-

si petani, lembaga swadaya masyarakat,

maupun jaringan VECO Indonesia.

Selain sebagai kegiatan untuk ajang

kumpul para mitra yang tersebar di se-

luruh Indonesia, pertemuan ini juga se-

bagai media belajar dan berbagi

pengalaman.

Tahun ini, pertemuan tersebut kami

adakan di Bandung akhir Agustus lalu.

Temanya Mengangkat Derajat Beras

Lokal Nusantara. Kami ingin agar beras

produk dalam negeri ini makin dikenal

oleh konsumen di negaranya sendiri .

Ada beberapa kegiatan serangkaian

APM 2014. Pertama, temu ahli (expert

meeting) terkait dengan perberasan

Nusantara. Kegiatan ini diadakan melalui

kerja sama dengan Center for Agrifood

Policy and Agribusiness Studies

(CAPAS) Universitas Padjadjaran,

Bandung. Kedua, Pameran Padi

Nusantara yang diadakan di salah satu

mal di Bandung, Paris van Java. Pame­

ran tiga hari ini kami adakan bersama

Perkumpulan Indonesia Berseru (PIB).

Puncaknya tentu saja APM 2014 itu

sendiri . Tidak hanya diskusi di dalam

ruangan, selama dua hari, para peserta

melakukan kunjungan ke dua lokasi

yaitu petani produsen beras organik di

Tasikmalaya dan petani sayur organik

di Lembang, Bandung. Hasil kunjungan

kemudian kami refleksikan dalam

diskusi hangat di lokasi kunjungan

maupun di dalam ruang pertemuan.

Buletin yang Anda baca ini

merupakan oleh­oleh dari pertemuan

tahunan selama tiga hari tersebut. Biar

lebih lengkap, kami tambahkan satu

catatan perjalanan tentang tradisi

warga adat di Sunda untuk menjaga

padi di tanah mereka sebagai bagian

dari kedaulatan pangan sekaligus

menghormati bumi di mana mereka

berpijak saat ini.

Maka, tak usah khawatir j ika Anda

tak bisa hadir di APM 2014. Buletin ini

akan mengabarkannya untuk Anda

semua, tentang bagaimana keberhasi­

lan petani (kecil) di Tanah Sunda.

Selamat menikmati. . [Redaksi]

Pelajaran dari Petani

Tanah Sunda

Page 3: LONTAR #9 LR

3LONTAR - #9 - 2014

Selama ini, pemerintah, korporasi, atau bahkan

akademisi, selalu gembar-gembor bahwa kebu-

tuhan pangan dunia hanya bisa dipenuhi perusa-

haan-perusahaan besar melalui Revolusi Hijau.

Akibatnya, kebijakan pertanian pada umumnya pun lebih

memihak korporasi dibandingkan petani keci l .

Tapi, pengalaman saya selama ini telah membantah

mitos tersebut. Apalagi ketika mengunjungi dua kelompok

petani di Jawa Barat akhir Agustus lalu. Kunjungan terse­

but bagian dari pertemuan tahunan mitra VECO Indone­

sia di Bandung.

Ada dua lokasi yang kami kunjungi yaitu di Ta­

sikmalaya dan Lembang. Dua kelompok tani ini membuk­

tikan mereka bisa memberi makan tak hanya untuk

mereka sendiri tapi juga dunia. Atau, setidaknya konsu­

men mereka.

Pertama, Kelompok Tani Simpatik di Tasikmalaya.

Sekitar 1.500 anggota kelompok ini merupakan petani ke­

ci l . Luas lahan mereka rata­rata kurang dari 1 hektar.

Namun, mereka bisa mendapatkan rata­rata 7­8 hektar

padi organik tiap musim panen.

Tak hanya untuk kebutuhan sendiri , para petani juga

mengekspor beras organik tersebut ke berbagai negara

seperti Amerika Serikat, Jerman, Singapura, dan lain­lain.

Tiap kali ekspor, mereka bisa mengirim 20­25 ton beras

organik ke negara tujuan.

Kedua, Kelompok Tani Mekar Jaya di Lembang,

Bandung Utara. Di daerah pegunungan berhawa sejuk

ini, petani menghasilkan produk hortikultura dengan

Membuktikan Kekuatan

Petani-petani keci l telah mematahkan mitos yang telanjur terbangun selama ini . Mereka

juga bisa mencukupi kebutuhan pangan dunia.

Editorial

standar mutu internasional. Tak sedikit dari kebun terse­

but hanyalah halaman depan, belakang, ataupun

samping rumah mereka.

Namun dari lahan­lahan sempit tersebut, mereka bisa

mengirim sayur ke berbagai kota dan negara, seperti

Bandung, Jakarta, Bali , bahkan Papua. Tiap minggu

mereka menjual 150 ton sayur dengan keuntungan Rp

3.000 per kg.

Menariknya, kedua kelompok tersebut bisa mem­

produksi komoditas secara mandiri . Mereka tidak tergan­

tung sepenuhnya pada korporasi. Petani padi di

Tasikmalaya membuat sendiri benih, pupuk, dan pestisida

organik. Petani di Lembang pun demikian meskipun bibit

masih membeli dari perusahaan.

Keduanya membuktikan mereka bisa mencukupi ke­

butuhan sendiri , memberi makan dunia, dan tetap men­

jaga keberlangsungan bumi.

Kata kuncinya adalah kolaborasi antara tiga pihak

yaitu petani, pemerintah, dan swasta. Mungkin klise, tapi

begitulah faktanya. Pemerintah mendukung dan memfa­

sil itasi petani untuk beralih ke pertanian organik. Di sisi

lain, pihak swasta mendukung pemasaran padi maupun

sayur organik. Mereka menghubungkan petani produsen

dengan konsumen secara langsung, termasuk pasar in­

ternasional.

Saya yakin keberhasilan petani Tasikmalaya dan

Lembang hanya puncak gunung es keberhasilan petani

kecil yang mempraktikkan pertanian organik di negeri ini .

Keberhasilan lain pasti lebih banyak lagi. [Anton Muhajir]

Petani Kecil

Page 4: LONTAR #9 LR

4 LONTAR - #9 - 2014

Foto­foto: Anton Muhajir

Ketika pemerintah

Indonesia mengimpor

beras, petani Tasikmalaya

justru mengekspor beras.

Bermula dari keinginan

bertani sambi l menjaga

alam, kini petani anggota

Gapoktan Simpatik justru

mendapatkan berkah bumi :

kemakmuran.

MMeennddaappaatt BBeerrkkaahh

MMeennjj aaggaa BBuummii

Gapoktan Simpatik

Page 5: LONTAR #9 LR

5LONTAR - #9 - 2014

Kunjungan Lapangan

dengan alam,” katanya. Alam juga

makhluk Tuhan. “Makhluk Tuhan itu

harusnya berkembang biak, bukan

berkembang beak (habis), ” tambahnya.

Karena itulah Hendra menyatakan

haram bila ia kembali menerapkan mo­

del pertanian lama yang menggunakan

bahan kimia dan pestisida. Menurutnya,

tak sepantasnya ia membunuh sesama

makhluk Tuhan.

Sementara itu, penggunaan pupuk

organik justru meningkatkan produkti­

vitas tanah. Bahan­bahan organik juga

sangat banyak dan terhampar di depan

kita, seperti air bekas cucian atau

gedebok. “Kalau ada petani organik

yang mengatakan tidak ada air bekas

cucian beras, tidak ada gedebok, tidak

ada bekicot yang bisa diolah, maka ya

sudah, mati saja lah,” katanya.

Berbekal Kesadaran

Meski sudah memil iki keinginan ber­

tani secara organik sejak 1997, toh

mereka baru bisa berkumpul dan mem­

bentuk Gapoktan Simpatik pada 2002.

Terletak di Kecamatan Cisayong, Kabu­

paten Tasikmalaya, Jawa Barat, Gapok­

tan Simpatik menjadi wadah dari

Pada 2014 ini mereka memasuki

tahun kelima mengekspor beras.

Semakin waktu, pasar dan

volume mereka pun terus berkembang.

Tahun lalu saja mereka mengirim sekitar

240 ton beras ke negara-negara di Asia,

Eropa, dan Amerika.

Permintaan terus meningkat; padahal

pada 2009 mereka hanya mengirim 18

ton.

Beras yang mereka ekspor ke luar

negeri merupakan jenis beras khusus,

yaitu beras organik. Sebagaimana

namanya, para petani yang tergabung

dalam Gabungan Kelompok Tani Sistem

Pangan Organik Tasikmalaya (Gapoktan

Simpatik) ini menggunakan model per­

tanian organik. Tak sedikit pun mereka

menggunakan bahan­bahan kimia.

Selain menghalau hama, bahan

kimia dan pestisida juga membunuh

mikro organisme seperti cacing dan

menurunkan produktivitas tanah. “Pada­

hal, mereka (mikro organisme) itu praju­

rit para petani organik, ” kata Hendra

Affandi yang akrab disapa Kribo, salah

seorang petani.

“Kita itu, selain berhubungan dengan

manusia dan Tuhan, juga ada hubungan

beberapa kelompok petani organik di

l ingkungan Tasikmalaya.

Menurut Soni Prayatna, Kepala Bi­

dang Produksi Padi dan Palawija Dinas

Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, Ga­

poktan Simpatik itu terbentuk, bukan

dibentuk. Ketika pertama kali memberi­

kan penyuluhan terhadap petani, ia

memberikan kesadaran tentang pen­

tingnya menjaga alam. “Bahwa apa yang

dilakukan selama ini oleh petani dalam

menjalankan pertanian konvensional te­

lah merusak alam. Jadi, mereka di­

sadarkan terlebih dahulu, bukan mau

jualan beras,” katanya.

Adapun soal harga bagus di pasar,

kata Soni, itu bonus saja. Berkah.

Berkat kesadaran itulah para petani

memil iki tekad kuat dalam menjalankan

pertanian organik. Namun, jalan mereka

tak mudah. Pertama sekali adalah

mendapatkan kepercayaan dari sesama

petani. Pasalnya, bertani organik

memang membutuhkan kesabaran dan

ketelitian tingkat tinggi, terutama dalam

proses produksi. Beda antara organik

dan bukan terdapat dalam proses.

Prosesnya sangat ketat. Setidaknya,

ada empat langkah yang harus petani

Penggunaan pupuk organik berhasi l meningkatkan kesuburan tanah.

Page 6: LONTAR #9 LR

6 LONTAR - #9 - 2014

Reportase

organik jalankan yaitu menyiapkan benih

berkualitas, mengolah tanah secara ter­

tib, menggunakan pupuk kompos dan

pupuk hijau, serta merawat sawah se­

cara teratur. “Petani organik harus rajin.

Menyiangi empat kali , penaburan kom­

pos dan pupuk pelengkap komposnya,”

kata Uu Syaeful Bahri, Ketua Gapoktan

Simpatik.

Pertanian organik mensyaratkan

adanya pengawas Internal Control Sys­

tem (ICS). Demi menjaga kualitas beras,

pengawas ICS senantiasa memantau ke

sawah.

Bahkan, Uu Syaeful Bahri, Ketua

Gapoktan Simpatik, sempat dicemooh

teman­temannya ketika menerapkan

model pertanian organik. Banyak

langkah baru yang terasa asing di mata

teman­temannya. Misalnya, ketika

sawah lainnya digenangi air, sawah mi­

l iknya justru tidak. Ia dianggap aneh.

Bahkan, ia menjadi tontonan ketika

menanam.

Namun, Uu dan petani Gapoktan

Simpatik tak lelah berjuang. Dari semula

empat orang, Gapoktan Simpatik kini

memil iki sekitar 1.700 anggota yang

tersebar di tujuh kecamatan di Ta­

sikmalaya. Jika ditotal, sebenarnya ang­

gota mereka pernah mencapai 2.500.

Namun mereka terpaksa menjatuhkan

sanksi kepada sekitar 800 anggota ka­

rena tak mematuhi peraturan:

menyerahkan hasil panen mereka ku­

rang dari 30 persen kepada Gapoktan

Simpatik.

Menurut Uu, hal ini merugikan orga­

nisasi. Pasalnya, Gapoktan Simpatik su­

dah mengeluarkan banyak modal untuk

membantu petani, seperti membayar

honor pengawas internal yang meman­

tau semua proses pertanian organik.

Gapoktan Simpatik terpaksa men­

jatuhkan sanksi sebagai cermin atas ko­

mitmen mereka menjaga kepercayaan

konsumen dan agar anggota lainnya

mendapatkan kepastian perlakuan.

Setelah tiada lelah menjalankan proses

organik tanpa henti sejak 2002 , mereka

mendapatkan peluang besar sejak 2009.

Untuk pertama kalinya, pada Agustus 2009

mereka mengekspor beras organik ke

Amerika. Mereka bisa mengekspor berkat

kerja sama dengan Emily Sutanto dengan

PT Bloom Argo­nya.

Emily pertama kali bertemu para

petani di Gapoktan Simpatik sekitar

2008. Ia mendapatkan informasi dari

mantan Gubernur Jawa Barat, Solihin

GP, bahwa ada sekelompok petani or­

ganik di daerah Tasikmalaya yang ingin

mengekspor beras. Solihin menawarkan,

bisakah Emily membantu mereka.

Emily semula ragu, benarkah ada

beras yang benar­benar organik di In­

donesia? Berangkat dari keraguannya,

ia lalu mengunjungi Tasikmalaya dan

kagum dengan sikap mereka yang ber­

tekad menjaga keharmonisan alam. Di

sisi lain, mereka juga masih terjebak

dalam arus kemiskinan.

Ia lalu bertekad membantu mereka.

Ia mendirikan PT Bloom Argo pada

2009. Ia melatih mereka dan mengusa­

hakan mereka mendapatkan sertifikasi,

mulai dari nasional hingga internasional.

Pada tahun itu juga Gapoktan Simpatik

mendapatkan sertifikasi internasional

dari Institute of Marketology (IMO) dari

Swiss. Sertifikasi IMO dikenal sebagai

jaminan mutu produk ramah lingkungan

tingkat dunia.

Dengan mengantongi sertifikasi IMO

Page 7: LONTAR #9 LR

7LONTAR - #9 - 2014

Reportase

ini mereka bisa mengakses pasar tiga negara yang paling ketat men­

erapkan standar pangan: Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.

Selain itu, Gapoktan Simpatik juga telah mendapatkan sertifikat

Fair Trade. Berbekal sertifikat­sertifikat itulah mereka makin meluaskan

jaringan dalam pasar internasional.

Di bawah merk dagang Sunria, mereka mengekspor beras merah,

cokelat, putih, dan campuran kelas premium. Menurut Uu, permintaan

pasar setiap tahun meningkat. Mereka belum bisa memenuhi per­

mintaan pasar.

Pada 2009, mereka hanya bisa mengirim 18 ton, padahal per­

mintaan pasar 90 ton. Pada 2013 kemarin, permintaan pasar men­

ingkat menjadi sekitar 450 ton. Namun, mereka hanya bisa mengirim

240 ton. Mereka belum bisa memenuhi permintaan pasar karena ke­

terbatasan yang mereka mil iki , di antaranya kurangnya mesin pas­

caproduksi dan mahalnya biaya sertifikasi.

“Biaya sertifikasi itu ratusan juta. Petani dari mana (uangnya), ” kata

Bukhori, salah seorang petani.

Karena itu Bukhori menyarankan agar pemerintah mempermudah

akses bagi petani untuk mendapatkan sertifikasi. “Supaya ada hak

paten, supaya ada daya jual di negara­negara luar. Kalau tidak ada

hak paten, susah (pasarnya). Jangan sampai ada perusahaan Indone­

sia, didirikan di Indonesia ternyata diaku­aku orang luar, ” katanya.

Meski demikian, satu per satu para petani yang tergabung dalam

Gapoktan Simpatik mendapatkan berkah bumi: kemakmuran. Kribo,

misalnya, ia sudah memil iki rumah layak huni dan dua kendaraan.

Kini, ia juga tak memil iki tanggungan utang sepeser pun kepada

tengkulak. Pertanian organik telah mengubah dan memperbaiki hidup

petani Tasikmalaya. [Muhammad Husnil ]

Beras organik produksi Gapoktan

Simpatik siap diekspor.

Page 8: LONTAR #9 LR

8 LONTAR - #9 - 2014

Kunjungan Lapangan

Sadar bahwa kekuatannya akan

meningkat bi la bersama-sama

Doyo mengumpulkan empat

temannya sesama petani dan mendirikan

organisasi. Pada 1 0 Oktober 1 987

mereka sepakat mendirikan Kelompok

Tani Mekar Tani Jaya (MTJ). Dengan

MTJ ia menghimpun dan mengubah

pemikiran para petani di kampungnya,

Lembang, Bandung, Jawa Barat.

Jalan yang ia tempuh sangat terjal.

Mendapatkan tentangan dari sana­sini.

Pertama sekali ia mendapatkan per­

lawanan dari keluarga. Mereka me­

ngeluhkan pil ihan Doyo menjadi petani

karena ia sarjana, saat sebagian besar

masyarakat sekitarnya masih tertatih­

tatih menjejaki tangga pendidikan dasar

dan menengah.

Tapi, tekadnya telah membatu. Ia

meyakini bahwa menjadi petani adalah

pil ihan hidupnya. Karena pil ihannya

tersebut, ia kenyang makan cemoohan

dan hinaan. Ia menganggap semua

reaksi negatif itu sebagai pelecut se­

mangat bahwa pil ihannya benar dan

mereka keliru.

Berjalan berdasarkan intuisi, ia kerap

tersesat. Sering gagal. Tapi, yang pasti,

semangatnya menjadi petani tak pernah

kendor.

Ia mampu mengatasi semua kendala

negeri. Bahkan MTJ adalah satu­satun­

ya dan pertama yang lulus dan memil iki

sertifikat sayuran organik di Indonesia.

Hasilnya?

“MTJ kini sudah merajai dunia sayur

Indonesia,” katanya. Produk pertanian

mereka sudah bisa ditemui di pasar­pa­

sar modern di kota­kota besar, seperti

Jakarta dan Bali . Ia juga telah mengeks­

por ke beberapa negara seperti Taiwan,

Jepang, dan Belanda. Meski melalui dis­

tributor di Singapura, Doyo meng­

upayakan agar kardus atau paket

Sayur Segar di Kaki GunungMekar Tani Jaya

Mengantongi i jazah sarjana teknik dari Sekolah Tinggi Teksi l , Bandung, Doyo Mulyo Iskandar justru

mengambi l jalan menjadi petani . Menggeluti kehidupan berkubang lumpur dan debu.

Tangkuban Parahu

yang datang karena pada dasarnya ia

seorang pembelajar sekaligus pengajar.

Ia tak pernah malu belajar kepada siapa

pun. Jalannya mulai terbuka saat salah

seorang temannya belajar mengenai

pertanian di Jepang. Sepulang dari Je­

pang, Doyo mulai belajar dan merintis

kepada temannya bagaimana mengelola

pertanian secara modern.

Melalui bantuan Ausaid, satu lem­

baga donor dari Australia, pada 2002 ia

belajar pengelolaan pertanian modern di

Australia selama setengah tahun. Tak

hanya di negeri guru, ia juga belajar per­

tanian di beberapa negara, seperti Be­

landa dan Cina. Semuanya berkat

bantuan lembaga swadaya

masyarakat internasional. Ia

mereguk semua pengetahu­

an itu, lalu menyebarkan­

nya ketika pulang

kampung.

Di MTJ ia menerapkan

pengetahuan dan pengala­

mannya, bagaimana

menghasilkan sayur yang

menyehatkan dan memil iki

daya tawar tinggi. Mereka

mengusahakan

mendapatkan serti­

fikasi dari pemerin­

tah maupun luar

Page 9: LONTAR #9 LR

9LONTAR - #9 - 2014

Reportase

produknya mencantumkan keterangan,

“Produk Indonesia.”

“Alhamdulillah walaupun harga turun

sedikit, tul isan “Indonesia”­nya nempel

(di kemasan). Begitu di Hongkong, l ihat

(kardus sayuran bertul iskan) fresh cab­

bage product of Indonesia, saya se­

nang,” katanya.

Mandiri

Sebagai organisasi petani, Doyo

mampu membuat MTJ mandiri . Karena

itu ia cenderung menolak setiap bantuan

pembangunan fisik yang datang dari pe­

merintah, baik tingkat kabupaten sampai

pusat. Ia jengah dengan praktik korupsi

birokrat. “Kalau proses awalnya saja

banyak bohong, hasilnya pasti tidak

baik. Kalau awalnya sudah mengelabui

diri sendiri , hasilnya juga pasti dibohongi

Tuhan. Mending yang lurus­lurus saja

tapi berkah,” katanya.

Banyak sekali tawaran dari pemerin­

tah untuk membantu mereka, kata Doyo,

seperti pembangunan pipa untuk peng­

airan. Daripada mendatangkan lebih

banyak mudarat buat anggotanya lebih

baik ia menampiknya. “Nanti saya harus

menandatangani 600 pipa, tapi yang

datang 400. Sisanya mau pakai

bambu?” katanya. “Menyusahkan!”

tegasnya.

Ia hanya menerima bantuan dari pe­

merintah jika berbentuk peningkatan

kualitas petani. Misalnya untuk pelatihan

atau workshop mengenai pertanian,

barulah MTJ akan mengirim utusan.

Tapi, tanpa bantuan pemerintah

dalam meningkatkan kualitas petani itu

pun hampir setiap dua tahun sekali MTJ

mengirimkan, setidaknya, satu orang un­

tuk belajar pertanian di luar negeri.

Uangnya berasal dari iuran antara kelu­

arga dan kelompok. Syaratnya, setelah

pulang anggota tersebut bekerja selama

dua tahun di kelompok yang mem­

biayainya belajar di luar negeri. Begitu

kelar, ia memil iki pi l ihan apakah akan

mulai membangun pertanian sendiri atau

mengambil jalur perdagangan.

Ia menekankan sekali kualitas petani

ini . Menurutnya, petani yang berkualitas

selalu memil iki jalan untuk mengatasi

keterbatasan. Saat ini para petani di

Lembang kekurangan lahan. Tanah di

sekitar Lembang sudah diserbu orang­

orang kota untuk membangun vila.

Mereka menyiasatinya dengan mem­

buka pertanian di halaman atau tanah­

tanah sempit yang ada di kampung­

kampung mereka. Bahkan, di tanah se­

luas tiga meter pun mereka tetap bisa

menanam. Tapi, Doyo mengakui bahwa

dalam hal tanah ini ia tak bisa berbuat

banyak kecuali mengubah pola pikir

orang­orang di sekitarnya agar tak men­

jual tanah mereka kepada orang­orang

kota.

Demi mempertahankan pertanian di

Lembang ia merekrut anak­anak muda

untuk tetap bertani. Bertani secara ter­

hormat. “Jika saya tidak bangun, anak

muda keluar (daerah), ya tamat (pertani­

an ini), ” katanya.

Sejauh ini ia berhasil . Kampungnya

yang saat ia kecil selalu mendapatkan

perhatian lebih dari pemerintah karena

saking miskin dan terbelakangnya kini

menjadi desa paling maju di Lembang

dan hampir semua anak­anaknya bisa

mengenyam pendidikan tinggi.

Tapi, ia belum bangga. “Saya belum

bangga kalau petani masih dianggap

rendah oleh profesi lainnya. Saya akan

bangga bila para petani bisa berbuat le­

bih untuk merah putih. Kalau bukan oleh

para petani sendiri , siapa yang akan

melakukannya?” kata Doyok retoris.

[Muhammad Husnil ]

Page 10: LONTAR #9 LR

10 LONTAR - #9 - 2014

Galeri Foto

26 Agustus. Pembukaan

21 Agustus 2014. Temu Pakar tentang Perberasan Nusantara

26 Agustus. Kunjungan ke Gapoktan Simpatik

28 Agustus. Penandatanganan kerja samaBank NTT dan VECO Indonesia

28 Agustus. Malam budaya penutupan APM 2014

Page 11: LONTAR #9 LR

11LONTAR - #9 - 2014

Galeri Foto

22­24 Agustus 2014. Festival Padi Nusantara

25 Agustus. Perkenalan

27 Agustus. Kunjungan ke Mekar Tani Jaya

28 Agustus. Pameran produk mitra VECO Indonesia

Page 12: LONTAR #9 LR

12 LONTAR - #9 - 2014

Agenda

Pertemuan ini menjadi wadah

berbagai pakar untuk mengkaji

persoalan perberasan nasional.

Menurut Dr Ronnie S Natawidjaja dari

CAPAS Unpad, pertemuan ini menjadi

ajang untuk mendorong dan mem-

perkuat pertanian Indonesia. Hadir

kalangan pemerintah, pihak swasta,

akademis, petani, ataupun lembaga

swadaya masyarakat (LSM).

Isu keberlanjutan mengemuka dalam

diskusi pakar ini. Dr Ronnie menyatakan

bahwa produksi beras di Indonesia ter­

golong masih rendah dibanding negara­

negara Asia penghasil beras lainnya.

I ronisnya, konsumsi beras di Indonesia

justru paling tinggi di dunia.

Peningkatan produksi beras nasional

bukan tak dikerjakan oleh Pemerintah.

Sayangnya, upaya tersebut belum

mengarusutamakan keberlanjutan. Juga,

tidak ada upaya serius untuk mengu­

rangi susut produksi. Ada 160.000­an

penggil ingan di Indonesia. Namun, ha­

nya ada 10 persen penggil ingan yang

memil iki teknologi maju. Akibatnya pe­

nyusutan dari proses gabah menjadi be­

ras cukup tinggi lantaran teknologi sudah

ketinggalan zaman.

Pemerintah perlu mendorong in­

vestasi di bidang pascapanen. Investasi

pengadaan penggil ingan dengan tekno­

logi maju dapat mengurangi tingkat

penyusutan secara signifikan. Hal ini

dapat memberikan sumbangan bagi

peningkatan produksi beras nasional.

Dalam diskusi muncul juga isu me­

narik terkait perdagangan beras nasio­

nal. Permintaan beras berkualitas

(aromatik, organik, dan lain­lain)

di laporkan tumbuh secara signifikan di

pasar. Di ritel, misalnya, pertumbuhan

permintaan beras berkualitas mencapai

30 persen per tahun. Angka ini jauh

melampaui pertumbuhan permintaan be­

ras kualitas medium, 10 persen per

tahun. Pusat pertumbuhan permintaan

produk berkualitas ada di Jakarta,

Bandung, Malang, dan Solo di mana

jumlah kelas menengah tumbuh dengan

cepat.

Namun, kue hasil dari pertumbuhan

ini tidak serta­merta dinikmati oleh

petani. Hendri Hendarta, Ketua Dewan

Perwakilan Daerah Aprindo Jawa Barat,

menyatakan ritel di Indonesia mengan­

dalkan pasokan beras dari para peda­

gang perantara.

Mereka menginginkan pasokan be­

ras langsung dari tangan pertama, yaitu

petani produsen, untuk memotong rantai

pasokan. Ini tidak lepas, salah satunya,

Lebih Berkeadi lan

Perberasan nasional menjadi

tema besar dalam diskusi

para pakar (expert meeting)

yang diselenggarakan VECO

Indonesia bersama Center for

Agrifood and Agribusiness

Studies (CAPAS) Universitas

Padjadjaran (Unpad) ,

Bandung. Pertemuan pada 21

Agustus 201 4 ini membahas

dan mengkaj i mata rantai

beras di Indonesia. Temanya,

“Tantangan Perberasan

Nasional dalam Era

Global isasi : Keberlanjutan,

Akses Pasar dan

Kesejahteraan Petani .”

Menuju Tata Niaga BerasDiskusi Pakar

Page 13: LONTAR #9 LR

13LONTAR - #9 - 2014

karena marjin keuntungan yang dipe­

roleh hanya sebesar 5 persen. Produk

beras berbeda dengan produk lain, mi­

salnya pakaian, di mana mereka mem­

peroleh marjin lebih dari 5 persen.

Kendati marj in yang diperoleh relatif

kecil , ritel tetap menyediakan tempat

khusus bagi penjualan beras dan produk

olahan dari bahan dasar beras. Betapa

tidak, beras masih menjadi konsumsi

utama bagi masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Direktur Bulog Sutarto

Alimoesa menyatakan salah satu tanta­

ngan yang dihadapi Indonesia adalah

tata niaga yang menyedihkan.

Tata niaga dikuasai oleh kartel pe­

dagang besar. Tujuh pedagang yang

dikenal sebagai '7 Samurai' menguasai

perdagangan gula. Sedangkan empat

pedagang dengan julukan '4 Naga'

mengatur naik­turunnya harga daging

sapi di pasar nasional. Akibatnya, petani

tebu dan peternak kecil tidak dapat

menikmati hasil jerih payah mereka se­

cara adil .

Tata niaga yang buruk juga terjadi di

perdagangan beras. Sebagai i lustrasi,

ada selisih yang besar antara harga be­

ras di tingkat petani produsen, yaitu se­

besar Rp 7.000 dan di tingkat ritel, yaitu

sekitar Rp 13.000. Sayangnya, selisih

yang besar itu hanya dinikmati oleh pe­

dagang besar.

Bulog sudah membuka kerja sama

dengan pengusaha kecil dan menengah

untuk pengadaan beras sebagai langkah

untuk membagi kue yang selama ini

dinikmati oleh pedagang besar.

Slamet Nur Hadi, Koordinator Pro­

gram di API , mendesak agar Pemerin­

tah segera merumuskan kebijakan

tepat untuk membangun sistem per­

dagangan beras di Indonesia. Ia

meminta agar pemerintah mendorong

pertanian berbasis kewirausahaan.

[Wisma Putra dan Purnama Adil

Marata]

Potensi pasar beras dalam negeri lebih

besar dari segi volume dan nilai

ekonomi. Beras perlu diposisikan secara

lebih strategis dalam pemasaran dan

penciptaan target pasar.

Masih besarnya peluang peningkatan

nilai tambah pada rantai ni lai beras:

pascapanen, penggil ingan, pengemasan,

dan branding dengan memanfaatkan

Sertifikat Indikasi Geografis

Jangan hanya terfokus pada produk

beras. Perlu juga disosialisasikan dan

diprogramkan (membentuk pasar)

pemanfaatan seluruh produk sampingan

berdasarkan pohon industrinya: jerami,

kulit beras, dan lain­lain.

Perlu ada kerja sama dengan Lembaga

Penelitian Pemuliaan Padi untuk

mengembangkan varietas khas lokal

berumur pendek dari berbagai pojok

nusantara.

Perlu secara strategis menjalankan

Program Beras Regional dengan mitra

internasional sebagai usaha untuk

menjadikan Beras Organik sebagai

High Value Commodity di ASEAN.

Mendorong untuk terbentuknya Standar

Beras Organik ASEAN yang diakui

secara internasional

Bekerja sama dengan Kelompok

Konsumen untuk membentuk Jaringan

Kios Pangan Sehat (berbasis

keanggotaan) tersebar secara nasional.

Model Bisnis dengan sistem franchise.

Peluang Bisnis Beras di Negeri Sendiri

1

2

3

4

5

67

Agenda

Page 14: LONTAR #9 LR

14 LONTAR - #9 - 2014

Agenda

Kali ini , pelataran mal Paris van

Java disulap menjadi sawah mini.

Lengkap dengan aneka pameran

beras organik, beragam jenis bibit padi

lokal hingga pameran foto. Selama tiga

hari , mal ini jadi tempat “Festival Padi

Nusantara” pada 22-24 Agustus lalu.

Festival yang diadakan VECO In­

donesia dan Perkumpulan Indonesia

Berseru (PIB) ini berhasil menyedot per­

hatian pengunjung. Tujuannya sebagai

ajang pendidikan bagi konsumen beras

di perkotaan sekaligus mengenalkan po­

tensi beras lokal organik dan keunggu­

lannya.

Karena lokasinya di mal, maka sa­

saran utama pameran ini adalah konsu­

men kelas menengah ke atas. Mereka

menjadi konsumen utama beras dan

pangan organik lain selama ini.

“Animo masyarakat Bandung cukup

besar untuk datang ke festival ini , ” kata

Rogier Eijkens, Perwakilan Regional

VECO Indonesia.

Selain itu pameran ini juga menjadi

ajang pertemuan bisnis. Ia berharap,

agar pengusaha lokal tertarik berin­

vestasi dan mengambil potensi bisnis

produksi beras lokal organik. “VECO

mengajak para pengusaha untuk mem­

perkuat bisnis perberasan sebagai anti­

sipasi beras impor yang masuk ke

Indonesia,” ujarnya.

Para mitra VECO Indonesia seperti

Asosiasi Petani Padi Organik Boyolali

(APPOLI), Asosiasi Tani Organik Mbay

(ATOM) Flores, dan Gabungan Kelom­

pok Tani (Gapoktan) Simpatik Ta­

sikmalaya juga memamerkan

beras­beras produksi mereka. Ada pula

aneka pupuk organik yang diproduksi

oleh petani.

“Beras organik baik bagi kesehatan

kita. Selain untuk menyehatkan, kita juga

Festival Padi Nusantara

Mendekatkan Beras

Mal tak hanya untuk

belanja atau sekadar

kongkow. Mal juga bisa

menjadi ajang pendidikan

tentang pertanian organik

bagi warga kota. Apalagi ,

setiap akhir pekan, mal di

Bandung selalu ramai oleh

pengunjung untuk mengisi

l iburannya.

pada Konsumen Berkual i tas

Page 15: LONTAR #9 LR

15LONTAR - #9 - 2014

Agenda

membantu pemerintah memperkecil

angka impor beras dan membantu untuk

menyejahterakan kehidupan petani In­

donesia,” kata Martinus Siri lus Malo,

petani dari Flores.

Selama tiga hari kegiatan, festival

dipenuhi berbagai benda promosi ter­

masuk beras dari daerah mitra VECO

Indonesia seperti Polewali Mandar (Su­

lawesi Barat), Maumere (Nusa Tenggara

Timur), dan lainnya. Selain beras, ada

pula poster, banner, dan aneka materi

promosi lain untuk mengenalkan beras

lokal Nusantara.

Materi­materi tentang padi Nusantara

tersebut memenuhi halaman, dinding,

dan selasar Paris van Java selama tiga

hari. Selama itu pula beberapa aksi

menarik dilaksanakan seperti musik,

diskusi, dan demo masak menggunakan

bahan baku beras. Tim relawan dari

Yayasan Pangan Sehat Indonesia

(YAPSI) dan Pusat Pendidikan Lingkun­

gan Hidup (PPLH) Bali yang terl ibat

selama pameran juga memberikan kue­

sioner kepada konsumen yang hadir.

Siti Nuraeni, salah satu pengunjung

pameran, mengatakan bahwa ajang ini

memberikan nilai positif bagi warga. Ia

bisa tahu manfaat dari beras organik

lokal. Termasuk keragaman berbagai

jenis padi di Indonesia. “Saya makin

tahu bahaya beras yang masih meng­

gunakan pupuk kimia,” katanya.

Menurut Ida Pardosi dari PIB, festival

ini adalah upaya untuk mengenalkan

produk petani sekaligus mengingatkan

pada komunitas bahwa padi tak cuma

urusan petani. Selama pameran, konsu­

men juga bisa berdiskusi langsung

dengan petani produsen. “Menariknya,

hal yang kita pikir sederhana ternyata

menarik bagi konsumen sehingga kita

harus mengenalkan kepada mereka dan

membangun diskusi, ” kata Ida.

Ida menambahkan selama pameran

tersebut, penyelenggara memberikan

visualisasi dan menciptakan pengala­

man baru masyarakat (kota) melihat

kembali kekayaan padi lokal, potensinya,

cita rasa dan para petani yang me­

nanamnya. “Pameran ini juga menjadi

ruang untuk mengajak masyarakat kota

mendukung petani padi lokal Indonesia

dan menangkap respon terhadap padi

lokal Indonesia,” tambahnya. [Wisma

Putra]

“Menariknya, hal yang kita pikirsederhana ternyata menarik bagikonsumen sehingga kita harus

mengenalkan kepada mereka danmembangun diskusi .”

Page 16: LONTAR #9 LR

16 LONTAR - #9 - 2014

Tradisi

Mereka tengah menghibur seluruh

warga desa yang sejak pagi su-

dah bergeliat. Mulai ibu-ibu yang

menghangatkan hiruk pikuk di dapur

hingga para lelaki yang hi l ir mudik

mengangkut panen padi. Sementara,

kokolot atau kalangan orang tua sibuk

mengikat setiap bulir padi yang mengu-

ning. Dan memasukannya ke dalam lum-

bung padi.

Kasepuhan Ciptagelar terletak di De­

sa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi,

Jawa Barat. Dari Jakarta, perjalanan

dapat ditempuh sekitar enam jam. Mele­

wati perkebunan karet, pesisir

Pelabuhan Ratu dan menembus jalanan

bebatuan. Lokasi kasepuhan ini berada

di kawasan Taman Nasional Gunung

Gede – Salak.

Udara sejuk dan air dingin yang

mengalir dari dalam hutan, menjadi

penyegar perjalanan setiba di Ciptagelar.

Lumbung padi atau leuit menjadi

penanda khas di kawasan Ciptagelar.

Setiap pagi atau sore hari, terdengar be­

bunyian ritmis dari para ibu yang sedang

menumbuk padi. Mereka berkelompok

menumbuk padi secara tradisional. Ter­

kadang sambil bersenandung

menghangatkan suasana desa.

Bagi Kasepuhan Ciptagelar, leuit tak

hanya berfungsi sebagai penyimpanan

beras. Lebih dari itu; leuit adalah pu­

saka. Masyarakat Sunda ini, sangat

menghormati keberadaan leuit. Lum­

bung padi adalah benteng kehidupan.

Sekaligus penjaga kemurnian ragam

benih padi lokal mereka. Amanat wari­

san leluhur kasepuhan.

Usia Kasepuhan Ciptagelar sudah

melewati enam abad lebih. Mereka

masih menjalankan aturan adat lelu­

hurnya secara tertib. Pertanian menjadi

tulang punggung kehidupan warganya.

Mereka menanam benih padi secara

alami. Memanennya secara gotong ro­

yong. Aturan adat leluhur Kasepuhan

Ciptagelar juga menghormati ke­

beradaan tanah. Mereka hanya mengo­

lah sawah selama sekali dalam setahun.

“Bagi kami, padi adalah ibu. Kami

menghormatinya,” kata Yoyo Yogas­

mana.

Yoyo adalah seorang seniman per­

tunjukan dari Bandung. Ia memil ih men­

jadi petani dan menetap menjadi warga

kasepuhan. Di kasepuhan ini, ia belajar

menjadi petani dan melebur dengan ke­

hidupan adat istiadat Ciptagelar. “Adat

juga melarang untuk menjual hasil pa­

nen padi, ” tambahnya.

Ugi Sugriana Rakasiwi atau lebih

dikenal dengan Abah Ugi adalah pen­

jaga Kasepuhan Ciptagelar. Ia adalah

pemimpin ke­11 dari Kasepuhan Cipta­

gelar. Abah Ugi menjadi motor untuk

menjaga keseimbangan dan harmo­

nisasi alam di kasepuhan. Termasuk dari

perubahan dan perkembangan zaman.

Namun, Kasepuhan Ciptagelar justru tak

mengelak dari perkembangan ini.

Mereka memanfaatkan perkembangan

teknologi tepat guna. Mereka meman­

faatkan keberadaan air yang mengalir

sepanjang tahun menjadi l istrik. Turbin

air ini menjadi jantung untuk mengalirkan

listrik ke setiap rumah warga. Termasuk

untuk menyalakan studio televisi dan ra­

dio komunitasnya.

Kearifan Menjaga Lumbung

Alunan angklung buhun—nada pentatonik—mengalun dari balik Imah Gede. Para pria berbaju hitam

lengkap dengan ikat kepala, duduk bersila bersenandung puja pujian pada alam semesta.

dari Gunung

Page 17: LONTAR #9 LR

17LONTAR - #9 - 2014

Kabar Internasional

Hobi ngoprek elektronik menjadi

bekal bagi Abah Ugi untuk menerapkan

teknologi yang membawa manfaat bagi

kehidupan warganya. “Di sini juga dipa­

sang wifi , ” kata Abah Ugi.

Kasepuhan Ciptagelar menjadi anti­

tesis kemajuan zaman. Pertanian, kuat­

nya budaya gotong royong dan aturan

adat menjadi pi jakan kehidupan warga­

nya. Tanpa menyerah atau mesti

melawan perubahan zaman.

Keunikan ini menjadi magnet bagi

banyak orang. Termasuk peneliti untuk

berkunjung ke Ciptagelar. Seren taun

menjadi acara tahunan yang dikunjungi

ratusan orang dari berbagai daerah. Tak

jarang, wisatawan mancanegara juga

ikut hadir meramaikan acara ritual ini .

Warga melepaskan rasa lelah dan

bergembira dengan berbagai kegiatan.

Mulai menyaksikan pencak silat, ber­

main angklung tradisional, menontong

wayang golek semalam suntuk hingga

beriringan keli l ing kampung membawa

hasil bumi.

Para peneliti pangan, budaya, antro­

pologi, bahasa hingga arsitektur sering

berkunjung ke lokasi ini . Mereka men­

catat setiap perubahan dan kearifan

yang mereka pertahankan ratusan

tahun. Institut Pertanian Bogor (IPB)

mengidentifikasi ada seitar 180 jenis

padi lokal yang tumbuh di wilayah

kasepuhan.

“Kami juga diundang untuk berbicara

mengenai perubahan ikl im. Sejauh ini,

kami tidak pernah gagal panen,

terserang hama apalagi sampai

kelaparan,” kata Yoyo Yogasmana.

Keberadaan Kasepuhan Ciptagelar

ibarat oase di tengah gempuran impor

beras saat ini. Vietnam, Thailand, India,

Pakistan hingga Myanmar menjadi ne­

gara utama pemasok beras. Pada tahun

2013, Badan Pusat Statistik, mencatat

Vietnam mampu memasok hingga 472

ribu ton beras atau senilai US$ 246 juta.

Sementara Thailand sekitar 194 ribu ton

atau senilai US$ 6,7 juta. Lahan pertani­

an produktif Indonesia juga terus me­

nyusut hingga 188 ribu hektar per

tahunnya. Dan beralih fungsi menjadi

kawasan perumahan maupun pabrik.

Kasepuhan Ciptagelar menjadi cer­

min bahwa pertanian yang alami dan

berkelanjutan bukanlah mustahil .

Mereka telah membuktikan selama

ratusan tahun dengan merawat dan

melindungi benih padi lokalnya dengan

benteng kebudayaan. [Ahmad Yunus]

“Bagi kami , padi adalah ibu. Kami

menghormatinya,” kata Yoyo

Yogasmana.

Page 18: LONTAR #9 LR

18 LONTAR - #9 - 2014

Kata Mereka“Apa yang kami dapat dari dua kunjungan

selama APM ini sangat berharga. Ternyata

petani kecil pun bisa berbisnis secara modern.

Semoga kami di Polman bisa membuktikan

bahwa kami juga bisa.”

Hassani Zainuddin ,Ketua Koptan Amanah Polewali

Mandar, Sulawesi Barat.

“Kami belajar banyak selama

APM ini terutama dari

kunjungan lapangan ke

kelompok tani. Salah satu

pelajaran penting dari

keduanya adalah perlunya

melibatkan anggota secara

aktif dalam kegiatan. Itu PR

kami di Bajawa.”Marselina Walu Wajamala,

Koordinator Divisi PemasaranPerhimpunan Petani Watu Ata

Bajawa, Flores.

“Saya sangat terkesan

dengan pameran (padi

nusantara) ini karena

konsumen bisa lebih tahu

tentang beras. Dengan harga

mahal, mereka mau membeli

beras kami karena mereka

lebih mementingkan

kesehatan.”Sidiq,Petani anggota Asosiasi

Petani Padi OrganikBoyolali (APPOLI).

“Hal menarik ketika sesama

mitra VECO Indonesia bisa

melihat langsung kondisi

lapangan mitra yang lain. Ini

karena mitra VECO

Indonesia beragam,

masing-masing punya ciri

khas dan gaya perjuangan

berbeda. Kami yang bekerja

di isu konsumen bisa

menambah wawasan dan

perpektif berbeda.. .”

“Hal paling berharga selama

APM adalah organisasi petani

mampu menjadi broker bagi

anggotanya melalui

pengelolaan informasi dan

pengetahuan yang baik.

Keberadaan OP benar-benar

bermanfaat bagi anggotanya.

Kemampuan itu semua mereka

dapat melalui perjuangan.

Semoga petani Kerinci juga

bisa seperti mereka.”

Herni Pili ,Pusat Pendidikan Lingkungan

Hidup (PPLH) Bali . Firman Supratman,Koordinator Lapangan VECO

Indonesia di Kerinci, Jambi.

Page 19: LONTAR #9 LR

19LONTAR - #9 - 2014

Infografik

Selama pelaksanaan Festival Beras Nusantara di Paris

van Java, Bandung, VECO Indonesia dan Perkumpulan

Indonesia Berseru (PIB) menyebarkan kuesioner. Para

relawan dari PIB, Yayasan Pangan Sehat Indonesia (Yapsi)

Solo, dan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali

memberikan beberapa pertanyaan kepada pengunjung.

Pertanyaan yang diajukan antara lain pengetahuan tentang

beras yang dikonsumsi sehari­hari, alasan mengonsumsi be­

ras sehat, tingkat konsumsi, hingga tempat membeli beras

tersebut.

Ada empat hal yang menjadi catatan dari survei terhadap

150 konsumen yang jadi responden.

1. Ada peluang pasar yang besar, minat mengkonsumsi be­

ras sehat baik dari laki­laki dan perempuan.

2. Peluang besarnya pasar tersebut belum dibarengi

dengan ketersediaan informasi mengenai beras sehat.

Konsumen belum tahu banyak informasi mengenai be­

ras sehat, termasuk di mana dan bagaimana

mendapatkannya.

3. Alasan terbesar konsumen memil ih beras sehat adalah

kesehatan. Alasan ini perlu didukung pula oleh kemam­

puan finansial.

4. Karena itulah konsumen beras sehat pada umumnya

adalah masyarakat kelas menengah. Sehingga go­

longan ini merupakan sasaran promosi yang tepat.

Infografis berikut menjelaskan lebih lanjut proses dan

hasil survei tentang beras tersebut.

Beras Mahal? Tak Masalah. Asal. . .

Konsumsi BerasRata­rata jumlah anggota keluarga responden 3 ­ 4orang. Konsumsi beras per bulan adalah 16,3 kg.

Pengetahuan tentang BerasBanyak masyarakat tidak mengetahui varietas beras yangdikonsumsinya, apalagi sehat atau tidaknya berastersebut.

Varietas yang dikonsumsi: pandan wangi, rajalele,menthik susu, setra, bongong, IR 64, Cianjur, Ciherang,C4, Merah.

Tidak mengetahuivarietas beras

57%

Mengetahuivarietas beras

43%

Belum tertarik,5%

Tertarik,95%

Apakah tertarik mengonsumsi beras sehat?

Kemasan,4%

Trend gaya hidup,3%

Alasan mengonsumsi beras sehat?Faktor lain,

5%

Rasa danaroma,29%

Kesehatan,59%

Tidak tahutempat membeli ,

40%

Belum cukup infotentang manfaat,

20%

Alasan belum mengonsumsi beras sehat?

Faktor lain,10%

Kemasan tidakmenarik,2%

Harga mahal,28%

Supermarket,54%

Komunitas pangan sehat,4%

Tempat membeli beras sehat

Organisasi petani,17%

Toko organik,8%

PasarTradisional,17%

Profil RespondenTotal 150 orangJenis kelamin : Perempuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65 persen,

Laki­laki . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35 persen.Umur : < 25 tahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 persen,

26 – 40 tahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 persen,> 40 tahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34 persen

Profesi : PNS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 persen,Lain­lain . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 persen,Pelajar/mahasiswa . . . . . . . . . . . . . . 23 persen

Pendapatan : < Rp 3 juta . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41 persen,Rp 3 juta – Rp 5 juta. . . . . . . . . . . . 21 persen,Rp 5 juta – Rp 10 juta . . . . . . . . . 17 persen,> Rp 10 juta . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21 persen

Pendidikan : SMA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40 persen,S1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50 persen,S2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 persen

Page 20: LONTAR #9 LR

20 LONTAR - #9 - 2014

TThhee PPoowweerr ooff SSmmaall ll FFaarrmmeerrss