LOCAL REGULATION ALGORITHM OF VILLAGE ARRANGEMENT …

16
Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun ALGORITMA PERATURAN DAERAH PENATAAN DESA UNTUK MEWUJUDKAN DESA YANG MAJU DAN BERDAYA SAING LOCAL REGULATION ALGORITHM OF VILLAGE ARRANGEMENT TOWARD A VISIBLE AND COMPETITIVE VILLAGE Ade Arif Firmansyah Fakultas Hukum Universitas Lampung Gedung B Jl. Prof. Dr. Sumantri, Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung 35145 E-mail: [email protected] HS. Tisnanta Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 FX. Sumarja Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Diterima: 07/07/2017; Revisi: 21/07/2017; Disetujui: 16/08/2017 ABSTRAK Desa atau yang dikenal dengan istilah lain merupakan satuan pemerintahan terkecil yang memiliki kewenangan otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Sebagai satuan pemerintahan terkecil yang berada di daerah, banyak persoalan pemerintahan terkait penataan desa yang dihadapi seperti: efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, yang tentu saja membutuhkan peranan aktif pemerintah daerah melalui regulasi yang mendukung pembangunan desa. Tulisan ini bertujuan memberikan algoritma/formula Peraturan Daerah Penataan Desa yang mampu mewujudkan desa yang maju dan berdaya saing. Dengan menggunakan pendekatan socio legal dan teori perundang- undangan serta konsep hukum pengayoman dan hukum progresif, dihasilkan algoritma peraturan daerah sebagai berikut: Peraturan Daerah Penataan Desa harus beranjak dari persoalan riil yang secara umum terjadi di suatu daerah dengan melandaskan pembentukannya pada aspek filosofi, sosiologis dan yuridis; peranan pemerintah daerah harus ditegaskan sampai pada aspek pendanaan hingga pengawasan dan evaluasi; memberikan ruang akses yang seluas-luasnya bagi desa untuk mengembangkan potensinya terkait pemekaran maupun perubahan status. Dengan demikian, diharapkan desa yang maju dan berdaya saing dapat terwujud melalui Peraturan Daerah Penataan Desa. Kata Kunci: Perda, Penataan, Desa, Daya Saing, Pembangunan. ABSTRACT The village or other known term is the smallest unit of government with autonomous authority to regulate and administer its own government. As the smallest government unit in the region, many governance issues related to village arrangement are faced

Transcript of LOCAL REGULATION ALGORITHM OF VILLAGE ARRANGEMENT …

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun

ALGORITMA PERATURAN DAERAH PENATAAN DESA UNTUK MEWUJUDKAN

DESA YANG MAJU DAN BERDAYA SAING

LOCAL REGULATION ALGORITHM OF VILLAGE ARRANGEMENT TOWARD A VISIBLE

AND COMPETITIVE VILLAGE

Ade Arif Firmansyah Fakultas Hukum Universitas Lampung

Gedung B Jl. Prof. Dr. Sumantri, Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung 35145 E-mail: [email protected]

HS. Tisnanta Fakultas Hukum Universitas Lampung

Bandar Lampung 35145

FX. Sumarja Fakultas Hukum Universitas Lampung

Bandar Lampung 35145

Diterima: 07/07/2017; Revisi: 21/07/2017; Disetujui: 16/08/2017

ABSTRAK

Desa atau yang dikenal dengan istilah lain merupakan satuan pemerintahan terkecil

yang memiliki kewenangan otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya

sendiri. Sebagai satuan pemerintahan terkecil yang berada di daerah, banyak persoalan

pemerintahan terkait penataan desa yang dihadapi seperti: efektifitas penyelenggaraan

pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,

yang tentu saja membutuhkan peranan aktif pemerintah daerah melalui regulasi yang

mendukung pembangunan desa. Tulisan ini bertujuan memberikan algoritma/formula

Peraturan Daerah Penataan Desa yang mampu mewujudkan desa yang maju dan

berdaya saing. Dengan menggunakan pendekatan socio legal dan teori perundang-

undangan serta konsep hukum pengayoman dan hukum progresif, dihasilkan algoritma

peraturan daerah sebagai berikut: Peraturan Daerah Penataan Desa harus beranjak dari

persoalan riil yang secara umum terjadi di suatu daerah dengan melandaskan

pembentukannya pada aspek filosofi, sosiologis dan yuridis; peranan pemerintah daerah

harus ditegaskan sampai pada aspek pendanaan hingga pengawasan dan evaluasi;

memberikan ruang akses yang seluas-luasnya bagi desa untuk mengembangkan

potensinya terkait pemekaran maupun perubahan status. Dengan demikian, diharapkan

desa yang maju dan berdaya saing dapat terwujud melalui Peraturan Daerah Penataan

Desa.

Kata Kunci: Perda, Penataan, Desa, Daya Saing, Pembangunan.

ABSTRACT

The village or other known term is the smallest unit of government with autonomous

authority to regulate and administer its own government. As the smallest government

unit in the region, many governance issues related to village arrangement are faced

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

216

such as the effectiveness of government administration, improvement of public service

quality and community welfare, which of course require active role of local government

through local regulation that supporting village development. This paper aims to

provide an algorithm/formulation of Local Regulation Village Arrangement that is able

to realize a visible and competitive village. By using socio legal approach and the

theory of legislation as well as the concept of hukum pengayoman and hukum progresif,

the result of local regulation algorithm as follows: Local Regulation of Village

Arrangement must be moved from real problem which generally occur in a region by

based its formation on philosophy, sociology and juridical aspect; The role of local

government should be emphasized to funding aspects up to monitoring and evaluation;

Provide the widest possible access space for villages to develop their potential for

division and status change. Thus, it is expected that visible and competitive villages can

be realized through the Local Regulation of Village Arrangement.

Keywords: Local Regulation, Arrangement, Village, Competitive, Development.

PENDAHULUAN

Salah satu yang menjadi substansi pokok pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 tentang Desa adalah mengenai penataan desa. Penataan Desa sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini merupakan proses-proses pembentukan, penghapusan, penggabungan,

perubahan status dan penetapan Desa. Meskipun secara substansi hal ini pernah diatur dalam

undang-undang yang mengatur tentang desa yang berlaku sebelumnya, namun penggunaan istilah

“penataan” baru muncul pada undang-undang ini.

Berdasarkan Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah

Administrasi Pemerintahan, jumlah desa yang ada saat ini mencapai 74.754 desa. Jumlah desa yang

besar ini membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah dan pemerintah daerah berkaitan dengan

masalah penataanya melalui produk regulasi yang mendukung terwujudnya penataan desa yang

selaras dengan visi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Jika dibandingkan dengan produk perundang-undangan yang mengatur desa sebelumnya,

penataan desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dirumuskan dalam

klausul yang lebih rinci. Tujuan dari Penataan Desa sebagaimana termuat dalam Pasal 7 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 antara lain adalah: (1) Mewujudkan efektivitas

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

217

penyelenggaraan Pemerintahan Desa; (2) Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat

Desa; (3) Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; (4) Meningkatkan kualitas tata

kelola Pemerintahan Desa; dan (5) Meningkatkan daya saing Desa.

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat

melakukan penataan desa sesuai dengan lingkup kewenangannya.1 Namun satuan pemerintahan

yang lebih dekat adalah pemerintah daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal penataan

desa ini secara tegas disebutkan juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, yakni terlampir dalam pembagian urusan Pemerintahan Bidang

Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, dalam sub urusan Penataan Desa, bahwa kewenangan

Kabupaten/Kota yakni Penyelenggaraan penataan Desa.

Sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemberian otonomi kepada daerah diikuti dengan kewajiban untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat dan mengembangkan sumber daya produktif di daerah.2 Meningkatkan

kualitas kehidupan masyarakat dapat dimaknai sebagai peranan untuk membangun desa melalui

kebijakan daerah yang salah satunya di bidang penataan desa.

Penataan desa menjadi salah satu solusi terkait kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa saat ini yang diantaranya masih rendahnya efektivitas kelembagaan dan tata

kelola pemerintahan desa serta pelayanan masyarakat. Selain itu, rendahnya kapasitas dan kualitas

pelayanan apratur pemerintahan desa, masih terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi

penyelenggaraan pemerintahan desa.3

1 Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

2 Budiyono, Muhtadi, Ade Arif Firmansyah, Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam UU

Pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 67, Th. XVII (Desember, 2015), hlm. 421. 3

http://www.zonalima.com/artikel/4130/Penyelenggaraan-Pemerintahan-Desa-Masih-Had api-Sejumlah-

Kendala/, diakses 3 Juli 2017.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

218

Sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang berhubungan dengan desa, pemerintah daerah

perlu untuk merumuskan solusi tersebut dalam suatu peraturan daerah yang akan menjadi dasar

pijak dalam membuat kebijakan dan mengalokasikan dana untuk kegiatan penataan desa.

Perumusan tersebut harus memperhatikan algoritma tertentu sehingga dapat mewujudkan Peraturan

Daerah tentang Penataan Desa yang berdaya guna (doelmatigheid) dan berhasil guna

(doeltfreinheid).

Berdasarkan uraian di atas, menjadi sebuah kebutuhan hukum saat ini untuk membuat regulasi

mengenai penataan desa guna mengakomodasi berbagai perubahan dan dinamika sosial yang

tumbuh dan berkembang dalam pemerintahan desa.

Algoritma/formula Peraturan Daerah tentang Penataan Desa ini diharapkan dapat menjadi

pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam mewujudkan tujuan penataan desa

sehingga dapat terwujud desa yang maju, dan berdaya saing tanpa harus kehilangan jati diri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan koridor sosio legal (socio legal research) yang mengonsepsi

hukum tidak sebatas norma, tetapi juga sebagai perilaku. Pengonsepsian hukum sebagai perilaku

yang tampak dalam realitas berkonsekuensi bahwa hukum dilihat sekedar sebagai sesuai yang

konkret, tertulis, memuat sanksi dan dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yang di dalam

bekerjanya dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor lain seperti ekonomi, politik, budaya, agama,

dan seterusnya.4 Data dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dari

penelitian kedalam bentuk penjelasan secara sistematis sehingga dapat diperoleh gambaran yang

jelas tentang masalah yang diteliti, hasil analisis data disimpulkan secara deduktif.

4 FX. Adji Samekto, Ilmu Hukum dalam Perkembangan Pemikiran Menuju Post-Modernisme, Indept Publishing,

Lampung, 2012, hlm. 73.

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

219

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1) Kerangka Konseptual Desa

Kata “desa” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang

merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan orma, serta memiliki batas yang

jelas.5 Secara etimologis kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “deca”, seperti dusun,

desi, negara, negeri, negari, nagaro, negori, yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah

kelahiran, tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma

serta memiliki batas yang jelas.6

A.W. Widjaja mengartikan Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatauan Republik

Indonesia.7

Menurut Bintarto, seperti dikutip oleh Sadu Wasistiono dan M. Irwan Tahir, desa dari

segi geografis adalah suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan

lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau penampakan di muka bumi

yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomis, politis dan kultural yang saling

berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.8 Desa

5 B.Ter Haar dalam Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Titik Triwulan Tutik,

Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006, hlm. 223 6 Didik Sukrino, Pembaharuan Hukum Pemerintahan Desa, Malang: Setara Press, 2012, hlm. 59, dalam Rudy,

Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia, Bandar Lampung: Indepth Publishing, 2012.

Bandingkan Sulaiman Tripa, Prospek dan Tantangan Pemerintahan Gampong di Nanggoroe Aceh Darussalam, Jurnal

Media Hukum, Vol. 16 No. 2, 2009. 7 A.W Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996. hlm. 19

8 Wasistiono, Sadu, dan Tahir, M. Irwan, Prospek Pengembangan Desa, Bandung: Fokusmedia, 2006. hlm. 9

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

220

adalah wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum (adat) yang

berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya.9

Peraturan perundang-undangan secara keseluruhan mengkualifikasikan bahwa desa

bukanlah nama yang harus diseragamkan, melain dapat menggunakan istilah lain sesuai cita

rasa kekhasan masyarakat setempat. Karenanya Bagir Manan10

menyebutkan pertama bahwa

pemerintahan desa tidak harus menggunakan nama desa. Diperbolehkan menggunakan nama

menurut adat istiadat seperti dusun, marga, nagari, meunasah, gampong, negorij dan lain

sebagainya, dan kedua, pengakuan terhada otonomi asli.

Keberadaan desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum memberi pemahaman yang

mendalam bahwa institusi desa bukan hanya sebagai entitas administratif belaka tetapi juga

entitas hukum yang harus dihargai, diistimewakan, dilindungi dalam struktur Pemerintahan di

Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B ayat (2) sebagai

berikut: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-

undang.

Berdasarkan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 tersebut, maka desa diartikan bukan saja

sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, tetapi juga sebagai hirarki pemerintahan yang

terendah dalam NKRI.11

Naskah Akademik RUU Desa mengklasifikasikan desa ke dalam dua

klasifikasi utama, yaitu desa adat dan desa administratif.

9 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta:Penerbit Erlangga, 2011.

hlm.1. 10

Ateng Syafrudin, dan Suprin Na’a, Republik Desa: Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Modern

Dalam Desain Otonomi Desa, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 12. 11

Khairuddin Tahmid, Dekonstruksi Politik Hukum Otonomi Desa Dalam Peraturan Perundang-undangan Di

Indonesia, Yogyakarta: ringkasan disertasi progam doktor UII, 2011, hlm.3

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

221

Tabel 1. Tipologi Desa

Sumber: Naskah Akademik RUU Desa.

Kerangka konseptual otonomi desa dan dua klasifikasi utama desa tersebut pada

dasarnya berkenaan erat dengan penataan desa. Ketika sebuah desa akan beralih status

menjadi kelurahan demikian juga sebaliknya, pemerintah daerah harus mampu memberikan

batasan yang jelas dalam peraturan daerahnya. Jangan sampai perubahan status tersebut justru

berakibat negatif bagi sistem sosio kultural yang selama ini eksis di desa.

2) Algoritma Peraturan Daerah Penataan Desa Untuk Mewujudkan Desa Yang Maju

Dan Berdaya Saing

Menurut Adolf Merkl, yang pendapatnya dirujuk oleh Maria Farida Indrati Soeprapto

dan Ni’matul Huda, mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua

wajah (das Doppelte Rechtsantlizt). Suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar

pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah ia menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma

hukum di bawahnya, sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

222

(Rechtskracht) yang relatif oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung

pada norma hukum yang berada di atasnya.12

Pendapat diatas diperjelas lagi oleh Hans Kelsen, menurutnya hukum itu adalah sah

(valid) apabila dibuat oleh lembaga atau otoritas yang berwenang membentuknya dan

berdasarkan norma yang lebih tinggi sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah

(inferior) dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi (superior), dan hukum itu berjenjang-

jenjang dan berlapis-lapis membentuk hirarki, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku,

bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi. 13

Selain berkutat pada sisi validitas sebagaimana dimaksud Kelsen di atas, norma

hukum/peraturan perundang-undangan dalam pembentukannya harus memperhatikan berbagai

aspek dan asas. Menurut Van der Vlies, secara umum membedakan dua kategori asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (algemene beginselen van behoorlijk

regelgeving), yaitu asas formal dan asas material.14

Peraturan Daerah Penataan Desa sebagai

salah satu jenis peraturan perundang-undangan dalam pembentukannya juga tidak luput dari

asas formal dan material tersebut.

Menurut Jimly Asshiddiqie,15

pembentukan sebuah aturan yang baik haruslah

dilandaskan kepada aspek filosofis, sosiologis, yuridis, politis dan administratif dan

keberlakuannya juga haruslah tercermin secara filosofis, sosiologis, yuridis dan politis.

12

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Kanisius,

Yogyakarta, 2007, hlm 23. Lihat juga Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-

Undangan, Nusa Media, Bandung, 2011, hlm 25-26. 13

Lihat Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russel & Russel, New York, 1973, hlm 112-115. 14

I.C. Van der Vlies, Handboek Wetgeving (Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-Undangan), Dirjen

Peraturan Perundang-Undangan DEPKUMHAM RI, Jakarta, 2007. Hlm 258-303. Lihat juga Attamimi, A. Hamid S.

Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Fakultas

Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990 dan Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-undangan: Proses dan Teknik

Pembentukannya. Jld 2. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

15

Jimly Asshiddiqie. Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 243-244.

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

223

Secara filosofis, pembentukan Peraturan Daerah Penataan Desa harus mengacu pada cita

hukum pancasila. Arief Sidharta16

menjelaskan bahwa cita hukum Pancasila yang berakar

dalam pandangan hidup Pancasila, dengan sendirinya akan mencerminkan tujuan menegara

dan nilai-nilai dasar yang secara formal dicantumkan dalam pembukaan, khususnya dalam

rumusan lima dasar kefilsafatan negara, dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal Batang

Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Tujuan bernegara tersebut diwujudkan dengan

penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah untuk mensejahterakan rakyat.

Secara sosiologis, Peraturan Daerah Penataan Desa dikatakan mempunyai landasan

sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran

hukum masyarakat. Hal ini selaras dengan aliran Sociological Jurisprudence yang

memandang hukum sebagai sesuatu yang tumbuh di tengah-tengah rakyat sendiri, yang

berubah menurut perkembangan masa, ruang dan bangsa. Selanjutnya tentang hal ini, Mochtar

Kusumaatmadja17

mengemukakan, sebagai berikut: “Hukum yang baik adalah hukum yang

sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai

pula atau merupakan pencerminan daripada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu”.

Menurut Syaukani dan Thohari18

, bila hukum itu dibangun di atas landasan yang tidak

sesuai dengan struktur rohaniah masyarakat, bisa dipastikan resistensi masyarakat terhadap

hukum itu akan sangat kuat. Hart19

mengemukakan eksistensi sebuah sistem hukum

merupakan fenomena sosial yang selalu menghadirkan dua aspek, yang harus kita perhatikan

agar tinjauan kita mengenainya menjadi realistis.

16

B. Arief Sidharta. Ilmu Hukum Indonesia. Bandung: Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2010,

hlm. 85. 17

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1986,

hlm. 5. 18

Imam Syaukani dan Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008, hlm.

25. 19

H.L.A. Hart. Konsep Hukum (The Concept Of Law). Bandung: Nusamedia, 2009, hlm. 311.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

224

Adapun secara yuridis, Peraturan Daerah Penataan Desa merupakan upaya untuk

mengisi kekosongan hukum akan kebutuhan penataan desa serta merupakan solusi hukum atas

permasalahan penataan desa yang dihadapi. Sehingga dalam pembentukannya harus

memperhatikan aspek sinkronisasi dengan peraturan yang ada diatasnya sebgaimana disajikan

pada tabel dua.

Tabel 2. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Penataan Desa

No. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Penataan Desa

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pembentukan Pembentukan Kabupaten

Pesisir Barat Di Provinsi Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5364);

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5495);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

225

Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5539), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5717);

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk

Hukum Daerah;

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa;

Sumber: Data diolah, 2017.

Peraturan Daerah Penataan Desa harus beranjak dari pandangan untuk mewujudkan

pengayoman bagi masyarakat desa dan pembentukannya harus dimaknai secara progresif

untuk kemaslahatan masyarakat desa. Menurut Arief Sidharta, Pancasila sebagai cita hukum

untuk mewujudkan pengayoman20

bagi manusia, yakni melindungi manusia secara pasif

dengan mencegah tindakan sewenang-wenang, dan secara aktif dengan menciptakan kondisi

kemasyarakatan yang manusiawi yang memungkinkan proses kemasyarakatan berlangsung

secara wajar sehingga secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama

untuk mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh.21

20

Kata pengayoman pertama kali diperkenalkan dalam bidang hukum oleh Sahardjo. Menurut Daniel S. Lev, in

1960 Sahardjo was replaced the blindfolded lady with scales by a stylized Banyan tree as Indonesia’s symbol of justice,

that inscribed with the Javanese word Pengajoman-protection and succor. It also represented a quickening of the

process of transformation of the heritage of Dutch colonial law into Indonesian law. Daniel S. Lev, The Lady and the

Banyan Tree: Civil-Law Change in Indonesia, The American Journal of Comparative Law, Vol. 14. No. 2 (spring,

1965). P. 282. 21

Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia, Upaya Pengembangan Ilmu Hukum Sistematik Yang

Responsif Terhadap Perubahan Masyarakat, Genta Publishing, Yogyakarta, 2013. hlm. 105.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

226

Demikian halnya dengan gagasan hukum progresif, menurut Satjipto Rahardjo22

gagasan

hukum progresif dimulai dari asumsi dasar filosofis bahwa hukum adalah untuk manusia,

bukan sebaliknya. Dengan demikian keberadaan hukum adalah untuk melayani dan

melindungi manusia, bukan sebaliknya. Hukum dianggap sebagai suatu institusi yang

bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat

manusia bahagia. Hukum progresif menganut ideologi hukum yang pro-keadilan dan hukum

yang pro-rakyat23

. Karakter hukum progresif yang menghendaki kehadiran hukum dikaitkan

dengan pemberdayaan sebagai tujuan sosialnya, menyebabkan hukum progresif juga dekat

dengan sosial engineering dari Roscoe Pound24

.

Berdasarkan pemaparan kerangka teoretik sebelumnya, Peraturan Daerah Penataan Desa

harus mampu mewujudkan desa yang maju dan berdaya saing. Hal tersebut dapat diwujudkan

dengan melandaskan pembentukannya pada algoritma/formula sebagai berikut: (a) Peraturan

Daerah Penataan Desa harus beranjak dari persoalan riil yang secara umum terjadi di suatu

daerah dengan melandaskan pembentukannya pada aspek filosofi, sosiologis dan yuridis

(problem based regulation); (b) Peranan pemerintah daerah harus ditegaskan sampai pada

aspek pendanaan hingga pengawasan dan evaluasi; (c) Memberikan ruang akses yang seluas-

luasnya bagi desa untuk mengembangkan potensinya terkait pemekaran maupun perubahan

status.

Adapun jika digambarkan dalam bentuk ragaan, algoritma tersebut bekerja dengan

saling mendukung sebagaimana disajikan pada ragaan satu.

22

Gagasan tentang hukum progresif pertama kali muncul tahun 2002 melalui artikel yang ditulis oleh Satjipto

Rahardjo pada harian Kompas dengan judul”Indonesia Membutuhkan Penegakan Hukum Progresif”, tanggal 15 Juni

2002. 23

Satjipto rahardjo. “Hukum Progresif sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.

hlm 6.

24

Roscoe Pound dalam dalam Bernard L. Tanya dan kawan-kawan. (Teori Hukum Strategi Tertib Manusia

Lintas Ruang dan Generasi)., Menyatakan bahwa untuk mencapai keadilan maka perlu dilakukan langkah progresif,

yaitu memfungsikan hukum untuk menata perubahan, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm 155.

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

227

Ragaan 1. Algoritma Perda Penataan Desa

Sumber: Data diolah, 2017.

Dengan menggunakan algoritma tersebut, diharapkan Peraturan Daerah Penataan Desa

akan mampu mewujudkan desa yang maju dan berdaya saing sehingga dapat mengupayakan

pemberdayaan masyarakat desa dengan baik sesuai dengan kondisi sosio kultural dan potensi

desa yang ada sehingga akan bermuara pada kesejahteraan masyarakat desa.

KESIMPULAN

Algoritma Peraturan Daerah Penataan Desa untuk mewujudkan desa yang maju dan

berdaya saing dilakukan dengan jalan pembentukan Peraturan Daerah Penataan Desa harus

beranjak dari pandangan untuk mewujudkan pengayoman bagi masyarakat desa dan

pembentukannya harus dimaknai secara progresif untuk kemaslahatan masyarakat desa

dengan memenuhi kriteria berikut ini: 1). Peraturan Daerah Penataan Desa harus beranjak dari

persoalan riil yang secara umum terjadi di suatu daerah dengan melandaskan pembentukannya

pada aspek filosofi, sosiologis dan yuridis (problem based regulation); 2). Peranan

pemerintah daerah harus ditegaskan sampai pada aspek pendanaan hingga pengawasan dan

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

228

evaluasi; 3). Memberikan ruang akses yang seluas-luasnya bagi desa untuk mengembangkan

potensinya terkait pemekaran maupun perubahan status.

DAFTAR PUSTAKA

A.W Widjaja, 1996, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Ateng Syafrudin, dan Suprin Na’a, 2010, Republik Desa: Pergulatan Hukum Tradisional dan

Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, Alumni, Bandung.

Attamimi, A. Hamid S., 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia.

B. Arief Sidharta, 2010, Ilmu Hukum Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan,

Bandung.

Bernard Arief Sidharta, 2013, Ilmu Hukum Indonesia, Upaya Pengembangan Ilmu Hukum

Sistematik Yang Responsif Terhadap Perubahan Masyarakat, Genta Publishing, Yogyakarta.

Bernard L. Tanya dkk, 2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,

Genta Publishing, Yogyakarta.

Budiyono, Muhtadi dan Ade Arif Firmansyah, 2015, Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren

dalam UU Pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 67, Th. XVII, Desember,

2015.

Daniel S. Lev, The Lady and the Banyan Tree: Civil-Law Change in Indonesia, The American

Journal of Comparative Law, Vol. 14. No. 2 (spring, 1965).

Didik Sukrino, 2012, Pembaharuan Hukum Pemerintahan Desa, Setara Press, Malang.

FX. Adji Samekto, 2012, Ilmu Hukum dalam Perkembangan Pemikiran Menuju Post-Modernisme,

Indept Publishing, Lampung.

H.L.A. Hart, 2009, Konsep Hukum (The Concept Of Law). Nusamedia, Bandung.

Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230.

229

Hanif Nurcholis, 2011, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Hans Kelsen, 1973, General Theory of Law and State, Russel & Russel, New York.

I.C. Van der Vlies, 2007, Handboek Wetgeving (Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-

Undangan), Dirjen Peraturan Perundang-Undangan DEPKUMHAM RI, Jakarta.

Imam Syaukani dan Ahsin Thohari, 2008, Dasar-Dasar Politik Hukum. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Jimly Asshiddiqie. 2006, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta.

Khairuddin Tahmid, 2011, Dekonstruksi Politik Hukum Otonomi Desa Dalam Peraturan

Perundang-undangan Di Indonesia, ringkasan disertasi progam doktor UII, Yogyakarta.

Maria Farida Indrati S., 207, Ilmu Perundang-undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya. Jld

2. Kanisius, Yogyakarta.

Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi

Muatan), Kanisius, Yogyakarta.

Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta,

Bandung.

Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, 2011, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-Undangan, Nusa

Media, Bandung.

Rudy, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia, Indepth

Publishing, Bandar Lampung.

Satjipto Rahardjo, ”Indonesia Membutuhkan Penegakan Hukum Progresif”, Harian Kompas,

tanggal 15 Juni 2002.

Satjipto Rahardjo. 2009, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,

Yogyakarta.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Algoritma Perda Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017), pp. 215-230. Ade Arif Firmansyah, HS. Tisnanta, FX. Sumarja

230

Sulaiman Tripa, Prospek dan Tantangan Pemerintahan Gampong di Nanggoroe Aceh Darussalam,

Jurnal Media Hukum, Vol. 16 No. 2, 2009.

Titik Triwulan Tutik, 2006, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Wasistiono, Sadu, dan Tahir, M. Irwan, 2006, Prospek Pengembangan Desa, Fokusmedia,

Bandung.

http://www.zonalima.com/artikel/4130/Penyelenggaraan-Pemerintahan-Desa-Masih-Hadapi-

Sejumlah-Kendala/, diakses 3 Juli 2017.