lo5E

23

Click here to load reader

description

kj

Transcript of lo5E

Page 1: lo5E

A. PATOFISIOLOGI TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :

Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.

Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.

Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga. 10

B. KLASIFIKASI

Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal

Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.

• Ruptur Hati

Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans

Page 2: lo5E

muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu. 3

• Ruptur Limpa

Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada abdomen.

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi. 6

• Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien

Page 3: lo5E

dengan perlukaan pada usus dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 6

b. Organ Retroperitoneal

Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.

• Ruptur Ginjal

Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI – XII atau adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.

Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya ekstravasasi. 2

• Ruptur Pankreas

Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.

Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.

Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.

Page 4: lo5E

Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan. 8

• Ruptur Ureter

Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma. 2

Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.

Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan diagnosis.11

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.11

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.

Page 5: lo5E

• Pada inspeksi, perlu diperhatikan :

Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.

Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari.

Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.

Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan adanya peritonitis.

• Pada auskultasi, perlu diperhatikan :

Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.

Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma.

• Pada palpasi, perlu diperhatikan :

Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut abdomen akibat peritonitis.

Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang mengalami trauma atau adanya peritonitis.

• Pada perkusi, perlu diperhatikan :

Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.

Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.

Adanya “Shifting dullness” menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.

Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih.

Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila jumlah perdarahan

Page 6: lo5E

masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan. Caranya dapat dilakukan dengan :

buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.

Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.

Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 – 20.

Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.

Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium:

• Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita dilakukan tes kehamilan).

• Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.

• Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus. Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain). Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.

• Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan maka diberikan profilaksis.

Pemeriksaan dengan foto:

Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan fisik dilakukan.

• Radiografi

Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma atau pneumoperitonium.

Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.

Page 7: lo5E

Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.

Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari perforasi duodenal.

• Ultrasonografi

Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.

Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.

Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada cavum Douglas, posterior dari uterus.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk menentukan sebab dan luasnya kerusakan.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi, pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.

Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis yang meragukan untuk penanganan dokter.

• Computed Tomography (CT) Scan

CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan kerusakan pada cavum toraks.

Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan teliti.

Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma, pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.

Page 8: lo5E

Prosedur Diagnostik :

• Diagnostic peritoneal lavage

DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2) dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain

Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.

Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open, semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.

Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.

DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi, interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.

Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST, CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil FAST negative atau tidak jelas. 10

E. PENATALAKSANAAN

Terapi Medis

Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien

Page 9: lo5E

dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur. 10

Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.

Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik.

Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen

Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.

Terapi Pembedahan

Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL.

Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.

Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.

Follow-Up :

Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah.

Page 10: lo5E

DAFTAR PUSTAKA

1. Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.com

2. Gordon, Julian. 2006. Trauma Urogenital. http://www.emedicine.com

3. Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi Arabia. http://www.emedicine.com

4. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus

http://medlineplus.gov/

5. Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma

6. Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com

7. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang

8. Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of Medicine. http://www.emedicine.com

9. Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta

10. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine, Charles Drew University / UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.com

11. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

Page 11: lo5E

GINJAL HIPERTENSI

Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan, dan demografi yang mempengaruhi hemodinamik: curah jantung dan resistensi perifer total. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistensi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskuler normal mencerminkan keseimbangan antar vasokontriksi humoral (teruatama angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrit). Pemblu resistensi juga memperlihatkan autoregulasi; peningakatan aliran darah memicu vasokontriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adrenergik alfa dan beta), mungkin penting.

Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, yaitu:

1. Melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Renin yang dikeluarkan oleh sel jukstaglomerulus ginjal mengubah angiotensinogen plasma menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzime(ACE). Angiotensi II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer(efek langsung pada sel otot polos vaskuler) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron , peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal)

2. Ginjal juga menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau anti hipertensi (termasuk prostaglandin dan nitrit oksida) yang mungkin melawan efek vasopresor angiotensin

3. Bila volume darah berkurang, laju filtrasi glomerulus turun sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat

4. Faktor natriuretik yang tidak bergantung pada laju filtrasi glomerulus, termasuk peptida natriuretik atrium, disekresikan oleh atrium jantung sebagai respon terhadap ekspansi volume, menghambat reansorpsi natrium di tubulus distal dan menyebabkan vasodilatasi

5. Bila fungsi eksresi ginjal terganggu, mekanisme kompensasi yang membantu memulihkan keseimbangan elektrolit dan cairan adalah peningkatan tekanan arteri

Pada sindrom nefrotik dan gromerulonefritis mekanisme terjadinya hipertensi adalah akibat pengendapan kompleks imun di membran basal gromerulus. Pengendapan kompleks imun tersebut akan mengakibatkan penurunan dari laju filtrasi gromerulus (LFG). Penurunan LFG akan menurunkan ekskresi air dan ion salah satunya natrium. Karena ekskresi natrium kurang memadai maka akan terjadi retensi natrium dan air. Hal ini menyebabkan peningkatan volume plasma dan ECF (extra cellular fluid) sehingga curah jantung akan meningkat dan akan terjadi hipertensi. Pada gromerulonefritis pembengkakan pada sel mesangeal akan menambah peningkatan tekanan darah dengan mempersempit lumen dari arteriol sehingga pada GNA akan ditemukan hipertensi yang lebih berat dari pada hipertensi pada sindrom nefrotik. Sedangkan pada pada sindrom nefrotik bisa terjadi hipertensi jika pasien mengalami edeme anasarka.

Page 12: lo5E

Sindroma Nefrotik

Sindroma nefrotik adalah kompleks klinis yange mencakup :

1. proteinuria masif, dengan pengeluaran protein di dalam urin 3,5 gram atau lebih per hari

2. hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 g/dl

3. edema generalisata, yaitu gambaran klinis yang paling mencolok

4. hiperlipidemia dan lipiduria.

Saat onset sedikit atau tidak terdapat azotemia, hematuria, atau hipertensi.

Komponen sindrom nefrotik memperlihatkan hubungan logis satu sama lain. Proses awal

adalah kerusakana dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

terhadap protein plasma. Dapat diingat bahwa dinding kapiler glomerulus dengan endotel,

gromerulus basalis membrane atau yang disingkat GBM, dan sel epitelnya berfungsi sebagai

sawar yang harus dilalui oleh filtrat glomerulus. Setiap peningkatan permeabilitas akibat

perubahan struktur atau psiko kimia memungkinkan protein loloss dari plasma ke dalam filtrat

glomerulus. Dapat terjadi proteinuria masif. Pada proteinuria yang berlangsung lama atau berat,

albumin serum cenderung menurun sehingga terjadi hipoalbuminemia dan terbaliknya rasio

albumin-globulin. Edema generalisata pada sindrom nefrotik disebabkan oleh penurunan tekanan

osmotik karena hipoalbuminemia dan retensi primer garam dan air oleh ginjal. Karena cairan

keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan, volume plasma menurun sehingga

filtrasi glomerulus berkurang. Sekresi kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurunan

GFR dan penurunan sekresi peptida netriuretik, mendorong retensi garam dan air oleh ginjal

sehingga edema menjadi semakin parah. Dengan berulangnya rangkaian kejadian ini, dapat

terjadi penimbunan cairandalam jumlah yang sangat besar yang disebut edema anasarka.

Penyebab hiperlipidemia masih belum jelas diperkirakan hipoalbuminemia memacu peningkatan

sintesis lipoprotein dalam hati. Juga terdapat kelainan transport partikel lemak dalam darah dan

gangguan penguraian lipoprotein di jaringan protein. Lipiduria menunjukan peningkatan

permeabilitas GBM terhadap lipoprotein

Page 13: lo5E

Frekuensi relatif sindroma nefrotik berbeda – beda sesuai usia,bagan berikut

menggambarkan penyebab terjadinya sindroma nefrotik :

lesi glomerulus primer yang terpenting biasanya menyebabkan sindrom nefrotik adalah GN

membranosa dan nefrosis lipoid (minimal change disease). Nefrosis lipoid lebih sering terjadi

pada anak sedangkan GN membranosa sering terjadi pada dewasa.

Gejala Klinis Sindrom Nefrotik

Pada sindrom nefrotik gejala klinis yang menonjol adalah edema, kadang-kadang mencapai

40% dari pada berat badan dan didapatkan anasarka atau edema yang terjadi di seluruh tubuh.

Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat

hematuria, azotemia, dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%)

sebanyak 10-15 gram dalam sehari. Selama edema masih banyak, biasanya prosuksi urin

berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula,

lipoid; terdapat pula sel darah putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile

bodies. Pada fase non nefritis uji fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi gromerulus, aliran

Page 14: lo5E

plasma ke ginjal tetap normal atau meninggi dengan perubahan yang progresif di glomerulus

terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefritik. Kimia darah menunjukan hipoalbuminemia.

Kadar globulin normala atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang

terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen tinggi, sedangkan kadar ureum

normal. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar

dengan urin. Kadang-kadang didapatkan protein boun iodin rendah tanpa adanya hipotiroid. Pada

10% kasus terdapat defisiensi faktor 9. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium dalam darah

sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemi.

Gromerulonefritis Akut (GNA)

Glomerulonefritis akut atau GNA merupakan suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap

bakteri atau virus tertentu. Penyebab gromerulonefritis akut yang paling sering adalah akibat

infeksi kuman streptococcus.Gromerulo nefritis sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun,

dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Timbulnya GNA diahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian

atas dan juga dikulit yang disebabkan oleh bakteri streptococcus beta hemolyticus group A tipe

12, 4, 16, 25, dan 49. Terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari dari setelah infeksi bakteri

sebelumnya dengan timbulnya gejala pada GNA. Dari beberapa jenis streptococcus beta

hemolyticus yang menginfeksi saluran nafas dan kulit tipe 12 dan 25 merupakan yang paling

bersifat nefritogen. Seaain karena pasca infeksi bakteri GNA bisa disebabkan oleh sifilis,

keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid

dan lupus eritematosus.

Proses imunologis yang terjadi pada GNA antara lain sebagai berikut :

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada mebran basalis gromerulus dan

kemudian merusaknya

Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

autoimun yang merusak gromerulus

Page 15: lo5E

Streptococcus nefritogen dan membran basalis gromerulus mepunyai komponen antigen yang

sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis ginjal.

Gejala Klinis GNA

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak

jarang anak datang dengan gejala berat. Gejal yang sering ditemukan adalah hematuria. Kadang-

kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau diseluruh badan. Umumnya

edema berat terdapat pada oliguri dan bila ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70%

anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal

kembali. Bila terdapat kerusakan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa

minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi ini muncul

karena vasospasme atau iskemik ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum dan kelainan

jantung. Suhu badan tidak berapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-

kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya.

Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi, dan diare tidak jarang

menyertai penderita GNA.

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi artriola glomerulus yang mengakibatkan

tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi

kurang. Filtrasi air, garam,ureum, dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar

ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif kurang terganggu. Ion

natrium dan air diresorpsi kembali sehingga diuresis mengurang(timbul oliguria dan anuria) dan

ekskresi natrium mengurang, ureum pun diresorpsi kembali lebih daripada biasa. Akhirnya

terjadi insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia, dan asidosis metabolik.

Page 16: lo5E

Tabel 1. Perbedaan sindrom nefrotik dan glomerulonefritis

SINDROM NEFROTIK GROMERULONEFRITIS

Edema anasarka Edema lebih ringan (periorbita, tungkai)

Proteinuria masif Proreinuria

Hipoalbuminemia masif Hipoalbuminemia

Hiperkolesterolemia Oliguria

Hipertensi ringan Hipertensi (bisa sampai jatuh ke keadaan

krisis hipertensi)

DAFTAR PUSTAKA

Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Nasional Cipto

Mangunkusumo. 2007.

DeBruyne. Nutrition and Diet Therapy Seventh Edition.United States of America. 2008.

Kumar, Cortan, Robbins. Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta: EGC. 2007