Logika Deduktif
-
Upload
aprilianalim -
Category
Documents
-
view
43 -
download
1
description
Transcript of Logika Deduktif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dalam perkembangan zaman, manusia sering
mengabaikan logika dalam berfikir dan membuat aturan.
Kebanyakan orang-orang tersebut menganggap remeh tentang
logika dan berfikir seenaknya saja, mereka mengiginkan suatu hal
yang mudah dan praktis. Sehingga yang terjadi adalah
kejanggalan-kejanggalan dalam komunitas mesyarakat banyak.
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut
prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan
aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan
pengetahuan yang benar dan disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis
penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada
suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau
diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru
yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan
teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di
lapangan. Dengan demikian dalam konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami
suatu gejala.
Sebelum kita membahas dan memahami lebih jauh mengenai
penalaran deduktif, timbul pertanyaan yang mendasar yang muncul
di dalam benak kita mengapa kita mempelajari penalaran? Kita perlu
memahami mengenai penalaran karena penalaran merupakan hal
1
yang sering kita gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau
berinteraksi satu dengan yang lainya.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya
disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis
dan konklusi disebut konsekuensi.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang,maka dapat dirumuskan pada konsep
makalah ini adalah:
1. Mengapa matematika disebut sebagai ilmu deduktif ?
2. Apa peranan matematika dalam kehidupan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui mengapa matematika disebut sebagai ilmu
deduktif.
2. Untuk memahami bagaimana pengaruh logika deduktif dalam
berpikir yang tepat dan benar, khususnya dalam kerangka berpikir
ilmiah.
D. Manfaat
1. Bagi penulis dapat memahami mengenai konsep logika deduktif
dalam penalaran ilimiah
2. Bagi pembaca dapat menambah sumber literatur mengenai logika
sebagai kerangka berpikir filsafat, terutama cara berpikir dengan
logika deduktif dalam penalaran ilmiah
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Logika
Kata Logika berasal dari bahasa Yunani Logike, dari kata
Logos artinya ucapan atau pengartian. Ucapan berarti yang
diucapkan, dilisankan, disebutkan. Ucapan merupakan hasil proses
berpikir. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Kata pengartian yang
berarti proses, cara, perbuatan memberi arti. Dengan demikian,
maka logika merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.1
Logika dengan demikian bersangkut paut dengan pengetahuan
tentang kaidah berpikir, Kaidah berpikir artinya rumusan asas-asas
yang menjadi hukum atau aturan yang tentu yang menjadi patokan
dalam berpikir. Dengan kata lain logika adalah ajaran tentang berfikir
tertib dan benar, atau perumusan lebih teliti, ilmu penarikan
kesimpulan dan penalaran tanpa meninggalkan keabsahan. Logika
tidak menelaah urutan berfikir sebagai gejala psikologi dan tidak pula
mempersoalkan isi pemikiran, tetapi mempermasalahkan tata tertib
yang harus menjadi panutan jalan pemikiran agar memperoleh hasil
yang benar. 2
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin:
logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk
mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi
untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
1 Bagus, Lorens, Kamus Filsafat . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka utama, h. 76
2 Bagus, Lorens, Kamus Filsafat . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka utama, h. 77
3
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.3
Terdapat beberapa batasan pengertian tentang logika dari
beberapa ahli. Menurut Alex Lanur, Logika adalah ilmu pengetahuan
dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Ilmu pengetahuan adalah
kumpulan pengetahuan tentang pokok yang tertentu. Kumpulan ini
merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan
penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti
ini terjadi dengan menunjukkan sebab musababnya.4
Batasan pengertian yang diberikan oleh Alex Lanur, secara
singkat diungkapkan oleh Muhammad Zainuddin, bahwa Logika
merupakan suatu Ilmu tentang dasar dan metode untuk berfikir
secara benar. (Muhammad Zainuddin,2006:3) Menurut Mundiri
Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan
hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang
betul dari penalaran yang salah. Sedangkan Poespoprojo
menuliskannya sebagai ilmu dan kecakapan menalar,berpikir dengan
tepat (the science and art of correct thinking ). 5
Logika dapat di simpulkan tentang penalaran dan ilmu berfikir.
Jadi ilmu logika adalah satu ilmu pengetahuan yang membicarakan
tentang aturan-aturan berfikir dan bekomunikasi, agar dengan
aturan-aturan tersebut dapat diambil kesimpulan yang benar dan
tepat. Suatu penarikan kesimpulan baru dapat dianggap sahih (valid)
kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu tersebut. 6
3 Tanpa nama, http://id.wikipedia.org/wiki/Logika diakses 18 April 2015
4 Alex Lanur OFM, Logika Selayang Pandang, Kanisius, 1983, h. 78
5 W. Poespoprojo, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h.124
6 Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 2009) h. 46
4
B. Logika Deduktif
Penalaran deduktif atau kadang disebut juga logika deduktif
adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen
deduktif. Pengertian logika deduktif adalah ‘sistem penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan
bentuknya (form) serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai
kemestian yang diturunkan dari pangkal pikiran yang jernih atau
sehat’. Jadi logika deduktif adalah ‘suatu ilmu yang mempelajari
asas-asas atau hukum-hukum dalam berfikir, dan hukum-hukum
tersebut harus ditaati supaya pola berfikirnya benar dan mencapai
kebenaran’.7
Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan
ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau
salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika
kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep
yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat
diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep
mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar
himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika
pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini
merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan
diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula
penalaran tersebut.
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang
membedakan penalaran induktif dan deduktif dalam logika.
Deduktif Induktif
7 W. Poespoprojo, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 125
5
Jika semua premis
benar maka
kesimpulan pasti
benar
Jika premis benar,
kesimpulan mungkin
benar, tapi tak pasti
benar.
Semua informasi atau
fakta pada
kesimpulan sudah
ada, sekurangnya
secara implisit, dalam
premis.
Kesimpulan memuat
informasi yang tak
ada, bahkan secara
implisit, dalam
premis.
Logika deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau kesimpulan
khusus yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih
umum. Kesimpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum dari
pada proposisi tempat menarik kesimpulan itu. Logika deduktif
merupakan metode berpikir deduktif yaitu menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-
bagiannya yang khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.
Logika deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau putusan
lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala.
Berdasarkan atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang
sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala
diatas. Dengan kata lain. Logika deduktif bergerak dari pemikiran
sesuatu yang umum kepada yang khusus.8
Beberapa ciri utama dari penalaran deduktif, yaitu :
8 Anggi Purnama Yuda, http://anggipay.blogspot.com/2013/04/penalaran-
deduktif.html diakses tanggal 18 April 2015
6
1. Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
2. Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada,
sekurangnya secara implisit, dalam premis
Dalam logika deduktif ini yang terutama ditelaah adalah bentuk
dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan
akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses
penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif berbicara
tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan yang utama terlepas
dari isi apa yang diuraikan. Karena itu logika deduktif disebut pula
logika formal.
B.1. Premis Mayor dan Premis Minor
Premis mayor biasa disebut pernyataan umum, sedangkan
premis minor biasa disebut pernyataan khusus. Proses yang
menyatukan keduanya dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme
merupakan proses penalaran dimana dari dua premis ditarik suatu
proposisi baru (berupa kesimpulan). Contohnya:
Premis mayor: Semua yang bernyawa akan mengalami kematian
Premis minor : Hewan merupakan sesuatu yang bernyawa
Kesimpulan : Hewan akan mengalami kematian
Contoh lain :
Premis mayor: Semua makhluk hidup membutuhkan udara
Premis minor : Kucing adalah makhluk hidup
Kesimpulan : Kucing membutuhkan udara
Dalam berpikir deduktif kita harus berfikir dari yang umum ke yang
khusus, dari yang abstrak ke yang konkrit.
Logika deduktif bisa berbahaya apabila salah dalam
mengambil/menyusun kesimpulan. Sebagai contoh:
Pasir adalah material dasar sungai (premis mayor)
Lempung adalah material dasar sungai (premis minor)
Lempung adalah pasir (kesimpulan)
7
Semua karyawan di PT. Anaconda mempunyai IQ tinggi (premis
mayor)
Komar bukan karyawan di PT. Anaconda (premis minor)
Komar tidak ber-IQ tinggi (kesimpulan)
Kesalahan ini sering terjadi karena menganggap kata “adalah” selalu
berarti “sama dengan”. Perlu diingat bahwa kata “adalah” tidak selalu
berarti “sama dengan”.
B.2. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara
deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan
sebuah konklusi (kesimpulan).9
Berdasarkan bentuknya, silogisme terdiri dari:
Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya
merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut
dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis
mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor
(premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di
antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh:
Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
∴ Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik
Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan
harus partikular juga.
Contoh:
• Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
9 Tanpa nama, http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme diakses tanggal 18 April 2015
8
• Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
• ∴ Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya
harus negatif juga.
Contoh:
• Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
• Sebagian pejabat korupsi (minor).
• ∴ Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi)
Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil
kesimpulan.
Contoh:
• Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
• Bambang adalah politikus (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat
kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan
(bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah
diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai
yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan
dapat diambil jika salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak
akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah
dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah
ikan? Mungkin saja binatang melata.
Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term
9
predikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten,
maka kesimpulannya akan salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.(premis 1)
Kambing bukan kerbau.(premis 2)
∴ Kambing bukan binatang ?
Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada
premis 1 bersifat positif
Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor
maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda
kesimpulan menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
Januari adalah bulan.(minor)
∴ Januari bersinar dilangit?
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan
term, tidak bisa diturunkan konklusinya.
Contoh:
Kucing adalah binatang.(premis 1)
Domba adalah binatang.(premis 2)
Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
Sawo adalah tumbuhan.(premis4)
Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya.
Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya
berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah
proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian
antecedent.
Contoh:
10
Jika hujan saya naik becak.(mayor)
Sekarang hujan.(minor)
∴ Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian
konsekuennya.
Contoh:
• Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
• Sekarang bumi telah basah (minor).
• ∴ Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
• Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
• Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
• ∴ Kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
∴ Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari
silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya
bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila
antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B,
maka hukum silogisme hipotetik adalah:
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
11
Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis
mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila
premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.
Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis
minor dan kesimpulan. Contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam
sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda
berhak menerima hadiahnya.
Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya
merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya
bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme
hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara
analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai
alternatif kontradiktif. Contoh:
Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
12
∴ Ia tidak jujur (konklusi).
Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya
mempunyai alternatif bukan kontradiktif. Contoh:
Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
∴ Hasan di pasar (konklusi).
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang
dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya
valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata Hasan berbaju putih.
∴ Hasan bukan tidak berbaju putih.
Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya
adalah
1. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka
konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Budi adalah guru.
∴ Maka Budi bukan pelaut.
2. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka
konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.
Ternyata tidak lari ke Yogyakarta
∴ Dia lari ke Solo?
13
Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Matematika sebagai Ilmu Deduktif
Nama ilmu-ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasarkan atas pengalaman
seperti halnya yang terdapat di dalam ilmu empirik, melainkan
14
didasarkan atas deduksi-deduksi/penjabaran-penjabaran.
Bagaimana caranya orang dapat secara tepat mengetahui ciri-ciri
deduksi, merupakan satu masalah pokok yang dihadapi oleh filsafat
ilmu. Dewasa ini pendirian yang paling banyak dianut orang
mengatakan bahwa deduksi ialah: penalaran yang sesuai dengan
hukum-hukum serta aturan-aturan logika formal; dalam hal ini orang
menganggap bahwa tidaklah mungkin titik-titik tolak yang benar
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak benar.10
Ilmu-ilmu deduktif ialah ilmu-ilmu matematik. Dalam hal ini
sesungguhnya dalil-dalil tidaklah dibuktikan kebenarannya melalui
penyelidikan empirik, melainkan melalui penjabaran dalil-dalil yang
sudah diperoleh sebelumnya. Dan yang terakhir ini pada gilirannya
juga dibuktikan kebenarannya dari dalil-dalil yang sudah ada
sebelumnya, dan begitu seterusnya. Dalil-dalil matematik dibuktikan
kebenarannya berdasarkan atas dalil-dalil yang lain, dan bukannya
berdasarkan atas pengamatan. Kiranya jelas bahwa secara demikian
orang tiak akan dapat bertanya terus menerus secara tidak terbatas.
Sudah pasti pada suatu saat tertentu orang harus memulai dengan
dalil-dalil yang diterima kebenarannya tanpa bukti, yaitu aksioma-
aksioma.11
Matematika disebut ilmu deduktif, karena baik materi maupun
metoda pencarian kebenaran dalam matematika berbeda dengan
ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya. Metoda
pencarian kebenaran yang dipakai dalam matematika adalah metoda
deduktif, sedangkan ilmu pengetahuan alam adalah induktif atau
eksperimen. Namun, dalam matematika mencari kebenaran itu bisa
dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya digeneralisasi yang
benar untuk semua keadaan harus dibuktikan secara deduktif. Ini
10 Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 2311 Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 24
15
berarti bahwa matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan
pengamatan (induktif) tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif.
Namun demikian untuk membantu pemikiran serta untuk mencari
kebenaran bisa dimulai dengan cara induktif dan selanjutnya
generalisasi yang benar harus bisa dibuktikan secara deduktif.
Sebagai contoh suatu generalisasi atau dalil yang berbunyi
“jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap”. Misalkan kita
ambil beberapa buah bilangan ganjil 1, 3, 5, dan 7, kemudian
dijumlahkan. Akan terlihat jelas bahwa setiap dua bilangan ganjil jika
dijumlahkan hasilnya selalu genap. Dalam matematika tidak
dibenarkan membuat generalisasi atau membuktikan dalil dengan
cara demikian. Walaupun kita telah menunjukan sifat itu dengan
mengambil beberapa contoh yang lebih banyak lagi, tetap kita tidak
dibenarkan menyimpulkan demikian. Pembuktian deduktif mengenai
hal ini dapat ditunjukan sebagai berikut. Misalkan m dan n adalah
dua buah sebarang bilangan bulat positif, maka 2m + 1 dan 2n + 1
tentunya merupakan dua buah bilangan ganjil. Jika dijumlahkan
maka diperoleh bentuk 2(m + n + 1). Karena m dan n bilangan bulat
positif maka (m + n + 1) bilangan bulat positif juga, sehingga 2(m +
n + 1) adalah bilangan genap. Jadi terbukti bahwa jumlah dua
bilangan ganjil adalah bilangan genap.
Lebih lanjut menurut Herman Hudoyo (1990 : 4) secara singkat
dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide,
konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan
penalarannya deduktif. Johnson dan Rising (1972) menyatakan
bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan
pembuktian yang logis, matematika adalah bahasa, bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan
akurat, direpresentasikan dengan symbol yang padat dan memiliki
arti. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi,
sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada
unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah
16
dibuktikan kebenarannya.12
Berdasarkan pernyataan para ahli di atas dapat dikatakan
bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan
dengan penelaahan struktur-struktur yang abstrak dan hubungan
diantara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur serta hubungan-
hubungannya diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang
terdapat dalam matematika. Dalam hal ini dapat dikatakan
matematika sebagai ilmu terstruktur. Konsep matematika tersusun
secara herarkis, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang
sederhana. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat
sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Hal
ini berarti belajar matematika adalah belajar konsep dan struktur
yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta
mencari hubungan di antara konsep dan struktur tersebut.
B. Peran Matematika
Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam
peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah.
Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran,
sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan
model dan eksploitasi matematis. Cabang matematika yang sering
dipakai dalam keilmuan di antaranya kalkulus dan statistika,
meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai
penerapannya, bahkan bidang “murni” seperti teori bilangan dan
topologi. Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti pada
tahap kualitatif yang tidak memungkinkan untuk meningkatkan
penalaran lebih jauh. Oleh karena maka dapat dikatakan bahwa ilmu
tanpa matematika tidak berkembang.
Perkembangan IPTEK sekarang ini di satu sisi memungkinkan untuk
12 Gani Gunawan, S.Si.,M.Si., https://www.facebook.com/notes/humas-unisba/peran-matematika-sebagai-ilmu-deduktif-pada-perkembangan-iptek/10150528991775895 diakses 20 April 2015
17
memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah dari
berbagai tempat di dunia, di sisi lain tidak mungkin untuk
mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan yang ada,
karena sangat banyak dan tidak semuanya diperlukan. Karena itu
diperlukan kemampuan cara mendapatkan, memilih, dan mengolah
informasi. Untuk menghadapi tantangan tersebut, dituntut sumber
daya yang handal dan mampu berkompetisi secara global, sehingga
diperlukan ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis,
sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif.
Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui matematika.
Hal ini sangat dimungkinkan karena matematika memiliki struktur
dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya serta
berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika
merupakan alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan
suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi, atau
generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah.
Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala
jenis dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang
memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung
mengarah pada aritmetika (studi tentang bilangan) dan mengukur
mengarah pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan posisi
benda). Aritmetika dan geometri merupakan fondasi atau dasar dari
matematika. Saat ini, banyak ditemukan kaidah atau aturan untuk
memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan
pengukuran, yang biasanya ditulis dalam rumus atau formula
matematika, dan ini dipelajari dalam aljabar. Namun, perkembangan
dalam navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan
teknologi sekarang ini membutuhkan diagram dan peta serta
melibatkan proses pengukuran yang dilakukan secara tak langsung.
Akibatnya, perlu studi tentang trigonometri.
18
13
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa logika adalah
sebuah aturan dan cara berfikir yang tepat dan benar, baik itu secara
13
19
lisan maupun tulisan. Suatu argumen dapat di peroleh dan diterima
oleh orang lain, jika kita bisa memisahkan antara kebenaran dengan
kesalahan, dan tepat dengan tidak tepat. Memisahkan dua unsur
tersebut hingga di peroleh kesimpulan yang tepat dan benar ”logis”.
Sering orang dalam mengambil keputusan terjadi keragu-raguan
bahkan mengambil keputusan yang salah, ini didasarkan mereka
mengambil keputusan tanpa menganalogikan terlebih dahulu,
sehingga suatu kebenaran tidak tercapai. Oleh karena itu dalam
aturan harus juga disertai dengan logika yang tepat dan benar.
Logika berpikir deduktif sebagai logika berpikir yang bergerak
dari pemikiran umum menuju ke pemikiran yang khusus sangat
berguna dalam konteks kerangka berpikir ilimiah. Logika deduktif
bertolak dari sebuah konklusi atau kesimpulan khusus yang didapat
dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Kesimpulan yang
diperoleh tidak mungkin lebih umum dari pada proposisi tempat
menarik kesimpulan itu. Logika deduktif merupakan metode berpikir
deduktif yaitu menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi
operasional, instrumen dan operasionalisasi.
Matematika adalah ilmu deduktif. Dengan matematika ilmu
(sains) mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif,
sehingga peran matematika menjadi sangat penting dalam
perkembangan berbagai ilmu pengetahuan. Matematika merupakan
ilmu deduktif karena dalil-dalilnya tidak dibuktikan melalui
penyelidikan empiric, melainkan penjabaran dari dalil-dalil yang
sudah ada sebelumnya, dan begitu seterusnya. Dalil-dalil matematik
dibuktikan kebenarannya berdasarkan atas dalil yang lain, dan
bukannya berdasarkan atas pengamatan.
B. Saran
20
Setelah mendalami tentang apa itu logika / panalaran, dan
mempelajari dengan seksama tentang logika deduktif, maka penting
agar kita mempraktekkan logika berpikir secara deduktif sebagai
pedoman kerangka berpikir ilmiah. Penerapan logika deduktif ini bisa
dilihat secara jelas dalam ilmu matematika. Untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan informasi
dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau
masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram,
persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan
gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis,
dan efisien. Dengan menyadari pentingnya matematika tersebut,
bahasa matematika selayaknya menjadi bahasa yang harusnya
digunakan secara luas. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran
dan fungsi matematika sebagai ilmu deduktif, terutama sebagai
sarana untuk membantu kita dalam memecahkan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
utama.
Alex Lanur OFM, Logika Selayang Pandang, Jakarta: Kanisius,
1983.
W. Poespoprojo, Logika Ilmu Menalar, Bandung: Pustaka Grafika,
1999,
21
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 2009.
W. Poespoprojo, Logika Ilmu Menalar, Bandung: Pustaka Grafika,
1999,
Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986.
Tanpa nama, http://id.wikipedia.org/wiki/Logika diakses 18 April
2015.
Anggi Purnama Yuda,
http://anggipay.blogspot.com/2013/04/penalaran-deduktif.html
diakses tanggal 18 April 2015
Tanpa nama, http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme diakses tanggal
18 April 2015
Gunawan, Gani S.Si.,M.Si., https://www.facebook.com/notes/humas-
unisba/peran-matematika-sebagai-ilmu-deduktif-pada-
perkembangan-iptek/10150528991775895 diakses 20 April 2015
22