Log Book Pjbl 2

38
LOG BOOK PJBL 2 BLOK SISTEM GASTRO INTESTINAL TRACT (GIT) SIROSIS HEPATIS Disusun Oleh Desak Gede Prema Wahini (105070201131010)

Transcript of Log Book Pjbl 2

Page 1: Log Book Pjbl 2

LOG BOOK

PJBL 2

BLOK SISTEM GASTRO INTESTINAL TRACT (GIT)

SIROSIS HEPATIS

Disusun Oleh

Desak Gede Prema Wahini

(105070201131010)

NURSING K3LN PROGRAMME

MEDICAL FACULTY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

MALANG

2013

Page 2: Log Book Pjbl 2

A. DEFINISI

Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang

berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow),

karena perubahan warna pada nodul- nodul yang terbentuk.

Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan

dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan

ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan

vaskulatur normal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil

(mikronodular) atau besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu

sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus yang sangat kanjut,

menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap. (Sylvia A Price&

Lorraine Wilson. 2002)

Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai oleh adanya

peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi

jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati sehingga timbul

kekacauan dalam susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer,FKUI. 1999)

Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir

dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan

menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan

berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan

terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan

hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba

kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan

Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana

sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem

arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi

penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hepar yang

mengalami regenerasi. Penyakit ini ditandai oleh adanya peradangan

nekrosis sel hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi

dan regenerasi sel hati disertai nodul sehingga terjadi pengerasan dari

hati.

Page 3: Log Book Pjbl 2

B. KLASIFIKASI

1. Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi :

Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis

yang nyata. Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar.

Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan

screening.

Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan

tanda klinik yang jelas misalnya : asites, edema dan ikterus.

Dikenal dengan active cirrhosis hepar .Sirosis hati

dekompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis

kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara

klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

2. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3

jenis, yaitu :

Mikronodular

Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk

berukuran < 3 mm.

Makronodular

Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk

berukuran > 3 mm.

Campuran

Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-

nodul yang terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang

berukuran > 3 mm.

3. Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis

hati atas :

Sirosis Post nekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis

makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy

cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.

Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis

mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty

cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi,

terutama faktor lipotropik.

Page 4: Log Book Pjbl 2

Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat

setelah menderita hepatitis.

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang memiliki

dua klasifikasi etiologi, yakni etiologi yang diketahui penyebabnya dan

etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Sirosis hepatis yang tidak

diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik.

Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang

dimengerti, terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan

kasus. Berdasarkan keadaan tersebut sirosis hepatis dapat

digolongkan sebagai berikut (Brunner & Suddarth, 1996) :

1. Sirosis Laennec

Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal,

dan sirosis gizi) merupakan suatu pola khas sirosis terkait

penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75%

atau lebih dari kasus sirosis.

Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol

adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel

hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak mencerminkan

adanya sejumlah gangguan metabolic yang mencakup

pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya

jumlah keluaran trigliserida dari hati dan menurunnya

oksidasi asam lemak.

Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti

yang terlihat pada alkoholisme dini bersifat reversible, bila

berhenti minum alcohol. Beberapa kasus dari kondisi yang

relative jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara

makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan

mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak

dalam jumlah banyak.

Hepatitis alkoholik ditandai secara hitologis oleh nekrosis

hepatoseluler, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli-

morfonuklear (PMN) di hati. Pada kasus sirosis Leannec

sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal

terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi

Page 5: Log Book Pjbl 2

nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat

aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk menggantikan

sel-sel yang rusak. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut

sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras, dan

hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir

sirosis dapat menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan

gagal hati. Penderita sirosis Leannec lebih berisiko

menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).

2. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak

pad jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh

jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan

diselingi dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis

pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus

sirosis. Sekitar 25% hingga 75% kasus memiliki riwayat

hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki

hasil uji HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa

hepatitis kronis aktif berperan penting pada sirosis ini.

Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah sirosis ini

merupakan faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati

primer (karsinoma hepatoseluler). Risiko ini meningkat

hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier dibandingkan

pada pasien bukan karier.

3. Sirosis Biliaris

Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus billiaris

akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis

billiaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat

sirosis.

Penyebab tersering sirosis billiaris adalah obstruksi

biliaris pascahepatik. Pada sirosis biliaris sekunder terdapat

statis empedu yang menyebabkan penumpukan empedu di

dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk

lembar-lembar fibrosa di tepi lobules, namun jarang

memotong lobules seperti pada sirosis Laennec. Hati

Page 6: Log Book Pjbl 2

membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna

kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari

sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorpsi, dan

steatorea.

Sirosis billiaris primer menampilkan pola yang hampir

mirip dengan sirosis billiaris sekunder. Sirosis ini paling

sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga 65 tahun dan

disertai dengan berbagai gangguan autoimun. Sumbat

empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus

empedu dan sel-sel hati sering kali mengandung pigmen

hijau. Osteomalasia terjadi pada sekitar 25% penderita

sirosis biliaris primer (akibat menurunnya absorpsi vitamin

D).

C. EPIDEMIOLOGI

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian

terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah

penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati

urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal

setiap tahun akibat penyakit ini.

1. Menurut Orang

Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika

Serikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita

sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini

lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan

kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di

kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa

penderita pria lebih banyak dari wanita dengan

perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian

Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak

dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun

merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha

melaporkan selama Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit

Page 7: Log Book Pjbl 2

Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki

dan 36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok

umur 40-60 tahun.

2. Tempat

Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya

berbeda-beda tiap Negara. Pada periode 1999-2004

insidensi sirosis hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000

penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005) dari

data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam Malik

Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II

Medan, ditemukan 232 penderita sirosis hati.

3. Waktu

Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4 % dan

tahun 2002 sebesar 2,4%. Pada tahun 2002, PMR sirosis

hati di dunia yaitu 1,7%. Di Modolvo terjadi peningkatan,

dimana pada tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per

100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun 2004

sebesar 99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi

peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati sebesar

3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007.

4. Penyebab

Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%),

penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati

alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B, yang

bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain

(5%) Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus

hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan

bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-

50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab

sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali

karena belum ada datanya.

Page 8: Log Book Pjbl 2

D. FAKTOR RESIKO

Etiologi sirosis hepatis yang diketahui penyebabnya meliputi :

1. Hepatitis virus

Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab

dari sirosis hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis

virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih

menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan

yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. Penderita

dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena

banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.

2. Alkohol

Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum

minuman keras (Brunner & Suddarth, 1996). Alkohol dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan

kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau

degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa

sirosis hepatis. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah

penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi, 2002).

3. Malnutrisi

Faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani

menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut Spellberg,

Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi

memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan

Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta

tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan

terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan

ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,

yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh

kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah

menengah. Menurut Campara (1973) untuk terjadinya sirosis

hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa

1- antitripsin.

4. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

Page 9: Log Book Pjbl 2

Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada

orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi

ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang

berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit

ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada

hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

5. Hemokromatosis (kelebihan beban besi)

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan

timbulnya hemokromatosis, yaitu :

Penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak

dilahirkan.

Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai

pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya

absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis

hepatis.

6. Sebab lain

Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya

sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder

terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan

dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih

banyak dijumpai pada kaum wanita.

Kelainan metabolik seperti defisiensi alpha 1-antritripsin,

glikonosis type-IV, galaktosemia, tirosinemia.

Kolestasis.

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati

ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada

bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya

saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini

empedumemenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi

atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit

kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan

pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu

Page 10: Log Book Pjbl 2

meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-

anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang

dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan,

tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau

Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat

terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.

Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid ).

Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat,

amiodaron,INH, dan lain-lain).

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD).

Sumbatan saluran vena hepatika yang diakibatkan sindrom

Budd-Chiari dan payah jantung.

E. PATOFISIOLOGI

Page 11: Log Book Pjbl 2

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian.

Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam

keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang

terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati

merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular

matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans,

dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel

stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali

ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut

disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga

ditemukan pembengkakan pada hati.

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan

berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan

kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel

stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup

besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan

kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada

banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel

hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam

jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang

rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena

pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan

keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.

Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah

peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu,

biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi

kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika

dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan

beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini

merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi

hepatik (varises).

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume

intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan

aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron

Page 12: Log Book Pjbl 2

berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium .

Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium

yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan

menyebabkan asites dan juga edema.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis

merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan

jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi

sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, missal dikarenakan

alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan

juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis

kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses

peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya

menyebabkan pembentukan jaringan ikta yang disertai nodul.

F. PATHWAY

Page 13: Log Book Pjbl 2

G. MANIFESTASI KLINIS

Page 14: Log Book Pjbl 2

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-

sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu

makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri

lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider

angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan

terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

Manifestasi klinis atau tanda gejala yang menyertai dari penyakit sirosis

hepatis ini diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pembesaran hati

Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran

hati yang cepat. Pembesaran hati dapat ke atas mendesak

diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm,

dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila

ditekan.

2. Obstruksi portal dan asites

Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita

dispepsia kronis atau diare.

3. Varises gastrointestinal

Distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid

tergantung lokasinya. Adanya tekanan yang tinggi dapat

menimbulkan ruptur dan pendarahan. Kurang lebih 25%

pasien akan mengalami hematemesis ringan/varises pada

lambung dan esofagus.

4. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein

albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen

(ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan

hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul

setelah timbulnya asites sebagai akibat dari

hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.

5. Defisiensi Vitamin dan Anemia

Defisiensi vitamin dan anemia Karena pembentukan,

penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak

memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda

Page 15: Log Book Pjbl 2

defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya

sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan

defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi

gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak

adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan

anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia

dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan

mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu

kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

6. Kemunduran mental

Kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma

hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi

perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku

umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu

serta tempat, dan pola bicara. (Suzanne, C. Smeltzer, 2001)

7. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang

merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati.

Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit

dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi

penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi

sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.

8. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena

portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab

hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap

aliran darah melalui hati.

Page 16: Log Book Pjbl 2

Berdasarkan stadium sirosis hati, gejala klinis yang tampak

pada pasien antara lain :

1. Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga

kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan

kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal

sirosis hepatis meliputi :

Perasaan mudah lelah dan lemah.

Selera makan berkurang.

Perasaaan perut kembung.

Mual.

Berat badan menurun.

Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah

dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.

2. Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan

hipertensi portal, meliputi :

Hilangnya rambut badan.

Gangguan tidur.

Demam tidak begitu tinggi.

Adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi,

epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih

Page 17: Log Book Pjbl 2

berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena,

serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar

konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan laboratorium, untuk menilai penyakit hati. Pemeriksaan

tersebut antara lain :

1. Diagnosa Sirosis Hati Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.

Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila

penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka

ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)

menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.

Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita

dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.

Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus

akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang

menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.

Darah

Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,

kadang – kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan

kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena

splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami

perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik

anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya

trombositopeni.

Tes Faal Hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati,

lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi

portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin

menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr

albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa

antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah

Page 18: Log Book Pjbl 2

3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing

diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.

Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.

Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes

faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.

Pemeriksaan enzim hati lainnya antara lain :

SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat

aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat

transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat

tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT.

Namun, bila enzim ini normal, tidak mengeyampingkan

adanya sirosis.

Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas

normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada

pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama

dengan ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik,

konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat menginduksi

mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari

hepatosit.

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata

dan meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata).

Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan

limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.

Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor

koagulan akibat sirosis.

Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites,

dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

2. Sarana Penunjang Diagnostik

Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,:

pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus

Transhepatic Porthography (PTP)

Page 19: Log Book Pjbl 2

Ultrasonografi (USG)

USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan,

serta untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis

vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk

adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Ultrasonografi

(USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,

termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat

berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan

tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.

Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak

penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak

membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada

sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-

benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya

gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali

didapatkan pembesaran limpa.

Barium meal

Untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi

porta.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan pada pasien dengan sirosis hepatis dapat

dilakukan dengan beberapa cara berikut sesuai dengan kondisi yang

dialami klien :

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup

dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup,

susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya.

2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui, seperti :

Alkohol dan obat-obatan : dianjurkan menghentikan

penggunaanya.

Page 20: Log Book Pjbl 2

Hemokromatosis : dihentikan pemakaian preparat

yang mengandung besi atau terapi kelas 1

(desferioxamine).

Pada hepatitis kronik autoimun diberikan

kortikosteroid.

3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul :

Asites : diberikan diet rendah garam, bila perlu

dikombinasikan dengan furosemid.

Perdarahan varises esofagus (hematemesis, melena).

Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah

untuk mengetahui apakah perdarahan sudah

berhenti/masih berlangsung.

Bila perdarahan banyak, berikan dextrosa/salin dan

transfusi darah secukupnya.

Ensefalopati

Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti

pemberian KCl pada hipokalemia.

Mengurangi pemasukan protein makanan dengan

memberi diet sesuai.

Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang

mengalami perdarahan pada varises.

Pemberian antibiotik campisilin atau sefalosporin

pada keadaan infeksi sistemik.

Transplantasi hati

Peritonitis bakterial spontan

Diberikan antibiotok pilihan seperti cefotaxim,

amoxicilin, aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal/nefropati hepatik

Keseimbangan cairan dan garam diatur dengan ketat.

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi

ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-

bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan

penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih

kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati.

Page 21: Log Book Pjbl 2

1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati,

meliputi :

Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat

yang hepatotoksik.

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang

dapat menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau

imunosupresif.

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu

sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang

sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan

mencegah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin

merupakan terapi utama. Lamivudin diberikan 100mg

secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa

diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu

selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan

ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan

secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan

dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian.

Interferon, kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-

obatan sedang dalam penelitian.

2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites

Tirah baring

Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90

mmol/hari

Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon

diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5

kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan

Page 22: Log Book Pjbl 2

edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak

adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40

mg/hari (dosis max.160 mg/hari).

Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6

liter), diikuti dengan pemberian albumin.

Peritonitis Bakterial Spontan

Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III

seperti cefotaksim secara parenteral selama lima hari

atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya

tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin

(400 mg/hari) selama 2-3 minggu.

Varises Esofagus

Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat

penyekat beta (propanolol)

Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat

somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan

tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Ensefalopati Hepatik

Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia.

Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia.

Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Sindrom Hepatorenal

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk

SHR. Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus

mendapat perhatian utama berupa hindari pemakaian

diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan

yang berlebihan.

Pencegahan yang dapat dilakukan pada keadaan ini meliputi

pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

1. Primer

Sirosis ini paling sering disebabkan oleh minuman keras,

hepatitis B dan C. Cara untuk mencegah terjadinya sirosis

Page 23: Log Book Pjbl 2

dengan tidak konsumsi alkohol, menghindari risiko infeksi

hepatitis C dan hepatitis B. Menghindari obat-obatan yang

diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi

merupakan pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.

2. Sekunder

Diagnosa

Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk mengetahui

diagnosa pasti keluhan yang dialami pasien. Nantinya

diagnose ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan

tindakan pengobatan. Diagnosa harus dilakukan sedini

mungkin dan dapat dilakukan dengan pemeriksaan

laboratorium, USG, radiologi, dan laparoskopi.

Pengobatan

Penyebab primernya dihilangkan,maka dilakukan

pengobatan hepatitis dan pemberian imunosupresif pada

autoimun. Pengobatan sirosis biasanya tidak

memuaskan. Tidak ada agent farmakologik yang dapat

menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis.

Penderita sirosis hati memerlukan istirahat yang cukup

dan makanan yang adekuat dan seimbang. Protein

diberikan dengan jumlah 1-1½ g/kg berat badan. Lemak

antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi memerlukan

pemberian antibiotik yang sesuai. Asites dan edema

ditanggulangi dengan pembatasan jumlah cairan NaCl

disertai pembatasan aktivitas obstruksi. Pendarahan

saluran cerna atas oleh varises esophagus yang pecah

memerlukan perhatian terhadap jumlah darah yang

hilang, dan harus ditutup atau tekanan portal diturunkan

melalui operasi shunt.

3. Tersier

Bila sudah dapat ditentukan diagnosa sirosis hati secara

klinis, maka langkah yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah

pemberian terapi. Untuk menentukan terapi yang tepat, perlu

ditinjau berat ringannya kegagalan faal hati. Etiologi sirosis

Page 24: Log Book Pjbl 2

mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan

mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan

yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan

penanganan komplikasi. Setelah sirosis berkembang,

skrining tahunan harus dilakukan untuk mengikuti risiko

perdarahan dengan endoskopi atas dan untuk deteksi dini

kanker hati dengan USG.

J. KOMPLIKASI

Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis,

prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar

komplikasi :

1. Perdarahan

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan

berbahaya pada sorosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya

varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah

darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa

nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan

membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.

2. Koma hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat

rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.

Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya

kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:

Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis

hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka

metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma

hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan

karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain,

antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites,

karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.

3. Kegagalan hati (hepatoseluler); timbul spider nevi, eritema

palmaris, atropi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.

Page 25: Log Book Pjbl 2

4. Hipertensi portal

Menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena

esophagus/cardia, caput medusa, hemoroid, vena kolateral dinding

perut.

5. Ensefalopati hepatik.

Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah

ensefalopati hepatic (koma hepatikum), yang diyakini terjadi akibat

kelainan metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak

terhadap toksin. Berkembangnya ensefalopati hepatic sering

merupakan keadaan terminal sirosis.

6. Peritonitis bacterial spontan.

7. Sindrom hepatorenal.

8. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed.

Philadephia. Lippincott-Raven Publishers

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2002). Pathophysiology: Clinical Concepts of

Disease Process. 6th Ed. Mosby

Sujono, Hadi. (2002). Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Ed ke-7. Bandung

Page 26: Log Book Pjbl 2

Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. (1981). Tinjauan Penyakit Hati di

Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP

Tjokronegoro, Arjatmo. (2008). Peran Albumin dalam Pentalaksanaan Sirosis Hati.

(http://www.dexamedica.com/images/publish_upload0807112576430012

15763044FA%20MEDICINUS%208%20MEI%202008%20rev.pdf)

Sutadi, Sri Maryani. (2003). Sirosis Hepatitis.

(http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf)